• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN I PENGELOMPOKAN HASIL KODING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAMPIRAN I PENGELOMPOKAN HASIL KODING"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

130

LAMPIRAN I

PENGELOMPOKAN HASIL KODING

Teori Elemen

Informan

Dokumentasi dan/atau Observasi Irfan “Beni”

Satryo W. (1)

Nurul Qomariyah Pramisti (2)

Muhammad Anugrah (3)

Aulia Adam (4)

Logika Media Sosial

Programmability (A1)

1.3, 1.4, 1.8, 1.9, 1.11, 1.12, 1.17, 1.19, 1.21, 1.30, 1.31, 1.38

2.4, 2.7, 2.16, 2.18 3.4, 3.5, 3.6, 3.8, 3.10, 3.12, 3.19, 3.20

D1.1

D1.2 – O1.2 D1.3 – O1.3 D1.4 – O1.4

D2.1, D2.2, D2.3 – O2.3, D2.4 – O2.4.1, O2.4.2 D3.1, D3.2 – O3.2.1, O3.2.3, D3.3 – O3.3, D3.4 - O3.4

D3.5 - O3.5 D3.6-O3.6 O3.7

D5.1, D5.2, D5.3

(2)

131 Popularity (A2)

1.6, 1.10, 1.13, 1.18, 1.23, 1.32, 1.35

2.17 4.3 D2.2 – O2.2

D8.1

D21.1 – D21.5

Connectivity (A3)

1.2, 1.5, 1.7, 1.20, 1.39

D2.2 – O2.2.1 D3.2 – O3.2.2 D4.3 – O4.3.1 D7.1 – O7.1 D7.2 – O7.2 D8.2 – O8.2 D9.1 – O9.1

Datafication (A4)

1.14, 1.16, 1.22, 1.24, 1.25, 1.26, 1.27, 1.28, 1.29, 1.33, 1.34, 1.36, 1.37

2.5, 2.13, 2.14, 2.15

3.3, 3.10, 3.11, 3.13, 3.13, 3.15, 3.16, 3.17, 3.18, 3.21,

D4.2 – O4.2 D6.1

D17, D18, D19, D20

(3)

132

LAMPIRAN II

TABEL KODING STUDI DOKUMEN DAN OBSERVASI

Tanggal 24 Mei – 3 Juni 2020

Keterangan: Kode Kategori:

A: Teori logika media massa

A1: Elemen kemampuan pemrograman A2: Elemen popularitas

A3: Elemen konektivitas A4: Elemen datafikasi

(4)

133

No. Dokumen Ko

de Keterangan No. Ko

de Observasi

D1.1

A1 Berita terbit 21 Mei 2020.

(5)

134 D1.2

A1 Berita D1.1 disebarkan di Facebook pada 22 Mei jam 21:00.

O1.2 A1 Tirto menyertakan tagar

#MildReport untuk menandakan bahwa berita yang dibagikan masuk dalam rubrik tertentu.

(6)

135 D1.3

A1 Berita D1.1

disebarkan pertama kali di Twitter pada 22 Mei 2020 pukul 19:00.

O1.3 A1 Caption yang diunggah berbeda dengan caption yang dipakai di

Facebook.

(7)

136 D1.4

A1 Berita D1.1 kembali disebarkan di tanggal yang sama (22 Mei 2020) pada jam yang berbeda (21.00).

O1.4 A1 Caption yang digunakan dalam postingan D1.4 sama dengan caption di Facebook D1.2.

(8)

137 D2.1

https://tirto.id/cerita-pedagang-parsel-lebaran- menyiasati-penjualan-saat-corona-fuMd

A1 Berita terbit di website tanggal 17 Mei 2020.

(9)

138 D2.2

https://www.instagram.com/p/CAhxdlVJlco/?hl=en

A1 Divisi media sosial menerbitkan infografik untuk artikel berita D2.1 pada 23 Mei 2020.

O2.2.1 A3 Caption konten “…

Kirim-kirim dong ke kantorqu~” adalah upaya media massa untuk berinteraksi secara luwes dengan audiensnya melalui media sosial.

(10)

139 D2.3

https://twitter.com/TirtoID/status/12619543062545 73568

A1 Berita D2.1 disebarkan di Twitter di hari yang sama berita tersebut diterbitkan.

O2.3 A1 Artikel berita dibagikan menggunakan

TweetDeck.

(11)

140 D2.4

A1 Berita D2.1 disebarkan di Facebook di tanggal yang sama dengan tanggal penerbitan berita yakni 17 Mei 2020.

O2.4.1 A1 Penggunaan tagar #CI menandakan bahwa berita tersebut termasuk dalam rubrik Current Issue.

A1 Berita D2.1 disebarkan di Twitter dan Facebook dengan selisih waktu satu menit.

O2.4.2 A1 Caption yang digunakan di Twitter dan Facebook serupa. Bedanya, Tirto tidak menyertakan tagar

“#CI” dalam caption- nya.

(12)

141 D3.1

https://tirto.id/semua-menang-karena-menabung- fzjg

A1 Advertorial terbit pada 20 Mei 2020.

Advertorial ini terbit di rubrik Mild Report.

(13)

142 D3.2

https://www.instagram.com/p/CAcUQB3gZDV/?hl=en

A1

Infografik

advertorial diunggah di Instagram pada 21 Mei 2020.

Dalam infografik yang diunggah terdapat informasi sumber berita.

O3.2.1 A1 Infografik iklan yang terbit di website dan Instagram berbeda.

O3.2.2 A3 Baik konten advertorial maupun artikel berita, infografiknya memiliki ciri khas: komikal, jenaka.

O3.2.3 A4 Jumlah likes per 24 Mei ialah 1.626 tanpa

menghitung komentar.

(14)

143 D3.3

https://www.facebook.com/TirtoID/photos/a.16356132200 97454/2719291935062905/?type=3&theater

A1 Konten advertorial dibagikan pertama kali di Facebook pada 21 Mei 2020.

O3.3 A1 Dalam konten tersebut, Tirto menyertakan infografik yang sama dengan konten di Instagram, tautan advertorial, serta tagar

#ads.

(15)

144 D3.4

A1 Kedua kalinya konten advertorial yang sama diunggah di Facebook, pada 22 Mei pukul 12:00.

O3.4 A1 Dalam unggahan ini, Tirto hanya menyertakan tautan berita advertorial dan caption, dan tagar

#ads, tanpa infografik.

(16)

145 D3.5

A1 Konten advertorial di-tweet pertama kali di Twitter pada 21 Mei 2020 jam 15:00.

O3.5 A1 Dalam tweet tersebut, Tirto menyertakan infografik yang sama dengan konten di Instagram, tautan advertorial, serta tagar

#ads.

(17)

146 D3.6

A1 Kedua kalinya konten advertorial yang sama diunggah di Twitter, pada 22 Mei pukul 15:00.

O3.6 A1 Dalam tweet ini, Tirto hanya menyertakan infografik yang diambil dari artikel advertorial, tautan berita tersebut caption, dan tagar #ads

O3.7 A1 Di konten advertorial BriTama, Tirto menggunakan caption yang sama di seluruh postingan di media sosial.

(18)

147 D4.1

A1 Tirto menerbitkan iklan advertorial dengan klien dari Polaris.

Tidak ada stempel tanggal

pengunggahan konten Infografik Tunggal tersebut.

https://tirto.id/riwaya t-singkat-minuman- menyegarkan-fBgg

(19)

148 D4.2

A1

Akun Instagram Tirto membuat dan membagikan infografik

advertorial Polaris pada 23 Mei 2020.

O4.2 A4 Jumlah likes per 24 Mei 2020 pukul 22:00 ialah 2.816.

D4.3

O4.3.1 A3 Dalam infografik yang diunggah, Tirto

menandai akun

Instagram @polarisid.

Dalam unggahan tersebut, terdapat interaksi yang terjalin antara akun @polarisid dengan @cicinovvita.

(20)

149 D4.4

Infografik

advertorial Polaris diunggah di Facebook pada 23 Mei 2020.

O4.4 A3 Dalam unggahan infografik advertorial tersebut, Tirto tidak menandai akun Polaris sebagaimana di

Instagram. Pasalnya akun Polaris juga tidak dapat ditemukan di media sosial selain Instagram.

(21)

150 D4.5

Infografik

advertorial Polaris diunggah di Twitter pada 23 Mei 2020.

O4.5 A3 Dalam unggahan infografik advertorial tersebut, Tirto tidak menandai akun Polaris sebagaimana di

Instagram. Pasalnya akun Polaris juga tidak dapat ditemukan di media sosial selain Instagram.

(22)

151 D5.1

A1 Artikel berita terbit pada 18 September 2016.

https://tirto.id/pria- gundul-yang- memesona-bKWy

(23)

152 D5.2

A1 Dalam artikel tersebut, terdapat infografik di tengah tulisan.

(24)

153 D5.3

https://www.instagram.com/p/CAl-HFuFupj/?hl=en

A1 Infografik yang diunggah pada Instagram pada 25 Mei 2020.

O5.3 A2 Tirto menggunakan 6 tagar dalam

postingannya.

(25)

154 D6.1

A4 Dalam setiap artikel ada keterangan

“Dibaca normal … menit”.

