• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Ihsan Habiburrahman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Ihsan Habiburrahman"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KALANGAN MAHASISWA JURNALISTIK UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Ihsan Habiburrahman

1111051100036

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Undang (RUU) Pasal Penghinaan Presiden di TvOne terhadap Citra Presiden Joko Widodo di Kalangan Mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta, di bawah bimbingan Amirudin, M.Si.

Suatu berita yang disiarkan di televisi dapat menimbulkan berbagai respon dari masyarakat. Salah satunya berita Rancangan Undang-Undang (RUU) Pasal Penghinaan Presiden yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo. Pemberitaan yang ramai dibicarakan pada awal Agustus 2015 lalu juga tak jarang menjadi topik utama di stasiun televisi swasta, satu di antaranya adalah TvOne. Melalui salah satu programnya yaitu Apa Kabar Indonesia Pagi edisi 7 Agustus 2015, TvOne menghadirkan dua narasumber yaitu Ridwan Saidi dan Arswendo Atmowiloto. Mereka mengutarakan opini yang cenderung kontra terhadap tindakan Presiden Joko Widodo dalam mengajukan RUU yang pernah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 itu. Dengan adanya pendapat kedua tokoh tersebut tentu akan menghadirkan respon dari berbagai khalayak antara lain mahasiswa Jurnalistik dengan dasar-dasar ilmu jurnalisme yang dimiliki, serta mahasiswa non-Jurnalistik yang tidak memiliki dasar pengetahuan jurnalistik.

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh berita RUU Pasal Penghinaan Presiden terhadap citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik. Selain itu, penulis ingin membandingkan respon mahasiswa Jurnalistik dengan mahasiswa non-Jurnalistik. Hal tersebut dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada responden yaitu mahasiswa Jurnalistik angkatan 2013 dan mahasiswa non-Jurnalistik UIN Jakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Sampel dipilih dengan cara purposive sampling. Data yang terkumpul kemudian diolah dalam bentuk statistik deskriptif meggunakan software Microsoft Excel dan SPSS. Uji hipotesis dilakukan menggunakan analisis paired samples t-test..

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Stimulus Organism

Respons (S-O-R) yang dicetuskan oleh Robert Sessions Woodworth. Teori ini

berasumsi bahwa media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi yang menghasilkan reaksi. Media massa memberikan pesan yang diterima oleh khalayak dan menghasilkan tanggapan tertentu yang bisa bersifat positif maupun negatif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara berita RUU Pasal Penghinaan Presiden di TvOne terhadap citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik, dibuktikan dengan nilai signifikansi > dari 0.05. Sebaliknya, berita tersebut memiliki pengaruh yang signifikan di kalangan mahasiswa non-Jurnalistik, dengan nilai signifikansi < 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa Jurnalistik memiliki dasar pengetahuan jurnalisme yang cukup sehingga tak mudah terpengaruh dengan konstruksi realitas dalam berita RUU Pasal Peghinaan Presiden di TvOne.

(6)

ii

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, nikmat serta hidayahnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke masa yang terang benderang.

Skripsi ini penulis buat sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I). Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan membimbing penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta sebagai dosen pembimbing akademik.

2. Suparto, PhD, selaku Wakil Dekan 1 Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, MA, selaku Wakil Dekan 2 Bidang Administrasi Umum dan Dr. Suhaimi, M.Si, selaku Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

3. Kholis Ridho, M.Si, selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Musfirah Nurlaily, MA, selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, dan dosen-dosen Konsentrasi Jurnalistik yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

(7)

iii

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan.

5. Kedua orang tua Muhammad Thohir dan Kholifah, serta ketiga abang (aa) Muhammad Khoriq, Erwinsyah dan Oktavianto Dermawan yang selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT, memberikan semangat dan dorongan agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

6. Teman dekatku, Ririn Rismayanti, yang selalu bersedia menemani, memanjatkan doa serta memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu penulis agar skripsi ini dapat selesai dengan baik.

7. Teman-teman seperjuangan, Jurnalistik 2011 yang selalu mengingatkan bahwa hasil tidak akan pernah mengkhianati prosesnya.

8. Teman-teman KKN Aksara 2014 yang telah menjadi penyemangat selama berjuang bersama.

9. Adik mahasiswa Jurnalistik 2013 yang telah meluangkan waktu untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

10. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan siapapun yang membacanya. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang Selatan, 4 April 2016

(8)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR GRAFIK ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

1. Batasan Masalah... 5

2. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

D. Sistematika Penulisan ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Sejarah Penelitian Efek Media Massa ... 11

B. Teori Stimulus-Organism-Respons (S-O-R) ... 13

C. Pengaruh ... 15

D. Citra ... 16

1. Pengertian Citra ... 16

2. Pembentukan dan Perubahan Citra ... 16

3. Peran Media Massa Dalam Membangun Citra ... 18

(9)

v

F. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

(P3SPS)... 22

G. Kerangka Konseptual ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

B. Paradigma dan Pendekatan Penelitian ... 25

C. Metode Penelitian ... 27

D. Jenis Penelitian ... 28

E. Subjek dan Objek Penelitian ... 29

F. Populasi dan Sampel... 29

1. Populasi ... 29

2. Sampel ... 30

G. Teknik Penentuan Sampel ... 31

H. Variabel Penelitian ... 32

I. Hipotesis Penlitian ... 33

J. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34

K. Metode Pengumpulan Data ... 35

L. Instrumen Penelitian... 35

1. Uji Validitas ... 36

2. Uji Reliabilitas ... 38

M. Teknik Analisis Data ... 39

1. Uji Normalitas Kolmogrov – Smirnov ... 40

2. Mean/Rata-rata ... 40

3. Standar Deviasi ... 41

(10)

vi

Komunikasi ... 43

1. Sejarah Singkat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi ... 43

2. Visi dan Misi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi ... 44

B. Gambaran Umum Prodi Jurnalistik ... 45

1. Sejarah Singkat Prodi Jurnalistik ... 45

2. Visi dan Misi Prodi Jurnalistik ... 46

C. Profil tvOne ... 47

1. Visi dan Misi tvOne ... 48

2. Logo ... 49

3. Program tvOne ... 50

D. Program Apa Kabar Indonesia Pagi ... 51

E. Pasal 264 Rancangan Undang-undang Pasal Penghinaan Presiden ... 52

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 54

1. Validitas Instrumen Citra Presiden Joko Widodo ... 54

2. Reliabilitas Instrumen Citra Presiden Joko Widodo ... 57

B. Karakteristik Responden ... 57

1. Data Responden Berdasarkan Usia ... 57

2. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

3. Data Responden Berdasarkan Aktif Organisasi ... 60

C. Data Penggunaan Media/Media Exposure Responden ... 61

1. Deskripsi Frekuensi ... 61

2. Deskripsi Durasi ... 62

(11)

vii

3. Paired Samples T-Test ... 69 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN

(12)

viii

Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep Dalam Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Bobot Nilai Skala Likert ... 36

Tabel 3.3 Blue Print Dimensi Citra (sebelum validitas) ... 37

Tabel 3.4 Blue Print Dimensi Citra (setelah validitas) ... 38

Tabel 3.5 Tingkat Keandalan Alpha Cronbach ... 39

Tabel 5.1 Uji Validitas Citra ... 54

Tabel 5.2 Hasil Reliabilitas Citra ... 57

Tabel 5.3 Data Responden Berdasarkan Usia Mahasiswa Jurnalistik ... 58

Tabel 5.4 Data Responden Berdasarkan Usia Mahasiswa non-Jurnalistik... 58

Tabel 5.5 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa Jurnalistik 59 Tabel 5.6 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa non-Jurnalistik ... 60

