• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency theory merupakan teori yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency theory merupakan teori yang"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis

2.1.1 Agency Theory

Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency theory merupakan teori yang memberi penjelasan agency relationship dengan masalah-masalah yang ditimbulkan. Agency relationship adalah adanya hubungan antara kedua belah pihak, pihak yang pertama sebagai prinsipal yang memberi amanat dan pihak kedua agent yang bertindak sebagai perwakilan dari prinsipal dalam menjalankan suatu transaksi dengan pihak lain. Prinsipal pada agency theory disini sebagai pemegang saham perusahaan dan agent disebut sebagai pihak manajer perusahaan yang mengelola perusahaan.

Permasalahan keagenan dapat timbul apabila manajer suatu perusahaan mempunyai kurang dari 100 persen saham biasa perusahaan tersebut. Apabila perusahaan tersebut dalam bentuk perseorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat dikatakan bahwa manajer pemilik akan mulai mengambil keputusan yang mungkin untuk memperbaiki kesejahteraannya. Terutama yang diukur dengan meningkatnya kekayaaan perseorangan tersebut, dan diberi fasilitas eksklusif seperti tunjangan hari tua, kantor yang mewah, fasilitas transportasi, dan sebagainya. Akan tetapi, jika manajer pemilik perusahaan tersebut mengurangi kepemilikannya dan membentuk perseroan dengan menjual sebagian saham yang dimiliki kepada pihak lain atau luar perusahaan, maka hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan yang akan terjadi.

(2)

10

Konflik ini membuat pihak manajer seringkali berpikir menggunakan dana perusahaan untuk investasi lain atau digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi. Namun, harus diingat pemegang saham perusahaan mempunyai peran penting dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan karena pemegang saham merupakan pemilik perusahaan tersebut. Pemegang saham perusahaan juga mempunyai peran yang sangat penting dalam pengambilan sebuah keputusan, selain menanamkan modal yang menginginkan dividen sebagai bagian dari keuntungan mereka. Teori keagenan memberi penjelasan bahwa kepentingan manajemen dan pemegang saham seringkali bertentangan sehingga bisa terjadi konflik di antara keduanya (Jensen dan Meckling, 1976).

Pemegang saham perusahaan tidak menyukai keputusan manajer yang menginvestasikan dana yang tidak menguntungkan karena berdampak pada penurunan pembagian dividen yang akan diperoleh oleh pemegang saham. Pada akhirnya menyebabkan pemegang saham tidak percaya lagi dengan manajer maupun pihak yang memiliki kepentingan. Pemegang saham mengharapkan agent bertindak sesuai dengan kepentingan mereka sehingga dapat mendelegasikan wewenang kepada agent. Untuk dapat melakukan fungsi dengan benar maka pihak manajer diberi pengarahan dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui pengikatan agent, pembatasan, dan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan terhadap keputusan yang akan diambil oleh pihak manajer perusahaan. Kegiatan pengawasan ini tentu banyak mengeluarkan biaya yang disebut sebagai agency cost. Sedangkan menurut Chasanah (2008), agency cost merupakan biaya-biaya yang memiliki hubungan dengan pengawasan manajer

(3)

11

untuk menyakinkan bahwa manajer akan bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan antara pihak kreditor dan pemegang saham perusahaan.

2.1.2 Teori Asimetri Informasi

Asimetri informasi adalah informasi pribadi yang akan diperoleh para investor yang hanya berisi informasi saja. Pihak manajemen selaku pengelola perusahaan yang mengetahui informasi perusahaan terkadang tidak memberi sinyal positif mengenai kondisi suatu perusahaan yang sebenarnya kepada pemilik. Sementara pemilik (pemegang saham) hanya mempunyai informasi yang lebih sedikit dibanding manajemen, karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan perusahaan sehingga pemilik tidak mengetahui kejadian signifikan yang sedang terjadi. Menurut Brigham (dalam Susetyo, 2006), ketidaksamaan informasi atau asymmetric information merupakan kondisi pihak manajer yang memiliki informasi lebih baik (berbeda) mengenai prospek atau kondisi perusahaan daripada yang dimiliki investor (pemegang saham) perusahaan. Sedangkan menurut Husnan (dalam Susetyo, 2006), asimetri informasi ini dapat terjadi karena pihak manajemen (manajer) perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak daripada investor perusahaan. Apabila pihak manajer perusahaan berpikir bahwa harga saham perusahaan sedang tinggi-tingginya (terlalu mahal) dan apabila hal ini terjadi maka pihak manajer perusahaan akan berpikir untuk menerbitkan saham baru dan menjual saham tersebut dengan harga yang sangat tinggi dari yang sebenarnya.

(4)

12

Akan tetapi, jika harga saham perusahaan turun drastis dan perusahaan menerbitkan saham baru kondisi ini membuat pemegang saham lama yang akan dirugikan. Berbalik berbeda dengan pemegang saham yang baru karena dengan turunnya harga saham tersebut, pemegang saham baru dapat membeli dengan harga yang sangat murah sebagai akibat dari jatuhnya harga saham perusahaan yang berkaitan dengan asimetri informasi, maka dapat dikatakan bahwa biaya asimetri informasi berkaitan langsung dengan penerbitan saham. Biaya ini dapat meningkat apabila harga saham jatuh cukup signifikan.

