• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN RISIKO KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN ANAK PENDERITA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADDAPTIVE REGRESSION SPLINE (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMODELAN RISIKO KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN ANAK PENDERITA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADDAPTIVE REGRESSION SPLINE (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN RISIKO KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN ANAK PENDERITA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADDAPTIVE REGRESSION

SPLINE

(Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya)

SKRIPSI

INTAN PRATIWI UTAMI

PROGRAM STUDI S1-STATISTIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(2)

PEMODELAN RISIKO KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN ANAK PENDERITA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADDAPTIVE REGRESSION

SPLINE

(Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya)

SKRIPSI

INTAN PRATIWI UTAMI

PROGRAM STUDI S1 STATISTIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(3)
(4)
(5)

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam

lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi

kepustakaan, tetapi pengutipan harus seijin penulis dan harus menyebutkan

sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pemodelan Risiko Kejadian Malnutrisi Pada Pasien Anak Penderita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut dengan Pendekatan Multivariate Addaptive Regression Spline (Studi Kasus di RSU Haji Surabaya)”. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan, dan

kepercayaan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ardi Kurniawan, M.Si dan Dr. Nur Chamidah, M.Si selaku dosen

pembimbing I dan dosen pembimbing II yang senantiasa membimbing dan

membantu dengan tulus dan sabar dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Drs. Eko Tjahjono, M.Si selaku dosen wali yang selalu memberikan

penjelasan, pengarahan, dan saran demi kesuksesan menjadi mahasiswa.

4. Sahabat Redaksi, Ilmi dan teman statistika angkatan 2012 yang selalu

memberikan doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Surabaya, Juni 2016

Penulis,

(8)

vii

Intan Pratiwi Utami, 2016. Pemodelan Risiko Kejadian Malnutrisi Pada Pasien Anak Penderita Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Dengan Pendekatan Multivariate Addaptive Regression Spline (Studi Kasus Di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya) Skripsi dibawah Dr. Ardi Kurniawan, M.Si dan Dr. Nur Chamidah, M.Si. Program Studi S1-Statistika, Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

Masa anak-anak merupakan fase dimana membutuhkan tumbuh kembang dan perhatian dengan baik. Namun kesehatan pada masa anak-anak akan rentan terkena penyakit, virus dan infeksi apabila tidak didukung dengan lingkungan dan asupan makanan. Penyakit penyerta yang sering terjadi adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Berbagai penelitian tentang malnutrisi rumah sakit telah banyak dilakukan dengan menggunakan metode kohort retrospektif. Tujuan skripsi ini yaitu untuk menganalisis dan menginterpretasikan dari model berdasarkan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap risiko kejadian malnutrisi pada pasien anak penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS). Penelitian ini menggunakan 38 data tidak malnutrisi dan 22 data malnutrisi dengan variabel prediktor sebanyak 6 variabel. Hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko kejadian malnutrisi pada pasien anak penderita ISPA di RSU Haji Surabaya pada tahun 2015- Mei 2016 antara lain jenis kelamin, lama perawatan, usia, Indeks Massa Tubuh (IMT), kelas perawatan, jenis pasien. Model terbaik yang didapatkan pada kombinasi BF=12, MI=3, dan MO=1 dengan nilai GCV minimum 0,225 dan R square sebesar 97,06%.

(9)

Intan Pratiwi Utami, 2016. Risk modeling Genesis Children Malnutrition in Patien ts Disease Patients With Acute Respiratory Tract Infection Addaptive Multivariat e Regression Spline Approach (Case Study in RSU Haji Surabaya). This skripsi is under supervised by Dr. Ardi Kurniawan, M.Si and Dr. Nur Chamidah, M.Si, S1-Statistics Courses, Matematics Departement, Faculty of Sains and Technology, Ai rlangga University, Surabaya.

ABSTRACT

Childhood is a phase which requires the growth and attention well. But he alth in childhood will be prone to diseases, viruses and infections if not supported by environmental and food intake. Morbidities that often happens is Acute Respir atory Infection (ARI). Malnutrition is a condition where the body does not get ade quate nutrition, malnutrition can also be called a condition caused by an imbalanc e between taking meals with nutritional needs to maintain health. Various studies on malnutrition hospitals have been carried out using the method of retrospective cohort. The purpose of this paper is to analyze and interpret than models based on factors that significantly influence the risk of occurrence of malnutrition in pediatr ic patients with acute respiratory infection (ARI). The method used in this researc h is the method of Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS). This study u ses data from malnutrition 38 and 22 predictor variables of data malnutrition by as much as 6 variables. The results of this study are the factors that influence the risk of occurrence of malnutrition in pediatric patients with ARI in RSU Haji Surabaya in 2015- May 2016 include gender, length of treatment, age, body mass index (B MI), a class of treatments, types patient. The best model obtained in combination BF = 12, MI = 3, and MO = 1 with a minimum value of 0,225 GCV and R square of 97.06%.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR ORISINALITAS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Malnutrisi Rumah Sakit ... 6

2.2 Status Gizi ... 9

(11)

2.4 Regresi Logistik ... 12

2.5 Regresi Nonparametrik ... 13

2.6 Regresi Spline ... 14

2.7 Multivariate Adaptive Regression Spline ... 15

2.8 Klasifikasi MARS ... 19

2.9 Pengujian Koefisien Fungsi Basis Model MARS ... 22

2.10 Penentuan Nilai Cut Off Probability ... 23

2.11 Odds Ratio ... 24

2.12 Ketepatan Klasifikasi dan nilai Press’sQ ... 25

2.13 Software MARS ... 27

2.14 Software R ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Sumber Data ... 30

3.2 Variabel Penelitian ... 30

3.3 Langkah – Langkah Analisis ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Deskriptif Statistik Pasien Anak Penderita ISPA ... 34

4.2 Model Regresi Logistik Biner pada Risiko Kejadian Malnutrisi Menggunakan Pendekatan MARS ... 36

4.3 Interpretasi Fungsi Basis dalam Model MARS ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

4.1 Jenis Kelamin pada Pasien Anak ISPA 34

4.2 Kelas Perawatan pada Pasien Anak ISPA 35

4.3 Jenis Pasien pada Pasien Anak ISPA 35

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

2.1 Nilai Ketergantungan model y terhadap xj 24

2.2 Ketepatan Klasifikasi Model MARS 26

3.1 Variabel Penelitian 30

4.1 Model pada Kejadian Malnutrisi dengan MARS

(BF=12) 36

4.2 Model pada Kejadian Malnutrisi dengan MARS

(BF=18) 37

4.3 Model pada Kejadian Malnutrisi dengan MARS

(BF=24) 38

4.4 Tingkat Kepentingan Variabel Prediktor 40

4.5 Uji Parsial atau Individu Model MARS 42

4.6 Odds Ratio pada Fungsi Basis 45

4.7 Ketepatan klasifikasi berdasarkan APPER pada data

in sample 48

4.8 Ketepatan klasifikasi berdasarkan APPER pada data

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Sekunder Rekam Medis Pasien Anak Penderita ISPA di

RSU Haji Surabaya (in sample)

Lampiran 2 Data Sekunder Rekam Medis Pasien Anak Penderita ISPA di

RSU Haji Surabaya (out sample)

Lampiran 3 Output Model Optimal Program MARS dengan Fungsi Basis 12

Lampiran 4 Output Model Optimal Program MARS dengan Fungsi Basis 18

Lampiran 5 Output Model Optimal Program MARS dengan Fungsi Basis 24

Lampiran 6 Program Penentuan Nilai Cut Off Probabiliy Data In Sample pada

OSS-R

Lampiran 7 Output Perbandingan Ketepatan Klasifikasi data in sample pada setiap Cut Point

Lampiran 8 Uji Ketepatan Klasifikasi data In Sample

Lampiran 9 Program Penentuan Nilai Cut Off Probabiliy Data Out Sample pada OSS-R

Lampiran 10 Uji Ketepatan Klasifikasi data Out Sample

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan suatu bangsa dipengaruhi oleh kesehatan. Kesehatan

dibutuhkan sejak manusia lahir untuk bisa tumbuh kembang. Masa anak-anak

merupakan fase dimana membutuhkan tumbuh kembang dan perhatian dengan

baik. Namun kesehatan pada masa anak-anak akan rentan terkena penyakit, virus

dan infeksi apabila tidak didukung dengan lingkungan dan asupan makanan.

Penyakit penyerta yang sering terjadi adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA), diare persisten, cacingan, tuberculosis, malaria dan HIV/AIDS (Krisnansari, 2010). Oleh karena itu, tingkat pelayanan kesehatan harus lebih

bermutu dan prima, namun dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat agar

terwujud derajat kesehatan yang tinggi bagi bangsa Indonesia. Hal ini tentu akan

berdampak pada pelayanan gizi di suatu rumah sakit yang menuntut ahli gizi

untuk memberikan pelayanan gizi dengan kualitas terbaik.

Tujuan utama asupan gizi adalah mencegah terjadinya penurunan berat

badan pasien seminimal mungkin dengan harapan dapat menurunkan risiko

komplikasi, morbiditas dan mortalitas. Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh

tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaan

yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan

kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Hal ini terjadi karena asupan

makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang.

(17)

dikatakan bahwa tingginya prevalensi malnutrisi rumah sakit mencerminkan

kualitas pelayanan suatu rumah sakit. Malnutrisi dapat terjadi sejak sebelum

pasien masuk rumah sakit maupun terjadi setelah pasien masuk rumah sakit.

Penyebab malnutrisi umumnya kompleks dan multifaktor. Gangguan yang timbul

akan menyebabkan dan memperberat komplikasi, antara lain respon yang tidak

adekuat terhadap modalitas terapi lain, menurunkan imunitas dan selanjutnya akan

meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Selain dampak medis, juga

mengakibatkan peningkatan biaya pengobatan dan lama rawat. Varian lama rawat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Keparahan penyakit, mekanisme

koping, jenis penyakit, mutu pelayanan dan status akhir pasien.

Fakta menunjukkan bahwa insiden kasus malnutrisi di Indonesia cukup

tinggi di beberapa rumah sakit diantaranya balita yang dirawat di RSU Dr.

Pirngadi Medan menderita malnutrisi sebesar 38% dan di RS Dr. Sutomo

Surabaya terdapat 47% terserang MRS (Rianlego, 2014). Keadaan ini akan dapat

memperburuk status kesehatan anak, yang akan berakibat lanjut pada

terhambatnya proses penyembuhan anak di rumah sakit.

Penelitian tentang MRS pernah dilakukan oleh Khreshna (2013) dengan

judul Model Prediksi Statistika Sebagai “Alarm Malnutrisi Anak” Untuk

Mendeteksi Risiko Kejadian Malnutrisi didapat di Rumah Sakit. Penelitian lain

dilakukan oleh Juliaty (2013) menyatakan bahwa anak yang dirawat lebih dari

satu minggu dengan penyakit kronis dan diagnosis multipel mempunyai faktor

risiko MRS 1,2 kali lebih besar dibandingkan anak yang dirawat kurang dari

(18)

MRS dibanding penyakit non infeksi, penelitian ini menggunakan metode kohort

retrospektif. Salah satu penyakit yang sering menyerang anak yang menderita gizi

kurang adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Analisis regresi merupakan salah satu metode statistika yang dapat

menggambarkan ketergantungan atau mencari hubungan fungsional antara satu

variabel respon dengan satu atau lebih variabel prediktor, sehingga analisis regresi

tepat untuk memodelkan tingkat risiko kejadian malnutrisi pada pasien anak

penderita ISPA dengan variabel respon berskala nominal yang mempunyai dua

kategori yaitu mengalami MRS (Y 1) dan tidak mengalami MRS (0), sedangkan

variabel prediktornya adalah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi risiko

kejadian malnutrisi pada pasien anak penderita ISPA adalah jenis kelamin, lama

perawatan, usia, Indeks Massa Tubuh (IMT), kelas perawatan, jenis pasien.

Metode Multivariate Adaptive Regression Splines (MARS) adalah salah satu pendekatan regresi nonparametrik dan merupakan pengembangan metode

Regresi Partisi Rekursif (RPR) dengan menggunakan fungsi basis spline. MARS merupakan salah satu metode alternatif untuk pemodelan bagi data berdimensi

tinggi, memiliki variabel prediktor banyak dan ukuran sampel yang besar. MARS

dapat menambahkan atau melibatkan banyak interaksi antar variabel

(Friedman,1991). Model MARS memiliki power dan fleksibilitas dalam memodelkan hubungan yang hampir aditif atau yang melibatkan interaksi

beberapa variabel prediktor. Model dapat direpresentasikan dalam bentuk yang

mengidentifikasi secara terpisah kontribusi aditif dan model dihubungkan dengan

(19)

Berdasarkan uraian di atas, akan diteliti bentuk model kejadian malnutrisi

pada pasien anak penderita penyakit infeksi saluran pernafasan akut di RSU Haji

Surabaya dengan menggunakan pendekatan MARS.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas

dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mendeskripsikan data kejadian malnutrisi dari pasien anak

penderita ISPA yang dirawat di RSU Haji Surabaya berdasarkan faktor-faktor

yang diduga mempengaruhi?

2. Bagaimana mengestimasi model kejadian malnutrisi berdasarkan faktor-faktor

yang diduga mempengaruhi dengan menggunakan metode MARS?

3. Bagaimana menganalisis dan menginterpretasikan model berdasarkan faktor

yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian malnutrisi dengan

menggunakan metode MARS?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan data kejadian malnutrisi dari pasien anak penderita ISPA

yang dirawat di RSU Haji Surabaya berdasarkan faktor-faktor yang diduga

(20)

2. Mengestimasi model kejadian malnutrisi berdasarkan faktor-faktor yang

diduga mempengaruhi dengan menggunakan metode MARS.

3. Menganalisis dan menginterpretasi model berdasarkan faktor yang

berpengaruh signifikan terhadap kejadian malnutrisi dengan menggunakan

metode MARS.

1.4 Manfaat

Manfaaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, mendapatkan ilmu dan pengetahuan tentang pengaplikasian

metode MARS khususnya dalam dunia kesehatan dengan kejadian malnutrisi

pada anak penderita penyakit ISPA.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait diharap bisa meningkatkan kualitas

layanan untuk mencegah dan meminimalisir angka morbiditas dan mortalitas

anak penderita penyakit ISPA dari faktor-faktor yang mempengaruhi.

3. Bagi pembaca, secara umum dapat mengetahui pentingnya pengetahuan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang digunakan dalam skripsi ini adalah penjelasan

mengenai malnutrisi rumah sakit dan metode Multivariate Adaptive Regression Splines (MARS).

2.1 Malnutrisi Rumah Sakit

Malnutrisi Rumah Sakit (MRS) adalah terjadinya malnutrisi pada pasien

yang sedang dirawat di rumah sakit. Prevalensi terjadinya MRS pasien rawat inap

cukup tinggi dan dikatakan bahwa tingginya prevalensi malnutrisi rumah sakit

mencerminkan kualitas pelayanan suatu rumah sakit. Malnutrisi adalah keadaan

dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut

keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan

dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Hal ini terjadi karena

asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang.

Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh berakibat terjadinya malabsorpsi makanan

atau kegagalan metabolik.

Banyaknya kejadian malnutrisi pada pasien di rumah sakit sering tidak

teratasi dengan baik, bila keadaan berlanjut lama, tubuh akan melakukan proses

adaptasi seperti menurunnya nafsu makan dan memperlambat metabolik.

Malnutrisi dapat mempengaruhi fungsi dan penyembuhan setiap organ, seperti

perubahan berat badan, fungsi jantung dan ginjal menurun, gangguan sistem saluran

(22)

yang menurun, penurunan kapasitas fungsional dan kondisi metabolisme, serta

depresi pada pasien, sehingga penting menjadi perhatian bagi rumah sakit untuk

melakukan perbaikan status gizi melalui pemenuhan kebutuhan energi untuk

mendukung proses kesembuhan pasien.

Malnutrisi Rumah Sakit akan mempengaruhi banyak hal, diantaranya

adalah waktu perawatan yang semakin lama, proses penyembuhan yang semakin

lambat, biaya perawatan yang terus meningkat, dan peningkatan mortalitas. Berikut

merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi terjadinya MRS pada pasien

anak penderita ISPA diantaranya adalah:

1. Jenis kelamin

Menurut Almatsier (2005), tingkat kebutuhan pada anak laki-laki lebih

banyak jika dibandingkan dengan perempuan. Begitu juga dengan kebutuhan

energi, sehingga laki-laki mempunyai peluang untuk menderita KEP yang lebih

tinggi daripada perempuan apabila kebutuhan akan protein dan energinya tidak

terpenuhi dengan baik. Kebutuhan yang tinggi ini disebabkan aktivitas anak

laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan sehingga membutuhkan gizi

yang tinggi.

2. Usia pasien anak ketika masuk RS

Umur faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan

penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil

pengukuran tinggi badan dan berat badan menjadi tidak berarti bila tidak disertai

(23)

umur digunakan adalah tahun umur penuh (completed year) untuk anak umur 5-14

tahun digunakan bulan usia penuh (completed month).

3. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Body Mass Indeks merupakan indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi individu maupun masyarakat karena cukup peka untuk

menilai status gizi orang dewasa di atas 18 tahun. IMT dapat dihubungkan dengan

persen lemak tubuh. IMT dihitung dengan pembagian berat badan (dalam kg) oleh

tinggi badan (dalam meter) pangkat dua. Korelasi berat badan dengan jumlah total

lemak tubuh cukup erat, kendati sebagian orang dengan lean body mass yang tinggi

bisa memberikan IMT yang tinggi walaupun orang tersebut tidak gemuk (Hartono,

2000).

Pengukuran IMT dapat dikategorikan dalam 3 kategori, menurut WHO

1998 adalah sebagai berikut:

1. Kategori kurus apabila kekurangan berat badan tingkat berat kurang dari 17,0.

2. Kategori normal apabila range IMT dibatas ambang 18,5 – 25,0.

3. Kategori gemuk apabila kelebihan berat badan tingkat berat lebih dari 27,0.

Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan dan kurang gizi merupakan suatu

fenomena yang saling terkait, oleh karena itu meningkatkan status gizi suatu

masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan ekonomi. Tingkat sosial ekonomi

mempengaruhi macam makanan tambahan dan waktu pemberian, tetapi juga pada

(24)

2.2 Status Gizi

Gizi berasal dari bahasa Arab “Qizzi” adalah suatu proses organisme

menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melaui proses digesti,

absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang

tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi

normal dari organ, serta menghasilkan energi (Hartriyanti & Triyanti, 2007).

Penilaian status gizi pada pasien di rumah sakit sangat penting untuk

dilakukan, terutama pasien dengan resiko malnutrisi yang tinggi. Identifikasi dan

skrining malnutrisi secara dini dapat mendukung ketepatan intervensi gizi oleh ahli

gizi terhadap pasien sehingga outcome pasien yang lebih baik dan efektivitas biaya

kesehatan secara keseluruhan dapat diwujudkan. Salah satu penilaian status gizi

secara langsung adalah antropometri.

Antropometri secara umum merupakan ukuran tubuh. Sedangkan sudut

pandang gizi, Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri,

khususnya pengukuran berat badan pernah menjadi prinsip dasar pengkajian gizi

dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa

pengukuran secara spesifik diperlukan dan pengukuran ini mencakup pengukuran

berat badan (Andy Hartono, 2000). Berikut pengukuran antropometri:

1. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling

(25)

mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain : umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, dan keturunan (Krisnansari,

2014). Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada

setiap kesempatan memeriksa kesehatan pada semua kelompok umur. Berat badan

merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,

antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai

sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi, pengukuran

objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yangrelatif murah,

mudah dan tidak memerlukan banyak waktu.

1. Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan gizi yang

telah lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui dengan tepat. Tinggi

badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan

skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Dalam

penilaian status gizi tinggi badan dinyatakan sebagai indeks sama halnya dengan

berat badan. Sedangkan indeks yang digunakan untuk menentukan penilaian status

gizi adalah sebagai berikut:

1. BB/U : Berat badan menurut umur

2. PB/U : Panjang badan menurut umur

3. TB/U : Tinggi badan menurut umur

(26)

Masing-masing indeks tersebut mempunyai standard baku rujukan untuk

menilai gizi masyarakat atau seseorang. Terdapat banyak standard baku yang

digunakan di dunia internasional, salah satunya adalah menurut standard Baku

Antropometri WHO-NCHS kategori status gizi BB/U (Z-Score) sebagai berikut:

1. > +2 SD : BB lebih (gizi lebih)

2. -2 SD s/d +2 SD : BB normal (gizi normal)

3. -3 SD s/d <-2 SD : BB rendah

4. <-3 SD : BB sangat rendah (gizi buruk)

2.3 Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab masalah

kesehatan paling umum yang terjadi di dunia. WHO telah memperkirakan bahwa

terdapat 14-15 juta kematian anak karena infeksi pernapasan akut. Meskipun

penyakit ini belum didefinisikan ke dalam kelompok penyakit, namun infeksi

pernapasan akut termasuk di dalamnya batuk influenza, pneumonia, bronkhitis, dan

sejumlah penyakit infeksi lainnya. Kebanyakan infeksi pernapasan ditemukan di

bagian dunia yang lebih dingin atau di dataran tinggi pada daerah tropis (Webber

2005). ISPA dapat bersifat akut atau kronik. Istilah ISPA atau Acute Respiratory

Infection (ARI) meliputi tiga unsur yaitu:

1. Infeksi yaitu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernapasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli. ISPA secara

(27)

bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adenoksa saluran pernapasan

(sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura).

3. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menujukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari

(Depkes 2004 dalam Fitriyani 2008).

2.4 Regresi Logistik

Analisis regresi logistik adalah analisis yang digunakan untuk melihat

hubungan antara variabel respon kategorik dengan variabel-variabel prediktor

kategorik maupun kontinu. Variabel respon dalam regresi logistik dapat berbentuk

dikotomus (biner) maupun polikotomus dengan skala data ordinal atau nominal

(Agresti, 1990). Regresi logistik dengan variabel respon berskala ordinal disebut

regresi logistik ordinal, sedangkan jika variabel respon berskala nominal dengan 2

kategori disebut regresi logistik dikotomus, dan kategori lebih dari 2 disebut regresi

logistik polikotomus.

Regresi logistik digunakan untuk pengklasifikasian sejumlah obyek ke

dalam beberapa kelompok. Regresi logistik dikotomus, respon 𝑌 terdiri dari 2

kategori (misalkan 0 dan 1). Kondisi tersebut mengakibatkan respon 𝑌 berdistribusi

Bernoulli. Distribusi Bernoulli untuk variabel random biner berbentuk:

1 ( | ) (x) (1y (x) )y

P Y y X x   , y0,1 (2.1)

(28)

Model regresi logistik dikotomus dapat terdiri dari banyak variabel

prediktor yang dikenal sebagai model multivariabel. Model regresi logistik

multivariabel dengan p variabel prediktor adalah

Proses pendugaan parameter dari regresi logistik menggunakan metode

Maximum Likelihood Estimation. Menurut Agresti (2002) metode Maximum Likelihood Estimation memberikan nilai duga bagi dengan cara

memaksimumkan fungsi likelihood dan mensyaratkan bahwa data mengikuti sebaran Bernoulli. Fungsi likelihood untuk model regresi logistik biner adalah:

1

Dari (2.3) diperoleh fungsi log likelihood ℓ(𝛽) = 𝑙𝑛𝐿(𝛽) adalah

1

karena turunan parsial pertama terhadap parameter j yang diperoleh berbentuk

implisit dan berupa fungsi non linier, maka untuk mengestimasi parameternya

digunakan metode iterasi Newton-Raphson multivariat.

2.5 Regresi Nonparametrik

Regresi nonparametrik digunakan untuk mengetahui hubungan variabel

(29)

diketahui bentuknya. Misalkan data berpasangan (𝑥𝑖, 𝑦𝑖), 𝑖 = 1,2, … , n

diasumsikan memenuhi model regresi nonparametrik sebagai berikut:

𝑦𝑖 = 𝑓(𝑥𝑖) + 𝜀𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛, (2.5)

dengan 𝜀𝑖 sebuah error random yang saling independen memiliki mean 0

dan varians 𝜎2. 𝑓(𝑥

𝑖) adalah fungsi regresi yang tidak diketahui bentuknya yang

akan diestimasi (Eubank, 1999).

2.6 Regresi Spline

Diasumsikan data berpasangan {(𝑥1𝑦1), (𝑥2, 𝑦2), … , (𝑥𝑛, 𝑦𝑛)} memenuhi

model regresi nonparameterik pada persamaan (2.5). Estimator spline dengan orde

ke k dan titik knot 𝜏1, 𝜏2, … , 𝜏K adalah suatu fungsi 𝑓 yang dinyatakan sebagai

berikut:

𝑓(𝑥) = ∑𝑘+𝐾𝑝=0𝛽𝑝𝜙𝑝(𝑥) (2.6)

dengan 𝜷 = (𝛽0,𝛽1, … , 𝛽k+K)𝑇 adalah vektor koefisien dan 𝜙0,𝜙1, … , 𝜙k+K

adalah suatu fungsi yang didefinisikan sebagai berikut:

𝜙𝑝(𝑥) = { 𝑥

𝑝

(𝑥 − 𝜏𝑝−𝑘)+𝑘

𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 ≤ 𝑝 ≤ 𝑘 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 + 1 ≤ 𝑝 ≤ 𝑘 + K

dengan 𝑘 adalah orde polinomial, 𝐾 adalah banyaknya knot dan

(𝑥 − 𝜏𝑝−𝑘)+𝑘 = {(𝑥 − 𝜏𝑝−𝑘)

𝑘

0

, 𝑥 ≥ 𝜏

𝑝−𝑘

, 𝑥 < 𝜏

𝑝−𝑘

Spline merupakan potongan-potongan polinomial dengan segmen-segmen

polinomial berbeda digabungkan bersama knot 𝜏1, 𝜏2, … , 𝜏K dengan suatu cara yang

(30)

Selanjutnya dengan menggunakan data sebanyak 𝑛, maka model regresi

spline dari persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi

𝑓(𝑥1) = 𝛽0 + 𝛽1𝑥1 + ⋯ + 𝛽𝑘𝑥1𝑘+ 𝛽𝑘+1(𝑥1− 𝜏1)+𝑘 + ⋯ + 𝛽𝑘+𝐾(𝑥1− 𝜏𝐾)+𝑘

𝑓(𝑥2) = 𝛽0+ 𝛽1𝑥2 + ⋯ + 𝛽𝑘𝑥2𝑘+ 𝛽𝑘+1(𝑥2− 𝜏1)+𝑘+ ⋯ + 𝛽𝑘+𝐾(𝑥2− 𝜏𝐾)+𝑘

𝑓(𝑥𝑛) = 𝛽0+ 𝛽1𝑥𝑛 + ⋯ + 𝛽𝑘𝑥𝑛𝑘+ 𝛽𝑘+1(𝑥𝑛− 𝜏1)+𝑘 + ⋯ + 𝛽𝑘+𝐾(𝑥𝑛 − 𝜏𝐾)+𝑘

Dalam bentuk matriks, model regresi spline dapat ditulis sebagai berikut :

[

sebagai metode baru yang mengakomodasi pembangunan model-model prediksi

yang lebih akurat untuk variabel-variabel respon kontinu maupun kategorik biner.

Model MARS difokuskan untuk mengatasi permasalahan dimensi yang tinggi dan

diskontinuitas pada data. MARS merupakan pengembangan dari pendekatan

Recursive Partition Regression (RPR) yang menghasilkan model yang tidak kontinu pada knot (Friedman, 1991).

Beberapa hal yang diperhatikan dalam membangun model MARS yaitu:

(31)

merupakan awal dari segmen yang lain. Di setiap titik knot, diharapkan adanya

kontinuitas dari fungsi basis antar satu region dengan region lainnya. Minimum

observasi (MO) antara knot adalah 0, 1, 2 dan 3 observasi.

2. Basis Function (BF) atau fungsi basis, yaitu selang antar knot yang berurutan. Pada umumnya BF yang dipilih berbentuk polinomial dengan turunan yang

kontinu pada setiap titik knot. Maksimum BF yang diijinkan adalah dua sampai

empat kali jumlah variabel prediktornya.

3. Interaction (interaksi), yaitu hasil perkalian silang antar variabel yang saling berkorelasi. Jumlah maksimum interaksi (MI) yang diperbolehkan adalah 1, 2

atau 3. Jika MI > 3 akan dihasilkan model yang semakin kompleks dan model

akan sulit untuk diinterpretasi.

Dalam Friedman (1991) disebutkan bahwa model MARS merupakan

kombinasi dari spline dan rekursif partisi. Pemodelan regresi spline

diimplementasikan dengan membentuk kumpulan fungsi basis yang dapat

mencapai pendekatan spline orde ke-q dan mengestimasi koefisien fungsi basis

tersebut menggunakan least-squares (kuadrat terkecil).

Sebagai contoh, untuk kasus univariate (𝑣 = 1), salah satu bentuk fungsi basis adalah:

 

1

1

, k

q q

j

k

x x t (2.7)

Dengan {𝑡𝑘}1𝑘 adalah titik knots yang diharapkan terdapat kontinuitas dari

(32)

umumnya fungsi basis yang dipilih adalah berbentuk polinomial dengan derivatif

yang kontinu pada setiap titik knots.

Alternatif untuk menyelesaikan kasus – kasus dimensi tinggi yaitu data yang

memiliki jumlah variabel prediktor sebesar 3 n 20 atau multivariat adalah menggunakan pendekatan secara komputasi (Adaptive Computation). Dalam

statistika, algoritma adaptive computation diterapkan untuk pendekatan suatu fungsi yang didasarkan pada dua paradigma, yaitu Project Persuit Regression (PPR) dan Recursive Partitioning Regression (RPR). RPR juga merupakan pendekatan dari fungsi f yang tidak diketahui dengan:

 

0

 

a adalah parameter dari fungsi basis ke-𝑚

M adalah banyaknya fungsi basis

(33)

 

0

 , 

Secara umum persamaan (2.10) dapat dituliskan sebagai berikut:

 

0

 

Persamaan (2.11) menunjukkan bahwa penjumlahan suku pertama meliputi

semua fungsi basis untuk satu variabel prediktor, penjumlahan suku kedua meliputi

semua fungsi basis untuk interaksi antara dua variabel prediktor, penjumlahan suku

ketiga meliputi semua fungsi basis untuk interaksi antara tiga variabel prediktor dan

seterusnya.

Persamaan ini dikenal dengan dekomposisi ANOVA dari model MARS.

Interpretasi model MARS melalui dekomposisi ANOVA adalah merepresentasikan

variabel yang masuk dalam model, baik untuk satu variabel maupun interaksi antar

variabel.

Berdasakan persamaan (2.10) dan (2.11), maka model MARS dapat ditulis

sebagai berikut:

Pada pemodelan MARS, penentuan knots dilakukan secara otomatis dari

(34)

maksimum. Kriteria pemilihan fungsi basis pada forward stepwise adalah dengan meminimumkan Mean Squared Error (MSE). Untuk memenuhi konsep parsemoni

(model yang sederhana) dilakukan backward stepwise, yaitu memilih fungsi basis

yang dihasilkan dari algoritma forward stepwise dengan meminimumkan nilai Generalized Cross-Validation (GCV) (Friedman dan Silverman, 1989). Berikut ini diberikan fungsi GCV yang didefinisikan yaitu:

x adalah variabel independen/prediktor

i

Klasifikasi pada MARS didasarkan pada pendekatan analisis regresi

logistik. Kriteria yang digunakan adalah kuadrat terkecil dari residual untuk

menghubungkan variabel prediktor X dengan variabel respon 𝑌 biner (0,1). Jika

(35)

dengan pendekatan kuadrat terkecil mendekati probabilitas dari populasi 1. Model

Persamaan (2.14) adalah sama dengan persamaan model regresi logistik

respon biner, dengan fungsinya dapat di dekati dengan estimator MARS.

Pendugaan parameter model MARS dengan peubah respon biner dilakukan

melalui metode Maximum Likelihood Estimation. Menurut Kriner (2007) MARS

dengan peubah respon biner dan nilai peluang peubah responnya P Y( i  1)  dan

( i 0) 1

P Y    maka fungsi kemungkinan yang akan dimaksimalkan adalah:

(36)

 

Setelah dilakukan turunan pertama terhadap am maka didapatkan hasil

sebagai berikut:

Pada model MARS klasifikasi didasarkan pada pendekatan analisis regresi

logistik, model MARS adalah sebagai berikut:

Apabila variabel repon berupa biner, maka harus digunakan titik potong (cut

(37)

2.9 Pengujian Koefisien Fungsi Basis Model MARS

Pada model MARS dilakukan pengujian koefisien BF yang meliputi uji

serentak dan uji individu. Pengujian koefisien yang dilakukan secara bersamaan

atau serentak terhadap fungsi yang terdapat dalam model MARS ini bertujuan untuk

mengetahui apakah secara umum model MARS yang terpilih merupakan model

yang sesuai dan menunjukkan hubungan yang tepat antara variabel prediktor

dengan variabel respon. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut.

0: 1 1 M 0

H a a a

1:

H paling tidak ada satu aM 0 , 1,2, ,j  m

Statistik uji yang digunakan adalah nilai F yang diperoleh dari tabel ordinary least squares results hasil dari output pengolahan MARS. Kriteria jika 𝑝 −

𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < ∝ maka 𝐻0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu 𝛼𝑗 yang tidak sama

dengan nol sehingga dikatakan model yang diperoleh sesuai dan menunjukkan

hubungan yang tepat antara variabel prediktor dengan variabel respon.

Sedangkan pengujian yang dilakukan secara parsial (individu) ini bertujuan

untuk mengetahui apakah setiap variabel prediktor mempunyai pengaruh signifikan

terhadap variabel respon pada fungsi basis yang terbentuk di dalam model, selain

itu juga untuk mengetahui apakah model yang memuat parameter tersebut telah

mampu menggambarkan keadaan data yang sebenarnya.

Hipotesisnya sebagai berikut.

0: j 0

H a

1:

(38)

Statistik uji yang digunakan adalah nilai |t| pada tabel ordinary least square

hasil dari output pengolahan MARS. Nilai |t| dibandingkan dengan nilai dengan

derajat bebas v n k  dan tingkat signifikansi 𝛼. Dengan daerah kritis jika 𝑝 −

𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < ∝, maka 𝐻0 ditolak, artinya ada pengaruh setiap variabel prediktor dengan

variabel respon pada BF di dalam model (Cholifah, 2013).

2.10 Penentuan Nilai Cut Off Probability

Berdasarkan Kalhori, et al. (2010), Cut off Probability merupakan titik poin

yang digunakan untuk mengukur akurasi model dengan mengklasifikasikan hasil

estimasi status pasien anak penderita ISPA. Misal diberikan data

{(𝑥𝑗𝑖)𝑗=1𝑝 , 𝑦𝑖} 𝑖=1 𝑛

dimana 𝑦 = {0 , 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑀𝑅𝑆 1 , 𝑀𝑅𝑆 (2.17)

dengan menerapkan persamaan (2.2) pada data tersebut maka akan diperoleh 𝜇̂𝑖(𝑥)

sebagai bentuk estimator model data in sample. Proses validasi dilakukan dengan menghitung 𝜇̂𝑖(𝑥) untuk setiap nilai cut off probability dari 0 sampai 1 dengan

increment 0,01 sehingga dapat diperoleh titik poin terbaik, yaitu titik dimana jumlah tertinggi klasifikasi yang benar telah dilakukan. Untuk setiap cut off probability di

atas, dapat dihitung nilai error sebagai berikut :

𝐸(𝑌|𝑋) = ∑(𝑌(𝑥𝑖) ≠ 𝑦𝑖)

𝑛

𝑖=1

(2.18)

Untuk 𝜇̂𝑖(𝑥) ≥ cut off probability maka hasil prediksi adalah 1, dan jika 𝜇̂𝑖(𝑥) <

(39)

2.11 Odds Ratio

Odds ratio merupakan ukuran risiko atau kecenderungan untuk mengalami kejadian tertentu antara satu kategori dengan kategori lainnya, didefinisikan sebagai

ratio dari odds untuk xj 1 terhadapxj 0. Odds ratio ini menyatakan risiko atau kecenderungan pengaruh observasi dengan xj 1 adalah berapa kali lipat jika dibandingkan dengan observasixj 0. Interpretasi variabel bebas yang berskala kontinu dari koefisien j pada model regresi logistik adalah setiap kenaikan c unit

pada variabel bebas akan menyebabkan risiko terjadinyay1 , adalah exp c

 

.j kali lebih besar.

Odds ratio dilambangkan dengan 𝜃, didefinisikan sebagai perbandingan dua nilai odds xj 1 danxj 0 , sehingga:

Nilai ketergantungan model y terhadap 𝑥𝑗 dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

(40)

Dari Tabel 2.1, maka diperoleh nilai odds ratio:

Jadi nilai  exp

 

j dapat diartikan bahwa risiko terjadinya peristiwa

1

y pada kategori xj 1 adalah sebesar exp

 

j risiko terjadinya peristiwa 1

y pada kategorixj 0(Hosmer dan Lemeshow, 2000).

2.12 Ketepatan Klasifikasi dan nilai Press’Q

Ketepatan klasifikasi model MARS dilihat berdasarkan nilai Apparent Error Rate (APPER) yang merupakan suatu nilai yang digunakan untuk melihat peluang kesalahan dalam mengklasifikasi objek. Berikut ini disajikan hasil

(41)

Tabel 2.2. Ketepatan Klasifikasi Model MARS

Rumus yang digunakan dalam menghitung peluang kesalahan dalam

pengklasifikasian objek adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui kestabilan dalam ketepatan klasifikasi tentang sejauh

mana kelompok-kelompok dapat dipisahkan dengan menggunakan variabel yang

ada maka dapat diuji dengan membandingkan nilai Press’s Q dengan nilai tabel Chi

Square yang berderajat bebas 1. Untuk menguji digunakan hipotesa adalah: H0 : Hasil klasifikasi model tidak stabil/tidak konsisten

H1 : Hasil klasifikasi model stabil/konsisten

Apabila nilai Press’s Q yang diperoleh lebih besar daripada nilai Chi Square

dengan derajat bebas 1, maka H0 ditolak dan disimpulkan bahwa model yang

(42)

 

2 ’

1

N nK

Press sQ

N K

 

 (2.22)

dengan

𝑁 adalah jumlah total sampel

𝑛 adalah jumlah individu yang tepat diklasifikasi

𝐾 adalah jumlah Kelompok

(Johnson dan Dean, 2007)

2.13 Software MARS

Software MARS merupakan suatu program statistik untuk menganalisis data multivariate dengan dimensi yang tinggi. Di dalam software MARS juga terdapat fungsi spline dan adaptif yang bertujuan untuk mengkontinukan suatu data,

serta terdapat interaksi dalam hubungan antar variabelnya. Data yang dijalankan

oleh software MARS antara lain data seleksi, data transformasi, deteksi interaksi, dan secara otomatis dilakukan dengan kecepatan yang tinggi.

Prosedur software MARS dibangun dari model regresi yang fleksibel oleh

fungsi spline (fungsi basis) pada interval yang berbeda dari variabel prediktor.

Kedua variabel yang digunakan pada titik akhir dari interval untuk setiap variabel

disebut knot, yang diperoleh melalui prosedur yang lengkap dengan algoritma yang

(43)

langkah. Software MARS juga dapat melakukan pencarian untuk interaksi antar variabel dimana pada setiap tingkat interaksi harus dipertimbangkan.

Model MARS yang optimal dipilih berdasarkan dua tahap. Tahap pertama

model dibangun dengan penambahan BF (efek utama yang baru, knot, atau

interaksi) sampai model tersebut optimal. Tahap kedua, BF yang memiliki

kontribusi yang kecil terhadap model yang akan dihapus sampai mencapai model

yang optimal serta ditemukan nilai variannya. Software MARS mudah digunakan

karena terdapat tampilan Graphical User Interface (GUI) sehingga pengguna dapat

mengontrol variabel bentuk fungsional serta interaksi yang digunakan.

2.14 Software R

Software R adalah suatu kesatuan software yang terintegrasi dengan beberapa fasilitas untuk manipulasi, perhitungan dan penampilan grafik yang

handal. R berbasis pada bahasa pemrograman S versi gratis sejenis S-Plus, yang

dikembangkan oleh AT dan T Bell Laboratories (sekarang Lucent Technologies)

pada akhir tahun 1970.. Software R cocok untuk riset, baik statistik, ekonomi, komputasi numerik dan pemrograman komputer.

Software R mempunyai karakteristik tersendiri, selalu dimulai dengan prompt “>” pada console-nya yang mempunyai beberapa kelebihan adalah efektif

dalam pengelolaan data dan fasilitas penyimpanan, lengkap dalam operator

(44)

dikembangkan sesuai kebutuhan dan bersifat terbuka, setiap orang dapat

menambahkan fitur tambahan dalam bentuk paket ke dalam software R.

Beberapa perintah internal yang digunakan dalam R adalah:

a. length( )

Merupakan perintah untuk menunjukkan banyaknya data.

b. matrix(a,b,c)

Merupakan perintah untuk membentuk sebuah matriks yang anggotanya a

dengan jumlah baris sebanyak b dan jumlah kolom sebanyak c.

Bentuknya: matrix(…,…,…)

c. cat( )

Merupakan perintah untuk menuliskan argumentasi dalam bentuk karakter dan

kemudian mencetak hasil atau yile yang telah ditetapkan.

Bentuknya: cat(“…”)

d. if-else

Merupakan perintah untuk menjalankan pernyataan pertama jika kondisi

benar dan pernyataan kedua akan dieksekusi jika kondisi bernilai salah.

Bentuknya: if(kondisi)

pernyataan pertama

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan langkah analisis yang dilakukan serta sumber

data yang digunakan dalam skripsi ini.

3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dari hasil

rekam medis pasien anak penderita ISPA yang menjalani rawat inap di RSU Haji

Surabaya pada tahun 2015 – Mei 2016. Data yang digunakan berjumlah 60 pasien,

yaitu untuk tidak mengalami malnutrisi rumah sakit sebanyak 38 pasien dan 22

pasien untuk mengalami Malnutrisi Rumah Sakit (MRS). Data tersebut dibagi

menjadi dua, yaitu 34 pasien digunakan untuk pemodelan yang terdiri dari 19

pasien tidak MRS dan 15 pasien MRS, dan 26 pasien digunakan untuk uji

validasi, yang terdiri dari 19 pasien tidak MRS dan 7 pasien MRS.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang akan digunakan dalam skripsi ini dijelaskan pada

Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1. Variabel Penelitian

Variabel Keterangan Variabel Tipe

Y

Malnutrisi Rumah Sakit

Kategorik 0 untuk tidak mengalami malnutrisi rumah sakit

(46)

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Keterangan Tipe Variabel

X1

Jenis Kelamin

Kategorik 0 untuk laki-laki

1 untuk perempuan

X2 Lama perawatan di Rumah Sakit (Hari) Kontinu

X3 Usia pasien ketika masuk rumah sakit (Tahun) Kontinu

X4 Indeks Massa Tubuh (mmHg) Kontinu

X5

Kelas Perawatan

Kategorik 0 untuk kelas IIIA

1 untuk kelas IIA

2 untuk kelas IA (Sapire, Ruby, Emerald, Paviliun)

X6

Jenis Pasien

Kategorik 0 untuk JPS-SKM SBY

1 untuk JKN-NON PBI 2 untuk JKN-PBI 3 untuk UMUM

3.3 Langkah-langkah Analisis

Berdasarkan tujuan skripsi ini, maka dilakukan pengolahan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan data kejadian malnutrisi dari pasien anak penderita ISPA

yang dirawat di RSU Haji Surabaya berdasarkan faktor-faktor yang diduga

mempengaruhi dengan langkah-langkah:

a. Membuat histogram antara kejadian malnutrisi rumah sakit dengan variabel

jenis kelamin (X1), lama perawatan (X2), usia (X3), IMT (X4), Kelas

(47)

2. Mengestimasi model kejadian malnutrisi berdasarkan faktor-faktor yang

diduga mempengaruhi dengan menggunakan metode MARS dengan langkah

sebagai berikut:

a. Menentukan data yang digunakan sebagai in sample untuk memperoleh model dan sebagai out sample untuk memprediksi.

b. Menentukan nilai maksimum BF antara 12 sampai dengan 24.

c. Menentukan jumlah maksimum interaksi (MI) yaitu 1, 2, dan 3, dengan

asumsi bahwa jika MI>3 akan menghasilkan model yang semakin kompleks

dan nilai GCV akan semakin meningkat, serta menentukan minimum

observasi yaitu 0, 1, 2 dan 3.

d. Mendapatkan model terbaik dengan trial and errror sampai diperoleh model optimal dengan GCV minimum dengan rumus pada persamaan (2.13).

e. Mendapatkan model terbaik dan diubah menjadi model logit seperti

persamaan (2.14).

f. Menguji signifikansi dari koefisien fungsi basis pada model logit MARS

dengan uji serentak dan uji individu.

3. Menganalisis dan menginterpretasi model berdasarkan faktor yang

berpengaruh signifikan terhadap kejadian malnutrisi dengan menggunakan

metode MARS dengan langkah sebagai berikut:

a. Menghitung nilai APPER pada persamaan (2.21) menggunakan model

(48)

b. Mendapatkan nilai cut of probability terbaik berdasarkan nilai ketepatan klasifikasi terbesar.

c. Menghitung ketepatan klasifikasi model yang diperoleh pada data in sampel berdasarkan APPER dan menguji kestabilan klasifikasi dengan uji Press’Q dengan nilai chi-square derajat bebas 1.

d. Mengaplikasikan model MARS pada data out sample guna memprediksi dengan mensubstitusikan fungsi basis yang telah diperoleh sesuai faktor yang

mempengaruhi ke model MARS sehingga menemukan nilai peluang yang

diperoleh dengan titik potong yang telah ditentukan.

e. Menghitung ketepatan klasifikasi model yang diperoleh pada data out sampel

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Statistik Pasien Anak Penderita ISPA

Deskripstif statistik risiko kejadian malnutrisi dilakukan untuk mengetahui

karakteristik pasien anak penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Dalam

mendeskripsikan sebaran suatu variabel, digunakan beberapa bentuk penyajian data,

yaitu dengan tabel, diagram lingkar, dan diagram batang.

Salah satu faktor yang terkait dengan risiko kejadian malnutrisi adalah jenis

kelamin, berikut ini merupakan gambaran diagram lingkar jenis kelamin pasien

pasien anak penderita ISPA di RSU Haji Surabaya:

Gambar 4.1 Jenis Kelamin pada Pasien Anak ISPA

Berdasarkan Gambar 4.1 merupakan diagram lingkar deskripsi jenis

kelamin pasien anak ISPA di RSU Haji Surabaya, dapat diketahui bahwa jumlah

pasien berjenis kelamin perempuan sejumlah 21 pasien (35%) lebih kecil

(50)

Selain faktor jenis kelamin, faktor kelas perawatan dapat menjadi salah satu

faktor yang mempengaruhi risiko kejadian malnutrisi. Variabel kelas perawatan

disajikan pada Gambar 4.2 sebagai berikut:

Gambar 4.2 Kelas Perawatan pada Pasien Anak ISPA

Berdasarkan Gambar 4.2 merupakan diagram lingkar deskripsi kelas

perawatan pada pasien anak ISPA di RSU Haji Surabaya, bahwa jumlah pasien

kelas IIIA sejumlah 27 pasien (45%) lebih banyak dari pasien kelas IIA sejumlah

23 pasien (38%) dan lebih banyak dari pasien kelas IA sejumlah 10 pasien (17%).

Faktor jenis pasien dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

risiko kejadian malnutrisi. Variabel jenis pasien pada Gambar 4.3 sebagai berikut:

(51)

Berdasarkan Gambar 4.3 merupakan diagram lingkar deskripsi jenis pasien

pada pasien anak ISPA di RSU Haji Surabaya, dapat diketahui bahwa jumlah pasien

umum sejumlah 27 pasien (45%) lebih banyak dari jumlah pasien JKN Non-PBI

sejumlah 19 pasien (32%) lebih banyak dari jumlah pasien JKN PBI sejumlah 9

pasien (15%) dan lebih banyak dari jumlah pasien JPS SKM-SBY sejumlah 5

pasien (8%).

4.2 Model Regresi Logistik Biner pada Risiko Kejadian Malnutrisi Menggunakan Pendekatan MARS

Pembentukan model regresi logistik biner pada tingkat risiko kejadian

malnutrisi menggunakan pendekatan MARS dengan Basis Function (BF) yang digunakan adalah dua sampai empat kali variabel prediktor yaitu 12, 18 dan 24.

Nilai maksimum interaksi (MI) sebesar 1,2 dan 3 serta nilai minimum observasi

(MO) yang digunakan yaitu 0, 1, 2 dan 3. Berdasarkan Lampiran 3, terdapat

kombinasi dengan fungsi basis 12, maksimum interaksi dan minimum observasi

dengan melalui trial and error maka hasil yang diperoleh oleh variabel prediktor

ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Model pada Kejadian Malnutrisi dengan MARS (BF=12)

NO BF MI MO GCV Variabel Jumlah R2 Ketepatan

Klasifikasi

1 12 1 0 0,24 1 0,361 76,47%

2 12 1 1 0,261 2 0,434 73,53%

3 12 1 2 0,252 1 0,328 67,65%

4 12 1 3 0,252 1 0,327 67,65%

5 12 2 0 0,262 0 0 44,12%

(52)

Lanjutan Tabel 4.1

NO BF MI MO GCV VARIABEL JUMLAH R2 Ketepatan

Klasifikasi

7 12 2 2 0,255 4 0,642 88,24%

8 12 2 3 0,262 0 0 44,12%

9 12 3 0 0,262 0 0 44,12%

10*) 12 3 1 0,225 5 0,779 97,06%

11 12 3 2 0,255 4 0,642 88,24%

12 12 3 3 0,262 0 0 44,12%

Berdasarkan Tabel 4.1, diperoleh model MARS pada tingkat risiko kejadian

malnutrisi dengan fungsi basis 12 (dua kali jumlah variabel prediktor) diperoleh

model terbaik yaitu pada nomor 10 (BF=12, MI=3, MO= 1) yang memiliki nilai

GCV minimal sebesar 0,225 dengan R2 sebesar 0,779 dan variabel prediktor yang

masuk dalam model sebanyak 5.

Berdasarkan Lampiran 4, terdapat kombinasi dengan fungsi basis 18,

maksimum interaksi dan minimum observasi dengan melalui trial and error maka

hasil yang diperoleh oleh variabel prediktor ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Model pada Kejadian Malnutrisi dengan MARS (BF=18)

NO BF MI MO GCV VARIABEL JUMLAH R2 Ketepatan

Klasifikasi

1 18 1 0 0,24 1 0,339 67,65%

2 18 1 1 0,261 1 0,297 67,65%

3 18 1 2 0,244 1 0,328 67,65%

4 18 1 3 0,245 1 0,327 67,65%

5 18 2 0 0,262 0 0 44,12%

6 18 2 1 0,262 0 0 44,12%

7 18 2 2 0,262 0 0 44,12%

8 18 2 3 0,262 0 0 44,12%

(53)

Lanjutan Tabel 4.2

NO BF MI MO GCV VARIABEL JUMLAH R2 Ketepatan

Klasifikasi

10*) 18 3 1 0,236 5 0,779 97,06%

11 18 3 2 0,262 0 0 44,12%

12 18 3 3 0,262 0 0 44,12%

Berdasarkan Tabel 4.2, diperoleh model MARS pada tingkat risiko kejadian

malnutrisi dengan fungsi basis 18 (tiga kali jumlah variabel prediktor) diperoleh

model terbaik yaitu pada nomor 10 (BF= 18, MI= 3, MO= 1) yang memiliki nilai

GCV minimum sebesar 0,236 dengan R2 sebesar 0,779 dan variabel prediktor yang

masuk dalam model sebanyak 5.

Berdasarkan Lampiran 5, terdapat kombinasi dengan fungsi basis 24,

maksimum interaksi dan minimum observasi dengan melalui trial and error maka

hasil yang diperoleh oleh variabel prediktor ditampilkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Model pada Kejadian Malnutrisi dengan MARS (BF=24)

NO BF MI MO GCV VARIABEL JUMLAH R2 Ketepatan

Klasifikasi

1 24 1 0 0,24 1 0,339 67,65%

2 24 1 1 0,261 1 0,297 67,65%

3 24 1 2 0,244 1 0,328 67,65%

4 24 1 3 0,245 1 0,327 67,65%

5 24 2 0 0,262 0 0 44,12%

6 24 2 1 0,262 0 0 44,12%

7 24 2 2 0,262 0 0 44,12%

8 24 2 3 0,262 0 0 44,12%

(54)

Lanjutan Tabel 4.3

NO BF MI MO GCV VARIABEL JUMLAH R2 Ketepatan

Klasifikasi

10*) 24 3 1 0,236 5 0,779 97,06%

11 24 3 2 0,262 0 0 44,12%

12 24 3 3 0,262 0 0 44,12%

Berdasarkan Tabel 4.3, diperoleh model MARS pada tingkat risiko kejadian

malnutrisi dengan fungsi basis 24 (empat kali jumlah variabel prediktor) diperoleh

model terbaik yaitu pada nomor 10 (BF= 24, MI= 3, MO=1) yang memiliki nilai

GCV minimum sebesar 0,236 dengan R2 sebesar 0,779 dan variabel prediktor yang

masuk dalam model sebanyak 5.

Dari keseluruhan model yang diperoleh dengan cara trial and error serta kombinasi antara nilai BF, MI dan MO untuk variabel prediktor berdasarkan nilai

GCV yang paling minimum maka model pendekatan MARS terbaik dipilih dan

dianggap paling sesuai dari model yang ada yaitu terjadi pada model nomor 10 pada

basis function 12 dengan nilai BF=12, MI=3 dan MO=1. Model MARS terbaik yang diperoleh untuk kejadian malnutrisi yaitu sebagai berikut:

0,06 0,222* 2 0,109* 5 0,126* 6 0,145* 9 0,12* 11

Y   BFBFBFBFBF (4.1)

Berdasarkan dari persamaan 4.1 diperoleh model logit untuk tingkat risiko

kejadian malnutrisi pada pasien anak ISPA yaitu sebagai berikut:

0,06 0,222* 2 0,109* 5 0,126* 6 0,145* 9 0,12* 11 0,06 0,222* 2 0,109* 5 0,126* 6 0,145* 9 0,12* 11 ( )

1

BF BF BF BF BF

BF BF BF BF BF

e x

e

     

     

 

(4.2)

Berdasarkan Lampiran 3, pada output MARS dengan Fungsi Basis 12,

(55)

Tabel 4.4. Tingkat Kepentingan Variabel Prediktor

Variabel Tingkat Kepentingan -GCV

X5 100% 0,466

X6 82,45% 0,389

X4 39,18% 0,262

X1 21,56% 0,236

X2 21,56% 0,236

Berdasarkan pada Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa jika variabel

X5 dimasukkan dalam model maka nilai GCV akan berkurang sebesar 0,466, X6

dimasukkan dalam model maka nilai GCV akan berkurang sebesar 0,389, X4

dimasukkan dalam model maka nilai GCV akan berkurang sebesar 0,262, X1

dimasukkan dalam model maka nilai GCV akan berkurang sebesar 0,236,

X2dimasukkan dalam model maka nilai GCV akan berkurang sebesar 0,236.

Pada Tabel 4.4, dapat diketahui juga bahwa variabel prediktor yang

berpengaruh terhadap variabel respon tingkat risiko kejadian malnutrisi yaitu kelas

perawatan (X5), jenis pasien (X6), Indeks Massa Tubuh (X4), jenis kelamin (X1),

lama perawatan (X2). Dalam penelitian ini diketahui pula tingkat kepentingan

variabel yaitu kelas perawatan sebesar 100%, jenis pasien sebesar 82,45%, Indeks

Massa Tubuh (IMT) sebesar 39,18%, jenis kelamin sebesar 21,56%, lama

perawatan sebesar 21,56%.

Berdasarkan model pada persamaan (4.1) diperoleh beberapa basis fungsi

yang terdapat interaksi tiga variabel prediktor yaitu X1, X4, X6.

Model MARS yang telah diperoleh dari keenam faktor dilakukan pengujian

(56)

a. Uji Serentak Koefisien Fungsi Basis Model MARS

Pengujian secara serentak atau bersamaan terhadap fungsi basis yang

terdapat dalam model MARS bertujuan untuk mengetahui apakah secara umum

model yang terpilih merupakan model yang sesuai dan menunjukkan hubungan

yang tepat antara variabel prediktor dan respon.

Hipotesis yang digunakan yaitu sebagai berikut:

H0 : a2=a5= a6= a9= a11=0

H1 : paling tidak ada satu aj ≠ 0

dengan aj merupakan fungsi basis yang masuk dalam model dan

j=2, 5, 6, 9, 11.

Berdasarkan hasil pengolahan MARS dapat diketahui bahwa nilai F sebesar

19,727. Informasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel ordinary least squares results pada Lampiran 3. Dengan menggunakan α sebesar 0,05 diperoleh F0,05(5, 28)

sebesar 2,56. Daerah kritis yang dihasilkan F > F0,05(5,28), maka keputusan yang

diambil yakni menolak H0 yang artinya paling sedikit ada satu aj tidak sama dengan

nol atau dapat dinyatakan bahwa minimal terhadap satu fungsi basis ′a' yang

memuat variabel prediktor yang berpengaruh terhadap variabel respon.

b. Uji Parsial Koefisien Fungsi Basis Model MARS

Uji selanjutnya yaitu uji secara parsial atau individu yang bertujuan untuk

mengetahui apakah fungsi basis yang tebentuk mempunyai pengaruh signifikan

terhadap model, selain itu juga untuk mengetahui apakah model yang memuat

fungsi basis tersebut mampu menggambarkan keadaan data sebenarnya. Hipotesis

(57)

H0 : aj = 0

H1 : aj ≠ 0

dengan aj merupakan fungsi basis yang masuk dalam model dan

j=2, 5, 6, 9, 11. Menggunakan α sebesar 0,05 maka diperoleh nilai ttabel = t(∝ 2 ,v)=

𝑡(0,025,29) sebesar 2,045. Tolak H0 apabila nilai |t| > 𝑡(0,025,29).

Berdasarkan Lampiran 3, pada tabel ordinary least squares results, berikut

disajikan hasil pengujian parsial model MARS pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Uji Parsial atau Individu Model MARS

Parameter Estimasi Standar Error tstatistik Keputusan

Basis Fungsi 2 0,222 0,028 7,821 Tolak H0

Basis Fungsi 5 -0,109 0,025 -4,344 Tolak H0

Basis Fungsi 6 -0,126 0,03 -4,218 Tolak H0

Basis Fungsi 9 0,145 0,027 5,399 Tolak H0

Basis Fungsi 11 0,12 0,016 7,408 Tolak H0

Berdasarkan Tabel 4.5, terlihat bahwa semua fungsi mempunyai nilai

signifikan sehingga keputusan yang diambil yakni menolak H0 yang berarti semua

fungsi basis dalam model berpengaruh signifikan terhadap model.

4.3 Interpretasi Fungsi Basis dalam Model MARS

Model terbaik untuk faktor yang mempengaruhi tingkat risiko kejadian

malnutrisi pada pasien anak penderita ISPA dituliskan pada persamaan (4.2).

Persamaan tersebut menggambarkan kejadian risiko kejadian malnutrisi pada

pasien anak penderita ISPA berdasarkan malnutrisi atau tidaknya pasien karena

(58)

yang mempengaruhi variabel respon, dengan melalui beberapa interaksi yang telah

dilakukan maka didapatkan banyaknya fungsi basis yang merupakan komponen

interaksi dari fungsi basis lainnya yaitu BF2, BF5, BF6, BF9, dan BF11. Model yang

tertulis pada persamaan (4.2) sebagai berikut:

1. BF1 = max(0, X4− 17,810) = {X0, X4− 17,810, untuk X4 > 17,810 4 yang lain

Artinya nilai koefisien 𝐵𝐹1 akan bernilai X4− 17,810 jika nilai X4 > 17,810

yang akan berpeluang mengalami kenaikan kejadian malnutrisi sebesar 55%, dan

lainnya akan bernilai 0 jika X4 < 17,810.

2. BF2 = max(0, 17,810 − X4) = {17,810 − X0, X4, untuk X4 < 17,810 4 yang lain

Artinya nilai koefisien 𝐵𝐹2 akan bernilai 17,810 − X4 jika nilai X4 < 17,810

yang akan berpeluang mengalami kenaikan kejadian malnutrisi sebesar 55%, maka

nilai 𝐵𝐹2 akan bernilai 0 jika 𝑋4 > 17,810 adalah seorang pasien anak penderita

ISPA yang memiliki IMT lebih dari 17,810 kg/m2.

3. BF3 = (X1 = 0) ∗ BF2

= (X1 = 0) ∗ (max(0, 17,810 − X4))

= {17,810 − X0, X4, untuk X1 = 0, X4 < 17,810

4 yang lain

Artinya nilai koefisien BF3 akan bernilai jika nilai X1 berada pada kategori 0 dan

X4 < 17,810 yang akan berpeluang mengalami kenaikan kejadian malnutrisi

sebesar 55%, maka nilai BF3 akan bernilai 0 jika X1 = 1 dan X4>17,810.

4. BF5 = max (0, X2− 5) ∗ BF3

(59)

= {1, untuk X0, X2 > 5, X1 = 0, dan X4 < 17,810

2, X1, X4 yang lain

Artinya nilai koefisien BF5 akan bernilai jika X2 lebih dari 5 hari, X1 berada pada

kategori 0, dan X4 < 17,810 yang akan berpeluang mengalami kenaikan kejadian

malnutrisi sebesar 55%, maka nilai BF5 akan bernilai 0 dengan X2 kurang dari 5

hari, 𝑋1 berada pada kategori 1, X4 lebih dari 17,810 kg/m2.

5. BF6 = max (0, 5 − X2) ∗ BF3

= max (0, 5 − X2) ∗ (X1 = 0) ∗ (max(0, 17,810 − X4))

= {1, untuk X0, X2 < 5, X1 = 0, dan X4 < 17,810

2, X1, X4 yang lain

Artinya nilai koefisien BF6 akan bernilai jika X2 kurang dari 5 hari, X1 berada

pada kategori 0, dan X4 < 17,810 yang akan berpeluang mengalami kenaikan

kejadian malnutrisi sebesar 55%, maka nilai BF6 akan bernilai 0 jika X2 > 5

adalah lama perawatan lebih dari 5 hari, 𝑋1 berada pada kategori 1, X4 lebih dari

17,810 kg/m2.

6. BF9 = (X6 = 1)*BF1

= (X6 = 1)*max(0, X4 − 17,810)

= { X0, X4− 17,810 , untuk X6=1, X4 > 17,810 4 yang lain

Artinya nilai koefisien BF9 akan bernilai jika nilai X6 berada pada kategori 1 dan

X4 > 17,810 yang akan berpeluang mengalami penurunan kejadian malnutrisi

sebesar 55% , maka nilai BF9 akan bernilai 0 jika X6 berada pada kategori 0, 2, 3

dan X4 kurang dari 17,810 kg/m2.

(60)

= (X6 = 0||X6 = 2||X6 = 3)*max(0, X4− 17,810)

= { 1 0, X, untuk X6=0, X6=2, X6=3, X4 > 17,810 4 yang lain

Artinya nilai koefisien BF10 akan bernilai 1 jika nilai X6 berada pada kategori 0, 2,

3 dan X4 > 17,810 yang akan berpeluang mengalami penurunan kejadian

malnutrisi sebesar 55%, maka nilai BF10 akan bernilai 0 jika X6 berada pada

kategori 1 dan X4 kurang dari 17,810 kg/m2.

8. BF11 = (X5 = 0)*BF10

= (X5 = 0)*(X6 = 0||X6 = 2||X6 = 3)*max(0, X4− 17,810)

= { 1 , untuk X5=0, X6=0, X6=2, X6=3, X4 > 17,810

0, X4 yang lain

Artinya nilai koefisien BF11 akan bernilai 1 jika nilai X5 berada pada kategori 0,

nilai X6 berada pada kategori 0, 2, 3 dan X4 > 17,810 yang akan berpeluang

mengalami penurunan kejadian malnutrisi sebesar 55%, maka nilai BF11 akan

bernilai 0 jika X5 berada pada kategori 1, 2 dan X6 berada pada kategori 1 dan X4

kurang dari 17,810 kg/m2.

Odds ratio merupakan ukuran risiko atau kecenderungan untuk mengalami kejadian tertentu antara satu kategori dengan kategori lain. Berikut tabel odds ratio

dalam Tabel 4.6 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6.Odds Ratio pada Fungsi Basis No. Fungsi Basis Koefisien Odds Ratio

1 BF2 0,222 1,248

2 BF5 -0,109 0,896

3 BF6 -0,126 0,882

4 BF9 0,145 1,156

Gambar

Tabel 2.1. Nilai Ketergantungan model y terhadap x  j
Tabel 2.2. Ketepatan Klasifikasi Model MARS
Tabel 3.1. Variabel Penelitian
Gambar 4.1 Jenis Kelamin pada Pasien Anak ISPA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPaA) pada anak balita di

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Pati 1 Kabupaten Pati 2 Tahun 2006.. (Skripsi), Semarang: Universitas

Berdasarkan hasil pemodelan dengan GWR diperoleh model yang berbeda-beda untuk tiap kecamatan.Berdasarkan variabel yang signifikan untuk tiap kecamatan terbentuk

Berdasarkan hasil pemodelan dengan GWR diperoleh model yang berbeda-beda untuk tiap kecamatan.Berdasarkan variabel yang signifikan untuk tiap kecamatan terbentuk

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis karakteristik faktor risiko atherosklerosis yang ditemukan pada pasien infark miokard akut dengan ST- segment

Berdasarkan penelitian yang dipaparkan diatas tentang faktor risiko terhadap kejadian ISPA dan penelitian yang menggunakan simulasi model tentang penyakit ISPA serta penyakit

Pemodelan Risiko Persalinan Bayi Prematur dengan Pendekatan Multivariate Adaptive Regression Spline (Studi Kasus di RSU Haji Surabaya).. Skripsi dibawah

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemodelan Risiko