• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012 TESIS. Oleh NURHAFNI /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012 TESIS. Oleh NURHAFNI /IKM"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012. TESIS. Oleh. NURHAFNI 107032229/IKM. PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012. Universitas Sumatera Utara.

(2) PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012. TESIS. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) Dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Oleh. NURHAFNI 107032229/IKM. PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012. Universitas Sumatera Utara.

(3) Judul Tesis. : PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Nurhafni Nomor Induk Mahasiswa : 107032229 Program Studi : S2 Imu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi. Menyetujui Komisi Pembimbing. (Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) Ketua. (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si) Anggota. Dekan. (Dr. Drs. Surya Utama, M.S). Tanggal Ujian : 04 Agustus 2012. Universitas Sumatera Utara.

(4) Telah diuji Pada Tanggal : 04 Agustus 2012. PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota. : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si 2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes. Universitas Sumatera Utara.

(5) PERNYATAAN. PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012. TESIS. Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.. Medan, Oktober 2012. Nurhafni 107032229/IKM. Universitas Sumatera Utara.

(6) ABSTRAK. Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah permasalahan sosial yaitu fenomena anak jalanan, perilaku beresiko anak jalanan dan perilaku seks bebas di kalangan remaja pengamen jalanan. Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalanan bertambah setiap hari di seluruh dunia bahkan di Indonesia, di kota besar maupun di kota-kota kecil. Perilaku beresiko seksual pengamen jalanan rentan terhadap resiko kesehatan reproduksi dan seksual termasuk pelecehan seksual, kekerasan seksual dan penyimpangan seksual yang dapat mengakibatkan HIV/AIDS dan PMS (Penyakit Menular Seksual) lainnya, penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza), minuman beralkohol serta kriminal atau kejahatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat Etnografi (Ethnography) yang bertujuan untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian. Peneliti menggunakan perspektif emik yaitu peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para informan dan diungkapkan sesuai dengan fakta, bahasa dan pandangan informan. Penelitian di laksanakan di Simpang Aksara Medan, dengan jumlah informan 7 orang. Analisis data dilakukan menggunakan teknik triangulasi data yaitu : Data Reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data), Conclusion Drawing (Verification). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja pengamen jalanan di Simpang Aksara Medan lebih rentan terhadap penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza) serta minuman beralkohol, keseluruhan informan pernah minum tuak, menggunakan ganja yang di hisap dengan rokok, ngelem serta penyalahgunaan obat-obatan (Benzodiazepin) atau pil koplo dengan dosis tinggi seperti Dekstrometorfan, Trihexyphenidyl, Somadril Compositum dan Tramadol yang di konsumsi melebihi dosis yang dianjurkan, Berbagai alasan informan menjadi anak jalanan adalah di pukuli orangtua, orangtua sering bertengkar, orangtua bercerai, karena ekonomi dan ingin bebas. Berdasarkan hasil penelitian di sarankan kepada Dinas sosial Kota Medan supaya menjalankan suatu kebijakan konkrit mengurangi persoalan yang dialami anak jalanan. Masalah ini adalah ekses dari sebuah manajemen pembangunan yang tidak benar, seperti memberi ruang bagi kebutuhan anak jalanan , memberi media untuk menggali potensi kreativitas anak jalanan.. Kata Kunci : Perilaku Beresiko Seksual, Anak Jalanan, Remaja, Pengamen Jalanan. Universitas Sumatera Utara.

(7) ABSTRACT. The increase in human value is related to many factors; one of them is the social problems of the phenomena of street teenagers, their risky behavior, and free sex among the singing-beggar teenagers. The phenomena of the street teenagers become a global and alarming issue. The number of street teenagers become increasing from day to day, either in big cities or in small ones throughout the world, including Indonesia. Their sexual risk behavior will cause them to be vulnerable to their health reproduction and sexual risks, including sexual harassment, sexual strife, and sexual deviation. All these things will cause HIV/AIDS and other PMSs (sexually transmitted diseases), drug addiction or addictive substance (Napza), alcoholic, and crime. The research used qualitative and ethnographic method which was aimed to understand the phenomena experienced by the subjects of the study. The researcher used ethnic perspective by gathering data which comprised of detailed accounts of the informants (the respondents) who expressed their accounts in their own dialects and ideas. The research was conducted at Simpang Aksara, Medan, with seven respondents. The data were analyzed by using triangulation data technique: reduction data, display data, and conclusion drawing (verification). The results of the research showed that singing beggar teenagers at Simpang Aksara, Medan, were more vulnerable to using narcotics or additive substance (Napza) and alcohol beverages. All respondents had drunk tuak (fermented coconut milk), smoked ganja (mariyuana) mixed with cigarettes, become intoxicated by drug (Benzodiazepine) or pil koplo (tranquillizers used as narcotics) with high dosage, such as Dekstrometorfan, Trihexyphenidyl, Somadril Compositum, and Tramadol in over-dosage usage. They became street youngsters because of being beaten by their parents, quarreling, divorced parents, economic problem, and having a desire to be free. It is recommended that the Social Affairs Service in Medan should make a concrete policy in decreasing the problems of street youngsters. These problems come from the excess of wrong development management; therefore, they should be given the opportunity to fulfill their needs, and their potential creativity should be developed.. Keywords: Sexual Risk Behavior, Street Youngsters, Singing Street. Universitas Sumatera Utara.

(8) KATA PENGANTAR. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan Rahmat serta Karunia Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Perilaku Berisiko Seksual Remaja Pengamen Jalanan di Kota Medan Tahun 2012”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M, Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.. 2.. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.. 3.. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.. Universitas Sumatera Utara.

(9) 4.. Dr. Ir Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.. 5.. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku ketua komisi pembimbing I.. 6.. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku anggota komisi pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis.. 7.. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes dan selaku penguji I tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan tesis ini.. 8.. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku penguji II tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan tesis ini.. 9.. Rasyid Ridho Nst, SSTP selaku Camat di Kecamatan Medan Tembung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Kecamatan Medan Tembung.. 10. Para staf pengajar dan staf administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 11. Para anak jalanan dan anak punk di Simpang Aksara Medan. 12. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Abdul Manaf Rambe (Alm) dan Ibunda Lomo Sari Siregar (Alm) atas jasanya sehingga penulis selalu mendapatkan pendidikan terbaik, serta keluarga penulis. Universitas Sumatera Utara.

(10) (Mangarahon Rambe, Juniati Rambe, Mukrizal Rambe, Samsir Rambe (Alm), Rita Irawati Rambe, Darwin Rambe) yang telah memberikan dorongan secara moril dan materil. 13. Untuk suami tercinta Andri Putra Harahap yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam, setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan selama dalam penulisan tesis ini, teristimewa untuk putri kecilku Raisya Alifa Harapan serta keluarga besar penulis. (Erwin Harahap dan Bang Eri) terima kasih atas dukungan dan. pengertiannya. 14. Terima kasih juga kepada rekan-rekan Mahasiswa/i Angkatan 2010 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Khususnya Peminatan Kesehatan Reproduksi Ruang “C”. Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.. Medan, Oktober 2012. Nurhafni 107032229/IKM. Universitas Sumatera Utara.

(11) RIWAYAT HIDUP. Nurhafni, lahir di desa Parinduhan kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 8 Oktober 1980. Anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Abdul Manaf Rambe (Alm) dan Ibunda Lomo Sari Siregar (Alm) dan telah menikah dengan Andri Putra Harahap. Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 010097 Kisaran. selesai pada tahun 1993, Kemudian. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Kisaran selesai tahun 1996. Melanjutkan pendidikan Menengah Atas di SMU Negeri 1 Batang Toru selesai tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan pada Politehnik Kesehatan Negeri Medan Jurusan Kesehatan Gigi selesai pada tahun 2003. Dan pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Tahun 2008 sampai sekarang bekerja sebagai Staf Pengajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar-Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S2 di Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.. Universitas Sumatera Utara.

(12) DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK ................................................................................................... i ABSTRACT .................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1.2. Permasalahan .......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 1 1 9 10 10. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1. Defenisi Remaja ....................................................................... 2.2. Defenisi Anak Jalanan ............................................................. 2.3. Faktor-faktor Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan........... 2.4. Pengamen Jalanan ................................................................... 2.5. Pengertian Perilaku ................................................................. 2.6. Perilaku Seksual ...................................................................... 2.7. Perilaku Berisiko Seksual Pengamen Jalanan ........................ 2.8. Alur Pikir Sementara Penelitian ............................................... 11 11 13 15 17 18 26 27 35. BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................ 3.1. Jenis Penelitian ........................................................................ 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 3.2.1. Lokasi Penelitian ............................................................. 3.2.2. Waktu Penelitian ............................................................. 3.3. Pemilihan Informan .................................................................. 3.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 3.4.1. Data Primer ..................................................................... 3.4.2. Data Sekunder ................................................................ 3.5. Metode Analisis Data ................................................................ 36 36 37 37 37 38 38 38 39 39. BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................... 43 4.1. Gambaran Daerah Penelitian ................................................... 43 4.2. Karakteristik Informan .............................................................. 43. Universitas Sumatera Utara.

(13) 4.3. Matriks Pengetahuan Informan ................................................ 4.3.1. Pengetahuan Informan tentang Pelecehan Seksual ....... 4.3.2. Pengetahuan Informan tentang Penyimpangan Seksual 4.3.3. Pengetahuan Informan tentang Kekerasan Seksual ...... 4.3.4. Pengetahuan Informan tentang Minuman Beralkohol .. 4.3.5. Pengetahuan Informan tentang Penyalahgunaan Napza 4.3.6. Pengetahuan Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya ........................................................................... 4.4. Matriks Sikap Informan ........................................................... 4.4.1. Sikap Informan terhadap Kasus Pelecehan Seksual ...... 4.4.2. Sikap Informan terhadap Kasus Penyimpangan Seksual ........................................................................................ 4.4.3. Sikap Informan terhadap Kasus Kekerasan Seksual ..... 4.4.4. Sikap Informan tentang Minuman Beralkohol .............. 4.4.5. Sikap Informan tentang Penyalahgunaan NApza .......... 4.4.6. Sikap Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya .. 4.5. Matriks Tindakan Informan ..................................................... 4.5.1. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Pelecehan Seksual ......................................................... 4.5.2. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Penyimpangan Seksual .................................................. 4.5.3. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Kekerasan Seksual ........................................................ 4.5.4. Tindakan Informan Apakah Pernah Minum Alkohol ... 4.5.5. Tindakan Informan Apakah Pernah Menggunakan Napza.............................................................................. 4.6. Matriks Faktor Pendorong Menjadi Anak Jalanan .................. 4.6.1. Alasan Menjadi Anak Jalanan ....................................... 4.6.2. Apakah Kehidupan di Jalanan Keras ............................. 4.6.3. Alasan Betah Hidup di Jalanan ..................................... 4.6.4. Alasan tidak Ingin Keluar dari Kehidupan Jalanan ........ 45 45 46 48 49 50. BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................. 5.1. Karakteristik Informan ............................................................. 5.2. Pengetahuan Informan ............................................................. 5.2.1. Pengetahuan Informan tentang Pelecehan Seksual ....... 5.2.2. Pengetahuan Informan tentang Penyimpangan Seksual 5.2.3. Pengetahuan Informan tentang Kekerasan Seksual ...... 5.2.4. Pengetahuan Informan tentang Minuman Beralkohol .. 5.2.5. Pengetahuan Informan tentang Penyalahgunaan Napza 5.2.6. Pengetahuan Informan tentang HIV/AIDS dan PMS Lainnya ......................................................................... 5.3. Sikap Informan .......................................................................... 74 74 75 75 76 77 78 79. 52 52 53 53 54 55 57 58 59 59 60 61 62 64 67 67 69 70 72. 80 82. Universitas Sumatera Utara.

(14) 5.3.1. Sikap Informan terhadap Kasus Pelecehan Seksual ...... 5.3.2. Sikap Informan terhadap Kasus Penyimpangan Seksual .......................................................................... 5.3.3. Sikap Informan terhadap Kasus Kekerasan Seksual ..... 5.3.4. Sikap Informan tentang Minuman Beralkohol .............. 5.3.5. Sikap Informan tentang Penyalahgunaan Napza ........... 5.3.6. Sikap Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya .. 5.4. Tindakan Informan ................................................................... 5.4.1. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Pelecehan Seksual ......................................................... 5.4.2. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Penyimpangan Seksual .................................................. 5.4.3. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Kekerasan Seksual ........................................................ 5.4.4. Tindakan Informan Apakah Pernah Minum Alkohol .... 5.4.5. Tindakan Informan Apakah Pernah Menggunakan Napza .............................................................................. 5.5. Faktor Pendorong Menjadi Anak Jalanan ................................ 5.5.1. Alasan Menjadi Anak Jalanan ....................................... 5.5.2. Kehidupan Jalanan itu Keras .......................................... 5.5.3. Alasan Betah Hidup Dijalanan ....................................... 5.5.4. Alasan tidak Ingin Keluar dari Kehidupan Jalanan ....... 5.6. Abstraksi Informan .................................................................. 5.6.1. Abstraksi Pengetahuan Informan .................................... 5.6.2. Abstraksi Sikap Informan ............................................... 5.6.3. Abstraksi Tindakan Informan ......................................... 5.6.4. Faktor Pendorong Menjadi Anak Jalanan ....................... 82 83 84 85 86 87 88 88 89 90 91 92 100 100 102 103 104 105 105 106 107 109. BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 110 6.1. Kesimpulan ........................................................................ 110 6.2. Saran .................................................................................. 112 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 113 LAMPIRAN .................................................................................................. 119. Universitas Sumatera Utara.

(15) DAFTAR TABEL No.. Judul. Halaman. 4.1.. Tabel Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik Pengetahuan . 44. 4.2.. Matriks Pengetahuan Informan tentang Pelecehan Seksual .............. 46. 4.3.. Matriks Pengetahuan Informan tentang Penyimpangan Seksual ...... 47. 4.4.. Matriks Pengetahuan Informan tentang Kekerasan Seksual ............. 48. 4.5.. Matriks Pengetahuan Informan tentang Minuman Beralkohol ......... 49. 4.6.. Matriks Pengetahuan Informan tentang Penyalahgunaan Napza ...... 50. 4.7.. Matriks Pengetahuan Informan tentang HIV/AIDS dan PMS Lainnya .............................................................................................. 52. 4.8.. Matriks Sikap Informan terhadap Kasus Pelecehan Seksual ............. 53. 4.9.. Matriks Sikap Informan terhadap Kasus Penyimpangan Seksual ..... 54. 4.10. Matriks Sikap Informan terhadap Kasus Kekerasan Seksual ............ 55 4.11. Matriks Sikap Informan tentang Minuman Beralkohol .................... 56 4.12. Matriks Sikap Informan tentang Penyalahgunaan Napza ................. 57 4.13. Matriks Sikap Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya ......... 58 4.14. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Pelecehan Seksual .............................................................................................. 59 4.15. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Penyimpangan Seksual ...................................................................... 60 4.16. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Kekerasan Seksual .............................................................................................. 61 4.17. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Minum Alkohol .......... 63 4.18. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Menggunakan Napza .. 65. Universitas Sumatera Utara.

(16) 4.19. Matriks Alasan Menjadi Anak Jalanan ............................................. 67 4.20. Matriks Apakah Kehidupan di Jalanan Keras ................................... 69 4.21. Matriks Alasan Betah Hidup di Jalanan ............................................ 70 4.22. Matriks Alasan tidak Ingin Keluar dari Kehidupan Jalanan ............. 73. Universitas Sumatera Utara.

(17) DAFTAR GAMBAR No. 2.8.. Judul. Halaman. Alur Pikir Penelitian ....................................................................... 35. Universitas Sumatera Utara.

(18) DAFTAR LAMPIRAN No.. Judul. Halaman. 1.. Pedoman Wawancara (Indepth Interview) ......................................... 119. 2.. Dokumen Penelitian ........................................................................... 122. 3.. Drug List .............................................................................................. 127. 4.. Surat-surat Izin Penelitian .................................................................. 130. Universitas Sumatera Utara.

(19) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah permasalahan sosial yang selalu dibicarakan adalah fenomena anak jalanan, perilaku berisiko anak jalanan dan perilaku seks bebas di kalangan remaja pengamen jalanan. Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalan bertambah setiap hari di seluruh dunia bahkan di Indonesia, di kota besar maupun di kota-kota kecil. UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) Lebih dari satu dekade yang lalu, memperkirakan bahwa sekitar 100 juta anak dan remaja tumbuh dewasa di jalan-jalan kota besar (UNICEF, 1989). Dapat meningkatkan kemiskinan, perang, kelaparan dan penyakit terjadi secara tunggal atau dalam kombinasi telah secara substansial meningkatkan jumlah ini. Anak jalanan ini banyak terdapat di Kenya, dan seluruh Afrika (Ayuku, 2003). Berdasarkan data dari Dinas Sosial DKI Jakarta, jumlah anak jalanan pada tahun 2009 sebanyak 3.724 orang, tahun 2010 meningkat menjadi 5.650 orang, dan pada tahun 2011 ini juga meningkat menjadi 7.315 orang (Kompas, 2011). Data dari Yayasan Cinta Anak Bangsa juga menunjukkan bahwa jumlah anak. Universitas Sumatera Utara.

(20) terlantar di Indonesia ada sekitar 3,3 juta anak dan 160.000 diantaranya adalah anak jalanan (kppri, 2010). Perilaku kesehatan reproduksi anak jalanan perlu mendapat perhatian serius mengingat sebagian atau seluruh waktu anak jalanan dihabiskan di jalan, mereka kurang peduli terhadap pentingnya kesehatan reproduksi mereka sendiri. Akses layanan kesehatan yang baik bagi anak jalanan lebih sedikit dibandingkan masyarakat normal, hal tersebut mempengaruhi gaya perilaku kesehatan mereka. Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi perhatian pada beberapa tahun terakhir ini karena beberapa alasan: ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja muncul ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja. Kelompok populasi remaja sangat besar, saat ini lebih dari separuh populasi dunia berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun (Adjie, 2010). Menurut Sarwono (2003), Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Perilaku berisiko seksual pengamen jalanan rentan terhadap resiko kesehatan reproduksi dan seksual termasuk pelecehan seksual, kekerasan seksual dan penyimpangan seksual yang dapat mengakibatkan HIV/AIDS dan PMS. Universitas Sumatera Utara.

(21) (Penyakit Menular Seksual) lainnya, penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza) serta kriminal atau kejahatan (Hidayat, 2011). Di Amerika Serikat, infeksi menular seksual pada remaja usia 15–17 tahun dan dewasa muda 18–24 tahun merupakan kelompok usia penderita IMS yang tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain. Dari berbagai publikasi oleh Chacko, dkk. 2004, mengemukakan bahwa prevalensi klamidia pada wanita usia 15-24 tahun di klinik keluarga berencana (KB) adalah: 3,0 - 14,2% dan gonore 0,1% - 2,8%. Di Thailand, pada 1999 Paz-Bailey, dkk. melakukan penelitian di tiga sekolah kejuruan di Propinsi Chiang Rai. Mereka melaporkan bahwa dari 359 remaja wanita usia 15–21 tahun yang telah melakukan hubungan seksual, dengan pemeriksaan laboratorium polymerase chain reaction (PCR), 22 orang (6,1%) positif terinfeksi klamidia dan 3 orang (0,3%) terinfeksi gonore. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan seksual yang menimpa anak jalanan sepanjang 2008 meningkat 30% menjadi 1.555 kasus atau 4,2 kasus per hari dari 1.194 kasus pada 2007. Menurut catatan Dinas Sosial DKI Jakarta sedikitnya ada 4.023 anak jalanan yang tersebar di 52 wilayah di Jakarta (kppri, 2010). Kasus demi kasus kejahatan seksual tehadap anak jalanan mulai muncul ke permukaan, yang dapat mengakibatkan korban luka dan trauma kejiwaan terus memanjang. Pertengahan tahun 2002, Kepolisian Resort Kota Besar Semarang berhasil mengungkap perilaku cabul terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh Agus Heri Purnomo alias Heri Kawat (23 tahun). Lebih mengerikan, pelaku. Universitas Sumatera Utara.

