5 2.1. Kajian Teori
2.1.1 Hakikat IPA SD
Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang, IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Ditingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh perserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi 4 aspek, yaitu (1)Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan (2)Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. (3)Energi dan perubahannya meliputi:
gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana (4)Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Tujuan IPA itu sendiri adalah menguasai pengetahuan IPA, memahami dan menerapkan konsep IPA, menerapkan keterampilan proses, dan mengembangkan sikap. Tujuan penilaian ini sejalan dengan tiga ranah dalam kerangka kurikulum IPA seperti ditunjukkan di bawah:
a. Penilaian Pengetahuan, pemahaman dan penerapan konsep IPA b. Penilaian Keterampilan dan Proses
c. Penilaian karakter dan sikap (sikap ilmiah)
Penjelasan ketiga jenis penilaian tersebut di atas adalah sebagai berikut:
A. Penilaian Pengetahuan, Pemahaman dan Penerapan Konsep IPA
Penilaian pengetahuan IPA merupakan produk dari pembelajaran IPA.
Penilaian ini bertujuan untuk melihat penguasaan peserta didik terhadap fakta, konsep, prinsip, dan hukum-hukum dalam IPA dan penerapannya dalam kehidupan. Peserta didik diharapkan dapat menggunakan pemahamannya tersebut untuk membuat keputusan, berpartisipasi di masyarakat, dan menanggapi isu-isu lokal dan global.
B. Penilaian Keterampilan Proses
Penilaian dilakukan tidak hanya terhadap produk, tetapi juga proses.
Penilaian proses IPA dilakukan terhadap keterampilan proses IPA, meliputi keterampilan dasar IPA dan keterampilan terpadu tingkat awal.
Keterampilan proses IPA dasar meliputi observasi, inferensi, melakukan pengukuran, menggunakan bilangan, klasifikasi, komunikasi, dan prediksi. Di samping itu, peserta didik mulai diperkenalkan dengan kemampuan melakukan percobaan sederhana dengan dua variabel atau lebih untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel. Peserta didik juga dilatih
mengkomunikasikan hasil belajarnya melalui berbagai bentuk sepeti debat, diskusi, presentasi, tulisan, dan bentuk ekspresif lainnya.
C. Penilaian sikap
Penilaian sikap ilmiah meliputi sikap objektif, terbuka, tidak menerima begitu saja sesuatu sebagai kebenaran, ingin tahu, ulet , tekun, dan pantang menyerah. Selain itu, kemampuan bekerjasama, bertukar pendapat, mempertahankan pendapat, menerima saran, dan kemampuan sosial lainnya dapat juga dilakukan melalui pembelajaran IPA.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan.
2.1.2 Metode Pembelajaran Discovery
Metode penemuan (discovery) diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga metode penemuan (discovery) merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.
Menurut Hanafiah (2009) metode penemuan (discovery) merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku.
Menurut Johnson (Wasty Soemanto, 2003) discovery learning adalah usaha untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang lebih dalam.
Thorset, Petter (2002) mengungkapkan “discovery learning is a learning situation in which the principal content of what is to be learned is not given but
must be independently discovered by the student” (metode penemuan adalah situasi pembelajaran yang pada prinsipnya siswa tidak diberi pengetahuan akan tetapi siswa harus menemukan sendiri hal yang baru).
Dari beberapa pengertian tentang metode pembelajaran discovery, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Langkah-langkah pembelajaran discovery Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (Mohammad Takdir Ilahi, 2012) meliputi:
a. Stimulation
Guru mengajukan persoalan atau meminta siswa untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan.
b. Problem Statement
Dalam hal ini, siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Guru membimbing siswa untuk memilih masalah yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Kemudian, permasalahan yang dipilih tersebut harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis.
c. Data Collection
Untuk menjawab pertanyaan dan membuktikan hipotesis, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan datadan informasi yang dibutuhkan seperti, membaca literatur, mengamati objek, melakukan wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan lain sebagainya.
d. Data Processing
Semua informasi hasil bacaan wawancara observasi diklasifikasi dan ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu, serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
e. Verification
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek terlebih dahulu, apakah bisa terjawab dan terbukti dengan baik sehingga hasilnya akan memuaskan.
f. Generalization
Dalam tahap generalization, siswa belajar menarik kesimpulan dan generalisai tertentu.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002) metode pembelajaran discovery memiliki kelebihan antara lain:
a. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
c. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
d. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
e. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Selain kelebihan, Syaiful Bahri Djamarah juga menyatakan kekurangan metode pembelajaran discovery, yaitu:
a. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental
b. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
c. Metode ini kurang berhasil digunakan di kelas besar
d. Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila di ganti dengan metode penemuan (discovery)
e. Dengan metode penemuan (discovery) ini proses mental terlalu mementingkan proses pengertian saja atau pembentukan sikap dan keterampilan siswa
2.1.3 Hasil Belajar IPA
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar IPA
Hasil belajar sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil”
dan “belajar". Menurut Purwanto (2011) pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukanya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional, sedangkan belajar dilakukannya untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar.
Menurut Slameto (2003) dalam bukunya beliau menjelaskan “belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Dimyati dan Mudjiono (2006) menjelaskan bahwa ”hasil belajar merupakan hasil yang dicapai dalam bentuk angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar kepada siswa dalam waktu tertentu”.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Menurut Fowler IPA merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan yang didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi (H.W. Fowler et-al, 1951).
Sedangkan menurut Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas yang dikutip dari Carin dan Sund (2004) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Tujuan pembelajaran IPA
itu sendiri adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Tetapi pada penelitian ini dibatasi pada hasil belajar ranah kognitif saja karena masalah yang ada di kelas IV SD Negeri Samirono yakni rendahnya hasil belajar IPA ranah kognitif sehingga yang diteliti hanya hasil belajar IPA ranah kognitif.
2.1.3.2 Pengukuran Hasil Belajar IPA
Kegiatan penilaian dan pengujian pendidikan merupakan salah satu mata rantai yang menyatu terjalin di dalam proses pembelajaran siswa. Saifudin Azwar berpendapat tes sebagai pengukur prestasi sebagaimana oleh namanya, tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar.
Penilaian atau tes itu berfungsi untuk memperoleh umpan balik dan selanjutnya digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar, maka penilaian itu disebut penilaian formatif. Tetapi jika penilaian itu berfungsi untuk mendapatkan informasi sampai mana prestasi atau penguasaan dan pencapaian belajar siswa yang selanjutnya diperuntukkan bagi penentuan lulus tidaknya seorang siswa maka penilaian itu disebut penilaian sumatif
Berdasarkan segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tes dan non tes. Tes ada yangdiberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan) ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, ada tes tulisan (menuntut jawaban dalam bentuk tulisan), tes ini ada yang disusun secara obyektif dan uraian dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Non tes sebagai alat penilaiannya mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala sosiometri, studi kasus.
Menurut Daryanto (2007) “dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama”. Hasil belajar biasanya diberikan dalam bentuk nilai atau angka. Untuk mendapatkan hasil belajar bisa dilakukan dengan cara tes, bisa melalui ulangan, tugas dan sebagainya. Penelitian ini dibatasi pada hasil belajar ranah kognitif. Hasil belajar ranah kognitif merupakan salah satu hasil belajar dimana mengakibatkan suatu perubahan pada diri seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran
dalam hal berpikir seperti pengetahuannya bertambah, pemahamannya meningkat, dan sebagainya. Mengacu pada penjelasan-penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA adalah kemampuan kognitif yang diperoleh seseorang setelah seseorang melakukan kegiatan belajar berupa suatu produk.
2.2.1 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang penggunaan metode pembelajaran discovery juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Yohanes Andri Kristiawan (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran IPA dengan Metode Discovery di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil ulangan harian pada bab sifat-sifat cahaya yaitu 58,97% atau sebanyak 23 dari 39 siswa dengan nilai rata-rata 68,59. Sedangkan hasil tes siklus I menunjukkan 30 dari 39 siswa atau 76,92% dengan nilai rata-rata 75,77. Hasil tersebut masih harus diperbaiki pada siklus II karena belum mencapai indikator keberhasilan. Dari hasil tes siklus II menunjukkan 94,87% atau sebanyak 37 dari 39 siswa yang telah memenuhi standar keberhasilan dengan rata-rata nilai 86,28.
Hal ini menunjukkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan metode discovery dalam pembelajaran IPA kelas V di SDN Tingkir Tengah ini telah berhasil karena telah mencapai tujuan indikator keberhasilan yang ditentukan.
Murkati (2014) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Penerapan Model Pembelajaran “Inquiry Discovery” pada Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kajar Dawe, Kudus Semester 1 Tahun 2013/2014”, menemukan bahwa penerapan model pembelajaran inquiry discovery yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II dapat meningkatkan hasil belajar IPA Pada Siswa Kelas IV SDN 1 Kajar Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya hasil belajar siswa dari kondisi awal yang hanya mencapai 63,75, pada siklus I 71,25, siklus II telah mencapai 86,25 maka telah terjadi peningkatan rata-rata tiap siklus sebesar
11,25% dan ketuntasan belajar pada kondisi awal hanya 37,5%, siklus I, 68,75 % maka pada siklus II telah mencapai 93,75% artinya dari 16 siswa sebanyak 6 siswa tuntas pada kondisi awal, 11 siswa tuntas pada siklus I dan 15 siswa telah tuntas pada siklus II, sehingga hanya 1 siswa yang belum tuntas pada siklus II.
Pada ketuntasan belajar terjadi peningkatan hasil belajar IPA rata-rata tiap siklus sebesar 28,125%.
Selain penelitian tindakan kelas, Muntiana (2014) dalam penelitian eksperimennya yang berjudul “Perbedaan Pengaruh Pendekatan Inqury dengan Menggunakan Metode Discovery dan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus Muhammad Syafi'i Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012” juga menyatakan bahwa dari skor rata-rata hitung hasil belajar, siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery mempunyai skor rata-rata hitung 70,50. Siswa yang pembelajarannya menggunakan metode eksperimen mempunyai skor rata-rata hitung 61,47. Dari hasil uji t-test disimpulkan bahwa metode discovery lebih berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD N Sambongwangan 01 Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan di beberapa SD tentang upaya peningkatan hasil belajar IPA, dapat dilihat bahwa metode pembelajaran discovery berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA.
2.3.1 Kerangka berfikir
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Penerapan metode discovery bertujuan agar siswa terangsang untuk aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan suatu masalah. Selain itu, siswa diharapkan mampu mengemukakan pendapatnya dan menarik atau merumuskan kesimpulan. Tujuan-tujuan tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang akan meningkat.
2.4.1 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dapat dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut:
Penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV di SD Negeri Samirono semester II tahun pelajaran 2015/2016.