Namun, informasi yang kurang dari pihak lain mengenai kondisi perusahaan dapat menyebabkan perusahaan tersebut melindungi diri dengan memberi harga yang rendah kepada perusahaan, tetapi perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetri. Menurut Wolk (dalam Sari dan Zuhrohtun, 2006), asimetri informasi dapat dikurangi dengan cara memberi sinyal kepada pihak lain (luar) tentang informasi laporan keuangan perusahaan yang terpercaya untuk mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, menerbitkan kebijakan dividen perusahaan dan laporan arus kas merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan perusahaan sehingga investor dapat menilai kondisi perusahaan tersebut serta dapat mengurangi informasi asimetri.

(5)

13 2.1.3 Kebijakan Dividen

1. Pengertian Kebijakan Dividen

Menurut Deitiana (2011), kebijakan dividen merupakan kebijakan untuk menentukan berapa laba bersih yang akan dibagi kepada para pemegang saham sebagai dividen dan berapa laba bersih yang akan diivestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan. Dividen sendiri merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh oleh para pemegang saham yang dibayarkan oleh suatu perusahaan.

Selain itu Sutrisno (2001) menyatakan bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya dividen yang akan dibagi dan besarnya saldo laba yang ditahan untuk kepentingan perusahaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa dividen merupakan laba yang akan dibagi kepada pemegang saham dengan proporsi yang sudah ditentukan dan sebagian laba tersebut akan ditahan sebagai investasi.

Apabila perusahaan ingin membagi dividen yang lebih besar, maka akan berdampak pada menurunnya laba yang ditahan sehingga mengurangi jumlah dana intern perusahaan. Akan berbeda apabila perusahaan lebih memilih untuk menahan laba tersebut, maka jumlah dana intern perusahaan akan semakin besar. Namun, pembagian dividen ini bergantung pada keputusan perusahaan dan pihak manajemen pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

(6)

14 2. Dividen

Dividen adalah bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa yang dibagi kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai (Warsono, 2003:271). Dividen tersebut dapat dibayarkan dalam bentuk kas atau uang tunai, saham perusahaan, maupun aset lancar lainnya yang akan dibayar setiap setahun sekali. Hal tersebut dilakukan guna memperoleh dividen yang optimal.

Apabila perusahaan memperoleh dividen yang optimal dapat meningkatkan kepercayaan para pemegang saham atau investor pada saat investasi. Dividen yang diperoleh para pemegang saham bergantung pada setiap kebijakan masing– masing perusahaan serta keputusan dari pihak manajemen perusahaan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Keputusan tersebut memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang khusus dan terperinci dari pihak-pihak yang terkait.

Dividen juga merupakan distribusi laba yang dilakukan secara proporsional yang diberikan kepada para pemegang saham sesuai dengan saham yang dimiliki. Sedangkan menurut Stice et al. (2004:902), dividen adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik.

Menurut Kieso dan Warfield (2007:742-745), terdapat beberapa jenis dividen yang dapat dijelaskan di bawah ini:

a. Cash Dividend (Dividen Tunai)

Dividen adalah distribusi dari keuntungan berupa uang tunai yang diserahkan lewat cek atau rekening dari para pemegang saham.

(7)

15 b. Property Dividend (Dividen Properti)

Dividen adalah distribusi yang dilakukan oleh para pemegang saham yang terutang dalam bentuk kas ataupun aset. Efek dari distribusi yang diterima dari perusahaan lain yang dimiliki perusahaan sering kali berupa aset dan yang sering melakukan dividen properti adalah perusahaan yang tertutup.

c. Liquidating Dividend (Dividen Likuiditas)

Dividen adalah suatu bagian yang tercermin dari pengembalian yang diterima oleh para pemegang saham atas sebagian dari modal yang mereka setorkan. d. Stock Dividend (Dividen Saham)

Dividen merupakan distribusi dari penambahan saham suatu perusahaan itu sendiri, untuk masing-masing perusahaan memberi proporsi yang sama kepada para pemegang saham yakni sebelum pembagian dividen saham.

Namun, menurut Nirwanasari (2007:22), jenis dividen tidak hanya empat tetapi terdapat satu tambahan lagi yaitu Script Dividend (Dividen Hutang). e. Script Dividend (Dividen Hutang)

Dividen hutang merupakan hutang yang timbul akibat dari saldo yang tidak dibagi, karena saldo kas perusahaan tidak mencukupi untuk pembagian dividen sehingga pemimpin perusahaan mengeluarkan script dividend yakni dalam bentuk janji tertulis untuk membayar dividen dengan jumlah yang sudah ditentukan di masa yang akan datang.

(8)

16 3. Teori Kebijakan Dividen

Sudana (2009:220) menyatakan bahwa terdapat tiga teori kebijakan dividen antara lain:

a. Dividend Irrelevance Theory

Merton Miller dan Franco Modigliani (MM) yang mengemukakan teori ini. Kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap harga pasar saham perusahaan ataupun nilai perusahaan menurut dividend irrelevance theory. Pendapat dari Modigliani dan Miller adalah nilai perusahaan ditentukan oleh perusahaan untuk memperoleh pendapatan (earning power) dan risiko bisnis, sedangkan untuk pembagian arus pendapatan menjadi dividen dan laba ditahan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.

b. Bird In-the-Hand Theory

Myron Gordon dan John Lintner yang mengemukakan teori ini. Kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap harga pasar saham berdasarkan bird in the hand theory. Artinya, jika suatu perusahaan membagi dividen yang besar maka semakin tinggi harga pasar saham yang diperoleh suatu perusahaan tersebut dan begitu sebaliknya. Hal ini yang dapat mengurangi ketidakpastian yang akan dihadapi investor pada saat pembagian dividen. c. Tax Preference Theory

Teori tax preference theory menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap harga pasar saham suatu perusahaan. Artinya, apabila dividen yang dibagi perusahaan semakin besar maka semakin kecil harga pasar saham suatu perusahaan yang akan diperoleh para investor atau pemegang saham.