(26)

155 D7.1

O7.1 A3 Di akun Twitter-nya, Tirto mengikuti 43 akun media sosial lain. Mulai dari presiden dan politisi Indonesia, akun lembaga kementerian, akun DPR Republik Indonesia, akun media massa lain hingga pendiri dan mantan pekerja Tirto.

D7.2

O7.2 A3 Di akun Instagramnya, Tirto mengikuti 16 akun.

(27)

156 D8.1

(28)

157 D8.2

A3 Ketika mengklik unggahan Jerinx muncul pop-up notification seperti ini.

O8.2 A3 Tirto bekerjasama dengan Instagram menyatakan bahwa unggahan Jerinx (@jrxsid) sebagai informasi palsu.

(29)

158 D8.3

https://tirto.id/periksa-fakta-gejala-covid-19-dbd- dan-klaim-jrx-sid-feQ

A2 Artikel Periksa Data terbit pada 1 Mei 2020.

(30)

159 D9.1

O9.1 A3 Dalam tweet-nya, Tirto menyebut akun Twitter resmi Presiden Joko Widodo (@jokowi).

(31)

160 D9.2

(32)

161 D10.1

Daftar tautan tweet Twitter:

1. https://twitter.com/TirtoID/status/1265432 530880061440

2. https://twitter.com/TirtoID/status/1265447 628587712512

3. https://twitter.com/TirtoID/status/1265462 728342167553

4. https://twitter.com/TirtoID/status/1265477 829984051201

5. https://twitter.com/TirtoID/status/1265486 852628373510

6. https://twitter.com/TirtoID/status/1265489 152319066112

A1 Tweet di Twitter pada 27 Mei 2020 shift pertama.

A1 Waktu pengunggahan tweet:

7.00

8.00

9.00

10.00

10.35

10.45

(33)

162 7. https://twitter.com/TirtoID/status/1265491

668997816320

8. https://twitter.com/TirtoID/status/1265492 928195067916

9. https://twitter.com/TirtoID/status/1265494 185609768962

10. https://twitter.com/TirtoID/status/1265496 702070521857

11. https://twitter.com/TirtoID/status/1265508 028209479680

12. https://twitter.com/TirtoID/status/1265522 153094512645

13. https://twitter.com/TirtoID/status/1265523 126823276546

10.55

11.00

11.05

11.15

12.00

12.56

13.00

(34)

163 14. https://twitter.com/TirtoID/status/1265524

871892742144

15. https://twitter.com/TirtoID?ref_src=twsrc%

5Egoogle%7Ctwcamp%5Eserp%7Ctwgr%5Ea uthor

16. https://twitter.com/TirtoID/status/1265534 522109673472

https://twitter.com/TirtoID/status/12655382284984 77056

13.06

13.30

13.45

14.00

(35)

164 D11.1

A2 Sentimen media massa online dan publik di Twitter terhadap Tri Rismaharini.

(36)

165 D11.2

A2 Sentimen media online dan publik terhadap isu Surat Izin Keluar Masuk Jakarta

O11.2 A2 Penghimpunan data menggunakan media monitoring

newstensity.com yang merupakan bagian dari PT Binokular Media Utama. Di mana CEO Tirto.id juga merupakan pendiri perusahaan tersebut.

D12.1

A1 Infografik diunggah pada 23 Mei 2020.

O12.1 A1 Tirto menggunakan 4 tagar dalam postingan tersebut yang berkaitan dengan tema infografik.

(37)

166 D12.2

A2 Hasil pencarian tagar dengan kata kunci

“kecerdasan”

O12.2 A2 Tagar #kecerdasan yang digunakan Tirto dalam unggahan infografik D12.1 merupakan tagar kedua yang paling banyak digunakan yakni sebanyak 30.678

postingan.

Tagar-tagar lain yang sebenarnya lebih relevan seperti

#kecerdasanemosional jauh lebih sedikit digunakan yakni 6.423 post.

(38)

167 D12.3

Tagar #polaasuh yang digunakan Tirto dalam unggahan infografik D12.1 merupakan tagar yang paling banyak digunakan yakni sebanyak 94.904 postingan dibanding tagar lain.

(39)

168 D12.4

A2 Tagar Parenting O12.4 A2 Tagar #parenting yang digunakan Tirto dalam unggahan infografik D12.1 merupakan tagar yang paling banyak digunakan yakni sebanyak 10.592.778 postingan.

Tagar-tagar lain yang relevan seperti

#parentingtips jauh lebih sedikit digunakan.

(40)

169 D15.1

A1 Artikel tersebut dibagikan pada 25 Mei 2020.

O15.1 A1 Tagar #MozaikTirto dipakai untuk menandakan bahwa artikel tersebut termasuk dalam rubrik Mozaik.

(41)

170 D16.1

A4 Supplement Content

(42)

171 D17

A4 Demografi Pembaca Tirto per November 2019.

D18

A4 Data Instagram media daring Indonesia per November 2019.

(43)

172 D19

A4

(44)

173 D20

A4 Laporan harian performa media sosial Tirto

(45)

174 D21.1

A2 Daftar berita populer di situs berita Tirto

(46)

175 D21.2

A2 Tagar

#bebaskanravio digunakan oleh lebih dari 100 unggahan di Instagram.

Data per 7 Juli 2020.

(47)

176 D21.3

A2 Tagar #raviopatra digunakan pada kurang dari 100 unggahan di Instagram.

Data per 7 Juli 2020.

(48)

177 D21.4

A2 Tagar

#raviopatraditangkap digunakan pada 6 unggahan di Instagram.

Data per 7 Juli 2020.

(49)

178 D21.5

(50)

179 D21.6

A2 Berita pada 23 April 2020

https://tirto.id/tagar- bebaskanravio- trending-polda-masih- cek-keberadaan-ravio- eQtr

(51)

180

LAMPIRAN III

WAWANCARA DAN KODING INFORMAN PERTAMA

Narasumber Irfan “Beni” Satryo Wicaksono

Informan No. 1 (Satu)

Jabatan Manajer Media Sosial Tirto.id Hari, Tanggal Jumat, 8 Mei 2020

Keterangan:

P: Peneliti N: Narasumber

Kode Kategori:

A: Teori logika media massa

A1: Elemen kemampuan pemrograman A2: Elemen popularitas

A3: Elemen konektivitas A4: Elemen datafikasi

(52)

181

Pengkodean Transkrip Wawancara Informan 1

No. Transkrip

Kode Kategori 1.1. P : Halo Mas Beni, ini Elisabeth. Boleh perkenalan diri dulu dan sudah berapa lama di Tirto?

N : Aku di Tirto itu mulai dari 2017, sebagai admin waktu itu. Terus 2018 mulai jadi managernya. Gitu doang sih.

P : Kalau latar belakang pendidikannya?

N : Kalau aku sih, sebelum di Tirto, sempat di Media Indonesia sebagai reporter selama 2,5 tahun. Tapi kalau kuliah di UGM, Filsafat.

-

(53)

182

1.2 P: Mas Beni, profesi ini kan cenderung baru. Apalagi maksudnya media sosial baru berkembang 15 tahun belakangan. Kalau Mas Beni sendiri bagaimana memaknai profesi ini sebagai manager media sosial sebagai keseluruhan sebagai bagian dari perusahaan media massa?

N: Ya social media kan mengubah orang dalam menikmati artikel, berita, produk-produk jurnalisme. Jadi ini salah satu migrasi dari cetak ke online, klasiklah. Dan salah satu medium yang bisa dimanfaatkan untuk menjangkau pembaca karena saat masih cetak kan, koran yang datengin ke pembaca. Nah sekarang kan pembaca sendiri yang nyari-nyari. Nah sosmed sebagai bagian dari perusahaan media, salah satu fungsinya ya untuk menghadirkan pilihan-pilihan yang dikunjungi sama pembaca, gitu. Kaya aku punya artikel pembaca ini-ini. Jadi seperti itu sih.

P : Maksud saya, bagaimana Mas Beni memandang fungsi profesi tersebut Mas. Apakah Mas Beni memandang profesi Mas Beni sebagai "jenis marketing baru" untuk konten konten-kontan yang dihasilkan Tirto, atau mungkin Mas Beni berpandangan lain seperti itu Mas.

N : Iya, jenis marketing baru. Sebab, ada interaksi sosial bahkan kultural di sana. Tapi, di lain sisi, sosial media lahir kan memang untuk memangkas jarak personal. Kita bisa seolah-olah sangat dekat dengan orang meski enggak kenal. Secara fungsi, dalam konteks profesi, ya memangkas jarak personal itu.

A3

(54)

183

P : Interaksi sosial dan kultural yang dimaksud seperti apa ya Mas Beni?

N : Ya di sosial media mereka bisa saling mendapat pengetahuan tentang gaya tutur, fashion, humor, bahkan pola hidup orang lain. Ini menurutku bentuk interaksi kultural antarpengguna sosial media. Kalau interaksi sosial kan udah jelas lah ya, mereka menjalin komunikasi satu sama lain atau dengan orang banyak lewat sosial media.

1.3 P: Kalau yang saya lihat, sepertinya Tirto lebih ke arah menggunakan media sosial sebagai pembaca beritanya aja, ketimbang…, tapi ini mohon dikoreksi ya Mas. Kalau media sosial kan kita bisa berinteraksi dengan pengguna. Sejauh ini yang saya lihat Tirto jarang menggunakan kemampuan itu.

N : Iya, kalau di khususnya di sosmed ya misalnya Instagram, yang disajikan mengemas informasi dalam bentuk baru, yang ramah sama pembaca versi digital, online, anak muda ya itu infografik dengan desain menarik.

A1

1.4 Dia bisa ikut disebarkan sama si pembaca. Karena kalau ngomongin anak muda main Instagram, salah satu kebiasaannya adalah ngeshare itu. Dan gimana caranya artikel yang ada di web dikemas jadi infografik dan itu disebarkan juga sama anak muda.

A1

(55)

184

1.5 Dan interaksi, kalau ngejawabin di Twitter, Instagram memang engga sih.

P : Jadi memang fungsinya bukan itu ya?

N : Bukan untuk say hi atau segala macam. Aku engga tau memaknai interaksi yang seperti apa. Tapi interaksinya dalam bentuk bahwa akun Tirto juga sama seperti akun orang, personal. Bukan akun berita.

Interaksinya dalam bentuk teks, produk kaya AKS, infografik, video, gitu-gitu. Interaksinya dalam bentuk itu.

A3

1.6 Tapi beberapa tahun belakangan, kayanya, saya di Twitter mulai muncul fitur thread. Orang mulai ngetrend tuh orang bikin thread, utas. Pernah juga Tirto coba untuk ngangkat satu isu yang lagi ramai. Misalnya dalam satu minggu belakangan apa, lalu di akhir minggunya akan bikin thread.

A2

1.7 Ibaratnya untuk menjalin interaksi lagi dengan netizen di Twitter. Tapi kalau untuk ngejawabin apa engga sih, fungsinya bukan seperti itu.

A3

1.8 P : Kalau misalnya di divisi media sosial secara khusus manajer media sosial seperti Mas Beni, cakupan kerjanya apa saja?

A1

(56)

185

N : Koordinasi sama redaksi karena kalau yang sosmed di perusahaan media itu kan lebih, yang dijual itu artikelnya kaya bagaimana mengemas artikel itu, lalu kemudian gimana biar bisa dinikmati pembaca. Nanti paling kerja-kerjanya, misalnya redaksi bikin satu produk atau satu campaign misalnya dalam in-depth-nya cover isu apa, Nah itu divisi sosmednya akan mensupport.

1.9 Kira-kira apa aja yang diperlukan untuk campaign itu bisa dibicarakan publik. Misalnya kaya bikin thread di Twitter, mungkin butuh video, support video, ya kebanyakan di Tirto dibikinin format infografiknya gitu. Jadi misalnya multipost nih, atau misalnya satu minggu postingannya soal isu yang diangkat sama redaksi gitu.

A1

1.10 P : Kalau divisi media sosial bisa kah intervensi terhadap divisi redaksi. Misalnya nih ada topik ramai yang divisi media sosial nyadar ini belum diangkat di Tirto. Itu bisa gak sih media sosial intervensi?

N : Bisa sih, tapi modelnya kaya ngasih tahu aja trend yang satu minggu ini lagi dibicarakan di Twitter ini, minta disiapin artikelnya untuk dibikinkan infografik. Paling sebatas itu sih untuk ngasih saran kaya gitu.

P : Berarti bisa juga saran itu ditolak sama redaksi?

A2

(57)

186

N : Bisa. Tergantung kebutuhannya kaya misalnya redaksi fokusnya lagi cover isu ini nih. Misalnya kalau ada yang nulis, itu akan diiyain. Kalau potensi wartawannya lagi ngecover yang redaksi ambil ya itu bisa dieliminasi. Tergantung redaksinya sih.

1.11 P : Kalau media sosial selain bersinggungan dengan redaksi, bersinggungan dengan divisi lainkah? Misalnya marketing?

N : Marketing jelas karena salah satunya adalah, produk yang dijual ke klien dalam bentuk infografik. Jadi kaya di sosmed sendiri ada penulis copy-nya gitu untuk misalnya klien dari Walls, misalnya Vinetta kemarin. Nah itu dibikinkan konsepnya mau apa. Nanti ada satu orang yang akan garap, dibikinkan dummy-nya untuk ikut rapat sama klien kaya gitu-gitu. Bikin caption, misalnya mau bikin campaign apa nih. Ya sama marketing, khususnya marketing. Kalau sosmed di Tirto lebih banyaknya memang bekerjasamanya sama marketing, selain sama redaksi ya. Selain itu ga terlalu banyak.

P : Berarti dua divisi itu ya?

N : Iya.

A1

1.12 P : Mas Beni, boleh diceritakan soal proses dari berita hingga diunggah di media sosial? A1

(58)

187

N : Jadi di redaksi itu ada dalam satu minggu ada potensi apa yang akan naik nih. Oh ini masih dalam proses liputan, ini masih dalam proses penulisan. Oh ini yang akan naik besok. Dan ketika artikelnya sudah naik di web hari Senin misalnya, nah itu kan udah ada web. Nah dari sosmednya akan mengambil artikel itu, dan dibuatkan semacam storyboard untuk bikin infografik untuk di Instagram. Jadi artikel sudah naik, baru akan diolah sama temen-temen di sosmed untuk dibuatkan semacam storyboard. Jadi nanti akan diserahkan ke desainernya.

Desainernya akan bikin tuh visualnya kaya apa segala macam. Sudah jadi, dibikinkan caption nanti dilempar lagi ke editor. Kira-kira ini begini tampilan visualnya apa yang kurang, apa yang perlu ditambahi atau apa. Apa yang kira-kira misalnya guyonannya kurang sopan, guyonannya kurang politically correct. Nanti kalau misalnya gapapa, ini udah sip. Yaudah tinggal besoknya akan naik di Instagram, Twitter, Facebook.

P : Editor yang dimaksud itu editor dalam redaksi atau?

N : Editor yang di redaksi. Jadi tiap artikel kan ada editornya tuh. Nanti dia yang akan lihat lagi, review ini sudah pas pesennya, udah cukup, masuk terus dinaikin.

1.13 P : Kalau sepengalaman Mas Beni konten semacam apa yang dianggap sukses untuk di media sosial? A2,

(59)

188

N : Konten yang dekat sama pembaca, sama konteksnya lagi ramai. Kaya kemarin Didi Kempot itu oke, karena momennya pas. Dia meninggal dan memang tokoh yang besarlah. Kemudian yang deket, kaya misalnya 9 tipe kecerdasan anak itu juga lumayan ramai. Ada kecerdasan matematis, kecerdasan bahasa dan itu ternyata ramai. Kalau aku simpulkan sih yang deket sama pembaca, dan dia relate dengan topik. Kaya gitu-gitu sih. Kaya tema-tema relationship, kemudian tema-tema parenting itu juga.

1.14 Karena segmen di Instagram followernya secara usia mungkin umur 18-35 yang paling banyak. Jadi memang isu- isu yang konteksual, lagi ramai itu yang akan sukses sih.

A4

1.15 P : Tiap-tiap media sosial juga agak-agak berbeda demografisnya engga Mas? Atau di Tirto ini agak-agak mirip antara media sosial satu dengan yang lainnya?

N : Kalau ini ga jauh beda sih. Aku perlu lihat lagi sih sama anak lain. Tapi kalau di Instagram setauku sama Twitter hampir serupa. Kaya misalnya rentang usianya, 18-35. Secara gender, perempuan dan laki-laki hampir sama, 55:45. Hampir samalah.

A4

1.16 P : Kalau demografi seperti itu berpengaruh untuk, maksudnya divisi media sosial kan bisa melihat data itu, apakah disampaikan ke redaksi atau divisi lain, bahwa ini target market Tirto, bagaimana mengolahnya?

A4

(60)

189

N : Berdasarkan itu sih paling ngasih tau ke redaksi bahwa gaya di sosmed akan seperti ini. Misalnya dengan bahasa yang anak-anak sekarang pakai, dengan logika itu. Paling ngasih tau ke redaksi, bahwa follower Tirto itu seperti ini. Dan nanti gaya akun Tirto di sosmed akan seperti ini dengan bahasa, dengan bercandaannya mungkin, ya kaya begitu. Cuma untuk gaya penulisan di redaksi ya itu tergantung dari redaksinya kan. Kalau di sosmed Tirto sih paling akan menyesuaikan dengan mayoritas follower di Instagram, di Twitter, Facebook kaya gitu.

1.17 P : Berarti beda-beda perlakuan antara tiap media sosial?

N : Paling dilihat dari fitur yang dipunyai masing-masing platform. Kalau Instagram itu kan lebih di visual, lebih di video. Kalau di Twitter kan lebih ke cerewetnya, bagi-bagi artikel yang lebih cepat karena kan memang Twitter cepet banget persebarannya. Jadi sejam yang lalu pasti udah hilang. Paling akan menyesuaikan si admin sosmed di Twitter, akan menyesuaikan kelakuan netizen Twitter yang hanya sekali bagi berita, yang ga fokus di visual gitu dengan caption anak Twitter gitulah. Dan kalau di Instagram, captionnya lebih ke naratif karena kan memang fokusnya di visual. Paling perbedaannya cuma itu sih, karena masing-masing platform sosmed punya kelebihannya masing-masing. Dan paling itu disesuaikan.

A1

(61)

190

1.18 P : Kemarin saya mengamati media sosialnya Tirto. Terkadang ada berita yang sama diunggah dengan caption sama, tapi ada yang pakai hashtag, ada yang engga. Dan bahkan captionnya pun bisa berbeda. Itu memang engga sengaja lupa pakai hashtag atau bagaimana?

N : Kalau hashtag sih sebenarnya secara prosedur di sosmed paling cari yang tema-tema umum sama maksimal itu lima hashtag jadi engga boleh lebih dari lima. Itu kan ada yang sampai sepuluh sampai banyak banget dan pakai kata kunci merepresentasikan isi dari infonya misalnya. Misalnya kemarin Didi Kempot, musisi, kita lihat yang kira-kira di Instagram hashtag yang paling ramai kata kuncinya apa, kita pakai itu dan ga boleh lebih dari lima. Tiga sampai lima gitu.

A2

1.19 Nah untuk artikel info yang pernah diunggah, lebih ke… karena kita lihat misalnya Didi Kempot itu kemarin sudah dishare sebelumnya, pas dia lagi hit banget kaya setahun lalu. Dan ketika ada kejadian lagi, kaya meninggal kemarin bisa diangkat lagi gapapa untuk ngingetin. Ya kan keterbatasan kecepatan si desainernya juga belum siap, pagi waktu itu dan konten ini masuk untuk mengenang Didi Kempot jadi bisa dinaikin ulang. Atau misalnya lagi ada yang, kaya tokoh dan tema, misalnya konspirasi. Kita punya apa di databasenya, oh ada artikel mengenai konspirasi, kita reuse lagi dengan caption yang menyesuaikan bisa, atau bisa caption yang sama juga gapapa.

A1

(62)

191

1.20 P : Selain itu, adakah strategi media sosial Tirto yang Mas Beni merasa berbeda dengan media sosial dari media massa lain?

N : Mungkin kalau sekarang pada ke arah sana. Cuma dari aku pas awal ke sini itu paling strateginya nomor satu yang ditekankan adalah memanusiakan akunnya Tirto. kaya ini bukan akun robot. Ini akun yang bisa punya kepribadian gitu. Bisa lucu, bisa sedih, bisa kesel jadi intinya biar follower dan pembaca Tirto nyaman karena ini temen gua gitu. Kayanya bukan perusahaan, ini itu orang, Pak Tirto-nya. Pak Tirto yang megang akun, punya karakter. Makanya captionnya bisa sangat witty, bisa sangat datar. Paling itu sih secara garis besar yang ditekankan untuk mengelola sosmednya Tirto, ya kamu harus jadi orang. Akun ini bukan akun robot.

A3

1.21 P : Kalau misalnya mengelola media sosial pakai platform manajemen media sosialkah?

N : Iya. Kalau di Instagram pakai Iconosquare itu untuk ngejadwal. Kalau di Twitter pakai Tweetdeck.

A1

1.22 Iconosquare juga bisa ngasih feedback kaya analisis seperti engagement, reach-nya seberapa, postingan yang paling ramai, hari apa yang paling bagus untuk ngeposting ada. Kalau Facebook kayanya memang ada analisis sendiri jadi pakai di Facebook, ga pakai apa-apa. Jadi di Facebook ada tools-nya sendiri.

A4

(63)

192

1.23 P : Menurut Mas Beni sebagai manajer media sosial, apa aspek yang dirasa penting, metrik-metrik apa yang jadi tolok ukur kesuksesan divisi media sosial?

N : Yang pertama jelas yang disajikan anak-anak sosmed itu dibicarakan sama publik, artikelnya Tirto bisa dibicarakan publik. Kedua, karakter Pak Tirtonya akan terus melekat. Pak Tirtonya begini, Pak Tirtonya begitu.

Jadi secara personal, adminnya engga kaku di publik. Lebih ke karena mengemban tanggung jawab untuk menyebarluaskan artikel ya tentu tolok ukur kesuksesannya artikel itu akan hangat dipublik. Kaya misalnya waktu itu artikel pencurian bangkai kapal dua tahun yang lalu. Itu bikin campaign, satu minggu bikin utas, bikin video, banyaklah produk-produk untuk cover campaign ini dan bisa dibicarakan satu minggu sama publik bahkan bisa memengaruhi pemberitaan dari media lain. Kaya “oh lagi ngangkat bangkai kapal” dan itu terus dibicarakan.

P : Maksud saya, bagaimana Mas Beni memandang fungsi profesi tersebut Mas. Apakah Mas Beni memandang profesi Mas Beni sebagai "jenis marketing baru" untuk konten konten-kontan yang dihasilkan Tirto, atau mungkin Mas Beni berpandangan lain seperti itu Mas.

A2

(64)

193

N : Iya, jenis marketing baru tentu. Sebab, ada interaksi sosial bahkan kultural di sana. Tapi, di lain sisi, sosial media lahir kan memang untuk memangkas jarak personal. Kita bisa seolah-olah sangat dekat dengan orang meski enggak kenal. Secara fungsi, dalam konteks profesi, ya memangkas jarak personal itu.

P : Interaksi sosial dan kultural yang dimaksud seperti apa ya Mas Beni?

N : Ya di sosial media mereka bisa saling mendapat pengetahuan tentang gaya tutur, fashion, humor, bahkan pola hidup orang lain. Ini menurutku bentuk interaksi kultural antarpengguna sosial media. Kalau interaksi sosial kan udah jelas lah ya, mereka menjalin komunikasi satu sama lain atau dengan orang banyak lewat sosial media.

1.24 P : Ada perbedaan antara tuntutan yang perusahaan dan idealisme divisi media sosial, atau mungkin ada dari pihak lain seperti marketing?

N : Untuk itu sih, khususnya redaksi, sudah semacam memberi otonomi atau apa bilangnya, “yaudah gue percaya sama lu”. Yang penting apa produk redaksi ini bisa sampai dengan baik di publik. Tolok ukur apapun yang digunakan sama tim sosmed itu akan dijadikan bahan evaluasi juga sama tim redaksi. Bahwa dari tim sosmed begini-begini, artikel ini begini-begini. Aku pikir bukan perbedaan ya. Ya mereka akan memberi kepercayaan

A4

(65)

194

penuh kepada tim sosmed, “ya ini memang bagianmu. Kami ga punya tujuan yang berbeda dengan tim sosmed asal artikelnya akan dibaca sama orang.” Yang penting itu sih.

1.25 P : Begitu jugakah dengan divisi marketing?

N : Kalau marketing sih, paling koordinasinya sama sosmed. Misalnya dari sosmed bikin rambu-rambu sebaiknya cari klien, atau produk yang memang sesuai dengan gaya Tirto, gaya tim sosmednya Tirto. Jadi kaya memberikan rambu-rambu. Gayanya akan seperti ini nih, gaya yang akan ditawarkan ke klien begitu. Tirto tuh lebih begini. Kira-kira kliennya mau gak ditampilkan produknya dengan gayanya Tirto. paling begitu sih.

Menyesuaikan dengan yang sudah dibangun dengan tim sosmednya Tirto karena akun di Instagram, Twitter itu kan semacam etalase yang bisa ditaruh produknya. Dan ngelihat demografinya begitu-begitu juga, kelasnya Tirto, segmennya Tirto. Ya begini gayanya Tirto, kalau misalnya engga, ya engga akan dilihat juga. Jadi marketing akan selalu ngikutin visi dari tim sosmed untuk bikin gaya seperti apa tampilan yang akan ditawarkan sama klien.

A4

1.26 P : Mengenai rapat evaluasi kerja. Boleh digambarkan bagaimana proses rapat evaluasi itu?

N : Ada satu bulan itu paling minggu kedua ada. Tiap bulan juga ada evaluasi sama redaksi khususnya. Kalau sama marketing itu tiap dua minggu sekali. Paling yang dibahas soal evaluasi konten, misalnya konten ini ramai

A4

(66)

195

nih, konten ini engga kenapa. Kok Facebook trafficnya ambruk? Kok Twitter juga? Kira-kira apa yang membuat itu jadi ga banyak nyumbang traffic ke web. Ada dari tim analis datanya, “oh konten-konten ini yang ramai.

Konten ini yang engga. Konten ini yang biasa aja.” Terus nanti paling ada dari sosmednya akan ngasih rekomendasi, kaya minggu ini netizen lagi ngomongin isu ini, isu 1-2-3-4-5. Nanti akan disampaikan ke redaksi kira-kira ini yang lagi rame. Reaksinya gitu.

P : Berarti data analisis akan dipakai? Selalu ditampilkan?

N : Selalu ditampilkan, dari Facebook bulan ini atau minggu ini trafficnya berapa. Dari Twitter trafficnya berapa. Dari Instagram engagement-nya berapa, reach-nya berapa, pertambahan followernya berapa.

1.27 P : Tirto secara Alexa-nya ga setinggi media lain kaya Republika di antara media-media online lain. Tirto sendiri juga bilangnya mengutamakan pageview. Adakah pertentangan internal soal ini?

N : Ya itu tentu ngaruhnya ke iklan, peringkat Alexa, traffic segala macam. Paling yang dipertentangkan adalah lebih utama pageview atau interaksi di Instagram-nya? Ini yang selalu kutekankan ke beberapa orang di sini. Kayanya pembaca sekarang jarang banget ngunjungin langsung ke web, dan kebanyakan orang, ada riset dari tim sosmednya sendiri, kebanyakan follower Tirto tau Tirto itu dari sosmednya. Mereka jarang mengunjungi

A4

(67)

196

langsung web-nya, ngetik tirto.id. mereka hanya akan menikmati Tirto lewat Instagram. Follow Tirto di Tirto.

