• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tentang Jalan, bangunan gedung dan peralatan lalu lintas, baik di atas tanah maupun di bawah permukaan laut, termasuk dalam prasarana transportasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang. Jalan unit dari rel kereta api, truk, dan jalur kabel karena tidak berada di atas atau di bawah permukaan tanah dan/atau air.

2.2 Pembagian Kelas Jalan

Konstitusi Indonesia, serta peraturan pemerintah tahun 1985 tentang jalan, telah menetapkan klasifikasi jalan sebagai berikut :

1. Jalan Arteri

Untuk menjaga lalu lintas bergerak seefisien mungkin, "jalan arteri"

didefinisikan sebagai jalan raya umum yang melayani sarana transportasi utama dan memiliki kecepatan rata-rata yang tinggi, ruas jalan yang luas, dan jumlah jalan akses yang terbatas.

a. Jalan arteri primer

Penting untuk memiliki jalan raya yang menghubungkan kota-kota tingkat pertama dengan cepat dan efisien, serta antara pusat metropolitan dan distrik kerja atau komunitas tingkat kedua. Jalan arteri primer adalah jalan raya yang melakukan hal ini. Di tingkat nasional, peta ini dibuat dengan bantuan dari perencanaan tata ruang dan jasa untuk penyediaan barang dan jasa untuk perbaikan daerah. Dibuat dengan menghubungkan benang merah penyediaan layanan berupa pusat-pusat kegiatan, dan dibuat dengan bantuan infrastruktur transportasi untuk perbaikan wilayah.

(2)

9 b. Jalan arteri sekunder

Jalan primer atau jalan utama dinamakan jalan arteri sekunder bila jalan tersebut melayani durasi perjalanan yang panjang dan akses jalan yang minimal ke daerah sekunder atau menghubungkan jaringan jalan sekunder yang melayani angkutan utama.Jalan ini disebut jalan arteri sekunder. Efektif: Kota juga bertanggung jawab untuk mengelola layanan distribusi bagi masyarakat kota. Jalan protokol adalah nama lain jalan ini di kota besar.

2. jalan kolektor

Merupakan jalan raya umum yang digunakan untuk menghubungkan kolektor atau pembagi. Memiliki kecepatan sedang, jarak pendek, dan jumlah rute yang dapat ditempuh terbatas.

a. Jalan kolektor primer

Bagi orang-orang di Amerika Serikat untuk menggunakan jalan kolektor utama ketika mereka harus bepergian di antara kota-kota, atau ketika mereka harus pergi di antara kota-kota. Saatnya mengunjungi kota lain yang satu ini baik regional maupun lokal.

b. Jalan kolektor sekunder

Jalan raya utama di kota Chicago tempat produk diangkut. Karena pentingnya dalam memberikan produk dan layanan ke kota, jalan raya ini memiliki kecepatan rata-rata sedang, panjang pendek, dan sedikit jalan akses.

3. jalan lokal

Jalan-jalan di Chicago yang ditetapkan sebagai jalan raya pengumpulan sekunder memfasilitasi pergerakan kargo komersial. Karena pentingnya dalam memberikan produk dan layanan ke kota, jalan raya ini memiliki kecepatan rata-rata sedang, panjang pendek, dan sedikit jalan akses.

(3)

10 a. Jalan lokal primer

Bagi jalan raya regional untuk menghubungkan operasi nasional dan regional dengan inisiatif lingkungan. Ada pula jalur yang menghubungkan kegiatan daerah dengan kegiatan lingkungan dan kegiatan lingkungan dengan kegiatan daerah. Sebagai pertimbangan lebih lanjut, jalan yang menghubungkan pusat kegiatan lingkungan dengan pusat kegiatan nasional dan daerah harus diperiksa.

b. Jalan lokal sekunder

Jenis jalan ini disebut sebagai "jalan lokal sekunder" karena menghubungkan wilayah sekunder dengan rumah-rumah. Misalnya, mereka menghubungkan area sekunder pertama dengan perumahan, kemudian area sekunder kedua dengan perumahan, dan seterusnya.

Mereka berfungsi sebagai penghubung antara tempat tinggal dan lokasi masing-masing.

Menurut UU No. 22 Tahun 2009, jalan dikategorikan menjadi banyak kelas tergantung pada hal-hal berikut:.

Sangat penting bagi jalan untuk digunakan dengan cara yang tidak memperlambat lalu lintas atau menyebabkan kecelakaan, jadi penting bahwa jalan tersebut dapat membawa beban gandar terberat dan kendaraan dari semua ukuran.

Dikatakan bahwa kelas jalan yang dibicarakan pada bagian sebelumnya terdiri dari hal-hal berikut:

1. Kelas I

Dengan lebar maksimum 2.500 milimeter, panjang 18.000 milimeter, dan ukuran maksimum 4.200 milimeter, mobil dapat melewati jalan arteri dan kolektor dengan beban gandar tidak lebih dari 10 ton.

(4)

11 2. Jalan kelas II

Dengan lebar maksimum 2.560 milimeter, panjang tidak lebih dari 12.000 milimeter, ukuran maksimum 4.200 milimeter, dan kapasitas beban gandar maksimum 8, jalan tersebut dapat dilintasi kendaraan bermotor (dua belas ribu milimeter). Misalnya, sekitar setengah ton diklasifikasikan sebagai jalan lingkungan dan lokal.