(9)

17

Hal ini terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan antara tarif pajak personal atas capital gain dan pendapatan.

Akan tetapi, menurut Manurung dan Siregar (2009:3), teori kebijakan dividen tidak hanya tiga saja ada beberapa tambahan lagi antara lain:

d. Smoothing Theory

Teori ini menyatakan bahwa jumlah dari dividen yang dibagi tergantung pada keuntungan yang diterima perusahaan sekarang dan ditahun sebelumnya. Teori ini berdasarkan teori Lintner.

e. Clientele Effect Theory

Teori ini menyatakan bahwa sekelompok (clientele) para pemegang saham memiliki presepsi yang berbeda sehingga terjadi perselisihan pendapat terhadap kebijakan dividen perusahaan. Contoh, kelompok investor akan menghindari tarif pajak yang tinggi sebab dividen dengan tarif pajak yang tinggi lebih baik daripada capital gain, sehingga teori ini menyatakan bahwa dengan adanya dividen tertentu akan menarik juga segmen yang ada dan tugas manajemen perusahaan ialah melayani segmen tersebut sebaik mungkin. Kebijakan dividen yang sering berubah-ubah mempunyai dampak buruk terhadap harga saham perusahaan.

f. Residual Theory Of Dividends

Teori ini berpendapat bahwa residul theory of dividend mempunyai beberapa cara antara lain: (1) dividen dibayarkan apabila ada sisa laba, (2) mempertimbangkan kembali kesempatan investasi suatu perusahaan, (3) memenuhi akan kebutuhan modal sendiri dengan memanfaatkan laba ditahan,

(10)

18

(4) target struktur modal harus dipertimbangkan kembali investasinya dengan menentukan modal sendiri dengan demikian, dividen dapat dibayarkan apabila terdapat sisa kas dari perusahaan setelah perusahaan mendanai kembali semua usulan investasi yang menghasilkan net present value (NPV) positif.

g. Information Content Of Dividend (Teori Signal atau Isi Informasi Dividen) Menurut teori signal dividen mempunyai prospek di masa mendatang karena mempunyai informasi yang penting. Terdapat kecenderungan harga saham akan naik apabila pengumuman dividen juga naik begitu pun sebaliknya. Tapi kenyataannya dividen sendiri tidak mempunyai pengaruh atas naik turunnya harga, tetapi prospek perusahaan yang mempunyai pengaruh turun naiknya dividen sebagai akibat dari perubahan harga saham.

h. Agency Theory

Teori agensi terjadi karena adanya konflik antara para pemegang saham dengan pihak-pihak tertentu yang ada di perusahaan. Contoh, para pemegang saham menyewa pihak manajer perusahaan guna mencapai tujuan yang ingin dicapai pemegang saham. Akan tetapi, tidak selamanya pihak manajer sejalan dengan jalan pikir para pemegang saham. Misal, apabila perusahaan mempunyai dana kas yang melebihi hasil dari NPV (net present value) positif dengan demikian perusahaan akan membagi kas tersebut sebagai dividen untuk para pemegang saham sebab para pemegang saham mempunyai cara sendiri menggunakan kas tersebut.

(11)

19 i. Financial Theory (Teori Keuangan)

Teori keuangan ini berpendapat bahwa dividen berbeda dengan laba setelah pajak dengan adanya teori keuangan ini pembagian dividen dapat dilakukan melalui perhitungan sebagai berikut:

D = E + Penyusutan – Investasi pada A.T – Penambahan M.K Keterangan:

D = Dividen

E = Laba Setelah Pajak (Earning After Tax) A.T = Aset Tetap (Fixed Asset)

M.K = Modal Kerja (Work Capital)

Perumusan ini mampu menunjukkan bahwa pembagian dana kas perusahaan dalam bentuk dividen yang diperoleh melalui dana operasi perusahaan (yaitu laba setelah pajak + penyusutan) di atas untuk keperluan investasi yang menginginkan laba perusahaan dimasa mendatang (ialah investasi aset tetap dan modal kerja). Akan tetapi, untuk memperpendek analisis ini perlu diasumsikan bahwa investasi aset tetap diperoleh dari dana penyusutan dan modal kerja tidak mengalami perubahan sehingga tidak perlu ada tambahan lagi. Namun, apabila asumsi ini dipergunakan maka dapat diartikan bahwa dividen ditentukan oleh besar laba setelah pajak dan nilai dividen berarti sama dengan E. Maka dari itulah kenapa earning after tax (EAT) digunakan untuk mengukur jumlah nilai dana maksimum yang akan dibagi dalam bentuk dividen.