Jadi engga banyak untuk langsung, oh setelah tahu dari Instagram-nya dia akan lari ke web. Jadi yang kutekankan itu pilihan antara bagaimana mengoptimalkan interaksi di Instagram, kaya menambah reach, menambah engagement, atau fokus di pertambahan follower. Atau ngomongin pageview, traffic, reach di web. Soalnya itu dua tolok ukur berangkatnya dari metrik yang berbeda. Itu klasik sih perdebatannya. Ya aku mau trafficnya naik karena untuk iklan, tapi di sisi lain juga aku tekanin di teman-teman marketing bahwa ga penting traffic di web.

Soalnya yang lihat di Instagram, orang-orangnya ga akan ke web juga. Kenapa engga di Instagram-nya aja yang fokusnya di situlah. Paling itu sih. Pertentangan kaya gitu lah.

1.28 Tapi untuk redaksi memang fokusnya ada tim di Jogja yang khusus untuk bikin artikel-artikel yang hardnews, yang cuma lima paragraf. Yang receh untuk tetep nyumbang klik ke web kaya misalnya tips menurunkan berat badan. Ya kaya gitulah, kaya Detik. Suplemen konten namanya. Dia bikin dari Jogja tuh.

A4

1.29 P : Mas Beni, kalau misalnya saya ngeklik berita di Twitter Tirto, itu menyumbang ke pageview, atau itu hanya diolah sama internalnya Twitter sendiri?

A4

(68)

197

N : Tergantung. Kalau kamu misalnya ngeklik ke web, nanti ada lima detik, baru dihitung pageview. Tapi kalau di bawah lima detik itu engga kehitung. Jadi kehitungnya cuma di Twitter aja. Jadi misalnya ada artikel menarik nih di Twitter, aku klik, terus baca sampai satu menit nah itu baru dihitung satu. Tapi ketika ngeklik, terus keluar lagi nah itu ga dihitung. Hitungnya paling hitung interaksi di akun Twitter-nya Tirto, masuknya ke engage karena ada interaksi dengan link yang kita bagikan. Tapi untuk jadi traffic, pageviews itu butuh lima detik.

Google ngebacanya lima detik, empat sampai lima detik baru dihitung satu.

P : Kalau di Facebook sendiri, itu bagaimana?

N : Kayanya sama deh.

1.30 P : Oke. Selanjutnya, dari kemarin aku lihat kayanya ada perbedaan antara infografik di artikel di web dan di media sosial. Apa pertimbangan yang melatari hal itu?

N : Kalau yang di artikel dibikin sama tim multimedia, anak redaksilah itu. Nah kalau yang di sosmednya itu, desainer sosmed. Jadi beda desainer. Jadi beda desainer buat sosmed dan redaksi. Pertimbangannya adalah ya karena itu. Untuk sosmed ya gayanya sendiri berbeda dengan redaksi. Redaksi kan formatnya 16:9 yang panjang.

Kalau di Instagram kan lebih kotak, 1:1, 1200:1200. Jadi dengan gaya yang lebih beda. Nah kalau infografik di

A1

(69)

198

artikelnya sebagai support, selalu ada di tengah artikelnya. Nah kalau di Instagram karena dia ga ada artikelnya, jadi infonya harus lebih bener-bener, orang ketika lihat itu kaya baca artikelnya. Infonya bisa beda di situnya, beda dengan di infografik yang dibikin sama redaksi itu hanya kaya pointer-pointer yang melengkapi dari artikel.

Kalau ini kan isi artikel ada di satu kotak itu.

P : Berarti itu memang infografik yang dikerjakan oleh dua divisi yang berbeda ya?

N : Heem.

1.31 P : Kalau Mas Beni, kan sudah lumayan di media sosial ini. Sering kali kan kebijakan media sosialnya berubah, apalagi soal algoritma. Apa tantangan yang dihadapi oleh Tirto dan bagaimana menangani hal tersebut atau mensiasatinya supaya tetap menjaga performa?

N : Ya memang berubah-ubah algoritmanya jadi potensi untuk tampil di laman utama akun orang itu akan sangat terbatas. Aku gatau juga perubahan algoritma sehingga algoritmanya Tirto jadi sulit untuk ada di tampilan awal. Cuma paling untuk menghadapi itu, lebih ke tetep bikin… karena semua sosmed kan sebenernya punya perbedaan-perbedaan. Yang sama cuma satu, scrolling to infinity, scrolling terus. Yang paling ditekankan ya bagaimana caranya produknya Tirto khususnya infografik itu semacam stopping power. Kaya ketika kamu lagi

A1

(70)

199

scrolling terus dan melihat ada infografik Tirto, bagaimana caranya orang bisa berhenti sebentar entah satu detik

entah dua detik itu ngelihat, oh ini apa? Menarik. Dia biar berhenti sebentar ketika scrolling. Itu desainnya dari temen-temen sosmed. Kaya gitu bikin entah karakter yang lucu, warna yang mencolok, atau desain yang sedang ngetrend atau bahkan kalau di Twitter caption yang witty, apa sih caption-nya kaya gitu yang bisa bikin orang berhenti. Kaya “Oh Tirto” kaya gitu.

1.32 P : Berarti divisi media sosial juga mau ga mau tetap up-to-date dengan perubahan-perubahan yang terjadi?

N : Iya.

Khususnya, kan banyak orang di sosmed yang trend cepet banget berubah. Kadang mereka bicarain ini, mereka besoknya bicarain apalagi. “Oh ini lagi rame” atau gaya becanda yang gini nih yang banyak dipake sama orang Twitter. Gaya ngomong kaya gini nih, kaya gitu. Kalau dari desain sih gak terlalu cepet berubahnya. Setahun sekali pasti ada trendnya, si desainer “oh ini warna yang lagi ngetrend, desain ini yang lagi ngetrend” kita akan pakai itu.

A2

1.33 P : Ada semacam trial error di divisi medsos Tirto? Misalnya kaya kalau di post di jam segini kurang deh, karena algoritma lagi begini. Adakah semacam itu?

A4, A1

(71)

200

N : Itu ada sih. Itu kan nanti sama anak analis, jadi kita selalu tanya ke analisnya “Oh ini ada produk redaksi yang perlu perform bagus nih di sosmed. Kira-kira bisa dibagikan jam berapa” misalnya aku mau bagikan hari Rabu, nanti hari Senin aku minta report analisnya, hari Rabu kira-kira jam berapa untuk ngepost artikel ini. Nanti akan kasih datanya, hari Rabu minggu lalu, hari Rabu bulan lalu. The best hour-nya jam berapa. Oh kira-kira di post jam segini akan ramai, followernya akan aktif segini banyak itu ada semua datanya. Oh berarti bisa. Yaudah aku post jam 1 siang, karena jam 1 siang follower Tirto yang aktif paling banyak di situ dibandingkan jam 10 pagi atau jam 4 sore. Jam 1 siang lagi banyak yang aktif, terus secara data juga dia bagus, yaudah aku post. Dan hasilnya ga akan jauh beda, tetap sama karena memang datanya ngomong begitu.

1.34 P : Kalau boleh tahu mas, tim analis itu ada di divisi yang sama?

N : Iya satu orang. Tapi dia bersinggungannya dengan marketing juga karena datanya akan dipakai juga sama anak marketing. Tapi secara struktur dia ada di bawah sosmed. Tapi secara koordinasi lebih banyak ke marketing.

P : Kalau boleh tahu, nama orangnya?

N : Namanya Aga. Anugrah. Ada di medsos.

P : Muhammad Anugrah ya Mas?

A4

(72)

201 N : Iya benar.

1.35 P : Kalau Tirto sendiri beriklan untuk kontennya sendiri gak?

N : Itu setahun belakangan udah ga di-promote.

P : Di awal-awal?

N : Di awal-awal iya.

P : Berarti setahun belakangan ini lebih mengutamakan organiknya ya?

N : Iya organik.

A2

1.36 P : Oh ya Mas. Kan ada berita yang diposting di media sosial dan menuai kritikan dari pembacanya misalnya soal LGBT dan Syiah. Respon divisi media sosial ini bagaimana?

N : Kalau ada berita-berita yang nanti memunculkan polemik kita akan diteruskan ke redaksi karena yang bertanggungjawab sebenarnya redaksi yang bikin artikel ini. “Oh ini ada catatan nih” aku akan screenshoot komen-komennya dan nanti redaksi akan bikin evaluasi kira-kira konten ini memang sudah sesuai atau engga.

Atau memang kritikan itu sebatas kritik. Atau kalau ada data yang kurang akan diperbaiki. Tapi kalau ada yang

A4

(73)

202

tersinggung karena ya tersinggung itu ga akan ditanggapi. Kecuali revisi, datanya kurang akurat, ini kurang segala macam itu. Sosmed hanya ngelaporin aja, “Ini ada yang protes, ada yang kesel nih”.

P : Kan ada bilang “saya unfollow Tirto”, nah divisi medsos gimana kalau gitu?

N : Ya gapapa. Ya mau gimana hehe. Ya si Jerinx itu ya mau gimana.

