• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI JUMLAH DAN PERSEBARAN POHON MANGGIS DI KAWASAN AGROPOLITAN CENDAWASARI, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI JUMLAH DAN PERSEBARAN POHON MANGGIS DI KAWASAN AGROPOLITAN CENDAWASARI, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKSI JUMLAH DAN PERSEBARAN POHON MANGGIS

DI KAWASAN AGROPOLITAN CENDAWASARI,

KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR

JAWA BARAT

Oleh :

RIAN NOOR FEBRIANGGORO A24104085

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

PREDIKSI JUMLAH DAN PERSEBARAN POHON MANGGIS

DI KAWASAN AGROPOLITAN CENDAWASARI,

KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR

JAWA BARAT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RIAN NOOR FEBRIANGGORO A24104085

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(3)

SUMMARY

Rian Noor Febrianggoro (A24104085), “Predicted the number and spread of mangosteen trees at the Agropolitan Cendawasari, Leuwiliang subdistrict, Bogor district, West Java”, supervised Dr. Baba Barus and Dr. Boedi Tjahjono.

Mangosteen fruit is one of the mainstay Indonesian fruit commodities that have high economic value and excellent prospects for development as one of Indonesia's export commodities. This research was conducted in the area Agropolitan Cendawasari located in the Village Karacak, Leuwiliang district, Bogor Regency, West Java Province.

This research aims: 1) to use satellite imagery for mapping the areas of mangosteen in Cendawasari, 2) to mapping land use/cover in Cendawasari, and to 3) Mapping the distribution of mangosteen commodities in the Cendawasari Agropolitan area. This study used Quickbird imagery in 2005.

The research exhibits 9 type of land use/cover in Cendawasari. 9 types of land use resulting from the process of interpretation and digitations on Quickbird imagery. The details are as follow ; 199.772 ha of mixed garden (43.850%), mangosteen plantation 63.072 ha (13.844%), 58.896 ha of rice field (12.928%), 46.113 ha of dry land farming system (10.122%), 32.720 ha of shrubs (7.182%), settlement of 27.326 ha (5.998%), plantation production of 15.962 ha (3.504%), 10.053 ha of secondary forest (2.207%) and open land 1.662 ha (0.365%).

Each land use in the research area has a particular number of mangosteen plant. Number of manggosteen tree in each land use type is as follows ; 7991 mixed tree gardens, 12,299 mangosteen tree plantations, rice fields 236 trees, dry land farming system 1107, 393 trees shrubs, trees 437 settlements, 208 production orchard trees, 121 trees of secondary forest and open land 3 tree. Futher more each land use has an average number per hectare, as follows ; mangosteen plantation (195 trees), mixed orchard (40 trees), farm (24 trees), settlement (16 trees), garden produce (13 trees ), shrubs (12 trees), secondary forest (12 trees), rice field (3 trees), and open land (2 trees).

Thus, the mangosteen trees has distribute dominantly in the area of research. The percentage of occupation is as follows ; mangosteen plantations 54.58%, 34.58% mixed gardens, dry land farming system 4.79%, 1.89% settlement, shrubs 1.70%, 1.02% rice fields, gardens production of 0.90%, 0.52% secondary forest, and open land 0.01%. The land use distribution patterns of the mangosteen tree tends to be concentrated in the western area, while less dense of mangosteen plantations distribution spread across the those study area.

(4)

RINGKASAN

Rian Noor Febrianggoro (A24104085), “ Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”, dibawah bimbingan Dr. Baba Barus dan Dr. Boedi Tjahjono.

Buah manggis merupakan salah satu komoditas buah andalan Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Penelitian ini bertujuan; 1) Mencoba menggunakan citra satelit untuk memetakan komoditas manggis di daerah Cendawasari, 2) Memetakan penutupan/penggunaan lahan di kawasan tersebut, 3) Pemetaan sebaran komoditas manggis di Kawasan Agropolitan Cendawasari. Penelitian ini menggunakan citra Quickbird tahun 2005.

Pada daerah penelitian dapat dihasilkan 9 tipe penutupan/penggunaan lahan. 9 jenis penggunaan lahan tersebut dihasilkan dari proses interpretasi dan digitasi pada citra satelit Quickbird. Penggunaan lahan ini adalah kebun campuran 199,772 ha (43,850%), perkebunan manggis 63,072 ha (13,844%), sawah 58,896 ha (12,928%), ladang 46,113 ha (10,122%), semak belukar 32,720 ha (7,182%), permukiman 27,326 ha (5,998%), kebun produksi 15,962 ha (3,504%), hutan sekunder 10,053 ha (2,207%) dan lahan terbuka 1,662 ha (0,365%).

Setiap jenis penggunaan lahan di wilayah penelitian terdapat tanaman manggis didalamnya. Jumlah tanaman manggis per penggunaan lahan adalah sebagai berikut; kebun campuran 7.991 pohon, perkebunan manggis 12.299 pohon, sawah 236 pohon, ladang 1.107 pohon, semak belukar 393 pohon, permukiman 437 pohon, kebun produksi 208 pohon, hutan sekunder 121 pohon dan lahan terbuka 3 pohon. Jika dirata-ratakan, untuk setiap penggunaan lahan memiliki jumlah tanaman manggis per hektar adalah sebagai berikut; perkebunan manggis (195 pohon), kebun campuran (40 pohon), ladang (24 pohon), permukiman (16 pohon), kebun produksi (13 pohon), semak belukar (12 pohon), hutan sekunder (12 pohon), sawah (3 pohon), dan lahan terbuka (2 pohon).

Dengan demikian sebaran pohon manggis dikawasan Cendawasari paling dominan adalah perkebunan manggis 54,58%, kebun campuran 34,58%, ladang 4,79%, permukiman 1,89%, semak belukar 1,70%, sawah 1,02%, kebun produksi 0,90%, hutan sekunder 0,52%, lahan terbuka 0,01%. Pola sebaran pohon manggis di penggunaan lahan perkebunan manggis cenderung lebih terkonsentrasi, sedangkan di penggunaan lahan selain perkebunan manggis memiliki pola sebaran yang menyebar di seluruh wilayah penelitian.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

Nama Mahasiswa : Rian Noor Febrianggoro. NRP : A24104085

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Dr. Boedi Tjahjono NIP. 19610101 198703 1 004 NIP. 19600103 198903 1 002

Diketahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 1982 03 1002

Tanggal Lulus :

Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta 18 Februari 1986. Penulis merupakan putra kedua dari Bapak Ir. Suratman dan Ibu Dwi ,S. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 1 Sindang Barang hingga tamat pada tahun 1998 di Bogor. Selanjutnya melanjutkan di SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2001, kemudian pada tahun 2004 lulus dari SLTA Negeri 6 Bogor.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Pengantar Penginderaan Jauh (PPJ), Sistem Informasi Geografis (SIG), dan Geomorfologi dan Analisis Lansekap tahun ajaran 2006/2007.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah….. Puji dan syukur hanya bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “PREDIKSI JUMLAH DAN PERSEBARAN POHON MANGGIS DI KAWASAN AGROPOLITAN CENDAWASARI, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT”.

Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Keluarga yang selalu mendukung penulis, terlebih ayahanda atas bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku pembimbing skripsi pertama yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini. Serta Bapak Dr. Boedi Tjahjono selaku pembimbing kedua, dan juga Ibu Dr.Ir. Khursatul Munibah M.Sc sebagai dosen penguji.

3. Pihak Pemerintah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor atas informasi yang diberikan menyangkut penelitian penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mbak Reni, Mas Manijo, Aby, Ellisa, Alwan, Annisa, Dipo’40, Adi’40, Rizaldy’40 kawan-kawan Tanah’41 lainnya atas segala bantuan dan kebersamaannya selama ini serta kawan-kawan lainnya yang pada kesempatan kali ini terlewat untuk disebutkan oleh penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak hal yang perlu dikaji lebih dalam lagi. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Bogor, Oktober 2009

(8)

1 DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Tujuan Penelitian ………...…………. 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 4

2.1 Penggunaan Lahan ………. 4 2.2 Penginderaan Jauh ……….. 6 2.3 Klasifikasi ... .. 6 2.4 Interpretasi Citra ... 7 2.5 Citra Quickbird ... 8 2.6 Manggis ... 9

III. BAHAN DAN METODE ……….. 12

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ...……….. 12

3.2 Bahan dan Alat ...……….. 12

3.3 Metode Penelitian …...……….. 13

3.3.1 Tahap Persiapan ... 13

3.3.2 Tahap Pengolahan Data ... 13

3.3.3 Interpretasi Penggunaan Lahan Citra Quickbird ... 14

3.3.4 Survei Lapang ... 14

3.3.5 Analisis Data ... 15

3.3.6 Uji Akurasi Metode Penelitian ... 16

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 19

4.1 Keadaan Topografi dan Kemiringan Lereng ... 19

(9)