(12)

20

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen (Sutrisno, 2005:286) sebagai berikut:

a. Posisi Likuiditas

Bagi perusahaan yang arus kas keluarnya adalah cash dividend, maka perusahaan yang akan membayar dividen harus dapat menyediakan uang kas yang cukup banyak dan hal ini dapat menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Tetapi bagi perusahaan yang memiliki kondisi likuiditas yang kurang baik, biasanya dividend payout ratio (DPR) cenderung kecil. Oleh sebab itu, sebagian laba perusahaan digunakan untuk menambah likuiditas. Namun, bagi perusahaan yang sudah mapan dengan memiliki likuiditas yang lebih baik cenderung memberi dividen yang lebih besar. Biasanya investasi laba ditahan dalam bentuk aset dibutuhkan untuk menjalankan usaha.

b. Posisi Solvabilitas

Perusahaan dengan kondisi yang solvabilitas atau insolvensinya kurang baik biasanya perusahaan tidak membagi laba. Hal ini menyebabkan laba yang didapatkan lebih banyak guna memperbaiki posisi struktur modalnya.

c. Pelunasan Kebutuhan Hutang

Sumber dana perusahaan merupakan salah satunya dari kreditor baik jangka panjang ataupun jangka pendek. Hutang ini harus segera dilunasi pada saat jatuh tempo dan untuk membayar hutang tersebut harus menyediakan dana. Semakin banyak hutang yang akan dibayar semakin besar pula dana yang harus disediakan sehingga akan menurunkan jumlah dividen yang akan dibayarkan

(13)

21

kepada pemegang saham perusahaan. Di sisi lain dengan jatuhnya tempo hutang tersebut, maka dana hutang harus segera diganti. Alternatif lain untuk merubah dana hutang dengan mencari hutang yang baru dan juga bisa dari sumber lain yaitu dana intern perusahaan dengan cara meningkatkan laba ditahan. Hal ini tentu dapat memperkecil dividend payout ratio (DPR).

d. Rencana Perluasan

Perusahaan yang sedang berkembang menandakan pertumbuhan perusahaan semakin pesat dengan melihat perluasan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan menunjukkan semakin pesat juga perluasan yang dilakukan perusahaan, akibatnya semakin tinggi kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana untuk kegiatan ekspansi ini dapat terpenuhi baik dari penambahan modal sendiri yang berasal dari pemilik perusahaan, hutang perusahaan, dan salah satunya juga didapat dari dana intern perusahaan berupa peningkatan laba ditahan. Jadi, semakin pesat perluasan yang akan dilakukan perusahaan maka semakin kecil dividend payout ratio (DPR).

e. Kesempatan Investasi

Merupakan faktor penentu untuk mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagi. Semakin luas kesempatan investasi maka semakin kecil dividen yang akan dibayarkan sebab dana tersebut digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun, apabila kesempatan investasi kurang baik tapi memiliki dana lebih banyak lebih baik digunakan untuk untuk membayar dividen.

(14)

22 f. Stabilitas Pendapatan

Bagi perusahaan yang memiliki pendapatan yang stabil, dividen yang akan dibayar kepada investor lebih besar daripada perusahaan yang memiliki pendapatan yang tidak stabil. Perusahaan yang memiliki pendapatan yang tidak stabil harus menyediakan dana kas yang cukup banyak untuk berjaga-jaga sedangkan perusahaan yang memiliki pendapatan stabil tidak perlu menyediakan dana kas yang terlalu banyak untuk berjaga-jaga.

g. Pengawasan terhadap Perusahaan

Pemilik perusahaan terkadang tidak ingin kehilangan kendali terhadap perusahaannya. Oleh sebab itu, perusahaan mencari sumber dana dari pemilik modal sehingga investor baru akan masuk dan hal ini tentu akan membuat pemilik lama kehilangan kekuasaan dalam mengendalikan perusahaan. Tapi jika dibelanjai dari hutang risikonya cukup besar, jadi perusahaan lebih cenderung tidak membagi dividen agar pengendalian berada tetap ditangannya. 5. Alternatif Pembayaran Dividen

Menurut Astuti (2004:146), alternatif pembayaran dividen terbagi menjadi tiga macam antara lain:

a. Constant Payout Ratio Dividend Policy

Merupakan pembagian rasio dividen yang sudah ditetapkan terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kebijakan ini membuat perusahaan tidak dapat memperkirakan total pembayaran dividen yang akan dilakukan untuk setiap akhir periode. Presentase tetap dengan total pembayaran dividen dari earning per share (EPS) dapat mempengaruhi posisi harga saham yang

(15)

23

ada di pasar. Laba yang turun dapat menyebabkan pembayaran dividen ikut menurun, hal ini dikarenakan harga saham juga menurun.

b. Regular Dividend Policy

Perusahaan membagi per lembar saham dividen dalam jumlah rupiah yang tetap setiap akhir periode. Kebijakan ini dapat menghilangkan keraguan pemegang saham atau investor sekaligus memberi informasi bahwa kondisi perusahaan lancar dan stabil. Adanya kebijakan ini berdampak pada pembayaran dividen per lembar saham tidak pernah menurun.

c. Low Regular and Extra Dividend Policy

Perusahaan membayar cash dividend secara rutin pada setiap akhir periode dengan jumlah yang rendah dan tetap. Apabila laba perusahaan di akhir periode bersangkutan sangat tinggi maka jumlah pembayaran dividen tetap akan ditambah dengan pembayaran dividen ekstra.

