• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Airaha, Vol.10, No.01 (June 2021): , p-issn , e-issn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Airaha, Vol.10, No.01 (June 2021): , p-issn , e-issn"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kepiting Bakau (Scylla sp.) Teluk Bintuni Papua Barat : Strategi Pengelolaan dan Perijinan usaha

Teluk Bintuni Mangrove Crab (Scylla sp), Papua Barat: Management Strategy and Business Licensing

Ahmad Fahrizal1*, Kusuma Dewi1*, Abu Darda Razak2, Irwanto3 1Universitas Muhammadiyah Sorong

2Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong 3WWF Indonesia

*Corespondensi : a.fahrizal.ab@gmail.com / kusuma24dewi@gmail.com

Received : April 2021 Accepted : June 2021 ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara perijinan dari usaha penangkapan kepiting bakau (Scylla sp.) serta mengetahui tahapan dari strategi yang dilakukan untuk mendukung pengelolaan potensi sumber daya perikanan secara tradisional di Distrik Manimeri. Penelitian ini dimulai dari tanggal 18 Agustus - 8 Oktober 2019 berlokasi di Distrik Manimeri, Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Teknik pegumpulan data dan metode yang digunakan dalam penelitian yaitu observasi, wawancara dengan informan menggunakan kuisioner dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) pada pelatihan dasar tentang pengelolaan perikanan berbasis masyarakat tradisional di Distrik Manimeri. Analisis yang digunakan yaitu analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukan usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pendatang di wilayah Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya dalam penangkapan kepiting harus memiliki surat izin penangkapan melalui sepengetahuan Pemilik Hak Ulayat yaitu dari Suku Wamesa. Strategi pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional di Distrik Manimeri yaitu : 1) Optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan di Distrik Manimeri, 2) Penguatan hukum dan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan, 3) Perbaikan kualitas sistem pemasaran, dan 4) Pelestarian potensi sumberdaya perikanan tangkap.

Kata kunci : Manimeri, pengelolaan, tradisional, strategi , sumberdaya, ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the licensing method of fishing for mud crab (Scylla sp.) and to determine the stages of the strategy undertaken to support the management of traditional fishery resource potential in Manimeri District. This research was started from 18 August to 8 Oct 2019, located in Manimeri District, Banjar Ausoy Village and Korano Jaya, Teluk Bintuni Regency, West Papua Province. The data collection techniques and methods used in the study were observation, interviews with informants using questionnaires and Focus Group Discussions (FGD) in Basic Training on Traditional Community-Based Fisheries Management in Manimeri District. The analysis used is the SWOT analysis. The results showed that fishing efforts carried out by migrant fishermen in the areas of Kampung Banjar Ausoy and Korano Jaya in catching crabs must have a fishing license through the knowledge of the owner of the customary rights, namely from the Wamesa Tribe. Management strategies for traditional fisheries resource potential in Manimeri District, namely: 1) Optimizing fishery resource management in Manimeri District, 2) Strengthening law and institutional management of fishery resources, 3) Improving the quality of the marketing system, and 4) Preserving the potential of capture fisheries resources.

(2)

PENDAHULUAN

Teluk Bintuni memiliki komoditi perikanan tangkap antara lain kepiting bakau (Scylla sp.) udang jerbung (Penaeidae), dan jenis ikan kakap (Scianidae) yang bernilai ekonomi tinggi yang penyebarannya merata dan melimpah (Ghufran & Kordi, 2012). Masyarakat asli Teluk Bintuni menggunakan akar bore atau tanaman tuba untuk melakukan penangkapan ikan secara tradisional sebagai racun alami untuk membius target penangkapan. Akar bore memilliki dampak mematikan ikan kecil yang ikut tertangkap, meski dampaknya masih belum sebanding dengan dampak racun berbahan kimia (USAID SEA PROJECT, Laporan Enumerator, 2019). Sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui, salah satunya adalah kepiting bakau (Scylla sp.) perlu dikelola dengan baik, karena rentan mengalami kepunahan atau memiliki kelimpahan yang terbatas. Potensi dan pemanfaatan perikanan harus dijaga kelestariannya agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, salah satu contoh pemanfaatan yang biasa dilakukan masyarakat yaitu sasi. Sasi merupakan sistem kepercayaan, berbagai aturan serta ritual yang melibatkan larangan yang bersifat temporer bagi penggunaan sumberdaya atau wilayah tertentu (Adhuri, 2013). Tujuan dari sasi ialah supaya masyarakat dapat menjaga kelestarian dan menggunakan suatu sumberdaya kelautan secara lestari, bijak dan berkelanjutan (sustainable) tanpa mengeksploitasi Sumber daya alam (SDA) secara berlebihan. Dalam pengelolaannya, sasi didukung oleh hukum adat yang sudah ada secara turun-temurun, karena masyarakat berfikir SDA di pulau-pulau kecil memiliki ketersediaan yang terbatas dan suatu saat akan menipis sementara tingkat kebutuhan masyarakat terus meningkat, maka SDA tersebut akan punah (Kuwati & Mangimbulude, 2014).