3. Jalan kelas III

Kendaraan bermotor memiliki akses ke sejumlah jalan raya. Di Amerika Serikat, jenis jalan raya ini disebut sebagai arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Lebar tiga ribu lima ratus milimeter, panjang 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, dan lebar 3.500 milimeter adalah dimensi maksimum untuk karya ini.

4. Jalan kelas khusus

Orang yang berkendara di jalan raya antarnegara bagian melakukannya dengan kendaraan dengan lebar maksimum 2.550 milimeter (dua.550 milimeter), panjang maksimum 18.050 milimeter (delapan belas.050 milimeter), panjang maksimum 4.200 milimeter (empat.200 milimeter), dan berat gandar maksimum 10 ton (sepuluh ton).

Spesifikasi penyediaan infrastruktur jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah hukum menjadi dasar klasifikasi jalan. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 menambah aturan lagi untuk jalan raya kelas khusus, seperti pada ayat (2) huruf d bagian ini. Berikut ini adalah orang-orang yang bertugas untuk menentukan jenis jalan apa saja yang ada di setiap bagian jalan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

a. Pemerintah bertanggung jawab memelihara jalan negara.

b. Jalan provinsi berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi.

(5)

12 c. pemerintah kabupaten bertanggung jawab untuk memelihara jalan

di bawah yurisdiksinya.

d. Ini semua milik mereka.

2.3. Perkerasan Jalan

Dibandingkan dengan tanah buatan, tanah alami kurang mampu mentolerir beban kendaraan berulang dari lalu lintas tanpa deformasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan perancangan konstruksi jalan berdasarkan beban roda kendaraan.

Perkerasan jalan adalah nama yang diberikan untuk konstruksi ini. Untuk menahan dan menyebarkan beban kendaraan yang lewat tanpa menyebabkan kerusakan besar pada permukaan perkerasan (Alamsyah, 2001), perkerasan harus dibuat dari bahan yang tahan lama.

a. Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum memiliki Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013 yang merinci berbagai struktur perkerasan yang dapat digunakan saat membangun struktur perkerasan baru. Dalam hal desain perkerasan, elemen-elemen berikut ini termasuk:Perkerasan dibangun di atas tanah asli.

b. Tanggul, serta penggalian.

Struktur perkerasan tipikal dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2

Struktur Perkerasan Fleksibel (Lalu Lintas Berat) di Permukaan Tanah Asli (At Grade)

(6)

13 Struktur Perkerasan Fleksibel (Lalu Lintas Berat) Tanggul

Penggalian Struktur Perkerasan Fleksibel (Lalu Lintas Berat).

Gambar 2.1 Komponen Struktur Perkerasan Fleksibel (Lalu Lintas Berat) (Dirjen Bina Marga, 2017 )

Struktur Perkerasan Kaku pada Permukaan Tanah Asli (At Grade).

Struktur Perkerasan Kaku yang Digali.

Gambar 2.2 Komponen Struktur Perkerasan Kaku (Dirjen Bina Marga, 2017)

(7)

14 2.3.1 Jenis Perkerasan

Seperti diketahui, bentangan jalan di lingkungan perkotaan dapat ditutupi dengan perkerasan lentur atau kaku. Di sebelah kanan Gambar 2.3 (Bina Marga No 02/M/BM/2013), Anda dapat mengamati tata letak yang sama untuk kedua jenis perkerasan tersebut.

Gambar 2.3 Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur, (Bina Marga, 2017).

Lapisan perkerasan lentur dapat dibangun dengan bahan-bahan ini, sesuai dengan Desain Perkerasan Jalan Manual.

a. Misalnya, lapisan pondasi bawah yang terbentuk dari tanah yang stabil (aspal semen kapur dan bahan tambahan kimia), atau lapisan pondasi agregat bawah tanah (Laston bottom/ATSB), dapat dibuat dari salah satu dari berikut ini: ini, serta hal-hal lain.

b. Bisa diletakkan di atas lapisan pondasi yang ada di atas agregat (pertemuan gradasi) atau di atas lapisan pondasi yang ada di atas agregat (rapat gradasi) (Lapisan pondasi di atas).

c. Tata letak beton aspal (LASTON) dan lapisan tembus adalah dua pilihan untuk memberikan penguatan struktural permukaan (LAPEN).

Ada banyak cara untuk menerapkan pelapisan permukaan aspal, yang disebut juga pelapisan permukaan non-struktural. Ini termasuk aspal lapis BURTU, BURDA, Lataston/HRS, dan Latasir semuanya merupakan aspal lapis tunggal, sedangkan BURTU dan BURDA merupakan aspal lapis ganda.

(8)

15 Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 menetapkan lapisan berikut:

a. Lapisan antara tanah dasar dan lapisan permukaan dikenal sebagai lapisan subbase agregat, dan mengandung semen sebagai bahan pengikat (CTSB).

b. Pelat Semen Beton digunakan sebagai lapisan permukaan pada pelat beton.

2.4 Kerusakan Perkerasan Jalan

Akibat beban lalu lintas pada perkerasan, perkerasan terus menerus mengalami regangan, yang dapat mengakibatkan kerusakan perkerasan ringan.

