• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai- Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’limul Muta’alim Karya Burhanuddin Al Zarnuji - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nilai- Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’limul Muta’alim Karya Burhanuddin Al Zarnuji - Test Repository"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB

TA’LIM MUTTA’ALIM

KARYA BURHANUDDIN AL ZARNUJI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruaan untuk

Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

MUHAMMAD BAYU PAMUNGKAS

NIM 111 12 110

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

“AJINING DHIRI SAKA KED

HALING LATHI, AJINING

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk :

1. Ibu saya Prih Suhardiyatmi yang selama ini telah mencurahkan doa dan

kasih sayang kepadaku, dan memberikan dukungan, sehingga aku dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ayah saya tercinta Moh Yoedhi yang selalu memberikan dukungan moril

maupun materiil, engkau telah mencurahkan doa dan kasih sayang

kepadaku, dan memberikan dukungan, sehingga aku dapat menyelesaikan

skripsi ini dan engkau selalu berpesan kepadaku untuk bersabar dalam

menghadapi setiap masalah yang dihadapi.

3. Kakakku, Agung Bayu Cahyono S. Pd. I dan Hafidzatinnisa Purba yang

mengingatkanku untuk selalu optimis menjalani hidup.

4. Keluarga besar Forum Komunikasi Mahasiswa Magelang (FKWAMA),

yang terus memberikan suport disaat saya terpuruk dan terus

mengingatkan ku untuk selalu bersabar dalam kehidupan.

5. Keluarga Besar PMII kota Salatiga yang telah memberikan ku ilmu dan

(8)

ABSTRAK

Pamungkas, Muhammad Bayu. 2017. Nilai- Nilai Pendidikan Akhlak Dalam

Kitab Ta’limul Muta’alim Karya Burhanuddin Al Zarnuji. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam.Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Pembimbing Dra. Urifatun Anis, M. Pd. I.

Kata kunci: Pendidikan Akhlak .

Latar belakang dalam penulisan skripsi ini adalah pendidikan merupakan hal yang harus ditempuh oleh semua orang. Pendidikan yang ada seharusnya bisa mencetak anak-anak bangsa yang unggul dalam intelektual, emosional maupun spiritual. Semua pendidikan penting, namun penulis akan memaparkan mengenani pendidikan akhlak, kerena menurut penulis. Pendidikan akhlaklah yang menjadi jawaban dalam untuk menyelesaikan krisis moral dalam bangsa ini. Yang menjadi permasalahan dari penulisan ini adalah Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dan Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dalam pendidikan saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dan relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dalam pendidikan saat ini.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan objek material

kajian pustaka dan sumber primer dari kitab ta’limul muta’allim. Dalam

proses menganalisis penulis menggunakan Content Analysis dan Reflektif Thinking. Dalam mengambil kesimpulan mengunakan metode deduktif,

Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim dibagi menjadi beberapa point, yaitu akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak terhadap ilmu. 2) relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir skripsi dengan judul

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab

Ta’lim Mutta’alim Karya Burhanuddin Al Zarnuji”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak akan mungkin penulis dapa tmenyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd.,selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. sebagai kepala jurusan Pendidikan Agama Islam

yang selau memberi arahan dan bantuan demi kelancaran penulis.

4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M. Pd.I selaku pembimbing yang dengan sabar dan tulus memberikan nasehat kepada penulis.

(10)
(11)
(12)

DAFTAR ISI

1. JUDUL………..i

2. LOGO IAIN………...………….ii

3. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……….....iii

4. PERSETUJUAN PEMBIMBING……….………....iv

5. PENGESAHAN KELULUSAN……….……v

6. MOTTO……….….vi

7. PERSEMBAHAN……….vii

8. ABSTRAK………viii

9. KATA PENGANTAR………....ix

10.DAFTAR ISI……….…….….xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..1

B. Rumusan Masalah……….7

C. Tujuan Penelitian………..7

D. Manfaat Penelitian………8

E. Penegasan Istilah………..10

F. Kajian Pustaka………14

G. Metode Penelitian………15

H. Sistematika Penulisan………..17

(13)

A. Riwayat Hidup Burhanuddin Al Zarnuji………19

B. Riwayat Pendidikan Al Zarnuji………..21

C. Situasi Pendidikan Burhanuddin Al Zarnuji………..25

D. Biografi Ta’lim Muta’allim………...….….27

BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN BURHANUDDIN AL ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TA’LIM MUTA’ALLIM A. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak………31 1. Pengertian Nilai……….………..31

2. Pengertian Pendidikan……….………33 3. Pengertian Akhlak……….…………..35 B. Pemikiran Burhanuddin Al Zarnuji Tentang Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim……….36

1. Pembagian Ilmu……….………...37

2. Tujuan Pendidikan……….………..43 3. Metode Pembelajaran……….……….44

BAB IV. ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN

AKHLAK DALAM KITAB TA’LIM MUTA’ALLIM

(14)

B. Relevansi Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim Dengan Dunia Pendidikkan………55 C. Kelebihan dan Kelemahan Pemikiran Burhanudin Al

Zarnuji……….56

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan……….59 B. Saran………...61 C. Penutup………...62

11.DAFTAR PUSTAKA……….63

12.LAMPIRAN-LAMPIRAN………65

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam menjalani kehidupan, baik pendidikan formal maupun non formal. Rasulullah pun mendapatkan wahyu pertama ialah untuk membaca. Membaca bukan berarti hanya membaca buku akan tetapi, membaca dapat diartikan adalah belajar, belajar yang dimaksud bukan hanya sekedar belajar saja namun juga diamalkan.

Belajar yang sebenarnya adalah dari kita memahami alam sekitar dan/atau wahyu Allah SWT baik yang tersirat maupun tersurat. Di indonesia pendidikan menjadi hal yang perlu di perhatikan, contoh seperti orang tua lebih senang anaknya menjadi juara kelas daripada anaknya tidak menghargai orang yang lebih tua darinya. Disini pendidikan berbasis pendidikan akhlak perlu di tegaskan, karena fakta di indonesia sekarang banyak orang yang

pandai dalam keilmuan namun sedikit orang yang berakhlak, sebagai contoh yaitu para koruptor. Mereka merupakan orang yang berpendidikan dan

merupakan intelektual, namun mereka tidak punya akhlak yang baik.

(16)

benar –benar layak baik secara akhlak maupun pemikiran. Kita dapat menggambarkan bagaimana kekacauan pemerintahan bangsa ini dan bagaimana pentingnya pendidikan akhlak untuk para generasi penerus bangsa.

Akhlak merupakan dasar hidup manusia, sehingga manusia dapat menjaga hidupnya. Didalam Islam akhlak menempati posisi yang penting. Kualitas diri seseorang dinilai dari akhlaknya, baik itu urusan Hablumminannas maupun hablumminallah. Pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan anak hidup dari kecil, yaitu keluarga. Karena pondasi seorang generasi bangsa dimulai dari keluarga dan lingkungan sekitar anak tesebut tinggal. Salah satu kesalah kaprahan dari orang tua menyerahkan pendidikan anaknya kepada pihak sekolah, dan pihak sekolahlah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas pendidikan anak tersebut. Meskipun memang benar waktu anak memang banyak disekolah. Anggapan tersebut tentu saja keliru, sebab pendidikan yang berlangsung dalam keluarga adalah bersifat asasi. Karena itulah orang tua merupakan pendidik pertama, utama dan kodrati. Dialah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian seorang anak (Hasbullah, 2009:22). Di dalam Islam Rasulullah SAW secara jelas mengingatkan akan pentingnya pendidikan keluarga ini, sebagaimana haditsnya yang berbunyi :

(17)

