• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN SENGGUGU (Clerodendrum serratum L.) TERHADAP CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN SENGGUGU (Clerodendrum serratum L.) TERHADAP CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN SENGGUGU (Clerodendrum serratum L.) TERHADAP

CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

Oleh :

Retno Pamungkas

NIM : 108114135

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN SENGGUGU (Clerodendrum serratum L.) TERHADAP

CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

Oleh :

Retno Pamungkas

NIM : 108114135

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Sang Triratna atas perlindungannya disetiap langkah hidupku.

Ibu dan Ayahku tercinta

yang telah merawat, mendidik dan menjadi panutan hidupku.

Adikku dan keluarga besarku

yang telah saling berbagi rasa dan selalu mendukungku.

Skripsi ini kupersembahkan sebagai ungkapan baktiku.

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat dan

penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN SENGGUGU (Clerodendrum serratum L.) TERHADAP

CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF” ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu Farmasi (S. Farm).

Penulis banyak mengalami kesulitan dan masalah dalam menyelesaikan

laporan ini. Tetapi dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis

dapat menyelesaikan laporan akhir ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan

hati penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah

diberikan kepada:

1. Aris Widayati M.Si, Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

2. Drh. Sitarina Widyarini MP, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah memberikan bantuan dan bimbingan selama rancangan, pengusulan

skripsi, saat dilakukan penelitian dan selama penulisan skripsi dengan

kesabaran dan penuh perhatian.

3. Phebe Hendra, Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang

(9)

viii

skripsi, saat dilakukan penelitian dan selama penulisan skripsi dengan

kesabaran dan penuh perhatian.

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji yang menguji sekaligus

memberi arahan, kritik, dan saran yang membangun bagi penulis.

5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji yang menguji

sekaligus memberi arahan, kritik, dan saran yang membangun bagi penulis.

6. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm, Apt., selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang telah mendidik, memberi dukungan dan nasihat positif.

7. Segenap laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia (Pak Wagiran) dan

Perbekalan Steril (Pak Agung) Universitas Sanata Dharma atas segala

bantuan selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium

Farmakognosi-Fitokimia dan Perbekalan Steril.

8. Segenap laboran Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan

(Pak Iwan) Universitas Gadjah Mada atas segala bantuan selama penulis

melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi.

9. Ketut Noveryka Lendra, Stien Dwiny dan Pande Krisna Wedana, tim

antiangiogenesis yang kompak, saling mengisi kekurangan, pantang

menyerah dan saling menyemangati. Tanpa mereka skripsi ini tidak akan

berjalan dengan baik dan selesai.

10. Kedua orang tuaku dan adikku, yang terus menyemangati dan mendorongku

untuk menyelesaikan skripsiku dengan baik.

11. Desi Irwanta, Kristin Yunita dan Rosiana Cahyono, yang telah menyemangati

(10)

ix

12. Teman-teman farmasi FKK B 2010, yang telah memberikan perhatian,

dukungan, doa, semangat, kritik dan masukan yang membangun.

13. Teman-teman farmasi angkatan 2010, yang telah memberikan perhatian,

dukungan, doa, semangat, kritik dan masukan yang membangun.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan dan bantuan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati Penulis

memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan serta Penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata

Penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, 11 Agustus 2014

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1.Permasalahan ... 3

2.Keaslian Penelitian ... 4

3.Manfaat Penelitian ... 4

(12)

xi

3.Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) ... 15

D. Inhibitor Angiogenesis ... 16

E. Inhibitor Angiogenesis dari Senyawa Alam ... 16

F. Chorioallantoic Membrane ... 18

G. Uji Angiogenesis Chick Chorioallantoic Membrane (CAM) ... 19

H. Landasan Teori ... 20

I. Hipotesis ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 23

(13)

xii

2.Definisi Operasional ... 24

C. Bahan Penelitian ... 24

D. Alat Penelitian ... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 25

1.Determinasi Tanaman ... 25

2.Preparasi Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 25

3.Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 26

4.Orientasi Kelarutan Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 27

5.Sterilisasi Alat ... 27

6.Pembuatan Larutan Uji dan Larutan bFGF ... 27

7.Uji Antiangiogenesis ... 28

F. Analisis Data ... 30

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 31

B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 31

C. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis ... 33

D. Hasil Uji Antiangiogenesis ... 34

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Jumlah Pembuluh Darah Baru Kelompok Kontrol dan

Perlakuan Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 39

Tabel II. Uji Tukey Kelompok Kontrol dan Perlakuan Ekstrak

Metanol Daun Senggugu ... 41

Tabel III Persentase Pertumbuhan Pembuluh Darah Baru dan

Persentase Penghambatan Angiogenesis Kelompok

Perlakuan Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 42

Tabel IV Rerata dan Standar Deviasi Pembuluh Darah Baru Setiap

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Foto Tanaman Senggugu... 6

Gambar 2. Hasil Uji CAM pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 39

Gambar 3. Grafik Persentase Penghambatan Angiogenesis

Kelompok Perlakuan Ekstrak Metanol Daun Senggugu 43

Gambar 4. Kemungkinan Jalur Sinyal Angiogenesis yang

Diregulasi oleh Hispidulin dalam Sel Endotelial ... 46

Gambar 5. Tanaman Senggugu di Kebun Obat Universitas Sanata

Dharma ... 56

Gambar 6. Foto Prosedur Kerja Uji CAM ... 66

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman Senggugu ... 55

Lampiran 2. Foto Tanaman Senggugu dari Kebun Obat Universitas Sanata Dharma ... 56

Lampiran 3. Data Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 57

Lampiran 4. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis ... 58

Lampiran 5. Data Perhitungan KontrolbFGF ... 61

Lampiran 6. Data Perhitungan Kontrol Pelarut ... 63

Lampiran 7. Data Perhitungan Kelompok Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Senggugu ... 64

Lampiran 8. Foto Prosedur Kerja Uji CAM ... 66

Lampiran 9. Hasil uji CAM ... 67

Lampiran 10. Persentase Penghambatan Angiogenesis ... 69

(17)

xvi

INTISARI

Daun senggugu (Clerodendrum serratum L.) merupakan daun yang banyak mengandung senyawa polifenol seperti flavonoid. Beberapa senyawa flavonoid telah diuji dapat menghambat angiogenesis. Contoh senyawa flavonoid tersebut adalah hispidulin, apigenin dan luteolin, yang juga terkandung dalam daun senggugu. Berdasarkan hal tersebut daun senggugu berpotensi memiliki aktivitas antiangiogenesis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiangiogenesis dari ekstrak metanol daun senggugu dengan metode Chick Chorioallantoic Membrane

(CAM), dan mengetahui kekerabatan antara konsentrasi ekstrak metanol daun senggugu dengan aktivitas antiangiogenesis. Chorioallantoic membrane yang digunakan berasal dari telur ayam yang berusia 9 hari. Konsentrasi ekstrak yang diuji terdiri dari 3 variasi kadar yaitu 0,175; 0,35 dan 0,7 mg/mL.

Aktivitas antiangiogenesis dilihat melalui pengamatan makroskopis dengan menghitung pembuluh darah baru yang keluar dari pembuluh darah utama secara langsung dan tidak langsung. Data tersebut dianalisis persentase penghambatan angiogenesis dan diuji statistik dengan one way anova dan uji

Tukey. Hasil penelitian ini menunjukan ekstrak metanol daun senggugu memiliki aktivitas antiangiogenesis pada konsentrasi 0,35 dan 0,7 mg/mL dengan persentase penghambatan angiogenesis 30,00 dan 37,12%, dan tidak ada kekerabatan antara konsentrasi ekstrak metanol daun senggugu dengan aktivitas antiangiogenesis.

(18)

xvii

ABSTRACT

The leaves of senggugu (Clerodendrum serratum L.) is a leaves that contains polyphenolic compounds such as flavonoids. Several compounds have been tested flavonoids can inhibit angiogenesis. Examples of these flavonoids is hispidulin, apigenin and luteolin, which contained in the senggugu leaves. Based on that statement, senggugu leaves potentially have antiangiogenesis activity.

This study aims to determine antiangiogenesis activity of the metanol extract of senggugu leaves by Chick Chorioallantoic Membrane (CAM) method, and find out the relationship between the concentration metanol extract of senggugu leaves with antiangiogenesis activity. Chorioallantoic membrane is

derived from chicken’s egg was 9 days. The concentration extract metanol of senggugu leaves which tested consists of three variation concentrations is 0.175; 0.35 and 0.7 mg/mL.