(22) mengenalkan korban pada dunia narkotik dan obat-obat berbahaya kepada para korbannya. Seluruh korban yang berprofesi sebagai pengamen disodomi di berbagai lokasi. Heri mengaku pernah disodomi lelaki dewasa ketika masih berusia 15 tahun. Pengalaman pahit itulah yang membuatnya berbuat sama pada anak-anak kecil. Pada kasus di Pekanbaru Riau pada 2003-2006, yaitu pencabulan oleh Peter W Smith, seorang warga Australia yang berprofesi sebagai guru bahasa Inggris. Korbannya lebih dari 50 anak jalanan. Kejahatan seksual terhadap anak juga dilakukan oleh APS alias Abang Kacamata, 24 tahun, di Jakarta Utara, lelaki 24 tahun itu telah melakukan sodomi sebanyak 22 kali terhadap 15 anak jalanan di wilayah Jakarta Utara. Kasus sodomi dilakukan oleh Babe alias Baekuni, 49 tahun. Selain melakukan sodomi, Babe juga terbukti memutilasi anak-anak jalanan yang menolak disodomi. Seperti pelaku sodomi lain, kebiasaan Babe untuk menyodomi bocah ini berpangkal dari trauma masa lalu. Saat merantau ke Jakarta, Babe yang juga menjadi anak jalanan pada 1970-an pernah menjadi korban sodomi. Rasa trauma itu membekas. Tapi setelah dia menjadi korban, dia malah mencari korban anak-anak jalanan yang lain. Melakukan praktek seks menyimpang dengan anak kecil pun menjadi kebiasaannya (Utami, 2011). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, alasan anak bekerja adalah karena membantu pekerjaan orangtua (71%), dipaksa membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan. Universitas Sumatera Utara.

(23) karena ingin hidup bebas, untuk uang jajan, mendapatkan teman, dan lainnya (33%) (Pardede, 2008). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang disahkan melalui Peraturan Presiden No. 7/2005, maka program KRR merupakan salah satu program prioritas dalam pembangunan nasional. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja secara eksplisit dinyatakan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi remaja, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dan mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang (Wilopo, 2006). Hasil dari penelitian Hidayat (2010) di kota Semarang adalah anak jalanan memiliki sikap, perilaku dan pengetahuan yang rendah tentang kesehatan reproduksi. Hal ini disebabkan kontak sosial anak jalanan cenderung terbatas pada lingkungan jalanan dan memiliki sedikit sekali waktu untuk kontak dengan lingkungan keluarga dan sekolah, pengetahuan anak jalanan bersumber dari informasi yang diperoleh di jalanan. Kehidupan tersebut menyebabkan anak jalanan membentuk pengetahuan mereka sesuai dengan apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan mereka rasakan di jalanan. Layanan sosial kesehatan yang bisa diakses sangat sedikit sehingga semakin menjadi kendala masuknya informasi kepada anak jalanan (Hidayat, 2011) Menurut artikel yang ditulis oleh Ajik Suharti dan Sarwanto penelitian di Semarang menemukan lebih dari 50 % anak jalanan (n = 37) pernah melakukan. Universitas Sumatera Utara.

(24) hubungan seksual pra nikah. Anak perempuan mempunyai persentase yang lebih tinggi dari pada anak laki-laki. Bahkan ada yang menjadi Pekerja Seks Komersil (PSK) dengan imbalan uang dan non uang (diajak jalan-jalan, makan di restoran, ke diskotik). Sebagian besar melakukannya secara heteroseksual. Cara melakukan hubungan seksual bervariasi, yaitu secara oral seks, vaginal seks (paling banyak) dan anal seks (sodomi). Frekuensi hubungan seksual 3-4 kali per bulan bahkan ada yang 7-8 kali per bulan. Pasangan hubungan seksual adalah pacar, teman, WTS jalanan. Di antara mereka ada yang terkena PMS dan tidak berobat karena biaya berobat mahal (Wahyu Nurhajadmo, 1999).. Suatu studi dari 50 anak. jalanan usia 12-21 tahun, sebanyak 25% anak jalanan yang berpasangan melakukan hubungan seksual. Sebanyak 4% responden menderita PMS (Salim, 2000) Sebanyak 31% anak jalanan laki-laki dan 36,5% anak jalanan perempuan pernah melakukan hubungan seksual. Sebanyak 7,8% anak jalanan dijadikan PSK (Yayasan Duta Awam, 1997). Studi lain menunjukkan sebanyak 28% anak jalanan dijadikan PSK (Pusat Studi Wanita UNDIP, 1998). Yayasan Amelia yang menangani pendidikan anak jalanan di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara menerangkan bahwa dari 100 anak jalanan yang dilayani hampir semua pernah mengalami kasus sodomi. Sodomi ini dilakukan dengan sesama anak jalanan atau orang lain yang lebih tua (Republika, 2 April 1996). Hasil penelitian sebuah LSM di Medan terhadap 40 anak jalanan melaporkan hal serupa. Anak jalanan tersebut banyak mengalami perlakuan seksual yang semena-mena seperti sodomi, oral seks, dan perkosaan (Sumardi, 1996).. Universitas Sumatera Utara.

(25) Salah satu faktor yang menyebabkan remaja turun ke jalan menjadi pengamen jalanan adalah kemiskinan atau faktor ekonomi. Pada bulan September tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara yaitu 1421,4 jiwa dengan persentase sebesar 10,83%. (BPS Provinsi Sumut Tahun 2011). Adapun jumlah penduduk miskin di kota Medan pada tahun 2008 adalah 217,30 jiwa atau 10,43%, tahun 2009 adalah 200,40 jiwa atau 9,58%, tahun 2010 adalah 212,30 jiwa atau 10,05% (BPS Provinsi Sumut Tahun 2011). Berdasarkan Data Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara bahwa jumlah anak jalanan di Sumut tahun 2008 berjumlah 2267 jiwa, tahun 2009 berjumlah 2.099 jiwa dan tahun 2010 berjumlah 2948 jiwa sedangkan di Kota Medan tahun 2008 berjumlah 63 jiwa, tahun 2009 berjumlah 75 jiwa dan tahun 2010 berjumlah 663 jiwa. Jumlah remaja pada tahun 2009 (usia 15-19) tahun berjumlah 214496 atau 10.11 % dari keseluruhan jumlah total penduduk kota Medan yaitu 2121053 jiwa (BPS Propvinsi Sumut tahun 2009, 2010 dan 2011). Merebaknya anak jalananan telah menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah maupun masyarakat para pengguna jalan. Anak jalanan yang selalu merusak keindahan kota Medan, anak jalanan yang mengganggu ketertiban lalu lintas ataupun anak jalanan biang keonaran. Keberadaan anak jalanan merupakan bentuk dari ketidakberhasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan mereka dan kegagalan Negara dalam menjamin terlaksananya Konvensi Hak Anak (Handayani, 2009).. Universitas Sumatera Utara.

(26) Komitmen dan perhatian Pemerintah Kota (Pemko) Medan terkait anak jalanan masih sangat minim. Karena itu Pemko didesak menjalankan suatu kebijakan konkrit mengurangi persoalan yang dialami anak jalanan. Masalah ini adalah ekses dari sebuah manajemen pembangunan yang tidak benar, ada beberapa indikator yang menunjukkan tidak ada kejelasan penanganan anak jalanan di kota Medan. Pertama, tidak ada regulasi konkrit yang berpihak. Terbukti, rata-rata peraturan daerah (perda) atau keputusan yang dibuat isinya tidak memberi ruang bagi kebutuhan anak jalanan. "Mal dan plaza dibangun sesuka hati. Tapi tidak ada hutan kota, taman, dan media untuk menggali potensi kreativitas anak jalanan. Kedua, ada stigma yang terus dibangun bahwa anak jalanan itu sampah. Kotoran yang harus dibuang. "Cara mengatasi anak jalanan adalah dengan kekerasan atau represif melalui razia atau sweeping yang dilakukan Satpol PP, ditangkap, digiring, dan dibawa ke dinas sosial, lalu dibebaskan kembali tanpa adanya pembinaan yang jelas, tidak memiliki perencanaan strategis menangani anak jalanan ini. Pemko Medan tidak memiliki data pasti berapa jumlah anak jalanan di kota Medan”. Tidak ada upaya melakukan inventarisasi. Angka-angka ini suatu saat bisa bergerak naik. Sebab, anak-anak jalanan yang beranjak dewasa akan diganti dengan yang baru. Untuk meminimalisir persoalan anak jalanan yang harus dilakukan : Pertama adalah jangan memakai cara kekerasan. Anak jalanan adalah kelompok yang membutuhkan perlindungan khusus, rentan terhadap intimidasi, tidak mempunyai akses dan power, sehingga harus ada proteksi terhadap mereka.. Universitas Sumatera Utara.

(27) Kedua, Pemko Medan harus memberikan ruang sosial agar mereka bisa berinteraksi, mempunyai pendamping, dan jika ada masalah ada yang mendengarkan, seperti konsep rumah singgah yang dapat untuk menuangkan kreatifitas. Kalau mempunyai talenta bermain musik, melukis, dan menari, maka disediakan tempatny (Rizky, 2010). Dengan melihat fenomena-fenomena tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian secara kualitatif tentang bagaimana perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan, sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam mencari pemecahan masalah remaja yang bekerja sebagai pengamen di Indonesia pada umumnya, dan di kota medan pada khususnya.. 1.2. Permasalahan Kasus demi kasus kejahatan seksual tehadap anak jalanan semakin meningkat dan mulai muncul ke permukaan, yang dapat mengakibatkan korban luka dan trauma kejiwaan terus memanjang, para pelaku pernah mengalami pelecehan seksual, kekerasan seksual dan penyimpangan seksual ketika masih anak-anak atau remaja. Pengalaman pahit yang dialaminya membuatnya berbuat sama pada anak jalanan. Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian: “Perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan tahun 2012”.. Universitas Sumatera Utara.

(28) 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis secara kualitatif perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan tahun 2012.. 1.4. Manfaat Penelitian 1.. Sebagai bahan masukan dan informasi tentang gambaran perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan.. 2.. Bagi remaja pengamen jalanan khususnya dan masyarakat pada umumnya, sebagai bahan masukan agar mencari pekerjaan yang lebih layak atau menggali potensi kreativitas yang ada pada diri anak jalanan tersebut serta tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak moral generasi muda di masa yang akan datang.. 3.. Bagi ilmu pengetahuan dalam penelitian ini adalah sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut masalah yang sama dimasa mendatang.. Universitas Sumatera Utara.

(29) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Defenisi Remaja Mendefenisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yaitu usia 10-19, merupakan masa yang khusus dan penting. Karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (FKM-UI, 2002; Sarwono, 2002). Pada masa remaja terjadi perubahan fisik (organobiologik) secara cepat, yang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental-emosional). Perubahan yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja yang mengalaminya. Karena itu merekan memerlukan pengertian, bimbingan dan dukungan di lingkungan di sekitarnya, dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang sehat baik jasmani, maupun mental psikhososial. Dalam lingkungan sosial tertentu, masa remaja bagi pria merupakan saat diperolehnya kebebasan, sementara untuk remaja wanita merupakan saat mulainya segala bentuk pembatasan. Pada masa yang lalu, anak gadis mulai dipingit ketika. Universitas Sumatera Utara.

(30) mereka mulai mengalami haid. Walaupun dewasa ini praktek seperti itu telah jarang ditemukan. Namun perlakukan terhadap remaja pria dan wanita diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja, agar masalahnya dapat tertangani secara tuntas (FKM-UI, 2002). Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1. Remaja awal (early adolescence) (10-12 tahun) Seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotic. Kepekaan berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. 2. Remaja madya (middle adolescence) (13-15 tahun) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramairamai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialistis, dan. Universitas Sumatera Utara.

(31) sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis. 3. Remaja akhir (late adolescence) (16-19 tahun) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu: a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. c. Terbentuk identitas seksual yang akan berubah lagi. d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2002).. 2.2. Defenisi Anak Jalanan Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Definisi anak jalanan adalah anak di bawah usia delapan belas tahun yang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di jalanan.. Universitas Sumatera Utara.

(32) Penggunaan istilah anak jalanan berimplikasi pada dua pengertian yang harus dipahami. Pertama, pengertian sosiologis, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok anak yang keluyuran di jalan-jalan. Masyarakat mengatakan sebagai kenakalan anak, dan perilaku mereka dianggap mengganggu ketertiban sosial. Kedua, pengertian ekonomi, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok anak yang terpaksa mencari nafkah di jalanan karena kondisi ekonomi orangtua yang miskin (Nugroho, 2000; Bagong, 1999). UNICEF membagi anak jalanan dalam tiga kategori yaitu: anak-anak yang menghuni jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan anak-anak keluarga jalanan. Ada sejumlah faktor utama yang diyakini menyebabkan atau memperburuk, masalah anak jalanan termasuk: faktor ekonomi, hubungan keluarga, tingkat pendidikan orangtua rendah, jumlah keluarga besar, migrasi dari desa ke kota, perang dan bencana alam. Secara garis besar anak jalanan dibedakan ke dalam tiga kelompok : 1. Children On the Street (Anak Jalanan yang bekerja di jalanan), yakni anakanak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orangtua mereka. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orangtuanya. 2. Children of the street (Anak Jalanan yang hidup dijalanan), yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.. Universitas Sumatera Utara.

(33) Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial-emosional, fisik maupun seksual. 3. Children from families of the street atau children in street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti (Bagong, 1999, Boaten, 2008).. 2.3. Faktor–faktor yang Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan seperti: kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orangtua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orangtua. Kombinasi dari faktor-faktor ini seringkali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri dijalanan. Kadangkala pengaruh teman atau kerabat juga ikut menentukan keputusan untuk hidup dijalanan. Pada batas-batas tertentu, memang tekanan. Universitas Sumatera Utara.

(34) kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh orangtuanya (Bagong, 1999). Menurut Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, sebagai berikut: 1. Tingkat Mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarga. Sebab-sebab yang bisa diidentifikasikan dari anak adalah lari dari rumah (sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orangtua yang terbiasa dengan menggunakan kekerasan (sering menampar, memukul, menganiaya karena kesalahan kecil) jika sudah melampaui batas toleransi anak, maka anak cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup dijalanan, disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah atau disuruh putus sekolah, dalam rangka bertualang, bermain-main atau diajak teman. Sebab-sebab yang berasal dari kelurga adalah terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, kondisi psikologis seperti ditolak orangtua, salah perawatan dari orangtua sehingga mengalami kekerasan di rumah (child abuse) kesulitan berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari orangtua. Permasalahan atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini saling terkait satu sama lain.. Universitas Sumatera Utara.

(35) 2. Tingkat Meso (underlying cause), yaitu faktor agar berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur disini dianggap sebagai kelas masyarakat, dimana masyarakat itu ada yang miskin dan kaya. Bagi kelompok keluarga miskin anak akan diikut sertakan dalam menambah penghasilan keluarga). Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan ialah pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga, oleh karena itu anak-anak diajarkan untuk bekerja pada masyarakat lain. Pergi ke kota untuk bekerja adalah sudah menjadi kebiasaan masyarakat dewasa dan anak-anak (berurbanisasi). 3. Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat yang sangat menentukan, dalam hal ini sebab banyak waktu di jalanan, akibatnya akan banyak uang). Sebab yang dapat diidentifikasikan secara ekonomi adalah membutuhkan modal dan keahlian besar. Untuk memperoleh uang yang lebih banyak mereka harus lama bekerja dijalanan dan meninggalkan bangku sekolah (Siregar, 2004).. 2.4. Pengamen Jalanan Pengamen adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara bernyanyi atau memainkan alat musik di muka umum dengan tujuan menarik perhatian orang lain dan mendapatkan imbalan uang atas apa yang mereka lakukan.. Universitas Sumatera Utara.

(36) Definisi Pengamen itu sendiri, awalnya berasal dari kata amen atau mengamen (menyanyi, main musik, dsb) untuk mencari uang. Amen/pengamen (penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan mengadakan pertunjukkan di tempat umum). Jadi pengamen itu mempertunjukkan keahliannya di bidang seni. Seorang pengamen tidak bisa dibilang pengemis, karena perbedaannya cukup mendasar. Seorang pengamen yang sebenarnya harus betul-betul dapat menghibur orang banyak dan memiliki nilai seni yang tinggi. Sehingga yang melihat, mendengar atau menonton pertunjukkan itu secara rela untuk merogoh koceknya, bahkan dapat memesan sebuah lagu kesayangannya dengan membayar mahal (Suswandari, 2000). Pengamen adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dengan cara menyanyikan lagu baik menggunakan alat maupun tidak. Sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalan atau tempat-tempat umum lainnya, tidak atau bergantung dengan keluarga, dan mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dijalanan.. 2.5. Pengertian Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Green, 2000).. Universitas Sumatera Utara.

(37) Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus. Skinner membedakan perilaku menjadi dua : a.. Perilaku tertutup (Covert Behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.. b.. Perilaku terbuka (Overt Behavior) Repon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Skinner dalam Notoatmodjo (2001) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon : 1) Respondent response atau reflexive respon Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour. 2) Operant respons atau instrumental respon Respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforsing stimuli atau reinforcer.. Universitas Sumatera Utara.

(38) Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Menurut Quin, Anderson, dan Finkelstein bahwa ada 4 tingkatan dari pengetahuan yang perlu dikenal: 1. Pengetahuan kognitif (know-what) yang berasal dari pelatihan dasar dan sertifikasi. 2. Keahlian lanjutan (know-how) yang menerjemahkan buku pelajaran menjadi eksekusi yang efetif. 3. Pemahaman sistem (know-why) yang berasal dari dua tingkatan di atas ditambah kemampuan untuk memimpin suatu intuisi pelatihan. 4. Aktifitas yang berasal dari motivasi sendiri (care-why) yang mendorong kelompok-kelompok kreatif untuk menjadi kelompok yang terbaik dengan menggunakan kemampuan yang maksimal. Menurut Quin, Anderson, dan Finkelstein bahwa tiga tingkatan yang pertama terdapat pada system-sistem didalam organisasi seperti basis-basis data, teknologi dan sistem prosedur operasional, sedangkan yang ke empat hanya ada diperoleh melalui kultur dari organisasi (Wiranata, 2000). Bloom (1980) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni: a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor).. Universitas Sumatera Utara.

(39) Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang merupakan pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling tendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyakatan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. b. Memahami (comprehension). Universitas Sumatera Utara.

(40) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus. dapat. menjelaskan,. menyebutkan. contoh,. menyimpulkan,. meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalkan dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi. c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggukan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitunganperhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.. Universitas Sumatera Utara.

(41) e. Sintesis (synthesis) Sintesis menuju kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebabsebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya. 2. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesedian untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan. Universitas Sumatera Utara.

(42) merupakan reaksi terbuka atau tingkat laku yang terbuka. Sikap merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan. a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (valuing) Mengajarkan orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.. Universitas Sumatera Utara.

(43) 3. Praktik atau Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan. a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama b. Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. c. Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. d. Adopsi (adooption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannyatanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Menurut Green (2000), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor : 1. Faktor predisposisi (predidposing factors) yaitu faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu perilaku.. Universitas Sumatera Utara.

(44) 2. Faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku. 3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (Notoatmodjo, 2007).. 2.6. Perilaku Seksual Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2002).. 2.7. Perilaku Berisiko Seksual Pengamen Jalanan Kehadiran remaja pengamen jalanan merupakan masalah yang meresahkan saat ini, dan perlu penanganan yang efektif. Rentannya anak jalanan terhadap terhadap resiko kesehatan reproduksi dan seksual termasuk pelecehan seksual, kekerasan seksual, penyimpangan seksual yang dapat menyebabkan penyakit menular seksual, seperti GO, sifilis dan HIV/AIDS disebabkan oleh kurangnya kesadaran mereka akan bahaya penyakit menular yang mematikan tersebut ,. Universitas Sumatera Utara.

(45) pengaruh dan tekanan kelompok yang mengakibatkan anak jalanan minum alkohol, merokok, dan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif (Napza), rentan juga terhadap penyakit infeksi, seperti ISPA, diare, tifus, hepatitis, dan kulit maupun rawan masalah gizi serta kriminal atau kejahatan seperti mencopet, mencuri, merampas, memeras bahkan merampok hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mereka rasa kurang. A. Pelecehan Seksual Menurut Mboiek, (1992:1) dan Stanko (1996:56) yang di kutip oleh Kinasih pengertian pelecehan seksual adalah suatu perbuatan yang biasanya dilakukan laki -laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual, yang tidak disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruk lainnya. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Sanistuti (dalam Daldjoeni,1994:4), pelecehan seksual adalah semua tindakan seksual atau kecenderungan bertindak seksual yang bersifat intimidasi nonfisik (kata-kata, bahasa, gambar) atau fisik (gerakan kasat mata dengan memegang, menyentuh, meraba, mencium) yang dilakukan seorang lakilaki atau kelompoknya terhadap perempuan atau kelompoknya (Kinasih, 2007). B. Kekerasan Seksual Tindakan yang mengarah keajakan atau desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauangurauan yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan. Universitas Sumatera Utara.

(46) melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin atau seks korban dengan keadaan fisik maupun memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak sesuai, merendahkan, menyakiti dan melukai korban. Bentuk kekerasan seksual seperti melakukan hubungan seksual secara paksa terhadap anak, meraba -raba alat kelamin, memegang dada yang tidak dikehendaki oleh korban, dipeluk dan dicium secara paksa dan penganiayaan secara emosional seperti penggunaan katakata kasar yang di maksudkan untuk menjatuhkan harga diri anak. Menurut Kaplan dan Sadock (1997) tindak kekerasan seksual pada anak jalanan adalah tindakan dibawah paksaan terhadap anak untuk melakukan aktivitas. seksual,. kekerasan. seksual. adalah. perbuatan. yang. disengaja. menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik atau emosional. Istilah child abuse berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orangtua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak. Menurut Rahima (2005) kekerasan fisik yang dialami anak jalanan baik laki-laki maupun perempuan sangat banyak antara lain tamparan, pemukulan, pencekikkan,. lemparan. benda. keras,. penyiksaan. menggunakan. senjata,. pengrusakan alat kelamin, penganiayaan dan pembunuhan (Rambe, 2009). C. Penyimpangan Seksual Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang dialami seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak. Universitas Sumatera Utara.

(47) wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Berikut ini macam-macam bentuk penyimpangan seksual: 1. Homoseksual Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang “mencari” pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak. 2. Sadomasokisme Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual. 3. Ekshibisionisme Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan. Universitas Sumatera Utara.

(48) kehendaknya. Bila korban terkejut, merasa jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi. 4. Voyeurisme Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual. 5. Fetishisme Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta. Universitas Sumatera Utara.

(49) pasangannya. untuk. mengenakan. benda-benda. favoritnya,. kemudian. melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut. 6. Pedophilia/Pedophil/Pedofilia/Pedofil Pedophilia Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks/kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur. 7. Bestially Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya. 8. Incest Incest Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengan anak lakilaki. 9. Necrophilia/Necrofil Necrophilia/Necrofil Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat/orang mati. 10. Zoophilia Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan. 11. Sodomi Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.. Universitas Sumatera Utara.

(50) 12. Frotteurisme/Frotteuris Frotteurisme Yaitu suatu bentuk kelainan seksual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek/menggosokgosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik/umum seperti di kereta, pesawat, bis dan lain-lain. (Sarwono, 2002; Suyatno, 2009) D. Minuman Beralkohol Alkohol adalah zat penekan susuan syaraf pusat meskipun dalam jumlah kecil mungkin mempunyai efek stimulasi ringan. Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah atau umbi umbian. Di Indonesia penjualan minuman beralkohol di batasi dan yang boleh membeli adalah mereka yang telah berumur 21 tahun. Beberapa etnik di Indonesia menggunakan minuman beralkohol pada acara tertentu dalam jumlah yang sedikit. Mereka juga memproduksi minuman beralkohol dengan nama yang bermacam ragam misalnya : tuak, minuman cap tikus, ciu dan lain-lain (Widianti, 2007). Terdapat 4 kelompok determinan dari penyalahgunaan alkohol (sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan) yang mana peranannya sangat kompleks dan saling terkait satu sama lainnya. •. Sosial Penggunaan alkohol sering kali didasari oleh motif-motif sosial seperti meningkatkan prestige ataupun adanya pengaruh pergaulan dan perubahan gaya hidup. Selain itu faktor sosial lain seperti sistem norma dan nilai. Universitas Sumatera Utara.

(51) (keluarga dan masyarakat) juga menjadi kunci dalam permasalahan penyalahgunaan alkohol. •. Ekonomi Masalah penyalahgunaan alkohol bisa ditinjau dari sudut ekonomi. Tentu saja meningkatnya jumlah pengguna alkohol di Indonesia juga dapat diasosiasikan dengan faktor keterjangkauan harga minuman beralkohol (import atau lokal) dengan daya beli atau kekuatan ekonomi masyarakat. Dan secara makro, industri minuman beralkohol baik itu ditingkat produksi, distribusi, dan periklanan ternyata mampu menyumbang porsi yang cukup besar bagi pendapatan negara (tax, revenue dan excise).. •. Budaya Melalui sudut pandang budaya dan kepercayaan masalah alkohol juga menjadi sangat kompleks. Di Indonesia banyak dijumpai produk lokal minuman beralkohol yang merupakan warisan tradisional (arak, tuak, badeg, dll) dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan alasan tradisi. Sementara bila tradisi budaya tersebut dikaitkan dengan sisi agama dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah kaum muslim yang notabene melarang konsumsi alkohol, hal ini tentu saja menjadi sangat bertolak belakang.. •. Lingkungan Peranan. negara. dalam. menciptakan. lingkungan. yang. bersih. dari. penyalahgunaan alkohol menjadi sangat vital. Bentuk peraturan dan regulasi. Universitas Sumatera Utara.

(52) tentang minuman beralkohol, serta pelaksanaan yang tegas menjadi kunci utama penanganan masalah alkohol ini. Selain itu yang tidak kalah penting adalah peranan provider kesehatan dalam mempromosikan kesehatan terkait masalah alkohol baik itu sosialisasi di tingkat masyarakat maupun advokasi pada tingkatan decision maker. D. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (Napza) Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Widianti, 2007). Napza pada mulanya ditemukan dan dikembangkan untuk pengobatan dan penelitian. Tujuannya adalah untuk kebaikan manusia. Namun berbagai jenis obat tersebut kemudian disalahgunakan untuk mencari kenikmatan sementara atau mengatasi persoalan sementara (Wilopo, 2006). Penyalahgunaan narkoba (drugs abuse) adalah suatu pemakaian nonmedical atau ilegal barang haram yang dinamakan narkoba (narkotika dan obatobat adiktif) yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan produktif manusia pemakaiannya. Manusia pemakai narkoba bias dari berbagai kalangan, mulai dari level ekonomi tinggi hingga rendah, para penjahat, ibu-ibu rumah tangga, bahkan sekarang sudah sampai ke sekolah-sekolah yang jelas-jelas terdiri dari para generasi muda, bahkan lebih khusus lagi anak dan remaja. Berbagai jenis narkoba. Universitas Sumatera Utara.

(53) yang mungkin disalah gunakan adalah tembakau, alcohol, obat-obat terlarang, dan zat-zat yang dapat memberikan keracunan, misalnya yang dihisap dari asapnya. Penyalangunaan narkoba dapat menyebabkan kebergantungan zat narkoba, jika dihentikan maka si pemakai akan sakau/withdrawal. Lama kelamaan generasi muda itu bergantung kepada zat-zat tersebut dan sukar untuk melepaskan diri karena mereka telah kecanduan (ketergantungan narkoba). Jika sudah demikian maka generasi muda yang sudah bergantung pada zat-zat narkoba akan apa saja bangaimana mendapatkan uang, baik secara halal maupun haram seperti mencuri, merampok, mencopet dan sebagainya (Willis, 2010).. 2.8.Alur Pikir Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukan di atas, maka kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Umur Jenis Kelamin Tingkat pendidikan. Lama Menjadi Anak Lama Menjadi Anak Jalanan Perilaku Seksual Remaja Pengamen Jalanan. Jalanan Pendapatan Perhari Tempat Tinggal Status Perkawinan Orangtua Di kordinasi atau tidak Pengetahuan Sikap Tindakan. Pelecehan seksual Kekerasan seksual Penyimpangan seksual Minuman alkohol Penyalahgunaan Napza Menyebabkan HIV / AIDS dan PMS lainnya. Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian. Universitas Sumatera Utara.

(54) BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat Etnografi (Ethnography) yang bertujuan untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan lain-lain. Data dalam penelitian kualitatif dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan kepada informan sekaligus melakukan pengamatan terhadap informan dan lingkungannya. Penelitian ini berusaha memberikan gambaran tentang perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan (Afifuddin dan Saebani, 2009). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Instrumen penelitian adalah peneliti sebagai (human instrument), Buku catatan, tape recorder dan kamera. Peneliti menggunakan perspektif emik yaitu peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para informan dan diungkapkan sesuai dengan fakta, bahasa dan pandangan informan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan. Peneliti berusaha menggali pandangan mereka berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh informan.. Universitas Sumatera Utara.

(55) 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di persimpangan Aksara Medan Kecamatan Medan Tembung, yang berada di jalan H. M Yamin, jalan Williem Iskandar dan jalan Letda Sudjono. Letak Aksara dimana terdapat pasar Aksara, Ramayana Aksara dan pasar Bengkok, Keramaian dan kemacetan menjadi suatu lokasi yang strategis untuk mengais rezeki bagi anak jalanan. serta aktivitas anak jalanan hampir terlihat setiap hari. Melalui observasi yang dilakukan peneliti, mereka tinggal di rumah-rumah yang tidak ditempati (rumah kosong), kios kosong yang berada di pasar Bengkok, di emperan toko dan warung-warung. Peneliti mencoba berinteraksi secara kontiniu dengan informan, hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan hubungan yang lebih dalam antara peneliti dengan informan, sehingga penelitian ini dapat digali secara mendalam. 3.2.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai dari bulan januari sampai dengan bulan juni 2012. Penelitian diawali dengan penelusuran pustaka, survey pendahuluan, penyusunan proposal penelitian, kolokium (seminar proposal), penelitian ke lapangan, pengolahan dan analisis data, penyusunan hasil penelitian dan seminar hasil penelitian.. Universitas Sumatera Utara.

(56) 3.3. Pemilihan Informan Informan pada penelitian ini adalah anak jalanan yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.. Mengingat penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, maka Jumlah informan yang diambil berdasarkan azas kesesuaian dan kecukupan yaitu bila proses pengumpulan data sudah sesuai dan tidak ditemukan lagi variasi informasi, maka peneliti tidak perlu mencari informasi lagi. Peneliti akan terus mencari informasi yang diterima masih berubah-ubah (bervariasi) sampai diperoleh hasil yang sama.. 3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer Pengumpulan data dilakukan dengan data primer yang diperoleh secara langsung dari responden, dalam penelitian ini diakukan dengan melakukan survey, wawancara mendalam (indeph interview) tentang topik penelitian berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun peneliti , serta dokumentasi pada saat penelitian di lapangan. Alat yang digunakan pada saat wawancara adalah tape recorder. Data primer pada penelitian ini adalah data tentang perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan.. Universitas Sumatera Utara.

(57) 3.4.2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Laporan Tahunan BPS (Badan Pusat Statistik) dan Dinas Sosial Pemko Medan tahun 2011.. 3.5. Metode Analisis Data Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Dimana fokus penelitian ini akan berkembang setelah dilakukan penelitian dilapangan. Oleh karena itu peneliti dalam membuat proposal penelitian, fokusnya adalah ingin menemukan bagaimana perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan tahun 2012. Miles dan Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu Data Reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data), Conclusion Drawing (Verification). (Sugiono, 2009). Uji keabsahan data dilakukan dengan tehnik triangulasi data. Peneliti akan memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan harian observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan uji silang terhadap materi catatancatatan harian wawancara dan catatat harian observasi. Jika ada perbedaan informasi atau informasi tidak relevan, peneliti akan menelusuri sumber perbedaan tersebut pada informan dan sumber-sumber lainnya. Proses triangulasi. Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian Lama Menjadi Anak

Referensi

Dokumen terkait

(b) pada masing-masing model pembelajaran, manakah prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa yang lebih baik, kecerdasan logis matematika, visual,

Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas, menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Penelitian dilakukan 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 tindakan. Teknik

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan konsep bilangan dan lambang bilangan melalui permainan balok angka dalam mengembangkan kognitif anak di PAUD Nurul Hidayah. Penelitian

Hitung tegangan yang dibangkitkan oleh mesin 4 kutub yang berputar pada kecepatan 1000 rpm, jika fluksi per kutub 10 milliweber dan jumlah penghantar jangkar 250 dalam

Ezyload Nusantara Surabaya dalam 8 bulan terakhir mulai bulan Mei – Desember 2010 menunjukkan telah terjadi kecenderungan penurunan jumlah pelanggan (counter) yang melakukan

Penggunaan teknologi dengan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu) pada padi, selanjutnya disebut teknologi PTT, pada pertanaman padi sawah seluas 2,0 juta ha

[r]