َّللّا

Walid telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb dari Az Zubaidi

dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Al Musayyab dari Abu

Hurairah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah

bersabda: 'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada

dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan

membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan

yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian

merasakan adanya cacat? ' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau,

maka bacalah firman Allah yang berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas

fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami Abu

Bakr bin Abu Syaibah; telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Alaa

Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan

(18)

'Abdurrazzaq keduanya dari Ma'mar dari Az Zuhri dengan sanad ini dan dia

berkata; 'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya.-tanpa

menyebutkan cacat.-“

Manusia mengerti akan apa yang baik dan apa yang buruk, bahwa ia dapat membedakan antara kedua pengertian itu selanjutnya mengamalkannya, adalah sesuatu kenyataan yang tidak bisa dibantah. Pengertian itu tidak dicapainya melalui pengalaman, akan tetapi telah ada padanya sejak ada dalam kandungan ibunya. Pada ketika itu tuhan lalu memberikan pengertian tersebut kepadanya (Achmad, 1997:13). Jadi baik buruk merupakan tanggapan pembawaan manusia. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat Asy Syams : 7-8:

اَهٰى َّوَس اَم َو ٖسۡفَن َو

٧

اَهَمَهۡلَأَف

اَهٰى َوۡقَت َو اَه َرو ج ف

٨

” dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). maka Allah

mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS Asy

Syams:8-7)“

(19)

Sedangkan pendidikan akhlak yang diajarkan oleh Islam sudah sempurna, karena bersumber dari Allah SWT kemudian diberikan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Rasulullah menyampaikan "tarbiyah" atau pendidikan kepada umatnya melalui dakwah, bukan dengan melalui peperangan maupun paksaan. Setelah rasulullah wafat beliau tetap meninggalkan pendidikan akhlak kepada umatnya dengan meninggalkan Al Qur'an dan As Sunnah. Rasulullah pertama diutus kemuka bumi tidak lain tidak bukan adalah untuk menyempurnakan akhlak umatnya.

Akhlak yang baik adalah perangai dari para Rasul dan orang terhormat, sifat orang yang muttaqin dan hasil dari perjuangan orang yang ‘abid. Sedangkan akhlak yang jahat adalah racun berbisa, kejahatan dan kebusukan yang menjauhkan diri dari Rabbil Alamin. Akhlak yang buruk menyebabkan orang terusir dari jalan Tuhan, tercampak kepada jalan setan. Akhlak buruk adalah pintu menuju neraka yang menyala menghanguskan hati nurani , sedang akhlak baik laksana pintu menuju jannah Ilahi (Hamka, 1992: 1).

Allah Swt telah bersabda memuji Nabi-nya dengan menyatakan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya,

ٖميِظَع ق ل خ ٰىَلَعَل َكَّنِإ َو

٤

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang

agung”(QS. Al-Qolam : 4).

(20)

tidak terulang. Karena jika melihat masa tersebut banyak kekurangan akhlak seperti pembunuhan, perzinaan, penyembahan patung-patung dan lain sebagainya yang tentu saja bertentangan dengan nilai akhlak yang terkandung dalam Al-Qur’an. Selain Al-Qur’an, hadits Nabi dapat di jadikan rujukan mengingat salah satu fungsi hadits adalah menjelaskan kandungan ayat yang terdapat di dalamnya.

Pada masa kejayaan Islam abad Ke empat, banyak pemikir-pemikir pendidikan Islam bermunculan. Salah satunya adalah Burhanuddin Al Zarnuji, beliau adalah sosok pemikir pendidikan Islam yang banyak menyoroti tentang akhlak dan dimensi spiritual dalam pendidikan Islam. Dalam karyanya, beliau lebih mengedepankan tentang akhlak dalam proses pendidikan. Hal itu dikhususkan kepada peserta didik, supaya bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang bernilai bagi masyarakat dan bangsanya, serta akhlak terhadap pendidik dan peserta didik yang lain. Pemikiran utamanya mengenai pendidikan adalah pembentukan budi pekerti yang luhur dan penekanannya adalah kepada nilai-nilai dari tuhan.

Dengan melihat permasalahan permasalahan akhlak diatas, penulis bermaksud mencoba memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut dengan merujuk kepada kitab karya beliau yang menjadi dasar seseorang dalam membina akhlak dalam menuntut ilmu dan pengabdian dalam masyarakat yaitu kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji.

(21)

beliau dalam kitab Ta’limul Muta’allim menjadi dasar dalam konsep pendidikan akhlak antara murid dan guru, dan semua orang yang berada dalam lingkup pendidikan.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menyingkap secara deskriptif tentang pendidikan akhlak yang termuat dalam kitab Ta’limul Muta’allim. Oleh karena itu untuk mengenal lebih jauh konsep pendidikan akhlak yang di tawarkan oleh Burhanuddin Al Zarnuji, oleh karena itu penulis mengangkat

judul penelitian ini “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim Karya Burhanuddin Al Zarnuji

B. Rumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dalam pendidikan saat ini?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini mengacu pada permasalahan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

(22)

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dalam pendidikan saat ini.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan wacana keilmuan khususnya dalam pendidikan akhlak

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memecahkan krisis moral yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ini.

c. Dapat menjadi referensi dalam memperbaiki akhlak generasi muda dan alternatif untuk mencari problem-problem akhlak yang muncul akhir-akhir ini.

d. Juga menambah bahan pustaka bagi perpustakaan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Secara Praktis

a. Bagi penulis

(23)

b. Bagi Guru

1) Bisa memberikan pendidikan yang ditekankan kepada akhlak, khususnya antara murid dan guru.

2) Bisa menjadi rujukan dalam pembinaan siswa yang kurang baik akhlaknya.

c. Bagi peserta didik

Supaya peserta didik bisa memperbaiki kuwalitas dirinya dalam berakhlak, baik antara murid dengan guru maupun murid dengan murid.

d. Bagi Lembaga

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam meningkatkan kualitas lembaga pendidikan khususnya dalam bidang pembentukan akhlak yang baik terhadap siswa-siswa atau santri-santri.

2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama dalam pendidikan islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan di bidang tersebut.

3) Mengetahui betapa pentingnya pendidikan akhlak dalam kitab

Ta’limul Muta’allim karena akhlak dipakai dalam kehidupan

(24)

E. Penegasan Istilah

Agar didalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah lain adalah didalam judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan sebagai berikut:

1. Nilai Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Nilai

1)Menurut spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi social tertentu (Asrori, 2008:153).

2)Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga preferensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya (Ensiklopedia Pendidikan, 2009:106). 3)Zakiyah Darajat dalam bukunya Dasar-Dasar Agama Islam

berpendapat nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku (Zakiyah Darajat Dkk, 1984:260).

(25)

b. Pengertian Pendidikan

1)Ki Hajar dewantara berpendapat, pendidikan yaitu tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Suwarno, 1985:2).

2)Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 UU Nomor 2 tahun 1989,menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan dating ( Depag RI, 1991/1992:3).

Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang harus ditempuh setiap manusia supaya mendapatkan kehidupan yang layak dan siap menghadapi semua tantangan kehidupan.

c. Pengertian Akhlak

1) Akhlak merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar, secara mendasar akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu khaliq (pencipta) dan makhluq(yang diciptakan). Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk memperbaiki hubungan makhluq (manusia) dengan khaliq (Allah

(26)

2) Menurut Moh. Aziz Al Khuly, akhlak adalah sifat jiwa yang terlatih demikian kuatnya sehingga mudahlah bagi yang punya melakukan suatu tindakan tanpa dipikir dan di renungkan lagi. 3) Sedangkan menurat Al Ghazali, Akhlak adalah sifat atau bentuk

atau keadaan yang tertanam dalam jiwa, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang dan perlu difikirkan dan dipertimbangkan lagi (Amin Syukur. 2010: 5). Penulis menyimpulkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang sudah melekat dalam jiwa seseorang untuk berbuat dan berkehendak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa perlu berfikir dan merenung.

Jadi yang dimaksud nilai pendidikan akhlak adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak sesuai dengan tuntunan agama.

2. Burhanuddin Al Zarnuji

(27)

591 H, 593H dan 597 H. Hidup beliau semasa dengan Ridha Din Al-Naisari, antara tahun 500-600 H (Baharuddin, Wahyuni. 2010: 49-50).

Tidak ada keterangan yang pasti mengenai tempat kelahirannya. Namun dilihat dari nisbahnya, Al Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari zarnuj, suatu daerah yang kini dikenal dengan nama Afghanistan.( Baharuddin, Wahyuni, 2010: 50). Al Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, dua kota yang menjadi pusat keilmuan dan pengajaran. Al Zarnuji, selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-bidang lain seperti sastra, fiqh, ilmu kalam dan sebagainya.

3. Kitab Ta’limul Muta’allim

Pemikiran beliau tertuang dalam karya monumentalnya, kitab

“Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum”. Kitab ini diakui sebagai

karya yang monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya-karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulis barat.

Kitab ini salah satu karangan Al Zarnuji yang tetap abadi sampai

sekarang. Dalam pandangan kita, sebagai mana lazimnya ulama’ besar

(28)

sebelum sempat diterbitkan atau turut dihancurkan dalam peperangan bangsa Mongol yang terjadi di abad itu juga.

F. Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakan yang telah penulis lakukan terkait tentang judul Nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam Kitab Talimul

Muta’allim Karya Burhanuddin Al Zarnuji diakui bahwa sejauh pengamatan

yang penulis lakukan,ada beberapa skripsi yang terkait dengan penelitian ini. 1. Skripsi Fenny Riskya, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga 2011 mengangkat mengenai pemikiran Al Zarnuji mengenai pendidikan, sedangkan yang penulis angkat mengenai nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kitab

Ta’limul Muta’allim.

2. Skripsi Muhammad Khoirun Ni’am, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga 2012. Skripsi ini berjudul Pendidikan Akhlak dalam Kitab Idzotun Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni yang dikupas dalam skripsi hamper sama dengan yang penulis teliti, namun hanya berbeda objek pembahasan.

(29)

G. Metode Penelitian

Sarosa dalam bukunya menulis bahwa menurut Coghlan Metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah(Sarosa, 2012: 36).

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.

2. Sumber Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan(library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Maka

peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari perpustakaan dan dikumpulkan dari kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Yang terdiri dari:

a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan permasalahan yang didapat yaitu kitab Ta’lim Muta’allim.

b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh untuk memperjelas sumber primer, yaitu terjemahan kitab Ta’lim Muta’allim dan buku-buku yang mendukung penelitian ini.

3. Teknik Analisis Data

a. Metode Content Analysis

Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Soejono yang

(30)

adalah: “metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat

prosedur untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku

atau dokumen” (Soejono, 2005:13). Merujuk pada pendapat tesebut,

penulis akan menganalisis terhadap isi ataupun makna yang terkandung dalam kitab Ta’lim Muta’allim yang berkaitan dengan nilai pendidikan akhlak dalam menuntut ilmu khususnya.

b. Metode Reflektif Thinking

Metode Reflektif Thinking yaitu berfikir yang prosesnya mondar-mandir antara yang empiri dengan yang abstrak. Empiri yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang abstrak yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevensi empiri pertama dengan empiri-empiri yang lain yang termuat dalam abstrak baru dibangunnya (Muhadjir, 1991:66-67). Metode ini digunakan untuk melihat relevansi kitab Ta’lim Muta’allim dengan Nilai pendidikan Akhlak. c. Metode deduktif

Metode ini adalah pendektan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan

d. Metode Induktif

(31)

H. Sistematika Penulis

Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian secara garis besar sebagai berikut:

1. Bagian Awal

Bagian awal ini, meliputi: sampul, judul (sama dengan sampul),lembar berlogo, nota persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan daftar lampiran.

2. Bagian Inti

Pada bagian inti dalam skripsi ini, memuat data:

BAB I: Pendahuluan meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II: Biografi Penulis Kitab Ta’lim Muta’allim meliputi Riwayat Hidup, Riwayat pendidikan, Situasi pendidikan dan biografi naskah BAB III : Deskripsi Penelitian meliputi Pengertian Nilai Pendidikan Akhlaq, dan Pemikiran Burhanuddin Al Zarnuji Tentang Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim

BAB IV : Pembahasan meliputi Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Ta’lim

Muta’allim, Relevansi Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim

Muta’allim Dengan Dunia Pendidikkan, dan Kelebihan dan Kekurangan

(32)

BAB V: Kesimpulan, Saran dan Penutup meliputi Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.

3. Bagian Akhir

(33)

BAB II

BIOGRAFI BURHANUDDIN AL ZARNUJI

A. Riwayat Hidup Burhanuddin Al Zarnuji

Al Zarnuji diyakini sebagai satu-satunya pengarang kitab ta’lim al

muta’allim, tetapi nama beliau tidak begitu terkenal dari apa yang ditulisnya.

Kata Syaikh adalah panggilan kehormatan untuk pengarang kitab ini. Sedang Al Zarnuji adalah nama marga yang diambil dari nama kota tempat beliau berada yaitu Zarnuj. Diantara dua nama itu ada yang menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama), sehingga menjadi Syaikh

Burhanuddin Al Zarnuji (As’ad, 2007:ii). Tanggal kelahirannya belum diketahui secara pasti. Mengenai tanggal wafatnya, terdapat dua pendapat. Ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun 591 H/1195 M, dan ada pula yang mengatakan beliau wafat pada tahun 840 H/1243 M. Hidup beliau semasa dengan Ridha Al-Din Al-Naisari, antara tahun 500-600 H (Baharuddin, Wahyuni. 2010: 49-50).

(34)

(sendi). Mereka antara lain Rukn Al-Din Al-Amidi (wafat 615) dan Rukn Ad Din At Tawusi (wafat 600)(Sudarto Abdul Hakim, 1995: 20). Data ini bisa di bilang sebagi penguat .argumen di paragraf atasnya yaitu sezaman dengan Ridha Al-Din Al-Naisari atau Syekh Ridau Al Din An Nisaphuri.

Sehubungan dengan hal diatas, Grunebeum dan Abel mengatakan bahwa Burhanuddin Al Zarnuji adalah toward the end of 12th and beginning of 13th century A.D. Demikian pula mengenai daerah kelahirannya tidak ada

keterangan pasti.Namun dilihat dari nisbahnya, Al Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari Zarnuj. Dalam hubungan ini Mochtar Affandi dalam tesisnya yang berjudul The Methode of Learning as

Illustrated in al Zarnuji Ta’lim Al-Muta’alim mengatakan : it is a city in

Persia which was for maelly a capital and city of Sadjistan to the south of

heart (now Afganistan) Zarnuj adalah salah satu daerah di wilayah Persia

yang pernah menjadi ibu kota Sidjistan yang terletak disebelah selatan Herat suatu daerah yang kini dikenal dengan nama Afghanistan (Nata, 2000 : 104).

Afganistan sendiri merupakan salah satu wilayah penyebaran Islam dari Dinasti Ghaznawiyah yang berdiri sejak tahun 350 H. pada zaman bani Ghaznawiyah ini pembangunan dan kemajuan bidang ilmu pengetahuan mengalami kemajuan sehingga tidak kalah dengan daerah daerah sekitar seperti bukhara. Maka hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan intelektual Al Zarnuji.