6. Dividen Kas (Cash Dividend)

Cash dividend merupakan sumber dana aliran kas yang diterima oleh para pemegang saham yang mampu memberi informasi tentang laporan kinerja keuangan suatu perusahaan pada saat periode tertentu di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dividen yang dibagi perusahaan biasanya diperoleh oleh pemegang saham dalam bentuk cash (uang tunai). Karena hal ini merupakan keinginan dari semua para pemegang saham di suatu perusahaan. Untuk menghindari kecurigaan ketidakpastian aktivitas investasi yang dilakukan oleh para pemegang saham.

(16)

24

Adapun tiga kondisi yang harus dipenuhi suatu perusahaan untuk memenuhi kondisi pembagian dividen (Warren et al., 2005:18) antara lain:

a. Kas yang memadai.

b. Tindakan formal dari seorang Dewan Direksi. c. Mencakupi laba yang ditahan.

Pembayaran dividen kepada para pemegang saham di suatu perusahaan diputuskan oleh Dewan Direksi perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Biasanya Dewan Direksi perusahaan mengadakan acara pertemuan setiap kuartal pertengahan atau setengah tahun untuk membahas pembagian dividen dengan melihat laporan keuangan periode lalu dan periode tahun ini. Serta menentukan berapa proporsi yang harus dibayarkan kepada para pemegang saham atau investor, juga menentukan tanggal-tanggal yang berkaitan dengan batas pembayaran dividen. Batas pembayaran dividen yang tidak teratur sebagai akibat dari perusahaan mengalami kerugian dan hutang perusahaan yang terlalu tinggi.

Menurut Widoatmodjo (1996), dividen adalah bagian laba yang diberikan emiten kepada para pemegang saham, baik berupa dividen saham (stock dividend) maupun dividen tunai (cash dividend). Dividen tunai mempunyai peran yang sangat penting yaitu penentu kondisi perusahaan dengan prospek untuk menghasilkan laba yang akan datang, seperti yang sudah diungkapkan Sundjaja dan Barlian (2002:380), dividen tunai adalah sumber dana dari aliran kas untuk para pemegang saham dan mampu memberi informasi yang relevan tentang kinerja suatu perusahaan di masa kini ataupun masa mendatang.

(17)

25 2.1.4 Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah informasi terpenting yang disusun perusahaan berupa ringkasan data keuangan yang disusun secara sistematis. Laporan keuangan ini disusun oleh pihak manajemen perusahaan sebagai tanggung jawab dari tugas yang dibebankan oleh pemilik perusahaan tersebut. Di sisi lain laporan keuangan digunakan untuk tujuan lain yaitu melaporkan kepada pihak eksternal perusahaan. Jadi, laporan keuangan adalah suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan (Baridwan, 2010:17).

Proses laporan keuangan adalah bagian dari laporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan, laporan aliran kas, dan catatan atas laporan integral dari laporan keuangan (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009).

Komponen laporan keuangan yang lengkap dihasilkan oleh suatu perusahaan secara umum terbagi menjadi lima bentuk (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009) antara lain:

1. Neraca

Neraca (laporan posisi keuangan) merupakan laporan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada kurun waktu tertentu yang meliputi aset perusahaan, modal perusahaan, dan kewajiban perusahaan.

2. Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi (laporan laba rugi komprehensif) merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang terpenting bagi pengguna informasi laporan

(18)

26

keuangan. Karena laporan laba rugi komprehensif menunjukkan pendapatan dari penjualan perusahaan dari berbagai biaya dan laba yang diperoleh selama periode tertentu.

3. Laporan Perubahan Ekuitas

Komponen laporan perubahan ekuitas perusahaan terdiri dari: a. Laba atau rugi komprehensif selama periode bersangkutan.

b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian yang diakui secara langsung dalam ekuitas.

c. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana yang sudah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) terkait.

d. Transaksi modal dengan pemilik distribusi perusahaan.

e. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode beserta perubahannya.

f. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham biasa, agio saham, dan cadangan pada awal dan akhir periode yang diungkap secara terpisah setiap perubahan.

4. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang memberi informasi historis mengenai saldo perubahan kas dan setara kas pada kurun waktu tertentu. Setiap perusahaan diwajibkan menyusun laporan arus kas karena merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari laporan keuangan pada setiap akhir periode penyajian laporan keuangan. Laporan aliran kas

(19)

27

perusahaan diklasifikasi dalam tiga kelompok yaitu penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. 5. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca (laporan posisi keuangan), laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan perusahaan juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

2.1.5 Profitabilitas

Eryawan (2009) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan tingkat keuntungan atau laba yang dicapai oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu yang sedang menjalankan operasinya. Untuk mengukur profitabilitas perusahaan yang menginginkan laba perusahaan dapat diukur menggunakan aset, modal saham perusahaan, dan tingkat penjualan suatu perusahaan. Menurut Florentina (2001), profitabilitas perusahaan dapat diukur melalui ROA (return of assets) yang merupakan hasil perbandingan dari EAT (earning after tax) dengan total aset. Laba tersebut merupakan hasil bersih dari aktivitas operasi yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu yang dinilai dari laporan keuangan suatu perusahaan.

(20)

28

Juma’h (2008) menyatakan bahwa apabila profitabilitas suatu perusahaan atau badan usaha tinggi maka dividen yang akan diperoleh akan semakin besar. Profitabilitas juga merupakan salah satu indikator yang paling penting yang digunakan perusahaan untuk menilai dan mengukur kemampuan suatu perusahaan yang menghasilkan laba, serta seberapa efektif perusahaan dalam mengelola sumber-sumber modal yang dimiliki, sehingga keuntungan yang diperoleh pun semakin tinggi dan besar.