Antiangiogenesis activity can be seen through macroscopic observation by counting the newly formed blood vessels where out from main blood vessel directly and indirectly. The data were analyzed with the percentage of inhibition angiogenesis and statistically tested by one way anova and tukey test. The result showed that the methanol extract of senggugu leaves have antiangiogenesis activity at concentrations 0.35 and 0.7 mg/mL, which the percentage of inhibition angiogenesis are 30.00 and 37.12%, and there was no relationship between the concentration metanol extract of senggugu leaves with antiangiogenesis activity.

(19)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kanker adalah penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak

terkendali, bersifat parasit dengan mengambil makanan dari sel sehat terdekat.

Kanker merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia. Resiko individu

untuk menderita kanker dipengaruhi oleh faktor genetik dan pemejanan terhadap

agen yang mempredisposisi kanker (Brooker, 2005). Berdasarkan estimasi dari

International Agency for Research on Cancer (IARC), pada tahun 2008 terjadi

12,7 juta kasus kanker di dunia, dan 7,6 juta kematian akibat kanker. Pada tahun

2030 diduga kasus kanker akan terus bertambah menjadi 21,4 juta dan 13,2 juta

kematian akibat kanker (American Cancer Society, 2011).

Tingginya kasus kematian akibat kanker membuat penelitian dan

pengembangan pengobatan kanker menjadi perhatian besar bagi dunia. Sekarang

ini sudah ada beberapa terapi pengobatan kanker secara medis antara lain terapi

operatif, kemoterapi, radioterapi, hormonal, dan imunoterapi. Saat ini telah

berkembang pula pengobatan kanker dengan menggunakan tanaman obat. Secara

empiris tanaman telah lama digunakan oleh nenek moyang sebagai obat untuk

beragam penyakit. Tanaman obat yang digunakan untuk mengobati kanker pada

prinsipnya berfungsi menghambat pertumbuhan kanker, menghancurkan kanker,

dan memperbaiki fungsi organ vital yang rusak oleh kanker. Penggunaan tanaman

(20)

membutuhkan penelitian lebih lanjut oleh para ahli untuk memastikan

keefektifannya (Mardiana, 2007).

Angiogenesis terdiri dari dua kata, yaitu angio (pembuluh darah) dan

genesis (pertumbuhan), jadi angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah

baru. Pertumbuhan pembuluh darah baru berperan penting agar tumor (terutama

tumor padat atau solid) dapat hidup dan berkembang. Berdasarkan hal tersebut

maka salah satu cara membunuh tumor adalah dengan menghambat pertumbuhan

pembuluh darah tumor sehingga tumor tidak bisa berkembang dan kemudian mati

pelan-pelan (Tapan, 2005). Hal tersebut membuat pencarian obat antiangiogenesis

menjadi salah satu perhatian besar dalam penelitian pengobatan kanker, salah

satunya pencarian senyawa antiangiogenesis yang berasal dari tanaman obat.

Senyawa tersebut kemudian akan dikembangkan menjadi obat kanker.

Salah satu metode uji angiogenesis, yaitu metode Chick Chorioallantoic

Membrane (CAM). Metode CAM adalah organotypic model yang awalnya

dirancang untuk menggantikan Draize-test untuk mengidentifikasi iritasi di mata,

pendarahan, lisis dan koagulasi. Tes ini lambat laun memungkinkan untuk analisis

angiogenesis tumor yang tumbuh di chorioallantoic membrane (Hock, Zheng,

Buckfelder, Eyupoglu, and Savaskan, 2013).

Indonesia memiliki kekayaan hayati yang melimpah. Salah satunya

kekayaan hayati tumbuhan. Tumbuhan memiliki peranan penting dalam

menghasilkan senyawa bioaktif untuk obat, termasuk obat kanker. Salah satu

tanaman yang diduga kandungan senyawa bioaktifnya dapat menyembuhkan

(21)

in vivo dengan parameter seperti studi hematologi dan estimasi protein, Median

Survival Time (MST), Life Span (%LS) dan studi in vitro dengan uji garam

tetrazolium dan metode tryphan blue dry exclusion dapat disimpulkan bahwa

ekstrak daun senggugu memiliki aktivitas antikanker (Thalla, Tanmu, Pentela, and

Thalla, 2012). Berdasarkan hasil uji angiogenesis menggunakan metode rat

aortic, ekstrak metanol daun senggugu memiliki aktivitas antiangiogenesis yang

lebih besar dibandingkan dengan penyari petroleum eter, kloroform, dan air

(Mohamed, Mohamed, Aisha, Ameer, Ismail, Ismail, et al., 2012). Kandungan

polifenolik dari daun senggugu sebagai antioksidan diduga memiliki peranan

penting dalam aktivitas antiangiogenesis yang dapat bermanfaat sebagai

antikanker. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan apakah ekstrak metanol

daun senggugu (Clerodendrum serratum L.) mempunyai potensi sebagai

antiangiogenesis dengan uji angiogenesis lain, yaitu metode CAM dengan

chorioallantoic membrane embrio ayam yang telah diinduksi basic Fibroblast

Growth Factor (bFGF), sehingga dapat dijadikan bukti ilmiah untuk

pengembangan penelitian pengobatan kanker pada manusia.

1. Permasalahan

a. Apakah ekstrak metanol daun senggugu memiliki aktivitas antiangiogenesis

pada chorioallantoicmembrane embrio ayam yang diinduksi bFGF?

b. Adakah kekerabatan antara konsentrasi ekstrak metanol daun senggugu dengan

aktivitas antiangiogenesis pada chorioallantoic membrane embrio ayam yang

(22)

2. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang uji angiogenesis daun

senggugu pernah dilakukan oleh Mohamed, et al., 2012, yang melakukan

penelitian uji angiogenesis menggunakan model rat aortic.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah simplisia

yang digunakan didapat dari Kebun Obat Universitas Sanata Dharma, dan model

uji angiogenesis yang digunakan adalah metode CAM dengan chorioallantoic

membrane embrio ayam yang telah diinduksi bFGF. Sepanjang pengetahuan

penulis, penelitian uji angiogenesis daun senggugu dengan metode CAM

menggunakan chorioallantoic membrane embrio ayam yang diinduksi bFGF

belum pernah dilaporkan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai adanya

aktivitas antiangiogenesis pada daun senggugu.

b. Manfaat metodologi. Dapat memberikan pengetahuan mengenai tata cara

pengujian aktivitas antiangiogenesis ekstrak metanolik daun senggugu

menggunakan metode CAM pada embrio ayam yang diinduksi bFGF.

c. Manfaat praktis. Dapat memberikan informasi mengenai adanya aktivitas

(23)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang ekstrak daun

senggugusebagai obat antikanker.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui aktivitas antiangiogenesis dari ekstrak metanol daun

senggugu.

b. Untuk mengetahui kekerabatan antara konsentrasi ekstrak metanol daun

(24)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Senggugu 1. Nama Tumbuhan

Nama Latin : Clerodendron serratum L.

Nama Umum : Senggugu (Gambar 1)

Nama Daerah : Simar buangkudu (Batak Toba); Tanjau handak (Lampung);

Senggugu (Melayu dan Jawa Tengah); Singgugu (Sunda);

Kertase (Madura)

(Direktorat Obat Asli Indonesia, 2008).

Gambar 1. Foto Tanaman Senggugu (Clerodendrum serratum L.)

(25)

2. Taksonomi Tumbuhan

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiopermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Lamiales

Suku : Verbenaceae

Marga : Clerodendron

Jenis : Clerodendron serratum Spreng.

Sinonim tumbuhan : Clerodendrum serratum, Clerodendron serratum (L.)

Moon dan Clerodendron javanicum Walp., Clerodendrum

serratum Spreng.

(Direktorat Obat Asli Indonesia, 2008; Singh, et al., 2012; Van Steenis, 1975;

Heyne, 1950).

3. Manfaat Tanaman

Secara tradisional tanaman senggugu sudah digunakan sebagai obat anti

rematik, anti asma, penurun panas, sakit kepala, ophtalmia, memar, bronchitis,

patah tulang, malaria, digigit ular, bisul dan perut busung. Berdasarkan hasil

(26)

anti kanker, hepatoprotektif, anti diare, dan anti mikroba (Singh, et al., 2012;

Redaksi Agromedia, 2008).

4. Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang banyak terdapat di tanaman genus Clerodendrum

adalah karbohidrat, fenolik, flavonoid, terpenoid dan steroid. Daun senggugu

mengandung α-spinosterol, luteolin, luteolin-7-o-glucoronide, diterpin-clerodin,

ethycholesta-5, 24 25 -trine 3β-o-hispidulin, 7-o- glukonoid hispidulin,

cruteuarein, stigmasterol, apigenin, dan baicalin. Kandungan flavonoid dalam

daun senggugu, yaitu hispidulin memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, anti

mikroba, anti asma, anti tumor, dan aktivitas Central Nervous System (CNS)

binding. Kandungan polifenol yang besar dalam daun senggugu diduga kuat

berperan penting dalam aktivitas ekstrak metanol daun senggugu sebagai

antiangiogenesis, antioksidan, dan vasorelaktan (Kumar and Nishteswar, 2013;

Mohamed, et al., 2012; Vidya, Krishna, Manjunatha, Mankani, Ahmed and Singh,

2006).

B.Senyawa Polifenol

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan.

Zat ini memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam

molekulnya. Polifenol berperan sebagai antioksidan, dengan cara melindungi sel

melawan kerusakan oksidatif dan meminimalkan resiko dari berbagai macam

(27)

eksperimental menunjukkan peran polifenol yang kuat dalan pencegahan penyakit

kardiovaskular, kanker, osteoporosis, dan diabetes melitus. Polifenol dibagi

menjadi beberapa kelas sesuai dengan jumlah cincin fenol yang dikandung dan

elemen struktural yang mengikat cincin satu sama lain. Kelompok utama polifenol

yaitu flavonoid, asam fenolik, alkohol fenolik, stilbene, dan lignin

(Hattenschwiler and Vitousek, 2000; Archivio, Filesi, Benedetto, Gargiulo,

Giovannini and Masella, 2007).

C.Kanker

Kanker merupakan penyakit yang berpotensi mematikan yang

disebabkan mutasi gen yang mengkode protein sel regulasi yang penting. Akibat

mutasi gen tersebut menyebabkan disregulasi dari program sel normal untuk

pembelahan sel dan diferensiasi sel. Pembelahan sel tersebut menyebabkan

ketidakseimbangan replikasi sel dan kematian sel tumor, sehingga pertumbuhan

populasi sel tumor tak terkendali (Alison, 2001; Ruddon, 2007).

Penyakit kanker ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak terkendali dan

bersifat parasit. Karakteristik yang menunjukkan perbedaan kanker ganas dengan

tumor jinak adalah kemampuan untuk menginvasi secara lokal, menyebar ke

kelenjar getah bening regional, dan metastasis ke jaringan lain dalam tubuh.

Secara morfologi sel kanker memiliki karakteristik nukleus yang besar, memiliki

ukuran dan bentuk yang tidak biasa, nukleolus yang menonjol, sitoplasma yang

jarang dan warnanya intens atau sebaliknya pucat. Resiko individu untuk

(28)

lingkungan (agen yang mempredisposisi kanker). Gaya hidup yang tidak sehat,

merokok, western diet (tinggi lemak, rendah serat) juga dapat meningkatkan

resiko timbulnya kanker (Baba and Catoi, 2007; Brooker, 2005).

1. Sifat Sel Kanker

Secara umum, sel kanker memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Potensi replikasi sel yang tidak terkendali. Sel normal tumbuh dan bereplikasi

ketika sel mendapat sinyal dari sel disekitar mereka untuk tumbuh. Sel dapat

bereplikasi 60 sampai 80 lipat dari populasi, telomer Human Diploid

Fibroblasts (HDFs) memendek dan memicu respon kerusakan, kemudian sel

akan berhenti membelah diri dan berkembang menjadi fenotip senescence.

Senescence adalah program growth-arrest yang membatasi usia sel dan

mencegah proliferasi sel yang tidak terbatas. Proses senescence diatur oleh

tumour suppressors p53 dan retinoblastoma (RB). Jika RB dan p53

dilumpuhkan maka memungkinkan pembelahan sel terus berlangsung sampai

telomer memendek secara kritis dan memicu krisis. Beberapa sel muncul dari

krisis dengan mengaktifkan mekanisme stabilisasi telomer. Ekspresi eksogen

Telomerase Reverse Transcriptase (TERT) pada beberapa tahap replikasi

memungkinkan sel-sel tersebut immortal. Proses stabilisasi telomer memiliki

peranan penting pada perkembangan tumor. Hal tersebut menyebabkan sel

kanker dapat meningkatkan dan mempercepat pertumbuhannya sendiri. Sel

kanker kehilangan kontrol untuk terus membelah diri (Mathon and Lloyd,

(29)

b. Kemampuan sel mencukupi sendiri kebutuhannya terhadap sinyal

pertumbuhan. Apabila sel normal dikulturkan, proliferasi sel bergantung pada

sinyal pertumbuhan yang dimasukkan kedalam kultur tersebut. Sedangkan

pada sel kanker, onkoprotein dapat meniru sinyal pertumbuhan pada sel

normal, sehingga pada kultur sel kanker menunjukkan berkurangnya

ketergantung sel pada sinyal pertumbuhan dari luar, karena sel kanker sudah

memproduksinya sendiri (Hanahan and Weinberg, 2000).

c. Respon terhadap stop signal (sinyal anti pertumbuhan) lemah. Sel normal akan

berhenti membelah diri ketika menerima stop signal dari sel di dekatnya bahwa

jumlah sel di sekitarnya sudah penuh atau bagian dari sel rusak. Proses

proliferasi dihentikan oleh stop signal. Stop signal dapat menghentikan

proliferasi dengan 2 mekanisme tertentu. Mekanisme pertama yaitu sel dipaksa

berhenti berproliferasi dan memasuki fase istirahat (G0) yang dapat aktif

kembali bila terdapat sinyal ekstraseluler. Sedangkan mekanisme kedua adalah

sel diinduksi untuk menghilangkan potensi proliferasi secara permanen dengan

memasuki tahap post mitosis, yang dihubungkan dengan terjadinya diferensiasi

spesifik. Untuk mulai tumbuh, sel kanker harus menghindari faktor anti

pertumbuhan yang sebagian besar berperan pada fase G1 yang menyebabkan

sel berhenti berproliferasi dengan memasuki fase istirahat atau post mitosis.

Sinyal antiproliferatif tersebut diperankan melalui retinoblastoma protein

(pRB). pRB dapat mengeblok proliferasi dengan mengasingkan dan mengubah

fungsi faktor transkripsi E2F yang mengontrol ekspresi simpanan gen esensial

(30)

Gangguan pada jalur pRB akan membebaskan E2F yang dapat menjadikan sel

terus berproliferasi, dan juga membuat sel tidak sensitif terhadap faktor anti

pertumbuhan yang beroperasi selama jalur ini, dengan cara mengeblok

kemajuan fase G1 dari siklus sel (Hanahan and Weinberg, 2000; Weinberg,

1996).

d. Mampu menghindari terjadinya apoptosis. Sel normal dapat mengalami

kematian sel yang terdiri dari nekrosis, onkosis dan apoptosis. Apoptosis

adalah kematian sel melalui mekanisme genetik yaitu kerusakan atau

fragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua yaitu

apoptosis fisiologis dan apoptosis patologis. Sel kanker dapat menghindari dari

proses apoptosis fisiologis karena aktivitas enzim ribonukleoprotein atau

telomerase yang berperan dalam sintesis telomerik DNA aktif secara terus

menerus sehingga ukuran telomer ujung kromosom dapat dipertahankan terus

menerus. Akibatnya sel kanker tidak mengalami kematian sel (Sudiana, 2008).

e. Merekrut suplai makanan. Semua sel untuk dapat tumbuh membutuhkan

oksigen dan nutrisi yang dihantarkan dalam darah, salah satunya darah yang

ada di pembuluh darah sekitarnya. Umumnya, sistem tubuh berhati-hati dalam

meregulasi pertumbuhan pembuluh darah baru (angiogenesis). Namun tumor

dapat mengaktifkan pemicu angiogenesis dengan merubah keseimbangan

antara induktor dan inhibitor angiogenesis. Salah satu strategi untuk merubah

keseimbangan melibatkan perubahan transkripsi gen. Pada sel tumor ekspresi

(31)

produksi inhibitor endogen seperti thrombospondin-1 atau interferon-β lebih

sedikit (Hanahan and Weinberg, 2000).

f. Menginvasi jaringan dan metastasis. Dalam jaringan sehat, sel-sel melekat

pada tempat sel berada, mengikuti satu sama lain dalam struktur yang

mencirikan jaringan dan membantu dalam fungsinya. Sebaliknya pada sel

kanker yang sudah matang dapat melepaskan pegangan molekular sehingga

dapat berpindah melalui pembuluh darah dan bergerak sampai bagian lain

dalam tubuh dan menginvasi jaringan dengan membentuk koloni baru.