Akibatnya, deteksi dini dan perbaikan kerusakan perkerasan dapat membantu mencegah kerusakan kecil menjadi cukup parah hingga menyebabkan kegagalan perkerasan. Pemeliharaan perkerasan jalan merupakan tugas penting dalam industri konstruksi. Hardiyatmo (2015) menyatakan bahwa jika perkerasan aspal atau semen portland dipersiapkan dengan baik, maka dapat bertahan hingga umur rencana yang dipersyaratkan.

Sebagaimana dicatat dalam ESA4, kerusakan yang disebabkan oleh lalu lintas memiliki hasil yang lebih rendah daripada kerusakan yang disebabkan oleh kelelahan aspal karena kelebihan beban yang cukup besar. Jika ESA4 disebabkan oleh kelelahan lapisan aspal, maka digunakan traffic multipiler (TM) untuk mengatasi masalah tersebut (Bina Marga, 2013: 37):

Kerusakan lapisan aspal ESAasphalt = ESA4

= TM lapisan aspal . ESA 4

Di mana :

Aspal ESA = ketika merancang semua lapisan aspal dengan ketebalan lebih dari 50 mm, jumlah standar gandar berulang digunakan (tidak berlaku untuk

(9)

16 lapisan tipis).

ESA 4 = Kekuatan empat rumus, yang juga digunakan dalam pembangunan fondasi jalan, dapat digunakan untuk menghitung jumlah pengulangan sumbu standar.

• ESA 4 = Gandar Standar Setara – Peringkat 4

• ESAasphalt = Gandar Standar Setara dengan Aspal (Peringkat 5)

• TMasphalt = Pengganda Lalu Lintas untuk desain lapisan diaspal 2.4.1 Jenis Kerusakan Perkerasan

Menurut Hardiyatmo (2015), kerusakan perkerasan jalan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Kerusakan Fungsional

Ketika permukaan jalan menjadi kotor atau rusak permukaan, akan menyebabkan penurunan layanan yang dapat diberikan badan jalan kepada orang-orang yang menggunakannya. Jalan rusak karena mobil yang lewat sering membawa beban berat.

2. Kerusakan Struktural

Kerusakan yang terjadi pada struktur perkerasan jalan dan menyebabkan seluruh badan jalan tidak mampu menahan beban kendaraan yang melewatinya disebut sebagai kegagalan struktural perkerasan jalan. Hal ini disebabkan fakta bahwa integritas struktural perkerasan jalan telah terganggu dan akan membutuhkan perbaikan untuk mengembalikan nilai keefektifan jalan.

2.4.2 Penyebab Kerusakan Jalan

Berikut penyebab kerusakan perkerasan jalan menurut Sukirman (1999) :

1. Beban berulang dan beban kendaraan yang meningkat keduanya berpengaruh

2. Air menggenangi perkerasan jalan karena tidak adanya fungsi drainase

(10)

17 3. Karena persiapan yang tidak tepat, kombinasi tidak tampil maksimal.

4. Kondisi tanah yang buruk merupakan akibat dari implementasi yang tidak efektif.

5. Perubahan iklim Indonesia dari waktu ke waktu telah menyebabkan perlakuan cuaca yang tidak teratur pada perkerasan jalan, sehingga lebih rentan terhadap kerusakan.

2.4.3 Kerusakan pada Perkerasan Lentur

Menurut Hardiyatmo, perkerasan lentur dapat mengalami kerusakan sebagai berikut:

1. Retak kulit buaya

Sebuah kotak kawat pagar besi dibentuk oleh celah kulit buaya yang lebih kecil atau sama dengan lebar 3 milimeter dan panjang 3 milimeter. Beban yang berat dapat menyebabkan kulit buaya patah, sehingga lebih rentan cedera.

Gambar 2.4 Retak kulit buaya (Hadiyatmo, 2015)

2. Kegemukan

Overweight merupakan akibat dari banyaknya agregat pengikat aspal yang menumpuk di permukaan perkerasan dan naik ke permukaan perkerasan. Akibat kelebihan kandungan udara di perkerasan dan tidak adanya material aspal di perkerasan, hal ini terjadi.

(11)

18 Gambar 2.5 Kegemukan (Hadiyatmo, 2015)

3. Retak Blok

Retakan yang berupa balok-balok besar dihubungkan dan menghasilkan apa yang tampak seperti bentuk persegi panjang jika dilihat dari sudut yang berbeda. Celah ini memiliki diameter sisi mulai dari 30 cm sampai 3 m dan paling sering terlihat pada overlay.

Gambar 2.6 Retak blok (Hadiyatmo, 2015)

4. Benjolan dan lekukan ( bump and sage )

Dalam kasus perkerasan yang tidak stabil, tonjolan didefinisikan sebagai pergerakan atau perpindahan permukaan perkerasan. Tonjolan dan kelengkungan, serta depresi, dapat disebabkan oleh berbagai alasan yang berbeda juga.

(12)

19 Gambar 2.7 Tonjolan dan Kelengkungan (Hadiyatmo, 2015)

5. Keriting ( bergelombang )

Gambar 2.8 Keriting (Hadiyatmo, 2015)

Kerusakan perkerasan akibat deformasi plastis perkerasan menghasilkan pola gelombang pada permukaan perkerasan, yang dapat dijumpai baik secara melintang maupun mendatar di seluruh permukaan perkerasan.