Tujuan dari profitabilitas perusahaan adalah meningkatkan laba perusahaan untuk menarik minat para investor atau pemegang saham untuk menanamkan modal untuk perusahaan tersebut. Profitabilitas sendiri mempunyai manfaat yakni untuk pemilik perusahaan, manajemen perusahaan, juga pihak-pihak eksternal perusahaan, terutama pihak-pihak yang mempunyai kepentingan, dan hubungan langsung dengan perusahaan terkait.

2.1.6 Likuiditas

Likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar kewajiban atau hutang jangka pendek kepada pihak luar dengan mempertimbangkan aktivitas lancar ataupun aktivitas dari kas keluar. Untuk mengukur likuiditas perusahaan menggunakan rasio aset lancar yang menunjukkan bahwa perusahaan mampu mendanai operasional perusahaan dan melunasi hutang jangka pendek. Menurut Gitman (2009), perusahaan yang mempunyai likuiditas yang baik maka kemungkinan besar pembayaran likuiditas akan baik pula.

(21)

29

Namun, likuiditas perusahaan memiliki risiko yang besar apabila perusahaan tersebut tidak mampu membayar hutang yang telah jatuh tempo secara tunai. Menurut Susanto (2002), risiko dalam likuiditas adalah suatu risiko keuangan yang mempunyai dampak ketidakpastian pembayaran hutang jangka pendek, apabila hal tersebut tidak mampu diatasi akan berakibat ke semua sektor perusahaan termasuk juga kebijakan dividen. Akan tetapi, apabila perusahaan mampu membayar hutangnya tepat waktu berarti perusahaan tersebut berada di kondisi yang likuid dan memiliki aset lancar yang lebih besar daripada hutang lancar. Subramanyam dan Wild (2010:239) menyatakan bahwa likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

2.1.7 Growth Potential

Menurut Sudarsi (2002), growth potential merupakan potensi pertumbuhan suatu perusahaan yang diukur dengan menggunakan selisih total aset pada tahun t dengan total aset pada tahun t-i terhadap total aset pada t-i. Bisnis di suatu perusahaan yang tumbuh dan berkembang dengan cepat yang mampu menghasilkan laba yang tinggi atau besar, membuat perusahaan lebih berhati-hati pada saat pembagian dividen dan perusahaan akan lebih menyukai menyimpan dana tersebut, sehingga dividen tersebut dibatasi oleh perusahaan untuk digunakan investasi ke perusahaan lain.

Pertumbuhan perusahaan memiliki faktor indikator yang digunakan yaitu tingkat pertumbuhan tiap tahun dalam bentuk total aset. Menurut Yuniningsih (2002), pertumbuhan perusahaan dapat digambarkan dengan menggunakan tolak

(22)

30

ukur tingkat keberhasilan suatu perusahaan. Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan tersebut, semakin besar pula tingkat kebutuhan akan dana yang digunakan untuk membiayai perluasan perusahaan. Akan tetapi, pada saat perusahaan berkembang dan meningkat membuat perusahaan membutuhkan lebih banyak dana yang pada akibatnya tindakan yang dilakukan perusahaan ialah menahan dana atau pendapatannya. Karena tingkat kebutuhan dimasa yang akan datang membuat alokasi pendapatan perusahaan dikuras habis pada bidang ekspansi dan inflasi perusahaan yang lebih mengarah kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan.

2.1.8 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan presentase perolehan dari saham perusahaan yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan yang secara aktif ikut serta dalam pengambilan sebuah keputusan di dalam perusahaan terutama Dewan Direktur dan Dewan Komisaris perusahaan, sehingga dapat dikatakan bahwa pihak manajemen atau manajer perusahaan memiliki saham di perusahaan itu atau manajer tersebut sekaligus pemegang saham perusahaan. Untuk mengetahui besarnya presentase kepemilikan saham manajer suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahan dapat memberi informasi yang penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan di dalam perusahaan yang memiliki saham di suatu perusahaan.

Kepemilikan manajerial juga dapat mempersatukan antara pihak manajer dan pemegang saham agar antara pihak manajer dan pemegang saham tidak terjadi konflik serta pihak manajer selaku manajemen tidak berbuat seenaknya dan dapat

(23)

31

langsung merasakan keputusan yang mereka ambil, sehingga pada saat pengambilan keputusan manajer akan lebih berhati-hati lagi. Karena apabila salah pengambilan keputusan pihak manajer ikut serta merasakan dampaknya. Oleh karena itu, pihak manajemen atau manajer harus berpikir ulang untuk menggunakan hutang perusahaan dan meminimumkan biaya keagenan untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan adanya kepemilikan saham yang dimiliki manajer perusahaan menjadi sebuah ancaman bagi pemegang saham perusahaan.

Karena pihak manajer mempunyai kepentingan sendiri yaitu untuk memperkaya dirinya bukan untuk memperkaya pemegang saham perusahaan. Hal inilah yang membuat terjadinya konflik antara pihak manajer dan pemegang saham, sehingga konflik ini dapat dikaitkan dengan agency theory. Menurut Shroeder et al. (dalam Yulius dan Josua, 2007), agency theory memiliki hubungan antara pihak manajer perusahaan dengan pemegang saham yang dapat digambarkan sebagai agent dan principal. Agent sendiri diberi mandat oleh principal untuk menjalankan perusahaan semaksimal mungkin demi kepentingan principal. Manajer perusahaan sebagai agent sedangkan pemegang saham sebagai principal.