Pola pemanfaatan yang bertanggung jawab perlu digalakkan dengan meninggalkan pola pemanfaatan yang merusak, agar dapat menjamin keberlanjutan stok, menjaga mutu SDA dan meningkatkan

nilai jual Sumberdaya Perikanan (SDP) di Teluk Bintuni. Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat tradisional merupakan suatu proses pemberian tanggung jawab, wewenang dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola Sumberdaya Perikanan (SDP) sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, tujuan, serta aspirasi masyarakat yang membuat keputusan demi kesejahteraan bersama (Kartamihardja, Umar, & Aisyah, 2014). Potensi sumber daya alam hutan mangrove Kabupaten Teluk Bintuni banyak memberikan manfaat bagi keberadaan biota bernilai ekonomi penting, tiga jenis komoditas utama perikanan yakni udang jerbung (Penaeidae), kepiting bakau (Scylla sp.) dan kakap (Scianidae) (USAID SEA PROJECT, Laporan Survei Dasar Teluk Bintuni, 2018).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana strategi pengelolaan Sumberdaya Perikanan (SDP) secara tradisional dengan konsep pengembangan pengelolaan perikanan berbasis masyarakat tradisional khususnya di Distrik Manimeri, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara perizinan (model) usaha penangkapan kepiting bakau (Scylla sp.) di Distrik Manimeri secara langsung dan mengetahui langkah-langkah strategi yang mendukung pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional di Distrik Manimeri. METODE PENELITIAN

Penelitian strategi pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional dilaksanakan pada 18 Agustus 2019 hingga 8 Oktober 2019 berlokasi di Distrik Manimeri Kampung Banjar Ausoy dan Kampung Korano Jaya Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara secara langsung dengan informan/responden menggunakan kuisioner dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) pada Pelatihan Dasar Pengelolaan Perikanan Berbasis Masyarakat Tradiisional di Distrik

(3)

Manimeri serta dokumentasi secara langsung pada lokasi penelitian.

Gambar 1. Lokasi Penelitian, Skala 1:50.000.000 (lingkaran merah) (Sumber : (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2019)

Adapun bahan dan alat yang akan digunakan selama penelitian seabagaimana disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Bahan dan Alat

No Bahan dan Alat Kegunaan 1 List wawancara (Kuisioner)

Bahan acuan saat wawancara 2 Alat tulis Mencatat hasil

penelitian 3 Kamera Pengambilan dokumentasi 4 Perekam (recorder) Merekam hasil wawancara 5 Papan

pengalas Pengalas kuisioner Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis SWOT. Menurut (Galavan, 2014) analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats) adalah analisis yang digunakan untuk memutuskan strategi yang efektif dan akan diterapkan berdasarkan pasar serta keadaan publik, dimana peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) digunakan untuk mengetahui lingkungan eksternal kemudian membandingkannya dengan kekuatan (Strenghts) dan kelemahan (Weakness) yang diperoleh melalui analisis internal. Analisis SWOT merupakan alat bantu untuk mengidentifikasi keadaan internal dan eksternal dengan tujuan

perusahaan mampu membuat strategi yang tepat agar sesuai dengan visi - misi perusahaan (Rangkuti, 2014).

Tabel 2. Kerangka Matriks SWOT Eksternal / Internal STRENGT HS (S) (Kekuatan ) WEAKNES S (W) (Kelemaha n) OPPORTUNIT IES (O) (Peluang) STRATEG I SO Ciptakan strategi yang menggunak an kekuatan untuk memanfaat kan peluang STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimal kan kelemahan untuk memanfaat kan peluang THREATS (Ancaman) STRATEG I ST Ciptakan strategi yang menggunak an kekuatan untuk mengatasi ancaman. STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimal kan kelemahan dan menghindar i ancaman. Sumber: (Rangkuti, 2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distrik Manimeri berada di Pulau Papua. Distrik Manimeri Berbatasan Langsung Ibu kota Kabupaten Teluk Bintuni, Propinsi Papua Barat, Indonesia (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2019).