6. Subsidensi

Ketika penurunan permukaan perkerasan diikuti dengan retakan, maka terjadi penurunan permukaan perkerasan yang menyebabkan ukuran perkerasan menyusut. Seringkali, kerusakan ini lebih dari 2 cm, dan dapat menahan air untuk waktu yang lama.

(13)

20 Gambar 2.9 Subsidensi ( Hadiyatmo , 2015)

7. Retak tepi

Gambar 2.10 Retak tepi (Hadiyatmo, 2015)

Retak yang muncul pada tepi perkerasan disebut retak tepi. Saat Anda berjalan di trotoar, Anda akan melihat retakan yang sejajar dengan tanah. Jaraknya sekitar 0,3 hingga 0,50 m dari luar. penurunan kinerja pada fondasi atau tepi perkerasan karena beban yang terlalu berat untuk ditangani perkerasan. Hal ini menyebabkan perkerasan retak, yang membuatnya kurang stabil. Ada juga masalah dengan tanah dasar, yang membuat ujung-ujungnya retak.

8. Retak refleksi sambungan

Orang yang tinggal di daerah dengan banyak perkerasan kaku semen Portland melihat retakan refleksi yang disebabkan oleh sambungan lebih sering daripada orang yang tinggal di daerah dengan perkerasan aspal di dekatnya. Pola retakan yang muncul pada

(14)

21 perkerasan atau overlay baru merupakan cerminan dari retakan perkerasan lama yang berada di bawah perkerasan atau overlay baru.

Gambar 2. 1 1 Retak refleksi sambungan (Hadiyatmo, 2015)

9. Penurunan bahu jalan

Gambar 2. 12 Penurunan bahu jalan (Hadiyatmo, 2015)

Karena perbedaan ketinggian atau elevasi antara permukaan perkerasan dan sekitarnya, maka dapat rusak. Hal ini ditunjukkan dengan bahu jalan yang lebih sempit ketika bahu jalan memiliki elevasi yang lebih rendah dari sekelilingnya, yang disebut "shoulder drop".

10. Retak memanjang / Retak melintang

Sesuai dengan banyaknya retakan yang muncul pada perkerasan, patahan tunggal ini menimbulkan pola memanjang atau melintang pada permukaan perkerasan aspal. Bahkan retakan yang terbentuk dapat memiliki pola yang bersambung dengan retakan lainnya dan bersambung dengan retakan tambahan.

(15)

22 Gambar 2. 1 3 Retak memanjang /melintang (Hadiyatmo, 2015)

11. Tambalan

Tambalan merupakan lapisan baru yang menutupi kerusakan pada lapisan sebelumnya sehingga perkerasan yang rusak dapat bekerja lebih baik. Namun, keberadaan patch biasanya membuat berkendara menjadi kurang nyaman karena proses pengerjaan yang tidak sejalan dengan kerusakan sebelumnya.

Gambar 2. 14 Tambalan (Hadiyatmo, 2015)

12. Keausan Agregat

Keausan agregat perkerasan terjadi sebagai akibat dari licinnya permukaan perkerasan yang disebabkan oleh keausan agregat perkerasan. Akibat tingginya volume lalu lintas dan pengereman roda kendaraan, keausan terjadi pada pelepasan butir agregat secara bertahap,

(16)

23 yang mengakibatkan penurunan kemampuan mencengkeram permukaan aspal.

Gambar 2. 15 Keausan (Hadiyatmo, 2015)

13. Lubang ( potholes )

Gambar 3.16 Lubang (Hadiyatmo, 2015)

Secara umum lubang adalah lekukan pada permukaan perkerasan yang mengarah ke dalamnya. Ini disebabkan oleh hilangnya material pada fondasi serta keausan yang terjadi seiring waktu. Kerusakan berupa lubang dengan diameter tidak lebih dari 0,9 m dan berbentuk seperti genangan air, yang dapat dihubungkan dengan lubang lain baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lubang lain. Penggalian dan pengurukan untuk saluran utilitas juga merupakan sumber umum lubang di permukaan perkerasan.

(17)

24 14. Jalur kereta

Terjadi kerusakan jalan rel dan perlintasan rel dengan jalan raya apabila diperlukan material yang berbeda pada setiap sisi simpang. Hal ini menyebabkan rel kurang atau lebih terlihat di sekitar atau di antara rel karena kebutuhan material yang berbeda di setiap sisi persimpangan.

Beberapa faktor berkontribusi terhadap degradasi ini, termasuk lalu lintas padat yang lewat dan sistem rel yang tidak terintegrasi dengan lapisan perkerasan.

Gambar 2. 17 Perlintasan Kereta Api (Hadiyatmo, 2015)

15. Alur ( rutting )

Gambar 2.18 Alur (Hadiyatmo, 2015)

Groove adalah jenis deformasi permukaan perkerasan aspal yang terjadi secara membujur searah dengan arah lintasan roda kendaraan dan dibentuk oleh lintasan roda kendaraan tersebut. Begitu air terakumulasi

(18)

25 di alur-alur ini sebagai akibat dari kerusakan, rasa aman dan nyaman pengemudi berkurang, dan akibatnya permukaan perkerasan bisa retak.

16. Sungkur ( dorong )

Karena beban lalu lintas yang kuat, lapisan permukaan perkerasan dapat bergerak, baik secara permanen maupun untuk waktu yang singkat, dari lapisan permukaan perkerasan.

Gambar 2. 1 9 Sungkur (Hadiyatmo, 2015)

17. Retak slip

Jika patahan tampak seperti bulan sabit atau bulan, dorongan atau geseran lapisan perkerasan hanya sebagian yang menjadi penyebab patahan. Hal ini dapat mendistorsi lapisan perkerasan, sehingga kurang stabil. Retak slip terbentuk ketika lapisan perkerasan mendorong atau menggeser satu sama lain. Retak slip terjadi ketika beton tidak tercampur dengan baik atau ketika perkerasan tidak memiliki kekuatan yang cukup.

(19)

26 Gambar 2. 20 Retak slip (Hadiyatmo, 2015)

18. Mengembang

Kerusakan ini disebabkan oleh pembengkakan atau penonjolan tanah dasar atau komponen struktural secara vertikal atau ke atas sebagai akibat dari pembekuan air. Itu menjorok di sepanjang lapisan permukaan trotoar, menyebabkan gelombang bertahap yang panjangnya sekitar 10 m (10 kaki).

Gambar 2. 21 Mengembang (Hadiyatmo, 2015)

19. Pelepasan butiran

Itu karena aspal atau tar yang menyatukan partikel agregat hilang karena gerusan yang disebabkan oleh roda mobil. Lalu lintas yang padat atau campuran agregat aspal yang buruk bisa menjadi penyebab melemahnya aspal, yang merupakan perekat yang menyatukan lapisan

(20)

27 perkerasan. Selain itu, jika bahan bakar kendaraan tumpah di permukaan aspal, akan terjadi pelepasan butiran aspal.

Gambar 2. 22 Pelapukan dan pelepasan butir (Hadiyatmo, 2015)

2.5 Penilaian Kondisi Jalan Menurut Bina Marga

Pendekatan Bina Marga digunakan untuk mengevaluasi keadaan jalan, yang meminta pengemudi dan pejalan kaki untuk melihat permukaan dan mencatat kerusakan, tidak peduli seberapa kecil atau parahnya. Persyaratan teknis dan peraturan umum membentuk buku pedoman survei kondisi jalan. Ada banyak tumpang tindih antara keduanya. Ketentuan umum dan teknis dari manual undang- undang tersebut mencakup prosedur survei kondisi jalan (Bina Marga, 2017).

Gambar 2. 23 Tinjauan Permukaan Jalan (Kementerian Pekerjaan Umum, 2017 )

(21)

28 Kondisi rambu marka jalan dilengkapi dengan penambahan semua angka dan nilai pada setiap tahap penyelesaian. Kelas LHR (Lalu Lintas Harian Rata- Rata) dan data kondisi jalan dipertimbangkan untuk menentukan kondisi jalan mana yang paling kritis (UP). Secara matematis, ini akan menjadi:

UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)

Deskripsi :

kelas LHR = kelas lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan. (ditunjukkan pada Tabel 2.19)

• Direkomendasikan agar rute dimasukkan dalam peningkatan program, seperti yang ditunjukkan oleh peringkat prioritasnya 0 – 3.

• Urutan prioritas 4 – 6, yang menunjukkan bahwa jalan tersebut harus dimasukkan dalam jadwal pemeliharaan rutin, ditampilkan.

• Jika urutan prioritas lebih dari 7, berarti jalan tersebut telah masuk dalam program pemeliharaan rutin.

Pemeliharaan preventif, pemeliharaan, dan perbaikan adalah bagian dari manajemen jalan untuk memastikan bahwa jalan bekerja secara optimal dalam melayani lalu lintas dan mencapai umur rencana yang telah ditetapkan. Sesuai

(22)

29 dengan umur rencana yang diperhitungkan dan menurut norma tertentu, jalan dalam kondisi sangat baik atau dianggap dalam kondisi pelayanan yang baik (Kementerian Pekerjaan Umum, 2017).

a. Tata Cara Bina Marga (Kementerian Pekerjaan Umum, 2017) 1) Jenis dan kelas jalur jalan harus ditentukan.

2) Hitung jumlah LHR untuk setiap jalan yang diperiksa dan berikan kelas tanda untuk setiap jalan menggunakan Tabel 2.19, yang berisi temuan survei dan mengelompokkan data menurut jenis kerusakannya.

3) Untuk setiap bentuk kerusakan, ada parameter hitungan. Evaluasi setiap kategori kerusakan sesuai Tabel 2.2

4) Setiap nomor harus diisi untuk semua jenis kerusakan, dan jalan harus diberi peringkat berdasarkan informasi pada Tabel 2.2.1.

Tabel 2.2 Tabel Penetapan Nomor Kondisi Berdasarkan Jenis Kerusakan

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum,

(23)

30 6. Hitung nilai prioritas kondisi jalan menggunakan persamaan berikut:

Tanda Prioritas = 17 – (Kelas LHR + Tanda Kondisi jalan ) 2.6 Memperbaiki Kerusakan pada Perkerasan Lentur

2.6.1 Perbaikan Jalan Dengan Overlay

Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) mengatakan bahwa ketika umur perkerasan sudah berakhir, meskipun berarti pelayanan terhadap pengguna jalan berupa keselamatan dan kenyamanan berkendara berkurang, penting untuk dilakukan perbaikan jalan.

Perbaikan overlay dapat diterapkan dalam berbagai cara, termasuk yang berikut:

1. Lalu lintas harian rata-rata (LHR)

Karena nilai LHR dapat digunakan untuk mengetahui berapa banyak mobil yang melintasi jalan, maka hal ini menjadi salah satu titik data yang akan digunakan dalam perancangan perbaikan overlay ini. Nilai LHR didasarkan pada survei di lapangan dan data dari kelompok yang tepat.

(24)

31 2. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Setiap Jenis Lapisan

Tabel 2. 4 Dalam hal ini, Anda perlu menggunakan nilai 4.

Nilai ini digunakan untuk mengetahui seberapa kuat perkerasan jalan lama. Tabel 2. 5 .

3. Menentukan Ketebalan Lapisan Jalan

Secara statistik, Dinas Pekerjaan Umum kota bertanggung jawab atas masalah ini. Pertimbangan ini sangat penting untuk perhitungan penambahan perkerasan.

(25)

32

(26)

33

(27)

34 4. Indeks Tebal Perkerasan Ada (ITPada)

Diyakini bahwa data tersebut berasal dari Dinas Pekerjaan Umum kota, yang mengumpulkan data tersebut. Masyarakat perlu melakukan ini karena proses perhitungan penambahan perkerasan memperhitungkan hal ini sebagai bagian dari proses perhitungan.

5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan tabel yang terdapat pada perkerasan lentur tahun 2002 memiliki ketebalan.

Dokumen perencanaan digunakan untuk mengetahui berapa jumlah setiap jenis kendaraan yang harus ada. Tabel ini hanya berlaku untuk kendaraan roda dua. Rumus yang ditunjukkan di bawah ini digunakan untuk mengetahui berapa berat kendaraan.

Bilangan Setara = ( 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐾𝑁

53 𝐾𝑁 ) 4

6. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana

Perhitungan kumulatif bobot gandar standar untuk mengetahui berapa banyak lalu lintas yang akan ada di jalur rencana. Rumus berikut digunakan untuk mengetahui berapa banyak lalu lintas jalur baru akan memiliki:

L 18 = L D × T L × 18 Di mana:

W 18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

D D = Faktor distribusi terarah = 0,5 (Pt T-01 2002-B) D L = Faktor Distribusi Baris (dari Tabel 2.6 )

Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah pertumbuhan lalu lintas setiap tahun dengan cara:

P18 = P 18 per tahun x(1+𝑔)

𝑛−1 𝑔

Di mana:

(28)

35 W 18 = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif

W 18 per tahun = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun n = umur layanan (tahun)

g = perkembangan lalu lintas (%)

7. Modulus Resilien

Dengan menggunakan mode resistensi, Anda dapat mengetahui seberapa kuat tanah yang diharapkan dengan mengalikannya dengan nilai CBR tanah yang diketahui. Dengan menggunakan metode di bawah ini, Anda dapat menghitung CBR dari tanah berbutir halus yang memiliki nilai CBR kurang dari 10.

MR (psi) = 1.500 x CBR 8. Keandalan

Untuk memprediksi pertumbuhan volume lalu lintas yang sangat cepat secara akurat, penting untuk memperhatikan dan memilih tingkat keandalan yang lebih tinggi. Hal ini memungkinkan estimasi nilai keandalan, dan jalan yang perlu diestimasi dalam kondisi lalu lintas yang tidak dapat diprediksi dapat diestimasi menggunakan nilai keandalan sebagai panduan. Tabel 2.7 .

(29)

36 9. Nilai So

Standar deviasi yang juga dikenal sebagai nilai So, memiliki kisaran 0,40 – 0,50 dan ditentukan berdasarkan keadaan dan lingkungan sekitar.

10. Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan adalah representasi numerik dari kekuatan perkerasan yang menentukan berapa banyak layanan yang ditawarkan kondisi perkerasan saat ini (yaitu, berapa banyak lalu lintas yang dapat ditangani). Dapat diamati pada Tabel 2.8 bahwa nilai (IP) ditentukan pada akhir umur rencana berdasarkan klasifikasi jalan:

IP = 2.5: permukaan jalan dalam kondisi baik.

IP = 2.0: layanan terendah untuk jalan stabil.

IP = 1.5: pelayanan terendah dengan kondisi jalan yang buruk . IP = 10 : kurangnya layanan karena kerusakan

permukaan jalan cukup buruk

(30)

37 Tabel 2. 8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Desain (IPT)

Kualifikasi Jalan Lokal pengump

ul

Arteri Jalan bebas hambatan 1.0 –

1.5 1.5 1,5 –

2,0 -

1.5 1,5 –

2,0 2.0 2.0 –

2.5

1,5 – 2,0 2.0 2.0 –

2.5 2.5

- - - 2

. 5 Sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Dalam menentukan nilai indeks permukaan awal, jenis lapisan perkerasan sangat penting. Tabel 2. 9 .

Persyaratan untuk Indeks Ketebalan Perkerasan (diperlukan ITP)

Berdasarkan informasi yang diterima, indeks ketebalan perkerasan yang dibutuhkan (ITP diperlukan) dapat dihitung. Gambar 2. 24 .

(31)

38 Sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Gambar 2.24 Nomogram untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

(32)

39 2.7 Penelitian Terdahulu

Peneliti menambahkan beberapa penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengkaji penelitian yang telah dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk membantu peneliti menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian mereka sendiri dan penelitian orang lain. Berikut penjelasan dari beberapa penelitian lainnya:

Tabel 2.10 Penelitian Sebelumnya

1 Pengarang Paikun Paikun, Elis Suminar, Aldi Irawan, Saiful Bahri,(

2021)

Judulz PENENTUAN PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN MENGGUNAKAN METODE SURFACE DISTRESS INDEX (SDI)

metode Indeks Distress Permukaan (SDI)

Hasil Kondisi Jl. Merdeka 1 Kota Sukabumi tidak dalam kondisi baik. Kerusakan total sepanjang 2.250 m terdiri dari rusak sedang, rusak ringan, dan rusak berat.

Kerusakan jalan Merdeka 1 dengan panjang 2.250 m berdasarkan metode Surface Distress Index (SDI) menunjukkan bahwa pada STA 0 + 00 - 0 + 400 sepanjang 400 m kondisinya rusak sedang dan

memerlukan perawatan. Kondisi STA 0 + 400 - 1 + 800 dan STA 2 + 200 - 2 + 250 sepanjang 1.450 m rusak ringan dan memerlukan rehabilitasi. Kondisi STA 1 + 800 - 2 + 200 sepanjang 400 m rusak berat dan memerlukan rekonstruksi.

2 Pengarang Baihaqi, Sofyan M. Saleh, Renni Anggraini (2018) Judul TINJAUAN KONDISI JALAN DENGAN KOMBINASI

INTERNATIONAL Roughness INDEX (IRI) DAN NILAI INTERFERENCE PERMUKAAN INDEKS (SDI)

metode Indeks Distress Permukaan (SDI) dan Indeks Kekasaran Internasional (IRI)

Hasil 1. Kerusakan Ruas Takengon – Blangkejeren STA 02 + 370 - 15.000, dan Ruas Takengon - Blangkejeren STA 02 + 370 - 15 + 000, dan Ruas Takengon -

Blangkejeren STA 02 + 370 - 15 + 000, lubang 1,65 persen, 10 persen retak , 92 persen, kerusakan tepi

(33)

40 1,57 persen, chipping 0,08 persen semuanya mungkin.

Kerusakan keseluruhan menyumbang 30,54 persen dari total kerusakan, dengan jalan yang tidak rusak mencapai 69,46 persen dari total panjang jalan 12,63 kilometer (km).

2. Berikut jumlah kerusakan ruas jalan skala 1 sampai 10: Seksi I 18,69 persen, seksi II 7,83 persen rusak, seksi III rusak 3,75 persen, seksi IV rusak. sebesar 0,28 persen, 0% kerusakan seksi V dan 0% kerusakan seksi VI. Hampir 30% dari seluruh jalan rusak. Total panjang jalan adalah 12,63 km, yang terbagi menjadi 6 jalan terpisah yang membentuk 6. Berapa panjang jalan yang belum rusak: 12,63 km.

3. Cari tahu lebih banyak tentang trotoar. Kondisi jalan untuk setiap segmen dibagi menjadi enam bagian:

segmen 1: Sedang; Segmen II: Sedang; Segmen III:

Sedang; Segmen IV: Sedang; Segmen V: Sedang;

Segmen VI: Sedang. Kondisi jalan untuk setiap segmen dibagi menjadi enam bagian: segmen 1:

Sedang; Segmen II: Sedang; Segmen III: Sedang;

Segmen IV: Sedang; Segmen V: Sedang; Segmen VI:

Sedang.

3 Pengarang Andi Amri, Lambang Basri Said, Andi Alifuddin (2021) Judul Studi Banding Tingkat Kerusakan Jalan Berdasarkan

Data Sistem Manajemen Aset Jalan, Tegangan Permukaan Indeks dan Indeks Kondisi Perkerasan metode Indeks Distress Permukaan (SDI) dan Indeks Kekasaran

Internasional (IRI), Indeks Kondisi Perkerasan (PCI) Hasil 1. Berdasarkan temuan analisis data IRI, kondisi ruas

jalan tersebut stabil (Baik dan Sedang), namun data tersebut tidak dapat digunakan untuk mengetahui sifat dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan.

2. Analisis SDI rata-rata menghasilkan hasil 4,48 persen dalam kategori sedang, sedangkan analisis PCI rata- rata 97,00 persen hasil dalam kategori ideal.

3. Berdasarkan hasil analisis perbandingan ketiga metode tersebut diketahui bahwa korelasi antara IRI dan PCI adalah sebagai berikut: IRI = 0,01164 x PCI dengan koefisien determinasi R2 = 98,90 persen, menunjukkan bahwa metode PCI memiliki akurasi yang lebih baik. daripada dua metode lainnya.

Hubungan ini menunjukkan bahwa PCI memiliki

(34)

41 dampak yang signifikan pada skor IRI ketika

kondisinya BAIK, memungkinkan kami untuk mengidentifikasi apakah Perawatan Rutin/Reguler adalah terapi yang paling tepat.