2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 24

5.1 Analisis Citra ………. 24

5.1.1 Kompilasi Citra ... 24

5.1.2 Pembuatan Peta Kerja dan Peta Dasar ... 25

5.1.3 Analisis Penggunaan Lahan ... 26

5.2 Verifikasi Lapang ……… 31

5.2.1 Verifikasi Peta Dasar ... 31

5.2.2 Verifikasi Hasil Analisis Penggunaan Lahan ... 32

5.3 Analisis Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis ...… 35

5.4 Akurasi Metode Penelitian ... 40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 48

6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 48

VII. DAFTAR PUSTAKA ……….. 49

(10)

3 DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Karakteristik Sensor Satelit Quickbird ………... 9

2. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Manggis ... 10

3. Nama Bahan (Data dan Peta) dalam Penelitian ... 12

4. Nama Alat dalam Penelitian ... 13

5. Tekstur dan Pola Persebaran Manggis pada Citra Quickbird ... 28

6. Warna dan Pola Persebaran Manggis pada Citra Landsat ... 29

7. Jumlah Tanaman Manggis ... 39

8. Uji Metode Penelitian ... 41

(11)

4 DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

1. Diagram Tahap Penelitian ... 17

2. Peta Wilayah Penelitian Skala 1 : 25.000 ... 18

3. Ladang di Kawasan Cendawasari ... 20

4. Semak Belukar di Kawasan Cendawasari ... 20

5. Hutan Sekunder di Kawasan Cendawasari ... 21

6. Permukiman di Kawasan Cendawasari ... 21

7. Lahan Terbuka di Kawasan Cendawasari ... 22

8. Kebun Campuran di Kawasan Cendawasari ... 22

9. Sawah di Kawasan Cendawasari ... 22

10. Perkebunan Manggis di Kawasan Cendawasari ... 23

11. Kebun Produksi di Kawasan Cendawasari ... 23

12. Citra Landsat dan Citra Quickbird ... 25

13. Perbandingan Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan ... 30

14. Peta Hasil Overlay Citra Quickbird dan Citra Landsat ... 31

15. Peta Pembagian Wilayah Dominasi Jumlah Tanaman Manggis ... 35

16. Peta Lokasi Titik Sample Pengamatan Lapang ... 36

17. Peta Titik Sampel Uji Metode Penelitian ... 41

18. Grafik Jumlah Pohon Manggis di Kawasan Cendawasari ... 42

19. Peta Penggunaan Lahan Cendawasari Skala 1 : 25.000 ... 43

20. Peta Sebaran Komoditas Manggis di Kawasan Cendawasari .... ... 44

21. Peta Sebaran Komoditas Manggis di Kawasan Cendawasari ... 45

22. Peta Kepadatan Jumlah Pohon Manggis Aktual per Ha ... 46

23. Peta Jumlah Total Pohon Manggis Aktual per Landuse Cendawasari. 47 Lampiran 24. Peta Dasar Kabupaten Bogor ... 59

25. Peta Infrastruktur Kabupaten Bogor ... 60

26. Peta Kelas Lereng Kabupaten Bogor ... 61

27. Peta Kesesuaian Lahan Manggis Kabupaten Bogor ... 62

28. Peta Ketersediaan Lahan Kabupaten Bogor ... 63

29. Peta Zona Agropolitan Kabupaten Bogor ... 64

(12)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah manggis merupakan salah satu komoditas buah andalan Indonesia. Buah manggis memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia. Sejak tahun 1970-an hingga sekarang permintaan ekspor manggis terus meningkat. Manggis menempati urutan pertama yang menjadi komoditas buah andalan ekspor Indonesia di atas nanas dan jeruk. Buah manggis yang diperdagangkan di pasar lokal maupun ekspor sebagian besar dihasilkan dari perkebunan rakyat yang masih sangat minim dalam sistem pengelolaannya (tradisional).

Permintaan ekspor buah manggis dari luar negeri dari tahun ke tahun meningkat terus, kecuali pada tahun 1998 permintaan tersebut mengalami penurunan karena krisis moneter. Berdasarkan data statistik (dikutip dari www.

deptan. go.id), volume ekspor buah manggis pada tahun 2002, sebesar 6.512,528

ton dengan nilai 6.956.915 dolar AS. Angka-angka tersebut mengalami peningkatan menjadi 9.304,511 ton dengan nilai 9.306.042 dolar AS pada tahun 2003 atau meningkat 42,8%.

Di Indonesia, manggis yang sudah mencapai masa produktif biasanya berumur lebih dari 10 tahun. Produktivitas pohon manggis rata-rata sekitar 30-70 kg per pohon, dan dari jumlah tersebut yang dapat menembus pasar ekspor hanya sebesar 10% saja. Kecilnya angka ini diakibatkan oleh adanya penyakit getah kuning yang menyerang manggis sekitar 20% dan juga penyakit burik buah sekitar 25% (www.deptan.go.id).

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, atau sekitar 30 km dari pusat kota Bogor. Kawasan ini dirilis menjadi

(13)

2 suatu kawasan agropolitan sejak tahun 2002 dan komoditas utama yang dimiliki oleh daerah tersebut adalah manggis.

Kebun manggis yang tersebar di wilayah ini berasal dari hutan sekunder dengan tanaman manggis yang sudah ada secara turun temurun. Tanaman manggis di Leuwiliang umumnya merupakan tanaman yang tumbuh sembarang dan berkembang begitu saja tanpa perawatan/pemeliharaan yang khusus dari petani. Tanaman manggis ditanam dengan jarak tanam yang tidak teratur sehingga antar tanaman manggis atau dengan tanaman lain memiliki kanopi yang saling menutupi. Daerah penelitian ini merupakan salah satu pemasok manggis yang besar dalam kegiatan ekspor buah-buahan tropika Indonesia. Sampai saat ini banyak penanam modal yang menanamkan modalnya untuk mengembangkan usaha manggis di daerah Cendawasari. Pemasaran manggis yang dihasilkan oleh daerah ini pun tidak begitu sulit, selain ekspor, manggis Cendawasari juga dapat memenuhi permintaan manggis lokal. Akan tetapi sistem bertanam manggis di daerah ini masih memiliki kelemahan pada perhitungan produktivitasnya, sehingga tidak ada data yang menunjukkan adanya perbandingan produktivitas manggis dari musim panen ke musim panen selanjutnya. Tanaman manggis bercampur dengan tanaman lain, seperti jengkol, albasia, durian, petai dan pisang. Sehingga untuk melakukan suatu pemetaan terhadap tanaman manggis masih sering mengalami suatu hambatan/kesulitan. Untuk itu maka dilakukan suatu pendekatan dalam menghitung dan memetakan jumlah tanaman manggis di wilayah ini dengan menggunakan metode perhitungan komoditas manggis berdasarkan Satuan Penggunaan Lahan.

Dengan memetakan manggis, dapat diperoleh data awal/data dasar dalam kaitannya dengan perencanaan penataan dan penggunaan lahan di kawasan Cendawasari tersebut. Dengan adanya data/informasi, maka dapat dilakukan pengembangan komoditas unggulan sesuai dengan kondisi biofisik di daerah Cendawasari serta memiliki kelayakan secara finansial. Setiap perencanaan wilayah harus mempunyai suatu data/informasi awal yang mendukung proses tersebut. Diantara data/informasi awal tersebut adalah peta, dan lain-lain.

(14)

3 Kegiatan ini hanya sampai pada tingkat pembuatan peta komoditas unggulan yang saat ini tumbuh di daerah Cendawasari yang berupa manggis.

1.2 Tujuan Penelitian

• Memetakan Penutupan/Penggunaan Lahan di Kawasan Agropolitan Cendawasari.

• Prediksi jumlah dan persebaran pohon manggis di daerah Cendawasari

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk dapat mengidentifikasi dan memetakan sebaran jumlah tanaman manggis yang terdapat di wilayah Agropolitan Cendawasari yang kemudian dapat memberikan suatu informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkannya serta memberikan rekomendasi terhadap sebaran tanaman manggis agar memperoleh hasil yang optimal sesuai dengan kesesuaian lahan dan pengelolaannya. Mendorong/meyakinkan pemilik modal untuk berusaha mengembangkan komoditas manggis di wilayah Cendawasari sehingga dari informasi yang disajikan ini dapat memberikan suatu gambaran akan potensi daerah dan peluang dari pengembangan tersebut sehingga dapat memperoleh keuntungan optimal dari kegiatan pengembangan tersebut. Manfaat lain adalah, metode penelitian ini dapat dijadikan sebagai pendekatan dalam kegiatan penghitungan komoditas lain di lahan yang berbeda, lingkungan yang berbeda, luas lahan yang berbeda dengan tingkat kesulitan yang berbeda, dan lain-lain (transfer teknologi).

(15)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggunaan Lahan

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia karena semua aktivitasnya, baik secara langsung maupun tidak terkait atau berhubungan dengan lahan. Lahan ialah tempat atau wilayah dimana manusia beraktifitas, baik itu menambang bahan mentah yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih berguna maupun kegiatan membuang limbah hasil transformasi tersebut. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran mengenai sistem lahan, dimana sistem lahan merupakan kumpulan informasi yang berisi karakteristik yang ada di suatu lahan (Mather, 1986). Adapun menurut Arsyad (2000), lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Pengertian lahan seperti ini juga diperkuat oleh FAO dalam Arsyad (2000), yang menyatakan bahwa lahan merupakan suatu lingkungan fisik meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaanya. Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini.

Penggunaan lahan merupakan setiap intervensi manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 1975; Arsyad, 1989). Sedangkan menurut Sitorus (2004), pengelolaan sumberdaya lahan adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktifitas lahan. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengembangannya, sumberdaya lahan bersifat muti fungsi dan multi guna dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Pengunaan lahan (land

use) dan penutup lahan (land cover) adalah dua istilah yang seringkali diberi

pengertian yang berbeda, padahal keduanya memiliki pengertian yang sama (Subardiman, 1996). Menurut Lillesand dan Kiefer (1987), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup

(16)

5 lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Penggunaan lahan dapat dikelompokan dalam dua golongan besar, yaitu lahan pertanian dan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan/ladang, sawah, kebun, padang rumput/semak belukar, hutan produksi, hutan lindung, tubuh air dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan kedalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya (Arsyad, 1989). Menurut Vink (1975) penggunaan lahan dapat dijabarkan dalam beberapa arti, yaitu (a) penggunaan lahan pedesaan dalam arti luas, termasuk pertanian, kehutanan, dan pertanaman yang menunjang konservasi cagar alam dan pengolahan daerah rekreasi, (b) penggunaan lahan pemukiman dan industrial, termasuk kota, perkampungan, kawasan industri, jalan-jalan utama dan aktivitas pertambangan.

Penggunaan lahan merupakan hasil kombinasi genesis dan pengaruh manusia yang telah dilakukan dimasa lalu dan yang masih aktif sampai sekarang. Pengaruh manusia adalah hasil aktifitas positif manusia atau mungkin juga sebagai hasil dari ketidakpedulian manusia atau kurangnya pengetahuan manusia (Vink, 1975). Setiap penggunaan lahan dipengaruhi oleh sifat fisik lahan, tersedianya modal dan distribusinya, tenaga kerja serta biaya tenaga kerja, dan juga dipengaruhi sosial politik yang sedang berlaku (Mather, 1986). Sedangkan menurut Jackson dan Jackson (1996), potensi penggunaan lahan dapat dipengaruhi oleh jenis tanah, sumberdaya mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi.

Keputusan tentang penggunaan lahan ditentukan oleh berbagai faktor yaitu tujuan dari penggunaan lahan, proses bagaimana sebuah keputusan diambil, dan factor-faktor lain yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi manusia dalam mengambil keputusan. Hal ini termasuk faktor personal dan psikologis, dan juga pengaruh eksternal yang berasal dari sifat-sifat alami unit lahan dan susunannya secara luas. Proses pembuatan keputusan mengenai penggunaan lahan sangatlah kompleks. Keputusan yang harus dibuat mencakup jenis penggunaan, intensitas penggunaan, dan bentuk pengolahan lahan.

(17)

6 Keputusan-keputusan ini sebagian tergantung dari tujuan penggunaan lahan, dan dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan (Mather, 1986).

2.2 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena alam melalui analisis data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994). Kemudian Lindgren (1985) dalam Sutanto (1986) menambahkan bahwa informasi dari penginderaan jauh berbentuk radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh matahari dan kemudian dipantulkan oleh permukaan bumi.

Menurut Kennie dan Matthews (1985) secara fisik penginderaan jauh adalah pengukuran dan perekaman variasi-variasi energi elektromagnetik yang terjadi ketika energi itu berinteraksi dengan atmosfer dan permukaan bumi.

Selanjutnya Lillesand dan Kiefer (1994) merinci lebih menyeluruh bahwa pengaruh atmosfer bervariasi menurut perbedaan jarak jelajah dan variasi kekuatan sinyal yang dideteksi, keadaan atmosfer dan panjang gelombang radiasi. Pengaruh atmosfer pada perinsipnya melalui mekanisme penghamburan dan penyerapan. Tiga interaksi energi elektromagnetik dengan permukaan bumi yang fundamental adalah pemantulan, penyerapan dan penerusan.

2.3 Klasifikasi

Penggunaan lahan menggambarkan bagaimana suatu bagian dari lahan digunakan, sementara penutup lahan mengambarkan material yang tampak pada permukaan bumi. Sistem klasifikasi harus mengadaptasi keduanya penggunaan lahan dan penutup lahan. Suatu sistem klasifikasi yang menggunakan data inderaja dan foto udara harus memiliki kriteria-kriteria di bawah ini (Anderson, dkk, 1916 dalam Sabins dan Floyd, 1978) :

1. Tingkat akurasi dalam mengidentifikasi kategori-kategori penggunaan lahan dan penutup lahan dari data inderaja minimal 85%.

(18)

7 2. Akurasi dari interpretasi untuk semua kategori harus kurang lebih

sama.

3. Hasil yang dapat diulang harus bisa diperoleh dari satu interpreter ke interpreter lain dan dari satu waktu ke waktu lain.

4. Sistem harus bisa digunakan untuk area yang diperluas.

5. Sistem harus bisa digunakan untuk data penginderaan jauh yang didapatkan pada waktu yang berbeda.

6. Sistem harus bisa digunakan pada subkategori yang bisa diperoleh dari survei lapang atau dari data penginderaan jauh dengan skala yang lebih besar.

7. Agresi dari kategori-kategori harus bisa diperoleh.

2.4 Interpretasi Citra

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) citra berisi rekaman rinci kenampakan permukaan bumi. Avery (1992) mendefinisikan interpretasi citra sebagai proses pengenalan obyek atau kondisi dalam citra dan penentuan artinya atau signifikansinya.

Menurut Barret dan Curtis (1992) ada dua proses dalam menginterpretasikan citra, yaitu ; (1) menentukan identitas dari obyek dan unsure-unsur yang tampak pada citra dan (2) pencarian untuk mengetahui arti identitas tersebut. Proses pertama menggunakan karakteristik foto-citra seperti bentuk, ukuran, pola, bayangan, tekstur, situasi, dan resolusi untuk mengenali obyek. Proses kedua menganalisis dengan deduksi untuk menemukan hubungan lebih berarti. Interpretasi citra dapat berupa regional ataupun spasial, sebagai contoh evaluasi terrain atau klasofikasi lahan. Sebaliknya, interpretasi citra dapat bersifat

site-spesific, dan tujuan tertentu (Barret dan Curtis, 1992).

Kunci interpretasi citra adalah serangkaian petunjuk yang digunakan untuk membantu para penafsir dalam menentukan fotografis (Avrey, 1992). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) kunci interpretasi yang biasa digunakan adalah; bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka umum suatu obyek, ukuran merupakan besar kecilnya suatu obyek yang diperhitungkan dengan skala citra, pola merupakan hubungan susunan spasial obyek, tekstur merupakan frekuensi

(19)

8 perubahan rona pada citra fotografik dan juga merupakan gabungan dari bentuk, pola dan ukuran, situs merupakan posisi obyek dalam kaitannya dengan lingkungan sekitar, rona merupakan warna atau kecerahan relatif obyek pada foto, bayangan disebabkan oleh penyinaran matahari yang tidak tegak lurus. Avery (1992) menambahkan asosiasi menekankan bahwa setiap obyek saling berhubungan jadi dalam identifikasi harus melihat obyek yang lain. Dalam prakteknya, kunci-kunci ini mengasumsikan tingkatan kepentingan yang bermacam-macam. Sebagai akibatnya, urutan dimana citra dapat diperiksa berbeda dari satu jenis citra dengan tipe citra yang lain, dari satu penelitian ke penelitian lain. Kadang-kadang kunci-kunci ini menyebabkan penilaian dari kondisi tidak secara langsung muncul dalam citra tersebut.

Tingkat keakuratan yang diperoleh dari interpretasi citra dapat berbeda-beda tergantung dari sifat subyek tersebut, jenis fotografi dan kemempuan penafsir (Barret dan Curtis, 1992). Lillesand dan Kiefer (1990) juga berpendapat sama bahwa keberhasilan dalam interpretasi citra bervariasi tergantung dari latihan dan pengalaman penafsir, sifat obyek yang diinterpretasikan dan kualitas foto yang digunakan.

2.5 Citra Quickbird

Citra satelit Quickbird adalah hasil perekaman dari satelit Quickbird yang dikelola oleh perusahaan penyedian citra satelit komersial dengan resolusi tertinggi di dunia yaitu DigitalGlobe. Satelit Quickbird menggunakan sensor BGIS 2000 Sensor. Pada tahun 2001 Digitalglobe telah meluncurkan satelit Quickbird, yang mengorbit secara sunsynchronous pada ketinggian 450 Km.