Nelayan

Nelayan adalah kelompok orang dengan mata pencaharian dari hasil laut dan bertempat tinggal di desa-desa atau di wilayah pesisir (Harumy & Amrul, 2018). Nelayan yang ada di Kampung Banjar Ausoy dan Kampung Korano Jaya didominasi oleh nelayan pendatang yang sudah lama menetap dan bermata pencaharian hasil laut seperti kepiting bakau (Scylla sp). Nelayan kepiting

(4)

bakau biasa melakukan aktivitas penangkapan sampai tiga hari berturut-turut dilokasi target, lalu kembali kedaratan. Jumlah penduduk dan jumlah nelayan disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 2. Tabel 3. Perbandingan Jumlah Penduduk

dengan Nelayan Kepiting No Kampung Banjar Ausoy Kampung Korano Jaya Jumlah Penduduk 1552 959 Jumlah Nelayan 42 26

Sumber: (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2019)

Gambar 2. Persentasi Jumlah penduduk dan Jumlah nelayan

Dari Gambar 2 dapat diliihat bahwa jumlah nelayan di Kampung Banjar Ausoy dan Kampung Korano Jaya memiliki nilai yang sama yaitu 3% dari jumlah penduduk 97%. Hal ini dikarenakan masyarakat kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya selain bekerja sebagai nelayan, masyarakat banyak yang bekerja sebagai petani, pegawai negeri, aparat kampung dan wirausaha lainnya (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2019). Armada Penangkapan

Armada Perikanan adalah sekelompok kapal-kapal yang akan melakukan kegiiatan penangkapan di suatu daerah perairan (fishing ground) (Ditjen Perikanan Tangkap, 2002). Perahu yang paling banyak digunakan di Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya yaitu perahu motor tempel 15 PK dengan panjang perahu 11-13 meter dan lebar 150-170 cm. Bahan bakar yang digunakan yaitu premuim (bensin). Lokasi Penangkapan

Lokasi penangkapan kepiting dimasing-masing kampung berbeda.

Perbedaan lokasi tangkap dipengaruhi oleh kepemilikan Hak Ulayat wilayah masing-masing kampung. Nelayan perangkap kepiting melakukan aktivitas penangkapan diwilayah badan sungai dipinggir hutan mangrove. Kepiting bakau dapat ditemukan di estuari dan habitat pesisir yang terlindung (Le Vay, 2001). Wilayah lokasi penangkapan Kampung Banjar Ausoy dan Kampung Korano Jaya yang disepakati oleh pemilik Hak Ulayat yaitu Pulau Karaka, Boren, Palau, Kaboy, Pulau Perkabirisi, Sungai Muturi, Sakari, Muara Bintuni, Muara Retuy, Sembaburusaray, Tabaray, Asamatumi, Asakauni, Tembuni Lama, Tembuni, Sorondawni, Tanjung Tereru dan Taroy. Alat Tangkap Bubu Lipat

Nelayan Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya biasa menangkap kepiting bakau (Scylla sp.) menggunakan perangkap bubu lipat. Penggunaan bubu lipat disebabkan karena bisa dilipat sehingga mudah untuk dibawa di kapal dengan jumlah yang banyak, mudah untuk dioperasikan, serta hasil kepiting yang diperoleh dalam keadaan segar (Iskandar, 2013).

Bubu liipat yang digunakan oleh nelayan berbentuk segi empat, menggunakan jaring Polyethylene (PE) berukuran mata jaring 1,5 cm (Iskandar, 2013), menggunakan rangka besi dengan panjang 60 cm, lebar 40 cm, tinggi 20 cm, serta panjang tali pelampung 4-6 meter. Nelayan Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya membelinya dengan harga Rp. 75.000 untuk 1 buah bubu lipat. Nelayan Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya biasa menangkap kepiting dengan menggunakan umpan berupa ikan sembilang/manyung Paraplotosus albilabris yang ditangkap dengan menggunakan jaring.

Target Penangkapan

Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya jenis kepiting bakau (Scylla sp) atau disebut juga karaka untuk masyarakat lokal merupakan salah satu jenis target tangkapan utama nelayan yang bernilai ekonomi tinggi. Dalam penangkapan kepiting bakau nelayan tidak mengambil atau melepaskan hasil tangkapan kepiting dibawah 2 up atau Jumlah Pendud uk 97% Jumlah Nelayan 3%

(5)

kurang dari 200 gram. Hal ini sesuai dalam (Permen KP No. 56 Tahun 2016, 2016) tentang penangkapan kepiting yang menyatakan bahwa ukuran berat yang diperbolehkan untuk ditangkap adalah lebih dari 200 gram (>200 gram). Nelayan kepiting bakau biasa melakukan aktivitas penangkapan sampai tiga hari berturut-turut di lokasi target, lalu kembali ke daratan. Penanganan Hasil Tangkapan

Setelah kepiting bakau tertangkap/terperangkap pada bubu lipat, kepiting harus ditangani dengan baik dan hati-hati agar tidak melukai nelayan serta tidak membuat cacat kepiting. Kemudian kepiting diikat dengan cara ditekan pada bagian cangkang/karapas dan ditekuk bagian capit kemudian diikat dengan menggunakan tali rafia. Menurut (Rangka, 2007) pengikatan kepiting dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, (1) pengikatan pada seluruh kaki serta capit sehingga kepiiting tidak mampu bergerak, dan (2) pengikatan pada bagian capit saja sehingga kepiting masih mampu berjalan tetapi tidak menyerang/melukai manusia. Setelah kepiting diikat, kemudian kepiting disimpan di keranjang sambil sesekali disiram air agar kepiting tetap dalam keadaan segar. Kepiting harus tetap dijaga agar tetap hidup dan tidak stress sehingga masih bisa dijual atau dikonsumsi.

Pangkalan Pendaratan Kepiting

Pendaratan hasil tangkapan kepiting bakau (Scylla sp) di Kampung Banjar Ausoy dilakukan di pelabuhan/pangkalan pendaratan kepiting. Sedangkan di Kampung Korano Jaya nelayan mendaratkan hasil tangkapan di sungai Muturi yang terdapat di belakang pemukiman masyarakat. Setelah sampai di tempat pendaratan nelayan akan membawa kepiting dengan menggunakan kendaraan roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat) untuk di bawa ke rumah pengepul. Pemasaran

Sistem pemasaraan kepiting di Distrik Manimeri terutama di Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya diawali oleh nelayan yang berada di Kampung tersebut, kemudian kepiting dijual kepada pengepul.

Jadi setelah 3 hari nelayan mencari kepiting hasilnya akan dibawa ke pengepul yang kemudian oleh pengepul kepiting-kepiting tersebut akan disortir sesuai dengan ukurannya. Kepiting dengan kualitas kurang bagus dan kepiting betina dijual di restoran, warung makan, dan pasar lokal. Untuk kepiting betina dapat dikirim keluar kota pada bulan Desember-Februari hal ini sesuai dengan (Permen KP No. 56 Tahun 2016, 2016), dalam Pasal 3 (a) menyebutkan bahwa penangkapan dan atau pengeluaran boleh dilakukan pada tanggal 15 (lima belas) Desember hingga 5 (lima) Februari baik dalam kondisi bertelur maupun tidak bertelur dan dengan ukuran lebar karapas diatas 15 sentimeter atau berat di atas 200 gram tiap ekor.

Sedangkan untuk kepiting dengan kualitas bagus dan jantan ukuran 2 up (berat lebih dari 200 gram/ekor), 3 up (berat lebih dari 300 gram gram/ekor), 5 up (berat lebih dari 500 gram/ekor) akan djual ke Jakarta dengan menggunakan transportasi darat menuju Manokwari. Selanjutnya dari Manokwari akan dikirimkan menggunakan pesawat ke pengepul yang berada di Jakarta. Kemudian setelah dari jakarta kepiting akan disortir kembali, kepiting dengan kualitas bagus dan masih hidup akan diekspor ke Malaysia, Singapura, Taiwan dan Tiongkok. Untuk lebih jelasnya rantai pemasaran kepiting disajikan pada Gambar 3.

Gambar. 3. Rantai Pemasaran Kepiting. Harga

Harga beli pengepul kepada nelayan kepiting dibedakan berdasarkan beratnya. Terdapat 4 kategori yaitu 2 up (berat lebih

(6)

dari 200 gram), 3 up (berat lebih dari 300 gram), 5 up (berat lebih dari 500 gram), dan Bs (Below Standard) yaitu kualitas kepiting dibawah standar atau kualitas kepiting

kurang baik. Kepiting dalam kategori Bs biasa hanya dijual lokal. Untuk harga kepiting di Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Harga Kepiting di Distrik Manimeri No Kampung

Harga

Nelayan – Pengepul 1 Pengepul 1 – Jakarta 2 up 3 up 5 up 2 up 3 up 5 up 1 Banjar Ausoy 20.000 30.000 50.000 80.000 130.000 170.000 2. Korano Jaya 20.000 30.000 50.000 85.000 130.000 180.000 Keterangan: 2 up (berat lebih dari 200 gram), 3 up (berat lebih dari 300 gram), 5 up

(berat lebih dari 500 gram), dan Bs (Below Standard) Dari Tabel 4 harga kepiting di kedua

Kampung dapat berubah-ubah setiap pengiriman karena harga pemasaraan ditentukan oleh pengepul yang berada di Jakarta. Kemudian untuk kepiting Bs atau yang kualitasnya kurang baik biasa dijual di sekitar Bintuni dan Manokwari dengan harga beli dari nelayan Rp. 10.000 kemudian dijual dengan harga Rp. 15.000.

Perizinan Usaha Penangkapan

Usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pendatang di wilayah Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya dalam penangkapan kepiting harus memiliki izin penangkapan melalui sepengetahuan Pemilik Hak Ulayat yaitu dari Suku Wamesa. Menurut (Hanaf, 1994) Hak Ulayat merupakan hak tertinggi atas tanah yang dimiliki oleh sesuatu persekutuan hukum (desa, suku) untuk menjamin ketertiban pemanfaatan/ pendayagunaan tanah, perairan, tumbuhan, dan satwa-satwa liar di dalam lingkungan wilayah yang pelaksanaannya diatur oleh ketua persekutuan (kepala suku/kepala desa). Hal ini sesuai dengan (Perda Kab. Teluk Bintuni No. 1 Tahun 2019) tentang Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Di Kabupaten Teluk Bintuni bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan secara adil dan berkelanjutan. Dimana nelayan harus memiliki izin tertulis yang harus dibuat sebelum melakukan penangkapan kepiting dan distribusi hasil tangkapan kepiting kepada pemilik Hak Ulayat.

Pemanfaatan sumber daya perikanan (SDP) oleh nelayan pendatang di wilayah Suku Wamesa wajib disertai dengan Surat Izin Mengumpulkan Hasil Laut dari Marga

Manibuy-Maboro-Kemon yang

ditandatangani atau disetujui oleh pemilik wilayah dan diketahui oleh Ketua Kerukunan Keluarga Besar Suku Wamesa yang kemudian akan diberitahukan kepada nelayan kepiting yang telah terdaftar atau memiliki izin. Untuk lebih jelasnya rantai perizinan sebelum penangkapan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Rantai Perizinan

Hasil dari tangkapan nelayan kepiting yang dijual kepengepul langsung dipotong untuk pembayaran hak ulayat sebanyak Rp. 4.500/kg kepiting, yang kemudian akan diserahkan pada pemilik hak ulayat. Setelah dari pemilik hak ulayat kemudian diberikan kepada Kepala Kerukunan keluarga Besar Suku Wamesa, yang kemudian dikelola dan digunakan untuk kepentingan bersama Suku Wamesa. Rantai distribusi hasil tangkapan nelayan disajikan pada Gambar 5.

(7)

Gambar 5. Rantai Distribusi Hasil Tangkapan

Strategi Pengelolaan dari Potensi Sumberdaya Perikanan (SDP)

Hal yang paling pertama dilakukan dalam analisis ini adalah mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal yang memberi pengaruh nyata dalam Pengelolaan Potensi Sumberdaya Perikanan (SDP). Kemudian dirumuskan alternatif-alternatif strategi untuk memperoleh strategi pengelolaan potensi SDP secara tradisional di Distrik Manimeri.

Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal dalam Pengelolaan Potensi Sumberdaya Perikanan (SDP) Secara Tradisional

Kekuatan

❖ Potensi sumberdaya perikanan di Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya merupakan komoditas ekspor.

❖ Sebagian besar nelayan menggunakan alat tangkap pasif untuk melakukan aktivitas penangkapan.

❖ Wilayah tangkap (fishing ground) untuk setiap komoditas perikanan terintegrasi dengan sistem perijinan oleh pemilik Hak Ulayat.

❖ Masyarakat pesisir Distrik Manimeri sebagian besar memiliki kesadaran tentang dampak dari penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Kelemahan

❖ Zona perikanan tangkap belum diatur sebagai kebijakan atau hukum positif, masih dalam ranah rekomendasi oleh pemilik hak ulayat.

❖ Minimnya pengawasan terhadap aktivitas perikanan tangkap.

❖ Pengetahuan masyarakat pesisir pada aspek pengelolaan limbah/sampah anorganik masih kurang.

❖ Sistem pasar yang tidak bisa dikendalikan secara langsung oleh nelayan dan prosesnya tidak transparan.

❖ Adanya sistem patron-klien antara pemilik modal dan nelayan perikanan tangkap.

Peluang

❖ Dukungan kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah daerah provinsi terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan agar dikelola oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA)

❖ Dukungan regulasi Kampung tentang pengaturan pemanfaatan sumberdaya perikanan.

❖ Tersedianya kelompok nelayan perikanan tangkap yang dalam proses legalisasi. ❖ Pemerintah kabupaten telah menyediakan

wadah (koperasi) untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dari aspek pengolahan produk perikanan.

❖ Aksebilitasi yang memadai baik trasportasi maupun komunikasi.

Ancaman

❖ Isu over ekspolitasi potensi sumberdaya perikanan di Wilayah Distrik Manimeri. ❖ Sistem penegakan hukum yang belum

memadai terutama terkait pemanfatan perikanan yang mengatur jumlah dan ukuran hasil tangkapan.

❖ Adanya potensi konflik perebutan wilayah tangkap (fishing ground) antar nelayan. ❖ Kuatnya pengaruh politik yang

berdampak pada sistem pemberian izin terhadap wilayah tangkap (fishing ground) oleh pemilik Hak Ulayat.

Analisis Strategi Faktor Internal dan Eksternal

Faktor Strategi Internal Pengelolaan Potensi Sumberdaya Perikanan Secara Tradisional

Hasil analisis serta hasil akumulasi pendapat dari informan/responden untuk komponen Internal disajikan pada Tabel 5.

(8)

Tabel 5. Matriks Faktor-faktor Strategi Internal

K

ek

u

atan

Faktor Strategi Bobot (B)

Rating

(R) BxR Akumulasi 1. Potensi sumberdaya perikanan di

Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya merupakan komoditas ekspor.

0,14 4 0,57

0,67 2. Sebagian besar nelayan menggunakan alat

tangkap pasif untuk melakukan aktivitas penangkapan

0,10 3 0,29 3.Wilayah tangkap (fishing ground) untuk

setiap komoditas perikanan yang terintegrasi dengan sistem perijinan oleh pemilik Hak Ulayat

0,14 3 0,43

4.Masyarakat pesisir Distrik Manimeri sebagian besar memiliki kesadaran tentang dampak dari penggunaan alat penangkapan yang tidak ramah lingkungan

0,14 3 0,43 Total 1,71 K el emah an

1. Zona perikanan tangkap belum diatur sebagai kebijakan atau hukum positif, masih dalam ranah rekomendasi oleh pemilik hak ulayat

0,10 -2

-0,19 2. Minimnya pengawasan terhadap aktivitas

perikanan tangkap. 0,10 -3

-0,29 3.Pengetahuan masyarakat pesisir pada

aspek pengelolaan limbah/sampah anorganik masih kurang.

0,10 -2

-0,19 4. Sistem pasar yang tidak bisa dikendalikan

secara langsung oleh nelayan dan prosesnya tidak transparan.

0,10 -2

-0,19 5. Adanya sistem patron-klien antara

pemilik modal dan nelayan perikanan tangkap

0,10 -2

-0,19

Total 1,00

-1,05 Nilai dari komponen kekuatan

(Strength) menunjukkan cukup signifikan terhadap Pengelolaan potensi SDP secara tradisional dengan nilai +1,71. Sedangkan kelemahan Pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional menunjukkan nilai -1,05, sehingga akumulasi nilai dari pengaruh faktor-faktor internal adalah 0,67. Keadaan ini menunjukkan bahwa faktor kekuatan yang dimiliki wilayah ini sangat besar, sehingga upaya dalam merumuskan strategi perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional untuk masa sekarang dan dimasa yang akan

datang. Hal ini tidak jauh berbeda dengan strategi pengelolaan SDP di wilayah Suku Kuri, Kampung Sarbe, Teluk Bintuni (Hamjati, Fahrizal, Razak, & Irwanto, 2021) bahwa akumulasi dari faktor-faktor internal adalah 0,64, sehingga cocok diterapkan dalam pengelolan potensi SDP di wilayah tersebut.

Faktor Strategi Eksternal Pengelolaan Potensi Sumberdaya Perikanan Secara Tradisional

Hasil analisis dan akumulasi pendapat dari informan/responden untuk komponen Internal disajikan pada Tabel 6.

(9)

Tabel 6. Matriks Faktor - faktor Strategi Eksternal

P

el

ua

ng

Faktor Strategi Bobot Rating BxR Akumulasi

1.Dukungan kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah daerah provinsi terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan agar dikelola oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA)

0,13 3 0,38

0,71 2.Dukungan regulasi Desa tentang pengaturan

pemanfaatan sumberdaya perikanan. 0,13 3 0,38 3.Tersedianya kelompok nelayan perikanan

tangkap yang dalam proses legalisasi

0,13 3 0,38

4. Pemerintah kabupaten telah menyediakan wadah (koperasi) untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dari aspek pengolahan produk perikanan

0,08 2 0,17

5. Aksebilitasi yang memadai baik trasportasi maupun komunikasi. 0,13 3 0,38 Total 1,67 A nc am an

1. Isu over ekspolitasi potensi sumberdaya perikanan di Wilayah Distrik Manimeri

0,08 -2 -0,17 2. Sistem penegakan hukum yang belum

memadai terutama terkait pemanfatan perikanan yang mengatur jumlah dan ukuran hasil tangkapan

0,13 -2 -0,25

3. Adanya potensi konflik perebutan wilayah tangkap (fishing ground) antar nelayan

0,08 -2 -0,17 4. Kuatnya pengaruh politik yang berdampak

pada sistem pemberian izin terhadap wilayah tangkap oleh pemilik Hak Ulayat.

0,13 -3 -0,38

Total 1,00 -0,96

Matriks strategi dari faktor eksternal pada Tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai komponen peluang (Opportunity) sebesar +1,67 dan komponen ancaman (Threat) sebesar -0,96. Dari faktor eksternal diperoleh akumulasi sebesar 0,71. Keadaan ini menunjukan bahwa peluang dalam mengoptimalkan pengelolaan potensi SDP secara tradisional lebih besar dibandingkan ancaman yang akan menjadi hambatan dalam proses impelentasi strategi Pengelolaan potensi SDP secara tradisional di Distrik Manimeri.

Setelah mendapatkan nilai akumulasi dari hasil analisis menggunakan matriks SWOT, dengan pertimbangan faktor internal dan faktor eksternal, menunjukkan bahwa kondisi Pengelolaan potensi SDP secara tradisional di Distrik Manimeri berada pada posisi kuadrant I dengan nilai 0,67 sampai dengan 0,71, seperti pada Gambar 6 :

Gambar 6. Hasil kombinasi faktor internal serta faktor eksternal

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa dari berbagai faktor internal serta faktor eksternal didapatkan hasil yang berada pada kuadran I, yang mendukung strategi agresif. situasi ini merupakan situasi yang sangat baik dikarenakan mendukung pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tradisional

(10)

sehingga dapat memanfaatkan peluang dan kekuatan yang ada. Hal ini sama dengan faktor internal dan eksternal dalam pengelolaan perikanan suku Kuri, teluk Bintuni yang mendukung strategi agresif (Hamjati, Fahrizal, Razak, & Irwanto, 2021). Alternatif Strategi

Hasil analisis menggunakan matriks SWOT dengan kombinasi faktor internal dan faktor eksternal pengelolaan potensi SDP secara tradisional berada pada kuadran I (Gambar 6). Melihat pertimbangan antara kekuatan dan peluang pada pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional memberikan strategi khusus yakni dengan dilakukan strategi agresif – SO (Strength dan Opportunity) yang menciptakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Diketahui bahwa faktor kekuatan terbesar dalam Pengelolaan potensi SDP secara tradisional di Distrik Manimeri bersumber dari Potensi SDP di Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya merupakan komoditas ekspor: Faktor kekuatan ini merupakan potensi dalam Pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional. Oleh sebab itu dilakukan langkah-langkah strategi (strategy steps) yang akan mendukung bentuk Pengelolaan potensi SDP secara tradisional. Strategi tersebut adalah :

1. Optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan di Distrik Manimeri

a) Implementasi konsep Pengelolaan Perikanan Berbasis Masyarakat Tradisional melalui pengesahan MHA sebagai pengelola.

b) Perbaikan sistem perizinan oleh pemilik hak ulayat terhadap wilayah penangkapan melalui legalisasi kelompok nelayan. 2. Penguatan hukum dan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan

a) Percepatan proses legalisasi Regulasi tingkat Kampung tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

b) Mendorong proses legalisasi kelompok nelayan perikanan tangkap.

3. Perbaikan kualitas sistem pemasaran

a) Optimalisasi kerjasama dengan koperasi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dari aspek pengolahan produk perikanan.

b) Pemantauan pasar dan peningkatan promosi hasil perikanan tangkap yang didukung oleh ketersediaan sarana transportasi dan komunikasi.

c) Peningkatan kerjasama dengan lembaga terkait atau investor/pihak swasta untuk pemasaran produk perikanan.

4. Pelestarian potensi sumberdaya Perikanan Tangkap.

a) Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian dan ketersediaan sumber daya perikanan untuk dimanfaatkan secara berkesinambungan.

b) Penyediaan sarana yang dijadikan sebagai

alternatif penyimpanan

hidup/penampungan sementara hasil penangkapan yang belum dapat dijual. SIMPULAN

Usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pendatang di wilayah Kampung Banjar Ausoy dan Korano Jaya dalam penangkapan kepiting harus memiliki surat izin penangkapan melalui Suku Wamesa selaku Pemilik Hak Ulayat. Strategi pengelolaan potensi sumberdaya perikanan secara tradisional di Distrik Manimeri yaitu : 1) Optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan di Distrik Manimeri, 2) Penguatan hukum dan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan, 3) Perbaikan kualitas sistem pemasaran, dan 4) Pelestarian potensi sumberdaya perikanan tangkap

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja sama rekan-rekan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia selama penyusunan jurnal ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adhuri, D. S. (2013). Selling the Sea: A Study of Conflict Over Marine tenure in Kei Islands, Eastern Indonesia. Canberra: ANU Press.

(11)

BPS Kab. Teluk Bintuni. (2019). Teluk Bintuni Dalam Angka. Teluk Bintuni: BPS Kabupaten Teluk Bintuni.

Ditjen Perikanan Tangkap. (2002). Pedoman Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Jakarta keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara nomor: Kep/25/M. Pan, 2, 2004. Kementerian Kelautan Perikanan. Galavan, R. (2014). Doing Business

Strategy. Ireland: NuBooks.

Ghufran, M., & Kordi, H. (2012). Ekosistem mangrove: Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta. Hamjati, D., Fahrizal, A., Razak, A. D., &

Irwanto, I. (2021). Strategi Pengelolaan Potensi Sumberdaya Perikanan Dalam Upaya Penguatan Sistem Kelembagaan Adat Suku Kuri di Kampung Sarbe Teluk Bintuni. Jurnal Riset Perikanan dan Kelautan, 3 (1), 264-275.

Hanaf, Y. (1994). Mengenali Hal Ulayat dan Hak-Hak Perorangan Masyarakat Adat. Jakarta: Majalah Kehutanan. MKI Edisi 10.

Harumy, H. F., & Amrul, H. M. (2018). Aplikasi Mobile Zagiyan (Zaringan Digital Nelayan) Dalam Menunjang Produktivitas Dan Keselamatan, Dan Kesehatan Nelayan (Studi Kasus Kelompok Nelayan Percut). IT Journal Research and Development, 2(2), 52-61.

Iskandar, D. (2013). Daya Tangkap Bubu Lipat Yang Dioperasikan Oleh Nelayan Tradisional Di Desa Mayangan Kabupaten Subang (Catchability of Collapsible Pot Operated by Traditional Fishermen in Mayangan Village, Subang Regency). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology 8 (2), 1-5.

Kartamihardja, E. S., Umar, C., & Aisyah, A. (2014). Pembelajaran Dari Pengelolaan Dan Konservasi Sumber Daya Ikan Arwana Merah

(Scleropages formosus, Muller and Schlegel, 1844) Berbasis Masyarakat Di Danau Empangau, Kalimantan Barat. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 6(2), 65-74.

Kuwati, M. M., & Mangimbulude, J. C. (2014). Konservasi Berbasis Kearifan Lokal (Studi Kasus: Sasi Di Kabupaten Raja Ampat). In Prosiding Seminar Nasional Raja Ampat Waisai–12–13 Agustus.

Le Vay, L. (2001). Ecology and management of mud crab Scylla spp. Asian Fisheries Science, 14(2), 101-112. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.

(2016). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/Permen-KP/2016. Jakarta: Menteri Kelautan dan Perikanan.

Perda Kab. Teluk Bintuni No. 1 Tahun 2019. (n.d.). Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Teluk Bintuni. Bintuni: Sekretaris Daerah Kabupaten Teluk Bintuni. Permen KP No. 56 Tahun 2016. (2016).

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/Permen-KP/2016. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/Permen-KP/2016 . Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Rangka, N. A. (2007). Status usaha kepiting bakau ditinjau dari aspek peluang dan prospeknya. Neptunus, 14 (1), 90-100. Rangkuti, F. (2014). Analisis SWOT: Teknik

Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

USAID SEA PROJECT. (2017). Laporan Enumerator. Sorong: WWF Indonesia. USAID SEA PROJECT. (2018). Laporan

Survei Dasar Teluk Bintuni. Sorong: WWF Indonesia.

USAID SEA PROJECT. (2019). Laporan Enumerator. Sorong: WWF Indonesia. USIAD SEA PROJECT. (2019). Laporan

Enumerator. Sorong: WWF INDONESIA.

Gambar

Tabel 2. Kerangka Matriks SWOT  Eksternal /  Internal  STRENGTHS (S)  (Kekuatan )  WEAKNESS (W) (Kelemahan)  OPPORTUNIT IES (O)  (Peluang)   STRATEGI SO Ciptakan  strategi  yang  menggunak an  kekuatan  untuk  memanfaat kan  peluang  STRATEGI WO Ciptakan s
Tabel  3.  Perbandingan  Jumlah  Penduduk  dengan Nelayan Kepiting
Tabel 4. Harga Kepiting di Distrik Manimeri  No  Kampung
Gambar  5.  Rantai  Distribusi  Hasil  Tangkapan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bahan baku yang datang dari suplier ditempatkan dalam drum plastik yang ditambahkan es agar udang tidak mengalami kemunduran mutu. QC terlebih dahulu

Laju Pertumbuhan spesifik yang diperoleh pada penelitian ini adalah berada pada kisaran 3.6%-4.8% perhari, dimana laju pertumbuhan spesifik tertinggi adalah pada

Library OpenCV telah menyediakan function untuk Background Subtraction yaitu cvSub(source1, source2, dest, NULL) tetapi hasil subtraksi yang didapatkan tidak

Memandangkan perancangan sumber manusia merupakan antara aktiviti pengurusan sumber manusia yang berperanan menentukan aliran masuk dan keluar tenaga kerja dalam

pada ikan koi (Cyprinus carpio) dan menganalisa konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) yang tepat untuk pelepasan Argulus sp.. pada tubuh ikan koi (Cyprinus

Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan dibandingkan biaya yang dikeluarkan pada usaha perikanan Bagan Tancap di perairan

Berdasarkan hasil analisa Labor Utilization Rate (LUR) dengan menggunakan metode work sampling dilakukan pada 4 stasiun kerja yaitu skinning, filleting, trimming, dan

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini, dapat disimpulkan yaitu rasio tebar yang efektif dan produktivitas ikan serta tanaman kangkung terbaik pada