Kondisi inilah yang menyebabkan perlu adanya pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan. Kondisi ini dapat berbeda apabila manajer dapat sekaligus menjadi pemegang saham (adanya kepemilikan manajerial) pada kondisi perusahaan tersebut. Hal ini dapat tercapai apabila manajer dan pemegang saham dapat menyamakan pendapatnya serta tidak saling memikirkan kepentingan masing-masing.

(24)

32 2.2 Rerangka Pemikiran

Penelitian ini dilandasi dari pemikiran bahwa agency theory merupakan hubungan antara principal dengan agent dari hubungan ini menimbulkan kontrak antara principal (pemegang saham) dengan agent (pihak manajer). Principal memberi mandat kepada agent untuk menjalankan perusahaan karena pemegang saham menginginkan laba yang besar untuk kepentingan pribadi. Sedangkan pihak manajer perusahan lebih menginginkan laba tersebut untuk investasi lain daripada memakmuran pemegang saham perusahaan. Karena masalah keagenan ini menimbulkan permasalahan diantara pihak yang terkait sehingga pihak manajer tidak sepenuhnya memberi informasi kepada pemegang saham sehingga timbul asimetri informasi.

Asimetri informasi adalah pihak manajer memiliki informasi yang lebih banyak dan akurat tentang kondisi suatu perusahaan daripada pemegang saham. Karena pemegang saham perusahaan tidak mendapat informasi sepenuhnya, maka hal ini dimanfaatkan oleh pihak manajer sehingga dapat menyebabkan terjadinya konflik diantara kedua belah pihak. Untuk meminimkan konflik tersebut perusahaan membuat laporan keuangan auditan, dari laporan keuangan auditan itulah pemegang saham dapat mengetahui kondisi perusahaan sepenuhnya baik dari keuntungan ataupun kerugian. Karena laporan keuangan perusahaan memberi informasi berupa profitabilitas, likuiditas, growth potential, dan kepemilikan manajerial.

(25)

33

Sedangkan pemegang saham mempunyai tujuan yaitu ingin mendapat return. Return yang ingin diperoleh pemegang saham berupa dividen. Akan tetapi, pemegang saham lebih menyukai cash dividend (dividen tunai). Pada saat yang bersamaan perusahaan mengeluarkan dividen, dividen yang dikeluarkan perusahaan berupa dividen kas. Untuk mengukur dividen kas yang akan diperoleh para pemegang saham, dapat diukur menggunakan rasio keuangan berupa profitabilitas, likuiditas, growth potential, dan kepemilikan manajerial.

Dari rerangka pemikiran di atas yang sudah djelaskan dapat dipaparkan dalam bentuk gambar rerangka penelitian di bawah ini sebagai berikut:

(26)

34 Gambar 1 Rerangka Pemikiran Principal Kontrak Agent

Laporan Keuangan Auditan Asimetri Informasi

Profitabilitas Likuiditas Growth Potential Kepemilikan Manajerial

Dividen Kas Konflik

(27)

35 2.3 Perumusan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen

Profitabilitas mempunyai daya tarik tersendiri terutama bagi para pemegang saham atau para calon investor di suatu perusahaan. Sebab profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasinya. Keuntungan yang akan diberikan kepada para pemegang saham ialah keuntungan setelah pajak dan bunga perusahaan. Untuk mengukur profitabilitas perusahaan dapat mengggunakan ROA (return on assets) yang merupakan perbandingan dari EAT (earning after tax) dengan total aset. Jika ROA suatu perusahaan tinggi maka tingkat perolehan aset atau laba bersih perusahan pun ikut tinggi yang didapat dari perputaran total investasi perusahaan, dengan begitu akan menaikan laba perusahaan dan proporsi pembagian dividen akan ikut meningkat, sehingga hal tersebut diperlukan kestabilan dari tingkat profitabilitas perusahaan.

Kestabilan tersebut merupakan penilaian dari investor atau pemegang saham untuk menilai sejauh mana kualitas perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, kestabilan mempunyai arti penting bagi investor atau pemegang saham perusahaan karena dapat mengurangi risiko perusahaan. Apabila terjadi penurunan nilai laba suatu perusahaan yang menyebabkan pihak manajer atau manajemen melakukan pemotongan dividen. Sunarto dan Kartika (2003) menyatakan bahwa semakin besar tingkat laba atau profitabilitas yang didapatkan perusahaan dapat menyebabkan semakin besar pula dividen yang akan dibagi dan begitu pun sebaliknya. Terdapat penelitian yang dilakukan Suharli (2006) menyatakan bahwa

(28)

36

dampak profitabilitas mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen.

H1: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

2.3.2 Pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan Dividen

Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau hutang jangka pendek yang sudah disesuaikan dengan aset lancar atau aliran kas keluar. Apabila perusahaan mempunyai likuiditas yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam membayar dividen kasnya. Kemampuan perusahaan dalam membayar dividen mempunyai pengaruh pada posisi likuiditas perusahaan karena dividen dibayar dengan kas bukan dengan laba yang ditahan, sehingga perusahaan diwajibkan menyediakan kas untuk membayar dividen pada investor atau pemegang saham perusahaan. Oleh sebab itu, bagi perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik maka kemungkinan besar pembayaran dividen akan baik pula. Likuiditas perusahaan sering dijadikan sebagai alat prediksi untuk memprediksi tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi pemegang saham perusahaan.

Selain itu juga current ratio sering dijadikan sebagai tingkat ukuran likuiditas perusahaan yang sudah termasuk dalam persyaratan kontrak kredit. Untuk mengukur rasio likuiditas perusahaan dapat menggunakan current ratio. Jika current ratio perusahaan tinggi dapat menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya, dengan begitu investor atau pemegang saham akan mempoleh dividen kas yang tinggi. Menurut Juma’h

(29)

37

(2008) berpendapat bahwa terdapat pengaruh signifikan positif antara likuiditas dengan kebijakan dividen.

H2: Likuiditas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

2.3.3 Pengaruh Growth Potential terhadap Kebijakan Dividen

Perusahaan selain mempunyai prioritas untuk meningkatkan nilai perusahaan tapi di sisi lain perusahaan juga dituntut untuk tumbuh (berkembang), dengan begitu semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, semakin besar pula biaya akan kebutuhan dana suatu perusahaan, sehingga membuat perusahaan harus lebih berhati-hati pada saat ingin melakukan investasi. Aset merupakan harta kekayaan yang digunakan perusahaan untuk menilai aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset perusahaan maka semakin besar pula tingkat operasional yang akan dihasilkan oleh suatu perusahaan. Meningkatnya aset dapat diikuti dengan peningkatan hasil operasi perusahaan sehingga dapat meningkatkan tingkat kepercayaan pihak lain atau luar perusahaan.

Sama halnya dengan kebutuhan perusahaan di masa yang akan datang yang semakin besar, hal ini dapat menyebabkan perusahaan lebih menyukai untuk menahan pendapatan atau laba daripada membagi dividen kas. Apabila suatu perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan yang diharapkan maka perusahaan tersebut telah maju dan berkembang dengan mendapat dana modal dari pihak luar atau pasar modal hal ini mungkin akan berbeda kondisinya, sehingga perusahaan akan menetapkan dividen yang tinggi. Tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi lebih banyak disukai karena dapat memperoleh keuntungan investasi yang mempunyai prospek yang tinggi. Untuk itu perusahaan

(30)

38

memiliki indikator untuk menghitung growth potential dengan menggunakan tingkat perolehan pertumbuhan tiap tahun perusahaan dalam bentuk total aset. Menurut Deshmukh (2005), pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen, sedangkan menurut Sudarsi (2002), growth potential berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap rasio pembayaran dividen.

H3: Growth potential berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

2.3.4 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen

Insider ownership (kepemilikan manajerial) merupakan pemilik sekaligus pengelola suatu perusahaan yang memiliki kesempatan untuk terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dengan memperoleh akses langsung berupa informasi yang ada di dalam perusahaan. Pihak manajemen atau manajer perusahaan dapat menyamakan kedudukan dengan pemegang saham perusahaan dengan cara membeli saham perusahaan. Manajer yang menjadi pemegang saham perusahaan dapat ikut langsung dalam pengambilan keputusan kebijakan dividen.

Akan tetapi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya konflik antara pemegang saham dengan manajer perusahaan yang disebut dengan konflik keagenan. Konflik inilah yang mengakibatkan terjadinya pemisahan kepentingan antara manajer dan pemegang saham perusahaan. Pemisahan kepentingan ini yang membuat manajer menginginkan pembagian dividen yang rendah sehingga manajer mendapatkan aliran kas yang diinginkan untuk membiayai investasi perusahaan. Akibatnya adalah manajer memanfaatkan kelebihan kas tersebut untuk kepentingan pribadi dan memperkaya dirinya sendiri tanpa harus memikirkan kesejahteraan pemegang saham itu sendiri sekaligus dapat merugikan

(31)

39

pemegang saham perusahaan. Di sisi lain, dengan adanya kepemilikan manajerial mampu mengurangi pembagian dividen kas perusahaan. Adapun penelitian yang dilakukan Suwaldiman dan Azis (2006) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.

Referensi

Dokumen terkait

Industri membangun jejaring lini produksi dan unsur penunjangnya di wilayah hulu bahan baku melalui pendirian miniplant, untuk menghasilkan produk semi jadi, baik dilakukan sendiri

1) Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau

Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode alokasi biaya bersama pada produk sampingan, maka terdapat kesimpulan yang berguna bagi pabrik Tahu

a. Hasil belajar Fiqih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar Fiqih di kelas VII tentang solat fardhu, solat jamaah, dzikir dan doa. Dalam hal ini, indikator

Gunakan peralatan perlindungan diri seperti yang ditentukan Hindari kontak dengan kulit, mata atau pakaian Jangan menghirup debu/asap/gas/kabut/uap/semburan Cuci pakaian yang

Sedangkan pada sikloalkana dengan jumlah atom C penyusun cincin lebih dari 3 memiliki bentuk yang tidak planar dan melekuk, membentuk suatu konformasi

Semen ionomer kaca sebagai bahan restorasi tidak digunakan pada daerah yang menerima tekanan kuat karena mempunyai tensile strength yang lemah.. Digunakan sebagai bahan

Massa katoda praktis lebih kecil pada massa katoda teoritis yang ditunjukkan pada grafik 9 menit ke-4 dapat disebabkan oleh pengadukan yang terlalu cepat, sehingga kation