Citra Satelit QuickBird mempunyai resolusi spasial hingga 60 cm, sehingga memungkinkan obyek sebesar 60 cm di permukaan bumi dapat teridentifikasi. Dengan kapasitas pengambilan citra sebesar 75 juta km2/ tahun, sejak tahun 2002 QuickBird telah menghimpun ratusan ribu scenes citra.

(20)

9 Tabel 1. Karakteristik Sensor Satelit Quickbird

Tanggal Peluncuran 24 September 1999 at Vandenberg Air Force Base, California,USA Pesawat Peluncur Boeing Delta II

Masa Operasi 7 tahun lebih

Orbit 97.2°, sun synchronous Kecepatan pada

Orbit 7.1 Km/detik (25,560 Km/jam) Kecepatan diatas

bumi 6.8 km/detik

Akurasi 23 meter horizontal (CE90%) Ketinggian 450 kilometer

Resolusi Pankromatik : 61 cm (nadir) to 72 cm (25° off-nadir)

Multi Spektral: 2.44 m (nadir) to 2.88 m (25° off-nadir))

Cakupan Citra 16.5 Km x 16.5 Km at nadir Waktu Melintas

Ekuator 10:30 AM (descending node) solar time Waktu Lintas Ulang 1-3.5 days, tergantung latitude (30° off-nadir)

Saluran Citra Pan: 450-900 nm

Blue: 450-520 nm Green: 520-600 nm Red: 630-690 nm Near IR: 760-900 nm 2.6 Manggis

Buah manggis adalah jenis komoditas buah tropika yang menjadi salah satu andalan Indonesia dalam perdagangan baik lokal maupun ekspor. Sejak tahun 1970-an hingga sekarang permintaan ekspor meningkat terus sehingga dapat dikatakan buah manggis sebagai primadona ekspor yang menjadi andalan Indonesia. Sumbangan ekspor buah manggis sangat besar dalam rangka meningkatkan devisa negara dan pendapatan petani.

Buah manggis memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor dan pesaingnya relatif sedikit seperti Malaysia dan Thailand serta negara Amerika Latin. Ekspor manggis menempati urutan pertama ekspor buah segar ke mancanegara kemudian diikuti oleh nanas dan jeruk.

Buah manggis yang diperdagangkan di pasar ekspor sebagian besar berasal dari kebun rakyat yang belum terpelihara dengan baik dan sistem produksinya bergantung pada alam. Meskipun penanganan budi daya dan pascapanen seadanya, ternyata mampu menembus pasa ekspor dalam jumlah yang

(21)

10 cukup besar, bahkan bisa bersaing dengan manggis negara lain. Kualitas buah manggis yang berasal dari Indonesia pun sangat disukai konsumen dari China.

Tanaman manggis ditanam dengan jarak tanam yang tidak teratur serta tumbuh bercampur dengan tanaman lain diantaranya adalah albasia, jengkol, durian, melinjo dan pisang. Pemeliharaan tanaman pun masih sangat minim sekali, selama ini petani hanya bisa menunggu musim panen manggis tiba.

Pada umumnya tanaman manggis yang produktif sudah tua berumur lebih dari 100 tahun dan warisan dari orang tua yang terdahulu. Sedangkan, peremajaan tanaman baru dilakukan akhir tahun 1990-an. Sebagian besar tanaman manggis merupakan tanaman pekarangan, kebun campuran dan ditanam pada daerah perbukitan/hutan.

Produktifitas pohon manggis di Indonesia rata-rata 30-70 kg per pohon masih tergolong rendah dibanding negara lain seperti Malaysia dan India mencapai 200-300 kg per pohon. Masalah lain adalah kualitas buah manggis untuk ekspor sangat rendah hanya 10% layak ekspor dari total jumlah produksi manggis, hal ini disebabkan oleh adanya getah kuning mencapai 20% dan burik buah 25%.

Dilihat dari kesesuaian lahannya, sebagian besar wilayah Indonesia masih tergolong sesuai untuk menjadi lahan tempat dibudidayakannya manggis, karena manggis hampirdapat hidup di jenis tanah apapun dan dalam kondisi tanah apapun. Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman manggis dapat dilihat di Tabel 2 :

Tabel 2. Persyaratan penggunaan lahan untuk manggis. Persyaratan penggunaan/ kelas kesesuaian Lahan

Karakteristik lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rerata (ºC) 20 - 23 23 - 30 18 - 20 30 - 40 15 – 18 > 40 < 15 Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) 1250-1750 1750-2000 1000-1250 2000-2500 750-1000 > 2500 < 750 Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik, agak Baik Agak ter- hambat Terhambat, Agak cepat Sangat Terhambat, Cepat Media perakaran (rc)

(22)

11 Tekstur Bahan Kasar (%) Kedalaman Tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) + dengan sisipan/pengkayaan Kematangan h, ah, s < 15 > 100 < 60 < 140 Saprik + h, ah, s 15 - 35 75 - 100 60 - 140 140 - 200 Saprik Hemik + ak 35 - 55 50 - 75 140 - 200 200 - 400 Hemik Fibrik + k > 35 < 50 > 200 > 400 Fibrik Retensi Hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) > 16 > 35 5,0 - 6,0 > 1,2 ≤ 16 20 - 35 4,5 - 5,0 6,0 - 7,5 0,8 - 1,2 < 20 < 4,5 > 8,0 < 0,8 Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < 4 4 - 6 6 – 8 > 8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < 15 15 - 20 20 – 25 > 25 Bahaya Sulfidik (xs) Kedalaman Sulfidik (cm) > 125 100 - 125 60 – 100 < 60 Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) Bahaya Erosi < 8 Sr 8 - 16 r - sd 16 - 30 B > 30 sb Bahaya Banjir (fh) Genangan F0 F1 F2 > F3 Penyiapan Lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) < 5 < 5 5 - 15 5 - 15 15 - 40 15 – 25 > 40 > 25

(23)

12 III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2009. Lokasi Penelitian adalah di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah penelitian ± 455,481 Ha, yang mencakup 6 desa, yaitu Desa Cengal, Desa Nariti, Desa Darmabakti, Desa Wanakarya, Desa Sumberjaya, dan Desa Rawasari, yang kesemuanya masuk di dalam Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil komoditas manggis yang tergolong besar di Indonesia, disamping Purwakarta, Subang dan Tasikmalaya. (Laporan RAPIM Ditjen Hortikultura). Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data sekunder, survei lapang dan kemudian dilanjutkan dengan analisis. Kegiatan analisis dilakukan di bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Nama Bahan (Data dan Peta) dalam Penelitian

No Nama bahan Spesifikasi skala

1. Peta Penggunaan Lahan Kawasan Agropolitan Cendawasari 1 : 25.000 2. Peta Topografi Kawasan Agropolitan Cendawasari 1 : 25.000 3. Data Sampling Komoditas Manggis di Kawasan

Agropolitan Cendawasari

4. Peta Aksesibilitas Kawasan Agropolitan Cendawasari 5. Citra Quickbird daerah penelitian

(24)

13 Tabel 4. Nama Alat dalam Penelitian

No

Nama alat Pengolahan data

Survei Hardware Software

1. Seperangkat komputer ArcView GIS 3.3 GPS 2. Printer Panavue Kompas

3. MapSource Meteran

4 Microsoft Words 2003 Kamera 5. Microsoft Excel 2003 Alat Tulis 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan kegiatan yaitu tahap persiapan, pengolahan data, interpretasi, survei lapang, analisis data dan ujia akurasi metode.

3.3.1 Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan dilakukan pengumpulan data sekunder maupun data primer, studi pustaka dan pengadaan bahan penunjang serta peralatan yang dibutuhkan termasuk pembuatan peta dasar dan peta kerja. Data primer diantaranya adalah citra Quickbird dan citra Landsat serta data sampling komoditas manggis di kawasan penelitian yang diperoleh dari Bapeda. Sedangkan Data sekunder berupa peta penggunaan lahan kawasan penelitian, peta topografi dan peta aksesibilitas.

3.3.2 Tahap Pengolahan Data

Dengan melakukan analisis berbagai data dukung termasuk interpretasi citra, peta kerja dibuat dalam peta dasar yang berisi legenda-leganda berupa jalan, batas wilayah, sungai, dan lain-lain. Dari peta kerja ini dipergunakan untuk merancang pengamatan/ penelitian yang akan dilakukan di lapangan.

Citra Quickbird dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan potongan-potongan citra yang didapat dari situs wikimapia di internet (http://www.wikimapia.com) yang kemudian digabungkan menjadi satu mosaik citra daerah penelitian yang utuh sehingga dapat dilakukan klasifikasi penggunaan lahannya. Sebelum dilakukan interpretasi citra maka diawali dengan identifikasi titik kontrol pada citra satelit Quickbird dan pada peta dasar yang dalam hal ini digunakan peta rupabumi. Selanjutnya dilakukan koreksi geometrik dan

(25)

14 penajaman citra satelit. Untuk koreksi geometri, digunakan acuan peta rupabumi skala 1:25.000.

3.3.3 Interpretasi Penggunaan Lahan melalui Citra Quickbird

Dalam pelaksanaan interpretasi citra satelit Quickbird dilakukan secara manual yaitu dengan proses digitasi layar yang kemudian dicocokan/diverifikasi dengan menggunakan data/informasi acuan yang dianggap benar (hasil pengamatan lapang dan referensi peta).

Dalam proses interpretasi citra terlebih dahulu dibuat daerah-daerah contoh yang berupa informasi kelas-kelas penggunaan lahan tertentu sebagai referensi sesuai dengan hasil pengamatan lapang. Daerah contoh (sample areas) adalah contoh informasi kelas-kelas penggunaan lahan/penutupan vegetasi dalam hal ini beberapa kenampakan/obyek yang diindikasikan sebagai suatu jenis obyek penggunaan lahan tertentu.

Kemudian jika objek-objek lain di tempat yang berbeda memiliki karakter yang sama sesuai dengan unsur-unsur interpretasi citra (tekstur, rona, warna, dsb) maka objek-objek tersebut dapat dikelaskan sesuai dengan referensi yang telah dibuat, sehingga dari proses tersebut dapat dihasilkan peta penggunaan lahan sementara. Dalam pembuatan training sample, yang dilakukan pertama kali adalah mendigitasi suatu kenampakan tipe penggunaan lahan atau vegetasi di layar monitor saat “module display” bekerja. Setiap training sample harus berbentuk poligon tertutup yang diberi satu kelas informasi (tipe penggunan lahan atau penutupan vegetasi tertentu). Interpretasi ini dilakukan dengan menggunakan dua jenis citra, yaitu dengan menggunakan citra Landsat dan Quickbird. Interpretasi tersebut bertujuan untuk menentukan apakah dengan perbedaan citra yang digunakan untuk melakukan interpretasi ini akan berdampak pada hasil identifikasi jenis objek dan macam objeknya.

3.3.4 Survei Lapang untuk membuat peta Landuse dan peta sebaran manggis.

Setelah peta penggunaan lahan sementara didapatkan, maka perlu dilakukan validasi di lapangan (ground truth) untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi dan pengamatan jenis-jenis vegetasi, terutama dicatat/disensus jumlah pohon manggis di setiap jenis penggunan lahan per luasan tertentu (Murthy et al.,

(26)

15 1995) sehingga di dapat data jumlah pohon manggisnya. Lokasi (plot-plot) sampel pengamatan lapangan ini sedapat mungkin dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya tinggi, sehingga informasi mengenai kondisi lahan dan penutupan vegetasi lainnya dapat diketahui karakteristiknya secara akurat. Posisi geografis lokasi pengamatan ditentukan dengan mengukur koordinat lokasi pengamatan di lapangan. Untuk keperluan ini dipergunakan alat GPS (Global

Positioning System). Semua data lapangan terutama di daerah (plot-plot) sample

merupakan “ground truth” yang akan diolah dan di “match” dengan data citra untuk sumber informasi utama dalam menyempurnakan peta penggunaan lahan sementara, sehingga pada akhirnya didapat peta penutupan/penggunaan lahan yang definitif untuk dasar pembuatan peta persebaran manggis. Untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh pengamatan, dilakukan pendugaan pengkelasan berdasarkan penciri yang sama dengan wilayah yang sudah diamati. Selama pengamatan di lapangan, dilakukan perbaikan deliniasi serta mengumpulkan data-data yang mendukung penelitian. Estimasi tingkat ketelitian dan kebenaran hasil analisis dilakukan secara acak/random dengan menggunakan metode pendekatan ’point sampling accuracy’.

3.3.5 Analisis Data dan Pembuatan Peta Sebaran Manggis

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah memetakan komoditas manggis di daerah Cendawasari berdasarkan Satuan Penggunaan Lahan tertentu yang terdapat di daerah tersebut. Sebagai contoh, Satuan Penggunaan Lahan yang berupa sawah, akan dapat diketahui bahwa setiap luasan tertentu terdapat pohon manggis di dalamnya. Untuk mengecek kebenaran dari data yang diperoleh, dapat dilakukan sensus pohon manggis pada setiap Satuan Penggunaan Lahan secara random (acak) sebagai sampling untuk mewakili wilayah Satuan Penggunaan Lahan yang sama di tempat yang berbeda.

Data yang diperoleh dari lapang yang berupa data tabular (data informasi penggunan lahan, plot-plot sampel dan data jumlah manggis) belum dapat menginformasikan sebaran komoditas secara spasial di wilayah penelitian. Untuk itu perlu adanya data spasial yang berupa peta. Untuk menginformasikan/ menyajikan data sebaran komoditas manggis yang ada di wilayah tersebut dilakukan dengan pendekatan peta satuan penggunaan lahan. Dengan peta satuan

(27)

16 lahan ini masing-masing obyek jenis satuan lahan dibuat ketetapan formulasi yang mencerminkan kerapatan sebaran pohon manggis. Penentuan yang menetapkan asumsi ini didukung oleh pengecekan di lapang. Pengecekan dilakukan secara random pada setiap satuan penggunaan lahan, yaitu dengan sensus pohon.

Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis penghitungan dan dilakukan reklasifikasi jumlah pohon berdasarkan kelas interval tertentu. Hasil reklasifikasi ini kemudian digunakan sebagai dasar pembuatan peta persebaran pohon manggis yang berbasis pada satuan penggunaan lahan. Peta tersebut dibuat dengan mengikuti kaidah pemetaan yang baku.

3.3.6 Uji Akurasi Metode Penelitian

Metode dalam penelitian kali ini adalah menghitung jumlah tanaman manggis berdasarkan jenis penggunaan lahan tertentu. Dengan kata lain, menghitung jumlah pohon manggis per satuan luas lahan tertentu di dalam suatu jenis penutupan/penggunaan lahan. Di dalam penelitian ini, jumlah pohon dihitung per hektar di setiap jenis penggunaan lahan tertentu, setelah itu baru dikalkulasikan dengan luas penggunaan lahan secara keseluruhan.

Dalam menentukan seberapa valid data yang dihasilkan dengan menggunakan metode ini, maka dapat dilakukan uji metode. Uji metode ini akhirnya akan menentukan baik atau tidaknya metode yang digunakan.

Uji metode ini dilakukan dengan cara mengambil titik sample perhitungan jumlah pohon manggis diluar/selain dari titik sample yang digunakan dalam penelitian. Selanjutnya dihitung kerapatan dan jumlah pohonnya untuk kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini. Apabila hasil yang didapat dari uji metode ini mendekati atau sama dengan hasil dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini sudah cukup valid.

(28)

17 Gambar 1. Diagram Tahapan Penelitian

Citra Quickbird “Wikimapia” Rektifikasi Citra Klasifikasi Citra Kombinasi Band

Peta Landuse hasil analisis citra/sementara

Peta Landuse hasil verifikasi & cek

lapang Jenis Landuse yang

Teridentifikasi : -. Sawah -. Semak Belukar -. Ladang -. Permukiman -. Kebun Campuran -. Lahan Terbuka -. Hutan Sekunder -. Kebun Produksi

-. Perkebunan Manggis Peta 3 bagian wilayah sebaran landuse berdasarkan dominasi tanaman manggis Pembagian 3 wilayah landuse berdasaran dominasi jumlah tanaman manggis Pengecekan lapang Pengumpulan hasil penghitungan total jumlah pohon manggis Data jumlah total tanaman manggis di wilayah penelitian Pengambilan 3 sampling lokasi jumlah tanaman manggis per masing-masing landuse per bagian wilayah dominasi tanaman manggis. Citra yang sudah

berkoordinat Citra Landsat yang telah terkoreksi geometrik Kurang Detil dibandingkan dengan Quickbird Penyatuan mosaik Citra

(29)
(30)

19 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Secara administratif wilayah Agropolitan Cendawasari termasuk ke dalam wilayah Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Selain itu, kawasan ini juga berbatasan dengan :

-. Utara : Dusun Ciputih -. Selatan : Kampung Nanggung -. Timur : Desa Dahu/Barengkok -. Barat : Kampung Kidul

Berdasarkan administrasi pemerintahan Wilayah Agropolitan Cendawasari memiliki luas ± 455,481 Ha terbagi atas 6 Kampung (Cengal, Nariti, Darmabakti, Wanakarya, Sumberjaya, dan Rawasari).

4.1. Keadaan Topografi dan Kemiringan Lereng

Topografi wilayah Agropolitan Cendawasari secara umum termasuk datar/landai sampai berbukit dengan ketinggian bervariasi antara 100 sampai dengan 750 meter di atas permukaan laut.

Jenis tanah daerah tersebut didominasi oleh tanah Latosol bertekstur liat berlempung, struktur gumpal agak bersudut (sub angular blocky), konsistensi teguh dengan drainase agak baik sampai baik. Areal perkebunan manggis didominasi oleh relief bergelombang dengan kemiringan 6-30%. Berdasarkan tingkat kesuburannya wilayah tersebut tergolong rendah sampai sedang dan derajat kemasamannya tergolong rendah sampai sedang dengan pH antara 4,5– 6,5. Curah hujan rata-rata bulanan cukup tinggi, berkisar antara 322–510 mm/bulan. Tanaman manggis di Leuwiliang didominasi oleh tanaman yang sudah menghasilkan/ produktif (10 tahun ke atas).

(31)

20 4.2. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di kawasan Agropolitan Cendawasari terbagi kedalam beberapa kelas penggunaan lahan, yaitu :

a) Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim. Di daerah Cendawasari, mayoritas, tanaman semusim yang di tanam di ladang bercampur dengan tanaman manggis.

Gambar 3. Ladang di Kawasan Cendawasari.

b) Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola oleh penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Vegetasi yang tumbuh pada semak belukar ini umumnya adalah alang – alang, sianit, rumput merdeka, serta tanaman perdu lainnya.

(32)

21 c) Hutan sekunder, adalah hutan sisa penebangan dimana kayu yang mempunyai volume tegakan yang berdiameter > 50cm sudah jarang.

Gambar 5. Hutan sekunder di Kawasan Cendawasari

d) Pemukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Umumnya pemukiman yang berada di kawasan Cendawasari ini berada dekat dengan akses–akses jalan di wilayah tersebut.

Gambar 6. Salah satu kawasan pemukiman di Cendawasari.

e) Lahan terbuka, merupakan lahan terpencar yang sudah rusak, atau berubah fungsi menjadi fasilitas umum (lapangan), lahan yang tidak bervegetasi, kadang– kadang hanya berupa hamparan tanah kering yang lambat laun akan menjadi semak belukar.

(33)

22 Gambar 7. Lahan terbuka berupa lapangan.

f) Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim yang tumbuh bersamaan.

Gambar 8. Kebun campuran di Kawasan Cendawasari.

g) Sawah, adalah daerah menetap yang ditanami padi. Pada daerah penelitian, sawah mayoritas berada di daerah selatan wilayah tersebut.

(34)

23 h) Perkebunan manggis, adalah suatu areal yang ditumbuhi oleh tanaman sejenis. Di wilayah penelitian ini perkebunan yang ada adalah perkebunan dengan tanaman manggis sebagai tanaman utamanya. Perkebunan manggis di daerah penelitian ini telah mendapatkan pengelolaan yang baik pada tanah maupun tanaman manggis itu sendiri.

Gambar 10. Perkebunan manggis daerah Cendawasari.

i) Kebun produksi buah non-manggis, adalah lahan yang digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman tertentu selain manggis yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan pengelolaan secara baik. Adapun tanaman yang terdapat pada kebun produksi di wilayah penelitian ini adalah jenis tanaman buah-buahan, antara lain adalah belimbing, jambu batu, durian, mangga, manggis, cempedak dan alpukat.

Gambar 11. Kebun produksi di kawasan Cendawasari.

(35)

24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra

Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil dari Wikimapia dibanding dari Google Earth, karena Wikimapia memiliki tampilan layar bidang yang datar, sehingga dari segi luasan wilayah tidak terlalu terpengaruh, selain itu hasil yang kemudian diperoleh pun akan lebih akurat. Berbeda dengan Google Earth yang memiliki bidang tampil sesuai dengan bentuk permukaan bumi yang cenderung bulat sehingga semakin jauh objek dari sensor, semakin terlihat luas objek terebut, dengan demikian dari segi luasan akan sangat berpengaruh, begitupun dari hasil yang akan diperoleh juga akan sangat berpengaruh.

Selain dengan menggunakan citra Quickbird, penelitian ini juga menggunakan citra Landsat. Akan tetapi, terdapat kendala pada jenis citra Landsat yang digunakan. Kendala tersebut adalah karena luas daerah penelitian ini tidak begitu luas, sehingga kenampakan daerah ini pada citra apabila diperbesar (zooming) akan menjadi pecah, dan bahkan hampir tidak mungkin melakukan interpretasi dengan menggunakan citra Landsat. Terlebih citra Landsat memiliki resolusi, relatif kecil, 30x30 meter (http://www.satimagingcorp.com), sehingga sulit untuk dilakukan interpretasi jika luasannya tidak begitu luas. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil interpretasi landuse yang baik harus menggunakan citra Quickbird. Karena penelitian ini bersifat detil maka resolusi citra menjadi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses interpretasi. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial hingga 60 cm, sehingga memungkinkan obyek sebesar 60 cm di permukaan bumi dapat teridentifikasi. Namun citra RGB yang disediakan gratis oleh wikimapia ini mempunyai resolusi sekitar 2 meter. Walaupun demikian kualitas citra Quickbird yang diperoleh dengan cara mengunduh secara gratis ini masih lebih unggul dibandingkan dengan citra Landsat, sehingga citra Quickbird dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

(36)

25 untuk melakukan pemetaan/interpretasi citra yang bersifat detil. Atas dasar itulah penelitian ini menggunakan citra Quickbird, karena kedetilan citra dalam menyadap informasi sangat diperlukan untuk daerah penelitian yang tidak begitu luas (456 Ha).

Gambar 12. Citra Landsat dan Citra Quickbird 5.1.2 Pembuatan Peta Kerja dan Peta Dasar

Peta kerja dibuat dalam peta dasar dengan melakukan analisis berbagai data. Data pendukung yang digunakan antara lain: citra Quickbird dan Peta Rupabumi skala 1 : 25.000. Melalui peta kerja ini kemudian dirancang suatu kegiatan pengamatan di lapang. Sebelum membuat peta dasar dan peta kerja ini, dilakukan koreksi geometrik dan penajaman citra dengan menggunakan acuan peta rupabumi skala 1: 25.000 sehingga skala dan distribusi spasial citra tersebut sudah ”match” dengan peta rupa bumi skala 1 : 25.000.

Setelah citra satelit tersebut memiliki skala, barulah dapat dilihat dan ditentukan legenda-leganda yang tersusun di dalam citra tersebut yang didukung oleh peta Topografi skala 1 : 25.000 yang didapat dari BAKOSURTANAL. Legenda-legenda peta yang dapat kita tentukan pada citra tersebut diantaranya adalah jalan, sungai, administrasi wilayah, dan penampakan-penampakan lainnya. Hasil yang didapat dari tahap ini kemudian dijadikan sebagai bahan acuan untuk menganalisis dan membuat peta penggunaan lahan secara visual dan juga kegiatan pengecekan lapang.

(37)

26 5.1.3 Analisis Penggunaan Lahan

Dalam mengklasifikasikan citra dilakukan menggunakan klasifikasi terbimbing dengan kemiripan maksimum berdasarkan area contoh yang telah ditetapkan dan diberi atribut sesuai dengan masing-masing tipe penggunaan lahan yang telah ditentukan. Dari pengamatan secara visual/digitasi layar dengan citra Quickbird wilayah penelitian diperoleh 9 kelas penutupan/penggunaan lahan. Berbeda dengan hasil dari pengamatan visual menggunakan citra Landsat yang hanya menghasilkan 5 tipe penutupan/penggunaan lahan. Penggunaan lahan di daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan dengan menggunakan citra Quickbird adalah :

Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah memiliki tekstur cenderung halus dan berbentuk petak-petak serta memiliki warna hijau yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola yang terkonsentrasi.

Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra Quickbird semak belukar memiliki tekstur halus sampai agak kasar sama seperti ladang hanya saja tidak berpetak-petak serta memiliki warna kuning agak kecoklat-coklatan dan berpola menyebar.

Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki tekstur hampir mirip dengan areal persawahan, sama-sama memiliki penampakan yang berpetak-petak, hanya saja pada ladang teksturnya cenderung lebih kasar dari pada tekstur areal persawahan. Dan juga memiliki warna penampakan coklat kehijauan serta memiliki pola yang menyebar.

(38)

27 Hutan sekunder, adalah hutan sisa penebangan dimana kayu yang mempunyai volume tegakan yang berdiameter > 50 cm sudah jarang ditemui. Pada citra, hutan sekunder memiliki tekstur yang hampir mirip dengan tekstur yang dimiliki oleh kebun campuran, hanya saja hutan sekunder memiliki tekstur yang lebih halus dan berwarna hijau tua serta memiliki pola yang terkonsentrasi.

Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini memiliki penampakan pada citra dengan tekstur halus sampai kasar dan memiliki warna yang cenderung beraneka ragam serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi.

Lahan terbuka, adalah lahan terpencar yang sudah rusak, atau berubah fungsi menjadi fasilitas umum (lapangan), kadang-kadang hanya berupa hamparan tanah kering yang lambat laun akan menjadi semak belukar. Pada citra lahan terbuka memiliki tekstur yang halus dan memiliki warna coklat serta memiliki pola persebaran yang menyebar.

Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola persebaran yang menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki tekstur yang cenderung agak kasar.

Perkebunan, adalah suatu areal yang ditumbuhi oleh tanaman sejenis. Pada citra, areal perkebunan memiliki tekstur yang cenderung halus serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi.

