PERAN WANITA PEKERJA GARMEN
DALAM MEMBINA RELIGIUSITAS ANAK
DI DUSUN NOBOTENGAH KELURAHAN
NOBOREJO KECAMATAN ARGOMULYO
SALATIGA TAHUN 2016
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
UMI LATIFAH
NIM: 111-12-051
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini
telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Ibu dan Bapak tercinta, baik kandung maupun mertua yang sudah bersusah payah mengasuh, mendidik serta memberikan nasehat-nasehatnya dan tak
bosan mendo’akan dengan tulus ikhlas sepanjang waktu.
2. Suamiku tercinta Sefty Ageng S dan anaku Fatih Ilmi tersayang, yang selalu
memberikan semangat untuk menjadi pribadi yang tangguh.
3. Adik-adikku Rina Sri Ulfi dan Ikhwan Asyafa, yang selalu menghibur dengan penuh canda dan tawa.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PERAN WANITA PEKERJA
GARMEN DALAM MEMBINA RELIGIUSITAS ANAK DI DUSUN NOBOTENGAH KELURAHAN NOBOREJO KECAMATAN
ARGOMULYO SALATIGA TAHUN 2016”
Skipsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
4. Bapak Mufiq, S.Ag. M.Phil. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepala Desa dan para responden yang telah memberikan ijin serta membantu
penulis dalam melakukan penelitian di dusun Nobotengah.
8. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, September 2016 Penulis
ABSTRAK
Latifah, Umi. 2016. Skripsi. Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Peran Wanita Pekerja Garmen dalam Membina Religiusitas Anak di dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Salatiga Tahun 2016 Pembimbing: Mufiq, S.Ag, M.Phil.
Kata kunci: peran wanita pekerja, membina religiusitas anak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas anak di Dusun Nobotengah Kel. Noborejo Kec. Argomulyo Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana peran wanita pekerja garmen dalam keluarga di Dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. (2) Bagaimana religiusitas anak pekerja garmen di Dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. (3) Bagaimana peran wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas anaknya di Dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.
Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah wanita pekerja garmen dan anak.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) Peran wanita pekerja garmen dalam keluarga di dusun Nobotengah sudah bisa memposisikan dirinya sebagai istri, ibu rumah tangga dan sebagai pekerja yang membantu suami mencari nafkah. (2) Kondisi religiusitas anak pekerja garmen di dusun Nobotengah yaitu aqidah anak sudah tertanam dengan baik terbukti dengan tuhan yang disembah adalah Allah, Nabi yang menjadi panutan Muhammad, kitab sucinya Al-Qur’an, malaikat yang wajib diketahui ada sepuluh, hafal nama-nama dan tugasnya, percaya hari kiamat itu pasti terjadi, tapi hanya Allah yang tahu kapan terjadinya dan segala sesuatu itu sudah ditentukan Allah. Ibadah anak terlihat sebagian besar
anak sudah menjalankan shalat wajib secara rutin, berdo’a setelah selesai shalat,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN BERLOGO... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
A. Latar Belakang Masalah ... B. Fokus Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional ... F. Metode Penelitian ... B. Religiusitas (Keberagamaan) Anak ... C. Membina Religiusitas Anak ...
17 17 22 39 BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN ...
A. Paparan Data dusun Nobotengah ... B. Temuan Hasil Penelitian ...
1. Peran wanita pekerja garmen dalam keluarga di dusun
Nobotengah... 2. Religiusitas anak pekerja garmen di dusun Nobotengah ...
44 44 50
3. Membina religiusitas anak ... 55
BAB IV PEMBAHASAN………...
A. Peran wanita pekerja garmen dalam keluarga di dusun Nobotengah.. B. Religiusitas anak pekerja garmen di dusun Nobotengah ... C. Membina religiusitas anak ...
57 57 59 62 BAB V PENUTUP ...
A. Kesimpulan... B. Saran ...
67 67 68 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi 4. Surat Izin Penelitian
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian 6. Instrumen Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekarang ini semakin banyak pasangan suami istri yang memilih untuk sama-sama bekerja. Pilihan menjadi ibu rumah tangga sekaligus juga menjadi wanita karier bukan semata-mata karena tren masa kini atau sekadar
mencari kesibukan di luar rumah. Peran ganda tersebut biasanya dipilih karena tuntutan ekonomi keluarga yang dirasa semakin sulit, karena semakin
tingginya kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi serta keinginan setiap keluarga untuk mendapatkan kehidupan yang lebih mapan dan lebih baik lagi. Dalam situasi demikian, biasanya para ibu dihadapkan pada pilihan
yang sangat sulit, yaitu antara mempertahankan kesinambungan karier dan harmonisasi dalam keluarga. Di dalam setiap pilihan pastinya ada
pengorbanan. Dan objek paling sensitive yang menjadi sasaran pengorbanan pertama adalah anak. Tidak jarang, bahkan sering terjadi di masyarakat, orang
tua melupakan kewajiban untuk mendidik anak. Padahal, betapa besar peran orang tua –termasuk juga ibu- terhadap pendidikan dan pembentukan karakter anak.
Allah berfirman dalam Q.S At-tahrim ayat 6 berbunyi:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Anak adalah amanat Allah bagi orang tuanya. Anak berhati bersih merupakan permata tiada ternilai di mata orang tuanya, juga merupakan
perhiasan kehidupan dunia dan penghibur bagi kesejukan hati orang tuanya (Djawas, 1996:107). Menyambung pendapat tersebut, Huda (2009:61)
menyatakan anak dapat menjadi impian yang menyenangkan, manakala dididik dengan baik, dan sebaliknya akan menjadi malapetaka (fitnah) jika tidak dididik. Inilah kemungkinan yang ditimbulkan, yaitu rasa optimis atau
pesimistis. Hal ini juga membawa pada pemahaman, apalah artinya memelihara anak, jika tidak dididik, anak didik berbuat jahat adalah
kesalahan pendidik. Jika anak-anak tidak mau belajar, hanya akan menyusahkan orang tua, nusa dan bangsa. Jelasnya anak harus dididik, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan fitrah dapat dididik dan dapat
mendidik.
Pendidikan utama yang sangat dibutuhkan bagi anak adalah
pendidikan agama, dimana hal tersebut secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak. Pendidikan beragama pada anak
merupakan awal pembentukan kepribadian, baik atau buruk kepribadian anak tergantung pada orang tua serta lingkungan yang mengasuhnya.
Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan
tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik generasi-generasinya untuk mampu
terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang. Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan sebuah keharusan
dan membutuhkan perhatian yang serius.
Mengingat fungsi keluarga yang diantaranya adalah pertama, keluarga berfungsi untuk mengatur penyaluran dorongan seks, tidak ada masyarakat
yang memperbolehkan seks sebebas-bebasnya antara siapa saja dalam masyarakat. Kedua, reproduksi berupa pengembangan keturunan pun selalu
dibatasi dengan aturan yang menempatkan kegiatan ini dalam keluarga. Ketiga, keluarga berfungsi untuk mensosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat memerankan apa yang diharapkan darinya. Keempat, keluarga
mempunyai fungsi afeksi, keluarga memberikan cinta kasih pada seorang anak. Kelima, keluarga memberikan status pada anak bukan hanya status
yang diperoleh seperti status yang terkait dengan jenis kelamin, urutan kelahiran dan hubungan kekerabatan tetapi juga termasuk di dalamnya status
yang diperoleh orang tua yaitu status dalam kelas sosial tertentu. Keenam, keluarga memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik perlindungan fisik maupun perlindungan bersifat kejiwaan (Sunarto, 2004:63-64).
Dari fungsi keluarga yang terkemuka di atas maka dapat disimpulkan, bahwa keluarga merupakan sumber dari segala perkembangan anak. Anak
sikap anak dalam beragama. Orang tua mempunyai peran besar dalam menanamkan sikap religi yang besar pada anak, sebab sangat percuma bila
anak beragama di luarnya saja tapi dalam hati anak tidak memiliki jiwa beragama. Jadi sikap religius sangat penting untuk ditanamkan pada anak
(Ghofir, 2004:1).
Keluarga dalam Islam merupakan lembaga pendidikan yang terpenting yang pengaruhnya sebanding dengan sekolah. Orang tua -bapak
dan ibu- masing-masing mempunyai hak dan kewajiban, demikian juga dengan anak-anak (Kastolani, 2009:126).
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhori). (Al-asqalani, 2009:389)
Tanggung jawab orang tua dimulai dengan mendidik anak agar menjadi orang beriman, shaleh dan shalehah, dan menjaga kesehatan fisik,
serta memenuhi keperluannya dalam batas yang dibenarkan dan kemampuan yang tersedia (Djawas, 1996:130).
Dalam mendidik anak, orang tua tidak mungkin hanya berharap agar
anak-anaknya berperilaku dan bersikap sesuai dengan keinginannya. Orang tua harus berusaha memperlihatkan teladan yang baik.
Menurut Kiong (2008:31-32), teladan perilaku itulah yang akan mempengaruhi anak-anak secara efektif. Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, itulah kata pepatah yang relevan sekali untuk menggambarkan
keberlanjutan atau keterkaitan perilaku orang tua dan anak-anaknya. Sekarang ini tidak cukup hanya memberitahu anak supaya jangan begini jangan begitu.
Yang lebih penting adalah memberikan contoh langsung dan konkret kepada mereka.
Namun sekarang ini, banyak orang tua yang sibuk bekerja. Banyak kalangan ibu sibuk di luar rumah. Seperti yang terjadi di dusun Nobotengah, banyak wanita yang bekerja di industri garmen, berangkat pagi pulang
malam. Membiarkan anaknya diasuh oleh kerabatnya atau pembantu rumah tangga. Setiap harinya anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan
Padahal hakekatnya transformasi nilai pendidikan dan keagamaan pada akhirnya tetap akan berlangsung lebih lama bersama orang tuanya.
Dengan demikian sudah sewajarnya bagi seorang ibu untuk menyediakan waktu khusus dan mengusahakan waktu ekstra untuk berkumpul
bersama anak-anaknya. Sebab dengan begitu kehangatan dan kasih sayang seorang ibu dan sekaligus pendidikan langsung dari ibu sebagai pembina utama kebahagiaan anak bisa diberikan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji mangenai “PERAN WANITA PEKERJA GARMEN
DALAM MEMBINA RELIGIUSITAS ANAK DI DUSUN NOBOTENGAH KEL. NOBOREJO KEC. ARGOMULYO KOTA SALATIGA TAHUN 2016”.
B. Fokus Masalah
Dalam penelitian kualitatif perumusan masalah lebih ditekankan untuk
mengungkap aspek kualitatif dalam suatu masalah. Maka dari itu, dalam penelitian ini penulis akan mengemukakan fokus masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran wanita pekerja garmen dalam keluarga di Dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga? 2. Bagaimana religiusitas anak pekerja garmen di Dusun Nobotengah
Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga?
3. Bagaimana peran wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran wanita pekerja garmen dalam keluarga di Dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.
2. Untuk mengetahui religiusitas anak pekerja garmen di Dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.
3. Untuk mengetahui peran wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas anaknya di Dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Untuk mendukung teori-teori yang sudah ada dalam peran wanita pekerja pada pendidikan anak.
b. Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian berikutnya yang sejenis. c. Untuk memperkaya khasanah keilmuan terutama pengetahuan tentang
bagaimana peranan orang tua dalam mendidik religiusitas anak. 2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dari hasil penelitian ini, dapat dimanfaatkan sebagai
b. Bagi peneliti diharapkan dapat menumbuhkan pengetahuan dan memperluas wawasan berdasarkan pengalaman dari apa yang ditemui
di lapangan.
E. Definisi Operasional 1. Peran wanita
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran diartikan sebagai
tokoh pemain sandiwara (film) utama, tukang lawak, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam
masyarakat (Depdiknas, 2007:854). Adapun di dalam buku Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, kata peran berarti yang diperbuat, tugas, hal yang besar pengaruhnya pada suatu peristiwa (Daryanto, 1997:487).
Pengertian secara etimologis, peran merupakan suatu bagian yang memegang peranan atau bertindak terhadap terjadinya suatu peristiwa,
yang berpartisipasi ikut andil dalam suatu kegiatan bersama (Hartini, 1992:296).
Wanita merupakan seorang perempuan yang sudah menginjak masa dewasa (Yahya, 2000:1268). Dimana seorang wanita ini mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga untuk mengatur segala urusan
rumah tangga, terutama memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Jadi, peran wanita adalah partisipasi seorang perempuan dewasa
Pekerja adalah orang yang bekerja, orang yang menerima upah atas kerjanya, buruh, karyawan (Depdiknas, 2007:554).
Garmen adalah pakaian jadi (kbbi.web.id)
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pekerja garmen
ialah seseorang yang menerima upah atas kerjanya di bidang pakaian jadi. 3. Religiusitas anak
Secara etimologi religiusitas berasal dari bahasa Inggris
religiousity yang berarti ketaatan pada agama, baik yang berupa perintah maupun larangan yang merupakan ajaran-ajaran agama (Salim,
2000:1239).
J. Milton Yinger seorang ahli sosiologi Agama berpendapat bahwa agama adalah sistem kepercayaan dan praktek dengan makna, suatu
masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga untuk menghadapi masalah terakhir di dunia ini (Hendropuspito, 1983:35).
Keagamaan berasal dari kata agama yaitu kebutuhan jiwa (psikis) manusia yang menyatu dan mengendalikan sikap, pandangan, kelakuan,
dan cara menghadapi tiap-tiap masalah (Daradjat, 1982:47).
Glock dan Strak (dalam Ancok dan Suroso, 1995:76) mendefinisikan agama merupakan sistem simbol, sistem keyakinan,
sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlambangkan yang semuanya itu berpusat pada persoalan- persoalan yang dihayati
Dari istilah agama muncullah apa yang dinamakan religiusitas. Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh
keyakinan, seberapa sering melaksanakan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang
Muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam (Nashori, 2002:33).
Anak berarti keturunan kedua (Depdiknas, 2007:41). Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dapat disimpulkan religiusitas anak adalah gambaran keadaan
dalam diri seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, yang memiliki motivasi untuk bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan
ajaran agama yang dianut. F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian a. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Moleong (2011:6) penelitian kulitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam buku berjudul Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa
(Maslikhah, 2013:67) juga disebutkan bahwa penelitian berjenis kualitatif biasanya memuat tentang jenis pendekatan penelitian, data
dan sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.
b. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research yang bermaksud untuk mengetahui data
responden secara langsung dari lapangan, yakni suatu penelitian yang bertujuan mengetahui situasi atau keadaan sebenarnya tentang peran
wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas anak di dusun Nobotengah.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi penelitian
Dalam penelitian yang kami adakan ini, lokasi berada di dusun
Waktu penelitian dilaksanakan sejak penyusunan proposal yaitu dari Mei 2016 sampai penulisan laporan penelitian ini selesai
pada Agustus 2015.
3. Sumber Data a. Data Primer
Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang
dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:22). Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang peran wanita pekerja garmen dalam membina
religiusitas anak di dusun Nobotengah Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Salatiga. Adapun sumber data langsung
peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan ibu yang bekerja di garmen dan anak.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan
dokumen resmi dari instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah
a. Pengamatan
Metode ini digunakan peneliti dengan mengamati langsung
lapangan untuk mengetahui peran wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas anak.
b. Wawancara
Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186). Dalam penelitian ini yang akan diwawancara adalah wanita atau ibu yang bekerja di garmen beserta anak.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel, baik itu berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274).
5. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah seluruh data terkumpul. Di sini, data-data yang sudah ada dijabarkan secara naratif dan lebih kompleks,
disertai dengan pendapat-pendapat dari peneliti, didukung oleh referensi-referensi terkait.
Menurut Moleong (2008:324) ada empat kriteria yang digunakan yaitu: kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Pada penelitian ini, peneliti memakai kriteria kepercayaan
(credibility). Kriteria kepercayaan ini berfungsi untuk melakukan
penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Peneliti memperpanjang penelitian dengan melakukan observasi
secara terus menerus sampai data yang dibutuhkan cukup. Kemudian peneliti menggunakan teknik tringulasi data yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008:330). Pada teknik ini peneliti melakukan:
a. Triangulasi teknik yaitu dengan jalan membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan data hasil
wawancara antar narasumber terkait dan membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen.
7. Tahap-tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap
Tahap ini meiputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada
subyek yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan dengan peran wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas anak di Dusun Nobotengah Kel. Noborejo Kec. Argomulyo Salatiga Tahun
2016. Data ini diperoleh dengan pengamatan, wawancara dan dokumentasi.
c. Tahap analisis data
Menurut Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2011:337) aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan.
1) Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.
2) Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya secara naratif.
3) Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum pernah
ada.
d. Tahap penulisan laporan
Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam 5 (lima) bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, fokus
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II ini berisi landasan teori tentang peran wanita pekerja garmen dalam membina religiusitas anak yang meliputi peran
wanita pekerja, religiusitas anak dan membina religiusitas anak. BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal mengenai: gambaran umum lokasi penelitian yaitu di Dusun Nobotengah, penyajian data yang meliputi: data responden serta hasil wawancara terhadap wanita
pekerja garmen dan anak di Dusun Nobotengah. BAB IV PEMBAHASAN
religiusitas anak di Dusun Nobotengah Kel. Noborejo Kec. Argomulyo Salatiga Tahun 2016.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Wanita Pekerja
Wanita merupakan seorang perempuan yang sudah menginjak masa dewasa (Yahya, 2000:1268). Dimana seorang wanita ini mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga untuk mengatur segala urusan rumah
tangga. Sedangkan pekerja adalah orang yang bekerja, orang yang menerima upah atas kerjanya, buruh, karyawan (Depdiknas, 2007:554).
Jadi, wanita pekerja adalah seorang perempuan dewasa yang menerima upah atas kerjanya.
Sebagai seorang wanita pekerja yang sekaligus sebagai ibu, wanita
tetap dituntut berbagi tugas dalam mendidik dan memperhatikan anak-anaknya bersama suami sebagai kepala keluarga.
1. Peran wanita dalam keluarga
Wanita sebagai bagian dari keluarga mempunyai tugas-tugas antara
lain sebagai istri, sebagai ibu rumah tangga, sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Menurut Hemas (dalam Pudjiwati,1997:35) memaparkan bahwa tugas yang disandang oleh seorang wanita yaitu:
a. Wanita sebagai istri
Wanita tidak hanya sebagai ibu rumah tangga tetapi juga
sebagai istri dituntut untuk setia pada suami agar dapat menjadi motivator kegiatan suami.
Hubungan antara suami dan istri sangat erat sekali, ibarat sebuah jiwa di mana yang separuh milik suami dan
separuhnya adalah milik istri. Ketaatan dan kesetiaan adalah merupakan bagian yang fundamental dalam kehidupan bekeluarga. Sehingga apabila kesetiaan ini dilanggar oleh satu pihak akan
membuat keluarga menjadi berantakan. b. Wanita sebagai ibu rumah tangga
Sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab secara terus-menerus memperhatikan kesehatan rumah dan tata laksana rumah tangga, mengatur segala sesuatu di dalam rumah tangga untuk
meningkatkan mutu hidup. Keadaan rumah harus mencerminkan rasa nyaman, aman tentram, dan damai bagi seluruh anggota
keluarga.
c. Wanita sebagai pendidik
Ibu adalah wanita pendidik pertama dan utama dalam keluarga bagi putra-putrinya. Menanamkan rasa hormat, cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada masyarakat dan orang
tua. Pada lingkungan keluarga, peran ibu sangat menentukan perkembangan anak yang tumbuh menjadi dewasa sebagai warga
Di dalam Islam, ibu dikatakan ideal yaitu mampu mendidik anak dengan nilai ke-Islaman sejak masih dini, memiliki budi pekerti
yang baik (akhlakul karimah), selalu menjaga perilakunya agar menjadi teladan bagi anaknya, memiliki sikap penyabar, sopan
serta lembut dalam berbicara agar kelak sang anak dapat memiliki kepribadian yang tangguh dan baik.
Tidak ada yang meragukan betapa pentingnya ibu dalam
pendidikan anak seperti kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu. Karena perhatian dan kasih sayang tersebut akan menimbulkan
perasaan di terima dalam diri anak-anak dan membangkitkan rasa percaya diri di masa-masa pertumbuhan mereka.
Karena itu, hal ini dipertegas oleh Lidya Yurita dalam
bukunya Mukjizat Doa Ibu!, yang mengatakan bahwa
“Ibu muncul sebagai sosok yang siap siaga dan serba bisa. Kasih sayang, kelembutan dan perhatiannya menempatkan ibu menjadi sosok yang dibutuhkan seluruh anggota keluarga.”
Begitu juga, dalam bukunya Khairiyah Husain Thaha yang berjudul Konsep Ibu Teladan yang menyatakan bahwa:
“Orang tua terutama ibu yang banyak bergulat dengan anak,
2. Hukum Islam tentang wanita yang bekerja
Islam memberi jalan kebahagiaan dan martabat yang tinggi bagi
wanita serta memberi rambu, nilai dan menuntun tatanan moral mana yang pantas dan tidak pantas. Wanita memiliki tanggung jawab dalam
rumah tangga sebagai konsekuensi alamiah atau fitrah, mengemban tugas utama berkenaan dengan tugas-tugas reproduksi (hamil, melahirkan, menyusui, mengasuh anak).
Islam menempatkan laki-laki menjadi pemimpin dalam keluarga yang berkewajiban mencari nafkah, tetapi peran wanita sebagai istri dan
ibu bagi anak-anaknya untuk membantu ekonomi keluarga tidak bisa dihindari, seperti di zaman modern sekarang ini. Realita bahwa wanita bekerja merupakan sebuah pilihan karena berbagai alasan.
Bekerja sesungguhnya merupakan perwujudan dari eksistensi dan aktualisasi diri manusia dalam hidupnya. Manusia, baik laki-laki
maupun wanita diciptakan Allah SWT untuk melakukan aktivitas pekerjaannya dan merupakan bagian dari amal saleh. Selain dimaknai
sebagai ibadah, dengan bekerja maka seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara jasmani maupun rohani. Islam mengajarkan adanya kewajiban untuk bekerja sekaligus hak untuk
mendapatkan pekerjaan yang dapat berlaku baik laki-laki maupun wanita. Manusia dituntut untuk memperjuangkan kebutuhan hidup,
Wanita atau ibu bekerja telah ada sejak masa lalu. Pada waktu kecilnya Muhammad Rasulullah diketahui banyak para ibu
bekerja. Misalnya, Halimah As-Sa’diyah yang bekerja untuk menyusuinya. Istri Rasulullah, Khadijah binti Khuwailid dikenal sebagai
pedagang yang sukses dan sangat berperan membantu perjuangannya. Melihat keterlibatan wanita dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka dapat dikatakan Islam membenarkan wanita aktif
dalam berbagai aktivitas. Wanita mempunyai hak untuk bekerja selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama wanita
membutuhkan pekerjaan tersebut serta selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.
Islam telah meletakkan syarat-syarat tertentu bagi wanita yang
ingin bekerja di luar rumah, yaitu: karena kondisi keluarga yang mendesak, keluar bersama mahramnya, tidak berdesak-desakan dengan
laki-laki dan bercampur baur dengan mereka, dan pekerjaan tersebut sesuai dengan tugas seorang perempuan (As-Sya’rawi, 2003:141).
Di kalangan muslim, terdapat kelompok yang mengkhawatirkan jika wanita bekerja yang mengakibatkan perbuatan tidak terpuji karena dimungkinkan adanya hubungan dan pergaulan antara laki-laki dan
wanita sehingga dapat terjadi fitnah, perselingkuhan yang merusak kehidupan rumah tangga. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
memberikan pandangan tentang pekerja wanita, dikatakan bahwa:
perempuan sudah cukup bagi perempuan tanpa harus memasuki pekerjaan yang menjadi tugas para laki-laki. Orang-orang yang berakal dari negara-negara barat telah menyeru keharusan untuk mengembalikan perempuan pada kedudukan yang telah disediakan Allah SWT dan diatur sesuai dengan fisik dan akalnya.”
Selanjutnya Qardhawi mengategorikan hukum wanita bekerja di luar rumah atau melakukan aktivitas adalah jaiz (dibolehkan) dan dapat
sebagai sunah atau bahkan kewajiban (wajib) karena tuntutan (membutuhkannya), misalnya pada janda yang diceraikan suaminya,
dan karena untuk membantu ekonomi suami atau keluarga. Demikian juga dalam literatur fikih, khususnya fikih Hambali sebagaimana yang ditulis Faqihuddin Abdul Kodir, tidak ditemukan adanya larangan
perempuan bekerja selama ada jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang. Suami tidak
berhak melarang istri bekerja mencari nafkah apabila suami tidak bisa bekerja mencari nafkah karena sakit, miskin atau karena yang lain.
B. Religiusitas (Keberagamaan) Anak 1. Pengertian religiusitas (keberagamaan)
Secara etimologi religiusitas berasal dari bahasa Inggris
religiousity yang berarti ketaatan pada agama, baik yang berupa perintah
maupun larangan yang merupakan ajaran-ajaran agama (Salim, 2000:1239).
masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga untuk menghadapi masalah terakhir di dunia ini (Hendropuspito, 1983:35).
Keagamaan berasal dari kata agama yaitu kebutuhan jiwa (psikis) manusia yang menyatu dan mengendalikan sikap, pandangan, kelakuan,
dan cara menghadapi tiap-tiap masalah (Daradjat, 1982:47).
Glock dan Strak (dalam Ancok dan Suroso, 1995:76) mendefinisikan agama merupakan sistem simbol, sistem keyakinan,
sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlambangkan yang semuanya itu berpusat pada persoalan- persoalan yang dihayati
sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning).
Dari istilah agama muncullah apa yang dinamakan religiusitas. Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa
kokoh keyakinan, seberapa sering melaksanakan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang
Muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam (Nashori,
2002:33).
Selanjutnya Ancok dan Suroso (1995:76) mengemukakan bahwa keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi
kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) tapi juga ketika
yang tak tampak dan terjadi pada hati seseorang. Karena itu keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi dan
dimensi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa agama adalah sistem yang berdimensi banyak.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah suatu gambaran keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku
(baik tingkah laku yang tampak maupun tak tampak), bersikap, dan bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
2. Dimensi atau aspek religiusitas (keberagamaan)
Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 1995:77-78) membagi dimensi atau aspek religiusitas menjadi lima, kelima aspek atau dimensi
tersebut yaitu :
a. Dimensi keyakinan
Yaitu dimensi yang berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu
dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup
keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.
seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap kebenaran ajaran-ajaran-ajaran-ajaran yang
bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam keberislaman, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para
malaikat, Nabi/Rosul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar.
b. Dimensi praktik agama
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen
terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:
1) Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan
formal dan praktik-praktik suci yang mengharapkan para pemeluk melaksanakan.
2) Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari
komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas
pribadi.
Ancok dan Suroso menjajarkan dimensi peribadatan dengan
dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam keberislaman, dimensi ini menyangkut pelaksanaan sholat, puasa, zakat, haji, membaca
Al-Qur’an, doa, zikir, ibadah kurban, i’tikaf di masjid di bulan puasa
dan sebagainya.
c. Dimensi pengalaman
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak
tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan
langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural). Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan,
perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok
keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan tuhan,
kenyataan terakhir, dengan otoritas transedental.
Oleh Ancok dan Suroso dimensi ini disejajarkan dengan akhlak. Yaitu menunjuk pada seberapa tingkatan Muslim
berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan
menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup,
menjaga amanat, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam, dan
sebagainya.
d. Dimensi pengetahuan agama
Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang
yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan
tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu
diikuti oleh syarat pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan. Lebih jauh, seseorang dapat
berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit.
Dalam keberislaman, dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Islam dan rukun Iman), hukum-hukum Islam,
sejarah Islam dan sebagainya. e. Pengamalan atau konsekuensi
hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan
disini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana
pemeluknya seharusnya berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana
konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.
Ancok dan Suroso menjajarkan dimensi ini dengan
penghayatan. Yaitu menunjuk pada seberapa jauh tingkat Muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan
pengalaman-pengalaman religius. Dalam keberislaman dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat/akrab dengan Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan tentram bahagia karena
menuhankan Allah, perasaan bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah, perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat
atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Quran, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan
mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas (keberagamaan)
Ada dua faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan, yaitu
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi faktor hereditas, tingkat usia, kepribadian dan kondisi kejiwaan. Sedangkan faktor
a. Faktor intern 1) Hereditas
Setiap manusia yang lahir membawa sifat keturunan yang berasal dari gen-gen orang tuanya, meskipun gen-gen
keturunan tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Namun tidak jauh menyimpang dari sifat dasar yang ada. Perkembangan jiwa keagamaan anak dapat dipengaruhi oleh
sifat- sifat orang tuanya, benih yang berasal dari keturunan tercela dapat mempengaruhi sifat-sifat keturunan berikutnya.
2) Tingkat usia
Perkembangan jiwa keberagamaan anak-anak berbeda dengan perkembangan jiwa keberagamaan pada usia remaja.
Perkembangan jiwa keberagamaan anak-anak ditentukan oleh tingkat usia serta perkembangan berbagai aspek
kejiwaan termasuk perkembangan berpikir. Anak yang menginjak usia berpikir kritis, lebih kritis pula dalam
memahami ajaran agama. 3) Kepribadian
Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh aspek
hereditas dan pengaruh lingkungan. Unsur bawaan merupakan faktor intern yang memberi ciri khas pada diri seseorang, yang
memiliki perbedaan dalam kepribadian. Dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa
keberagamaan. Dengan menggunakan kaidah fikih mengemukakan bahwa diri sendiri termasuk orang yang
dibebani tanggungjawab pendidikan menurut Islam. Apabila manusia telah mencapai tingkat mukallaf maka ia menjadi bertanggung jawab sendiri untuk mempelajari dan
mengamalkan ajaran agama Islam. Hal ini sangat erat kaitannya dengan keluarga atau semua anggota keluarga yang
mendidik pertama kali.
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada
masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun (Daradjat, 1970:58).
4) Kondisi kejiwaan
Kondisi kejiwaan seseorang berhubungan dengan
kepribadian seseorang. Hubungan ini menunjukkan bahwa ada suatu kondisi kejiwaan seseorang terkadang bersifat menyimpang.
b. Faktor ekstern 1) Keluarga
pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Dalam hal ini, orang tua mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menumbuhkembangkan fitrah beragama anak. Menurut Hurlock, keluarga merupakan training centre bagi penanaman
nilai-nilai. Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogianya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan.
Oleh karena itu, sebaiknya pada saat bayi masih berada dalam kandungan, orang tua (terutama ibu) seyogianya lebih
meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah, seperti melaksanakan salat wajib dan sunnat, bedoa, berdzikir, membaca Al-Qur’an dan memberi sedekah (Yusuf, 2000:138).
Dalam Zakiah Daradjat (1970:110), sikap orang tua terhadap agama, akan memantul kepada anak. Jika orang tua
menghormati ketentuan-ketentuan agama, maka akan bertumbuhlah pada anak sikap menghargai agama, demikian
pula sebaliknya, jika sikap orang tua terhadap agama itu negatif, acuh tak acuh, atau meremehkan, maka itu pulalah sikap yang akan bertumbuh pada anak.
Jadi, dalam lingkungan keluarga faktor orang tua sangat menentukan, karena akan masuk ke dalam pribadi anak
orang tua mempunyai tanggungjawab dalam mendidik anak-anaknya karena dalam keluarga mempunyai waktu banyak
untuk membimbing, mengarahkan anak-anaknya agar mempunyai perilaku islami.
2) Institusi (sekolah)
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan
bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Hurlock
pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan guru-guru substitusi dari orang tua (Yusuf,
2000:140).
Sikap keteladanan guru sebagai pendidik serta
pergaulan murid dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan tingkah laku yang baik. Pembiasaan yang baik
merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keberagamaan seseorang.
Dalam Zakiah Daradjat (1970:114), hubungan sosial anak semakin erat pada masa sekolah, maka perhatiannya
mengaji, temannya ke masjid mereka akan senang pula ke masjid.
3) Masyarakat
Dalam masyarakat, individu (terutama anak-anak dan
remaja) akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Corak perilaku anak atau remaja merupakan cermin dari corak atau perilaku
warga masyarakat (orang dewasa) pada umumnya. Oleh karena itu, kualitas perkembangan jiwa beragama anak sangat
bergantung pada kualitas perilaku atau pribadi orang dewasa atau warga masyarakat (Yusuf, 2000:141).
4. Perkembangan jiwa beragama pada anak
a. Perkembangan agama pada anak
Dalam Jalaluddin (1996:66-67), menurut penelitian Ernest Harms
perkembangan agama anak-anak melalui tiga tingkatan, yaitu:
1) The Fairy Tale Stage (Tingkatan Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak
menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih
fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
2) The Realistic Stage (Tingkatan Kenyataan)
Tingkatan ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga
sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul
melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak
didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang kepada
lembaga keagamaan yang mereka lihat yang dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal)
keagamanaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.
3) The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.
a) Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh luar.
b) Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan
dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan). c) Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah
menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati
ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern yaitu perkembangan usia dan faktor
ekstern berupa pengaruh luar yang di alaminya. b. Sifat-sifat agama pada anak
Dalam Jalaluddin (1996:68-71), ide keagamaan pada anak
hampir sepenuhnya autoritarius, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Hal
tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah
melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama.
Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan
mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat
ajaran tersebut. Berdasarkan hal itu maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:
a. Unreflective (tidak mendalam)
Anak menerima konsep keagamaan berdasarkan otoritas, maka jarang terdapat anak yang melakukan perenungan (refleksi)
terhadap konsep keagamaan yang diterima. Pengetahuan yang masuk pada anak dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan,
terutama yang dikemas dalam bentuk cerita.
b. Egosentris
Pemahaman religiusitas anak didasarkan atas kepentingan
dirinya. Maka sebaiknya pendidikan agama lebih dikaitkan pada kepentingan anak. Misalnya ketaatan ibadah dikaitkan dengan
kasih sayang Tuhan kepada dirinya.
c. Anthromorphis
Konsep ketuhanan pada anak berasal dari pengalamannya pada saat ia berhubungan dengan orang lain. Sehingga dalam hal ketuhanan, anak mengaitkan sifat-sifat Tuhan dengan sifat
manusia.
Perilaku keagamaan pada anak, baik yang menyangkut ibadah maupun moral baru bersifat lahiriah, verbal dan ritual
tanpa keinginan untuk memahami maknanya. e. Imitatif
Dalam melakukan perilaku sehari-hari, tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dari hasil meniru.
f. Rasa heran
Rasa takjub pada anak dapat menimbulkan ketertarikan
pada agama melalui cerita keagamaan yang bersifat fantastis. 5. Karakteristik individu yang memiliki religiusitas
Individu yang memiliki religiusitas tinggi akan tercermin dalam
perilakunya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Glock dan Stark dalam dimensi religiusitas, Ancok dan Suroso menjelaskan karakteristik
individu yang memiliki religiusitas berdasarkan dimensi religiusitas yang dikemukakan oleh Glock dan Stark yang memiliki kesesuaian
dengan islam, yaitu:
a. Memiliki ciri utama berupa keyakinan (aqidah) yang kuat. Aqidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap rukun
iman (iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, Nabi, hari pembalasan dan qadha qadar). Seorang muslim yang religius akan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat, mencintai dan melaksanakan perintah Allah, serta menjauhi larangan-Nya,
meyakini adanya hal-hal yang dianggap suci dan sakral, seperti kitab suci, tempat ibadah dan sebagainya.
b. Mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan diajarkan oleh agamanya. Seorang muslim yang beribadah dengan baik menggunakan jam-jam yang dimilikinya untuk beribadah
kepada Allah dengan shalat, banyak berdzikir, berdoa, rajin berpuasa dan zakat serta ibadah-ibadah lainnya.
c. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan disesuaikan dan dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya seperti suka menolong, bekerjasama, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, jujur, memaafkan,
menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat dan sebagainya.
d. Mengetahui dan memahami hal-hal yang pokok mengenai
dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi terhadap ajaran agamanya, seperti mengetahui tentang isi Al-Qur’an,
pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam), hukum-hukum Islam, sejarah Islam dan sebagainya.
e. Merasakan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Allah, seperti
ketika mendengar asma-asma Allah (seperti suara adzan dan alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an) dan perasaan syukur atas nikmat
yang dikaruniakan Allah.
C. Membina Religiusitas (Keberagamaan) Anak
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk memperoleh pendidikan. Ayah dan ibu sebagai pendidiknya dan anak sebagai peserta didiknya. Keluarga sebagai satuan unit sosial terkecil
merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama dan pertama. Ini artinya bahwa keluarga merupakan lingkungan yang paling bertanggung
jawab untuk mendidik anak-anak. Mendidik anak pada hakekatnya merupakan usaha riil orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri anak (Maimunah, 2010:24).
Sebagai umat beragama, orang tua dan pendidik berkewajiban untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan yang meliputi nilai-nilai aqidah, ibadah
dan akhlak. Penanaman nilai-nilai tersebut yang berlangsung sejak usia dini, mampu membentuk religiusitas anak mengakar secara kuat dan mempunyai
pengaruh sepanjang hidup. Hal ini terjadi pada anak usia itu karena dalam diri anak tersebut belum mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk menolak ataupun menyetujui yang masuk pada dirinya.
Selanjutnya, nilai-nilai agama yang ditanamkan akan menjadi warna pertama pada dasar konsep diri anak. Dan dalam proses selanjutnya
kata hati, yang pada usia remaja akan menjadi dasar penilaian dan penyaringan terhadap nilai-nilai yang masuk pada dirinya.
Bentuk-bentuk pelaksanaan ajaran Islam atau dasar-dasar pendidikan agama bagi anak yaitu sebagai berikut:
1. Membina aqidah anak
Aqidah secara bahasa berarti ikatan, secara terminologi berarti landasan yang mengikat yaitu keimanan. Aqidah juga sebagai ketentuan
dasar mengenai keimanan seorang muslim, landasan dari segala perilakunya, bahkan aqidah sebenarnya merupakan landasan bagi
ketentuan syariah yang merupakan pedoman bagi seseorang berperilaku di muka bumi (Daradjat, 1992:317).
Aqidah memiliki enam aspek yaitu: keimanan pada Allah, kepada
para Malaikat-Nya, iman kepada para Rasul utusan-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada hari akhir, dan iman kepada ketentuan yang telah
dikehendaki-Nya, apakah takdir baik atau takdir buruk. Dan seluruh aspek ini merupakan hal yang gaib, yang tidak mampu ditangkap panca
sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. (Depag, 2009:2).
Dari penjelasan di atas, didapatkan lima pola dasar pembinaan aqidah anak seperti: membacakan kalimat tauhid pada anak,
menanamkan kecintaan mereka pada Allah, pada Rasulullah Muhammad SAW, mengajarkan Al-Qur’an dan menanamkan nilai perjuangan Rasul
serta pengorbanan beliau.
Dalam Hafidhz (1988:110), Imam Al-Ghazali menjelaskan secara
khusus bagaimana menanamkan keimanan pada anak. Beliau berkata:
“Langkah pertama yang bisa diberikan kepada mereka dalam
menanamkan keimanan adalah dengan memberikan hafalan. Sebab proses pemahaman harus diawali dengan hafalan terlebih dahulu. Ketika anak hafal akan sesuatu kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan akhirnya anak akan membenarkan apa yang telah dia yakini sebelumnya. Inilah proses pembenaran dalam sebuah keimanan yang dialami anak pada
umumnya.”
2. Membina ibadah anak
Fuad Kauma dan Nipan (1997:201) menyatakan, setelah anak mengetahui dan memahami dengan pendidikan aqidah, maka
anak-anak pun perlu merealisasikan dalam bentuk ibadah. Karena aqidah tidak hanya diyakini saja, melainkan harus dikerjakan dalam ibadah. Dalam Al- Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56 Allah SWT berfirman:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Depag, 2009:523)
Pembinaan dalam beribadah bagi anak ini terbagi dalam 4 dasar
a) Pembinaan Shalat
Pembinaan shalat ini bertahap mulai dari perintah melaksanakan shalat, anak mulai dikenalkan adanya kewajiban
dalam melaksanakan shalat baik itu syarat sah shalat maupun rukun-rukun shalat serta larangan-larangannya, membiasakan anak
menghadiri shalat jum’at, membawa anak ikut ke masjid dan
mengikat anak dengan masjid. b) Pembinaan ibadah puasa
Puasa merupakan ibadah ritual yang berhubungan erat dengan proses peningkatan ruh dan jasad. Di dalam ibadah ini anak diajarkan untuk mengenal semakin dalam makna sebenarnya dari
bentuk keikhlasan dihadapan Allah SWT karena puasa bukan hanya mengajarkan anak untuk menahan diri dari haus dan lapar saja tapi
juga dilatih untuk selalu bersikap sabar. c) Pembinaan mengenai ibadah haji
Pembinaan mengenai ibadah haji ini sarana untuk melatih diri anak agar terbiasa dalam melaksanakan bentuk ibadah yang memerlukan ketabahan fisik yang kuat.
Sebagaimana kita ketahui pula bahwa haji merupakan bentuk ibadah yang penuh dengan berbagai macam kesulitan dan kepayahan
diharapkan pada saat mencapai dewasa nanti, dia akan mulai terbiasa dan tidak lagi dianggap sebagai bentuk ibadah yang berat baginya.
d) Pembinaan ibadah zakat
Dengan mengeluarkan zakat, anak dikenalkan pada bentuk
penyucian harta dan diri. Maka anak pun akan belajar mengenal arti tolong menolong yang merupakan kewajiban setiap manusia. Karena harta yang dikeluarkan akan disalurkan kepada mereka yang
membutuhkan. 3. Membina akhlak anak
Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq yang berarti perangai
atau tabiat. Dalam Ihya’ Ulumudin, Ibnu Maskawih berpendapat bahwa
akhlak adalah suatu sifat yang tertanam di dalam jiwa, darinya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak memerlukan pertimbangan-pertimbangan pikiran dahulu (Ammar, 2013:400).
Sedangkan menurut Ahmad Amin (dalam Abdud, 2000:9) akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Lebih dalam lagi akhlak adalah implementasi
dari iman dalam segala bentuk perilaku (Daradjat, 1993:58).
Orang tua wajib membina anak-anak sejak dini dengan sikap, perilaku dan berkepribadian baik agar anak-anak dapat berbakti kepada
orang tua, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi orang-orang yang lebih muda serta bisa menjaga diri dari pergaulan sehari-hari
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN
A. Paparan Data
1. Dusun Nobotengah
Letak geografis Dusun Nobotengah terletak di Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Salatiga. Terdiri dari 2 RW dan 6 RT, dengan
jumlah warga 926 orang. Wilayah Nobotengah meliputi rumah warga, pekarangan dan tegalan. Keadaan keberagamaan penduduk Dusun
Nobotengah adalah 100% beragama Islam.
Dari segi pendidikan, penduduk Dusun Nobotengah adalah berpendidikan rendah. Sehingga mayoritas penduduknya bekerja sebagai
petani ladang dan buruh pabrik.
Untuk batas wilayah Dusun Nobotengah adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Dusun Pamot Sebelah selatan : Sungai
Sebelah barat : Dusun Nobokulon Sebelah timur : Dusun Nobowetan 2. Gambaran Responden
Responden yang diambil dengan berbagai pertimbangan diharapkan mampu memberikan gambaran umum tentang bagaimana peran wanita
Responden yang peneliti ambil sebagai sampel adalah: a. Ibu PI
Ibu PI adalah wanita berusia 43 tahun, memiliki seorang suami dan 3 orang anak dan bekerja di PT Nesia Pan Pacific Knit di Klero.
Ibu PI bekerja 5 hari dalam seminggu, yaitu hari senin sampai dengan
hari jum’at. Setiap harinya ibu PI berangkat jam 06.30 pagi dan
pulang selepas maghrib.
b. Ananda IA
Ananda IA adalah putra bungsu dari ibu PI yang berusia 9
tahun dan sekarang duduk dikelas 4 Madrasah Ibtidaiyah. Setiap harinya ananda IA pergi ke sekolah jam 06.30 dan pulang jam 13.30 WIB. Sepulang dari sekolah ananda IA lebih banyak menghabiskan
waktu di rumah atau bermain dengan teman-temannya sampai ashar. Setiap maghrib, ananda IA pergi ke Mushola yang tidak jauh dari
rumah untuk mengaji. Sepulang mengaji ananda IA melakukan aktivitas lainnya seperti melihat televisi dan belajar.
c. Ibu J
Ibu J adalah seorang ibu yang berumur 27 tahun dan memiliki seorang anak yang berusia 6 tahun yang duduk di bangku Taman
Kanak-kanak. Setiap harinya ibu J bekerja di PT Sadua Indo Gintungan Butuh Tengaran. Bekerja lima hari dalam seminggu, dari
d. Ananda ZB
Ananda ZB adalah putri ibu J yang sekarang duduk di kelas B
Taman Kanak-kanak. Setiap harinya ananda ZB diasuh oleh tetangga depan rumahnya dari pagi sampai sore hari. Kegiatan ananda ZB
adalah pagi berangkat sekolah jam 07.00 dan pulang jam 10.00 WIB. Setiap hari sebelum maghrib, ZB diantar orang tuanya untuk mengaji disalah satu rumah seorang ustadz yang tidak jauh dari rumah.
e. Ibu IH
Ibu IH merupakan ibu satu orang putri yang berusia 10 tahun.
Ibu IH bekerja di PT. Nesia Pan Pacific Knit di Klero. Setiap harinya ibu IH berangkat bekerja jam 06.30 WIB dan jika jam lembur, pulang terkadang sampai jam 21.00 WIB.
f. Ananda NA
Ananda NA merupakan anak dari ibu IH yang sekarang duduk
dikelas 4 SD. Ananda NA bersekolah di salah satu lembaga pendidikan islam terpadu di Getasan. Setiap hari ananda NA
berangkat sekolah pada jam 06.30 WIB dan pulang pada jam 14.30 WIB. Sepulang sekolah Ananda NA istirahat dan selepas ashar mengikuti TPA.
g. Ibu NH
Ibu NH adalah ibu dua orang anak. Ibu NH bekerja di garmen
kecelakaan. Setiap pagi ibu NH berangkat kerja jam 06.45 WIB dan pulang jam 16.00 WIB.
h. Ananda I
Ananda I merupakan anak bungsu ibu NH. Sekarang ananda I
berusia 12 tahun dan duduk dibangku SMP. Ananda I termasuk anak yang patuh dan berbakti kepada orang tuanya, karena dalam keseharian ananda I berangkat sekolah jam 06.30 WIB dan pulang jam
13.00 WIB dan sepulang dari sekolah waktu ananda I lebih banyak digunakan untuk membantu orang tuanya dalam mengerjakan
pekerjaan rumah yang mampu dia kerjakan daripada bermain dengan teman-temannya, meskipun kadang-kadang ananda I juga bermain. i. Ibu NY
Ibu NY berumur 34 tahun. Memiliki 2 orang anak laki-laki. Ibu NY bekerja di PT Muara Krakatau Dusun Rejosari Klero sejak 8
bulan yang lalu. Setiap harinya Ibu NY berangkat jam 06.30 WIB dan pulang sore menjelang petang.
j. Ananda MR
Ananda MR adalah anak kedua Ibu NY yang sekarang duduk dibangku kelas VI MI. Setiap harinya Ananda MR berangkat sekolah
jam 06.45 WIB dan pulang jam 14.00 WIB. Sepulang sekolah ananda MR istirahat atau bermain dengan teman sebayanya. Setelah maghrib
k. Ibu Sar
Ibu Sar bekerja di PT Golden Flower Ungaran. Ibu Sar
memiliki satu orang putra yang berumur 7 tahun. Setiap hari Ibu Sar berangkat bekerja jam 05.30 WIB karena tempat kerja yang jauh dari
rumah dan pulang jam 17.30 WIB. l. Ananda R
Ananda R sekarang ini duduk di bangku kelas 1 Madrasah
Ibtidaiyah. Ananda R setiap hari berangkat sekolah jam 06.30 WIB dan pulang sekolah jam 11.30 WIB. Sepulang sekolah Ananda R
bermain dengan teman sebayanya. Dari waktu ashar sampai jam 17.00 WIB ananda R belajar mengaji di TPA.
m. Ibu SS
Ibu SS bekerja di PT. Nesia Pan Pacific Knit Klero. Ibu SS memiliki satu orang anak yang berusia 8 tahun. Ibu SS bekerja 5 hari
dalam seminggu, yaitu hari senin sampai dengan hari jum’at. Setiap
harinya ibu SS berangkat jam 06.30 WIB pagi dan pulang jam 19.00
WIB. n. Ananda C
Ananda C adalah anak ibu SS yang sekarang duduk di bangku
kelas dua sekolah dasar. Aktifitas ananda C mulai dari pagi adalah berangkat sekolah jam 06.45 WIB dan pulang sekolah jam 12.00
14.00 WIB. Setelah bermain ananda C mengikuti kegiatan keagamaan di salah satu mushola dalam bentuk TPA.
o. Ibu SF
Ibu SF berusia 25 tahun dan memiliki 2 orang putra. Setiap
harinya ibu SF bekerja disalah satu garmen di Ungaran. Setiap harinya ibu SF berangkat bekerja jam 06.30 dan pulang 18.30 WIB.
p. Ananda OP
Ananda OP adalah putra pertama ibu SF yang berusia 6 tahun. Setiap harinya ananda OP dan adiknya diasuh oleh neneknya.
Aktifitas ananda OP setiap pagi berangkat sekolah jam 07.30 WIB dan pulang jam 10.00 WIB. Sepulang sekolah ananda OP bermain dengan teman sebayanya. Selepas bermain, jam 15.30 WIB ananda OP diantar
neneknya pergi ke TPA untuk belajar mengaji. q. Ibu G
Ibu G bekerja di PT Muara Krakatau Klero dan memiliki 2 orang anak. Setiap harinya ibu G berangkat bekerja jam 06.30 WIB
dan pulang 16.30 WIB. r. Ananda LP
Ananda LP adalah anak pertama ibu G yang berumur 10 tahun
dan duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Aktifitas ananda LP mulai dari pagi adalah berangkat sekolah jam 06.45 WIB dan pulang sekolah jam