Kemampuan untuk membentuk koloni baru yang jauh dari tempat primernya

dinamakan metastasis. Metastasis merupakan karakteristik yang paling

menentukan keganasan sel kanker karena penyebaran metastasis sel kanker

sangat sulit diobati. Beberapa protein yang terlibat pada proses perlekatan sel

dalam jaringan dalam proses invasi dan metastasis, diantaranya Cell Adhesion

Molecules (CAMs), E-cadherin dan integrin yang menghubungkan sel dengan

matriks ekstraseluler. (Alison, 2001; Hanahan and Weinberg, 2000).

2. Angiogenesis

Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh

darah yang sudah ada. Angiogenesis terjadi pada tubuh manusia, mulai dari janin

dan terus berlanjut sampai tua, baik saat sehat maupun sakit. Angiogenesis

patologis terjadi pada penyakit seperti kanker, rheumatoid arthritis (RA),

endometriosis, psoriasis, stroke, luka kronik, coronary artery disease, komplikasi

(32)

Angiogenesis berperan penting dalam perkembangan kanker. Kanker untuk

menyebar membutuhkan suplai pembuluh darah yang membawa oksigen dan

nutrisi dan membuang sampah metabolit (Adair and Montani, 2011; Jeong, Koh,

Lee, Lee, Lee, Bae, et al., 2010; Bisht, Dhasmana and Bist, 2010).

Proses angiogenesis berawal dari jaringan yang sakit, luka, mengalami

hipoksia, atau tumor yang akan memproduksi dan melepaskan faktor

pertumbuhan angiogenesis yang berupa protein, faktor pertumbuhan angiogenesis

tersebut berdifusi ke jaringan di sekitarnya. Contoh faktor pertumbuhan

angiogenesis yaitu angiopoietin-1, Fibroblast Growth Factors: acidic (aFGF) dan

basic (bFGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Transforming

Growth Factor (TGF) dan lain-lain. Faktor pertumbuhan angiogenesis tersebut

berikatan dengan reseptor spesifik dari sel endotelial pembuluh darah sekitarnya

sehingga sel endotelial teraktivasi. Sel endotelial yang teraktivasi menghasilkan

sinyal dari permukaan sel kemudian dikirim ke nukleus. Organel-organel sel

endotelial kemudian memproduksi molekul baru termasuk enzim protease. Enzim

protease mendegradasi matriks ekstraseluler. Sel endotelial kemudian mulai

membelah diri dan migrasi keluar melalui lubang hasil degradasi matriks

ekstraseluler menuju jaringan yang sakit, luka, hipoksia atau tumor tersebut. Sel

endotelial mengalami elongasi dan saling menyejajarkandiri dengan sel endotelial

lain untuk membentuk struktur percabangan pembuluh darah yang kuat. Struktur

pembuluh darah akan distabilkan oleh sel mural (sel otot polos dan pericytes)

(33)

pembentukan anastomosis dan akhirnya aliran darah (Frisca, Sardjono, dan

Sandra, 2009; Gupta and Qin, 2003).

3. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF)

Basic Fibroblast Growth Factor disebut juga Fibroblast Growth

Factor-2 (FGF2 /FGF-2). bFGF menginduksi migrasi, proliferasi dan diferensiasi sel

endotelial secara in vitro, oleh karena itu bFGF memiliki peranan penting dalam

angiogenesis. bFGF berperan pada proses regulasi ekspresi beberapa protein

termasuk intestinal collagenase, urokinase type plasminogen activator (uPa) dan

integrin β1, yang semuanya berperan penting untuk invasi sel endotelial ke dalam

matriks selama angiogenesis. Selain itu bFGF juga dapat menginduksi proliferasi

sel otot polos (Wingerter, Elliot, Clark, and Farr, 2000; Mogensen, 2005).

Faktor pertumbuhan termasuk bFGF dapat berikatan dengan reseptornya

pada permukaan sel endotelial dari pembuluh darah jaringan sekitar yang telah

ada sebelumnya. bFGF mampu berinteraksi dengan sel endotelial melalui

ikatannya dengan reseptor Fibroblast Growth Factor (FGF) tirosin kinase dan

reseptor Heparan Sulphate Proteoglycans (HSPGs) di permukaan sel dan di

matriks ekstraseluler. Ikatan tersebut menyebabkan sel endotelial teraktivasi dan

menghasilkan enzim degradatif matrix metalloproteinases (MMPs). Enzim ini

dilepaskan dari endotelial dan menyebar disekitar sel. MMPs mendegradasi

matriks ekstraseluler dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Kemudian sel

endotelial mulai membelah diri dan migrasi keluar ke ruang intestinal, kemudian

(34)

pembentukan lumen, generasi membran basement baru dengan perekrutan dari

pericyte, kemudian pembentukan anastomosis dan akhirnya aliran darah

(Chrisnanto, 2014; Gupta and Qin, 2003; Kleinsmith, Kerrigan, Kelly and Hollan,

2006; Ribbati, Leali, Gualandris, Bastaki, Vacca, Roncali, et al., 1999).

D.Inhibitor Angiogenesis

Inhibitor angiogenesis dibedakan menjadi 2 tipe yaitu inhibitor

angiogenesis langsung dan tidak langsung. Inhibitor angiogenesis tipe tidak

langsung bekerja dengan memblok sel onkogen tumor atau produknya atau

reseptor dari produknya. Contoh dari inhibitor angiogenesis tipe tidak langsung

adalah iressa. Iressa menghambat sintesis protein angiogenik bFGF, Vascular

Endothelial Growth Factor (VEGF), Transforming Growth Factor- Alpha

(TGF-α) dari sel tumor (Folkman, 2003).

Inhibitor angiogenesis tipe langsung bekerja dengan memblok sel

endotelial dari respon protein pro angiogenik. Contoh inhibitor angiogenesis tipe

langsung adalah endostatin. Endostatin menghambat sel endotelial merespon

beberapa protein angiogenik seperti bFGF, VEGF, IL-8 dan Platelet Derived

Growth Factor (PDGF) (Folkman, 2003).

E.Inhibitor Angiogenesis dari Senyawa Alam

Berbagai penelitian telah membuktikan beberapa senyawa dari produk

alam memiliki aktivitas antiangiogenesis Hispidulin yang merupakan senyawa

(35)

penelitian He Lijun dan kawan-kawan (2010) menunjukkan hispidulin dari ekstrak

Artemisia vestita menghambat angiogenesis tumor pankreas manusia dan

pertumbuhan tumor dengan cara mentarget jalur sinyal VEGFR2 yang dimediasi

P13K/Akt/mTOR (He, Wu, Lin, Wang, Wu, Chen, et al, 2010).

Selain hispidulin, apigenin juga merupakan senyawa bioaktif golongan

flavonoid yang memiliki aktivitas antiangiogenesis. Menurut penelitian Jing Fang

dan kawan kawan (2004) apigenin memiliki aktivitas antiangiogenesis dengan

cara menghambat tube formation melalui uji Human Umbilical Vein Endothelial

Cells (HUVEC). Apigenin menghambat tube formation dengan cara menurunkan

ekspresi VEGF. Apigenin menghambat ekspresi VEGF pada level transkripsi

melalui ekspresi hypoxia inducible factor 1α (HIF-1α). Apigenin menghambat

HIF-1α dan ekspresi VEGF melalui 2 jalur sinyal P13K/AKT/p70S6K1 dan

HDM2/p53. (Fang, Xia, Cao, Zheng, Reed, and Jiang,2004).

Luteolin menghambat proliferasi sel dengan cara menghambat reseptor

tirosin kinase. Ekstrak luteolin dari Platycodon grandiflorum juga terbukti

memiliki aktivitas antiangiogenesis yang diduga aktivitasnya berkaitan dengan

aktivitas antioksidan dari luteolin dengan cara memblok produksi Reactive

Oxygen Species (ROS) sehingga menekan ekspresi VEGF dan efek proangiogenik

dari VEGF. Senyawa flavonoid lainnya yang sudah terbukti memiliki aktivitas

penghambatan angiogenesis adalah 3-hydroxyflavone, 3’,4’-dihydroxyflavone,

2’3’-dihydroxyflavone, fisetin dan morin. Senyawa golongan alkaloid seperti

pterogynidine yang diisolasi dari Alchornea glandulosa juga memiliki aktivitas

(36)

NFκB (Park, Cho, Jun, Ryu, Kim, Yu et al, 2010; Lopes, Rocha, Pirraco,

Regasini, Silva, Bolzani, et al., 2009).

F. Chorioallantoic Membrane

Chorioallantoic membrane adalah membran ekstraembrionik yang

berasal dari perpaduan lapisan mesodermal alantois dengan lapisan mesodermal

korio yang berdampingan. Chorioallantoic membrane dari embrio ayam kaya

akan pembuluh darah, yang menyerupai jaringan endometrium pada uterus.

Ketika chorioallantoic membrane tervaskularisasi dengan tinggi, chorioallantoic

membrane menjadi media yang cocok / baik untuk propagansi virus dan

mikroorganisme yang lain (Gajovic and Gruss, 1988; Ribbati, Bertossi, Nico,

Vacca, Ria, Riva et al., 1998).

Chorioallantoic membrane muncul pada hari ke-4 atau ke-5 diikuti

pertumbuhan pembuluh darah yang meluas diatas permukaan kuning telur dan

segera menutup seluruh daerah tersebut. Membran yang sangat kaya dengan

pembuluh darah ini berhubungan dengan sirkulasi embrionik melalui arteri dan

vena allantoic. Melalui sirkulasi ini berlangsung pertukaran oksigen dan

karbondioksida yang dibutuhkan oleh embrio. Selain berfungsi sebagai sistem

sirkulasi, membran ini juga berfungsi sebagai tempat pembuangan dan pencernaan

dan juga bertanggung jawab terhadap perkembangan embrio. Chorioallantoic

membrane adalah tempat yang cocok untuk transplantasi jaringan karena sistem

imun embrio ayam belum sepenuhnya berkembang dan reaksi penolakan benda

(37)

membrane embrio ayam dapat digunakan sebagai metode untuk mempelajari

respon angiogenesis terhadap implan jaringan tumor (Folkman, 1971; Knighton,

Ausprunk, Folkman, and Tapper, 1977; Patten, 1978; Shepro, 2006; Storer,

Stebins, Usinger, and Nybakker, 1979).

Uji angiogenesis dengan menggunakan chorioallantoic membrane dapat

dilakukan secara in vivo maupun in vitro. Metode lain yang dapat digunakan

sebagai uji angiogenesis dikelompokkan menjadi 3 jenis uji yaitu uji in vivo, uji in

vitro sel dan uji organotropik. Selain uji angiogenesis CAM, uji in vivo

angiogenesis yang lain yaitu Matrigel plug dan neovaskularisasi kornea. Uji in

vitro sel dilakukan untuk mengukur proliferatif sel, migrasi sel, dan pembentukan

tube. Uji in vitro menghasilkan informasi kritikal dan merupakan langkah awal

esensial untuk validasi. Uji organotropik yang digunakan untuk uji angiogenesis

yaitu dengan menggunakan cincin aorta dari tikus atau anak ayam (Auerbach,

Lewis, Shinners, Kubai and Akhtar, 2003).

G.Uji Angiogenesis Chick Chorioallantoic Membrane (CAM)

Uji Chick Chorioallantoic Membrane (CAM) merupakan metode dengan

sistem yang sederhana untuk mempelajari angiogenesis in vivo. Uji CAM sudah

banyak digunakan untuk studi angiogenesis dan invasi tumor dari kanker

kolorektal, prostat, otak dan rahim. Pembuluh darah pada chorioallantoic

membrane ayam berbeda dengan pembuluh darah pada kanker. Pada kanker

struktur anatomi mikroskopik pembuluh darahnya mudah rapuh sedangkan pada

(38)

permeabilitasnya normal. Model angiogenesis pada chorioallantoic membrane

embrio ayam secara teknik lebih mudah dan murah untuk sampel dalam jumlah

besar pada screening bahan alam yang berpotensi sebagai antiangiogenik.

Aplikasi CAM hanya membutuhkan alat-alat yang murah, dan memungkinkan uji

dapat dilakukan di laboratorium manapun. Selain itu, sistem yang sangat fleksibel,

mengakomodasi sistem kompleks seperti sel dan jaringan. Kelemahan dari CAM

yaitu tidak memungkinkan untuk manipulasi genetik, serial imaging dan

intervensi sistemik yang memungkinkan studi terkontrol neovaskularisasi dalam

pengaturan fisiologis yang kompleks (Mustafida, Munawir dan Dewi, 2014;

Staton, Lewis and Bicknell, 2006; Lokman, Elder, Ricciardelli, and Oehler,

2012).

H.Landasan Teori

Angiogenesis adalah proses pertumbuhan pembuluh darah baru dari

pembuluh yang sudah ada. Angiogenesis berperan penting dalam proses

pertumbuhan sel kanker. Berdasarkan pernyataan tersebut bila proses

angiogenesis sel kanker dihambat kemungkinan sel kanker lambat laun akan mati,

sehingga inhibitor angiogenesis dapat digunakan sebagai obat untuk pengobatan

kanker. Beberapa senyawa inhibitor angiogenesis berasal dari senyawa bioaktif

tumbuhan.

Berdasarkan hasil uji angiogenesis dengan metode rat aortic yang

dilakukan Ali Jimale Mohammed dan kawan-kawan (2012), ekstrak metanol daun

(39)

penyari petroleum eter, kloroform, dan air. Dalam penelitian tersebut juga

diketahui bahwa senyawa polifenol merupakan senyawa yang dominan terdapat

dalam ekstrak metanol daun senggugu. Kemungkinan senyawa polifenol yang

berperan dalam aktivitas antiangiogenesis dari ekstrak metanol daun senggugu.

Banyak senyawa dari produk alam sudah terbukti memiliki aktivitas

antiangiogenesis melalui berbagai penelitian salah satunya senyawa golongan

flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu jenis dari polifenol. Senyawa

golongan flavonoid yang terkandung pada daun senggugu, beberapa diantaranya

adalah hispidulin, luteolin, dan apigenin. Menurut penelitian He Lijun dan

kawan-kawan pada tahun 2010 menunjukkan hispidulin yang dapat ditemukan pada

ekstrak Artemisia vestita memiliki aktivitas antiangiogenesis tumor pankreas

manusia dan pertumbuhan tumor. Hispidulin dapat menghambat angiogensis

dengan cara mentarget jalur sinyal VEGFR2 yang dimediasi P13K/Akt/mTOR.

Ekstrak luteolin dari Platycodon grandiflorum terbukti memiliki aktivitas

antiangiogenesis. Aktivitas antiangiogenesis dari luteolin diduga berkaitan dengan

aktivitas antioksidannya. Luteolin bekerja dengan cara memblok produksi

Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga menekan ekspresi VEGF dan efek

proangiogenik dari VEGF.

Seperti hispidulin dan luteolin, apigenin juga memiliki aktivitas

antiangiogenesis. Menurut penelitian Jing Fang dan kawan-kawan pada tahun

2004, apigenin memiliki aktivitas antiangiogenesis dengan cara menghambat tube

formation yang dibuktikan melalui uji Human Umbilical Vein Endothelial Cells

(40)

apigenin atau senyawa polifenol lainnya dalam ekstrak metanol daun senggugu

juga memiliki aktivitas antiangiogenesis. Aktivitas antiangiogenesis ini dapat diuji

dengan metode CAM. Metode CAM adalah metode untuk uji angiogenesis

dengan sistem yang sederhana. (Fang, et al., 2004; He et al, 2010; Mohamed et

al., 2012; Park, et al, 2010).

I. Hipotesis

1. Ekstrak metanol daun senggugu memiliki aktivitas antiangiogenesis pada

chorioallantoicmembrane embrio ayam yang diinduksi bFGF.

2. Terdapat kekerabatan antara konsentrasi ekstrak metanol daun senggugu

dengan aktivitas antiangiogenesis pada chorioallantoic membrane embrio

(41)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan lengkap pola searah. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk jenis

penelitian eksperimental murni yaitu dengan melakukan percobaan pada

kelompok perlakuan dan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rancangan

penelitian ini menggunakan rancangan lengkap pola searah. Penelitian ini

dilakukan secara lengkap yaitu terdapat kontrol negatif, kontrol positif dan

kelompok perlakuan. Pola searah yaitu dengan memberikan perlakuan yang sama

dengan kelompok perlakuan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Teknologi dan Formulasi Steril

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma serta Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.

B.Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas berupa konsentrasi ekstrak daun senggugu.

(42)

c. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, cara panen,

cara pengeringan dan pembuatan simplisia, dan jumlah (gram) daun segar

yang digunakan.

d. Variabel pengacau tak terkendali berupa cuaca, musim, dan kelembaban

ruangan.

2. Definisi Operasional

a. Pembuluh darah baru adalah pembuluh darah yang tipis yang keluar dari

pembuluh darah utama.

C.Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan antara lain : daun senggugu,

Chorioallantoic Membrane (CAM) yang berasal dari telur ayam berembrio dalam

kondisi terinkubasi, larutan basic Fibroblast Growth Factor (bFGF), Phosphate

Buffered Saline (PBS), Dimethyl Sulfoxide (DMSO), aquadest steril, aquabidest

steril, etanol 70%, iodin povidon, kertas payung, kapas, cotton buds, paper disc

berisi ampisilin, metanol, kertas Whatman filter, plat KLT silika gel 60 F 254,

butanol, asam asetat, air, standar rutin, asam klorida 4 N, dietileter, gas nitrogen,

dan uap amoniak.

D.Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : oven, ayakan,

(43)

spektrofotometer Ultra Violet (UV), bejana, Laminar Air Flow (LAF), autoklaf,

mikropipet, inkubator, lampu spiritus, korek api, teropong telur, mini drill,

gunting bengkok, gunting bedah, penyedot udara, pinset, scalpel, kamera, kaca

pembesar dan alat-alat gelas.

E.Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan,

Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Untuk membuktikan bahwa

tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah tanaman senggugu

(Clerodendrum serratum L.).

2. Preparasi Ekstrak Metanol Daun Senggugu

Daun senggugu diperoleh dari Kebun Obat Universitas Sanata Dharma.

Daun senggugu dipanen pada bulan Januari 2014. Daun senggugu yang telah

dikumpulkan, kemudian dibersihkan dengan air mengalir. Setelah itu daun

senggugu dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dengan

ditutup kain hitam untuk menghindari sinar matahari secara langsung.

Pengeringan daun senggugu dioptimalkan dengan dikeringkan dalam oven dengan

suhu terkontrol hingga daun sudah benar-benar kering (kadar air < 10%) dengan

ciri bila diremas bergemirisik dan berubah menjadi serpihan. Simplisia yang

kering kemudian digiling hingga menjadi serbuk halus dengan blender, kemudian

(44)

dituang dalam bejana maserasi. Kemudian ditambah metanol p.a. sebanyak 200

mL dan dicampur homogen. Campuran dimaserasi pada suhu ruangan selama 1

hari. Kemudian disaring dengan kertas Whatman filter dengan corong Buchner.

Hasil penyarian diuapkan pelarutnya menggunakan vaccum rotary evaporator

pada suhu 400C-500C. Hasil penyaringan filtrat diuapkan lagi dengan waterbath

hingga diperoleh ekstrak kental.

3. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan di Laboratorium

Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM).

Ekstrak kental ditimbang sebanyak 50 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu

dan ditambahkan 10 mL asam klorida 4 N. Larutan kemudian dihidrolisis atau

refluk dengan pendingin balik selama 30 menit, lalu didinginkan dan ekstraksi

dengan 5 mL dietileter. Fase dietileter diambil, lalu diuapkan dengan gas nitrogen.

Sampel dan pembanding rutin ditotolkan sebanyak 10 µL pada plat KLT silika gel

60 F 254 sebagai fase diam. Plat KLT kemudian dimasukkan ke dalam bejana

jenuh fase gerak butanol : asam asetat : air (3:1:1), dan dieluasikan hingga batas.

Setelah terelusi hingga batas plat dikeringkan. Hasil plat KLT yang diperoleh

diidentifikasi di bawah lampu UV (254 nm dan 366 nm) dan dideteksi dengan

(45)

4. Orientasi Kelarutan Ekstrak MetanolDaun Senggugu

Orientasi kelarutan ekstrak metanol daun senggugu dilakukan dengan

menggunakan pelarut DMSO. DMSO ditambahkan pada beberapa mg ekstrak

sampai ekstrak larut, kemudian diencerkan dengan aquabidest steril. Konsentrasi

DMSO yang digunakan adalah 0,2%.

5. Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan untuk uji antiangiogenesis dicuci bersih dan

dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas payung dan disterilkan dengan

pemanasan basah dalam autoklaf, suhu 121oC selama 15-30 menit.

6. Pembuatan Larutan Uji dan Larutan bFGF

a. Preparasi bFGF Sebagai Induktor Angiogenesis. bFGF yang digunakan

sebanyak 25 ng/µ L menggunakan larutan PBS pH 7,4 kemudian diencerkan

sehingga didapat kadar 1 ng/µ L. Preparasi bFGF ini dilakukan secara aseptis

di dalam Laminar Air Flow (LAF). Kadar bFGF yang diberikan untuk

setiap telur perlakuan terinduksi adalah 10 ng.

b. Preparasi Sediaan Larutan Uji. Ekstrak metanol daun senggugu dilarutkan

dengan DMSO – aquabidest steril kemudian dibuat seri konsentrasi (0,175,

0,35 dan 0,7 mg/mL). Konsentrasi pelarut (DMSO– aquabidest steril)

disesuaikan dengan hasil orientasi kelarutan ekstrak metanol daun

(46)

7. Uji Antiangiogenesis

Satu atau beberapa hari sebelum diberi perlakuan, telur diinkubasi dalam

inkubator laboratorium pada suhu 37oC agar dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan barunya. Telur ayam usia 9 hari diberikan diperlakuan. Tahap awal

perlakuan yaitu dengan membersihkan telur dari kotoran yang menempel di

cangkang telur menggunakan alkohol 70%. Telur diberi tanda pada kerabang telur

yang meliputi batas ruang udara, lokasi embrio dan daerah yang akan dibuat segi

empat (jendela) berukuran 1x1 cm di atas embrio menggunakan pensil. Lokasi

embrio diketahui melalui candling menggunakan cahaya lampu pada telur.

Kerabang telur pada bagian kutub yang mengandung ruang udara dan kerabang di

atas embrio dibersihkan dengan iodin povidon. Selanjutnya pada ruang udara

tersebut dibuat lubang kecil dan pada daerah yang dibuat segiempat (jendela)

dibuat luka dengan menggunakan mini drill dan scalpel.

Udara dari ruang udara disedot dengan penyedot udara sampai berpindah

dari kutub kerabang bagian atas telur. Perlakuan ini dilakukan dengan posisi telur

horizontal, di ruang gelap, dan melalui candling, sehingga ruang udara buatan

yang terbentuk di atas embrio dapat terlihat.

Kerabang telur di atas embrio dipotong dengan mini drill untuk

membuat lubang segiempat dengan luas 1x1 cm. Melalui lubang ini, paper disc

untuk setiap perlakuan diimplantasikan ke dalam telur. Subyek uji berupa telur

dibagi secara acak dalam 6 kelompok (masing-masing perlakuan terdiri dari 3

telur), sebagai berikut :

(47)

b. Kelompok II adalah kelompok pelarut dengan implantasi paper disc + pelarut

(DMSO – aquabidest steril).

c. Kelompok III kelompok kontrol bFGF + pelarut adalah kelompok telur dengan

implantasi paper disc termuati bFGF 10 ng + pelarut (DMSO – aquabidest

steril) sebanyak 10µ L.

d. Kelompok IV, V dan VI merupakan kelompok perlakuan yang digunakan

untuk melihat efek penghambatan ekstrak metanol daun senggugu dengan 3

variasi konsentrasi (0,175 ; 0,35 dan 0,7 mg/mL). Kelompok ini adalah

kelompok telur implantasi paper disc termuati bFGF 10 ng + larutan ekstrak

metanol daun senggugu dengan masing-masing konsentrasi sebanyak 10 µL.

Setelah diberi perlakuan implantasi paper disc sesuai kelompok

perlakuan, lubang kecil pada daerah kutub dan lubang segiempat ditutup dengan

parafin solidum yang dicairkan. Telur kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

dengan kelembaban relatif 60% selama 3 hari atau 72 jam dengan inkubator,

kemudian telur dimasukkan ke dalam kulkas selama 24 jam. Telur dibuka (umur

13 hari) dengan cara menggunting cangkang telur menjadi dua bagian dimulai dari

cangkang yang dekat dengan rongga udara menggunakan gunting bedah secara

hati-hati agar tidak merusak chorioallantoic membrane telur, setelah itu

chorioallantoic membrane dibersihkan secara hati-hati dengan aquabidest steril.

Chorioallantoic membrane yang melekat pada bagian cangkang yang terdapat

paper disc diamati secara makroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan

secara langsung dan tidak langsung. Pengamatan makroskopis secara langsung

(48)

jumlah pembuluh darah baru yang terbentuk pada paper disc dan di sekitar paper

disc dan secara tidak langsung dengan foto kamera hasil CAM. Pembuluh darah

baru yang dihitung yaitu pembuluh darah tipis yang keluar dari pembuluh darah

utama. Pembuluh darah utama adalah pembuluh darah besar yang berada disekitar

paper disk. Pengamatan makroskopis ini dilakukan oleh empat orang pengamat.

F. Analisis Data

Data penelitian uji antiangiogenesis berupa banyaknya pembuluh darah

baru pada dan sekitar paper disc dianalisis dengan menghitung persentase

pertumbuhan pembuluh darah baru pada masing-masing konsentrasi ekstrak

metanol daun senggugu, rumusnya sebagai berikut:

a = jumlah pembuluh darah baru rata-rata konsentrasi ekstrak metanol daun

senggugu

b = jumlah pembuluh darah baru rata-rata kontrol bFGF

Data uji antiangiogenesis juga dianalisis secara statistik dengan uji one way anova

(49)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan dengan tujuan memastikan kebenaran identitas

tanaman yang digunakan dalam penelitian sehingga menghindari terjadinya

kesalahan dalam pengambilan sampel. Berdasarkan hasil determinasi yang

dilakukan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Fakultas Biologi Universitas

Gadjah Mada pada tanggal 6 Juni 2014 (Lampiran 1), telah dibuktikan bahwa

tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah tanaman senggugu

(Clerodendrum serratum L.).

B.Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Senggugu

Ekstrak dibuat dari daun senggugu yang dikeringkan kemudian diserbuk.

Daun senggugu dikeringkan dengan sinar matahari dan kemudian dioptimalkan

menggunakan oven dengan suhu terkontrol hingga daun sudah benar-benar

kering. Pengeringan tersebut bertujuan untuk mengurangi kandungan air yang

dapat menjadi media pertumbuhan yang baik untuk jamur dan mikroorganisme

lainnya. Selain itu tujuan dari pengeringan yaitu untuk menghentikan aktivitas

enzim yang bisa menguraikan kandungan zat aktif sehingga mutu dari simplisia

dapat dipertahankan, terjamin keawetannya, mudah disimpan dan juga untuk

memudahkan dalam pembuatan serbuk. Syarat pengeringan simplisia yaitu kadar

(50)

menjadi serpihan, tidak berjamur, berbau dan berasa khas menyerupai bahan

segarnya. Proses penyerbukan simplisia daun senggugu bertujuan untuk

memperkecil ukuran partikel sehingga luas permukaannya semakin besar. Luas

permukaan yang semakin besar akan mengoptimalkan kontak serbuk dengan

penyari sehingga proses penyarian lebih optimal (Endrasari, Qanytah dan Prayudi,

2011; Herawati, Nuraida, Sumarto, 2012).

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi dan dengan penyari

metanol. Metode maserasi dipilih karena merupakan metode ekstraksi dingin

sehingga perubahan atau kerusakan senyawa dapat dihindari. Alasan pemilihan

penyari metanol, sebagai berikut:

1. Metanol merupakan pelarut universal dan viskositas metanol yang lebih

rendah dibanding etanol walupun memiliki polaritas yang hampir sama,

sehingga metanol dapat berpenetrasi ke dalam sel-sel tanaman dengan kuat.

2. Metanol memiliki konsistensi yang lebih encer menyebabkan metanol lebih

mudah berdifusi menembus sel-sel tanaman.

3. Metanol memiliki persentase OH yang lebih besar dibandingkan dengan etanol

sehingga daya penetrasinya kuat dan ekstraksinya lebih efektif.

4. Berdasarkan hasil uji angiogenesis dengan metode rat aortic dengan, ekstrak

metanol daun senggugu memiliki aktivitas anti-angiogenesis yang lebih besar

dibandingkan dengan ekstrak petroleum eter, kloroform, dan air daun senggugu

(Departemen Kesehatan RI, 2000; Mohamed et al., 2012; Pedricilli, 2001).

Saat proses maserasi berlangsung terjadi pemecahan dinding dan

(51)

sehingga metabolit sekunder yang berada dalam sitoplasma akan terlarut didalam

cairan penyari. Proses maserasi dibantu pengadukan dengan menggunakan alat

shaker selama 24 jam agar proses maserasi lebih efektif karena penyari lebih

banyak kontak langsung dengan sel-sel dalam daun senggugu dibandingkan jika

hanya didiamkan saja. Hasil penyarian diuapkan pelarutnya menggunakan vaccum

rotary evaporator pada suhu 400C-500C. Tujuan penggunaan vaccum rotary

evaporator pada suhu tersebut agar filtrat metanol yang akan diuapkan pelarutnya

tidak mengalami kontak dengan panas yang berlebihan sehingga kerusakan

senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam filtrat metanol dapat dihindari.

Sari yang didapat kemudian diuapkan lagi dengan waterbath hingga diperoleh

ekstrak kental. Bobot ekstrak kental daun senggugu yang didapat adalah 4,36

gram dan rendeman yang didapat adalah 8,72 %.

C.Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis

Tujuan dilakukannya uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah untuk

membuktikan adanya senyawa flavonoid dalam ekstrak metanol daun senggugu.

Uji KLT dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas

Gadjah Mada (LPPT UGM). Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F 254

dan fase gerak yang digunakan adalah butanol : asam asetat : air (3:1:1).

Pembanding flavonoid yang digunakan adalah standar rutin. Hasil yang diperoleh

diidentifikasi di bawah lampu UV (254 nm dan 366 nm) dan dideteksi dengan

pereaksi amoniak. Flavonoid akan menunjukkan pemadaman bercak pada UV 254

(52)

Setelah diuapi dengan uap amoniak akan memberikan warna kuning (Wagner and

Bladt, 1996; Harborne, 1987).

Pada lampiran 4 terlihat saat diamati pada sinar UV 254 terjadi

pemadaman pada standar rutin dan sampel ekstrak metanol daun senggugu. Saat

diamati pada sinar UV 366 bercak standar rutin dan sampel berfluoresensi

berwarna biru. Secara visibel terlihat adanya noda flavonoid berwarna kuning

pada bercak rutin dan sampel ekstrak metanol daun senggugu, dengan Rf.

flavonoid terdeteksi 0,81. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kandungan

flavonoid dalam ekstrak metanol daun senggugu.

D.Hasil Uji Antiangiogenesis

Penelitian ini menggunakan metode Chick Chorioallantoic Membrane

(CAM) untuk mengetahui aktivitas antiangiogenesis dari ekstrak metanol daun

senggugu. Penelitian ini merupakan penelitian in vivo, dengan media yang

digunakan yaitu chorioallatoic membrane telur ayam berembrio. Chorioallatoic

membrane telur ayam akan terbentuk banyak pembuluh darah baru, perubahan

pembuluh darah baru digunakan sebagai indikator angiogenesis baik berupa

pengurangan atau penambahan pembuluh darah baru. Induktor angiogenesis yang

digunakan adalah basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) yang merupakan salah

satu faktor pro angiogenik. bFGF tersebut diinduksikan pada chorioallatoic

membrane telur ayam dengan tujuan memperjelas pengamatan efek angiogenesis

ekstrak pada chorioallantoic membrane. Mekanisme bFGF sebagai protein faktor

(53)

pembuluh darah jaringan sekitar yang telah ada sebelumnya melalui ikatannya

dengan reseptor FGF tirosin kinase atau reseptor Heparan Sulphate Proteoglycans

(HSPGs) di permukaan sel endotelial. Ikatan tersebut menyebabkan sel endotelial

teraktivasi dan menghasilkan enzim degradatif matrix metalloproteinases

(MMPs). Enzim ini dilepaskan dari endotelial dan menyebar disekitar sel. MMPs

mendegradasi matriks ekstraseluler dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Sel

endotelial mulai membelah diri dan migrasi keluar ke ruang intestinal, kemudian

tumbuh dan berproliferasi melalui lubang hasil degradasi. Selanjutnya

pembentukan lumen, generasi membran basement baru dengan perekrutan dari

pericyte, kemudian pembentukan anastomosis dan akhirnya aliran darah

(Chrisnanto, 2014; Gupta and Qin, 2003; Kleinsmith, et al., 1999; Ribbati et al.,

1999).

Menurut penelitian Puspita dkk. (2008) dan penelitian Hamid dkk. (2013)

menunjukkan bahwa terjadi ekspresi VEGF pada sitoplasma sel yang diberi

induktor bFGF. Penghambatan proses angiogenesis dapat dilakukan dengan

penetralan salah satu faktor proangiogenik contohnya bFGF. Penetralan faktor

proangiogenik sudah cukup dapat mengganggu proses keseimbangan

angiogenesis (Hamid, Nazar dan Ratnani, 2013; Puspita, Ardiani, Fina,

Septisetyani dan Meiyanto, 2008; Ribbati, Vacca, Roncalli and Dammacco,

2000).

Telur ayam berembrio yang dipergunakan untuk uji respon angiogenesis

dapat dilakukan setelah terbentuknya chorioallatoic membrane pada hari ke-4 dan

(54)

berembrio umur 5-16 hari. Penelitian ini menggunakan telur berembrio yang

berumur 9 hari. Hal ini karena pada umur tersebut letak rongga udara lebih mudah

diamati dan pembuluh darahnya pun sudah lebih banyak dan lebih jelas. Selain itu

chorioallatoic membrane lebih mudah menempel pada cangkang telur (Knighton,

et al., 1977; Patten, 1978).

Penelitian ini menggunakan 6 kelompok perlakuan yaitu 3 kelompok

kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol tersebut terdiri dari kontrol

blank, kontrol pelarut, kontrol bFGF + pelarut. Kelompok perlakuan terdiri dari

kelompok ekstrak metanol daun senggugu konsentrasi I (0,175 mg/mL),

konsentrasi II (0,35 mg/mL), dan konsentrasi III (0,7 mg/mL). Penentuan

konsentrasi larutan uji didasarkan IC50 ekstrak metanol daun senggugu dari

penelitian Thalla dkk. (2012) sebesar 0,35 mg/mL. IC50 ini dijadikan konsentrasi

tengah (0,35 mg/mL). Konsentrasi terbawah yang digunakan sebesar setengah dari

IC50 (0,175 mg/mL), sedangkan konsentrasi tertinggi yang digunakan sebesar dua

kali dari IC50 (0,7 mg/mL). Larutan uji (larutan ekstrak, bFGF dan pelarut) untuk

masing-masing kelompok dimasukkan dalam media berupa paper disc, dan

kemudian paper disc diimplantasikan ke dalam chorioallatoic membrane telur

ayam berembrio. Larutan ekstrak, bFGF dan pelarut tidak diinjeksikan langsung

ke telur, melainkan diimplantasikan pada paper disc. Tujuannya agar dapat

mengamati proses angiogenesis dengan mudah melalui pengamatan banyaknya

pembuluh darah baru yang keluar dari pembuluh darah utama yang berada di

(55)

Kontrol blank berfungsi untuk mengetahui jumlah pembuluh darah baru

normal yang ada pada chorioallantoic membrane embrio ayam. Kontrol blank

hanya berisikan paper disc saja. Kontrol pelarut berfungsi sebagai pembanding

untuk menentukan apakah pelarut ekstrak memiliki aktivitas antiangiogenesis.

Pelarut ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dimethylsulfoxide

(DMSO) dan aquabidest. DMSO berfungsi sebagai co-solvent untuk membantu

aquabidest melarutkan ekstrak metanol daun senggugu. Menurut penelitian

Koizumi dkk. (2003) DMSO memiliki aktivitas antiinflamasi kemungkinan

dengan cara menghambat pembentukan pembuluh darah (antiangiogenesis) pada

jaringan inflamasi. Aktivitas antiangiogenesis DMSO melalui penghambatan

produksi MMP-2. DMSO juga bersifat toksik akut atau kronik yang rendah pada

hewan, maka DMSO yang digunakan harus seminimal mungkin namun juga harus

efektif melarutkan ekstrak metanol daun senggugu. Konsentrasi DMSO yang

digunakan untuk melarutkan ekstrak metanol daun senggugu sebesar 0,2 %.

Kontrol bFGF + pelarut berfungsi sebagai pembanding untuk menentukan apakah

ekstrak metanol daun senggugu memiliki aktivitas antiangiogenesis terhadap

chorioallantoic membrane yang diinduksi bFGF. (Gaylord Chemical Company,

2007; Koizumi, Tsutsumi, Yoshioka, Watanabe, Okamoto, Mukai, et al., 2003).

Telur diinkubasi dalam inkubator agar embrio dalam telur dapat tetap

hidup. Inkubator diatur pada suhu terkontrol 380C - 400C karena pada suhu

tersebut embrio telur ayam dapat tumbuh secara optimal. Setelah tiga hari telur

tersebut dimasukkan ke dalam kulkas selama 24 jam. Tujuan telur dimasukkan ke

(56)

kemudian dibuka dan pembuluh darah baru pada chorioallatoic membrane yang

melekat pada bagian cangkang yang terdapat paper disc diamati secara

makroskopis. Hasil dari uji antiangiogenesis ini adalah jumlah pembuluh darah

baru. Pembuluh darah baru yang dihitung berupa percabangan pembuluh darah

tipis yang keluar dari pembuluh darah utama. Pembuluh darah utama adalah

pembuluh darah besar yang berada disekitar paper disc. Pengamatan makroskopis

ini dilakukan oleh empat orang pengamat untuk mengurangi subjektivitas (Hamid,

Bijanti, Wahyuni, Maslachah dan Yuliani, 2011). Hasil pengamatan makroskopis

tercantum pada gambar 2 dan data hasil uji angiogenesis masing-masing

Gambar

Tabel I. Jumlah Pembuluh Darah Baru Kelompok Kontrol dan
Gambar 1. Foto Tanaman Senggugu..................................................
Gambar 1. Foto Tanaman Senggugu (Clerodendrum serratum L.)
Tabel I. Jumlah Pembuluh Darah Baru Kelompok Kontrol dan Perlakuan Ekstrak Metanol Daun Senggugu (Clerodendrum serratum L.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) DAN DAUN KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) PADA BAKTERI Staphylococcus aureus

Penulisan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Bandotan (Ageratum conyzoides Linn) Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar Diinduksi Bakteri

Aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun jambu air dengan kategori lebih kuat menghambat bakteri Staphylococcus epidermis dengan konsentrasi

Jenis penelitian termasuk jenis penelitian eksperimental kuasi, dimana tidak dilakukan randomisasi terhadap variabel bebas konsentrasi soy lecithin dalam formula

ekstrak air daun singkong memberikan pengaruh sebesar 90,62% pada nilai respon panjang gelombang sedangkan sebesar 9,38% dipengaruhi faktor lain yang tidak digunakan pada

MIC didapat pada konsentrasi 6.25 mg/ml dengan persen penghambatan 50.419 % yang menunjukkan bahwa ekstrak heksan daun kirinyuh memiliki aktivitas antibakteri yang

Dari data hasil pengujian mikrodilusi di atas, aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol dari daun bayam duri memiliki MIC pada konsentrasi 1024 μg/ml bakteri

Telah dilakukan penelitian aktivitas antidiabetes ekstrak etanol dan fraksi etil asetat daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Ait.) Hassk.) terhadap tikus putih jantan