• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu : 1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

Sudjana (1989: 22) menyimpulkan “Pengertian hasil belajar dalam hal ini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia melaksanakan pengalaman belajarnya”.

Pengertian tersebut maka dapat dikaji bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

(2)

2.1.2 Belajar Matematika

Arsyad (2002:1) menyimpulkan belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dan lingkungannya.

Hudoyo (1990: 3) menyimpulkan “matematika berkenaan dengan ide (gagasan- gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak”.

Teori-teori belajar matematika : 1) Teori Belajar Bruner

Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 1990: 48) “belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu”. Cara penyajian harus disesuaikan dengan derajat berpikir anak dan membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga tahap yaitu:

(1) Tahap Enaktif.

(2) Tahap Ikonik.

(3) Tahap Simbolik.

Pembelajaran agar dapat mengembangkan keterampilan anak dalam mempelajari suatu pengetahuan, maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh/ optimal jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam model tiga tahapan tersebut, yaitu: tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.

2) Teori Belajar Dienes

Dienes (dalam Nyimas Aisyah dkk: 2007: 2-13) berpendapat bahwa “pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah- misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan diantara struktur-struktur”. Belajar dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu:

(1) Permainan Bebas (Free Play).

(2) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games).

(3)

(3) Permainan Kesamaan Sifat (Searching For Communalities).

(4) Permainan Representasi (Representation).

(5) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization).

(6) Permainan dengan Formalisasi (Formalization).

Permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik.

3) Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne (dalam Nyimas Aisyah dkk: 2007: 3-9) “objek belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung”. Tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar yang disebut kapabilitas. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan pada puncak membentuk suatu piramida. Kapabilitas menurut teori belajar ini dikategorikan menjadi lima, yaitu:

(1) Informasi Verbal.

(2) Keterampilan Intelektual.

(3) Strategi Kognitif.

(4) Sikap.

(5) Keterampilan Motorik

Suherman (2003:43) menyimpulkan belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait dengan konsep- konsep dan struktur-struktur.

Belajar matematika pada hakikatnya adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan dari individu lain atau dari lingkungan.

2.1.3 Pembelajaran Matematika di SD

Suyitno (2004:2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.

(4)

Matematika merupakan mata pelajaran yang cukup mendasar, hampir di setiap jenjang pendidikan diajarkan. Beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.

a) Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).

b) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral c) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.

d) Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran konsistensi.

(Suherman dkk, 2003:68).

Menurut Sugandi (2004:10-12). Prinsip pembelajaran yang bersumber dari teori behavioristik yaitu pembelajaran dapat menimbulkan proses belajar dengan baik bila (1) si belajar berpartismatematikasi secara aktif, (2) materi disusun dalam bentuk unitunit kecil dan diorganisir secara sistematis dan logis, dan (3) tiap respon si pebelajar diberi balikan dan disertai penguatan. agar anak mudah dan berhasil dalam belajar, dalam mengajar guru perlu memperhatikan, (1) prinsip aktivitas mental, (2) prinsip menarik perhatian, (3) prinsip penyesuaian perkembangan siswa, (4) prinsip appersepsi, (5) prinsip peragaan, dan (6) prinsip aktivitas motorik.

Pengembangan model pembelajaran dilakukan dengan pengembangan panduan pembelajaran yang selanjutnya diimplikasikan. Dengan tersusunnya paket panduan pelaksanaan pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan media pembelajaran diharapkan guru mampu menciptakan pembelajaran aktif yang kondusif sehingga akan : (1) memberi kesempatan kepada siswa SD lebih banyak memperoleh pengalaman belajar secara langsung; yaitu belajar dengan cara mencoba-coba dan mengalami sendiri; (2) mempermudah siswa memahami matematika. Sesuai dengan sifat matematika yang abstrak, pembelajaran matematika dengan pendayagunaan media pembelajaran akan menyajikan pembelajaran dari konkret (dengan bantuan alat peraga) – semi abstrak (dengan model gambar) – abstrak (konsep); (3) menyeragamkan gambaran atau persepsi siswa tentang sesuatu (konsep) yang dipelajari; (4) memberikan motivasi siswa untuk selalu belajar matematika.

Pembelajaran matematika dengan pendayagunaan media pembelajaran dapat dilaksanakan dengan variasi/pendekatan/teknik. Pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan dengan demonstrasi oleh guru, tetapi juga oleh siswa. Dengan bimbingan guru,

(5)

siswa menemukan sendiri konsep/prinsip, siswa diberi kesempatan bekerja dengan kelompoknya. Dengan bernyanyi atau bermain siswa belajar/menerapkan konsep/prinsip matematika, siswa tidak merasa bosan, tetapi termotivasi .

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif

Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong-royong atau cooperative learning adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan faktor yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah.

Slavin (1995) menyatakan pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep ini dengan temannya. Didalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil, saling membantu satu sama lain.

Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja sama dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama di dalam kelompoknya, keterampilan kooperatif dibedakan 3 tingkatan, yaitu:

1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi menggunakan kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalam kelompok, berada dalam tugas, mendorong partismatematikasi, memancing orang lain untuk berbicara, menyelesaikan tugas pada waktunya, dan menghormati perbedaan individu.

2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya membuat ringkasan, menafsirkaan, mengatur dan mengorganisir, memeriksa ketepatan, menerima tanggungjawab, dan mengurangi ketegangan.

(6)

3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menuntut kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dalam pemberlajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie: 2002: 30) menyatakan untuk mencapai hasil maksimal, lima unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu:

(1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

(2) Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Jika tugas dan pola pemikiran dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik.

(3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.

Kegiatan interaksi ini akan memberikan para siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.

(4) Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pebelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

(5) Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevalusi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama lebih efektif. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok,

(7)

melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.

2.1.5 Tujuan pembelajaran kooperatif

Pada awalnya pengembangannya, pembelajaran kooperatif dimaksudkan untuk mengembangkan nilai-nilai demokrasi, aktivitas peserta didik, perilaku kooperatif dan menghargai pluralism. Akan tetapi sebenarnya aspek akademis juga masuk didalamnya walaupun tidak tersirat.

Arends ( 1989 ) menyatakan setidaknya terdapat tiga tujuan yang dapat dicapai dari pembelajaran kooperatif yaitu :

1. peningkatan kinerja prestasi akademik.

2. Penerimaan terhadap keragaman ( suku, social, budaya, kemampuan, dsb ) 3. Ketrampilan bekerjasama atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Tujuan pertama yaitu membantu peserta didik memahami konsep-konsep yang sulit.

Dengan strategi kooperatif diharapkan terjadi interaksi antar peserta didik untuk saling member pengetahuannya dalam memecahkan suatu masalah yang disajikan guru sehingga semua peserta didik akan lebih mudah memahami berbagai konsep. Tujuan kedua yaitu membuat suasana penerimaan terhadap sesame peserta didik yang berbeda latar belakang misalnya suku, social, budaya, dan kemampuan. Hal ini meberi kesempatan yang sama kepada semua peserta didik terlepas dari latar belakang serta menciptakan kondisi untuk bekerjasama dan saling ketergantungan yang positive satu sama lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Tujuan ketiga yaitu mengajarkan ketrampilan bekerjasama atau kolaborasi dalam memecahkan permasalahan. Ketrampilan ini sangat penting bagi peserta didik sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat. Selain itu, para peserta didik belajar untuk saling menghargai satu sama lain.

2.1.6 Penerapan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran

Arends (1989) mengidentifikasi sintaks umum dalam pembelajaran kooperatif seperti yang tertera pada tabel berikut:

(8)

Fase / tahapan umum medel pembelajaran kooperatif

No Fase Perilaku guru

1 Menyediakan objek dan perangkat Guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangjat pembelajaran 2 Menghadirkan / menyajikan informasi Guru menghadirkan / menyajikan informasi untuk peserta didik baik secara prestasi verbal ataupun dengan tulisan

3 Mengorganisasi peserta didik dalam belajar kelompok

Guru menjelaskan pada peserta didik bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok belajar ketika mereka sedang bekerja meyelesaikan tugas bersama

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok menyajikan hasil kajiannnya

6 Mengenali prestasi Guru mencari cara untuk mengenali baik usaha dan prestasi individu juga kelompoknya dan memberi penghargaan terhadap usaha- usaha kelompok maupun individu

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada penelitian yang dilakukan antara lain:

1) Kegiatan awal

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

b. Memberi motivasi kepada siswa.

(9)

2) Kegiatan Inti

a. Menyajikan dan menjelaskanan materi yang di bahas.

b. Memandu siswa membuat kelompok dan mengatur tempat duduk.

c. Memfasilitasi lembar kerja siswa/bahan-bahan diskusi.

d. Membagikan bahan-bahan diskusi kelompok pada setiap kelompok.

e. Meminta siswa menyelesaikan tugas dalam kelompok.

f. Membantu siswa yang mengalami kesulitan.

g. Mengamati kerja sama tiap anggota kelompok.

h. Menjadi moderator dalam tanggapan, pertanyaan dan masukan dalam kegiatan presentasi hasil kerja kelompok.

i. Memberi penguatan terhadap materi yang sudah dibahas.

3) Kegiatan akhir

a. Memberikan kuis/evaluasi

b. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.

c. Memberikan tugas rumah

d. Melakukan perbaikan dan pengayaan 2.1.7 Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

Bilangan pecahan adalah bilangan yang jumlahnya kurang atau lebih dari bilangan utuh. Bilangan pecahan sangat erat hubungannya dengan satuan maka metode mengajarkan bilangan pecahan ini perlu sekali bantuan visualisasi dengan satuan.

Pecahan adalah bagian dari bilangan rasional yang dapat di tulis dalam bentuk b a

dengan a dan b bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu : (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal,(3) pecahan campuran, (4) pecahan persen.

Penelitian Tindakan Kelas ini mengambil pokok bahasan operasi hitung pecahan.

Dengan rincian materi sebgai berikut:

(1) Penjumlahan Pecahan Biasa

a. Penjumlahan pecahan biasa dengan penyebut yang sama

(10)

Rumus =

+

=

Contoh =

+

=

Pembilang dijumlahkan dengan pembilang (2 + 3) Penyebut tidak dijumlahkan karena nilainya sama.

(2) Pengurangan Pecahan Biasa

a. Pengurangan pecahan biasa dengan penyebut sama Rumus =

=

Contoh =

= =

Apabila penyebutnya sama, pembilang bisa langsung dikurangkan.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan kongkrit dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah pernah dilakukan, akan tetapi berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan ini, diantaranya adalah:

Rifnawati. D. (2006) dalam judulnya “Usaha meningkatkan hasil belajar pada soal cerita melalui pemanfaatan Media Kartu dengan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada pokok bahasan operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SD Sekaran 01 Semarang. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan hasil belajar pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan dengan nilai rata – rata kelas adalah 5,83 dengan ketuntasan klasikal 47,36 %. Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus II diperoleh hasil belajar pada siklus I diperoleh nilai rata – rata kelas 8,3 dengan ketuntasan klasikal 87,5 %.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah

(11)

dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai.

Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari suku atau agama yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok darmatematikada masing-masing individu.

Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial. Secara garis besar pembelajaran kooperatif sangat mempengaruhi terhadap peningkatan hasil belajar siswa terutama hasil belajar Matematika siswa kelas III SD Negeri 2 Kedungrejo.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian dari kerangka teoritis maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan: penerapan pembelajaran Kooperatif diduga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas III SD Negeri 2 Kedungrejo Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012.

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan teknik Myofascial Release Technique pada pemberian intervensi Microwave Diathermy (MWD) dan Ultrasound (US) lebih baik dari penambahan teknik Stretching

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Secara keseluruhan sistem larik sensor gas dapat bekerja dengan baik dalam memonitor

Component-Based Software Engineering (CBSE) adalah proses yang menekankan perancangan dan Component-Based Software Engineering (CBSE) adalah proses yang menekankan

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian adalah untuk mengetahui tingkat produktivitas tenaga kerja pada proyek peningkatan jalan Jurusan Raja- Maunori, Kabupaten

Tremblay battery model adalah beberapa pemodelan yang dikembangkan oleh Oliver Tremblay dan kawan-kawan [4] Langkah terpenting dalam pemodelan ini adalah penentuan parameter

Dalam pelayananya, masyarakat selaku pelanggan sangatlah heterogen yaitu tingkat pendidikannya maupun perilakunya. Setiap pelayanan publik memang diperlakukan

Kualitas Pengembangan Multimedia Penelitian ini juga telah menghasilkan produk pengembangan berupa multimedia pembelajaran berbasis flash pada mata pelajaran Bahasa