1.37 P : Pernah gak sih ada pencegahan, jangan yang ini takutnya dapat respon yang ga bagus dari pembaca?

N : Paling itu untuk isu-isu yang sensitif kaya agama dan LGBT itu engga selonggar untuk kaya isu-isu parenting untuk di-share tiap hari. Paling ada momen-momen yang beneran yang lagi ngangkat. Kaya misalnya isu waria. “Oh ini bisa nih, kayanya masuk konten ini”. Tapi kalau tiba-tiba random ngangkat, ga ada angin, ga ada hujan, memang engga. Ya ngapain gitu. Ya ga selonggar konten parenting, olahraga, apa yang bisa dishare bebas harinya apapun tanpa ada konteks. Kalau isu-isu sensitif memang harus nunggu momen banget biar engga banyak diprotes. Lagi isunya LGBT ramai, Syiah ramai, itu diangkat lagi, terorisme angkat lagi. Ada sih nahan konten untuk nunggu konteksnya dulu di publik. Ditahan dulu kontennya.

A1

1.38 P : Mungkin bisa diperjelas lagi cakupan kerja divisi sosmed? A1

(74)

203

N : Kalau kerja hariannya sih, di divisi sosmed itu ada empat admin media sosial. Dua orang akan jaga dua shift. Satu shiftnya itu 8 jam, dari jam 6 pagi sampai 2 sore. Shift ke-2 itu dari jam 2 sore sampai 10 malam. Nah dua orang lagi akan mengerjakan konten-konten untuk Instagram, yaitu ngambil-ngambil artikel di web yang akan dijadikan storyboard. Jadi satu hari mereka akan bikin tiga storyboard. Jadi total sehari ada 6 storyboard yang akan dibikin sama desainer. Nanti desainernya sosmednya itu ada 3. Satunya itu ada manajer desainer konten, kepalanyalah. Nah dia mengerjakan konten-konten iklan. Yang dua akan mengerjakan konten-konten yang dibikin sama admin yang bikin storyboard, jadi satu orang bikin tiga. Kaya gitu. Dan si analis datanya itu akan membaca, tiap hari akan ngasih report mingguan pertumbuhan follower di Instagram, Twitter, Facebook segini. Reachnya segini, engagementnya segini. Sehari-hari begitu.

1.39 P : Di Instagram dan Twitter, Tirto mengikuti sejumlah akun. Alasan apa yang mendasari ini?

N : Tidak ada alasan khusus, paling ya untuk mengikuti kabar atau kegiatan terkini. Beberapa akun yang diikuti adalah akun pejabat dan profesional. Beberapa juga pernah berkolaborasi dengan Tirto. Ada juga yang digunakan sebagai referensi visual dan tren grafis seperti pictoline.

A3

(75)

204

P : Di sejumlah tweet Tirto mention akun tertentu misalnya Joko Widodo. Apa pertimbangan dan tujuannya Mas Beni?

N : Untuk mempertegas pesan dan biar dibaca aja. Dalam konteks itu, Jokowi seolah-olah memberi perhatian besar kepada dunia buku. Padahal yang terjadi kan enggak demikian, sebab banyak sekali kasus penyitaan buku yang terjadi selama pemerintahannya.

P : Ini maksudnya dibaca oleh Jokowi kah?

N : Iya, betul.

1.40 P : Oke Mas aku rasa segitu saja pertanyaannya Mas. Terima kasih banyak sudah meluangkan waktunya untuk wawancara Mas Beni.

N : Iya Mba, sama-sama. Semoga lancar skripsinya.

P : Amin, terima kasih Mas Beni. Selamat sore

-

(76)

205

LAMPIRAN IV

WAWANCARA DAN KODING INFORMAN KEDUA

Narasumber Nurul Qomariyah Pramisti

Informan No. 2 (Dua)

Jabatan Redaktur Eksekutif Tirto.id

Hari, Tanggal Senin, 11 Mei 2020

Keterangan:

P: Peneliti N: Narasumber

Kode Kategori:

A: Teori logika media massa

A1: Elemen kemampuan pemrograman A2: Elemen popularitas

A3: Elemen konektivitas A4: Elemen datafikasi

(77)

206

Pengkodean Hasil Wawancara Informan 2

No. Transkrip

Kode Kategori 2.1.

P : Halo. Selamat pagi Mba Nurul, ini Elisabeth.

N : Halo.

P : Mba Nurul, pertama-tama terima kasih banyak sudah bersedia diwawancara. Boleh kita mulai yah?

N : Heem.

-

2.2 P : Boleh diperkenalkan diri engga Mba, nama dan jabatan di Tirto?

N : Saya Nurul Qomariyah, saya redaktur eksekutif di Tirto.id.

P : Sebagai redaktur eksekutif, apa saja cakupan kerjanya Mba Nurul?

N : Pokoknya saya harus memastikan dari perencanaan konten sampai konten itu bisa tampil di Tirto plus bagaimana memanajemen SDM di Tirto. Jadi alur flow dari hulu sampai hilir, dari proses produksi termasuk manajemen dari orang-orang.

-

(78)

207

`2.3 P : Kalau tim redaksi sendiri itu bisa bersinggungan dengan divisi mana saja ya Mba?

N : Oh ya semuanya pasti bersinggunganlah. Kalau redaksi bersinggungan dengan multimedia, sama IT, terus ada tim media sosial. Kurang lebih bersinggungan dengan semua divisi.

-

2.4 P : Kalau secara khusus divisi media sosial, bagaimana redaksi bekerjasama dengan divisi media sosial?

N : Biasanya terkait konten-konten yang akan di-share sama tim media sosial ya. Nanti dari segi pemilihan artikel yang akan di-share, timing-nya, kemudian dari segi pemilihan wording untuk day post social media.

Kemudian di Instagram, dalam hal konten untuk visual yang akan ditampilkan.

A1

2.5 Kemudian dari redaksi juga biasanya menerima feedback dari tim media sosial. Oh ada masukan ini nih dari netizen, terus ini ada usulan tema dari netizen. Jadi apa ya, kita juga nerima, kita juga memberikan sesuatu ke tim media sosial. Jadi kerja samanya kurang lebih seperti gitu.

P : berarti juga divisi lain mengintervensi, maksudnya bisa memberi masukan ke tim redaksi?

A4

(79)

208

N : Bukan intervensi ya, cuma masukan. Karena pembaca kan tidak tahu bagaimana mengakses redaksi. Nah itu biasanya mereka akan, “nih ada topik begini nih”, ada koreksi ini nih. Jadi lebih semacam kita menunggu feedback.

2.6 P : Kalau divisi lain seperti marketing, itu juga berhubungan erat engga Mba?

N : Engga. Kita temboknya terpisah. Redaksi tidak boleh bersinggungan dengan tim marketing gitu.

-

2.7 P : Oke. Boleh diceritakan mengenai alur kerja redaksi Tirto Mba? Dari ide hingga berita jadi di web, bagaimana?

N : Biasanya kan kita melalui rapat redaksi untuk penentuan tema. Tema apa yang akan kita garap untuk besok.

Kita biasanya ada seperti itu. Nanti setelah kita menentukan tema kemudian baru nanti per divisi ada yang mild report segala macem, men-deliver ke tim masing-masing, kemudian setelah melakukan peliputan nanti ada tim riset yang akan support data. Setelah tim riset support data, kemudian tim multimedia juga memberikan masukan akhirnya jadi satu konten. Kemudian di-review oleh para editor. Setelah review baru kemudian naskah akan tampil.

Setelah naskah tampil, itu kemudian kita akan share ke media sosial. Kurang lebih alurnya seperti itu.

A1

2.8 P : Ada tuntutan ada tiap harinya engga Mba? Jurnalis harus menulis berapa berita. -

(80)

209

N : Kita ada target untuk mild report biasanya seminggu itu empat konten. Kalau current issue itu anak-anak sehari ada satu sampai dua. Tapi maksudnya tiap divisi punya target sendiri-sendiri dan jumlahnya beda.

2.9 P : Kalau per rubrik itu juga ada batasan minimum atau batasan maksimum berita yang harus diterbitkan per harinya?

N : Kenapa?

P : Jadi Tirto memiliki rubrik yang berbeda-beda, apakah ada batasan jumlah minimum atau maksimum yang harus diterbitkan per rubrik per harinya?

N : Engga ada sih. Cuma kita sudah punya timing. Kalau misalnya untuk mild report tuh kita sesuaikan dengan jumlah anggota. Misalnya mild report empat sampai lima. Jadi kita sesuaikan. Tapi engga pernah ada batasan cukup segini engga ada.

-

2.10 P : Menurut Mba Nurul, ciri khas apa sih yang membuat Tirto berbeda dengan media online lain?

N : Sebenarnya yang membuat kita berbeda, sebenarnya sekarang sih sudah mulai banyak mengikuti, penggunaan infografis, penggunaan konten di Instagram yang khusus. Kemudian penggunaan data. Kemudian kita kan tidak main cepet ya, beberapa media kan main cepet. Kalau kita kan engga, kalau kita kan lebih fokus ke

-

(81)

210

kualitas dibandingkan kuantitas. Jadi alurnya kan beda dengan hardnews, atau dengan yang lain gitu. Jadi kita menggunakan infografik, menggunakan data. Kita termasuk yang konsisten di sini.

P : Jadi bisa dibilang Tirto semacam trendsetter untuk jenis…?

N : Saya ga bilang itu ya. Saya ga mau mengatakan itu. Tapi maksudnya kita termasuk salah satu yang di awal menggunakan itu. Kan ada juga KataData, dulu ada Beritagar kan juga menggunakan. Saya ga mau bilang kita pioneer, tapi kita termasuk salah satu yang selalu konsisten menggunakan itu sejak awal.

2.11 P : Kalau media-media lain yang banyak menggunakan judul yang clickbait atau isinya bersifat sensasional ya semata-mata untuk klik. Tirto tampaknya menghindari strategi semacam itu. Lalu bagaimana sih caranya agar tetap bisa menarik orang untuk membaca yang dibuat Tirto, apalagi Tirto beritanya lumayan panjang khasnya.

N : Sebenarnya kalau clickbait itu ga boleh ya, emang harusnya engga kalau kita sebagai media yang kredibel, sebagai media yang terdaftar di Dewan Pers, ya kita faktanya apa judulnya harus apa. Kita selalu menghindari clickbait. Cuma kita kalau dalam membuat, kita selalu mengacu pada panduan SEO. SEO-nya apa kita sesuaikan dengan itu tapi tidak boleh clickbait. Itu memang udah kebijakan redaksi, itu tidak boleh membuat judul yang

-

(82)

211

clickbait. Jadi makanya dari awal kita selalu begitu. Tapi judul yang ramah SEO kalau kita. Kalau kita lebih ke arah situ. Tapi harus tetap sama isinya. Kan panduan dari Dewan Pers juga seperti itu.

P : Berarti kita tetap ga bisa menghindari SEO dalam praktik jurnalistik di perusahaan ya Mba?

N : Heem. Ya itu wajib. Kalau media harus SEO-friendly lah.

2.12 P : Tadi kan Mba Nurul bilang ga mengutamakan kecepatan. Pernah ga sih berita yang sudah ditulis tapi terpaksa dibatalkan karena udah lewat momennya?

N : Dibatalkan gimana maksudnya?

P : Maksudnya tidak jadi dinaikkan, tidak jadi diterbitkan karena sudah dianggap “basi” gitu.

N : Oh iya, banyak. Jadi misalnya gini ada beberapa naskah yang sudah mau naik. Tapi sidang redaksi bilang oh ini belum cukup konfirmasinya. Masih konfirmasi-konfirmasi, ternyata ga dapet, dan kemudian momennya lewat ya akhirnya kita ga jadi naik. Atau kalau engga penulisnya kelamaan nulis, ga dapet-dapet data. Ada beberapa yang akhirnya batal naik. Atau kalau engga, biasanya kita antisipasi dengan mengubah angle atau merombak tulisan lagi gitu.

-

(83)

212

2.13 P : Mba Nurul kalau di Tirto ada khasnya. Kaya “Dibaca normal 5 menit” sementara kayanya di media-media lain tidak ada. Apa sih yang melatari ide tersebut?

N : Oh itu sebenarnya lebih ke kita bisa melihat ketahanan pembaca melihat artikel. Karena itu penting untuk orang marketing kita. Orang marketing kita itu kan selalu berapa menit sih orang tahan ada di Tirto itu paling penting. Dibandingkan pageviews, sekarang yang lebih penting untuk pengiklan itu berapa lama orang betah berlama-lama di satu website. Buat apa pembaca banyak tapi ternyata dia cuma betah satu menit, bahkan ada yang cuma tiga puluh berapa detik. Berita pendek itu tidak mampu karena ini bisa meningkatkan engagement dari si pembaca dengan situs yang relate gitu.

A4

2.14 P : Berarti memang kaitannya erat sama marketing ya?

N : Ya, sebenernya ga selalu sih. Sebenernya kita juga untuk meningkatkan engagement. Kita jadi mengukur kalau bisa standar kita bikin tulisan itu sekian menit. Itu kalau di sistem kita, berarti panjangnya harus sekian word.

A4

2.15 P : Ada beberapa berita di Tirto yang menuai kritik di media sosial, hal-hal sensitif seperti LGBT dan agama.

Nah bagaimana redaksi menyikapi hal ini? Apakah ada perubahan?

A4

(84)

213

N : Engga sih. Kita tuh yang penting semua kaidah jurnalistik terpenuhi kita pasti akan diloloskan dari sidang redaksi. Yang penting kita proper. Kalau isu-isu sensitif, bukan berarti ga boleh dibahas kan? Yang penting adalah bahwa kita tuh proper. Kalau menyinggung satu pihak, berarti ada dua pihak yang dikonfrontir, kalau ada kaya gini, ada omongan-omongan yang harus diminta konfirmasinya. Yang penting kita proper. Kalau semua naskah proper, clean, clear, either dia perkara sensitif atau apa ya itu, apakah kalau isu sensitif kita ga bahas, kan engga. Cuma ya

itu yang penting kita kaidah jurnalistiknya harus terpenuhi. Kemudian kalau ada yang caci maki atau segala macam ya kita dengerin aja. Tapikan banyak juga orang yang pro. Tapi intinya kalau ada orang yang kontra, itu kita tampung masukannya. Tapi bukan berarti kemudian menghentikan Tirto untuk tidak membahas sesuatu yang penting itu. Kaya misalnya isu-isu minoritas apa segala macam kalau tidak ada yang membahas kan nanti terlupakan lama-lama padahal mereka kan juga sesuatu yang penting untuk dibahas.

P : Berarti Tirto tidak juga merespon semata-mata untuk menghindari respon negatif dari pembaca untuk “Oh kita ga boleh bikin ini nih takutnya…”.

N : Oh engga sih. Kalau pembaca protes, selama kita di koridor yang bener, yang proper, yang aku bilang tadi, itu dijalanin aja. Perkara orang ga setuju kan itu hal yang beda.

(85)

214

2.16 P : Terkait infografik Mba. Infografik yang diunggah di web sepertinya berbeda dengan yang di media sosial meskipun itu dari artikel yang sama. Apa pertimbangan redaksi?

N : Yang Instagram aja yang biasanya beda. Instagram itu kita buat khusus karena memang market-nya Instagram beda banget sama market media sosial yang lain. Karena setiap media sosial kan punya karakter sendiri- sendiri, misalkan kalau Instagram itu gen Z yang sukanya begini-begini, yang lucu, yang ga terlalu serius. Kalau Facebook sukanya yang serius. Semua harus ada treatment yang beda-beda. Jadi beda-beda juga. Dan itu teamnya tersendiri.

A1

2.17 P : Oh ok. Terkait narasumber, kan banyak media online mengutip unggahan, postingan seseorang di media sosial. Tampaknya Tirto juga memperbolehkan hal itu ya. Kalau Mba Nurul bagaimana melihat fenomena ini?

N : Oh engga. Kalau Tirto itu membolehkan tapi banyak syaratnya kalau mau mengutip di media sosial. Satu, harus izin sama yang ngepost. Kalau misalkan dia ngomong apa di media sosial, satu kita pastikan akunnya verified dulu. Misalnya ada Sri Mulyani ngomong apa di akun media sosialnya. Kita pastikan dulu akunnya verified. Kedua, kita harus izin, boleh ga ini dikutip. Misalnya apa, boleh ga dikutip? Ketiga, kalau kasusnya olok-olok kaya let’s say Jerinx lah, itu kita mengambil omongan itu untuk dijadikan satu topik pembicaraan. Misalnya omongan

A2

(86)

215

ngawurnya kita jadikan cek fakta. Bener ga omongannya. Itu kan beda lagi. Kita ngecek omongan orang asal atau engga. Tapi satu, kita harus memastikan bahwa akun itu bener. Jerinx itu kan jadi ramai karena kita menjadikan itu sebagai satu cek fakta. Kita menjadikan itu sebagai satu topik. Misalkan kemarin Ferdian yang Youtuber itu. Itu kan ada konten itu. Kita ga semata-mata ngambil dari peristiwanya kaya Lambe Turah, engga. Kita tetap konfirmasi ke polisi, kita konfirmasi ke keluarganya sampai kemudian lengkap jadi berita. Kita ga seperti akun-akun lain yang infotainment, yang Cuma bermodal satu omongan Instagram kemudian jadi berita yang berpanjang-panjang. Engga seperti itu. Prosedur kita boleh mengutip pun sangat rigid ya. Kita ga boleh sembarangan. Kita makanya berlapis- lapis. Ada info yang penting pun di Twitter kita ga langsung eksekusi jadi satu berita. Kita pastikan dulu ini berita bener atau engga. Misalnya kemarin, “STAN tidak jadi menerima mahasiswa” kita harus pastikan ini sumber Kementerian RB bener ga, Kemenpan bener ga, kita sampai telusuri ke sumber aslinya. Ternyata kekonfirmasi baru kita berani nulisnya. Jadi kalau kita prosedurnya itu karena kita kan patuh pada Dewan Pers. Kita patuh pada Undang-Undang Pers yang tidak membolehkan hanya sekadar dari satu pihak. Semuanya harus terkonfirmasi, baru bisa naik artikelnya.

P : Berarti memang ketat ya?

(87)

216 N : Kalau kutipan di media sosial lumayan ketat kita.

2.18 P : Pertanyaan terakhir Mba. Apakah wartawan itu juga dituntut, ketika berita sudah naik di web apakah wartawan juga dituntut untuk menyebarkan berita-berita yang sudah diterbitkan?

N : Oh engga. Kita ga wajibkan itu. Tapi anak-anak biasanya seneng aja kalau beritanya naik pada nge-share sendiri di akun medsosnya. Biasanya kasih ke narasumbernya, tadi kita kan janji, tadi ada wawancara biasanya kita janjikan.

P : Berarti memang tidak ada aturan tertulis?

N : Engga, engga kita wajibkan.

A1

2.19 P : Okedeh. Sepertinya itu saja Mba Nurul.

N : Cukup?

P : Cukup Mba. Terima kasih sudah meluangkan waktunya Mba N : Oke sama-sama. Sukses ya untuk skripsinya.

P : Terima kasih Mba. Selamat pagi.

-

(88)

217

LAMPIRAN V

WAWANCARA DAN KODING INFORMAN KETIGA

Narasumber Muhammad Anugrah

Informan No. 3 (Tiga)

Jabatan Staff Media Sosial, khusus analisa Hari, Tanggal Senin, 18 Mei 2020

Keterangan:

P: Peneliti N: Narasumber

Kode Kategori:

A : Teori logika media massa

A1: Elemen kemampuan pemrograman A2: Elemen popularitas

A3: Elemen konektivitas A4: Elemen datafikasi

(89)

218

Pengkodean Hasil Wawancara Informan 3

No. Transkrip

Kode Kategori 3.1 P : Halo Mas Aga. Ini Elisabeth.

N : Halo

P : Pertama-tama terima kasih Mas Aga sudah bersedia diwawancara. Boleh diperkenalkan nama lengkap dan jabatan di Tirto?

N : Nama saya Muhammad Anugrah, saya di Tirto sebagai social media marketing, secara khusus social media analyst.

P : Kalau di Tirto sudah berapa lama Mas dan pernah di bagian mana aja?

N : Saya join tahun 2017 bulan Mei, berarti sekarang sudah tiga tahun. Sebelumnya di Tirto itu lebih fokus ke paid media, yang ngatur iklan di media sosial.

-

(90)

219

P : Boleh diceritakan latar belakang pendidikan dan profesinya Mas Aga?

N : Sebelumnya saya lulus dari UnPad Fakultas Ilmu Komunikasi, terus kerja di MNC Group sebagai social media juga 6 bulan, sekitar 6 bulan. Terus pindah ke Tirto.

3.2 P : Boleh dijelaskan tugas sehari-harinya Mas Aga?

N : Tugas sehari-hari yang berkaitan dengan tim socmed itu report harian performance Twitter dan Instagram. Bembuat report mingguan performance semua channel Tirto.id, menyiapkan dan menyajikan keperluan data kepada tim sales untuk jualan, sama monitoring performance advertorial baik di Google Analytics atau di social media.

-

3.3 P : Oke. Sepengalaman Mas Aga, strategi apa sih yang dilakukan Tirto untuk mendongkrak media sosialnya?

N : Strategi kaya gimana maksudnya?

P : Maksudnya biar bagus, kira-kira harus diposting jam berapa, konten apa seperti apa.

N : Selama ini kita selalu melakukan trial and error, jadi kita posting banyak dari beragam kategori terus kita lihat performancenya yang paling bagus yang mana, yang paling ga disukai yang mana gitu. Kita pilih

A4

(91)

220

kategori tertentu yang disukai sama followers. Kalau jam posting, itu lebih ke arah konsistensi kita sih. Kalau misalkan kita setiap hari posting pagi-siang-sore, kita pasti posting di jam yang sama.

P : Berarti jam-jam itu juga semacam ditetapkan mengenai pagi-sore?

N : Engga juga sih. Kita kan posting pakai aplikasi Iconosquare. Jadi di sana dia ada rekomendasi jam posting itu. Dia membaca semua performance selama ini. Jadi ngelihat audience kita aktif di jam berapa. Jadi kita ngikutin dari rekomendasi aplikasi itu.

P : Kalau Iconosquare itu dipakai untuk semua media sosial Mas Aga?

N : Engga, itu cuma Instagram.

3.4 Kalau di Twitter dia posting 15 atau 30 menit sekali, dari jam 6 sampai 10 malam. A1 3.5 P : Pernah ada tuntutan untuk harus menjadi viral atau trending topic seperti itu engga Mas?

N : Engga pernah sih. Dari saya masuk awal juga engga pernah ada disuruh retweet, atau ngespam di website mana gitu. Semua berdasarkan organiknya aja. Tergantung si audiens, kalau diterima ya ramai, kalau engga juga yaudah hehe.

P : Berarti memang ga ada tuntutan semacam itu ya?

A1

(92)

221 N : Engga ada.

3.6 P : Mas Aga, kan algoritma suka berubah ya. Nah sebagai analis media sosial seberapa penting untuk tetap up-to-date dengan perubahan-perubahan algoritma media sosial ini?

N : Algoritma menurut saya kaya puzzle. Dia penuh dengan teka-teki jadi setiap akun media sosial itu, pasti akan berbeda algoritmanya dengan akun media sosial lain.

A1

3.7 Jadi kita yang pertama harus tahu audiens kita seperti apa. Kedua adalah konsisten. Kalau misalkan kita dari awal dikenal sebagai media infografik, ya kita perlu posting infografik tapi dalam koridor yang engga bikin audiens kita itu bosen. Gimana caranya biar orang ga bosen itu cari variasi dan inovasi dari si infografiknya itu sendiri. Baik dari visual, dari tema atau dari gaya penyampaiannya.

A4

3.8 P : Berarti untuk mengakali algoritma yang kerap berubah ini, tetap berpatokan pada konten ya Mas?

N : Ya betul. Kalau kontennya bagus dan itu relate sama audiensnya, dan itu sesuai dengan audiensnya, algoritma kaya apa juga pasti akan tetap bagus performancenya.

A1

(93)

222

3.9 P : Sepengalaman Mas Aga, perubahan algoritma apa sih yang dirasa paling menantang? Apakah waktu itu kan pernah juga Instagram mengubah dari algoritma postingan yang diurutkan berdasarkan jadi waktu. Atau ada perubahan-perubahan lain yang paling menantang?

N : Sejauh ini algoritma Instagram sekarang itu yang paling menantang sih. Karena dia diukur berdasarkan ranking. Tiga puluh menit pertama dipost, dia akan diterima atau engga. Kalau engga salah, Instagram itu sekarang setiap apa yang kita post itu engga akan muncul di semua followers, tapi dia akan muncul di beberapa followers yang dianggap engage sama si akun media itu sendiri. Jadi kalau dia misalkan si akun udah ngerespon baik, dia akan bikin si postingan itu jadi rankingnya akan naik. Dan bisa dilihat sama beberapa follower selain sama yang lebih pasif. Jadi menurut saya sekarang yang lebih menantang daripada yang berdasarkan waktu, kalau berdasarkan waktu kan berdasarkan orang yang melihat pada jam tertentu. Kalau sekarang itu lebih ke interest si audiens. Itu lebih menantang menurut saya.

P : Oke. Berarti yang ditargetkan supaya bagaimana orang-orang lebih engage kepada konten media sosial supaya bisa dilihat menjangkau orang gitu ya Mas?

A1

(94)

223

N : Iya. Karena kan berdasarkan ranking itu, yang tadi saya bilang. Dia akan melihat di follower dianya, misalnya followernya udah ngeliat tapi ga melakukan apa-apa pasti rankingnya akan turun. Dan itu kemungkinan untuk dilihat sama yang lain pasti akan berkurang.

P : Kalau di Twitter algoritmanya tetap berdasarkan waktu Mas?

N : Iya. Dia masih berdasarkan waktu.

P : Kalau Facebook itu bukannya juga agak berubah?

N : Facebook itu sama kaya Instagram. Kalau di Facebook, itu bukan lebih ga diperhatiin aja sih. Oke, kita share aja. Untuk hasil seperti apa terserah audiensnya.

3.10 P : Apa upaya-upaya yang dilakukan tim media sosial supaya mengakali algoritma semacam ini?

N : Yang pertama, kita harus melakukan trial and error. Kita bikin posting beberapa macam kategori, kemudian dievaluasi hasilnya seperti apa. Dari misalkan ada 10 kategori, ternyata yang ramai itu hanya 2-3 kategori. Berarti yang diterima, kategori yang seperti itu. Terus bagaimana cara mengakalinya? Berarti kita harus perbanyak posting tentang apa yang audiens suka, gitu.

A4

Referensi

Dokumen terkait

Mellisa mudah jatuh hati kepada Syahid kerana wajah dan perwatakannya persis Hisyam yang telah meninggal dunia pada rusuhan kaum 13 Mei 1969. Jika Hisyam masih hidup,

Sistem static transfer switch (STS) merupakan suatu sistem dimana output UPS berasal dari inverter di by-pass ke Input PLN pada saat kondisi overload (bila PLN ada) dengan

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

30 menit sebelum datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa pasien mengalami kejang, kejang berlangsung selama 5 menit, kejang terjadi di sebagian tubuh pasien yaitu tangan

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas terhadap pencatatan, pengelolaan dan pelaporan dana kampanye partai politik dalam Pemilu

Mengenai siapa yang menjadi anggota Gapoktan tidak begitu ditegaskan di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007, namun tersirat dalam suatu

Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai riwayat menyusui yang mem- punyai bayi 6-12 bulan berjumlah 150 orang yang terdiri dari 58 orang ibu yang mem- punyai riwayat

SOP, setidaknya mengatur TATA KERJA dalam : Pengumpulan informasi Pengolahan Informasi menjadi Daftar Informasi Pengumuman Informasi secara Pro aktif Pelayanan Permohonan