4 Pengarang Umi Tho'atin, Ary Setyawan, Mamok Suprapto (2016) Judul Menggunakan metode International Roughness Index

(IRI), Surface Distress Index (SDI) dan Pavement Condition Index (PCI)

metode Indeks Kekasaran Internasional (IRI), Indeks Distress Permukaan (SDI), Indeks Kondisi Perkerasan (PCI) Hasil Terdapat perbedaan proporsi kondisi jalan antara ketiga

teknik tersebut. Hal ini disebabkan pada saat

menggunakan teknik IRI dalam melakukan survei dengan menggunakan alat tersebut, subjektivitas surveyor tidak berpengaruh. Saat menggunakan teknik SDI dan PCI untuk mengevaluasi kondisi jalan, subjektivitas surveyor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil survei.

5 Pengarang Norca Praditya, M.Sang Gumilar, Rio Marpen, Abdullah Uwais (2020)

Judul Perbandingan Kondisi Jalan Menggunakan Metode IRI dengan SDI

metode Indeks Distress Permukaan (SDI) dan Indeks Kekasaran Internasional (IRI)

Hasil Data IRI dan SDI menunjukkan bagaimana jalan berada di tempat yang berbeda. Kalau pakai IRI, jalan bagus 99,7 kilometer, sedang 37,29 kilometer, rusak ringan 23,6 kilometer, dan rusak berat 0,5 kilometer tahun 2015.

Begini penampakan tahun 2015. Pakai SDI untuk melihat kondisi jalan bagus sepanjang 121,21 kilometer, sedang sepanjang 23,5 kilometer, rusak ringan sepanjang 15,58 kilometer, dan rusak berat sepanjang 0,8 kilometer.

Menurut IRI, kondisi jalan tahun 2016 sangat baik 46,18 km, sedang 98,74 km, rusak sedang 14,34 km, dan rusak berat 1,83 km. Menurut SDI, kondisi jalan baik 77,71 km, sedang 56,6 km, rusak ringan 25,22 km, dan rusak berat 1,5 km pada 2016.

6 Pengarang Ichsan, Sofyan M. Saleh, M.Isya (2014)

(35)

42

Judul TEST UNTUK MENENTUKAN BAGAIMANA

SISTEM PENILAIAN AKAN DIGUNAKAN BINA MARCAG UNTUK MENENTUKAN JENIS HANDING YANG AKAN DIGUNAKAN.

metode Indeks Distress Permukaan (SDI)

Hasil 4,53 persen retakan terisi, 1,93 persen mereda, 1,45 persen berlubang, 1,20 persen berlubang, 0,12 persen retak tepi, dan 0,11 persen bergelombang.

9,34 persen dari 28.855 kilometer kerusakan permukaan jalan disebabkan oleh jenis kerusakan yang berbeda. Kondisi jalan tersebut sebagai berikut:

65,19 persen baik, 25,49 persen sedang, 7,62 persen rusak ringan, dan 0,69 persen rusak berat. Begini tampilannya:

Total panjang rute adalah 28.855 kilometer. Ada lima bagian untuk rute.

Total panjang jalan mencapai 28.855 kilometer, dan 9,34 persen di antaranya disebabkan berbagai jenis kerusakan. Kondisi jalan tersebut adalah sebagai berikut: 66,19 persen baik, 25,49 persen sedang, 7,62 persen rusak ringan, dan 0,69 persen rusak berat.

Gambar

Gambar 2.1 Komponen Struktur Perkerasan Fleksibel (Lalu Lintas Berat)  (Dirjen Bina Marga, 2017  )
Gambar 2.3 Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur, (Bina Marga, 2017).
Gambar 2.4 Retak kulit buaya (Hadiyatmo, 2015)
Gambar 2.8 Keriting (Hadiyatmo, 2015)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara ini adalah Pemohon I dan Pemohon II mohon kepada Pengadilan Agama Natuna untuk mengesahkan perkawinan Pemohon

Menurut penuturan juru kunci dari makam Mbah Djomotersebut, bahwa beberapa tahun yang lalu terjadi sebuah peristiwa yakni keluarnya ikan gabus dari makam Mbah Djomopada saat

Hasil perancangan unit reaktor biogas diterapkan di Kelompok Tani Waluya desa Sidamulya kabupaten Ciamis yang sebelumnya belum pernah dilakukan, sehingga reaktor biogas

Dalam cara yang sedikit berbeda, Umar Kayam, seorang Guru Besar, bersama Para Priyayi dan Sumarah Bawuk, ditemani ingatan yang bergentayangan tentang masa lalu,

Gambar 1e merupakan gambaran mikroskopik lambung mencit pada kelompok P2 yang diberikan campuran jus buah tomat merah 0,2 ml/20grBB dan jus tomat ungu 0,2 ml/20grBB.. Dari gambar

Dengan adanya gangguan-gangguan yang ada di instalasi listrik 150 kV yang dapat menimbulkan potensi bahaya seperti kebakaran pada transformator, maka perusahaan perlu

Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh sis'a dalam kelompok-kelompok tertentu untuk men%apai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan$

Dengan proses pelatihan seperti di atas maka pertumbuhan otak kiri dan otak kanan dapat seimbang karena selain menuntut Logika (otak kiri) yang kuat, Metode Horisontal