Kebun produksi, adalah lahan yang digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman tertentu. Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan pengelolaan secara baik. Pada citra, kebun produksi memiliki tekstur yang halus serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi.

(39)

28 Dalam penelitian, terdapat sedikit kendala dalam membedakan jenis penggunaan lahan kebun campuran dengan perkebunan manggis. Untuk memetakan perbedaan antara kebun campuran dengan perkebunan manggis terlebih dahulu dilakukan proses mempoligonkan wilayah-wilayah yang terlihat pada citra yang memiliki banyak pohon tanpa memberikan informasi terlebih dahulu terhadap poligon-poligon tersebut. Setelah dihasilkan poligon-poligon yang belum memiliki informasi, barulah dilakukan penamaan/pemberian informasi terhadap poligon-poligon tersebut dengan cara memplot wilayah-wilayah tersebut di lapang sekaligus mencatat jenis penutupan/penggunaan lahannya. Setelah memiliki titik-titik koordinat dan data penutupan/penggunaan lahannya, selanjutnya baru dilakukan pengklasifikasian pada citra. Jadi, untuk membedakan antara penutupan/penggunaan lahan kebun campuran dan perkebunan manggis tidak dapat dilakukan hanya dengan cara digitasi layar yang membedakan dari segi kehalusan/kekasaran tekstur saja, akan tetapi harus diverifikasi dengan pengecekkan langsung di lapang, karena penampakan kebun campuran dengan penggunaan lahan perkebunan manggis di citra hampir bisa dikatakan sama.

Tabel 5. Tekstur dan Pola Persebaran Pada Citra Quickbird

Penggunaan Lahan Quickbird Tekstur Pola

Sawah Halus Terkonsentrasi Kebun Campuran Kasar Menyebar Lahan Terbuka Halus Halus

Kebun Produksi Halus Terkonsentrasi Semak Belukar Halus Menyebar Permukiman Kasar Terkonsentrasi Perkebunan Manggis Halus Terkonsentrasi

Ladang Kasar Menyebar Lahan Terbuka Halus Menyebar

Kelas penggunaan lahan di daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan dengan menggunakan citra Landsat, band (5,4,2) diantaranya adalah:

Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah

(40)

29 memiliki warna biru yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola yang terkonsentrasi.

Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki warna penampakan merah kekuningan serta memiliki pola yang menyebar.

Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra semak belukar memiliki warna merah keunguan dan berpola menyebar.

Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola yang menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki warna merah tua dan memiliki pola yang menyebar.

Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini memiliki penampakan warna kuning sampai putih serta memiliki pola penyebaran yang terkonsentrasi.

Tabel 6. Warna dan pola persebaran pada citra Landsat

Penggunaan Lahan Citra Landsat

Warna Pola

Sawah Biru Terkonsentrasi Kebun Campuran Merah Tua Menyebar

Ladang Merah agak Kuning Menyebar Semak Belukar Merah agak Ungu Menyebar

(41)

30 (a)

(b)

Gambar 13. Perbandingan Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan, (a) Hasil Interpretasi Citra Landsat, (b) Hasil Interpretasi Citra Quickbird

(42)

31 Gambar 14. Peta Hasil Overlay Citra Quickbird dan Citra Landsat

Dari Hasil di atas terlihat bahwa Citra Landsat hanya mampu memberi informasi kelas penutupan/penggunaan lahan sebanyak 5 jenis penggunaan lahan, sedangkan pada Citra Quickbird mampu memberi informasi sebanyak 9 jenis penutupan/penggunaan lahan. Persamaan yang dapat dilihat di kedua citra adalah jenis penggunaan lahan kebun campuran, ladang, semak belukar, permukiman, dan sawah. Dari peta tersebut dapat terlihat pula bahwa persamaan yang terletak pada kedua citra setelah dilakukan proses overlay adalah sebesar 41,88 %, angka ini didapat dari luas lahan yang sejenis yang terdapat di kedua belah citra adalah sebesar 190,755 Ha, sedangkan luas wilayah keseluruhan adalah 455,481 Ha maka diperoleh angka 41,88 % untuk persamaan kedua citra tersebut.

5.2 Verifikasi Lapang ( Ground Check) 5.2.1 Verifikasi Peta Dasar

Verifikasi peta dasar dilakukan untuk melihat kebenaran hasil analisis secara visual sekaligus membandingkan dengan keadaan sebenarnya di lapang. Ternyata setelah dilakukan penelitian di lapang, banyak ditemukan jalan-jalan yang baru dan tidak tampak pada citra sehingga harus dibuat secara manual dengan cara mentracking jalan tersebut dengan menggunakan GPS kemudian di inputkan menjadi suatu tampilan peta secara visual. Ada juga keadaan dimana

(43)

32 suatu objek saat dilakukan analisis secara visual tidak terlihat pada citra akan tetapi setelah dilakukannya penelitian lapang ternyata objek tersebut memang ada.

Verifikasi peta dasar ini juga berfungsi memberikan kejelasan terhadap suatu objek yang dihasilkan dari analisis secara visual terhadap keadaan sebenarnya di lapang, misalnya saat melakukan analisis secara visual, sulit membedakan antara jalan desa, jalan kecamatan dan jalan lokal. Untuk itulah perlu dilakukannya suatu kegiatan verifikasi peta dasar dengan cara melakukan penelitian langsung di lapang. Selain jalan, sungai pun seperti itu, terkadang sebuah sungai/anak sungai tidak terlihat di citra akan tetapi dapat ditemui di lapang, maka dari itu dengan adanya verifikasi peta dasar ini diharapkan akan dapat menambahkan/memperbaiki sebuah peta dasar yang dihasilkan melalui proses analisis secara visual sehingga peta tersebut dapat menjadi peta acuan yang akurat dan jelas sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

5.2.2 Verifikasi Hasil Analisis Penggunaan Lahan

Verifikasi hasil analisis penggunaan lahan (Landuse Ground Check) dilakukan untuk mengecek kebenaran dan keakuratan hasil analisis yang dilakukan secara visual, dan pengamatan jenis-jenis penggunaan lahan di sekitarnya serta penyebarannya. Pada kegiatan ini, dicocokan kebenaran suatu kelas penggunaan lahan yang ada pada citra terhadap keadaan dilapang dengan cara mengecek posisi koordinat suatu titik pada citra yang telah diberi informasi tentang penggunaan lahannya di lapang menggunakan alat GPS (Global

Positioning System). Lokasi plot-plot sampel pengamatan lapang ini sedapat

mungkin dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya tinggi, sehingga informasi mengenai kondisi lahan dan penutupan vegetasi lainnya dapat diketahui karakteristiknya secara akurat. Dari kegiatan ground check ini dihasilkan berupa peta penggunaan lahan yang sudah layak untuk di jadikan acuan untuk memulai perhitungan komoditas manggis karena peta penggunaan lahan ini sudah dianggap benar atau match. Adapun hasil yang didapat dari verifikasi hasil analisis penggunaan lahan adalah sebagai berikut :

(44)

33 Sawah, di daerah penelitian lahan yang digunakan sebagai areal persawahan mayoritas berada di wilayah Cendawasari bagian timur sampai selatan, juga terdapat juga beberapa lokasi persawahan di Cendawasari bagian tengah, barat dan utara. Adapun luas areal persawahan di daerah penelitian adalah sekitar 58,896 Ha atau sekitar 12,928 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan.

Ladang, di daerah Cendawasari, mayoritas, tanaman semusim yang ditanam di ladang bercampur dengan tanaman manggis. Adapun persebaran penggunaan lahan ladang dikawasan ini berada di bagian barat dan selatan daerah penelitian, dan kebanyakan ladang di daerah penelitian tersebut berada tidak jauh dari areal permukiman warga. Ladang memiliki luas sekitar 46,113 Ha sekitar 10,122 % dari luas wilayah secara keseluruhan.

Semak belukar, di dalam daerah penelitian ini vegetasi yang tumbuh pada semak belukar umumnya adalah alang-alang, sianit rumput merdeka serta tanaman perdu lainnya. Pada daerah penelitian ini pun, areal semak belukar mayoritas berada di tengah hingga terus ke selatan. Luas areal yang berupa semak belukar sekitar 32,720 Ha atau sekitar 7,182 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan.

Hutan sekunder, di wilayah penelitian, hutan sekunder berada di sebelah barat dan merupakan daerah yang memiliki posisi dataran yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain disekitarnya yang letaknya lebih ke arah timur wilayah penelitian. Adapun luas hutan sekunder di wilayah penelitian kurang lebih adalah 10,053 Ha atau sekitar 2,207 % dari keseluruhan luas lahan wilayah penelitian.

Permukiman, Umumnya permukiman yang berada di wilayah Cendawasari berada dekat dengan akses-skses jalan wilayah tersebut. Permukiman di kawasan Cendawasari deantaranya adalah Kp. Cengal, Kp. Darmabakti, Kp. Nariti, Kp. Sumberjaya, Kp. Wanakarya, dan Kp. Rawasari. Mayoritas permukiman di kawasan Cendawasari berada di bagian barat kemudian ke tengah sampai ke selatan. Pada daerah penelitian, luas lahan yang digunakan sebagai kawasan

(45)

34 permukiman kurang lebih sekitar 27,326 Ha sekitar 5,998 % dari luas wilayah secara keseluruhan.

Lahan terbuka, di kawasan Cendawasari, lahan terbuka memiliki luasan lahan paling kecil di bandingkan dengan luas lahan yang dipergunakan untuk jenis penggunaan lahan lainnya. Adapun persebaran lahan terbuka di kawasan penelitian ini adalah dibagian tengah sampai ke selatan. Lahan terbuka di daerah penelitian memiliki luas sekitar 1,662 Ha atau 0,365 % dari luas keseluruhan wilayah tersebut.

Kebun campuran, di wilayah Cendawasri, kebun campuran memiliki luas lahan terluas dari total keseluruhan luas wilayah penelitian. Tanaman-tanaman yang tumbuh di kebun campuran di kawasan Cendawasari diantaranya adalah tanaman tahunan dan tanaman semusim, contohnya adalah tanaman durian, pisang, singkong, manggis, melinjo, kacang tanah, dan lain-lain. Persebaran kebun campuran di kawasan penelitian ini cenderung merata, dari mulai timur, barat, utara, dan selatan. Di daerah penelitian, kebun campuran memiliki luasan lahan yang paling luas sekitar 199,772 Ha atau 43,850 % dari luas keseluruhan wilayah penelitian.

Perkebunan, di wilayah penelitian ini perkebunan yang ada adalah perkebunan dengan tanaman manggius sebagai tanaman utamanya. Persebaran areal perkebunan manggis di wilayah penelitian umumnya berada di bagian barat dan selatan. Biasanya pada daerah perkebunan manggis ini sudah mendapatkan pengelolaan secara baik. Adapun luas perkebunan manggis di wilayah penelitian sekitar 63,072 Ha, sekitar 13,844 % dari luas keseluruhan wilayah Cendawasari.

Kebun produksi, Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan pengelolaan secara baik. Pengelolaan tersebut baik berupa pengelompokan-pengelompokan jenis tanaman yang ditanam, maupun jarak tanam tanaman tersebut. Didaerah penelitian, kebun produksi menempati posisi di wilayah Cendawasari bagian tengah agak ke barat. Adapun tanaman yang terdapat di

(46)

35 kebun produksi antara lain adalah belimbing, jambu batu, durian, mangga, manggis, cempedak dan alpukat. Di wilayah ini, kebun produksi memiliki luas sekitar 15,962 Ha atau sekitar 3,504 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan.

5.3 Analisis Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis

Dalam tahap analisis jumlah dan persebaran komoditas manggis, setiap satuan penggunaan lahan yang dihasilkan dari proses analisis penggunaan lahan dengan didukung oleh analisis data dan hasil pengamatan langsung di lapang dapat diprediksi kerapatan distribusi pohon manggisnya

Pada daerah penelitian, terlihat bahwa jumlah tanaman manggis di wilayah penelitian dari barat ke timur semakin sedikit, untuk itu daerah penelitian terlebih dahulu dibagi menjadi tiga bagian wilayah sesuai dengan dominasi jumlah tanaman manggis yang terdapat di dalamnya. Pembagian ini mangkategorikan wilayah yang memiliki dominasi jumlah tanaman manggis banyak, sedang dan sedikit. Hal ini dimaksudkan agar dalam perhitungan tanaman manggis tidak langsung dapat di sama ratakan antara daerah dengan jumlah tanaman manggis yang banyak dan daerah yang memiliki jumlah tanaman manggis sedikit.

(47)

36 Jumlah titik sampling yang diambil berjumlah 3 titik per Satuan Penggunaan Lahan yang berjumlah 9 jenis penggunaan lahan di setiap wilayah dominasi jumlah tanaman manggis yang berjumlah 3 wilayah dominasi. Jadi jumlah titik sampling keseluruhan berjumlah 81 titik sampling.

Gambar 16. Peta Lokasi Titik Sample Pengamatan Lapang Cara perhitungan:

Misalkan akan menghitung jumlah pohon di penggunaan lahan yang berupa kebun campuran yang memiliki luas total di wilayah penelitian adalah 199,772 Ha atau sekitar 43,850 % dari luas daerah penelitian secara keseluruhan.

Sebelumnya kita sudah menentukan 9 titik sampling penggunaan kebun campuran di lapang dan menghitung jumlah tanaman manggis per luasan tertentu. 9 titik sampling itu diantaranya adalah 3 titik di wilayah dominasi banyak, 3 titik di wilayah dominasi sedang dan 3 titik di wilayah dominasi sedikit. Dari 3 titik di dominasi banyak dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah 50 pohon, dari titik di dominasi sedang dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah 45 pohon, dan dari titik di wilayah dominasi sedikit, dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah sekitar 25 pohon. Sehingga apabila dirata-ratakan secara keseluruhan di wilayah penelitian, maka rata-rata jumlah tanaman manggis di penggunaan lahan kebun campuran per Ha adalah

(48)

37 sekitar 40 pohon. Sehingga dapat ditentukan juga jumlah pohon manggis berdasarkan luas total penggunaan lahan kebun campuran di daerah penelitian yaitu sekitar 7.991 pohon, di dapat dari luas wilayah dikalikan dengan jumlah tanaman per Ha (199,772 x 40 = 7.991 pohon).

Dari titik-titik sampling tersebut dapat dihasilkan prediksi jumlah dan persebaran tanaman manggis yang perinciannya adalah sebagai berikut:

Sawah, Pada daerah penelitian ini, sawah memiliki luas sekitar 58.896 Ha sekitar 12,928 % dari luas wilayah keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di sawah sekitar 4 pohon per hektar, sehingga pada keseluruhan luas penggunaan lahan sawah, jumlah pohon manggis adalah 236 pohon.

Ladang, di daerah penelitian memiliki luas areal sekitar 46,113 Ha atau sekitar 10,122 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di areal Ladang sekitar 24 pohon per hektar, sehingga untuk keseluruhan luas penggunaan lahan Madang memiliki jumlah pohon manggis sekitar 1.107 pohon.

Semak Belukar, di daerah penelitian, luas lahan semak belukar kurang lebih adalah 32,720 Ha sekitar 7,182 % dari luas wilayah Cendawasari secara keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di daerah semak belukar ini sekitar 12 pohon per hektar, sehingga untuk keseluruhan luas semak belukar yang ada memiliki jumlah pohon manggis sekitar 393 pohon.

Hutan Sekunder, luas hutan sekunder di daerah penelitian sekitar 10,053 Ha atau sekita 2,207 % dari luas total wilayah penelitian. Jumlah tanaman manggis di wilayah hutan sekunder kawasan Cendawasari adalah sekitar 12 pohon per hektar, jadi jumlah tanaman manggis dari keseluruhan luas wilayah hutan sekunder di wilayah Cendawasari adalah 121 pohon.

Permukiman, pada daerah penelitian ini, luas lahan yang digunakan sebagai kawasan permukiman ada;lah sekita 27,326 Ha atau seriar 5,998 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Adapun jumlah tanaman manggis yang terdapat di daerah permukiman sekitar 16 pohon per hektar, sehingga jumlah tanaman manggis untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai permukiman sekitar 437 pohon.

Gambar

Tabel 2. Persyaratan penggunaan lahan untuk manggis.
Tabel 3. Nama Bahan (Data dan Peta) dalam Penelitian
Gambar 4. Sebagian penggunaan lahan berupa semak belukar.
Gambar 5. Hutan sekunder di Kawasan Cendawasari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengidentifikasi bentuk Emoticon yang paling sering digunakan oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU ketika menggunakan Instant Messaging. Mengetahui aplikasi yang

Inventarisasi Permasalahan Guru Pemula dan Upaya Guru Pakar serta Kepala Sekolah dalam Mengatasi Permasalahan Guru Pemula (Terkait Empat Kompetensi Guru dalam Pembelajaran

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini dapat disampaikan saran sebagai berikut. 1) Diharapkan kepada siswa untuk lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan

Pengetahuan mengenai teknik mengabah, Tidak cukup bagi seorang pengabah hanya membekali dirinya dengan pengetahuan tentang gerak abah, seperti bagaimana mengabah matra

Hasil penelitian menunjukkan varietas jagung dan kacang hijau berdasarkan warna kulit biji yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap komponen vegetatif tanaman

steyaertanum yang diisolasi dari badan buah tanaman akasia yang terinfeksi penyakit busuk akar.. Pengujian patogenesitas telah dikonfirmasi dengan

Di samping itu, pluralisme agama dan agama mayoritas masyarakat desa Karangbenda adalah Agama Islam, sedang agama lainnya dan kepercayaan hanya minoritas.Namun seperti

Analisis kuantitatif merupakan analisis terhadap data-data yang berbentuk angka- angka atau data yang dapat dikonversi dalam bentuk angka dengan cara perhitungan