(35)

kampung “Zarnuj”, yaitu sebuah pekampungan yang terletak di Turki,

sedangkan Yaqut Al Humawi menisbatkan kata Al Zarnuji kepada sebuah perkampungan pekerja di Turkistan (Qabbani, 1981:1).

Walaupun apabila dilihat dari karyanya yang terkenal yaitu kitab Ta’lim al-Muta’allim menggunakan bahasa Arab hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan bahwa az-Zarnuji berasal dari bangsa Arab. Karena banyak sekali para ulama ulama non Arab yang juga menuliskan karya-karyanya dengan menggunakan bahasa Arab, seperti kitab Tafsir Munir yang sering disebut sebagai Tafsir Munir, Maraah Labiid yang menggunakan bahasa Arab merupakan karangan Syekh Muhammad Nawawi yang berasal dari Indonesia.

B. Riwayat Pendidikan Al Zarnuji

Mengenai riwayat pendidikannya dapat di ketahui dari keterangan yang dikemukakan para peneliti. Bahwa Al Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan samarkand, dua kota yang menjadi pusat keilmuan dan pengajaran. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan

dan ta’lim, yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin Al-Marginani,

(36)

Kemudian menurut beberapa peneliti banyak ulama-ulama yang menjadi guru Al Zarnuji, ulama-ulama tersebut seperti yang disebut dalam kitab

Ta’limul Muta’allim antara lain seperti:

1. Ali bin Abu Bakar bin Abdul Jalil Al Farghani Al Marghinani Al Rustami, ulama besar bermadzhab Hanafi yang mengarang kitab Al Hidayah, suatu kitab fiqih rujukan utama dalam madzhabnya. Beliau wafat tahun

593H/1197M.

2. Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar. Popoler dengan gelar Khowahir Zadeh atau Imam Zadeh. Beliau ulama besar ahli Fiqih bermadzhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair. Pernah menjadi mufti d Bukhara dan sangat masyhur dengan fatwa-fatwanya. Wafat tahun 573 H/ 1177 M 3. Hamad bin Ibrahim. Seorang ulama ahli Fiqih bermadzhab Hanafi,

sastrawan dan ilmu kalam, wafat tahun 576 H/ 1180M

4. Fakhruddin al-Kasyani, yaitu Abu Bakar bin Mas’ud Al Kasyani, ulama ahli fiqih bermadzhab Hanafi. Wafat 587 H / 1191 M

5. Fakhruddin Al Hasan bin Mansur atau yang dikenal dengan Syech Fakhruddin Qadli Khan Al Ouzjandi, ulama besar yang dikenal sebagai mujtahid dalam madzhab Hanafi dan banyak kitab karangannya. Beliau wafat Ramadhan 592 H/1196M.

(37)

Dengan demikian berdasar keterangan tersebut dapat didefinisikan bahwa pemikiran dan intelektualitasnya sangat dipengaruhi oleh faham Fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham dikembngkan oleh para gurunya, yakni fiqih aliran Hanafiyah.

Sebagai mana yang diutarakan oleh Muid Khan, dalam studinya tentang

kitab ta’lim yang di publikasikan dalam bahasa Inggris, mengenai karakter

pemikiran Al Zarnuji. Muid Khan memasukan pemikiran Al Zarnuji ke dalam garis pemikiran madzhab Hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti banyak ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Al Zarnuji, termasuk Imam Abu

Hanifah sendiri. Dari sekitar 50 ulama’ yang disebutkan Al Zarnuji hanya

dua orng saja yang bermadzhab Syafi’iyah, yakni Imam Syafi’i sendiri dan

Imam Yusuf Al Hamdani (wafat tahun 1140).

Menurut Muid Khan ide-ide madzhab yang dianutnya mempengaruhi pemikirannya tentang pendidikan (Hakim. 1995: 25). Sehingga Mahmud bin Sulaiman Al Kaffawi yang wafat tahun 990H/1562M dalam kitabnya Al

Alamul Akhyar Min Fuqaha’I Madzhab Al Nu’man Al Mukhtar,

(38)

Al Zarnuji, selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-bidang lain seperti sastra, ilmu kalam dan sebagainya (Baharuddin, Wahyuni. 2010: 50). Sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa untuk bidang tasawuf beliau memiliki seorang guru tasawuf yang masyhur. Namun dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses (peluang) yang tinggi untuk masuk ke dalam dunia tasawuf (Nata, 2000 : 105).

Sebagai seorang Filosof muslim Al Zarnuji lebih condong kepada Al Ghozali, sehingga banyak jejak Al Ghozali dalam bukunya dengan konsep epistimologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam Ihya’ Ulum Al Din akan tetapi Al Zarnuji memiliki system sendiri, yang mana pada setiap bab dengan bab lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan setiap kata lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mozaic kepribadian Al Zarnuji sendiri (Langgalung, 1988:99).

(39)

C. Situasi Pendidikan Burhanuddin Al Zarnuji

Dalam sejarah pendidikan Islam, terdapat lima tahap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yaitu:

1. Masa Pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw. (571-632 M). 2. Masa Pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M).

3. Masa Pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-750 M). 4. Masa Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah di Baghdad (750-1250M). 5. Masa Kemunduran kekuasaan Bani Umayyah di Baghdad (1250-sekarang)

(Zuhairi, 1992: 7).

Dari periodisasi di atas,disebutkan bahwa Al Zarnuji hidup sekitar akhir abad ke-12 dan awal ke-13 (591-640H/ 1195-1234M) (Nata, 2000 : 104). Dari kurun waktu tersebut dapat diketahui bahwa Al Zarnuji hidup pada masa keempat dari periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, antara 750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan peradaban Islam, terutama dalam bidang pendidikan Islam (Baharuddin, Wahyuni. 2010:51). Dalam hubungan ini Hasan Langgulung

mengatakan: “Zaman keemasan Islam mengenai dua pusat, yaitu kerajaan

Abbasiyah yang berpusat di Baghdad yang berlangsung kurang lebih lima abad (750-1258M) dan kerajaan Umayyah di Spanyol yang berlangsung kurang lebih delapan abad(711-1492M) (Hasan Langgulung, 1989: 13).

(40)

1. Madrasah Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham Al-Mulk (457-1106 M), seorang pembesar pemerintahan Bani Saljuk. Pada tiap-tiap kota, Nidzam Al Mulk menirikan satu Madrasah yang besar, seperti di Baghdad, Balkh, Naisabur, Hearat, Asfahan, Bashrah dan lain-lain.

2. Madrasah Al-Nuriyah Al-Kubra, didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki (563-1167 M) di Damaskus.

3. Madrasah Mustansyirah didirikan oleh khalifah Abbasyiah, Al-Mustansir Billah di Baghdad (631 H/1234 M). Sekolah yang disebut terakhir ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti gedung berlantai dua, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 koleksi buku, halaman dan lapangan yang luas, masjid, balai pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya Madrasah yang disebut terakhir adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat mazhab

(Maliki, Hanafi, Syafi’I, dan Ahmad ibn Hambal) (Nata, 2001:106).

Selain ketiga madrasah tersebut, masih banyak lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang pesat pada zaman Al Zarnuji hidup. Dengan informasi tersebut, tampak jelas bahwa beliau hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam mengalami puncak kejayaan, yaitu pada masa Abbasyiah yang ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Islam ensiklopedik yang sukar ditandingi.

(41)

mengherankan bahwa Al Zarnuji termasuk seorang filosof yang memiliki system pemikiran sendiri dan dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina, Al Ghazali dan sebagainya (Nata, 2001: 107).

Namun, dengan makin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan dan pemikir-pemikir yang bermunculan pada masa itu, disisi lain kondisi pemerintahan dan politik sedang tidak menentu, khususnya pada pemerintahan Bani Abbasiyah.

Tahun-tahun tersebut adalah awal runtuhnya kekuasaan Bani Abbasiyah yang ditandai dengan perebutan kekuasaan di pemerintahannya. Sehingga mengakibatkan kelemahan-kelemahan dari internal Bani Abbasiyah. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi dalam bukunya Membuka Jendela Pendidikan mengurai Akar Tradisi dan Interaksi Keilmuan Pedidikan Islam bahwa Al Zarnuji hidup pada masa pemerintahan

dan pemikiran Islam mengalami kemunduran (Tholkhah, Barizi, 2004: 281).

D. Biografi kitab Ta’limul Mutta’alim

(42)

Pertama kali diketahui, naskah kitab ini dicetak di Jerman tahun 1709 Masehi oleh Ralandalus, di Labstak/Libsik tahun 1838M oleh Kaspari dengan tambahan mukaddimah oleh Plessner, di Marsadabad tahun 1265H, di Qazan tahun 1898M menjadi 32 halaman, dan tahun 1901M menjadi 32 halaman dengan tambahan sedikit penjelasan atau syarah dibagian belakang, di Tunisia tahun 1286H menjadi 40 halaman. Tahun 1307H menjadi 52 halaman, dan juga tahun 1311H. dalam wujud naskah berharakat (musyakkalah), dapat ditemukan dari penerbit Al Miftah, Surabaya (As’ad, 2007:iv).

Kitab ini telah disyarahi menjadi satu kitab baru tapi tanpa judul sendiri oleh Asy Syaikh Ibrahim bin Ismail, dan selesai ditulis pada tahun 996H. menurut pensyarah yang ini kitab tersebut banyak penggemarnya dan mendapat tempat selayaknya dilingkungan pelajar maupun guru. Terutama dimasa pemerintahan Murad Khan bin Salim Khan berarti pada abad ke 16 M. Dan di Negara kita, kitab syarahnya inilah yang beredar luas dari para penerbit Indonesia sendiri.

Kitab Ta’limul Muta’allim juga ditulis dalam bentuk nadhom (puisi,

pantun) yang diubah dengan bahar rojaz menjadi 269 bait oleh ustadz Ahmad Zaini, solo jawa tengah. Naskahnya pernah diterbitkan oleh Maktabah Nabharah Kubro, Surabaya Jawa Timur, atas nama penerbit Musthafa Babil

Halabi, Mesir, dibawah tashih Ahmad Sa’ad Ali, seorang ulama’ Al Azhar

(43)

Penerjamahan ke dalam bahasa asing tentu telah banyak dilakukan. Terjemahan dalam bahasa Turki dilakukan oleh Abdul Majid bin Nashuh bin Israel, dengan judul baru Irsyadut Thalibin fi Ta’limil Muta’alimin. KH Hamman Nashiruddin, Grabag Magelang juga telah menerjemahkan ke dalam bahasa Jawa, dengan sistem italic atau yang dikenal dengan istilah makna jenggot. Dan kali ini di tangan pembaca terdapat terjemahan ke dalam bahasa

Indonesia. (As’ad, 2007:iv-v)

Isi yang terkandung dalam kitab ta’limul mutta’alim terbagi menjadi beberapa bab atau pasal, yaitu :

1) Pasal : definisi ilmu dan fiqih serta keutamaannya

( ضف و هقفلا و ملعلا ةيه ام ىف لصف )هل

2) Pasal : niat ketika belajar )ملعتلا ل اح ةينلا ىف لصف(

3) Pasal : memilih bidang ilmu, guru, teman dan ketekunan

)هيلع ت ابثلاو كيرشلاو ذ اتسلّا و ملعلا رايتخا ىف لصف(

4) Pasal : mengagungkan ilmu dan ulama )هله اوملعلا ميظعت ىف لصف( 5) Pasal : tekun dan semangat )ةمهلا و ةبظاوملاو دجلا ىف لصف(

6) Pasal : memulai belajar, pengaturannya dan urutannya

)هبيترتو هر دقو قبسلا ةيادب ىف لصف(

7) Pasal : tawakal )لكوتلا ىف لصف(

8) Pasal : waktu mencari ilmu. )ليصحتلا تقو ىف لصف( 9) Pasal : kasih saying dan nasehat )ةحيصنلا و ةقفشلا ىف لصف( 10)Pasal : mengambil faedah )ةدافتسإ لّا ىف لصف(

(44)

12)Pasal : hal-hal yang dapat memperkuat hafalan dan yang menyebabkan kelupaan ) نايسنلا ثروي ميفو ظفحلا ثروي ميف ىف لصف(

(45)

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN BURHANUDIN AL ZARNUJI TENTANG NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALLIM

A. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Nilai

Nilai mempunyai banyak definisi yang di kemukakan oleh banyak ahli. Pada penelitian ini penulis akan menjelaskan pengertian nilai dari beberapa ahli yang mengutip dari berbagi sumber. Yang pertama dari

Spranger yang di kutip Asrori dalam bukunya “Psikologi

Perkembangan” dia mengartikan nilai sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu (Asrori, 2008:152).

Dalam pandangan Spranger, kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai kesejarahan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia, namun Spranger mengakui akan kekuatan individual yang dikenal dengan istilah roh subjektif. Sementara itu kekuatan nilai-nilai budaya hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu (Asrori, 2008: 153)

(46)

dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga preferensinya tercermin dalm perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya (Ensiklopedia Pendidikan, 2009:106).

Pendapat ketiga dari Zakiyah Darajat dalam bukunya Dasar-Dasar Agama Islam berpendapat nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku (Darajat, Dkk, 1984:260).

Menurut Sidi Gazalba merupakan pendapat keempat nilai adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empiric, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.

Dan yang terakhir Sesuai dengan pendapat Dewey nilai adalah hasil ciptaan yang tahu, nilai sudah ada sejak semula, terdapat dalam setiap kenyataan, namun tidak berinteraksi, nilai itu bersifat objektif dan tetap (Thoha. 1996: 60-62).

(47)

2. Pengertian Pendidikan

Seperti halnya nilai, pendidikan pun mempunyai banyak arti yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan baik Indonesia maupun luar negeri. Berikut pendidikan menurut beberapa ahli pendidikan.

Langeveld mengemukakan pendapatnya dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan karya Hasbullah, pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri(Hasbullah, 2009:2-3).

Yang kedua John dewey menyatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah aam dan sesama manusia. (Hasbullah, 2009:2-3).

(48)

Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang” (Dirjend.Binbaga Islam, 1991/1992:3).

Dalam kitab ‘idzotun nasyiin bahwa anak-anak itu akan menjadi generasi penerus, jadi ketika telah terbiasa berperilaku baik yang bisa meningkatkan drajatnya dan menghasilkan ilmu yang bermafaat bagi negaranya(AlGhulayani, 2009:69-70).

Pendidikan bagi seorang muslim dan muslimah adalah sebuah kewajiban. Sebagaimana yang dikatakan Al Ghozali bahwa mendidik anak adalah suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak merupakan amanah untuk kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling berharga dibandingkan berlian. Karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi baik dan ia menjadi ahli kebaikan maka orang yang mendidik dan kedua orang tuanya dapat pahala dari amal yang dikerjakan oleh anak tersebut.

(49)

3. Pengertian Akhlaq

Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu perangai, kelakuan, tabiat, kebiasaan, kelaziman,peradaban yang

baik dan agama. Kata akhlak adalah bentuk jamak dari ‘khilqun’ dan

‘khulqun’ sebagaimana tersebut dalam surat Al-Qolam ayat 4, yang

artinya sama dengan akhlak seperti tersebut di atas( Aminudin dkk, 2002 :152).

Akhlak merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar, secara mendasar akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu khaliq (pencipta) dan makhluq (yang diciptakan). Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk memperbaiki hubungan makhluq manusia dengan khaliq (Allah Ta’ala) (Makbuloh, 2013:139).

Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlaq itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlaq merupakan gambaran bentuklahir manusia, seperti raut wajah dan body. Dalam bahasa yunani pengertian Khalq ini dipakai kata ethicos atau ethos artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian beruba menjadi etika (Nasir, 1991:14).

(50)

a. Menurut Moh. Aziz Al Khuly, akhlak adalah sifat jiwa yang terlatih demikian kuatnya sehingga mudahlah bagi yang punya melakukan suatu tindakan tanpa dipikir dan di renungkan lagi. b. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa yang

mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa diikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu (Syukur. 2010: 5).

Dari pendapat-pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang sudah melekat dalam jiwa seseorang untuk berbuat dan berkehendak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa perlu berfikir dan merenung.

Jadi yang dimaksud nilai pendidikan akhlak adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak sesuai dengan tuntunan agama.

B. Pemikiran Burhanuddin Al Zarnuji Tentang Pendidikan Akhlak

Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim

(51)

dicapai pada setiap tahap dalam proses pendidikan yang sdang dilangsungkan.

4. Pembagian Ilmu

Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kategori. Pertama ilmu fardhu ‘ain, seperti dalam kitab beliau yaitu

َو ي

Orang muslim wajib mempelajari ilmu yang diperlukan untuk menghadapi tugas/kondisi dirinya, apapun wujud tugas/ kondisi itu:-

(As’ad, 2007: 5).

Kedua ilmu fardhu kifayah,

َس ىَلَع ٌض ْرَفَف ِنْيِي اَحَ ْلْا ِضْعَب ىِف عَقَي اَم ظْف ِح اَّمَأ َو

Adapun mempelajari ilmu yang dibutuhkan pada saat-saat tertentu itu hukumnya fardlu kifayah, jika dalam suatu daerah telah terdapat orang yang mengetahuinya maka cukuplah bagi yang lain, tetapi kalau sama sekali tidak ada yang mengetahuinya maka seluruh penduduk menanggung dosa (As’ad, 2007: 11).

Yang terakhir adalah ilmu haram, sebagaimana yang tertulis dalam

(52)

haram dipelajari, karena berbahaya dan tidak bermanfaat, lagi pula

tidak mungkin seseorang dapat menghindar dari takdir Allah SWT”

(As’ad, 2007: 5).

Setiap cabang ilmu harus diiringi dengan akhlak yang baik. Al Zarnuji juga berpendapat bahwa kurangnya akhlak hanya dapat menghilangkan ilmu. Karena akhlak sejajar dengan iman, tauhid, dan

syari’at. Tauhid itu menyebabkan iman, barang siapa tidak mempunyai

iman berati tidak bertauhid. Iman juga menyebabkan syari’at, maka

barang siapa tidak melaksanakan syari’at berati tidak beriman dan

tidak bertauhid. Syari’at menyebabkan akhlak, maka barang siapa yang

tidak mempunyai akhlak berarti tidak bersyari’at tidak beriman dan

tidak bertauhid.

Pendidikan akhlak ditekankan beliau menjadi tiga kategori akhlak , yaitu:

a. Akhlak kepada Allah

(53)

Nya, menerima apa adanya pemberian Allah dan sabar dengan segala kondisi dirinya.

Akhlak yang baik harus dipenuhi untuk setiap penuntut ilmu terutama kepada Allah SWT supaya mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Kemudian bersyukur atas apa yang diberikan kepada kita baik kenikmatan akal dan kesehatan badan dengan cara bersyukur dengan lisan, hati,perbuatan dan hartanya. Disebutkan

bahwa Abu Hanifah ra berkata : “aku mendapat ilmu dengan

hamdallah dan bersyukur, setiap aku diberi taufiq untuk

memahami fiqih dan hikmah lalu aku mengucap “Alhamdulillah”

maka bertambahlah ilmuku. (As’ad, 2007: 89)

Apabila seseorang telah mendapatkan ilmu, entah seberapa banyak ilmu yang didapatnya dengan susah payah, maka jangan sampai membelokan ilmunya demi kepentingan duniawi yang hina saja(As’ad, 2007: 21). Seorang yang berilmu harus bisa mengamalkan apa yang ia peroleh, salah satunya dengan beramar

ma’ruf nahi munkar, memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan

agama bukan untuk kepentingan hawa nafsu diri sendiri (As’ad, 2007: 20).

b. Akhlak kepada sesama manusia

Menurut penulis ada 3 penerapan akhlak atau sikap kepada

(54)

pertama akhlak untuk diri sendiri, kedua akhlak dari murid kepada guru dan yang terkahir akhlak kepada orang lain.

1) Berakhlak pada diri sendiri, maksudnya sebagai seorang pencari ilmu kita harus membenahi diri terlebih dahulu. Karena ilmu merupakan sesuatu yang istimewa dan bukan hal sembarangan, yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Oleh karena itu setiap manusia harus mempelajari mengenai akhlak, seperti dermawan, kikir, penakut, nekad, sombong, rendah diri, menjaga diri, berlebih-lebihan dan lain sebagainya. Ketika sudah memahami tentang ilmu akhlak maka seorang penuntut ilmu harus bisa menerapkan akhlak baik dan menjauhi akhlak buruk, terutama

bersikap tama’ terhadap sesuatu yang tidak semestinya.

Dan seorang penuntut ilmu harus bisa menjaga diri dari hal-hal yang menghinakan ilmu dan orang alim/ ahli ilmu atau

singkatnya santun. Kemudian hendaklah bersikap tawadlu’,

yaitu sikap tengah antara angkuh dan hina(As’ad, 2007: 22). Lalu harus bersungguh hati dan terus menerus atau istiqomah, ada kata mutiara “siapa yang bersungguh hati mencari sesuatu pastilah ketemu, ibarat siapa mengetuk pintu bertubi-tubi

pastilah memasuki”. Hal yang paling penting seorang penuntut

(55)

didapatnya menjadi sia-sia. Dan tidak boleh hasud/ dengki karena berbahaya lagi pula tak bermanfaat.

2) Akhlak dari seorang murid terhadap guru. Dimanapun guru dipandang sebagai pribadi yang sangat dihormati, baik dikala beliau masih hidup maupun beliau sudah meninggal. Seorang murid tidak akan mendapatkan ilmu dan tidak memetik manfaat ilmu selain dengan menghargai ilmu dan menghormati ahli ilmu (ulama), menghormati guru dan memuliakannya

(As’ad, 2007: 35)

Dalam kitab karya Al Zarnuji ini,beliau berwasiat diantara cara memuliakan guru adalah

a) Tidak melintas dihadapannya b) Tidak menduduki tempat duduknya c) Tidak memulai bicara kecuali atas ijinnya d) Tidak banyak bicara di sebelahnya,

e) Tidak menanyakan Sesuatu yang membosankan

f) Hendaklah pula mengambil waktu yang tepat dan jangan pernah mengetuk pintu tetapi bersabarlah sampai beliau

keluar (As’ad, 2007: 38).

(56)

menghargai satu sama lain. Namun dalam memilih teman

hendaklah memilih orang yang tekun, wira’i, berwatak jujur

dan mudah memahami masalah ; hendaklah menjauh dari pemalas, pengangguran, suka banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah(As’ad, 2007: 32).

Dalam kitab lain yaitu kitab Alaa Laa nadhom nomer 3 dan 4

Janganlah engkau bertanya tenteng kepribadian orang lain lihat saja temannya,karena seseorang akan mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya, bila temannya tidak baik maka jauhilah dia secepatnya, dan bila temannya baik maka temanilah dia kamu akan mendapatkan petunjuk (Al Zarnuji, t th: 15-16). c. Akhlak kepada ilmu

(57)

َلَّا

Ingatlah, tidak akan kalian mendapat ilmu yang bermanfaat, kecuali dengan 6 syarat : cerdas, semangat, sabar, biaya, petunjuk uztad, dan waktu yang lama (Al Zarnuji, t th: 15).

Selain syarat diatas pencari ilmu juga harus berdo’a kepada Allah SWT supaya diringankan rintangannya dan menganugrahkan ketabahan/ kesabaran. Al Zarnuji menulis dalam kitabnya bahwa sabar dan tabah adalah pangkal yang besar untuk segala urusan, terutama dalam berguru, dalam memperlajari suatu kitab jangan ditinggalkan terbengkalai. Maksudnya jangan berpindah kepada kitab atau study lain sebelum yang pertama sempurna dipelajari(As’ad, 2007: 31).

5. Tujuan Pendidikan

Pendidikan merupakan sesuatu yang bernilai ibadah dan menghantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan menurut Al-Zarnuji adalah untuk mencari keridhaan Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah. (Nata, 2003: 109)

(58)

individual; tujuan-tujuan sosial dan tujuan-tujuan professional (Al-Syaibani, 1979:399). Kalau dilihat dari tujuan-tujuan pembelajaran individual dalam konsep Al Zarnuji, maka menghilangkan kebodohan dari diri pembelajaran, mencerdaskan akal, mensyukuri nikmat, merupakan tujuan-tujuan yang bersifat individual. Tujuan pembelajaran mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan pada orang lain (mencerdaskan masyarakat), dan melestarikan Ajaran Islam adalah merupakan tujuan-tujuan sosial. Sedangkan tujuan professional, berhubungan dengan tujuan seseorang mencapai ilmu itu ialah menguasai ilmu yang berimplikasi pada pencapaian kedudukan. Namun kedudukan yang telah dicapai itu adalah dengan tujuan-tujuan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Ketiga tujuan tersebut haruslah atas dasar memperoleh keridhaan Allah dan kebahagiaan akhirat.

6. Metode Pembelajaran

Berdasarkan analisa Mochtar Affandi, bahwa dari segi metode pembelajaran yang dimuat Al-Zarnuji dalam kitabnya meliputi dua kategori. Metode yang bersifat etik, dan metode yang bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat dalam belajar; sedangkan metode yang bersifat strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar(Nata, 2003:53).

(59)

a. Dimensi religius

Agama sebagai bagian tak terpisah dari kehidupan manusia. Ia bukan hanya sebagai pelengkap tetapi lebih sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial yang memikirkan hubungan manusia dengan manusia, melainkan juga dengan Allah sebagai pencipta alam semesta.

b. Dimensi Pengalaman

Peserta didik atau santri sebagai manusia yang berilmu harus mengaktualkan ilmunya untuk kebaikan umat. Hal ini dilakukan sebagai kebaktian dan tugas sebagai seorang yang di anugerahi ilmu oleh Allah, disamping sebagai pengalaman untuk santri atau peserta didik itu sendiri.

c. Dimensi keilmuan

Santri atau peserta didik dianjurkan selalu mengembangkan ilmunya, tidak hanya ilmu agama saja, melainkan juga ilmu pengetahuan yang lain yakni ilmu pengetahun umum. Dengan begitu santri atau peserta didik dapat mengetahui perubahan yang terjadi disekelilingnya (Iqbal. 2015: 379).

(60)
(61)

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada bab ini akan dilakukan analisis data. Adapun hal-hal yang akan dianalisis adalah

A. Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Ta’lim Muta’allim

Pemikiran Al Zarnuji mengenai pendidikan akhlak dalam kitab ta’lim

muta’allim ada beberapa kategori,

1. Akhlak kepada Allah SWT

(62)

َو

mensyukuri atas kenikmatan akal dan kesehatan badan, hendaklah tidak niat mencari popularitas, tidak untuk mencari harta dunia, juga

tidak niat mencari kehormatan dimata penguasa dan semacamnya”.

Kemudian pencari ilmu harus bisa mengaplikasikan apa yang didapatnya selama mencari ilmu supaya menjadi ilmu yang bermanfaat.

Dengan cara beramar ma’ruf nahi munkar. Dalam bait tertulis sebagai

“Ya Allah ,kecuali jika mencari posisi dilakukan untuk amar ma’ruf

nahi mungkar, memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan agama, bukan

untuk kepentingan hawa nafsu diri sendiri”.

2. Akhlak kepada Manusia

Dalam point ke dua ini, seorang murid dianjurkan untuk melakukan hablum minannas dengan baik, ada tiga unsur dalam berakhlak kepada manusia, yaitu:

(63)

Seseorang sebelum membenahi lingkungan harus bisa merubah diri sendiri untuk lebih baik terlebih dahulu. Oleh sebab itu dia harus membiasakan diri untuk berakhlak baik kepada diri sendiri. Beberapa akhlak yang harus dibiasakan oleh seorang pencari ilmu dia harus santun, seperti dalam salah hadits rasulullah bersabda

َو

“sikap santun adalah pangkal segala hal, sebagaimana sabda

Rasulullah SAW: sadarlah, bahwa Islam ini agama yang kokoh, maka perlakukanlah dirimu dengan santun dan jangan kamu perbuat ibadah kepada Allah SWT untuk menyengsarakan dirimu, karena orang yang munbit itu tidak sanggup lagi menerjang bumi dan tiada pula

kendaraannya”.

Sikap kedua yang harus dilakukan kepada diri sendiri adalah sikap

tawadlu’. Pesan Al Zarnuji “bersikaplah tawadlu’, yaitu sikap tengah

antara angkuh dan hina, demikian pula sikap iffah/perwira dan semua itu dapat dipelajari dalam kitab-kitab akhlak”(As’ad, 2007:22 ).

Orang berilmu hendaklah tidak mencemarkan dirinya sendiri

dengan sifat tama’ terhadap sesuatu yang tidak semestinya, dan

(64)

yang terakhir adalah menghindari sifat malas, seperti wasiat Imam

Hanifah kepada Abu Yusuf : “kamu orang bodoh, tetapi kebodohanmu

diusir oleh kontinuitas belajarmu, maka hindarilah bermalas-malasan

karena kemalasan itu jahat dan malapetaka besar”(As’ad, 2007: 63).

b. Akhlak kepada guru

Penuntut ilmu hendaknya mengagungkan ilmu dan ulama serta memuliakan dan menghormati guru. Karena salah satu kesuksesan seseorang dapat dilihat dari situ. Dan kegagalan seseorang karena tidak mau untuk memuliakan dan mengagungan ilmu dan guru, bahkan meremehkannya.

Namun seorang guru harus mempunyai kriteria, sedikitnya harus berilmu, agamis dan berakhlak mulia pula. Seorang guru pun harus menyucikan niatnya hanya karena Allah SWT, untuk mengajarkan ilmunya. Artinya seorang pendidik bukan semata-mata hanya untuk mencari material dan menambah wawasan duniawi saja, namun untuk meraih keridhaan Allah SWT. Keikhlasan guru dalam menularkan ilmunya kepada murid-muridnya merupakan hal yang akan menjadi salah satu kunci dari kesuksesan seorang murid.

(65)

bicara yang tidak berfaedah. Ketika seorang guru sudah berwibawa dihadapan anak didiknya, diharapkan bisa membina akhlak murid-muridnya untuk menjadi seseorang yang lebih baik.

c. Akhlak kepada teman

Tak terlupa seorang murid adalah dalam memilih teman hendaklah

memilih orang yang tekun, wira’i, berwatak jujur dan mudah

memahami masalah ; hendaklah menjauh dari pemalas, pengangguran, suka banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah(As’ad, 2007: 32). Kemudian ketika mencari ilmu murid dianjurkan untuk berkasih mesra dengan guru dan teman-teman sebangku pelajarannya agar mudah mendapat pengetahuan dari mereka.

Ada sebuah syair yang berbunyi : jangan kau temani orang pemalas, hindarilah semua tingkahnya, banyak orang shalih menjadi rusak karena imbas dari orang lain. Menjalar ketololan pada cendikia,

amat cepat terlalu, laksana bara api ia padam di atas abu (As’ad, 2007:

34).

Adapula kata mutiara dalam bahasa Persia : kawan yang jahat lebih berbahaya dibanding ular yang berbisa, bahkan kawan yang jahat akan menyeretmu ke neraka jahim, dan kawan yang baik dia mengajakmu

ke sorga na’im(As’ad, 2007: 34).

3. Akhlak kepada Ilmu

(66)

Imam Syamsul A’immah Al Halwani berkata “Aku memperoleh ilmu

ini karena aku menghormatinya. Aku tidak pernah mengambil kitab

kecuali dalam keadaan suci”. Ilmu itu adalah cahaya dan wudhu itu

juga cahaya. Sedangkan cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudhu. Para santri juga dilarang meletakkan kitab didekat kakinya ketika duduk bersila, dalam menulis kitabnya tulisannya harus jelas dan memakai tinta merah dalam menulis kitab (As’ad, 2007: 44).

Dalam mencari sebuah ilmu dapat melalui berbagai jalan, baik itu dari buku, teman, pengalaman dan dari seorang guru. Untuk menguji ilmu yang kita peroleh dapat melakukan diskusi. Yaitu dengan mudzakaroh yaitu tukar pendapat untuk saling melengkapi pengetahuan masing-masing, kemudian dapat mengunakan munadhoroh adalah saling mengkritisi pendapat masing-masing atau dengan muthorohah yaitu adu pendapat untuk diuji dan dicari mana yang benar.

Rasa sabar, tabah dan istiqomah dalam belajar sangat diperlukan. Al zarnuji berpendapat bahwa pelajar hendak kontinu dalam belajar dan mengulangi pelajaran yang terlewat di awal dan di akhir waktu malam yaitu saat antara magrib dengan isya dan waktu sahur atau menjelang subuh karena dua waktu itu adalah waktu yang diberkahi Allah SWT.

(67)

yang baik. Karena hafalan akan mudah hilang sedangkan tulisan lebih tahan lama. Al Zarnuji berkata dalam kitabnya, faktor-faktor seseorang kuat dalam hafalan :

َو

a. Bersungguh-sungguh dan kontinu dalam belajar

b. Menyedikitkan makan

c. Memperbanyak sholat sunnah malam d. Membiasakan membaca Al Quran

e. Memperbanyak sholawat kepada Nabi Muhammad SAW f. Bersiwak

g. Minum madu, memakan kandar (menyan putih) dengan gula, dan menelan kismis 21 butir setiap hari

h. Makan sesuatu yang mengurangi dahak .

(68)

َو َأ

c. Keinginan dan kegelisahan perkara dunia d. Memakan ketumbar basah

e. Memakan buah-buahan yang asam f. Melihat orang disalib

g. Membaca tulisan dipatok kuburan h. Berjalan antra gandengan onta

(69)

B. Relevansi Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim Dengan Dunia Pendidikkan.

Di zaman sekarang ini, tentu berbeda dengan pada saat Al Zaruji masih menuntut ilmu. Dengan realita yang ada saat ini banyak sekali kita lihat bahwa moral atau akhlak sudah tidak diperhatikan lagi. Orang tua hanya melihat hasil pendidikan yang dapat dilihat oleh mata saja bukan dari akhlak dari seorang anak. Lembaga pendidikan seharusnya mendidik anak dalam bidang jasmani dan rohani secara seimbang supaya tercipta anak bangsa yang unggul dalam berakhlak. Akan tetapi sekarang berubah makna, anak yang berpendidikan belum tentu berakhlak baik. Sudah bukan hal yang tabu lagi, kita melihat secara fakta bahwa pejabat-pejabat di Negara kita khususnya sekarang ini mereka berpendidikan tinggi, bahkan tak jarang mereka lulusan dari perguruan tinggi di luar Negeri namum mereka tak sedikit yang kering akan aspek spiritual terutama akhlak.

(70)

unsur yang sangat esensial untuk membentuk lingkungan pendidikan yang baik, benar dan sehat. Seorang guru yang wibawa, disegani dan akrab dengan murid akan mampu membentuk kepribadian seorang murid dalam hal akhlak yang baik bukan sekedar memberi pelajaran yang meningkatkan intelektual saja.

Ketaatan kepada guru dan orang tua harus ditanamkan sejak awal. Karena akan membentuk kepribadiaan seorang anak dalam menuntut ilmu. Seorang murid yang ta’dzim dengan guru dia akan dipermudah dalam segala hal, seperti proses masuknya ilmu yang diberikan seorang guru kepada murid. Selain itu seorang pencari ilmu harus berakhlak baik terhadap diri sendiri dan kepada teman-temannya.

Oleh karena itu lembaga pendidikan di Indonesia khususnya, harus bisa memproduksi calon-calon pemimpin bangsa yang kaya akan moral dan akhlak yang baik sesuai kaidah-kaidah Islam. Karena apabila akhlak sudah baik secara otomatis hal apapun akan membaik. Walaupun hal tersebut tidak mudah, berbagai elemen harus saling mendukung baik lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.

C. Kelebihan dan Kelemahan Pemikiran Al Zarnuji Terhadap Pendidikan

1. Kelebihan Al Zarnuji Tentang Pendidikan

Konsep pendidikan beliau tertuang dalam karya monumentalnya, kitab

“Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum”. Kitab ini diakui sebagai

(71)

karya-karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulis barat.

Keistimewaan lain dari kitab Ta’lim Muta’allim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi belajar yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Kitab ini juga dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab monumental tersebut dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern.

(72)

2. Kelemahan Al Zarnuji Tentang Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi tutupan karang hidup di stasiun ini tergolong baik namun perlu dijaga, mengingat pada lokasi ini terdapat bekas-bekas penggunaan metode panangkapan ikan yang

1.4.1.1 Setelah kegiatan diskusi peserta didik dapat mengamalkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang wilayah negara, warga

Indonesia merupakan jumlah penduduk yang paling besar di kawasan ASEAN (40%) dari total penduduk ASEAN hal ini menjadikan peluang yang sangat besar bagi Indonesia yang

Standar Biaya Penyusunan Dokumen Pelaksana Anggaran Tahun 2014 adalah Standar Biaya berupa harga satuan, tarif dan indek yang ditetapkan sebagai batas biaya tertinggi

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis aksara Jawa siswa pada mata pelajaran Bahasa Jawa melalui model pembelajaran Quantum Teaching dan

Dari data yang dikumpulkan selama masa penelitian disimpulkan bahwa cacat dominan yang sering terjadi dengan nilai RPN tertinggi disebabkan antara lain karena beberapa faktor

Jadi, permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana menghasilkan cat tembok dari getah karet, tepung tapioka dan air sehingga dapat membentuk cat tembok dengan komposisi yang tepat

Faktor-faktor Yang Mendukung dan Menghambat Takmir Masjid Agung Baitussalam Purwokerto Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam