• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARADIGMA DAN TEKNIK INTEGRASI ILMU Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dalam Disiplin Ilmu (IDI) Dosen Pengampu : Amirullah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARADIGMA DAN TEKNIK INTEGRASI ILMU Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dalam Disiplin Ilmu (IDI) Dosen Pengampu : Amirullah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PARADIGMA DAN TEKNIK INTEGRASI ILMU

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Islam dalam Disiplin Ilmu (IDI)

Dosen Pengampu : Amirullah

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1.

Dinda Maemunah

1801025300

2.

Intan Alia Miudi

1801025021

3.

Rina Pratiwi

1801025422

4.

Siti Marifah

1801025280

5.

Zahra Kamila

1801025228

Kelas : 6 H

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehairat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berisikan informasi tentang “Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Maret 2021

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 4

A. Latar Belakang ... 4

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Masalah ... 5

BAB II PEMBAHASAN ... 6

A. Paradigma Dalam Integrasi Ilmu ... 6

B. Ragam Paradigma Integrasi Ilmu... 6

C. Model-model Integrasi Keilmuan ... 8

D. Contoh Praktik Integrasi Ilmu ... 10

BAB III PENUTUP ... 17

A. Kesimpulan ... 17

B. Saran ... 17

(4)

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemikiran tentang integrasi atau Islamisasi ilmu pengetahuan dewasa ini dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, tidak lepas dari kesadaran beragama. Secara totalitas ditegah ramainya dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa umat Islam akan maju dapat menyusul orang-orang barat apabila mampu mentransformasikan dan menyerap secara aktual terhadap ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu, atau mampu memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Proses Aslamisasi ilmu pengetahuan tidak lain adalah proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan yang ada kepada konsep yang hakiki yaitu tauhid, kesatuan makna kebenaran dan kesatuan sumber. Dari ketiga proses inilah kemudian diturunkan aksiologi (tujauan), epistemology (metodologi), dan ontology (obyek) ilmu pengetahuan.

Dipandang dari sisi aksiologi (tujuan) ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia.

Untuk mencapai sasaran tersebut, maka diperlukan suatu upaya mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, sehingga akan tercapailah kemajuan yang seimbang antara kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kemajuan dalam bidang ilmu agama, moral, dan etika.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud paradigma dalam integrasi ilmu? 2. Apa saja ragam paradigma integrasi ilmu?

3. Apa saja model-model integrasi ilmu? 4. Bagaimana contoh praktik integrasi ilmu?

(5)

5

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui Paradigma Dalam Integrasi Ilmu 2. Mengetahui Ragam Paradigma Integrasi Ilmu 3. Mengetahui Model-model Integrasi Ilmu 4. Mengetahui Contoh Praktik Integrasi Ilmu

(6)

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Paradigma Dalam Integrasi Ilmu

Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat keyakinan atau kepercayaan yang mendasari seseorang dalam melakukan segala tindakan1. Ilmu ialah suatu cara

untuk mengetahui. Yang hendak diketahui adalah realitas, yakni segala sesuatu, baik yang konkret maupun yang abstrak2. Dewasa ini ilmu telah berkembang demikian pesat

dengan munculnya pendekatan-pendekatan baru, seperti pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan sebagainya. Ilmu bahkan telah menjadi semacam way of life dan setiap aspek kehidupan manusia kini terlibat dengan praktik, proses, dan produk-produk kegiatan ilmiah. Manusia pun secara sadar atau tanpa sadar cenderung berkehidupan dengan “cara-cara ilmiah”, atau sesuai dengan tuntutan dan tuntunan ilmiah pada umumnya.

Perkembangan ilmu yang demikian pesat tentu saja tidak terlepas dari karakteristiknya yang semakin terbuka, dan terintegrasi dengan kehidupan manusia. Secara lebih eksplisit, integrasi ilmu dengan berbagai aspek kehidupan tercermin dari pola hubungan timbal balik antara ilmu dengan aspek-aspek utama kehidupan manusia, yaitu teknologi, kebudayaan, filsafat, dan bahkan agama sebagai salah satu instuisi sakral dalam kehidupan manusia3.

B. Ragam Paradigma Integrasi Ilmu 1. Paradigma Fungsionalis/Positivisme

Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Paradigma positivist/fungsionalis ini telah ratusan tahun menjadi pedoman bagi ilmuwan dalam mengungkapkan kebenaran realitas. Paradigma ini memiliki pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan hubungan sosial dengan pemikiran yang rasional, dengan orientasi yang pragmatik berkaitan dengan pengetahuan tepat guna dan mengedepankan regulasi yang efektif serta pengendalian hubungan sosial. Positivist/fungsional selalu menekankan pada

1 Erlina Diamastuti, “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis,” Jurnal Akuntansi Universitas Jember

10, no. 1 (2015): 61.

2 Bagir, Z. A. 2005. “Integrasi Ilmu dan Agama”.

(7)

7

generalisasi untuk memberikan kekuatan akumulasi pengetahuan atas fenomena sebab akibat. Bagi pendukung paradigma ini penjelasan dan deskripsi adalah hubungan antara logika, data dan hukum atau mungkin standar yang diperoleh4.

2. Paradigma Interpretif

Ikaitkan dengan peran ilmu sosial, menurut Hendrarti paradigma interpretif memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis atas ‘sosially meaningful

action’ melalui pengamatan langsung terhadap aktor sosial dalam latar alamiah agar

dapat memahami dan menafsirkan bagaimana para aktor sosial menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka5.

Paradigma kritis berpandangan bahwa unsur kebenaran adalah melekat pada keterpautan antara tindakan penelitian dengan situasi historis yang melingkupi. Penelitian tidak dapat terlepas dari konteks tertentu, misalnya situasi politik, kebudayaan, ekonomi, etnis dan gender.

3. Paradigma Postmodern

Postmodernisme hadir dengan kritik terhadap pandangan modernisme. Salah satu kritiknya adalah ide mengenai subyektivitas yang dipegang teguh selama ini menyembunyikan kekuasaan. Ilmu-ilmu sosial didominasi oleh subyektivitas. Postmodernisme hadir dengan ciri-ciri hilangnya kedalaman dan hilangnya horizon waktu. Postmoden menerima pluralitas (fakta kemajemukan) dan prularisme (kemajemukan pikiran). Postmodern mengakui bahwa realitas tidak terbatas pada realitas fisik saja tetapi realitas psikis dan spiritual bahkan meliputi juga realitas absolut yaitu realitas Tuhan. Sepanjang sejarah telah lama diketahui bahwa pikiran manusia dapat bekerja dalam dua macam pengetahuan (modus kesadaran) yaitu rasional (sains) dan intuitif (agama). Pengetahuan rasional diperoleh dari pengalaman yang dialami dengan berbagai objek dan peristiwa dalam lingkungan sehari-hari ini hanya bisa eksis dalam relasinya dengan pengetahuan yang lain6. secara metodologi, paradigma postmodern lebih menekankan pada keakuratan dan

4 Muslih Mohammad, Filsafat Ilmu:Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan Kerangka Teori Ilmu

Pengetahuan, 1999.

5 Hasanadi, “Kearifan Lokal Dalam Ungkapan Tradisional: Membaca Ulang Karakteristik Masyarakat Pasaman

Barat,” Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya 4, no. 1 (2018): 1032–1047.

6 Jurnal Akuntansi Indonesia et al., “Postmodern : ( The Best ) Paradigm ?,” Akuntansi Indonesia 6, no. 1 (2010):

(8)

8

reliabilitas melalui verifikasi dan logical discourse. Dalam aksiologi, paradigma ini lebih menekankan pada peran nilai (role of value) dalam riset artinya peneliti membawa nilai-nilai sosial yang diletakkan untuk menjustifikasi fenomena yang diinvestigasi.

C. Model-model Integrasi Keilmuan

Thoyyar mengklasifikasi model integrasi keilmuan dalam tradisi Islam menjadi 10 model sebagai berikut7:

1. Model IFIAS (International Federation of Institutes for Advanced Study)

Dirumuskan pada tahun 1984 dalam seminar bertema “Knowledge and Values” yang diselenggarakan di Stockholm. Model ini menempatkan akal di bawah otoritas wahyu. Oleh karenanya tidak ada pemisahan antara sarana dan tujuan sains. Keduanya tunduk pada kriteria etika dan nilai keimanan. Jadi sains harus dibangun di atas landasan moral dan etika yang absolut, dengan sebuah bangunan yang dinamis berdiri di atasnya. Akal dianjurkan untuk dipakai dalam kerangka menggali ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki fungsi sosial untuk kemaslahatan ilmiah yang memiliki fungsi sosial untuk kemaslahatan masyarakat, dan sekaligus menjaga moral etiknya.

2. Model ASASI (Akademik Sains Islam Malaysia)

Dikembangkan sejak tahun 1977 di Akademik Sains Islam Malaysia. Menurut model ini ilmu tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip Islam. Model ini menjadikan al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan-kegiatan keilmuan. Secraa epistemologis, menurut pandangan ASASI, ilmu tidak ahnya diperoleh melalui indera persepsi, induksi, dan deduksi, akan tetapi juga melalui intuisi, heuristik, mimpi, dan ilham dari Allah.

3. Model Islamic Worldview

Dipopulerkan Alparslan Acikgenc, Guru Besar Filsafat pada Fatih University Istanbul Turki. Model ini berangkat dari pandangan bahwa dunia Islam (Islamic worldview) merupakan dasar bagi epistemologi Islam secara menyeluruh

7 Huzni Thoyyar, “Model-Model Integrasi Ilmu Dan Upaya Membangun Landasan Keilmuan Islam,” Adabiyah

jurnal Pendidikan Islam 1 (2012): 1–30, http://diktis.kemenag.go.id/acis/ancon06/makalah/Makalah Husni

(9)

9

dan integral. Gagasan utamanya adalah bahwa keilmuan Islam yang integral dan komprehensif harus diletakkan di atas empat pilar: (1) iman sebagai dasar struktur dunia, (2) ilmu sebagai struktur pengetahuan, (3) fikih sebagai struktur nilai, dan (4) kekhalifahan sebagai struktur manusia.

4. Model SPI (Struktur Pengetahuan Islam)

Dikembangkan Osman Bakar, Professor Philosophy of Science pada University Malaya. Osman berpandangan bahwa ilmu swcara sistematik telah diorganisasikan dalam berbagai disiplin akademik. Ia mengembangkan empat komponen struktur pengetahuan teoritis, yakni: (1) struktur dan object matter ilmu yang membangun tubuh pengetahuan, (2) premis-premis dan asumsi-asumsi dasar yang menjadi dasar epistemologi keilmuan, (3) metode-metode pengembangan ilmu, dan (4) tujuan yang ingin dicapai oleh ilmu.

5. Model Bucailisme

Dilekatkan kepada ilmuan Maurice Bucaille yang memiliki kesesuaiannya dengan ayat al-Qur’an, sehingga keilmuan Islam harus bersesuaiannya dengan penemuan ilmiah yang bersifat dinamis dan terus berkembang. Pendapat ini mendapat kritik dan penolakan serius dari banyak pemikir muslim karena meletakkan al-Qur’an dalam posisi nisbi.

6. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Filsafat Klasik

Berpandangan bahwa idealitas integrasi ilmu keislaman adalah dengan menggali warisan filsafat Islam Klasik dimana para filosof muslim Klasik memasukkan tauhid ke dalam skema teori mereka. Prinsip tauhid dimaksudkan adalah bahwa kesatuan Tuhan dijadikan sebagai prinsip kesatuan alam (unity of

nature). Penganjur utama model ini adalah Seyyed Hossein Nasr. Menurut Nasr,

ilmuan Islam modern hendaklah mengimbangi dua pandangan tanzih dan tasybih untuk mencapa tujaun integrasi keilmuan keislaman.

7. Model Integrasi Keilmuan Islam Berbasis Tasawuf

Dipelopor oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas. Ia mengistilahkan model ini dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Islamization of Knowledge). Menurutnya Islamisasi Ilmu masa kini harus melibatkan dua proses yang saling berhubungan.

(10)

10

Pertama, pemisahan elemen-elemen dan konsep kunci yang membentuk

kebudayaan dan peradaban Barat dari setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini.

Kedua, pemasukan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap

cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan.

8. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Fiqh

Digagas oleh Ismail Raji al-Faruqi. Pemikiran integrasinya berakar pada tradisi pemikiran ulama fiqh dalam menjadikan al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai puncak kebenaran. Ini dari pendekatan ini adalah penggunaan kaidah fiqh melalui dedukasi al-Qur’an dan keseluruhan korpus al-Sunnah.

9. Model Kelompok Ijmali

Dipelopor oleh Ziauddin Sardar yang memimpin sebuah kelompok yang dinamakan Kelompok Ijmali. Menurut Saradar, tujuan sains Islam bukanlah untuk mencari kebenaran akan tetapi melakukan penyelidikan sains menurut kehendak masyarakat. Muslim berdasarkan etos Islam yang digali dari al-Qur’an. Sardar berpendapat bahwa sains adalah sarat nilai(value laden) dan kegiatan sains lazim dijalankan dalam suasana pemikiran atau paradigma tertentu.

10. Medel Kelompok Aligargh

Dipelopor oleh Zaki Kirmani yang memimpin Kelompok Aliagargh University India. Model kelompok Aligargh menyatakan bahwa sains Islam berkembang dalam suasana “ilm dan tasykir untuk menghasilkan gabungan ilmu dan etika. Ia mengembangkan konsep struktur Islam berdasarkan paradigma wahyu dan taqwa.8

D. Contoh Praktik Integrasi Ilmu

Konsep integrasi yang dikembangkan di UIN memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan ini terutama tampak pada aspek filosofis dan epistemologis yang dianut oleh masing-masing UIN. Paradigma epistemologis yang dikembangkan di masing-masing UIN sebahagian besarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan filosofis

8 Dr. M.Ag. Miftahuddin, “Model-Model Integrasi Ilmu Perguruan,” Studi multi Situs pada UIN Jakarta, UIN

(11)

11

masing-masing penggagas utamanya. Berikut ini diuraikan konsep integrasi keilmuan yang dianut dan dikembangkan di tigas UIN: Jakarta, Yogyakarta, dan Malang.

1. UIN Jakarta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan pola integrasi yang ditawarkan Azyumardi Azra, yang kemudian di implementasikan secara konkret mulai tahun 2002 pada saat konversi IAIN menjadi UIN. Walaupun diyakini bahwa akar-akar intelektual UIN Jakarta sudah diletakkan para pendahulunya seperti Harun Nasution dan Nurcholish Madjid.

Azyumardi Azra menawarkan tiga alternatif model integrasi untuk dikembangkan pada UIN Jakarta, sebagai berikut. Pertama, “Model Universitas al-Azhar Mesir”, dimana fakultas-fakultas agama berdiri berdampingan dengan fakultas-fakultas umum. Fakultas-fakultas ini cenderung terpisah satu sama lain, walaupun tetap di bawah satu payung universitas. Kedua, “Model Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)”. Pada model ini fakultas-fakultas umum berdampingan dengan fakultas agama yang terdiri dari berbagai jurusan, seperti jurusan tarbiyah, jurusan syariah, dll. Ketiga, “Model Universitas Islam Antarbangsa (UIA) Kuala Lumpur”. Dalam model ini ilmu dibagi menjadi revealed

knowledge (ilmu kewahyuan) yang memunculkan fakultas agama dan acquired knowledge (ilmu perolehan) yang memunculkan fakultas-fakultas umum, seperti:

teknik, kedokteran, ekonomi, psikologi, antropologi, dan sebagainya.

Dalam perspektif UIN Jakarta, semua ilmu secara epistemologis bersumber dari Tuhan. Wahyu Tuhan mewujud dalam dua hal, yakni ayat-ayat Qur’âniyyah yang tertulis di dalam al-Qur’ân, dan ayat-ayat kauniyyah yang tersebar di jagad raya. Umat Islam perlu mempelajari ayat-ayat Qur’âniyyah dan pada saat yang sama juga perlu mempelajari ayat-ayat kauniyyah, karena dengan mempelajari keduanya umat Islam dapat menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam kehidupan9.

Reintegrasi keilmuan UIN Jakarta menganut paradigma integrasi dialogis, yakni cara pandang terhadap ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenis-jenis ilmu yang ada secara proporsional dengan tidak meninggalkan sifat kritis. Dengan demikian ada dua prasyarat untuk terwujudnya integrasi ilmu dialogis, yakni terbuka dan kritis. Terbuka artinya suatu ilmu atau sekumpulan ilmu dapat

(12)

12

bersumber dari agama dan ilmu-ilmu sekuler yang diasumsikan dapat bertemu saling mengisi secara konstruktif. Sedangkan kritis artinya kedua jenis keilmuan dalam berkoeksistensi dan berkomunikasinya terbuka untuk saling mengkritisi secara konstruktif 10.

Argumentasi mengapa UIN Jakarta memilih paradigma integrasi ilmu dialogis adalah sebagai berikut. Pertama, alasan substantif. Bagi UIN Jakarta ilmu pengetahuan itu mempunyai cara pandang yang terbuka dan obyektif. Terbuka artinya ilmu pengetahuan akan terus berkembang seiring dengan temuan baru. Obyektif artinya secara normatif ilmu pengetahuan memiliki ruang universalitas untuk diaplikasikan dan diuji ulang oleh siapapun. Kedua, alasan sosial. Dengan menggunakan paradigma ilmu dialogis diharapkan UIN Jakarta mampu memperluas wilayah komunikasi dan wilayah partisipasi dalam pendidikan, pengajaran, pengembangan dan pemanfaatan ilmu. Ketiga, alasan politis. Dengan menggunakan paradigma ilmu dialogis, UIN Jakarta dapat mengembangkan sikap inklusif sebagai strategi pengembangan ilmu dan pergaulan UIN Jakarta dalam konteks global, yang pada akhirnya dapat diterima oleh berbagai komunitas yang beragam. Keempat, alasan ekonomis, di mana UIN Jakarta mempertimbangkan hubungan antara pendidikan dan penelitian dengan kebutuhan pasar kerja11.

Reintegrasi keilmuan UIN Jakarta dikembangkan pada tiga level: pertama, level filosofi; kedua, level kurikulum; dan ketiga, level program akademik12. Pada

tataran filosofis, UIN Jakarta mengembangkan dua langkah strategis. Pertama, mengembangkan suasana dialogis antara berbagai disiplin ilmu di lingkungan universitas, baik antara disiplin ‘sekuler’ dengan ‘agama’ maupun diantara cabang-cabang ilmu agama itu sendiri. Kedua, membangun integrasi keilmuan dengan ditinjau dari tiga dasar filsafat ilmu, yakni: ontologi, epistemologi, dan aksiologi13. Pada ranah kurikulum, UIN Jakarta merumuskan konsep integrasi dialogis dalam empat bentuk. Pertama, penataan program studi/jurusan yang menggambarkan adanya pengakuan ilmu lain yang tidak serumpun. Hal ini antara lain tercermin dalam pemasukan program studi umum ke dalam fakultas agama, atau sebaliknya. Kedua, penataan disiplin ilmu di mana UIN Jakarta menyajikan

10 Kusmana, et.al., 2006, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas riset, Jakarta:

PPJM dan UIN Jakarta Riset.

11 Ibid

12 Azra, “Distinctive Paradigms of Indonesian Islamic Studies”, Mataram (2013) 13 Ibid

(13)

13

rumpun ilmu-ilmu Qur’âniyyah dan kauniyyah dengan meniscayakan bidang ilmu dan disiplin ilmu yang yang berasal dari sumber ilmu yang tidak sama: wahyu, akal, intuisi, dan pancaindra. Dalam konteks ini beberapa jenis ilmu dari rumpun berbeda dapat dipelajari melalui program studi apa pun melalui Mata Kuliah Umum (MKU), meliputi Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, IAD/ISD/IBD, dan Studi Islam. Sementara Mata Kuliah Dasar Khusus (MKDK) diberikan lintas program studi dalam satu fakultas. Ketiga, pengembangan matakuliah lintas disiplin ilmu. Pola ini dilakukan dengan memberikan matakuliah dari disiplin ilmu lain dalam disiplin ilmu tertentu.

Sebagai contoh, disiplin ilmu dakwah mengembangkan matakuliah Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) dikaitkan dengan ilmu lingkungan dari disiplin ilmu sains dan ilmu sosial. Keempat, penerapan Sistem Kredit Semester (SKS). Dengan sistem SKS, mahasiswa dapat mengambil beberapa matakuliah yang masuk dalam rumpun ilmu-ilmu Qur’âniyyah maupun kauniyyah melalui MKU yang lintas fakultas dan MKDK yang lintas program studi. Mahasiswa juga dapat mengambil Mata Kuliah Keahlian (MKK) pada fakultas lain untuk mendukung keilmuan integratif. Misalnya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dapat mengambil MKK pada Fakultas Psikologi untuk mendukung penulisan skripsi14.

Pada tataran program akademik, UIN Jakarta mengembangkan beberapa pilar program untuk mendukung konsep integrasi dialogis, yakni: penguatan tradisi riset berbasis integrasi ilmu dialogis, penguatan pembelajaran berbasis integrasi, dan peningkatan kualitas tenaga pengajar dengan mind set integrasi dialogis.

Penguatan tradisi riset diimplementasikan oleh UIN Jakarta untuk membangun distingsi atas PTAIN lainnya. UIN Jakarta mendeklarasikan diri sebagai universitas riset. Untuk itu UIN Jakarta melakukan pemantapan lembaga-lembaga penelitian dengan cara mendukung pusatpusat penelitian dan kajian yang telah ada serta mendorong tumbuhnya pusat-pusat penelitian yang memiliki minat dan konsentrasi integrasi ilmu dialogis, terutama pada fakultas-fakultas ilmu alam dan humaniora.

14 Kusmana, et.al., 2006, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas riset, Jakarta:

(14)

14

Penguatan pembelajaran integratif dikembangkan UIN Jakarta dengan meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan berbagai kemudahan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dengan memanfaatkan sumber belajar yang variatif semaksimal mungkin dalam rangka menerapkan konsep integrasi15 (Azra 2013). Dalam rangka hal itu UIN Jakarta juga menggagas penambahan dosen lintas disiplin untuk mendukung pembelajaran lintas disiplin melalui peer teaching, guna mengaplikasikan integrasi dialogis.

2. UIN Yogyakarta

UIN Yogyakarta menggunakan model integrasi ‘jaring laba-laba keilmuan’. Model ini banyak mengadopsi gagasan Amin Abdullah dalam pengembangan model integrasi-interkoneksi keilmuan.

Konsekuensi dari pendekatan integrasi-interkoneksi dengan skema jaring laba-laba keilmuan semacam ini dalam tataran struktur keilmuan dan kefakultasan, menurut hemat penulis, telah membawa kerancuan pada penempatan beberapa program studi. Sebagai contoh, Fakultas Dakwah yang kemudian berubah menjadi Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) menjadi rancu dengan keberadaan Program Studi Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISH). Demikian halnya dengan Program Studi Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia, dan Pendidikan Biologi yang seharusnya masuk ke wilayah Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, sekarang ini bernaung di bawah Fakultas Sains dan Teknologi (FST).

Amin Abdullah beragumentasi tentang keunggulan model integratif-interkonektif dengan membandingkannya dengan model single entuty maupun

isolated entities. Model single entity ini pada umumnya mengklaim bahwa cukup

dirinya sendiri saja yang dapat mengatasi permasalahan kemanusiaan. Dalam konteks perbandingan dengan entitas lain, model ini menunjukkan corak keangkuhan ilmu pengetahuan. Model hubungan ini menggambarkan keterpisahan antara wilayah ilmu satu dengan lainnya. Akibatnya tidak terjadi integrasi keilmuan dalam menyelesaikan persoalan kemanusiaan, sehingga peradaban terkesan maju, namun sesungguhnya terjadi krisis akibat terisolasinya wilayah keilmuan.

Masing-15 Kusmana, et.al., 2006, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas riset, Jakarta:

(15)

15

masing wilayah ilmu tidak mau menyadari keterbatasanketerbatasannya sehingga memunculkan ketimpangan pada dimensi tertentu.

Model interkoneksi ini melahirkan kesadaran untuk saling mengisi dan melengkapi atas keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing wilayah ilmu. Dengan model ini maka persoalan kemanusiaan dapat diselesaikan secara komprehensif. Model inilah yang ideal untuk dikembangkan pada UIN.

Model UIN Yogyakarta ini memiliki kemiripan dengan model paradigma integritas transdisipliner yang digagas Noeng Muhadjir, namun lebih tampak interkoneksi antar berbagai disiplin ilmu. Gagasan Noeng Muhadjir terbatas pada konsultasi ilmu kemanusiaan terhadap ilmu ketuhanan di mana ilmu-ilmu humaniora berkonsultasi terhadap aqidah, ilmu-ilmu sosial berkonsultasi dengan akhlak, dan sains teknologi berkonsultasi pada syariah16.

3. UIN Malang

UIN Maliki Malang menggunakan model integrasi keilmuan ‘pohon ilmu’, yang dipopulerkan oleh Imam Suprayogo. Suprayogo menyatakan bahwa Tuhan memerintahkan manusia untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan cara memikirkan ciptaan langit dan bumi, misalnya dengan kalimat: “tidakkah kau perhatikan bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditegakkan, dan bumi dihamparkan”. Ayat tersebut merupakan anjuran untuk menggali ilmu seluas-luasnya. Jadi baik ayat-ayat yang tertulis maupun yang berupa kejadian alam semuanya wahyu Allah. Wahyu Allah yang mewujud dalam dua hal tersebut merupakan sumber semua cabang ilmu pengetahuan. Cara pandang epistemologi ini melahirkan konsep ‘pohon ilmu’ yang kemudian menjadi model integrasi keilmuan UIN Malang.

Wa rumpun matakuliah pada UIN Malang dikategorikan menjadi tiga wilayah. Pertama, rumpun matakuliah ilmu alat, yakni Pancasila, Bahasa Arab dan Inggris, Filsafat, Ilmu Alamiah Dasar dan Ilmu Sosial Dasar digambarkan sebagai akar yang harus dimiliki dan dikuasai secara kokoh untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Kedua, rumpun matakuliah ilmu pokok, yakni al-Qur’ân, al-Sunnah,

shirah Nabawiyyah, Pemikiran Islam, dan Tamaddun Islam, digambarkan sebagai

16 Muhajir, “Integrasi Filosofik Ilmu dengan Wahyu: Pengembangan Metodologi Telaah Ilmu Masa Depan,

(16)

16

batang utama pohon. Rumpun matakuliah ini merupakan sumber ilmu yang harus dipelajari oleh seluruh mahasiswa. Ketiga, rumpun matakuliah ilmu-ilmu pengembangan, yakni Humaniora dan Budaya, Tarbiyah, al-Ahwâl al-Syakhsiyyah, Fisika, Kimia, Biologi, Ekonimi Islam, Ilmu-ilmu Kesehatan, Informatoka, dan Arsitektur. Ilmu-ilmu tersebut merupakan pengembangan dari ilmu pokok.

Mencermati konsep integrasi tiga UIN, dapat ditarik benang merah titik-titik kesamaan dan ketidaksamaan di antara ketiganya. Titik persamaannya adalah pada konsep epistemologi di mana ketiganya menempatkan Qur’ân dan

al-Sunnah sebagai pusat dan sumber dari ilmu pengetahuan. Sedangkan letak

perbedaannya secara ontologis, masing-masing menempatkan cabang ilmu secara berbeda.

Bagi UIN Jakarta secara ontologis memang ada keniscayaan berbagai rumpun ilmu yang merupakan entitas sendiri. Berbagai rumpun ilmu ini harus diakui adanya dan ditempatkan sejajar. Oleh karenanya misi integrasi UIN Jakarta adalah mendialog-kan berbagai rumpun ilmu secara terbuka, dialogis, dan kritis. Inilah paradigma keilmuan integratif yang menjadi landasan konsep integrasi dialogis khas UIN Jakarta.

Konsep integrasi UIN Yogyakarta lebih ditunjukkan oleh karakteristik interkoneksi tiga pilar keilmuan. Tiga pilar keilmuan diperlakukan secara interseksi dan interkoneksi sehingga memunculkan cabang-cabang turunan disiplin ilmu. Sementara bagi UIN Malang, integrasi ilmu lebih ditekankan pada penempatan

al-Qur’ân dan al-Sunnah sebagai inti yang harus dikembangkan melalui observasi,

eksperimen dan penalaran logis untuk mendapatkan ilmu turunan Qur’ân dan

(17)

17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat keyakinan atau kepercayaan yang mendasari seseorang dalam melakukan segala tindakan. Ilmu salah satu cara untuk mengetahui. Yang hendak diketahui adalah realitas, yakni segala sesuatu, baik yang konkret maupun yang abstrak. Beberapa ragam paradigma integrasi ilmu yaitu paradigma fungsionalis/positivisme, paradigma interpretif, dan paradigma postmodern. Serta ada beberapa model-model integrasi keilmuan berserta contohnya.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang tlah di jelaskan. Utnuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka.

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Azra. Distinctive Paradigms of Indonesian Islamic Studies. Mataram: Mizan, 2013. Bagir, Z. A. Integrasi Ilmu dan Agama. 2005.

Diamastuti, Erlina. “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis.” Jurnal Akuntansi

Universitas Jember 10, no. 1 (2015): 61.

Hasanadi. “Kearifan Lokal Dalam Ungkapan Tradisional: Membaca Ulang Karakteristik Masyarakat Pasaman Barat.” Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya 4, no. 1 (2018): 1032–1047.

Indonesia, Jurnal Akuntansi, Umi Muawanah, Dosen Tetap, Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas, and Gajayana Malang. “Postmodern : ( The Best ) Paradigm ?”

Akuntansi Indonesia 6, no. 1 (2010): 53–64.

Kusmana, et.al. Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas

Riset. Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press, 2006.

Miftahuddin, Dr. M.Ag. “Model-Model Integrasi Ilmu Perguruan.” Studi multi Situs pada UIN

Jakarta, UIN Yogyakarta dan UIN Malang (2019).

Mohammad, Muslih. Filsafat Ilmu:Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan Kerangka

Teori Ilmu Pengetahuan, 1999.

Muhajir. Integrasi Filosofik Ilmu dengan Wahyu: Pengembangan Metodologi Telaah Ilmu

Masa Depan. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002

Saifullah idris, Fuad Ramli. Dimensi Filsafat Ilmu Dalam Diskursus Integrasi Ilmu, 2016. Thoyyar, Huzni. “Model-Model Integrasi Ilmu Dan Upaya Membangun Landasan Keilmuan

Islam.” Adabiyah jurnal Pendidikan Islam 1 (2012): 1–30. http://diktis.kemenag.go.id/acis/ancon06/makalah/Makalah Husni Thoyyar.pdf.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, secara sederhana dapat diartikan bahwa asbabul wurud adalah sebab-sebab datangnya sebuaah hadis. Artinya ilmu ini membahas mengenai sebab mengapa suatu hal

Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke

1) Perbedaan pendapat tentang valid – tidaknya suatu teks dalil syar’i tertentu sebagai hujjah (tentu saja ini tertuju kepada teks hadits, yang memang ada yang shahih

1) Peluruhan alpha adalah jenis peluruhan radioaktif dimana inti atom yang memancarkan partikel alpha, dan dengan demikian mengubah (meluruh) menjadi atom dengan nomor massa 4

Pada gambar c, kamera menggunakan Lensa yang memiliki panjang fokus panjang (300mm) sehingga lensa itu akan memberikan sudut pandang kecil dan bayangan benda menjadi besar dari

Dan dalam pembahasan tersebut harus mempertimbangkan faktor – faktor penentu kepribadian yang beragam dari faktor genetis hingga faktor yag secara luas seperti faktor

 Ilmu nasikh dan mansukh adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang bermakna kontradiktif antara satu hadits dengan hadits lainnya yang diantaranya

Seseorang tidak bisa melihat suatu benda yang seharusnya dapat dilihat dengan mata normal, itu bertanda mata orang tersebut mengalami gangguan berupa kelainan pada