Tabel 5.7 Data Aktif Organisasi Mahasiswa Jurnalistik ... 60

Tabel 5.8 Data Aktif Organisasi Mahasiswa non-Jurnalistik ... 61

Tabel 5.9 Data Frekuensi Menonton Berita TvOne Mahasiswa Jurnalistik .... 63

Tabel 5.10 Data Frekuensi Menonton Berita TvOne Mahasiswa non-Jurnalistik 64 Tabel 5.11 Durasi Menonton Berita TvOne Mahasiswa Jurnalistik ... 64

Tabel 5.12 Durasi Menonton Berita TvOne Mahasiswa non-Jurnalistik ... 65

Tabel 5.13 Normalitas Responden Mahasiswa Jurnalistik ... 66

Tabel 5.14 Normalitas Responden Mahasiswa non-Jurnalistik ... 66

Tabel 5.15 Perbandingan Nilai Mean Mahasiswa Jurnalistik ... 67

Tabel 5.16 Perbandingan Nilai Mean Mahasiswa non-Jurnalistik ... 68

Tabel 5.17 Paired Samples T-Test Mahasiswa Jurnalistik... 69

Tabel 5.18 Paired Samples T-Test Mahasiswa non-Jurnalistik ... 71

(13)

ix

Gambar 3.1 One-Group Pretest-Posttest Design ... 27

Gambar 4.1 Logo tvOne ... 49

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Teori Stimulus Organism Respon (S-O-R) ... 13

Bagan 2.2 Proses Pembentukan Citra ... 17

Bagan 2.3 Kerangka Konseptual ... 24

Bagan 3.1 Teknik Penentuan Sampel... 31

DAFTAR GRAFIK Grafik 5.1 Data Responden Berdasarkan Usia Mahasiswa Jurnalistik ... 57

Grafik 5.2 Data Responden Berdasarkan Usia Mahasiswa non-Jurnalistik ... 58

Grafik 5.3 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa Jurnalistik 59 Grafik 5.4 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa non-Jurnalistik ... 59

Grafik 5.5 Data Responden Berdasarkan Aktif Organisasi Mahasiswa Jurnalistik ... 60

Grafik 5.6 Data Responden Berdasarkan Aktif Organisasi Mahasiswa non-Jurnalistik ... 61

Grafik 5.7 Data Responden Berdasarkan Frekuensi Menonton Berita TvOne Mahasiswa Jurnalistik ... 62

Grafik 5.8 Data Responden Berdasarkan Frekuensi Menonton Berita TvOne Mahasiswa non-Jurnalistik ... 63

(14)

x

Grafik 5.10 Data Responden Berdasarkan Durasi Menonton Berita TvOne

Mahasiswa non-Jurnalistik ... 65 .

(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, media massa kian maksimal dalam menjalankan fungsinya. Terdapat lima fungsi media massa atau pers, yaitu informasi, edukasi, koreksi, rekreasi dan mediasi. Fungsi pertama dari lima fungsi pers adalah menyampaikan informasi yang aktual, faktual, akurat dan terpercaya kepada khalayak. Informasi yang disampaikan pers kepada khalayak seharusnya infomasi yang mendidik atau mengedukasi. Dengan kata lain pers harus mampu memerankan dirinya sebagai guru bangsa. Seperti yang dijelaskan oleh Wilbur Schramm bahwa bagi masyarakat, pers adalah watcher, teacher and forum atau pengamat, guru dan forum.

Fungsi pers yang ke tiga adalah koreksi. Pers adalah pilar demokrasi ke empat setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan tiga pilar demokrasi lainnya. Seperti yang dijelaskan Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung disalah gunakan secara absolut.1 Untuk itu pers mengemban fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat. Fungsi ke empat adalah rekreasi dan menghibur. Pers harus menjadi sahabat pembaca, pemirsa dan pendengar sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan. Yang terakhir adalah mediasi dan penghubung.

1

AS Haris Sumadiria. Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), Cet. Ke-2, h. 33.

(16)

Dengan fungsi mediasi, pers mampu menghubungkan peristiwa satu dengan yang lain atau orang yang satu dengan yang lain dalam waktu bersamaan.

Pada awal Agustus 2015 media massa nasional diramaikan dengan pemberitaan mengenai Rancangan Undang-Undangan (RUU) Pasal Penghinaan Presiden yang diberitakan disusun atas dasar usul Presiden Joko Widodo. Isi pasal 264 RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut berbunyi,

“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau

menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”2

Dari isi pasal di atas terlihat kebebasan pers dan demokrasi menjadi terganggu. Selain itu pasal tersebut cenderung berlawanan dengan fungsi pers sebagai penyampai informasi dan pengawas atau kontrol sosial. Hal tersebut disebutkan oleh Mahfud MD selaku mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 dalam program Indonesia Lawyers Club di TvOne pada 11 Agustus 2015 dengan tema “Bolehkah Presiden Dihina?”. Ia mengatakan bahwa acara semacam ILC pun dapat dilaporkan dengan pasal di atas. Sehingga dapat dikatakan pers tidak dapat berfungsi semestinya apabila pasal tersebut disahkan.

Pemberitaan mengenai pasal tersebut berkembang pesat di media massa baik cetak maupun elektronik. Televisi, radio, surat kabar dan media

online mengangkat pemberitaan RUU Pasal Penghinaan Presiden tersebut

2

http://politik.news.viva.co.id/news/read/656382-jokowi-ingin-pasal-penghinaan-presiden-dihidupkan-kembali. Diakses pada 31 Agustus 2015 pukul 14.58 WIB.

(17)

menjadi topik utama, salah satunya adalah TvOne. Stasiun televisi yang dahulu bernama Lativi itu menyiarkan pemberitaan mengenai Pasal Penghinaan Presiden tersebut dalam beberapa acara yang mereka miliki. Program acara itu adalah Kabar Petang pada 3 Agustus 2015, Negeri ½ Demokrasi pada 6 Agustus 2015, Apa Kabar Indonesia Pagi & Malam pada 7 Agustus, dan yang berdurasi paling panjang adalah Indonesia Lawyers Club edisi 11 Agustus 2015.

TvOne menayangkan pemberitaan tersebut dalam banyak acara sebagai topik utama. Hal ini menunjukkan bahwa isu tersebut penting untuk diketahui khalayak. Salah satu alasan yang menyebabkan pasal tersebut diperdebatkan oleh banyak pihak adalah bahwa pernah ada pasal serupa yang ditolak atau dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie kala itu.

Ada beberapa alasan pasal tersebut ditolak, misalnya karena dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan disalahartikan. Dalam pemberitaan di media massa, khususnya TvOne, Presiden Joko Widodo cenderung terlihat ingin “menghidupkan kembali” pasal yang sudah “dimatikan” oleh MK terdahulu. Hal tersebut menggambarkan pemberitaan di TvOne terlihat cenderung kontra pada Pasal Penghinaan Presiden tersebut walaupun tetap menghadirkan narasumber dari kubu yang pro atau setuju dengan adanya pasal itu.

Pada program Apa Kabar Indonesia Pagi edisi 7 Agustus 2015 TvOne menghadirkan Ridwan Saidi dan Arswendo Atmowiloto sebagai budayawan untuk mengutarakan pandangannya mengenai pasal ini. Menurut mereka

(18)

pemerintah seharusnya tidak perlu memikirkan hal seperti ini karena akan selalu ada hal semacam ini setiap waktu. Mereka juga berpendapat bahwa pasal ini dikhawatirkan akan menghambat demokrasi di Indonesia. Hal tersebut dapat mencakup masyarakat secara umum ataupun jurnalis khususnya sebagai pilar keempat demokrasi yang memiliki fungsi koreksi atau pengawas bagi pemerintahan. Selain itu, pengajuan rancangan pasal ini pun dianggap sebagai kemunduran.

Dengan adanya kontroversi dan perdebatan pada pemberitaan Pasal Penghinaan Presiden yang disiarkan terus menerus oleh TvOne, tentu akan membentuk atau melahirkan berbagai respon dari masyarakat khususnya para calon jurnalis. Hal tersebut sesuai dengan Teori Stimulus-Organism-Response atau S-O-R.3 Teori yang dicetuskan oleh Robert Sessions Woodworth ini menjelaskan bahwa organisme melahirkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Dengan demikian kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif. Unsur-unsur yang terdapat dalam teori S-O-R adalah pesan (stimulus, S), komunikan (organism, O) dan efek (respons, R).4

Pemberitaan Pasal Penghinaan Presiden RUU KUHP merupakan sebuah contoh stimulus atau rangsangan. Pemberitaan tersebut diterima oleh audien, dalam hal ini adalah calon jurnalis dari mahasiswa Jurnalistik UIN

3 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi, (Jakarta: PT. Kencana,

2005), Cet. Ke-5, h. 127.

4

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), Cet. Ke-3, h. 254.

(19)

Jakarta sebagai organism utama. Namun, sebagai pembanding dari mahasiswa Jurnalistik patut pula jika mahasiswa non-Jurnalistik dijadikan sebagai

organism pendukung untuk melihat respon dari khalayak yang tidak memiliki

latar belakang pendidikan jurnalisme. Kedua kelompok khalayak tersebut yang kemudian menghasilkan respons berbentuk citra, baik positif maupun negatif. Citra sendiri didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap satu objek tertentu.5

Sesuai dengan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk memilih judul penelitian: “Pengaruh Berita Rancangan Undang-Undang (RUU) Pasal Penghinaan Presiden Di Tv One Terhadap Citra Presiden Joko Widodo Di Kalangan Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis membatasi penelitian ini pada tayangan pemberitaan RUU Pasal Penghinaan Presiden dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi di TvOne edisi 7 Agustus 2015. Sedangkan responden yang diteliti adalah mahasiswa Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2013 serta mahasiswa non-Jurnalistik UIN Jakarta sebagai pembanding untuk mengetahui perbedaan pengaruh di kedua kelompok responden tersebut.

5

Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), Cet. Ke-4, h. 80.

(20)

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik dan non-Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebelum dan setelah menonton berita RUU Pasal Penghinaan Presiden di tvOne?

b. Apakah berita RUU Pasal Penghinaan Presiden di tvOne tersebut memengaruhi citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik dan non-Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah, yaitu: a. Untuk mencari tahu citra Presiden Joko Widodo di kalangan

mahasiswa Jurnalistik dan non-Jurnalistik UIN Jakarta sebelum dan setelah menonton berita RUU Pasal Penghinaan Presiden di tvOne. b. Untuk mengetahui pengaruh berita RUU Pasal Penghinaan Presiden di

tvOne terhadap citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik dan non-Jurnalistik UIN Jakarta.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam disiplin ilmu komunikasi, khususnya jurnalistik dan penyiaran, serta untuk pengembangan penelitian.

(21)

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat sebagai wacana pemikiran dan tambahan referensi untuk memperdalam teori-teori serta menjadi bahan pustaka dalam memperkaya ilmu komunikasi khususnya jurnalistik.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah melihat dan membandingkan pembahasan dari teori penelitian ini dengan yang lain. Untuk menghindari terjadinya kesamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, maka penulis berusaha mencari penelitian terdahulu. Kemudian menemukan beberapa penelitian yang setipe dengan penelitian ini, yaitu:

1. Skripsi dengan judul “Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Terhadap Pemberitaan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta di Media Massa Cetak” yang ditulis oleh mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Saiful Harsono, pada tahun 2012. Skripsi peneliti memiliki kesamaan pada teori yang digunakan yaitu teori

Stimulus-Organism-Respons. Namun memiliki perbedaan di berbagai aspek. Pada

skripsi ini yang menjadi variabel dependennya adalah materi berita pemilihan Gubernur DKI Jakarta di media massa cetak dengan dua sub variabel yaitu metode pemberitaan pemilihan Gubernur DKI Jakarta di media massa cetak dan bahan berita pemilihan Gubernur DKI Jakarta di media massa cetak. Sedangkan variabel independennya adalah respon positif dan negatif.

(22)

2. Skripsi berjudul “Pengaruh Pemberitaan Penangkapan Bambang Widjojanto di Metro TV Terhadap Persepsi Mahasiswa Tentang Citra KPK” yang ditulis oleh mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nada Rohmah, pada tahun 2015. Skripsi ini memiliki kesamaan dengan skripsi peneliti pada variabel yang diteliti, yaitu citra. Namun jika skripsi ini meneliti citra sebuah organisasi yaitu KPK, sedangkan peneliti meneliti citra pribadi seseorang yaitu Presiden Joko Widodo.

3. Skripsi berjudul “Perbandingan Kepuasan Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Terhadap Program Berita di TV One dan Metro TV” yang ditulis oleh Krisyanidayati pada tahun 2015. Kesamaan skripsi ini dengan skripsi yang ditulis oleh peneliti terletak pada teknik analisis data yang digunakan yaitu paired sample t-test yang didahuluui dengan perhitungan mean, standar deviasi dan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini, peneliti menguraikan latar belakang masalah yang menjadi landasan pemilihan judul penelitian, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan skripsi untuk

(23)

memudahkan pemahaman tentang penelitian yang dilakukan oleh penulis.

BAB II: TINJAUAN TEORITIS

Bab ini menjelaskan tentang teori yang menjadi landasan pada penelitian ini. Teori yang digunakan adalah

Stimulus-Organism-Respons yang berada di ranah psikologi komunikasi. Serta teori

citra yang digunakan untuk menjelaskan respon yang diteliti. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kuantitatif. Hal-hal lain yang akan diuraikan dalam bab ini yaitu ruang lingkup penelitian, populasi yaitu mahasiswa aktif Konsentrasi Jurnalistik UIN Jakarta semester dua hingga delapan, sampel dan teknik penarikan sampel, macam dan sumber data, teknik pengumpulan data berupa kuesioner.

BAB IV: GAMBARAN UMUM WILAYAH PEBELITIAN

Pada bab ini dijelaskan gambaran umum tentang Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta sebagai wilayah penelitian yang akan penulis teliti.

BAB V: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menjelaskan hasil temuan data yang didapatkan serta diuji dan diolah berdasarkan statistika. Berbagai temuan serta analisa data akan dibahas pada bab ini.

(24)

BAB VI: PENUTUP

Bab ini akan diisi dengan penutup yang terdiri atas kesimpulan dari penelitian ini dan saran sebagai masukan dari penulis.

(25)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sejarah Penelitian Efek Media Massa

Dalam komunikasi massa, terdapat tiga efek yang ditimbulkan, yaitu kognitif, afektif dan konatif.1 Efek kognitif meliputi pemikiran seperti pengetahuan individu akan sesuatu hal. Efek afektif terkait dengan emosi dan perasaan misalnya perasaan seseorang terhadap sesuatu hal. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku salah satunya adalah perilaku individu terhadap suatu isu atau peristiwa.

Penelitian efek komunikasi mengungkapkan naik turunnya kekuatan media massa, dari media massa yang memiliki kekuatan dominan lalu kepada media massa yang memiliki pengaruh secara terbatas, kemudian kembali lagi kepada media yang berkekuatan besar. Menurut Melvin Defleur dalam

instinctive S-R theory, media menyajikan stimulus atau rangsangan besar

secara bersamaan diperhatikan oleh khalayak.2 Stimulus ini menghasilkan berbagai efek yang tidak dapat dikendalikan oleh individu. Setiap orang menghasilkan respon yang sama dari stimulus yang disampaikan oleh komunikator atau media massa. Teori ini disebut juga dengan teori peluru atau

bullet theory. Namun, terdapat penelitian lain yang menghasilkan suatu

sanggahan pada teori peluru. Paul Lazarsfeld melangsungkan penelitian mengenai pengaruh media massa dalam kampanye pemilu pada perilaku

1 Rochajat Harun dan Elvinaro Ardianto, Komunikasi Pembangunan Perubahan Sosial,

(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), Cet. Ke-2, 110-111.

2

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-24, h. 197-198.

(26)

memilih masyarakat.3 Hasil dari penelitian tersebut adalah media massa hampir tidak berpengaruh sama sekali. Sebaliknya, media massa justru lebih memperkuat keyakinan yang dimiliki oleh individu.

Dennis McQuail menghasilkan kesimpulan dari penelitian terdahaulu yang telah dia lakukan.4 Pertama, selalu terdapat efek dari suatu komunikasi yang dapat berbentuk peneguhan dari sikap dan pendapat yang ada. Kedua, setiap proses komunikasi selalu menghasilkan efek yang berbeda-beda tergantung dari sumber komunikasi atau komunikator. Lalu yang ketiga, semakin besar media massa menguasai proses komunikasi massa, maka semakin besar pula kemungkinan perubahan pendapat yang ditimbulkan sesuai pada arah yang diinginkan. Kemudian yang keempat, sesuatu hal yang dianggap penting oleh khalayak akan memengaruhi sejauh mana khalayak dapat terpengaruh oleh khalayak. Kelima, pemahaman khalayak terhadap suatu hal dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan yang ada dalam kelompok khalayak itu sendiri. Terakhir, diketahui bahwa hubungan interpersonal pada khalayak berada di antara arus isi komunikasi yang membatasi dan menentukan efek yang terjadi.

Elisabeth Noelle-Neumann, seorang sarjana asal Jerman yang menekankan pentingnya kembali pada konsep efek kekuatan dari media massa.5 Ia berpendapat bahwa penelitian terdahulu tidak memperhatikan faktor penting dalam media massa, yaitu serba ada, perulangan pesan dan keseragaman wartawan. Media massa dengan sifat serba ada mampu

3 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),

Cet. Ke-24, h. 197-198.

4

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 199.

(27)

mendominasi di manapun dan kapanpun, sehingga masyarakat menjadi sulit menghindari pesan media massa. Selain itu pesan media massa bersifat perulangan. Perulangan pesan yang berkali-kali dapat memperkuat efek dari media massa. Efek tersebut diperkuat dengan keseragaman wartawan. Siaran berita yang disajikan media massa cenderung sama sehingga khalayak tidak memiliki alternatif lain yang membentuk persepsi khalayak berdasarkan informasi yang diterima dari media massa.

B. Teori Stimulus-Organism-Respons (S-O-R)

Dalam komunikasi massa terdapat proses yang disebut dengan aksi-reaksi yang dikenal sebagai stimulus dan respon atau hubungan timbal balik antara komunikator dengan komunikan. Istilah tersebut dikenal dengan

Stimulus-Organism-Respons Theory. Teori ini dicetuskan oleh Robert

Sessions Woodworth yang berasal dari psikologi namun juga menjadi teori komunikasi karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama.6

Bagan 2.1 Teori S-O-R

(Sumber: olahan dari teori Stimulus-Organism-Respons)

Bagan di atas menunjukkan bahwa respon dalam teori S-O-R merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu.7 Stimulus-respon menunjukkan

6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2003), Cet. Ke-3, h. 254.

7

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet. Ke-5, h. 281.

(28)

hubungan antara pesan-pesan media dengan reaksi dari khalayak. Jadi, pesan (stimulus), komunikan (Organism) dan efek (response) adalah aspek-aspek yang terdapat dalam model teori S-O-R.

Asumsi dasar dari teori ini adalah media massa menimbulkan efek yang terarah dan langsung terhadap komunikan atau khalayak. Pada model S-O-R terlihat bahwa komunikasi merupakan proses aksi yang menghasilkan reaksi. Media massa memberikan pesan yang diterima oleh khalayak dan menghasilkan respon tertentu yang bisa bersifat positif maupun negatif.

Teori S-O-R menjelaskan tentang efek yang terjadi pada audien sebagai akibat dari proses komunikasi.8 Efek yang terjadi pada audien tersebut merupakan suatu reaksi dari stimulus atau rangsangan tertentu. Dengan demikian, besar kecilnya dan bentuk efek tersebut terjadi tergantung pada isi dan penyajian stimulus. Audien yang menerima stimulus lebih kecil/ringan tentu akan berbeda efeknya dengan audien yang menerima stimulus lebih besar.

Stimulus sendiri adalah rangsangan atau tindakan yang diberikan kepada penerima. Dalam proses komunikasi massa, stimulus atau rangsangan yang diberikan kepada khalayak adalah dalam bentuk pesan di media massa, misalnya berita di televisi atau artikel di surat kabar. Dalam penelitian ini yang menjadi stimulus adalah berita Rancangan Undang-Undang (RUU) Pasal Penghinaan Presiden yang ditayangkan oleh tvOne pada program Apa Kabar Indonesia Pagi.

8

Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), Cet. Ke-9, h. 3.24.

(29)

Sedangkan organisme dalam proses komunikasi diartikan sebagai komunikan atau orang yang menerima pesan. Dalam komunikasi massa, komunikan adalah individu yang menonton berita televisi ataupun pembaca artikel atau berita di surat kabar. Sebuah proses komunikasi tidak dapat terjadi jika tidak ada organisme atau komunikan. Organisme dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta yang telah menerima stimulus seperti yang telah disebutkan di atas.

Respon atau efek adalah sebuah hasil dari sebuah proses komunikasi antara komunikator dan komunikan. Komunikator memberikan stimulus kepada komunikan kemudian menghasilkan tanggapan tertentu. Contoh respon dalam penelitian ini adalah citra Presiden Joko Widodo di kalangan komunikan yaitu mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta.

C. Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengaruh merupakan daya yang ada atau timbul dari suatu orang atau benda yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.9 Sedangkan Badudu dan Zain mendefinisikan pengaruh sebagai daya yang menyebabkan sesuatu yang terjadi, sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain, tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain. Maka dapat disimpulkan bahwa definisi pengaruh ialah sumber daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Dalam penelitian ini penulis meneliti mengenai seberapa besar pemberitaan RUU Pasal Penghinaan

(30)

Presiden di tvOne terhadap citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta.

D. Citra

1. Pengertian Citra

Citra didefinisikan sebagai proses akumulasi dari amanah kepercayaan yang telah diberikan oleh individu-individu tersebut yang akan mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini publik yang lebih luas.10 Sedangkan menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul Psikologi Komunikasi, citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas karena citra adalah dunia menurut persepsi kita.11 Maka dapat disimpulkan bahwa citra adalah keyakinan atau kesan seseorang terhadap satu objek tertentu. Citra sendiri tebentuk berdasarkan informasi yang diterima seseorang. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan atau mengubah citra suatu objek yang dimiliki oleh khalayak.

2. Pembentukan dan Perubahan Citra

Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto dalam buku Dasar-Dasar

Public Relations12 mengungkapkan bahwa citra digambarkan dan dapat dibentuk melalui beberapa komponen, yaitu persepsi, kognisi, motivasi

10

Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation & Media Komunikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), Cet. Ke-6, h. 74.

11 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Cet. Ke-14, h. 223. 12

Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 114.

(31)

dan sikap. Keempat komponen tersebut kemudian menghasilkan respon tertentu, yaitu berupa citra.

Bagan 2.2

Proses Pembentukan Citra

(Sumber: Dasar-Dasar Public Relations)

Menurut Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, persepsi adalah hasil pengamatan terhadap suatu hal, atau stimulus yang diperoleh dengan suatu proses pemaknaan.13 Hal tersebut dimaksudkan bahwa khalayak akan memberikan makna atau arti terhadap stimulus berdasarkan pengalaman individu itu sendiri, kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Misalnya, kesan individu terhadap suatu tokoh atau peristiwa tergantung ke pada pengalaman individu itu sendiri. Sedangkan kognisi yaitu kemampuan manusia dalam mengenal suatu hal.14 Dalam kognisi, manusia melalui proses pengenalan dengan stimulus yang diperoleh sehingga mengeluarkan respon tertentu. Kemudian, motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan atau kebutuhan masing-masing individu tersebut. Sikap diartikan sebagai kecenderungan bertindak, berpersepsi,

13 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2002), h. 114.

14

Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 114.

Stimulus (Berita)

Respon (Citra)

(32)

berfikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan prilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap mempunyai daya pendorong untuk menentukan apakah setuju/pro atau tidak setuju/kontra terhadap sesuatu. Sikap juga mengandung aspek evaluatif yang dapat mengubah sikap individu terhadap suatu hal.

3. Peran Media Massa Dalam Membangun Citra

Citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima khalayak dari media massa. Informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan atau mengubah citra pada khalayak. Misalnya, media massa menyampaikan informasi tentang RUU Pasal Penghinaan Presiden, tvOne menjadi media yang menyampaikan berita tersebut. Realitas yang ditampilkan media massa salah satunya televisi adalah realitas yang sudah diseleksi oleh tim redaksi media massa itu sendiri. Namun tidak semua khalayak dapat melakukan kroscek mengenai peristiwa yang disajikan oleh media, mereka cenderung menangkap informasi tersebut berdasarkan apa yang disajikan media massa. Hal tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh khalayak yang tidak memiliki dasar-dasar pengetahuan jurnalistik yang cukup.

Gerbner melakukan penelitian mengenai persepsi penonton televisi tentang realitas sosial yang menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa penonton televisi kelas berat cenderung memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendirian berbahaya dan lebih berpikir bahwa orang memikirkan dirinya sendiri.15 Citra tersebut

(33)

dipengaruhi oleh apa yang dilihat oleh khalayak dalam tayangan di televisi. Hal tersebut dapat terjadi karena media massa menyiarkan dunia nyata yang telah dipilih secara selektif, yang kemudian media massa memengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial.

Dari uraian di atas jelas diketahui bahwa media massa menampilkan realitas yang dibentuk dan dipilih untuk ditampilkan kepada khalayak yang kemudian dapat menciptakan stereotip tertentu di tengah masyarakat. Dengan demikian hal tersebut membuktikan peranan media massa dalam membentuk dan mengubah citra.

E. Berita

1. Definisi Berita

Banyak ahli mendefinisikan arti dari kata berita. Charles A. Dana menganalogikan suatu berita sebagai berikut, apabila orang digigit anjing itu bukan berita, namun sebaliknya bila orang menggigit anjing itu yang dinamakan berita.16 Maksud dari analogi tersebut adalah ketika suatu hal yang wajar atau biasa saja terjadi maka tidak dapat menjadi sebuah berita. Namun, ketika suatu peristiwa yang aneh atau jarang terjadi yang menarik perhatian masyarakat maka dapat dijadikan sebuah berita.

Tokoh lain bernama William S. Maulsby dalam buku Getting in News memaparkan bahwa berita dapat didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi yang menarik perhatian orang

16

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h. 132.

(34)

banyak. Sedangkan, Romli mendefinisikan berita merupakan laporan peristiwa yang memiliki nilai berita, yaitu aktual, faktual, penting dan menarik.17 Maka, dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa berita adalah informasi dari seuatu peristiwa yang disajikan berdasarkan fakta secara aktual dan tanpa memihak serta dapat menarik perhatian orang banyak.

Sebagai contoh misalnya adalah kasus pencurian kendaraan bermotor biasa terjadi di tengah masyarakat maka hal tersebut kurang menarik jika dijadikan sebuah berita. Berbeda misalnya ketika terjadi korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintahan ataupun vonis berat yang dijatuhkan kepada kakek yang melakukan pencurian kayu, hal tersebut cukup menarik apabila dijadikan sebuah berita karena tidak biasa terjadi di tengah masyarakat.

Selain itu, berita yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan masyarakat dinilai penting karena sangat bersinggungan langsung dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. kemudian berita yang dinilai cukup penting adalah peristiwa yang dapat mengganggu pikiran dan aktivitas khalayak, salah satu contohnya adalah berita mengenai wacana pasal penghinaan presiden pada Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi perbincangan di khalayak karena dinilai dapat menimbulkan keresahan bagi khalayak pada era demokrasi di negara ini.

(35)

2. Kualitas Berita

Berita terkait kualitasnya memiliki standar-standar tertentu. Tokoh bernama Charnley mengungkapkan terdapat 6 quality of news atau aspek kualitas berita.18 Pertama adalah akurat, yaitu semua informasi telah melalui proses verifikasi sebelum disebarluaskan. Kedua, narasumber yang dipilih harus jelas, maka narasumber harus punya kapabilitas dan kredibilitas untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Lalu yang ketiga adalah seimbang dan adil, maka semua narasumber harus digali informasinya secara seimbang atau cover both side. Kemudian yang keempat adalah objektif, yaitu penulis berita harus objektif sesuai dengan informasi yang didapat dari realitas, fakta dan narasumber tanpa dipengaruhi opini pribadi. Selanjutnya adalah jelas dan fokus, yaitu materi berita disusun secara ringkas, padat dan langsung sehingga mudah dipahami audien. Kemudian yang terakhir adalah berita ditulis dengan baik, yaitu berita yang disampaikan jelas, langsung dan menarik.

Selain itu, McQuail membuat kategorisasi dalam menilai kualitas berita media, yaitu kebebasan media (freedom), keberagaman berita (diverisity), gambaran realitas dan objektivitas berita.19 Kebebasan media adalah hal yang mendasari setiap teori komunikasi massa. Kebebasan media mengacu pada hak-hak untuk menyatakan pendapat secara bebas tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun. Selain itu, berita yang disajikan media massa tidak boleh hanya memberikan perhatian pada isu tertentu

18 Askuritai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, (Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2006), h. 51-52.

19

Morissan, Andy Corry Wardhani dan Farid Hamid, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), Cet. Ke-2, h. 63.

(36)

saja. Keragaman berita harus diterapkan oleh media massa agar khalayak mendapatkan berita atau informasi yang adil terhadap isu-isu yang beredar di masyarakat. Kemudian gambaran realitas yang terkait dengan realitas yang ditayangkan oleh televisi merupakan gambaran dari sebuah realitas yang sebenarnya. Selanjutnya adalah objektivitas berita yaitu tindakan wartawan dalam membuat sebuah berita harus bersifat objektif tanpa dipengaruhi pribadi mereka masing-masing sehingga berita dapat bersifat faktual dan netral.

F. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Terkait dengan pemberitaan di televisi, P3SPS menyatakan bahwa stasiun penyiaran dalam menayangkan informasi harus sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik, yaitu akurasi, keadilan dan ketidakberpihakan.20 Prinsip akurasi yang dimaksud adalah lembaga penyiaran atau media massa bertanggung jawab menyajikan informasi yang akurat yang kemudian harus memeriksa ulang keakuratan dan kebenaran materi siaran. Jika media massa mendapatkan informasi dari pihak lain yang belum dapat dipastikan kebenarannya, maka harus dijelaskan pada khalayak bahwa informasi tersebut berdasarkan versi sumber tertentu. Selain itu, jika stasiun televisi menggunakan materi siaran yang diperoleh dari pihak lain maka wajib menjelaskan indentitas sumber materi siaran tersebut. Kemudian, pada saat siaran langsung, stasiun televisi harus waspada terhadap kemungkinan pernyataan atau pendapat tanpa bukti yang dikatakan oleh narasumber, maka

20

Morissan, Andy Corry Wardhani dan Farid Hamid, Teori Komunikasi Massa, Cet. Ke-2, h. 68.

(37)

presenter harus melakukan verifikasi tentang fakta yang disampaikan narasumber. Yang terkahir adalah bahwa stasiun televisi wajib menyiarkan koreksi apabila telah menyajikan informasi yang tidak akurat.

Yang kedua adalah prinsip keadilan, yaitu penggunaan potongan gambar atau suara yang berasal dari program lain harus ditempatkan secara adil serta tidak merugikan pihak-pihak yang terkait dengan pemberitaan. Selain itu, jika sebuah program acara membuat informasi yang mengandung kritik yang menyerang atau merusak citra seseorang atau sekelompok orang, pihak lembaga penyiaran wajib menyediakan kesempatan dalam waktu yang pantas dan setara bagi pihak yang dikritik untuk memberikan komentar atau argumen terhadap ktirikan yang diarahkan kepadanya.

Terakhir adalah prinsip ketidakberpihakan. Pada saat menyajikan isu-isu kontroversial yang menyangkut kepentingan khalayak, stasiun penyiaran harus menyajikan berita, fakta dan opini secara objektif dan berimbang. Dalam program acara yang mendiskusikan isu kontroversial yang melibatkan dua atau lebih pihak yang saling berpendapat, moderator dan pemandu acara harus berusaha agar semua partisipan dan narumber dapat dengan baik menyampaikan pandangannya serta tidak boleh memiliki kepentingan pribadi atau keterkaitan dengan salah satu pihak.

(38)

G. Kerangka Konseptual

Bagan 2.3 Kerangka Konseptual

(Sumber: olahan peneliti) Stimulus

(Kualitas Berita) Organism

Respon (Citra)

Mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta angkatan 2013

Menonton Berita

RUU pasal penghinaan presiden di tvOne

Efek:

Perbedaan citra sebelum dan setelah menonton berita.

(39)

25

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang terletak di Jalan Ir. H. Djuanda No. 95, Ciputat 15412, (021) 740152, Fax (021) 7402982. Peneliti melakukan penelitian pada bulan November 2015 hingga Maret 2016.

B. Paradigma dan Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian tentu diperlukan paradigma penelitian atau cara pandang terhadap fakta dan perlakuan peneliti terhadap suatu ilmu pengetahuan dan teori. Penelitian ini berlandaskan paradigma positivisme, yaitu memandang realitas atau suatu fenomena itu dapat diklasifikasikan, teramati dan terukur. Pengaruh positivisme dalam penelitian komunikasi sangat jelas ketika persoalan yang dipertanyakan berkaitan dengan perilaku-perilaku orang dalam berkomunikasi, kekuatan media dalam memengaruhi dan merubah perilaku khalayak.1

Selain paradigma, ada pula istilah pendekatan penelitian. Pendekatan penelitian memiliki definisi sebagai falsafah yang mendasari suatu metodologi riset, apakah kualitatif atau kuantitatif. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan

1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group, 2008), Cet. Ke-3, h. ix.

(40)

untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antara dua variabel atau lebih. Variabel-variabel ini diukur sehingga data yang terdiri atas angka-angka dapat dianalisa dengan cara penghitungan statistik. Dapat dikatakan bahwa penelitian kuantitatif tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis.2 Berikut ini ciri-ciri dari penelitian kuantitatif:

1. Hubungan riset dengan subjek jauh. Peneliti menganggap bahwa ralitas terpisah dan berada di luar dirinya, karena itu harus ada jarak supaya data yang dihasilkan objektif. Alat ukurnya harus dijaga keobjektifannya. 2. Penelitian bertujuan untuk menguji teori atau hipotesis, mendukung atau

menolak teori. Data hanya sebagai sarana konfirmasi teori atau teori dibuktikan dengan data. Bila dalam analisis ditemukan penolakan terhadap hipotesis atau teori, biasanya peneliti tidak langsung menolak hipotesis dan teori tersebut melainkan meneliti dulu apakah ada kesalahan dalam teknik sampingnya atau definisi konsepnya kurang operasional, sehingga menghasilkan instrumen (kuesioner) yang kurang valid.

3. Penelitian harus dapat digeneralisasikan, karena itu menuntut sampel yang representatif dari seluruh populasi, operasionalisasi konsep serta alat ukur yang valid dan reliabel.

4. Prosedur penelitian rasional-empiris, artinya penelitian berawal dari konsep-konsep atau teori-teori yang melandasinya. Konsep atau teori inilah yang akan dibuktikan dengan data yang dikumpulkan di lapangan.3

Dalam pendekatan kuantitatif, terdapat istilah validitas dan reliabilitas yang dilakukan guna sebagai kriteria kualitas penelitian. Validitas adalah apakah penelitian benar-benar mengukur apa yang ingin diukur. Sedangkan yang dimaksud dengan reliabilitas adalah apakah penelitian dengan instrumen yang sama akan menghasilkan hasil yang sama jika dilakukan dalam waktu dan peneliti yang berbeda.4

2

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Cet. Ke-3, h. 55.

3 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Cet. Ke-3, h. 56.

4 Eriyanto, Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi dan Politik Media), (Yogyakarta:

(41)

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian kuantitatif terdapat beberapa metode penelitian di antaranya metode survei, eksperimen dan observasi. Metode yang digunakan pada penilitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode riset yang digunakan untuk meneliti hubungan atau pengaruh sebab akibat dengan memanipulasi satu atau lebih variabel pada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak dimanipulasi.5 Metode eksperimen dapat pula dilakukan dengan menggunakan satu kelompok saja namun diberikan dua perlakuan yang berbeda. Hal tersebut dapat dilakukan jika kelompok sampel yang dipilih adalah homogen dan terdistribusi secara normal.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Pre-Experimental

Designs dengan bentuk One-Group Pretest-Posttest Design. Dalam desain

eksperimental ini sampel diberikan pretest atau pengujian awal. Kemudian diberikan perlakuan atau stimulus yang ingin diujikan, lalu diakhiri dengan

posttest atau pengujian akhir setelah diberi stimulus. Dengan demikian hasil

perlakuan dapat diketahui lebih akurat karena dapat membandingan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. 6 Desain ini dapat digambarkan seperti berikut:

Gambar 3.1

One-Group Pretest-Posttest Design

O

1

X O

2

5 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Cet. Ke-3, h. 61.

6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantutatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

(42)

O1 = nilai pretest (sebelum diberi stimulus)

O2 = nilai posttest (setelah diberi stimulus)

Pengaruh berita terhadap citra Presiden Joko Widodo = O2 – O1

Pengaruh stimulus dianalisis menggunakan statistik t-test, yang hasilnya akan menunjukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberi stimulus sehingga dapat diketahui stimulus yang diberikan berpengaruh secara signifikan terhadap respon.7

Setiap metode penelitian pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan metode eksperimen dalam sebuah penelitian yaitu kemampuannya memberikan bukti nyata mengenai hubungan sebab akibat dapat terlihat secara langsung. Selain itu caranya yang sangat sederhana memudahkan untuk dilakukan oleh peneliti lain. Sedangkan kekurangannya terdapat pada kurangnya sifat alami, hal ini bisa saja memengaruhi kealamiahan respon dari responden.

D. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel.8 Contoh penelitian deskriptif adalah opini pembaca surat kabar, perbandingan kepuasan khalayak dan respon khalayak terhadap suatu hal.

7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantutatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2012), h. 75.

8

(43)

E. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah responden yang diteliti dalam sebuah penelitian. Sedangkan objek penelitian adalah permasalahan atau persoalan yang diteliti. Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta mahasiswa non-Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2013. Kemudian yang menjadi objek penelitian ini adalah citra Presiden Joko Widodo.

F. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Asal kata populasi adalah population yang artinya jumlah penduduk. Dalam sebuah penelitian, populasi adalah sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Jika dilihat dari sumber data populasi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu populasi terbatas dan populasi tak terhingga. Populasi terbatas adalah populasi yang memiliki sumber data yang jelas secara kuantitatif. Misalnya, mahasiswa UIN Jakarta tahun 2015 berjumlah 20.000 orang, dengan 10.000 mahasiswa dan 10.000 mahasiswi. Sedangkan populasi tak terhingga adalah populasi yang memiliki sumber data yang tidak dapat ditentukan batasnya secara kuantitatif. Misalnya, jumlah gelandangan di Indonesia. hal tersebut berarti harus dihitung jumlah gelandangan di Indonesia dari tahun ke tahun, juga harus

(44)

melakukan penafsiran jumlah gelandangan yang di waktu yang akan datang.9

Ada juga pembagian populasi menurut kompleksitas objek populasi, yaitu populasi homogen dan populasi heterogen. Populasi homogen yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi memiliki sifat-sifat yang relatif sama satu sama lainnya. Sedangkan populasi heterogen adalah keseluruhan individu anggota populasi yang memiliki sifat-sifat relatif berbeda satu sama lainnya.10

Peneliti memilih mahasiswa/i aktif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Jurnalistik sebagai populasi yang berjumlah 307 orang.11 Populasi tersebut dipilih karena diasumsikan memiliki latar belakang ilmu pengetahuan yang kompeten berkaitan dengan jurnalistik serta media massa.

2. Sampel

Pengertian sampel secara sederhana adalah bagian dari populasi. Dalam sebuah penelitian, jika jumlah populasi besar dan peneliti tidak memungkinkan untuk meneliti populasi secara keseluruhan maka sampel digunakan sebagai representasi dari populasi. Namun sampel yang dipilih atau diambil harus betul-betul mewakili seluruh anggota pupulasi.

Jalaluddin Rakhmat mendefinisikan sampel sebagai sejumlah anggota populasi yang dipelajari dan diamati.12 Sampel diambil melalui cara-cara tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap dapat mewakili

9 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencan Kencana

Prenadamedia Group, 2010), Cet. Ke- 5, h. 99.

10 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Cet. Ke- 5, h. 100.

11 Data Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi tahun 2015/2016. 12

(45)

populasi. Maka, responden harus mengerti maksud dan tujuan penelitian agar dapat menjawab pernyataan yang diajukan dalam instrumen penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa aktif Program Studi Jurnalistik angkatan 2013 sebanyak 68 orang. Selain itu, dipilih pula 30 orang sampel dari non-Jurnalistik sebagai pembanding terhadap mahasiswa Jurnalistik agar terlihat jelas perbedaan hasil yang diperoleh di antara keduanya.

G. Teknik Penentuan Sampel

Terdapat banyak cara untuk menentukan sampel yang dipilih dalam sebuah penelitian. Berikut ini macam-macam teknik pengambilan sampel, yaitu:

Bagan 3.1

Teknik Penentuan Sampel

(Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D)

Probability sampling adalah teknik penentuan sampel yang

memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Sebaliknya, Non-probability sampling adalah teknik

(46)

penentuan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi tiap anggota populasi.13

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan purposive sampling sebagai teknik penentuan sampel. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang-orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel.14

Teknik penentuan sampel ini dipilih karena peneliti berfokus pada anggota populasi yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah dibuat, yaitu mahasiswa aktif Program Studi Jurnalistik yang telah mengikuti dan menerima perkuliahan jurnalistik selama lima semester serta mengetahui adanya pemberitaan RUU Pasal Penghinaan Presiden. Mereka diasumsikan telah memiliki pengetahuan dasar-dasar jurnalistik yang mencukupi sehingga dapat mengetahui hal-hal dibalik penyiaran sebuah berita. Maka peneliti memilih mahasiswa jurnalistik angkatan 2013 sebanyak 68 orang sebagai sampel karena cocok dengan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti.

H. Variabel Penelitian

Variabel penelitian secara sederhana adalah berkaitan dengan apa yang diteliti. Sedangkan jika didefinisikan secara teoritis, variabel penelitian adalah atribut seseorang atau objek yang memiliki variasi antara satu objek dengan objek yang lain. Hal ini diberi istilah variabel karena memiliki variasi. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau nilai

13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantutatif Kualitatif dan R&D, h. 82-84. 14

(47)

dari objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.15

Penelitian ini merupakan penelitian dengan satu variabel dan yang menjadi objek penelitian ini adalah citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta sebelum dan setelah menonton berita di tvOne.

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah kesimpulan yang bersifat sementara dalam sebuah penelitian yang perlu diuji kebenarannya. Tidak seluruh penelitian memiliki hipotesis, misalnya penelitian sejarah, grounded research, kualitatif, eksploratif. Salah satu penelitian yang memiliki hipotesis adalah penelitian kuantitatif. Hipotesis yang diuji disebut dengan hipotesis nol (H0), sedangkan

hipotesis alternatif (Ha) diistilahkan dengan hipotesis kerja.16 Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara berita RUU Pasal Penghinaan Presiden di tvOne terhadap citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara berita RUU Pasal

Penghinaan Presiden di tvOne terhadap citra Presiden Joko Widodo di kalangan mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

15 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantutatif Kualitatif dan R&D, h. 38. 16

(48)

J. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Dalam sebuah penelitian diperlukan rangkaian definisi operasional yang merupakan bagian terpenting dalam mendefinisikan apa yang diteliti oleh peneliti. Definisi operasional menjabarkan konsep atau variabel yang diukur dalam sebuah penelitian secara detil berupa perilaku, aspek atau karakteristik. Dengan demikian definisi operasional bukan mendefinisikan pengertian atau makna pada teori, namun lebih menekankan kepada hal-hal terkait ukuran/indikator dari suatu variabel.17 Konsep atau variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah citra. Konsep tersebut diukur dan diberikan angka-angka. Namun, sebelumnya ditentukan terlebih dahulu indikator-indikator yang berbentuk pernyataan-pernyataan dalam instrumen penelitian.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Konsep Dalam Penelitian

Konsep Dimensi Indikator Pengukuran Skala

Citra

Persepsi 1. Kesan 2. Perhatian

3. Komunikasi 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Setuju (S) 4. Sangat Setuju (SS) Interval Kognisi 1. Informasi 2. Ingatan Motivasi 1. Harapan Sikap 1. Kesadaran 2. Perasaan

(Sumber: Analisa metode penelitian)

17 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), Cet.

(49)

K. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian pada sampel yang diteliti.18 Terdapat beberapa cara dalam mengumpulkan data, yaitu wawancara, angket/kuesioner, observasi, studi dokumentasi dan focus group

discussion. Teknik pengumpulan data primer yang digunakan sesuai dengan

penelitian ini adalah angket/kuesioner. Data primer sendiri ialah data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian. Sedangkan kuesioner adalah serangkaian daftar pertanyaan ataupun pernyataan yang disebarkan dan harus dijawab oleh responden dengan tema tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.

Selain data primer yang diperoleh langsung, ada pula data sekunder guna mendukung hasil penelitian yaitu melalui studi kepustakaan dari berbagai sumber seperti buku, jurnal dan karya ilmiah.

L. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner sebagai instrumen penelitian yang diberikan kepada mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2013. Dalam kuesioner pada penelitian ini menggunkan Skala Likert dengan lima kategori pilihan jawaban dan masing-masing kategori memiliki nilai-nilai tertentu, baik pertanyaan positif (favorable) maupun negatif (unfavorable). Penggunaan skala Likert dipilih karena penelitian ini dilakukan untuk mengukur citra seseorang di mana termasuk ke dalam persepsi dan kognisi. Pada skala ini responden diminta

18

(50)

untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap tiap-tiap pernyataan.19 Adapun lima kategori jawaban dalam skala Likert adalah sebagai berikut:20

Tabel 3.2

Bobot Nilai Skala Likert Kategori Pilihan Pernyataan

Positif/Favorable Pernyataan Negatif/Unfavorable Sangat Setuju (SS) 4 1 Setuju (S) 3 2 Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

(Sumber: Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai) 1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu nilai yang menunjukan sebuah alat ukur benar-benar secara akurat mengukur apa yang diukur dalam sebuah penelitian. Uji validitas dilakukan dengan menguji korelasi antara skor setiap butir pernyataan/pertanyaan dengan skor total instrumen penelitian (kuesioner) yang digunakan.21 Cara menguji validitas menurut Arikunto, yaitu: 22

a. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. b. Melakukan uji coba alat ukur tersebut pada sejumlah responden.

Kemudian responden diminta menjawab pertanyaan yang telah dibuat.

19 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-2, h. 128. 20

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1995), Cet. Ke-2, h. 110-113.

21 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-2, h. 132. 22

(51)

c. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dan skor total dengan menggunakan rumus product moment untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu signifikan.

Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah terdapat pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang harus dihilangkan atau diganti karena tidak relevan. Instrumen dianggap valid jika r hitung > r tabel. Uji validitas instrumen penelitian dilakukan kepada 30 orang di luar responden yang ditentukan. Pengujian validitas kepada 30 orang dengan taraf signifikansi 5% maka diperoleh r tabel = 0,361.23 Instrumen penelitian dikatakan valid jika r hitung ≥ r tabel, atau r hitung ≥ 0,361.

Tabel 3.3

Blue Print Dimensi Citra (sebelum validitas)

No Dimensi Item Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Persepsi 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8 5, 9 9 2 Kognisi 10, 11, 12, 13, 15 14, 16 7 3 Motivasi 17, 18, 19 20 4 4 Sikap 21, 22, 23, 26, 27, 28, 29, 31, 33, 34 24, 25, 30, 32 14 Jumlah 25 9 34

Uji validitas dapat dihitung dengan menggunakan software SPSS atau Microsoft Excel. Selain itu, dapat pula dihitung dengan perhitungan manual dengan rumus sebagai berikut:

23

(52)

Keterangan:

rxy = koefisien validitas N = jumlah subjek

X = jumlah skor item

Y = jumlah skor total

Tabel 3.4

Blue Print Dimensi Citra (setelah validitas)

No Dimensi Item Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Persepsi 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8 5 8 2 Kognisi 10, 11, 15 14, 16 5 3 Motivasi 17, 19 20 3 4 Sikap 21, 22, 23, 26, 27, 28, 29, 31, 33, 34 25, 30, 32 13 Jumlah 22 7 29 2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur konsistensi instrumen penelitian yang digunakan. Reliabilitas mengandung arti bahwa alat ukur tersebut tidak berubah-ubah dan dapat diandalkan pada penelitian yang sama apabila dilakukan di masa mendatang. Alat ukur disebut reliabel bila alat ukur tersebut secara konsisten memberikan hasil atau jawaban yang sama terhadap gejala yang sama walau digunakan berulang kali. Reliabilitas sifatnya dapat dipercaya.24

Instrumen dapat dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda, suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten meskipun

24

Gambar

Grafik 5.10 Data Responden Berdasarkan Durasi Menonton Berita TvOne
Gambar 4.1  Logo tvOne
Tabel 5.1  Uji Validitas Citra
Table  Hasil  9  Saya  tahu  berita  RUU  Pasal  Penghinaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

1) Terima Kasih kepada Allah SWT yang telah mempermudah segala urusan saya dalam menyusun skripsi ini. Antar Venus, M.Comm, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bahwa dalam rangka menindaklanjuti Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

KOMUNIKASI PENYULUHAN UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN AGAMA LANSIA DI PSTW BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Pada tahap ini, siswa melakukan percobaan secara mandiri tentang pengaruh jenis dan banyaknya polutan terhadap kehidupan makhluk hidup dan mencatat data hasilnya.

Komposisi spesies ikan karang yang teridentifikasi di perairan pantai Pulau Makian terdiri dari 138 spesies, 47 genus dan 21 famili dengan tingkat keragaman pada stasiun 1

NAWASIS merupakan upaya untuk mengembangkan pusat layanan informasi yang menjadi referensi utama berbagai pengambil keputusan terkait dalam penyusunan kebijakan,

126 Artinya: Sesungguhnya yang mengadakan kebohongan ialah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka adalah orang yang pendusta.” (Q. Ayat ini

Ia sendiri mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan