• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PB

I. PENDAHULUAN

Dukungan mekanisasi pertanian harus menjadi agenda pem-bangunan pertanian jika dikaitkan dengan program revitalisasi perta-nian, yang mengisyaratkan tiga pilar utama yaitu ketahanan pangan, pengembangan agribisnis, dan kesejahteraan rakyat. Sektor perta-nian selalu dikaitkan dengan ketiga hal tersebut, karena merupakan sumber mata pencaharian yang sangat dominan bagi lebih dari 65% penduduknya.

Dari sumber penelitian yang dihasilkan dapat dilihat bahwa pada tahun 999 lebih dari 65% penduduk pedesaan yang hidup dari sektor pertanian, menguasai lahan kurang dari 0,5 ha/keluarga dan berpenghasilan antara Rp. .630.000 sampai Rp. .679.000/tahun. Petani yang menguasai lahan antara 0,5 ha sampai ,0 ha, memiliki penghasilan Rp. 2.650.000 sampai dengan Rp. 3.423.000/tahun. Se-dangkan penduduk desa yang tidak bekerja di sektor pertanian justru mempunyai penghasilan lebih besar yaitu antara Rp. 3.38.000 sam-pai dengan Rp. 7.30.200/tahun. Selain itu, penduduk perkotaan yang memiliki pendapatan terendah, telah melampaui pendapatan penduduk yang bekerja di sektor pertanian yang memiliki lahan > ha yaitu Rp. 4.650.000/tahun. Secara nasional penduduk perkotaan mempunyai pendapatan lebih besar dari Rp. 4.600.000/tahun sam-pai dengan Rp. 9.264.500/tahun.

Dengan demikian, makin jelas terlihat bahwa sektor pertanian belum mampu memberikan pendapatan yang lebih baik meskipun pembangunan pertanian telah dijadikan fokus utama pembangunan ekonomi pada masa lalu. Karena itu, revitalisasi pertanian menjadi jawaban untuk melakukan pembaharuan yang lebih terarah dan ter-fokus. Revitalisasi pertanian tidak akan berjalan bila hanya dikerja-kan sendiri oleh sektor pertanian tanpa melibatdikerja-kan sektor lain seperti infrastruktur, perdagangan, industri dan manufaktur. Pembangunan pertanian perlu dibangun dengan skenario yang bulat sebagai fokus pembangunan ekonomi.

(2)

3

2 3

2

Meskipun daya tarik sektor industri makin besar sehingga tenaga kerja di sektor pertanian dirasakan berkurang di beberapa pusat-pusat produksi yang berdekatan dengan kota besar, namun tampaknya kecepatan arus tenaga kerja ke industri dan jasa, belum sepenuhnya mampu menurunkan prosentase keterlibatan tenaga kerja secara cepat, sementara ini prosentase tenaga kerja pertanian pada sektor ekonomi masih di atas 45%.

Faktor-faktor exogenous tersebut masih diperkuat lagi dengan makin berkurangnya daya dukung sumber daya lahan. Sampai de-ngan tahun 998 kurang lebih 0 juta ha lahan telah dieksplorasi untuk peningkatan produksi beras setiap tahun. Namun data yang ada masih harus dikoreksi dengan makin meluasnya konversi lahan sawah produktif menjadi lahan industri khususnya di Jawa, yang tidak bisa lagi untuk memproduksi beras dan pangan lainnya. Sementara itu selama kurun waktu 0 tahun (983-993), lahan pertanian di Indonesia telah berkurang sejumlah ,3 juta hektar dan juta di-antaranya adalah di Jawa dan Bali. Tambahan lagi bencana El-Nino yang membawa dampak kekeringan, harus dipahami sebagai faktor eksternal yang tidak bisa dicegah, namun perlu diwaspadai dan dipa-kai sebagai indikator untuk melakukan suatu tindakan antisipatif.

Mekanisasi Pertanian sebagai supporting systems

mempu-nyai peran penting untuk ikut mendukung revitalisasi pertanian dalam arti yang luas, antara lain memberikan citra pertanian Indo-nesia yang kuat dan maju, mampu menjadi harapan sebagian besar masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini sekali-gus menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh masyarakat dan menghasilkan devisa bagi tumbuhnya perekonomian negara dengan teknologi yang dibutuhkan. Karena itu revitalisasi pertanian tidak da-pat dipisahkan dari pembangunan infrastruktur, kelembagaan, sum-ber daya manusia, pengembangan investasi dan permodalan serta teknologi termasuk mekanisasi pertanian.

(3)

3

2 3

2

II. KONDISI PADA SAAT INI

A. Ketersediaan Tenaga Kerja

Dari aspek sumber daya manusia, statistik menunjukkan bahwa tenaga kerja manusia untuk sektor pertanian dalam kurun waktu 992-997 telah mengalami penurunan dari 4 juta menjadi 34,5 juta orang. Penurunan lebih kurang 0% atau sekitar 2% per tahun merupakan suatu gambaran bahwa pekerjaan pertanian bukan peker-jaan yang menarik dan menjadi gantungan untuk dukungan hidup utama. Untuk sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, dalam waktu 6 tahun tersebut berkurang ,3 juta tenaga kerja per ta-hun. Semakin menurunnya jumlah SDM yang terlibat justru semakin menunjukkan peningkatan produktivitas tenaga kerja, namun belum tentu dimbangi dengan peningkatan pendapatan petani.

Perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dalam beberapa tahun terakhir 200-2006 (Tabel ), menunjukkan adanya pertumbuhan rata-rata sebesar ,29% per tahun. Hal ini diperkirakan terjadi perubahan peralihan tenaga kerja kembali ke sektor pertanian karena belum pulihnya sektor industri dan jasa pada masa terjadinya krisis moneter.

Tabel . Distribusi persentase tenaga kerja di sektor pertanian, industri dan jasa (dalam ribuan orang)

SEKTOR 200 2002 2003 2004 2005 2006 Pertanian - orang 39.744 40.634 42.00 40.608 4.84 42.323 - % 62.7 63.58 66.08 63.99 65.29 65.64 Industri - orang 2.086 2.0 0.927 .070 .652 .578 - % 8.9 8.95 7.9 7.44 8.9 7.96 Jasa Lainnya - orang 2.094 .70 0.63 .779 0.577 0.572 - % 8.92 7.48 6.73 8.56 6.52 6.40 Sumber : BPS 200-2006

(4)

5

4 5

4

B. Mekanisasi Tanaman Pangan

1. Pemanfaatan air irigasi dan pengolahan lahan

Efisiensi irigasi masih belum optimal, karena hanya mencapai sekitar 65%, hal ini disebabkan karena sistem jaringan, cara peng-gunaan dan juga sistem pengelolaan yang belum memadai. Reha-bilitasi jaringan irigasi, pemeliharan dan pembangunan kelembagaan irigasi merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung revita-lisasi pertanian.

Sistem pompanisasi air tanah untuk irigasi memberikan manfaat terhadap peningkatan produksi dan intensitas tanam. Munculnya taxi pompa di daerah sumber air tanah di Madiun dan beberapa wilayah di Jawa Timur untuk komoditas non padi memberikan indikasi yang kuat bahwa kelembagaan pelayanan menjadi kebutuhan mendesak, disamping kemudahan dan kecepatan pelayanan air ke pengguna. Untuk komoditas padi secara teknis dimungkinkan, namun secara ekonomis dan sosial harus dilakukan secara hati-hati agar dapat memberikan keuntungan finansial secara keseluruhan.

Demikian pula traktor yang dikelola UPJA, dengan investasi yang begitu besar (2-7 juta rupiah/unit), hampir mustahil jika harus mem-berikan keuntungan dan mengembangkan usahanya pada lahan irigasi jika ongkos pengolahan tanah

kurang dari Rp.400,000/ha atau dengan luas garapan kurang dari 25 ha/musim. Pelaksanaan UPJA ini ternya-ta belum sepenuhnya berha-sil karena masalah inefisiensi dalam manajemen. Disamping hal tersebut, rendahnya daya beli petani dan sulitnya akses perbankan untuk mendapat-kan kredit alsintan masih

(5)

5

4 5

4

Teknologi budidaya padi, jagung dan kedele tidak hanya memerlukan traktor, pompa dan thresher, tetapi juga penyiang,

sprayer, dan alsintan budidaya lainnya. Pada saat sekarang teknologi mekanisasi untuk pembibitan, penanaman (transplanter), penyiangan (power weeder) dan pemanen (reaper) penggunaannya masih terbatas, namun pada masa mendatang jika infrastruktur terbangun, kapasitas adopsi dan kelembagaan sudah mulai berubah seiring dengan semakin langkanya tenaga kerja di subsektor tanaman pangan, teknologi tersebut akan berkembang dengan baik.

2. Optimasi dan efisiensi mekanisasi panen dan pasca panen

Sumber pertumbuhan lain yang dapat digali adalah menekan susut panen dan pasca panen yang belum optimal dilaksanakan. Indikasi ini menunjukkan betapa penanganan pasca panen masih tertinggal jauh. Sangat terasa kurang diperhatikan adalah besarnya kehilangan pada saat panen sampai dengan penggilingan dan penyimpanan. Berbagai studi menyebutkan bahwa susut pasca panen padi di Indonesia berkisar antara -2%, sedangkan untuk jagung dan kedelai sekitar 5-23%

Dengan angka-angka tersebut potensi produksi padi yang dapat diamankan melalui panen dan pasca panen akan semakin besar. Jika diambil angka % dari penyusutan rendemen saja untuk produksi padi tahun 2005 (54,75 juta ton), akan dapat diamankan setiap tahun sejumlah 547.500 ton gabah (GKP) atau sekitar 344.900 ton beras per tahun. Tiap pengamanan % akan mempunyai nilai Rp.2,8 miliar rupiah per tahun. Suatu penghematan yang sangat besar secara kuantitatif untuk mengurangi impor.

Perkembangan jasa penggilingan padi makin meluas, industri mesin penggilingan padi makin maju, namun demikian kualitas beras yang dihasilkan tidak seiring dengan kemajuan teknologi. Dari hasil studi diketahui bahwa kondisi yang mengkhawatirkan adalah rende-men giling yang semakin rende-menurun dari tahun ke tahun; dari 70% pada tahun 970-an menjadi hanya 65% pada tahun 985, kemudian 63,2%

(6)

7

6 7

6

pada tahun 999, dan pada tahun 2000 paling tinggi hanya 62%. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian pada studi penggilingan beras tahun 2004 bahkan memperkirakan di bawah 60% saja.

Data statistik memberikan kecenderungan kuat bahwa mekanisasi pertanian semakin diperlukan terutama pada kegiatan usaha tani pengolahan tanah, panen dan pasca panen. Jumlah mesin pertanian pada ketiga kegiatan usahatani tersebut (terutama tanaman pangan) cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti ditunjukkan pada grafik dalam Gambar .

Gambar . Perkembangan jumlah alsintan di Indonesia (997-2002) Peluang peningkatan mekanisasi pertanian masih terbuka pada beberapa kegiatan usahatani, antara lain: pada pengolahan tanah untuk lahan kering, rawa, pasang surut dan lebak; tanam; pemeliharaan tanaman; irigasi pompa; panen; perontokan; penanganan pascapanen (pengeringan dan penggilingan). Tabel 2 memberikan indikasi bahwa penggunaan mekanisasi pertanian masih sangat rendah. Kontribusi mekanisasi pertanian untuk mendukung pembangunan pertanian tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi saja, karena pasar tenaga kerja dan preferensi petani menjadi faktor utama dalam mengisi peluang

-200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 1,800,000 2,000,000 1997 1998 2000 2001 2002 Tahun Ju m la h A ls in Traktor Rd 2 Traktor Rd 4 Thresher Penggilingan Padi RMU Sprayer Pompa Air

(7)

7

6 7

6

tersebut. Status penggunaan alat dan mesin pertanian dalam bebe-rapa spektrum usahatani memperlihatkan masih didominasi cara-cara tradisional. Dari beberapa aktivitas usahatani di Indonesia muatan mekanisasi pertanian hanya terlihat pada pengairan, pengolahan lahan, perontokan dan penggilingan.

Tabel 2 . Status penggunaan alat dan mesin pertanian (padi) dalam beberapa spektrum kegiatan usahatani di Indonesia (%)

No Aktifitas Tradisional Mekanisasi Keterangan

. Pengolahan lahan 62 38 Kapasitas traktor roda 2 = 40 ha

/unit/th

2. Tanam 00 0 Masih Tradisional menggunakan

Tandur jajar, tugal

3. Penyiangan 00 0 Masih tradisional menggunakan

landak manual

4. Pengendalian 0 00 Menggunakan hand spayer

hama dan penyakit dan power sprayer

5. Pengairan 50 50 Kapasitas Pompa air =30 ha

/unit/th

6. Panen 00 0 Masih tradisional menggunakan

sabit dan ani-ani

7. Perontokan 79 2 Kapasitas Power thresher = 60

ha/unit/th

8. Pengeringan 85 - 90 0 - 5 Kapasitas Dryer = 360 ton/unit/th 9. Penggilingan 0 00 Kapasitas industri penggilingan

padi sudah lebih dari 97% pada

tahun 996. Diperkirakan saat

sekarang sudah melebihi 00%

dibeberapa tempat.

Sumber : Diolah berdasarkan data jumlah mesin tahun 2004 dan survey pasca panen berbagai sumber.

Salah satu ketimpangan dalam pengembangan mekanisasi per-tanian adalah hanya terpusat pada komoditi tanaman pangan, lebih sempit lagi hanya terfokus pada padi sawah. Sangat tidak seimbang lagi adalah mekanisasi hanya terfokus pada traktor dan pompa air,

(8)

9

8 9

8

perontok (thresher) dan penggilingan padi. Masih sangat terbatas data statistik atau studi yang memperhatikan status mekanisasi perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan dalam hal adopsi dan penggunaannya di Indonesia. Pengertian bidang pertanian tidak hanya mencakup tanaman pangan saja, akan tetapi meliputi hortikultura, peternakan, perkebunan dan perikanan. Melalui revitalisasi pertanian kondisi di atas perlu dirombak, sehingga mekanisasi pertanian tidak hanya difokuskan pada pertanian tanaman pangan yang justru kurang memberikan peningkatan pendapatan secara nyata kepada petani.

Penggunaan mesin penyiang di lahan sawah

Penggunaan mesin pemanen padi (Streaper)

Rice Milling Unit (RMU)

(9)

9

8 9

8

C. Mekanisasi Perkebunan

Keberadaan mekanisasi di subsektor perkebunan berkorelasi dengan terbatasnya data-data mengenai jumlah alat dan mesin per-tanian untuk menunjang kegiatan usaha di bidang perkebunan. In-formasi yang ada di tingkat petani masih sangat sedikit, baik jenis maupun jumlahnya. Untuk perkebunan rakyat, penggunaan alat dan mesin pertanian masih jauh dari kebutuhan minimal, baik pada pra dan pasca produksinya.

Disamping itu, produktivitas dan peningkatan nilai tambah untuk tanaman perkebunan lain seperti: jarak pagar, kelapa, kelapa sawit, cengkeh dan tanaman obat tampaknya makin mendapatkan perhatian mengingat nilai ekonomi dan potensi pengembangannya cukup besar. Produk bahan olahan tanaman obat seperti: temulawak, kunyit, kencur dan purwoceng yang sekarang muncul, juga makin berkembang.

Mengingat keterbatasan data tersebut, maka sangat sulit un-tuk mengetahui perkembangan alat dan mesin pertanian di subsek-tor perkebunan. Walaupun demikian dari beberapa data yang dida-pat, subsektor perkebunan mempunyai prospek yang besar untuk pengembangan alat dan mesin pertanian, khususnya alat dan mesin pengolahan hasil. Ini ditunjukkan dengan masih banyaknya bahan dari komoditas perkebunan yang tidak dapat diserap untuk diolah, dibandingkan dengan kapasitas alat mesin yang tersedia seperti ter-lihat dalam Tabel 3.

Jarak pagar (Jatropha curcas) dua tahun terakhir ini mendapat perhatian cukup besar untuk pengembangannya. Hal ini berkaitan dengan kebijakan nasional untuk mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati yang sifatnya baru dan terbarukan untuk menggantikan bahan bakar fosil. Khusus untuk jarak pagar, bijinya dapat diolah secara sederhana untuk menghasilkan minyak mentah (CJCO) se-bagai bahan bakar substitusi minyak tanah pada tingkat pedesaan. Sampai dengan tahun 2009 diperkirakan luas tanam jarak pagar akan mencapai 83.000 hektar. Sebagai konsekuensinya akan dibu-tuhkan mesin pengolahan jarak sederhana dalam jumlah yang relatif

(10)

0

0

banyak untuk mendukung kebijakan nasional dalam mewujudkan dan menumbuhkan desa energi mandiri.

Perkembangan luas tanam kelapa sawit diperkirakan akan tumbuh per tahun 3,% sampai dengan tahun 200. Dalam kaitan-nya dengan subsektor peternakan, pelepah kelapa sawit dan limbah CPO mempunyai potensi untuk diolah menjadi bahan pakan, yang tentunya membutuhkan tersedianya alsintan.

Jumlah produk jadi tanaman obat pada tahun 2003 adalah .730 juta kemasan, sedangkan produk ekstrak jenisnya sangat be-ragam dan jumlahnya mencapai ribuan kilogram. Produk olahan yang berbentuk simplisia dan bahan segar juga cukup potensial untuk dikembangkan. Untuk mengolah tanaman obat tersebut agar dicapai nilai tambah yang tinggi, diperlukan masukan teknologi proses dan mesin pengolahannya.

Tabel 3. Alsin perkebunan tahun 2003

Alsin Kapasitas Olah

Tersedia yang Dapat Bahan yang Jenis Alsin (Unit) Diserap (Ton) Tidak Dapat %

Diserap (Ton) Alsin Pengolahan Minyak Kelapa .00 769.933 .923.72 73 Alsin Pengolahan Arang Batok Kelapa 55 36.68 2.446.456 93 Alsin Pengolah Kelapa (Kopra) 942 663.426 .356.488 5 Alsin Pengolah Karet Crumb Ruber (SIR) 9 .552.970 287.87 8 Alsin Pengolah Karet Slab/ Bokar/ SIT 6304 252.60 .403.58 85 Alsin Pengolahan Karet SIT (RSS) 494 .236.587 .074.646 67 Alsin Pengolahan Kelapa Sawit 206 8.4 8.48.985 0 Alsin Pengolah Kakao 39 240.952 285.098 67 Alsin Pengolah Kopi Hummermill 2.428 28.520 353.839 67 Alsin Pengolah Kopi UPH Mini 45 3.500 52.073 97 Alsin Pengolah Kopi UPH Lengkap 672 98.2 476.344 9

Sumber : Ditjen BSP, Deptan (2003)

Alsin di subsektor perkebunan akan menjadi andalan yang perlu diperhatikan terutama untuk industri yang memproduksi bahan olahan yang standar karena potensi penghematan devisanya sangat nyata.

(11)

0

0

D. Mekanisasi Peternakan

Kebutuhan alat dan mesin peternakan juga cenderung mening-kat. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4, dimana banyaknya kebutuhan alat dan mesin ruminansia besar dan unggas.

Tabel 4. Jumlah dan kebutuhan alat dan mesin peternakan, tahun 2003 No. Jenis Alat dan Mesin Keadaan (unit) Kebutuhan (unit) . Inseminasi Buatan :

a. Container (0-20 liter) 87 .966

b. Container (2-0 liter) .088 2.959

c. Mikroskop 4 07

2. Alat dan Mesin Ternak Unggas

a. Giling Pakan 308 8.444

b. Pencampur Pakan 90 8.450

c. Mesin Tetas <000 butir/unit 9.990 29.758

d. Mesin Tetas >000 butir/unit 94 38

e. Mesin Pembersih Bulu Unggas 0

-f. Kulkas 62 0.768

g. Pemanas 987 32.782

h. Pelet 43 02

3. Alat dan Mesin Ternak Potong

a. Mesin Pencacah Rumput 265 6.598

b. Mesin Pengepres Rumput 27 6.564

c. Timbangan kpst 500-000 kg 4 6.588

Sumber : Database dan Informasi Alsin Peternakan, Ditjen BSP, 2003

1. Alsin ruminansia besar

Inseminasi buatan merupakan bagian terpenting dalam mening-katkan populasi ternak di Indonesia, hampir mustahil kita memenuhi kebutuhan akan produk komoditi peternakan dengan hanya mengan-dalkan reproduksi secara alami. Container semen merupakan per-alatan yang paling dibutuhkan dalam program inseminasi buatan, di-mana hanya dalam container ini semen dapat disimpan dalam jangka

(12)

3

2 3

2

secara umum dalam penggunaannya terbagi menjadi container Depo

(biasanya kapasitas 60 lt, 40 lt, sampai 35 lt), container sub depo (di bawah 35 lt) dan container lapang (kapasitas 2 lt). Setiap container

dapat berisi ratusan sampai ribuan straw (kemasan semen), dengan ukuran panjang ,3 cm dan diameter bervariasi dari ,7 mm sampai 2 mm tergantung kebutuhan. Berbeda dengan sistim peternakan di negara lain, maka container lapang (kapasitas 2 lt) saat ini sangat dibutuhkan untuk meningkatan populasi ternak di Indonesia. Peng-ganti container dalam ukuran kecil, biasa digunakan termos oleh

pengguna yang dapat mempertahankan suhu–600C dalam waktu

yang singkat sekitar 2 sampai dengan 3 jam, sebelum semen men-jadi rusak, inseminator harus cepat kembali ke depo karena mening-katnya suhu di dalam termos.

Guna menekan kerusakan susu ditingkat peternak serta penye-baran penyakit ternak maka di tahun-tahun mendatang diperlukan

alat susu dan karkas.

2. Alat dan mesin ternak unggas

Kebutuhan alsin ternak unggas pada saat ini terfokus pada usaha untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak yang cenderung te-rus meningkat harganya, sementara itu ketersediaan komponen pakan di lapang, seperti jagung, dedak, bekatul dan sebagainya cukup besar, sehingga teknologi pembuatan pakan perlu terus dikembangkan.

Alat pembuat pelet penting bagi pengembangan populasi ung-gas disamping alat lainnya, sementara itu peternak pada umumnya masih menggunakan gilingan daging yang diubah fungsinya menja-di alat pembuat pelet. Alsin pembuat pelet yang sangat menja-diperlukan adalah tipe vertikal, yang sampai saat ini masih impor.

Alat pencampur pakan merupakan alat kedua yang sangat diperlukan untuk mencampur bahan pakan bentuk tepung, karena alat ini mengambil peranan penting dalam meratakan pencampuran komponen pakan sebagai penentu kualitas pakan. Berbagai akibat dapat terjadi apabila pencampuran tidak merata, seperti keracunan akibat unggas terlalu banyak mengkonsumsi unsur tertentu serta pertumbuhan unggas tidak seperti yang diharapkan.

(13)

3

2 3

2

Prioritas berikutnya adalah alat penggiling bahan pakan, diper-lukan terutama pada daerah-daerah dimana komponen pakan tidak dijual dalam bentuk tepung. Proses penggilingan diperlukan untuk mempermudah pembuatan pelet dan pencampuran di dalam mixer.

Alat penetas telur dibutuhkan untuk pengeraman telur secara buatan di luar cara alamiah. Ketergantungan peternak akan anak ayam masih di suplai secara besar-besaran oleh produsen anak ayam. Alat penetas telur digunakan untuk mengembangkan ayam bukan ras (ayam kampung), dan ini telah berkembang dimana-mana, kapasitas terbaik sebetulnya di atas 000 butir/unit. Hal ini berkait dengan am-bang ekonomis yang tidak terlampaui jika di bawah 000 butir/unit.

E . Mekanisasi Hortikultura

Mekanisasi untuk budidaya dan pengolahan tanaman hortikul-tura khususnya buah dan sayuran sampai sekarang masih belum mendapat perhatian yang cukup. Selama periode 2003-2005 produk-si dan ekspor komoditas hortikultura terus meningkat. Namun demi-kian impor komoditas hortikultura baik segar maupun olahan masih lebih tinggi dari ekspornya. Sementara itu pasar baik lokal maupun internasional mulai menuntut mutu produk buah dan sayur segar dan olahannya dengan harga yang relatip murah.

Budidaya buah dan sayuran di Indonesia saat ini pada umum-nya masih dilakukan secara tradisional. Irigasi belum diupayakan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Perencanaan kebun, penyiapan lahan, pengendalian hama, pemeliharaan tanaman, panen dan pe-nanganan segar buah dan sayuran, pepe-nanganan pasca panen masih dilakukan secara sederhana dengan peralatan seadanya. Dengan cara tersebut daya saing produk hortikultura dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan produk yang berkualitas dan menekan impor. Untuk mendukung pengembangan agribisnis hortikultura agar didapatkan keuntungan usaha yang layak dan mampu bersaing dengan produk impor, diperlukan mekanisasi mulai dari budidaya, pasca panen dan pengolahannya.

(14)

5

4 5

4

Pada kegiatan budidaya, beberapa alat dan mesin pertanian yang berkembang di tingkat petani adalah traktor tangan untuk pe-ngolahan tanah dan pisau stek/grafting, gunting untuk pruning, bark painting applicator, sprayer baik manual maupun power dan pompa air untuk irigasi mikro. Sedangkan alsintan untuk mendukung kegi-atan pasca panen antara lain dalam jumlah, jenis, dan tingkat tekno-logi yang masih terbatas adalah alsin grader (jeruk, kentang), pe-ngolah puree dan sari buah (juicer, mixer, screener dan pasteurizer),

vaccum fryer, alsin pengering, perajang dan penepung (pisang).

F. Industri Alat dan Mesin Pertanian

Perkembangan mekanisasi pertanian tidak terlepas dari peran-an industri alsintperan-an. Oleh karena titik berat pengembperan-angperan-an komodi-tas di Indonesia adalah padi, maka industri alsintan di Indonesia yang tergolong besar didominasi oleh industri alsintan untuk padi seperti pompa air, traktor tangan, thresher, pengering dan penggiling-an padi serta peralatpenggiling-an sederhpenggiling-ana seperti sprayer, sabit dan cang-kul. Meskipun demikian, banyak industri alsintan dalam negeri yang memproduksi mesin-mesin pertanian di luar padi seperti alsin untuk pengolahan produk perkebunan yang tidak tercatat dalam statistik. Jumlah industri alsintan menengah dan besar 30 buah sedangkan bengkel yang memproduksi alsintan yang tersebar di seluruh Indone-sia berjumlah 063 buah.

Sebagian besar dari alat mesin pertanian untuk budidaya padi dan pengolahan beras sudah dibuat di dalam negeri. Data dari Depar-temen Perindustrian menunjukkan bahwa kapasitas terpasang dari Industri alat dan mesin pertanian cukup besar yaitu 25.000 unit per tahun. Kapasitas ini melebihi kebutuhan alsintan dalam negeri, se-hingga sebagian besar dari produsen bekerja di bawah kapasitas ter-pasang tersebut. Salah satu kendala dalam fabrikasi alsintan dalam negeri adalah mahalnya bahan baku dan komponen utama motor penggerak walaupun volume kandungan komponen lokal sudah men-capai 80%. Selain itu, Indonesia juga mengimpor mesin pertanian terutama dari China karena harganya lebih bersaing. Data dari

(15)

De-5 4 5 4 -5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 1999 2000 2001 2002 (J ut a) Tahun Ju m la h P ro du ks i

Mesin Pra Panen T P dan Hort

Mesin Pra Panen Kehutanan Mesin Pra Panen Peternakan Mesin Panen Tanaman Pangan dan Hortikultura Mesin Panen Peternakan Mesin Pasca-Panen dan Hortikultura Mesin Pasca-Panen Kehutanan Mesin Pasca-Panen Perikanan Mesin Pasca-Panen Perikanan

Gambar 3. Perkembangan impor produk mesin pertanian ( US $ )

perindag, seperti diperlihatkan pada Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa sejak masa krisis (th 999 s/d 2002) pertumbuhan ekspor in-dustri mesin pertanian (mesin peralatan pra panen, panen dan pasca panen) cenderung menurun. Sedangkan nilai impor mesin pertanian pada kurun waktu yang sama cenderung meningkat.

Su m be r : D ep er in da g, 2 00 3 Su m be r : D ep er in da g, 2 00 3

Gambar 2. Perkembangan ekspor produk mesin pertanian (US $) tahun 999-2002 -2 3 4 5 6 7 8 1999 2000 2001 2002 (J ut a) Tahun Ju m la h Pr od uk si

Mesin Pra Panen T P dan Hort

Mesin Pra Panen Kehutanan Mesin Pra Panen Peternakan Mesin Panen T P dan Hort

Mesin Panen Peternakan Mesin Pasca P dan Hort Mesin Pasca-P Kehutanan Mesin Pasca-P Perikanan Mesin Pasca-Perikanan

(16)

7

6 7

6

III. KEBUTUHAN DAN PROFIL USAHA JASA ALSINTAN

A. Kebutuhan Unit dan Investasi

Kebutuhan alat dan mesin pertanian sebagai pendukung keber-hasilan revitalisasi pertanian diestimasikan per subsektor pertanian sampai dengan tahun 200. Estimasi ini secara umum didasarkan pada hasil estimasi perkembangan luas lahan dan peningkatan IP dan produktivitas yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Komoditas terkait.

Disamping pertimbangan tersebut di atas, estimasi kebutuhan alsintan ini juga menggunakan beberapa asumsi yang meliputi ada-nya peningkatan intensifikasi penggunaan alat dan mesin pertanian dan harga alsintan. Hasil estimasi kebutuhan unit dan investasi ter-saji pada Tabel 5, dan secara rinci terter-saji pada Lampiran sampai dengan Lampiran 6.

Tabel 5. Kebutuhan unit dan investasi alsintan sampai dengan tahun 200

Komoditas Kebutuhan Unit Kebutuhan investasi dan Jenis alsintan (Unit) (Rp. Juta)

Tanaman Pangan Traktor roda 2 686.72 9.343.298 Transplanter 20.356 3.60.668 Alat tanam 9.032 42.04 Weeder 60.78 45.334 Pompa Air 438.337 537.469 Hand Sprayer 2.86.30 286.75 Reaper 20.356 2.407.2 Thresher 36.067 2.874.57 Pemipil 22.660 203.936 Dryer 35.03 50.095.924

Penggiling Padi Kecil 74.833 2.504.658

Rice Milling Unit 85.524 4.30.490

Penggiling Padi Besar 7.57 8.699.533

Hortikultura

Traktor roda 2 3.885 6.842

Pompa Air 8.040 4.070

Hand Sprayer 9.4 4.854

Power sprayer 8.870 97.565

Perajang Multiguna (pisang) 975 34

Vacum Frying 4.874 29.350

Grader Jeruk 2.25 38.767

Pemeras Jeruk 8.368 25.54 Jumlah Investasi 86.2.56

(17)

7

6 7

6

B. Profil Usaha

Analisis profil usaha jasa penyewaan alat dan mesin Pertanian ditujukan untuk menilai kelayakan ekonomis usaha jasa

penyewaan-nya. Parameter indika-tor kelayakan tersebut adalah Break Even Point

(BEP), B/C dan IRR. Dari hasil analisis ini mem-beri pengertian mini-mum luas cakupan (ha) yang akan memberikan keuntungan pada usa-ha jasa penyewaan alat dan mesin pertanian. Nilai BEP, B/C dan IRR tersebut tersaji dalam Tabel 6, dan secara rinci tersaji pada Lam-piran 7 sampai dengan Lampiran 6.

Analisis profil usaha jasa penyewaan alsintan juga dilakukan untuk menilai keuntungan yang mungkin diperoleh per tahun dari pengusahaan penyewaan alsintan. Analisis sensitivitas keuntungan pengusahaan usaha jasa penyewaan alsintan dilakukan untuk dua skenario. Skenario- adalah untuk pengusahaan sewa jasa alsintan dimana skala usaha jasa penyewaan alsintan mengelola/meng-usahakan setiap jenis alsintan unit. Sedangkan pada skenario-2, skala usaha jasa penyewaan alsintan ditentukan berdasarkan BEP (ha/th) RMU. Berdasarkan BEP RMU, luas cakupan unit RMU adalah 00 ha, dengan demikian untuk skala usaha 00 ha dibutuhkan be-berapa unit jenis alsintan yang lain. Tabel 7 dan 8 adalah analisis keuntungan usaha jasa penyewaan alsintan pertahun dari kedua skenario tersebut.

Tabel 6. Analisis profil usaha jasa penyewaan alsintan

No. Nama Alsin BEP ) B/C IRR

(ha/th) Ratio %

Traktor Tangan, 4,04 ,3 44,9

Bajak singkal

2 Traktor Tangan, Bajak 7,96 ,4 40,8 singkal dan Rotary

3 Transplanter 5,02 ,2 52,23 4 Power weeder 20,89 ,20 68,88 5 Pompa 6,34 ,09 59,9 6 Reaper 52,39 ,25 85,39 7 Thresher 3, ,7 85,7 8 Dryer 28,24 ,29 54,89 9 RMU 03,47 ,32 52,05 0 Pemipil Jagung 5,66 ,4 69,08 Keterangan :

(18)

9

8 9

8

Tabel 7. Analisis keuntungan usaha jasa penyewaan alsintan untuk

skenario-Unit yang Unit Investasi Total Biaya Operasi Biaya Sewa Untung Dikelola (Unit) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) Tr Tangan (8,5 hp) 6.000.000 6.000.000 6.734.080 0.000.000 3.265.920 Transplanter 30.000.000 30.000.000 6.736.040 3.200.000 6.463.960 Power Weeder 7.500.000 7.500.000 2.593.890 3.900.000 . 306.0 Pompa Air (8,5 hp) 6.750.000 6.750.000 5.27.820 6.500.000 .282.80 Reaper 20.000.000 20.000.000 4.24.443 7.050.000 2.835.567 Thresher (8,5 hp) 9.000.000 9.000.000 4.440.323 6.247.500 .807.77 RMU 00.000.000 00.000.000 3.768.600 63.88.000 32.049.400 Jumlah 89.250.000 89.250.000 49.00.303

Setiap unit alsin menggunakan motor penggerak tersendiri Skala usaha UPJA mengusahakan tiap jenis alsintan unit

Tabel 8. Analisis keuntungan usaha jasa penyewaan alsintan untuk skenario-2

Unit yang Unit Investasi Total Biaya Operasi Biaya Sewa Untung Dikelola (Unit) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) Tr Tangan (8,5 hp) 5 6.000.000 80.000.000 33.670.400 50.000.000 6.329.600 Transplanter 5 30.000.000 50.000.000 33.680.200 66.000.000 32.39.800 Power Weeder 6 7.500.000 45.000.000 5.563.340 23.400.000 7.836.660 Pompa Air (8,5 hp) 5 6.750.000 33.750.000 26.089.00 32.500.000 6.40.900 Reaper 3 20.000.000 60.000.000 2.643.329 2.50.000 8.506.67 Thresher (8,5 hp) 6 9.000.000 54.000.000 26.64.939 37.485.000 0.843.06 RMU 00.000.000 00.000.000 3.768.600 63.88.000 32.049.400 Jumlah 89.250.000 522.750.000 4.296.092 Keterangan:

Skala usaha UPJA mengusahakan untuk luasan 00 ha yang merupakan BEP untuk unit RMU

(19)

9

8 9

8

IV. TUJUAN DAN SASARAN

Pengembangan agribisnis tanaman dan ternak memerlukan dukungan input teknologi mekanisasi untuk meningkatkan produkti-fitas, efisiensi dan nilai tambah dari komoditas tersebut. Oleh karena itu pengembangan mekanisasi pertanian ditujukan untuk:

() mengidentifikasi status mekanisasi pertanian dan posisinya pada pengembangan agribisnis masa kini dan memperkirakan ke-cenderungan kebutuhan mekanisasi pertanian bagi pengembangan komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peter-nakan sampai tahun 200, (2) memperkirakan kebutuhan investasi mekanisasi pertanian yang diperlukan untuk pengembangan komodi-tas, dan (3) memformulasikan dukungan kebijakan untuk pengem-bangan mekanisasi pertanian.

Sasaran yang akan dicapai adalah menguatnya posisi strategis mekanisasi pertanian, dengan meningkatnya laju adopsi dan peng-gunaan alat dan mesin pertanian untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan agar dicapai peningkatan produksi dan mutu produk de-ngan efisiensi yang tinggi dan menekan kehilade-ngan hasil. Diharapkan sampai dengan tahun 200, dapat dicapai tingkat penggunaan me-kanisasi pertanian sebagai berikut:

A. Mekanisasi Tanaman Pangan

Dalam rangka mendukung program peningkatan produksi beras nasional 2 juta ton (6,5%) pada 2007 dan pertumbuhan 5%/tahun pada tahun-tahun berikutnya, maka peran mekanisasi padi sawah ditargetkan terjadi peningkatan penggunaan traktor roda dua, trans-planter, weeder, pompa air, hand sprayer, reaper, thresher, dryer, PPK, RMU dan PPB, masing-masing sebesar 00, 20, 0, 30, 00, 0, 60, 70, 20, 40 dan 40% pada tahun 200. Untuk komoditas jagung dan kedele ditargetkan adanya peningkatan dalam penggunaan traktor, alat tanam, dan alsin pasca panen (Lampiran sampai lampiran 3).

(20)

2

20 2

20

B. Mekanisasi Tanaman Hortikultura

Komoditas hortikultura diprioritaskan pada komoditas jeruk, pisang dan bawang merah. Penggunaan alsintan untuk komoditas jeruk ditargetkan terjadi peningkatan pada alsin penanganan segar, pengolahan terpadu buah jeruk dan pemanfaatan kulit jeruk untuk bahan baku industri aromatik. Untuk pisang ditargetkan terjadi pe-ningkatan penggunaan alsin perajang multiguna, alsin pengering dan

vacum frying untuk mendukung industri skala kecil dan menengah pengolahan pisang. Sedangkan untuk bawang merah ditargetkan ter-jadi peningkatan pada penggunaan alsin traktor roda dua, pompa air dan hand sprayer (Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 6).

C. Mekanisasi Tanaman Perkebunan

Sektor perkebunan ditargetkan ada peningkatan penggunaan alsintan terutama untuk penanganan pasca panen dan pengolahan hasil untuk komoditas jarak pagar, kelapa sawit, kakao, karet, ke-lapa, cengkeh dan tanaman obat. Penggunaan alsintan pengolahan biji jarak pagar diarahkan untuk skala usaha kelompok tani guna memproduksi minyak jarak mentah sebagai substitusi bahan bakar rumah tangga. Dengan target luas per tanaman perkebunan jarak pa-gar rakyat 85.000 ha diperkirakan akan dibutuhkan dukungan alsin pengolahan biji jarak pagar sebanyak 0.000 unit. Untuk tanaman obat terutama rimpang ditargetkan dapat mengolah sebesar 2 miliar kemasan produk jadi, 2.200 ton produk ekstrak, .400 ton simpli-sia dan 3 ribu ton bahan segar. Selain itu ditargetkan juga ada-nya peningkatan penggunaan alsin untuk pengolahan miada-nyak kelapa sebesar 5%, dan peningkatan penggunaan alsin untuk pengolahan kakao sebesar 0%.

D. Mekanisasi Peternakan

Sektor peternakan ditargetkan terjadi peningkatan penggu-naan alsin container semen beku kapasitas kecil (container lapang), untuk mendukung program inseminasi buatan; Chiller susu dan karkas ayam untuk mendukung program keamanan pangan dan

(21)

2

20 2

20

pengendalian penyakit yang disebarkan oleh unggas. Selain itu juga ditargetkan adanya peningkatan penggunaan alsin pembuat pakan (alsin pencampur pakan, pembuat pelet, dan alsin tetas telur) untuk mendukung budidaya ternak unggas.

Dalam rangka mendukung percepatan integrasi antara tanaman ternak (Crop Livestock System) maka untuk memenuhi 95% kebutuhan daging nasional ditargetkan terjadi peningkatan penggunaan alsin penyediaan pakan (alsin pencacah jerami dan pencetak roti pakan).

(22)

23

22 23

22

V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM

A. Kebijakan Pengembangan Mekanisasi Pertanian

Pada bab terdahulu telah dijelaskan mengenai posisi, kon-tribusi, kekuatan dan kelemahan, serta peluang mekanisasi perta-nian untuk memberikan dukungan bagi pengembangan komoditas sampai tahun 200. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa sampai saat ini status mekanisasi pertanian dalam menun-jang pengembangan pertanian di Indonesia belum memadai. Guna menciptakan suatu sistem mekanisasi pertanian yang berkelanjutan, maka semua pihak yang terkait dengan mekanisasi pertanian harus memiliki hubungan yang erat dan masing-masing pihak dapat mem-peroleh manfaat dari keberadaan mekanisasi pertanian tersebut.

Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian haruslah merupakan kebijakan yang integral dengan kebijakan pembangunan pertanian menuju ke revitalisasi pertanian. Oleh karena itu, sebagai supporting system posisi mekanisasi pertanian harus kuat dalam menopang modernisasi, dan sekaligus memberdayakan dan memi-hak kepada petani yang lemah dalam posisi tawar.

Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian harus mampu: (a) meningkatkan produktivitas baik pada sumber daya lahan dan tenaga kerja (b) meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, (c) meningkatkan mutu produk dengan nilai tambah tinggi sehingga produk pertanian berdaya memiliki daya saing (d) mendorong ber-tumbuh-kembangnya industri alat dan mesin dalam negeri secara efisien, dengan kualitas yang dapat diunggulkan, dan dapat dijang-kau oleh petani, (e) mendorong kemitraan antara industri besar dan industri kecil alsintan, sehingga terjadi harmonisasi dalam penda-laman industri yang saling menguatkan.

B. Strategi

Hubungan antar lembaga yang terkait dengan mekanisasi perta-nian di Indonesia masih renggang. Contohnya, antara petani dengan pemerintah belum terjadi komunikasi yang cukup baik, sehingga

(23)

23

22 23

22

setiap kebijakan pertanian yang diambil pemerintah, termasuk ke-bijakan dalam bidang mekanisasi pertanian belum mampu menam-pung aspirasi dan kepentingan petani. Hal yang sama juga terlihat pada hubungan antara petani dengan produsen alsintan sehingga produsen masih belum sepenuhnya dapat menyediakan alsintan yang sesuai dengan kebutuhan petani setempat. Hubungan antara pemerintah dengan pihak swasta juga masih kurang terutama dalam hal riset. Akibatnya perkembangan mekanisasi pertanian Indonesia sangat lambat bila dibandingkan negara lain.

Untuk hal tersebut perlu ditempuh strategi dengan tujuan gan-da yaitu membangun industri pertanian di pedesaan dengan basis mekanisasi pertanian pada sentra produksi. Pada tahap pertama akan dicapai dengan peningkatan produksi dan produktivitas melalui intensifikasi dan perluasan areal pertanian, dan pada tahap selan-jutnya dicapai suatu peningkatan nilai tambah dengan membangun industri pertanian (agroindustri) bagi tumbuhnya diversifikasi peng-olahan hasil pertanian baik primer maupun sekunder.

C. Program

Program pengembangan mekanisasi pertanian perlu dilaksana-kan dalam satu sistem yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Program ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan pem-bangunan pertanian, dan bukan merupakan program dari Departemen Pertanian atau sektor pertanian, tetapi merupakan program nasional yang melibatkan sektor ekuin (pertanian, industri, perdagangan, infra-struktur dan keuangan), pendidikan, dan pemerintah daerah.

Dari proses evolusi mekanisasi selama lima puluh tahun ini, dan belajar dari pengalaman negara Korea, Thailand dan Vietnam, diperlukan program yang bertujuan untuk (a) membangun kemam-puan sistem transfer (riset, rekayasa dan industri), adopsi dan peng-gunaan mekanisasi pertanian bagi petani, (b) penyediaan sumber daya manusia bagi operasi mekanisasi pertanian melalui pendidikan tinggi, politeknik, dan kejuruan, dan (c) membangun sistem keuang-an ykeuang-ang layak bagi berbagai skala usaha tkeuang-ani.

(24)

25

24 25

24

D. Kelembagaan Mekanisasi Pertanian

Hal yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus, terutama dari pembelajaran evolusi mekanisasi pertanian dari tahun 950 sampai pada saat ini adalah masalah lemahnya kelembagaan dalam sistem pengembangan mekanisasi pertanian. Aspek-aspek yang per-lu sekali diperhatikan jika mekanisasi pertanian harus disiapkan se-bagai mesin penggerak revitalisasi (engine of revitalization) , sebagai berikut:

1. Lembaga/asosiasi petani

Lembaga petani perlu dibangun dengan tujuan untuk memberi-kan pelayanan kepada petani-petani yang merupamemberi-kan anggotanya, serta melobi pemerintah dalam hal kepentingan usahatani. Melalui lembaga pertanian ini diharapkan dapat tercipta komunikasi antara pemerintah dengan petani sehingga petani dapat menyalurkan as-pirasi dan kepentingannya dengan lebih baik. Lembaga seperti ini hendaknya dibangun atas inisiatif petani, bukan dari pemerintah.

2. Kebijakan perdagangan alsintan

Pengadaan, distribusi dan penggunaan alat dan mesin pertani-an dipengaruhi oleh kebijakpertani-an perdagpertani-angpertani-an. Pemerintah perlu men-ciptakan iklim yang perdagangan yang kondusif dengan menaikkan proteksi terhadap impor alsintan, terutama terhadap negara yang melakukan dumping.

Kebijakan proteksi ini selain dapat mendorong perkembangan industri alsintan dalam negeri juga dapat memberikan proteksi ter-hadap petani sebagai konsumen. Alsintan produksi luar seringkali tidak sesuai untuk digunakan di Indonesia karena kondisi lahan dan ergonomis yang berbeda. Selain itu, pemerintah juga perlu me-meratakan distribusi alsintan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu caranya yaitu dengan tidak memberikan bantuan alsintan hanya pada satu jenis alsintan tertentu atau di daerah tertentu saja. Dis-tribusi alsintan harusnya disesuaikan dengan kebutuhan alsintan di tiap wilayah.

(25)

25

24 25

24

3. Penelitian dan pengembangan

Penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pihak swasta saja tidak cukup. Pemerintah harus meningkatkan riset dan pengem-bangan yang dilakukan melalui lembaga pemerintah yang ada seperti BBP Mektan dan LIPI serta membina kerjasama antara lembaga riset pemerintah, swasta, universitas dan asing. Dengan demikian inovasi teknologi dapat lebih ditingkatkan dan menguntungkan semua pihak.

Dalam penelitian dan pengembangan yang dilakukan, perlu juga diciptakan penghubung antara peneliti dengan petani. Peng-hubung ini selain bertugas untuk mendemonstrasikan teknologi baru kepada petani dan meningkatkan kesadaran petani akan pentingnya teknologi, juga berfungsi sebagai sarana bagi petani untuk menyam-paikan mengenai jenis alsintan apa yang dibutuhkan dan tingkat me-kanisasi seperti apa yang diharapkan. Jadi melalui penghubung ini dapat tercipta feed back bagi penelitian selanjutnya.

4. Kredit

Selama ini kesulitan perolehan kredit selalu menjadi ken-dala bagi petani ken-dalam usaha pengembangan usahatani. Menurut Nuswantara (2003), untuk mengatasi kendala ini, pemerintah perlu mempersiapkan upaya pembentukan bank pertanian. Bank pertanian hendaknya terletak di daerah-daerah sentra produksi pertanian, teru-tama di pedesaan dan kota-kota kecil yang mudah dijangkau petani. Melalui bank pertanian diharapkan dapat memberi kemudahan bagi petani dalam memperoleh kredit, baik itu sebagai modal usaha mau-pun untuk pembiayaan aktivitas pertanian.

Kredit yang diberikan jangan dibatasi pada jenis alsintan ter-tentu karena ini akan mempengaruhi pilihan petani terhadap alsintan yang akan digunakan. Petani harus diberikan kebebasan dalam memi-lih alsintan yang diinginkan dan yang sesuai dengan kebutuhannya.

5. Lembaga pelatihan dan pendidikan

Petani Indonesia pada umumnya berpendidikan rendah. Un-tuk mengintroduksi teknologi baru maka diperlukan pelatihan dan

(26)

27

26 27

26

pendidikan agar petani mampu mengoperasikan alsintan dengan baik dan aman. Pelatihan dan pendidikan ini juga dimaksudkan un-tuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani sehingga da-pat mengembangkan diri di sub sektor lain maupun di bidang agroin-dusri, serta memajukan cara berpikir petani.

6. Fasilitas produksi dan perbaikan lokal

Kondisi lahan di tiap daerah berbeda-beda. Dengan melakukan produksi lokal maka produksi dapat dilakukan secara spesifik sesuai dengan kondisi lahan setempat dan mengurangi biaya transportasi ke petani. Selain itu, penyerapan tenaga kerja di desa juga dapat ditingkatkan.

7. Penyediaan jasa penyewaan mesin

Dengan penyediaan jasa penyewaan mesin, petani kecil yang tidak sanggup membeli alsintan dapat tertolong. Mereka dapat meng-gunakan mesin dan mendapatkan manfaat dari mesin tanpa harus mengeluarkan biaya besar untuk membelinya. Selain itu, petani yang berfungsi sebagai kontraktor dapat mendapatkan manfaat ganda. Mereka dapat memperoleh keuntungan dari pemanfaatan mesin maupun dari penyewaan mesin. Usaha jasa penyewaan alsintan oleh kelompok tani dan KUD kurang menguntungkan karena rendahnya profesionalisme dan pengelolaan yang kurang baik. Karena itu, ke-mampuan manajemen kelompok tani atau KUD perlu ditingkatkan agar mampu mendapatkan keuntungan dari usaha sewa jasa yang dilakukan.

Untuk mendukung perkembangan lembaga-lembaga tersebut di atas, maka peran pemerintah sangatlah penting. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baik itu di bidang mekanisasi pertani-an, pertanian secara umum, perdagangpertani-an, perindustripertani-an, keuangpertani-an, keagrariaan, maupun ketenagakerjaan dan pendidikan diharapkan dapat diselaraskan dalam mendukung perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia.

(27)

27

26 27

26

VI. DUKUNGAN KEBIJAKAN

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pengembangan mekanisasi pertanian antara lain diperlukan dukungan kebijakan nasional mekanisasi sebagai berikut :

. Pengembangan infrastruktur seperti pengembangan dan reha-bilitasi jaringan irigasi, jalan dan jembatan untuk memudah-kan transportasi sarana produksi, hasil dan alsintan perlu di-prioritaskan.

2. Mempermudah akses perbankan untuk mendapatkan kredit alat dan mesin pertanian serta kredit bagi industri alsintan skala kecil dan menengah.

3. Teknologi mekanisasi pertanian yang dimanfaatkan diupayakan adalah produksi dalam negeri. Hal ini, disamping mendukung pengembangan komoditas sekaligus akan menumbuhkan industri alsintan dalam negeri yang secara tidak langsung membuka lapangan kerja baru.

4. Dalam rangka menjamin kualitas alsintan dan perlindung-an terhadap konsumen maka diperlukperlindung-an kebijakperlindung-an nasional mekanisasi yang menjamin adanya kepastian kualitas alsintan yang beredar di Indonesia, baik melalui penetapan tata cara pengukuran kinerja/kualitas alsintan, seleksi teknologi maupun tata cara pengadaannya.

5. Guna mengoptimalkan penggunaan alsintan baik teknis, ekonomis dan sosial diperlukan penyuluhan kepada petani pengguna, operator dan pengelola UPJA agar pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif.

(28)

29

28 29

28

(29)

29

28 29

28

(30)

3

30 3

30

Lampiran . Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya padi sawah )

Tahun 2005 Tahun 200

Kapasitas Kebutuhan Ketersediaan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi

No Jenis Alsin Alat Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan

(Ha/musim) (Unit) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi

(Rp. Juta) Traktor roda 2 2) 25 427.69 02.756 324.863 6 48.422 6.058.662 2 Transplanter 3) 20 06.905 06.905 30 20.356 3.60.668 3 Weeder 4) 20 53.452 53.452 7,5 60.78 45.334 4 Pompa 5) 5 23.809 27.454 (3.645) ,75 267.262 238.088 5 Hand Sprayer 6) 6 .78.745 .89.427 (37.682) 0,25 2.005.927 54.347 6 Reaper 7) 10 06.905 06.905 20 20.356 2.407.2 7 Thresher 8) 20 320.74 4.676 279.038 9 36.067 2.874.57 8 Dryer9) 30 249.444 5.045 244.399 75 280.830 48.262.328 9 PPK 0) 54 7.270 29.740 4.530 75 74.833 2.504.658 0 RMU ) 54 63.35 46.23 7.228 00 85.524 4.30.490 PPB 2) 576 5.568 6.96 (.393) 5000 7.57 8.699.533 Keterangan :

) Total luas lahan sawah di Indonesia tahun 2005 sebesar 0.690.472 Hektar, Statistik Pertanian 2005.

2) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 3) Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 4) Asumsi 0% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 5) Asumsi 30% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 6) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 7) Asumsi 0% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 8) Asumsi 60% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 9) Asumsi 70% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 0) PPK, Penggilingan padi kecil, terpisah, kapasitas < ton per jam,

Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. ) RMU, Rice Milling Unit, kompak, kapasitas - 3 ton per jam,

Asumsi 40% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 2) PPB, Penggilingan Padi Besar, kompak, kapasitas > 3 ton per jam,

Asumsi 40% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan.

Estimasi secara umum didasarkan pada peningkatan intensifikasi penggunaan alsin dan peningkatan produktifitas yang diasumsikan oleh Balai Komoditas.

(31)

3

30 3

30

Lampiran 2. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya jagung )

Tahun 2005 Tahun 200

Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi

No Jenis Alsin Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan

(Ha/musim) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi

(Rp. Juta) . Traktor roda 2 2) 25 39.887 39.887 6 74.859 2.797.736 2. Pompa air 3) 5 6.572 6.572 ,75 45.75 255.002 3. Alat Tanam 4) 53 3.97 3.97 7,5 6.496 23.72 4. Hand Sprayer5) 6 582.862 582.862 0,25 728.577 82.28 5. Pemipil 6) 20 20.400 20.400 9,00 22.660 203.936 6. Dryer7) 60 29.43 29.43 53,5 32.37 .73.84 Keterangan :

) Total luas panen jagung di Indonesia tahun 2005 sebesar 3.504.234 hektar, Statistik Pertanian 2005.

(Tidak tersedia data tentang jumlah dan jenis alat mesin untuk budidaya dan prosesing jagung). 2) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan

3) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 4) Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 5) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 6) Asumsi 70% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 7) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan

Estimasi secara umum didasarkan pada peningkatan intensifikasi penggunaan alsin dan peningkatan produktifitas yang diasumsikan oleh Balai Komoditas.

(32)

33

32 33

32

Lampiran 3. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya kedelai )

Tahun 2005 Tahun 200

Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi

No Jenis Alsin Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan

(Ha/musim) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi

(Rp. Juta) . Traktor roda 2 2) 25 24.345 24.345 6 30.43 486.900 2. Pompa air 3) 5 20.288 20.288 ,75 25.359 44.379 3. Alat Tanam 4) 60 2.029 2.029 7,5 2.536 9.020 4. Hand Sprayer5) 6 0.438 0.438 0,25 26.797 3.699 5. Perontok 6) 320 .4 .4 9,00 .426 2.838 6. Dryer7) 200 .522 .522 53,5 .902 0.754 Keterangan :

) Total luas panen kedelai di Indonesia tahun 2005 sebesar 6.059 hektar, Statistik Pertanian 2005.

(Tidak tersedia data tentang jumlah dan jenis alat mesin untuk budidaya dan prosesing

kedelai.)

2) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 3) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 4) Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 5) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 6) Asumsi 60% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 7) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan.

Estimasi secara umum didasarkan pada peningkatan intensifikasi penggunaan alsin dan peningkatan produktifitas yang diasumsikan oleh Balai Komoditas.

(33)

33

32 33

32

Lampiran 4. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya bawang merah )

Tahun 2004 Tahun 200

Estimasi Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi

No Jenis Alsin Luas Lahan Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan

200 (Ha) 5) (ha/msm) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi

(Rp. Juta)

. Traktor roda 2 2) 24.9 25 3.597 3.597 6 3.865 6.842

2. Pompa air 3) 24.9 5 2.998 2.998 ,75 3.22 5.637

3. Hand Sprayer4) 24.9 6 4.989 4.989 0,25 9.4 4.853

Keterangan :

) Total luas panen bawang merah di Indonesia tahun 2004 sebesar 88.707 hektar, Statistik Pertanian 2005.

(Tidak tersedia data tentang jumlah dan jenis alat mesin untuk budidaya dan prosesing bawang merah.)

2) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 3) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 4) Asumsi 00% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan.

(34)

35

34 35

34

Lampiran 5. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya jeruk )

Tahun 2004 Tahun 200 Kapasitas Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi No Jenis Alsin Alat Alat Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan (Ha/musim) (Ton/tahun) (Unit) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi (Rp. Juta) Pompa air 2) 5 - 2.40 - 2.40 ,75 4.435 7.76 2 Power Sprayer3) 5 4.820 7.582 (2.762) 8.870 97.565 3 Grader4) - 50 3.807 - 3.807 5 2.25 38.767 4 Pemeras Jeruk 5) - 50 4.437 - 5.437 5 8.368 25.54 Keterangan :

) Total luas panen jeruk di Indonesia tahun 2004 sebesar 72.306 hektar, Statistik Pertanian 2005.

(Total produksi jeruk di Indonesia tahun 2004 sebesar 2.07.084 ton, Statistik Pertanian 2005)

2) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan

3) Power sprayer kapasitas 5 ha/th, penambahan luas panen diestimasikan sebesar 84% pada Tahun 200

4) Grader jeruk berbasis sensor elektronik kapasitas input 300 kg/jam,8 jam/hari, 60 hari/th, peningkatan produksi diestimasikan sebesar 54% pada Tahun 200

5) Total jeruk yang diproses (a) 75% dari 30% total produk rusak dan (b) 30% dari total produk grade kecil (D), peningkatan produksi diestimasikan sebesar 54% pada Th. 200

(35)

35

34 35

34

Lampiran 6. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya pisang )

Tahun 2004 Tahun 200 Produksi Kapasitas Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi No Jenis Alsin yang Ddiolah Alat Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan 200 (Ton) Ha/musim (Ton/tahun) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi (Rp. Juta) Pompa air 2) 5 334 334 ,75 384 672

2 Perajang multi guna 3) 35.03 36 650 650 0,35 975 34

3 Vaccum Frying 4) 35.03 7 3.250 3.250 45,00 4,874 29,350

Keterangan :

) Total luas panen pisang di Indonesia tahun 2004 sebesar 95,434 hektar, Statistik Pertanian 2005. (Total produksi pisang di Indonesia tahun 2004 sebesar 4.874.439, Statistik Pertanian 2005). (Tidak tersedia data tentang jumlah dan jenis alat mesin untuk budidaya dan prosesing pisang). 2) Asumsi 5% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan

3) Alat perajang manual kapasitas 25 kg/jam, produksi pisang yang diolah diestimasikan sebesar 0,72% pada Tahun 200

4) Vaccum frying kapasitas 5 kg/jam, produksi pisang yang diolah diestimasikan sebesar 0,72% pada

(36)

37

36 37

36

Lampiran 7. Analisis ekonomi biaya operasi traktor roda dua dengan bajak singkal dan rotary

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga traktor roda dua berikut rotary Rp 26.000.000,00 2 Daya Mesin Hp 8,50 3 Umur Ekonomis Tahun 5,00 4 Nilai Akhir 0% 2.600.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 8,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam 720,00 9 Penyusutan Rp/th 4.680.000,00 0 Bunga modal Rp/th .430.000,00 Biaya tetap per tahun Rp/th 6.0.000,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 8.486,

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam ,28 2 Harga BBM, Solar Rp/l 4.300,00 3 Biaya BBM, solar Rp/jam 5.482,50 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,07 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam .700,00 7 Operator/hari Rp/hari 25.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 3.25,00 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam 2.808,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam 3.5,50

III Total Biaya Operasi Rp/jam 21.601,61

Total Biaya Operasi Rp/th 5.553.60,00 IV Kapasitas Kerja jam/ha 6,00 V Total Biaya Operasi per Ha Rp/ha 345.625,78

VI Management Fee 5% 7.28,29

VII Total Biaya Sewa Rp/ha 362.907,07 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ha 550.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 87.092,93 X B.E.P. jam/th 287,40 B.E.P. ha/th 7,96

XI B/C ,4

(37)

37

36 37

36

Lampiran 8. Analisis ekonomi biaya operasi traktor roda dua dengan bajak singkal

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga traktor roda dua berikut bajak Rp 6.000.000,00 2 Daya Mesin Hp 8,00 3 Umur Ekonomis Tahun 5,00 4 Nilai Akhir 0% .600.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 8,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam 720,00 9 Penyusutan Rp/th 2.880.000,00 0 Bunga modal Rp/th 880.000,00 Biaya tetap per tahun Rp/th 3.760.000,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 5.222,22

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam ,20 2 Harga BBM, Solar Rp/l 4.300,00 3 Biaya BBM, solar Rp/jam 5.60,00 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,06 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam .600,00 7 Operator/hari Rp/hari 25.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 3.25,00 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam .728,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam .63,00

III Total Biaya Operasi Rp/jam 16.835,22

Total Biaya Operasi Rp/th 2.2.360,00 IV Kapasitas Kerja jam/ha 20,00 V Total Biaya Operasi per Ha Rp/ha 336.704,44

VI Management Fee 5% 6.835,22

VII Total Biaya Sewa Rp/ha 353.539,67 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ha 500.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 46.460,33 X B.E.P. jam/th 280,87 B.E.P. ha/th 4,04

XI B/C ,3

(38)

39

38 39

38

Lampiran 9. Analisis ekonomi biaya operasi thresher

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga thresher berikut engine Rp 9.000.000,00 2 Daya engine Hp 5,50 3 Umur Ekonomis Tahun 5,00 4 Nilai Akhir 0% 900.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 8,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam 720,00 9 Penyusutan Rp/th .620.000,00 0 Bunga modal Rp/th 495.000,00 Biaya tetap per tahun Rp/th 2.5.000,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 2.937,50

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam 0,83 2 Harga BBM, Solar Rp/l 4.300,00 3 Biaya BBM, solar Rp/jam 3.547,50 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,04 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam .00,00 7 Operator/hari Rp/hari 50.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 6.250,00 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam 972,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam .869,50

III Total Biaya Operasi Rp/jam 14.807,00

Total Biaya Operasi Rp/th 0.66.040,00 IV Kapasitas Kerja jam/ha 8,00 V Total Biaya Operasi per Ha Rp/ha 266.526,00

VI Management Fee 5% 3.326,30

VII Total Biaya Sewa Rp/ha 279.852,30 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ha 375.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 95.47,70 X B.E.P. jam/th 235,95 B.E.P. ha/th 3,

XI B/C ,7

(39)

39

38 39

38

Lampiran 0. Analisis ekonomi biaya operasi transplanter

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga mesin transplanter Rp 30.000.000,00 2 Daya Mesin Hp 5,50 3 Umur Ekonomis Tahun 5,00 4 Nilai Akhir 0% 3.000.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 8,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam 720,00 9 Penyusutan Rp/th 5.400.000,00 0 Bunga modal Rp/th .650.000,00 Biaya tetap per tahun Rp/th 7.050.000,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 9.79,67

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam 0,83 2 Harga BBM, bensin Rp/l 4.450,00 3 Biaya BBM, bensin Rp/jam 3.67,25 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,02 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam 550,00 7 Operator/hari Rp/hari 25.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 3.25,00 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam 3.240,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam 0.586,25

III Total Biaya Operasi Rp/jam 20.377,92

Total Biaya Operasi Rp/th 4.672.00,00 IV Kapasitas Kerja jam/ha 8,00 V Total Biaya Operasi per Ha Rp/ha 366.802,50

VI Management Fee 5% 8.340,3

VII Total Biaya Sewa Rp/ha 385.42,63 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ha 660.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 274.857,38 X B.E.P. jam/th 270,32 B.E.P. ha/th 5,02

XI B/C ,2

(40)

4

40 4

40

Lampiran . Analisis ekonomi biaya operasi weeder

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga power weeder Rp 7.500.000,00 2 Daya Mesin Hp 2,00 3 Umur Ekonomis Tahun 5,00 4 Nilai Akhir 0% 750.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 8,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam 720,00 9 Penyusutan Rp/th .350.000,00 0 Bunga modal Rp/th 42.500,00 Biaya tetap per tahun Rp/th .762.500,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 2.447,92

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam 0,30 2 Harga BBM, bensin Rp/l 4.450,00 3 Biaya BBM, bensin Rp/jam .335,00 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,0 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam 200,00 7 Operator/hari Rp/hari 25.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 3.25,00 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam 80,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam 5.470,00

III Total Biaya Operasi Rp/jam 7.917,92

Total Biaya Operasi Rp/th 5.700.900,00 IV Kapasitas Kerja jam/ha 2,00 V Total Biaya Operasi per Ha Rp/ha 95.05,00

VI Management Fee 5% 4.750,75

VII Total Biaya Sewa Rp/ha 99.765,75 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ha 50.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 50.234,25 X B.E.P. jam/th 250,7

B.E.P. ha/th 20,89

XI B/C ,20

(41)

4

40 4

40

Lampiran 2. Analisis ekonomi biaya operasi pompa air

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga pompa air berikut motor diesel Rp 7.000.000,00 2 Daya Mesin Hp 2,00 3 Umur Ekonomis Tahun 5,00 4 Nilai Akhir 0% 700.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 8,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam 720,00 9 Penyusutan Rp/th .260.000,00 0 Bunga modal Rp/th 385.000,00 Biaya tetap per tahun Rp/th .645.000,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 2.284,72

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam ,80 2 Harga BBM, Solar Rp/l 4.300,00 3 Biaya BBM, solar Rp/jam 7.740,00 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,0 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam 2.400,00 7 Operator/hari Rp/hari 25.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 3.25,00 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam 756,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam 4.02,00

III Total Biaya Operasi Rp/jam 16.305,72

Total Biaya Operasi Rp/th .740.20,00 IV Kapasitas Kerja jam/ha 6,00 V Total Biaya Operasi per Ha Rp/ha 260.89,56

VI Management Fee 5% 3.044,58

VII Total Biaya Sewa Rp/ha 273.936,3 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ha 325.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 5.063,87 X B.E.P. jam/th 26,46

B.E.P. ha/th 6,34

XI B/C ,09

(42)

43

42 43

42

Lampiran 3. Analisis ekonomi biaya operasi reaper

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga mesin reaper Rp 20.000.000,00 2 Daya Mesin Hp 6,50 3 Umur Ekonomis Tahun 5,00 4 Nilai Akhir 0% 2.000.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 8,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam 720,00 9 Penyusutan Rp/th 3.600.000,00 0 Bunga modal Rp/th .00.000,00 Biaya tetap per tahun Rp/th 4.700.000,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 6.527,78

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam 0,98 2 Harga BBM, bensin Rp/l 4.450,00 3 Biaya BBM, bensin Rp/jam 4.338,75 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,03 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam 650,00 7 Operator/hari Rp/hari 50.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 6.250,00 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam 2.60,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam 3.398,75

III Total Biaya Operasi Rp/jam 19.926,53

Total Biaya Operasi Rp/th 4.347.00,00 IV Kapasitas Kerja jam/ha 4,50 V Total Biaya Operasi per Ha Rp/ha 89.669,38

VI Management Fee 5% 4.483,47

VII Total Biaya Sewa Rp/ha 94.52,84 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ha 50.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 55.847,6 X B.E.P. jam/th 235,77 B.E.P. ha/th 52,39

XI B/C ,25

(43)

43

42 43

42

Lampiran 4. Analisis ekonomi biaya operasi dryer

No Variable Unit Nilai

I Biaya Tetap

Harga dryer berikut engine & perlengkapan Rp 75.000.000,00 2 Daya engine Hp 24,00 3 Umur Ekonomis Tahun 7,00 4 Nilai Akhir 0% 7.500.000,00 5 Bunga Bank %/th 0,00 6 Jam kerja per hari jam 2,00 7 Hari kerja per tahun hari 90,00 8 Jam kerja per tahun jam .080,00 9 Penyusutan Rp/th 22.500.000,00 0 Bunga modal Rp/th 9.625.000,00 Biaya tetap per tahun Rp/th 32.25.000,00 2 Total Biaya Tetap/jam Rp/jam 29.745,37

II Biaya Tidak Tetap

Bahan Bakar. (l/jam) l/jam 3,60 2 Harga BBM, Solar Rp/l 4.300,00 3 Biaya BBM, solar Rp/jam 5.480,00 4 Pelumas ( l/jam) l/jam 0,9 5 Harga Pelumas/l Rp/l 25.000,00 6 Biaya Pelumas Rp/jam 4.800,00 7 Operator/hari Rp/hari 50.000,00 8 Upah Operator/jam Rp/jam 4.66,67 9 Reparasi/Pemeliharaan Rp/jam 8.900,00 0 Total Biaya Tidak tetap Rp/jam 43.346,67

III Total Biaya Operasi Rp/hari 877.104,44

Total Biaya Operasi Rp/th 78.939.400,00 IV Kapasitas Kerja ton/hari 8,00 V Total Biaya Operasi per ton Rp/ton 09.638,06

VI Management Fee 5% 5.48,90

VII Total Biaya Sewa Rp/ton 5.9,96 VIII Tarip sewa (umum) Rp/ton 200.000,00 IX Keuntungan sewa Rp/ha 84.880,04 X B.E.P. ton/th 64,22 B.E.P. ha/th 28,24

XI B/C ,29

Gambar

Tabel 2 .   Status  penggunaan  alat  dan  mesin  pertanian  (padi)  dalam  beberapa spektrum kegiatan usahatani di Indonesia (%)
Tabel 3. Alsin perkebunan tahun 2003
Tabel 4. Jumlah dan kebutuhan alat dan mesin peternakan, tahun 2003  No.  Jenis Alat dan Mesin  Keadaan (unit)  Kebutuhan (unit) 
Gambar 2. Perkembangan ekspor produk mesin pertanian (US $)  tahun 999-2002 -234567819992000 2001 2002(Juta)TahunJumlah Produksi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian hari pertama tanpa pengkabutan air untuk sayur bayam seperti gambar di bawah, daun bayam sudah mulai kelihatan ada yang layu namun tidak semua helai

TamiCi Shop (Taman Mini Cantik) merupakan toko yang menyediakan produk kreatif tanaman hias sukulen dan CAM sebagai sovenir atau hiasan produk pertanian yaitu tanaman

Sebaliknya, semakin rendah collateralizable assets yang dimiliki perusahaan akan meningkatkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditor sehingga kreditor

&#34;truktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya !olume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan

Dalam hal ini, informasi Kinerj a penganggaran lingkup K/L selain meliputi Sasaran Kegiatan dan Keluaran (Output) Kegiatan beserta indikator­ indikatornya, juga

Untuk mengetahui hubungan antara gaya belajar visual dengan hasil belajar mata pelajaran menggunakan perkakas tangan pada siswa kelas X Program Keahlian

- Pada waktu dan tempat tersebut di atas, berawal adanya laporan dari masyarakat bahwa di rumah kontrakan tersebut sering ada orang yang melakukan

Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensial.Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah