• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Islam Dalam Disiplin Ilmu Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dalam Disiplin Ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Makalah Islam Dalam Disiplin Ilmu Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dalam Disiplin Ilmu"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dalam Disiplin Ilmu

Dosen :

Amirullah, S.Pd.I., M.A.

Disusun Oleh :

Rezka Andiva Nurruzzahra 2001105052 Nabilah Dwi Dianti 2001105048 Maharani Nabilla Yasmin Taj 2001105076 Hafidah Dwi Cahyani 2001105072 Azukhruf Ilma Ilawati 2001105068

Uswatun Hasanah 2001105007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2021/2022

(2)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu” ditulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Islam Dalam Disiplin Ilmu.

Penulis Menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan makalah atau tugas yang akan penulis kerjakan selanjutnya.

Tulisan ini dapat terselesaikan karena bimbingan dan bantuan dari setiap kelompok. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Matematika yang dapat diajak diskusi mengenai tugas ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 29 Maret 2022

Penulis

(3)

ii DAFTAR ISI

A. Paradigma dalam Integrasi Ilmu ... 1

B. Ragam Paradigma Integrasi Ilmu... 3

C. Teknik Integrasi Keilmuan ... 4

D. Panduan Teknis Pengintegrasian ... 7

E. Contoh Praktik Integrasi Ilmu ... 9

F. Kesimpulan... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(4)

1 A. Paradigma dalam Integrasi Ilmu

Secara bahasa, istilah paradigma merupakan gabungan dari kata para dan diegma. Dalam bahasa Yunani, kata para berarti di sebelah atau di samping, sementara diegma, bermakna teladan, ideal, model atau arketif. Adapun secara istilah, paradigma merupakan sebuah cara pandang yang dipakai oleh seseorang dalam memahami dan melihat alam semseta, yang berupa sebuah deskripsi atau perspektif umum tentang metode atau teknik untuk menjelaskan kompleksitas problematika alam semesta (Arbi, Imam Hanafi, Munzir Hitami, 2018). Oleh karena itu paradigma dapat digaris bawahi sebagai pandangan dalam suatu bentuk mekanisme dalam memandang terhadap sesuatu yang dapat memengaruhi suatu hal dalam berpikir.

Paradigma tentang integrasi ilmu merupakan salah satu tipologi hubungan ilmu dan agama sebagaimana tiga tipologi yang lain, yaitu tipologi konflik, independensi dan dialog. Perbedaan paradigmatik antara ilmu-ilmu sekuler dan ilmu-ilmu integralistik, bila dilihat dari teorinya Thomas Kuhn (The Strukture of Scientific Revolution) maka ilmu- ilmu sekuler diposisikan sebagai normal sciences dan ilmu- ilmu integralistik sebagai suatu revolusi. Kedudukan paradigma baru ilmu-ilmu integralistik mirip dengan kedudukan ilmu-ilmu social Marxistis terhadap ilmu-ilmu social Barat yang dianggap kapitalis (Muhyi et al., 2018).

Revolusi melawan ilmu sekuler (peleburan ilmu dan agama), baik dari segi reintegrasi maupun unifikasi, perlu dilakukan karena jika tidak dilanjutkan akan menimbulkan bencana sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an:

مِقَاَف َكَه ج َو ِن يِ دلِل اًف يِنَح َت َر ط ِف ِٰاللّ

يِتَّلا َرَطَف َساَّنلا اَه يَلَع َل َل يِد بَت ِق لَخِل ِٰاللّ

َكِلٰذ ن يِ دلا مِ يَق لا َّنِكٰل َو َرَث كَا ِساَّنلا َن و مَل عَي َل

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar-Rum : 31)

Kemudian, secara etiomologi, integrasi ilmu berasal dari dua kata yaitu integrasi dan ilmu. Integrasi berasal dari bahasa Inggris integrate yang bermakna membuat menyeluruh dengan menyatukan dan integration yang bermakna membuat utuh dengan kombinasi. Secara terminologi integrasi bermakna pembauran hingga menjadi sesuatu yang utuh, satu dan bulat dengan menggabungkan bagian atau komponen dalam kerangka yang sistematis. Sementara ilmu bermakna pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan

(5)

2 untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu (Sutoyo, 2020). Oleh karena itu, dapat disimpulkan integrasi dalam ilmu pembauran antara ilmu-ilmu yang terpisah menjadi suatu kesatuan yang utuh dalam suatu struktur yang sistematis.

Integrasi ilmu dalam pangkuan moral agama ini berangkat dari kesadaran bahwa segala bentuk ilmu berasal dari dan diarahkan untuk Allah Yang Transenden. Secara filosofis, integrasi ini mempererat relasi konsep fitrah kemanusiaan, wahyu ilahi, dan sunnatullah (hukum Allah yang berlaku pada alam raya), secara terpadu (Kartina, 2004).

Selanjutnya, integrasi mengandung makna unity bahwa ilmu dan agama merupakan kesatuan primordial. Adapun makna kedua lebih banyak berkembang di dunia Islam karena secara ontologis di yakini bahwa kebenaran ilmu dan agama adalah satu, perbedaannya pada ruang lingkup pembahasan, yang satu pengkajian dimulai dari pembacaan Al-Qur’an, yang satu dimulai dari pembacaan alam.

Kebenaran keduanya saling mendukung dan tidak saling bertentangan.

a. Pandangan Paradigma Integrasi Dalam Ilmu

Gagasan integrasi keilmuan dilatarbelakangi lahirnnya dikhotomi keilmuan antara ilmu-ilmu keagamaan di satu sisi dan ilmu-ilmu umum di sisi yang lain. Dikhotomi tersebut di antaranya terlihat dalam dikhotomi lembaga pendidikan, yaitu adanya dikhotomi antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan, yang hal tersebut telah terjadi sejak negara ini mengenal pola pendidikan modern (Nur, 2018). Dikotomi ilmu keislaman telah membawa dampak besar pada semua aspek dan bidang pendidikan dalam masyarakat muslim, yang terkait dengan Psikologi ummat tentang ilmu dan pendidikan, program pendidikan, lembaga pendidikan, dan ummat pada umumnya.

Salah satu pendapat terkemuka yang mengungkapkan terhadap paradigma dalam ilmu adalah Kuntowijoyo menjadikan Al-Qur'an sebagai paradigma.

Dalam pengertian ini paradigma Al-Qur'an berarti suatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan peneliti memahami realitas sebagaimana Al-Qur'an memahaminya. Konstruksi pengetahuan itu dibangun oleh Al-Qur'an pertama- tama dengan tujuan agar peneliti memiliki "hikmah" yang atas dasar itu dapat dibentuk perilaku yang sejalan dengan dengan nilai-nilai normatif Al-Qur'an, baik pada level moral maupun sosial. Dengan konstruksi pengetahuan ini, dirumuskan desain-desain mengenai sistem Islam, termasuk dalam hal sistem ilmu pengetahuan (Kartina, 2004).

(6)

3 Beberapa hal yang ditawarkan oleh Kuntowijoyo dalam program pembaruan pengetahuan melalui lima program reinterpretasi adalah terdapat penafsiran sosial struktural lebih lanjut daripada individual saat memahamu ketantuan dalam Al-Qur’an, mengubah cara berpikir subjektif ke arah objektif, mengubah Islam yang sebelumnya normatif menjadi teoritis, mengubah pemahaman menjadi historis jika sebelumnya ahistoris, selanjutnya merumuskan formulasi wahyu yang bersifat umum menjadi lebih spesifik dan empiris.

Dikotomi ilmu umum dan ilmu agama yang selama ini menjadi paradigma pengembangan keilmuan dianggap sebagai salah satu sebab memudarnya bargaining pendidikan tinggi Islam (Muhyi et al., 2018). Dikotomi ilmu menyebabkan ketidakseimbangan dalam pengelolaan pendidikan antara lembaga pendidikan yang mengelola ilmu agama dan ilmu umum. Selain itu, dikotomi ilmu juga sangat mempengaruhi cara pandang masyarakat. Dalam masyarakat Islam berkembang pandangan bahwa hanya ilmu keislaman yang harus dipelajari, sedangkan ilmu dianggap sekuler dan tidak perlu dipelajari.

Adapun mereka yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan Islam adalah ilmu tradisional yang ketinggalan zaman, sedangkan ilmu pengetahuan biasa sejalan dengan kebutuhan dunia modern. Oleh karena itu, diperlukan paradigma keilmuan baru untuk menjadikan perguruan tinggi Islam sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang tetap dapat diandalkan.

B. Ragam Paradigma Integrasi Ilmu a. Paradigma Fungsionalis/Positivisme

Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan pertama dalam dunia ilmu pengetahuan. Paradigma positivisme/fungsionalis ini telah ratusan tahun menjadi pedoman bagi ilmuwan dalam mengungkapkan kebenaran. Paradigma ini menjelaskan hubungan sosial dengan pemikiran yang rasional, dengan orientasi yang paragmatik berkaitan dengan pengetahuan tepat guna dan mengedepankan regulasi yang efektif serta pengendalian hubungan sosial.

Positivisme/fungsional selalu menekankan pada generalisasi untuk memberikan kekuatan akumulasi pengetahuan atas fenomena sebab akibat. Bagi pro- paradigma ini, penjelasan dan deskripsi adalah hubungan antara logika, data dan hukum atau mungkin standar yang diperoleh (Wan Daud, 1999).

b. Paradigma Interpretif

(7)

4 Dikaitkan dengan peran ilmu sosial, menurut Hendrarti paradigma interpretif memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis atas “sosially meaningful action” melalui pengamatan langsung terhadap aktor sosial dalam latar alamiah agar dapat memahami dan menafsirkan bagaimana para aktor sosial menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka. Paradigma kritis berpandangan bahwa unsur kebenaran adalah melekat pada keterpautan antara tindakan penelitian dengan situasi historis yang melingkupi. Penelitian tidak dapat terlepas dari konteks tertentu, misalnya situasi politik, kebudayaan, ekonomi, etnis dan gender.

c. Paradigma Postmodern

Postmodernisme hadir dengan kritik terhadap pandangan modernisme. Salah satu kritiknya adalah ide mengenai subyektivitas yang dipegang teguh selama ini menyembunyikan kekuasaan. Ilmu-ilmu sosial didominasi oleh subyektivitas. Postmodernisme hadir dengan ciri-ciri hilangnya kedalaman dan hilangnya horizon waktu. Postmoden menerima pluralitas (fakta kemajemukan) dan prularisme (kemajemukan pikiran). Postmodern mengakui bahwa realitas tidak terbatas pada realitas fisik saja tetapi realitas psikis dan spiritual bahkan meliputi juga realitas absolut yaitu realitas Tuhan. Sepanjang sejarah telah lama diketahui bahwa pikiran manusia dapat bekerja dalam dua macam pengetahuan (modus kesadaran) yaitu rasional (sains) dan intuitif (agama). Pengetahuan rasional diperoleh dari pengalaman yang dialami dengan berbagai objek dan peristiwa dalam lingkungan sehari-hari ini hanya bisa eksis dalam relasinya dengan pengetahuan yang lain. Secara metodologi, paradigma postmodern lebih menekankan pada keakuratan dan reliabilitas melalui verifikasi dan logical discourse. Dalam aksiologi, paradigma ini lebih menekankan pada peran nilai (role of value) dalam riset artinya peneliti membawa nilai-nilai sosial yang diletakkan untuk menjustifikasi fenomena yang diinvestigasi.

C. Teknik Integrasi Keilmuan

Menurut Thoyyar (2012) mengklasifikasi model atau teknik integrasi keilmuan dalam tradisi Islam menjadi 10 model sebagai berikut (Thoyyar, 2012) :

a. Model IFIAS (International Federation of Institutes for Advanced Study) Dipublikasi pada tahun 1984 dalam seminar tentang “Knowledge and Values”

yang diselenggarakan di Stockholm. Model ini menempatkan akal di bawah

(8)

5 otoritas Tuhan, yang berakibatkan bahwa tidak ada pemisahan antara sarana dan tujuan sains. Keduanya tunduk pada kriteria etika dan nilai keimanan.

Menurut pendekatan Islam, sains harus dibangun di atas landasan moral dan etika yang absolut, dengan sebuah bangunan yang dinamis berdiri di atasnya.

Akal dianjurkan untuk dipakai dalam kerangka menggali ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki fungsi sosial untuk kemaslahatan ilmiah yang memiliki fungsi sosial untuk kemaslahatan masyarakat, dan sekaligus menjaga moral etiknya.

b. Model ASASI (Akademik Sains Islam Malaysia)

Dikembangkan sejak tahun 1977 oleh Akademik Sains Islam Malaysia dan muncul pada Mei 1977. Model ini menetapkan bahwa ilmu tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip Islam dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan-kegiatan keilmuan.

ASASI mendukung cita-cita untuk mengembalikan bahasa Arab, selaku bahasa Al-Qur’an, kepada kedudukannya yang hak dan asli sebagai bahasa ilmu bagi seluruh Dunia Islam, dan berusaha menyatukan ilmuwan-ilmuwan Muslim ke arah memajukan masyarakat Islam dalam bidang sains dan teknologi.

c. Model Islamic Worldview

Dipopulerkan Alparslan Acikgenc, Guru Besar Filsafat pada Fatih University Istanbul, Turki. Model ini berangkat dari pandangan bahwa dunia Islam (Islamic worldview) merupakan dasar bagi epistemologi Islam secara menyeluruhan dan integral. Dua pemikir muslim ini menggagas bahwa keilmuan Islam yang komprehensif, dikembangkan dalam empat pandangan:

(1) Iman sebagai dasar struktur dunia (world structure, iman)

(2) Ilmu sebagai struktur pengetahuan (knowledge structure, al-‘ilm) (3) Fikih sebagai struktur nilai (value structure, al-fiqh)

(4) Kekhalifahan sebagai struktur manusia (human structure, khalifah) d. Model SPI (Struktur Pengetahuan Islam)

Dikembangkan oleh Osman Bakar, Professor Philosophy of Science pada University Malaya. Osman berpandangan bahwa ilmu secara sistematik telah diorganisasikan dalam berbagai disiplin akademik. Ia mengembangkan empat komponen struktur pengetahuan teoritis (the theoretical structure of science), yakni:

(1) Subjek dan objek matter ilmu yang membangun tubuh pengetahuan

(9)

6 (2) Premis-premis dan asumsi-asumsi dasar yang menjadi dasar epistemologi

keilmuan

(3) Metode-metode pengembangan ilmu (4) Tujuan yang ingin dicapai oleh ilmu e. Model Bucailisme

Dilekatkan kepada ilmuan Maurice Bucaille ketika menulis suatu buku berjudul

“La Bible, le Coran et la Science”, yang memiliki kesesuaiannya dengan ayat Al-Qur’an, sehingga keilmuan Islam harus bersesuaiannya dengan penemuan ilmiah yang bersifat dinamis dan terus berkembang. Pendapat ini mendapat kritik dan penolakan serius dari banyak pemikir muslim karena meletakkan Al- Qur’an dalam posisi nisbi (Rasyidi, 1992).

f. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Filsafat Klasik

Model ini dikembangkan oleh Seyyed Hossein Nasr yang dimana memiliki gagasan bahwa idealitas integrasi ilmu keislaman adalah dengan menggali warisan filsafat Islam Klasik serta memasukkan tauhid ke dalam skema teori mereka. Prinsip tauhid dimaksudkan adalah bahwa kesatuan Tuhan dijadikan sebagai prinsip kesatuan alam (unity of nature). Menurut Nasr, ilmuan Islam modern hendaklah mengimbangi dua pandangan tanzih dan tasybih untuk mencapa tujaun integrasi keilmuan keislaman (Wan Daud, 1999)

g. Model Integrasi Keilmuan Islam Berbasis Tasawuf

Dipelopori oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas. Ia mengistilahkan model ini dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Islamization of Knowledge). Menurutnya Islamisasi Ilmu masa kini harus melibatkan dua proses yang saling berhubungan. Pertama, pemisahan elemen-elemen dan konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat dari setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini. Kedua, pemasukan elemen-elemen Islam dan konsep- konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan.

h. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Fiqh

Digagas oleh Ismail Raji al–Faruqi pada tahun 1982 melalui buku yang berjudul

“Islamization of Knowledge: General Principles and Work Plan”. Pemikiran integrasinya berakar pada tradisi pemikiran ulama fiqh dalam menjadikan Al- Qur’an dan al – Sunnah sebagai puncak kebenaran. Pendekatan ini sama sekali tidak menggunakan warisan sains Islam karena meurut al-Faruqi warisan tersebut tidak Islami dan tidak bersumber pada Al-Qur’an dan al – Sunnah.

(10)

7 i. Model Kelompok Ijmali (Ijmali Group)

Dipelopor oleh Ziauddin Sardar yang memimpin sebuah kelompok yang dinamakan Kelompok Ijmali. Menurut Saradar, tujuan sains Islam bukanlah untuk mencari kebenaran akan tetapi melakukan penyelidikan sains menurut kehendak masyarakat. Muslim berdasarkan etosIslam yang digali dari Al- Qur’an. Sardar berpendapat bahwa sains adalah sarat nilai (value laden) dan kegiatan sains lazim dijalankan dalam suasana pemikiran atau paradigma tertentu. Bagi Sardar sains adalah "is a basic problem-solving tool of any civilization" (perangkat pemecahan masalah utama setiap peradaban).

j. Model Kelompok Aligargh (Aligargh Group)

Dipelopor oleh Zaki Kirmani yang memimpin Kelompok Aligargh University, India. Model kelompok Aligargh menyatakan bahwa sains Islam berkembang dalam suasana “ilmu dan tasykir untuk menghasilkan gabungan ilmu dan etika.

Ia mengembangkan konsep struktur Islam berdasarkan paradigma wahyu dan taqwa (Wan Daud, 1999)

D. Panduan Teknis Pengintegrasian

Realitas dikotomi ilmu tersebut juga terjadi pada instansi sekolah yaitu terjadinya pemisahan sekolah umum dan agama. Dalam muatan kurikulum misalkan, sekolah umum dominan ilmu yang diajarkan hanya ilmu umum (science) dan tidak digabungkan dan diarahkan pada nilai-nilai agama. Sehingga metode tersebut akan tergiring pada pola pikir yang sekuler dan berdampak pada degradasi moral, akhirnya memicu pada rusaknya generasi Islam, disebabkan pondasi ilmu agama yang lemah.

Pada akhirnya, agama dianggap tidak penting dalam persoalan ilmu dan dunia. Dari sinilah yang kemudian banyak umat Islam tergiring pada pemahaman sekuler. Karena dari sejak sekolah sampai perguruan tinggi, konsep ini terus dipraktekkan secara sadar atau tidak dapat mempengaruhi gaya hidup dan pola pikir umat. Ini adalah satu di antara contoh-contoh besar lainnya atas dampak dari dikotomi ilmu.

Transformasi dari IAIN ke UIN memiliki paling tidak dua konsekuensi penting.

Pertama, secara akademik, sementara yang dikembangkan di IAIN hanya studi-studi Islam (seperti teologi, jurisprudensi Islam dan tafsir), cakupan studi di UIN diperluas hingga termasuk ilmu-ilmu “sekular”. Sementara sebagian besar mahasiswa IAIN terutama berasal dari madrasah, pesantren atau masyarakat pedesaan, UIN, dengan fakultas-fakultas ilmu-ilmu sekularnya, akan menarik minat lebih banyak mahasiwa dari latar belakang yang lebih beragam (Gassing, 2013).

(11)

8 Karena harus mengembangkan lebih banyak lagi bidang sains dan mengakomodasi mahasiswa dengan latar belakang sosio-kultural yang lebih beragam, UIN yang baru berdiri harus menghadapi sejumlah tantangan berat. Secara akademik, dua bidang sains yang berbeda –sains Islam di satu sisi dan sains “sekular” di sisi lain—

diletakkan di bawah satu atap. Hal ini memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Sementara itu secara sosial, kehadiran mahasiswa dalam jumlah besar dari latar belakang yang beragam akan mendesak UIN untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik, yang mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan mahasiswa.

Terlepas dari kompleksitas masalah yang mengiringinya, pengembangan UIN Alauddin Makassar sebagai pusat keunggulan studi pemikiran Islam dan pengembangan tradisi intelektual Islam di Indonesia memerlukan upaya serius dan terencana. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka perlu upaya untuk merencanakan, mengimplementasi dan mengukur pemenuhan standar integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar dengan suatu acuan dalam bentuk Pedoman Integrasi Keilmuan.

Penerapan Teknik pengintegrasian sebagai pedoman dimulai dengan pembentukan visi, misi, tujuan, dan sasaran. Tujuan Pedoman Integrasi Keilmuan UIN Alauddin Makassar menjadi acuan kinerja dalam rangka percepatan implementasi integrasi keilmuan oleh sivitas academika dan pengelola kelembagaan UIN Alauddin Makassar pada kinerja tridarma PT dan pengelolaan lembaga, maka dianggap perlu adanya yang dibangun melalui pelaksanakan Kegiatan Pembahasan Integrasi Keilmuan Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Bidang Penelitian dan Karya Ilmiah dan Bidang Penunjang/pengelolaan lembaga. Kinerja Tridarma Perguruan Tinggi dan pengelolaan kelembagaan UIN Alauddin yang berpedoman pada Pedoman Integrasi dan dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan dengan komitmen yang tinggi pada seluruh aktivitas di lingkungan kampus, akan mengarah kepada capaian yang lebih jauh pada lembaga dan perubahan peradaban baik di dalam maupun di luar kampus UIN Alauddin Makassar. Integrasi Keilmuan dilaksanakan dengan mengacu kepada Pedoman Integrasi Keilmuan diharapkan mampu memberi manfaat antara lain:

1. Bagi Dosen, Staf, dan Mahasiswa: Meningkatnya pengetahuan mahasiswa, dosen, staf UINAM dalam mengimplementasikan Integrasi Keilmuan Bidang

(12)

9 Pendidikan dan Pengajaran, Bidang Penelitian dan Karya Ilmiah dan Bidang Pengabdian Masyarakat & Bidang Penunjang pengelolaan PT.

2. Bagi Perguruan Tinggi: Terpenuhinya suasana kondusif nuansa integrasi keilmuan dalam seluruh aktivitas akademik dan non akademik di UINAM, percepatan pencapaian Visi & Sasaran Mutu Universitas, dasar implementasi integrasi keilmuan UIN Alauddin Makassar dipahami oleh semua pemangku kepentingan.

3. Bagi Masyarakat: Terpenuhinya keinginan masyarakat untuk mendapatkan kepuasan terhadap kondisi kompetensi integrasi keilmuan yang aplikatif, terpenuhinya harapan masyarakat dan stakeholders pada umumnya terhadap kemampuan integrasi keilmuan seluruh warga kampus UIN Alauddin Makassar, menjadikan UIN Alauddin sebagai sumber kajian integrasi keilmuan wilayah Indonesia Timur.

Integrasi keilmuan harus diterapkan dan menjadi budaya yang harus mendarah daging dan mengakar pada seluruh aktivitas yang dilaksanakan oleh seluruh warga kampus (mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan) alumni dan stakeholders yang terlibat di dalam penyelenggaraan pendidikan di UIN Alauddin Makassar.

Pelaksanaan integrasi keilmuan oleh pelaksana seluruh aspek kinerja dalam penyelenggaraan perguruan tinggi, yakni pada:

1. Pengembangan UINAM, tertuang pada naskah Visi, Misi, Tujuan, Sasaran UINAM

2. Kinerja Tridarma Perguruan Tinggi bidang Pendidikan dan Pengajaran;

Penelitian dan Karya Ilmiah; dan Pengabdian kepada masyarakat

3. Bidang Pengelolaan Lembaga dalam hal kepemimpinan, sistem Informasi komitmen, komunikasi, perencanaan, dan manajemen Proses.

4. Pengukuran Pemenuhan Integrasi Keilmuan dalam bentuk evaluasi diri, audit internal, dan akreditasi/ sertifikasi

E. Contoh Praktik Integrasi Ilmu

Konsep integrasi yang dikembangkan di UIN memiliki karakteristik yang berbeda.

Perbedaan ini terutama tampak pada aspek filosofis dan epistemologis yang dianut oleh masing-masing UIN. Paradigma epistemologis yang dikembangkan di masing- masing UIN sebahagian besarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan filosofis masing-masing penggagas utamanya. Berikut ini diuraikan konsep integrasi

(13)

10 keilmuan yang dianut dan dikembangkan di tigas UIN: Jakarta, Yogyakarta, dan Malang (Miftahudin, 2018).

a. UIN Jakarta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan pola integrasi yang ditawarkan Azyumardi Azra, yang kemudian di implementasikan secara konkret mulai tahun 2002 pada saat konversi IAIN menjadi UIN. Walaupun diyakini bahwa akar-akar intelektual UIN Jakarta sudah diletakkan para pendahulunya seperti Harun Nasution dan Nurcholish Madjid.

Azyumardi Azra menawarkan tiga alternatif model integrasi untuk dikembangkan pada UIN Jakarta, sebagai berikut. Pertama, “Model Universitas alAzhar Mesir”, dimana fakultas-fakultas agama berdiri berdampingan dengan fakultas-fakultas umum. Fakultas-fakultas ini cenderung terpisah satu sama lain, walaupun tetap di bawah satu payung universitas. Kedua, “Model Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)”. Pada model ini fakultas-fakultas umum berdampingan dengan fakultas agama yang terdiri dari berbagai jurusan, seperti jurusan tarbiyah, jurusan syariah, dll. Ketiga, “Model Universitas Islam Antarbangsa (UIA) Kuala Lumpur”. Dalam model ini ilmu dibagi menjadi revealed knowledge (ilmu kewahyuan) yang memunculkan fakultas agama dan acquired knowledge (ilmu perolehan) yang memunculkan fakultas-fakultas umum, seperti: teknik, kedokteran, ekonomi, psikologi, antropologi, dan sebagainya.

Dalam perspektif UIN Jakarta, semua ilmu secara epistemologis bersumber dari Tuhan. Wahyu Tuhan mewujud dalam dua hal, yakni ayat-ayat Qur’âniyyah yang tertulis di dalam al-Qur’ân, dan ayat-ayat kauniyyah yang tersebar di jagad raya. Umat Islam perlu mempelajari ayat-ayat Qur’âniyyah dan pada saat yang sama juga perlu mempelajari ayat-ayat kauniyyah, karena dengan mempelajari keduanya umat Islam dapat menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam kehidupan.

Reintegrasi keilmuan UIN Jakarta menganut paradigma integrasi dialogis, yakni cara pandang terhadap ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenisjenis ilmu yang ada secara proporsional dengan tidak meninggalkan sifat kritis. Dengan demikian ada dua prasyarat untuk terwujudnya integrasi ilmu dialogis, yakni terbuka dan kritis. Terbuka artinya suatu ilmu atau sekumpulan ilmu dapat bersumber dari agama dan ilmu-ilmu sekuler yang diasumsikan

(14)

11 dapat bertemu saling mengisi secara konstruktif. Sedangkan kritis artinya kedua jenis keilmuan dalam berkoeksistensi dan berkomunikasinya terbuka untuk saling mengkritisi secara konstruktif.

Argumentasi mengapa UIN Jakarta memilih paradigma integrasi ilmu dialogis adalah sebagai berikut. Pertama, alasan substantif. Bagi UIN Jakarta ilmu pengetahuan itu mempunyai cara pandang yang terbuka dan obyektif.

Terbuka artinya ilmu pengetahuan akan terus berkembang seiring dengan temuan baru. Obyektif artinya secara normatif ilmu pengetahuan memiliki ruang universalitas untuk diaplikasikan dan diuji ulang oleh siapapun. Kedua, alasan sosial. Dengan menggunakan paradigma ilmu dialogis diharapkan UIN Jakarta mampu memperluas wilayah komunikasi dan wilayah partisipasi dalam pendidikan, pengajaran, pengembangan dan pemanfaatan ilmu. Ketiga, alasan politis. Dengan menggunakan paradigma ilmu dialogis, UIN Jakarta dapat mengembangkan sikap inklusif sebagai strategi pengembangan ilmu dan pergaulan UIN Jakarta dalam konteks global, yang pada akhirnya dapat diterima oleh berbagai komunitas yang beragam. Keempat, alasan ekonomis, di mana UIN Jakarta mempertimbangkan hubungan antara pendidikan dan penelitian dengan kebutuhan pasar kerja.

Reintegrasi keilmuan UIN Jakarta dikembangkan pada tiga level yaitu level filosofi, level kurikulum, dan level program akademik. Pada tataran filosofis, UIN Jakarta mengembangkan dua langkah strategis. Pertama, mengembangkan suasana dialogis antara berbagai disiplin ilmu di lingkungan universitas, baik antara disiplin ‘sekuler’ dengan ‘agama’ maupun diantara cabangcabang ilmu agama itu sendiri. Kedua, membangun integrasi keilmuan dengan ditinjau dari tiga dasar filsafat ilmu, yakni: ontologi, epistemologi, dan aksiologis.

Penguatan tradisi riset diimplementasikan oleh UIN Jakarta untuk membangun distingsi atas PTAIN lainnya. UIN Jakarta mendeklarasikan diri sebagai universitas riset. Untuk itu UIN Jakarta melakukan pemantapan lembagalembaga penelitian dengan cara mendukung pusatpusat penelitian dan kajian yang telah ada serta mendorong tumbuhnya pusat-pusat penelitian yang memiliki minat dan konsentrasi integrasi ilmu dialogis, terutama pada fakultas- fakultas ilmu alam dan humaniora.

(15)

12 Penguatan pembelajaran integratif dikembangkan UIN Jakarta dengan meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan berbagai kemudahan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dengan memanfaatkan sumber belajar yang variatif semaksimal mungkin dalam rangka menerapkan konsep integrasi. Dalam rangka hal itu UIN Jakarta juga menggagas penambahan dosen lintas disiplin untuk mendukung pembelajaran lintas disiplin melalui peer teaching, guna mengaplikasikan integrasi dialogis.

F. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa paradigma dan teknik integrasi ilmu memiliki korelasi yang jelas terhadap pandagan perbedaan ilmu umum dan agama sebagai integrasi dari penerapan ilmu. Dalam Islam, paradigma dalam integrasi ilmu dapat disatukan oleh pemahaman antara ilmu umum dan agama. Hal ini merujuk terhadap tanda-tanda yang dituliskan pada ayat Al-Qur’an dan dikombinasikan dengan perbedaan pendapat mengenai ilmu. Oleh karena itu penerapan dalam integrasi ilmu dalam meminimalisir paradigma yang ada dilakukan dengan serangkaian teknik integrasi secara terstruktur sebagai pedoman bagi manusia.

(16)

13 DAFTAR PUSTAKA

Arbi, Imam Hanafi, Munzir Hitami, H. (2018) ‘Universitas islam negeri sunan kalijaga yogyakarta’, Profetika, Jurnal Studi Islam, 20(0274), pp. 11–15.

Gassing, Q. (2013) Pedoman Integrasi Keilmuan UIN Alauddin Makassar. Makasar:

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Kartina (2004) ‘Konsep Ilmu Dengan Paradigma Tauhid’, Al-Qalam, 21, pp. 359–374.

Miftahudin (2018) Model-Model Integrasi Ilmu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. 1st edn.

Edited by L. Muhsin. Yogyakarta: Diandra Kreatif (Kelompok Penerbit Diandra).

Muhyi, A. et al. (2018) ‘Paradigma Integrasi Ilmu Pengetahuan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang’, MUTSAQQAFIN: Jurnal Pendidikan Islam dan Bahasa Arab, 1(01), pp. 45–

64. Available at: https://mutsaqqafin.e-journal.id/Mutsaqqafin/article/view/24.

Nur, M. (2018) ‘Paradigma Keilmuan UIN Raden Intan Lampung’, Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 18(1), pp. 1–20. doi: 10.24042/ajsk.v18i1.3378.

Rasyidi, A. (1992) Terjemahan Bibel Qur’an dan Sains. Jakarta: Bulan Bintang.

Sutoyo, Y. (2020) ‘Integrasi Ilmu Sebagai Paradigma Program Riset: Telaah Pemikiran Imre Lakatos’, Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains, 2, pp. 261–269.

Available at: http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/kiiis/article/view/411.

Thoyyar, H. (2012) ‘Model-Model Integrasi Ilmu Dan Upaya Membangun Landasan Keilmuan Islam’, jurnal Pendidikan Islam, 1, pp. 1–30. doi: 10.31219/osf.io/23v7g.

Wan Daud, W. R. bin dan S. bin M. Z. (1999) ‘Pemelayuan, Pemalaysiaan dan Pengislaman Ilmu Sains dan Teknologi dalam Konteks Dasar Sains Negara’, Jurnal Kesturi, 1(9), pp. 14–15.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi upaya yang dilakukan oleh para ilmuan muslim untuk mengatasi masalah dikotomi ini adalah pengintegrasian antara ilmu agama dan ilmu umum yang kita kenal dengan istilah

Dalam halnya sebagai paradigma keilmuan yang menyatu-padukan antara ilmu umum dan ilmu agama, bukan sekedar menggabungkan wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia (ilmu-ilmu

Andai pengertian umum seperti di atas dapat diterima, maka paradigma ekonomi Islam dapat saja menjadi istilah bagi perkembangan baru ilmu dan sekaligus sistem ekonomi yang

Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam.. Tiga lainnya ialah disiplin- disiplin

Sementara perkembangan dan pertumbuhan ilmu-ilmu sekuler sebagai symbol keberhasilan perguruan tinggi umum yang sebenarnya sudah tercerabut dari nilai-nilai akar

manusia bukan ilmu pengtahuan maupun objek lainnya. 3) Epistemologi islam dalam pandangan filosof muslim, terlebih dahulu harus benar-benar dipahami bahwa pengetahuan

Dalam pola ketiga ini dimungkinkan adanya peleburan antara “ilmu agama” dan “ilmu umum” sehingga membentuk paradigma dan bangunan epistemologi keilmuan baru bagi suatu disiplin ilmu

Kontribusi Islam Terhadap Dunia Barat Perkembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh para ilmuan muslim telah melahirkan karya besar di berbagai bidang keilmuan yang menjadi