Perkembangan Kepribadian Pada Tokoh Utama
Dalam Novelet Babalik Pikir Karya Samsoedi
Oleh Mutia Ratnasari*
Abstrak
Karya tulis ini berjudul “Perkembangan Kepribadian pada Tokoh Utama
dalam Novel Babalik Pikir Karya Samsoedi”. Novel ini menceritakan seorang anak laki-laki bernama Eméd. Ketika masih kecil Eméd dikenal sebagai anak
yang malas dan tidak pernah menurut pada orang tua, namun setelah dewasa ia
berubah menjadi Eméd yang baik dan berbakti pada orang tuanya.
Sebelum menjadi Eméd yang baik, dia pernah masuk ke dalam penjara
anak. Di dalam penjara ia banyak belajar tentang kehidupan, dan ia mulai
menyadari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan pada orang tuanya di masa lalu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan erkembangan yang
ditunjukkan oleh Eméd dari ia kecil sampai dewasa. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori perkembangan Erik Erikson. Ia dikenal dengan teori
delapan tahap perkembangan kehidupan manusia. Kedelapan tahap tersebut
adalah masa bayi, masa toddler (mulai berjalan), awal masa anak-anak, akhir masa anak-anak, awal masa remaja, masa remaja sejati, awal masa dewasa dan
yang terakhir kedewasaan dan masa tua.
Teori Erikson ini membatu penulis dalam membedah kepribadian tokoh
Eméd di setiap tahapan-tahapan kehidupannya, dari masa bayi sampai awal masa
dewasa.
Kata kunci: Perkembangan kepribadian, sastra anak, psikologi sastra, teori
Erikson, tipe kepribadian.
Pendahuluan
Tahapan-tahapan perkembangan kepribadian apa saja yang dilalui oleh tokoh Eméd?
Tipe kerpribadian apa yang ditunjukkan oleh tokoh Eméd?
Perkembangan adalah perubahan-perubahan psikofisis sebagai hasil dari
proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisis pada diri anak (Kartono, 2009 :
128). Karena ada perubahan dan proses pematangan maka pada setiap tahapan
perkembangan kehidupan manusia mempunyai pengaruh untuk membentuk
kepribadian yang kuat di masa yang akan datang.
Oleh sebab itu sastra merupakan salah satu hal yang penting dalam
proses pematangan kepribadian seseorang. Misalnya sastra anak, karena sastra
anak adalah karya sastra yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat
penceritaan (Nurgiyantoro, 2005 : 12). Oleh karena itu, banyak sastra anak yang
memusatkan anak sebagai tokoh utamanya, dan permasalahan-permasalahan yang
diangkat biasanya mengenai konflik anak dengan kehidupan sosialnya ataupun
permasalahan dengan alam di sekelilingnya.
Salah satu novel anak yang dikenal dari daerah Sunda adalah Babalik Pikir karya Samsoedi. Novel ini menggambarkan tentang perkembangan tokoh utama bernama Eméd di setiap tahapan menurut umurnya berikut dengan
permasalahannya.
Perkembangan kepribadian yang digambarkan oleh Eméd dikaji dengan
teori Erikson. Dia adalah neo-Freudan, karena teori perkembangan hasil
pemikirannya merupakan pengembangan dari petahapan psikoseksual Freud
(Deviamariani, 2008). Namun, Erikson telah memberikan gambaran baru yang
lebih besar mengenai tugas anak di setiap tahapan Freud, dia juga menambahkan
tiga tahapan baru tentang fase-fase dewasa, sehingga teori psikoanalisis dapat
mencakup seluruh siklus hidup manusia.
Teori perkembangan psikoanalisis Erikson dikatakan sebagai salah satu
teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan pertama,
teorinya sangat representative dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan
ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia.
Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan dan ketiga adalah menggabungkan
sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan dan kemajuan dalam
Berikut ini adalah delapan tahap perkembangan Erikson:
No Usia Masa
1 0 - 1 ½ thn Bayi
2 1 ½ - 3 thn Toddler
3 4 - 7 thn Awal anak-anak
4 8 - 11 thn Akhir masa anak-anak
5 12 - 15 thn Awal remaja
6 16 - 18 thn Remaja sejati
7 19 - 25 thn Awal dewasa
8 25 thn keatas Kedewasaan dan masa tua
Erikson menyadari bahwa setiap tahapan sebagai konflik atau tegangan
vital di mana kutub negative juga diperlukan bagi pertumbuhan (Crain, 2007 :
433). Setiap pertumbuhan yang dialami oleh manusia pasti akan menemukan
suatu penyimpangan, namun dengan penyimpangan ini bisa dijadikan pelajaran
untuk mencapai pribadi yang sehat daan dewasa. Berikut ini merupakan tipe
kepribadian di setiap tahapan perkembangan menurut Erikson, yaitu : (1)
kepercayaan vs ketidakpercayaan, (2) otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu,
(3) inisiatif vs kesalahan, (4) kegigihan vs Inferioritas, (5) identitas vs
kebingungan peran, (6) keintiman vs isolasi, (7) semangat - berbagi vs penyerapan
diri dan stagnasi, (8) Integritas vs keputusasaan.
Pembahasan
Teori Erikson menjelasakan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir
hingga lanjut usia, dan dibagi menjadi delapan tahap perkembangan manusia.
Namun, tokoh Emed dalam novel Babalik Pikir diceritakan hanya menjalani empat tahapan kepribadian saja, diawali dengan memasuki tahap akhir masa kanak-kanak, di tengah cerita masuk ke tahap awal masa remaja dan masa remaja sejati, dan di tahap terakhir masuk ke tahap awal masa dewasa.
1. Tahap Akhir Masa Kanak-kanak (8 - 11 tahun)
Pada masa ini anak-anak mulai berkelompok dan berorganisasi, di samping
itu adanya suatu penerimaan dan pengakuan dari teman-teman seusianya. Pada
tahap ini juga anak dianjurkan diperkenalkan dengan pekerjaan rumah tangga.
Berkelompok dan berorganisasi dapat dilakukan di sekolah, namun Eméd
tidak diperbolehkan sekolah oleh ibunya karena alasan-alasan tertentu. Alasannya
karena jarak sekolahnya yang sangat jauh dari rumahnya dan takut Eméd dijahili
oleh anak-anak yang lain. Maka dapat dikatakan Eméd tidak pernah mendapatkan
pendidikan formal, akibatnya Eméd tumbuh menjadi anak bodoh dan tidak tahu
cara berteman dengan baik. Padahal jika orang tua Eméd menyadarinya, sekolah
merupakan tempat yang penting untuk pengembangan kehidupan sosialnya.
Pada tahap ini juga, Eméd sudah dibiasakan untuk membantu orang
tuanya misalnya membantu pekerjaan ayahnya untuk menggarap sawah atau
membantu meringankan pekerjaan ibunya. Namun, sifat Eméd yang sangat malas
membuat ibunya menjadi kesal. Hal itu menunjukkan jika Eméd tidak rajin dan
memiliki kesadaran yang kurang untuk membantu orang tua, kata “kebluk”
menunjukkan sifat dia yang pemalas.
2. Awal Masa Remaja (12 - 15 tahun)
Pada masa ini memperlihatkan bahwa semua hal yang dianggap baik telah
berakhir. Jika dia anak pertama kemungkinan orang tua akan berpikir bahwa
mereka telah gagal dalam mendidik.
Hal itu terlihat setelah ayahnya meninggal, Eméd menganggap segala
kebaikan ibunya selama ini telah berubah. Eméd beranggapan orang tua yang baik
adalah orang tua yang mampu memberikan semua permintaan anaknya. Eméd
tidak mau tahu kesulitan yang dihadapi oleh ibunya setelah bapak meninggal.
Memang waktu dulu sebelum bapaknya meninggal Eméd sangat dimanja dan jika
ia melakukan perbuatan salah, ia selalu dibela oleh ibunya.
3. Masa Remaja Sejati (16 – 18 tahun)
Pada tahap ini, kemenduaan dalam masa transisi akan semakin berkurang.
Si remaja yang merasa cukup aman dalam identitasnya dan harus menghadapi
pilihan-pilihan yang akan membentuk sisa hidupnya. Dititik inilah kehidupan
Banyak sekali pilihan hidup yang dapat diambil oleh Emed untuk masa
depannya kelak. Di dalam cerita ini ada tiga hal yang merubah kehidupan Emed
selama-lamanya, yaitu: Pertama, pada saat dia memutuskan untuk memilih belajar
keterampilan menjadi seorang pandai besi daripada keterampilan lain, karena di
Gesticht banyak sekali keterampilan-keterampilan yang biasa dipelajari, kedua
pada saat ia memutuskan kabur dengan Joko dari Gestich dan pilihan ketiga ketika
Eméd lebih memilih menjadi pandai besi di bengkel delman daripada menjadi
tukang bajigur keliling.
4. Awal Masa Dewasa (19 – 25 tahun)
Pada Masa ini Eméd mulai berdikari. Hidup Eméd selanjutnya harus
terpisah dengan ibunya dalam kurun waktu tertentu, karena ia harus bekerja di
tempat lain
Setiap tahap perkembangan kepribadian pada tokoh Eméd memiliki unsur
yang secara tidak langsung berkaitan dengan lingkungan dan tempat ia tinggal.
Erikson berpendapat bahwa tiap tahap-tahap perkembangan juga disertai krisis.
Perbedaan dalam setiap bagian kepribadian yang ada di dalam tiap-tiap krisis
adalah sebuah masalah yang harus diselesaikan. Tidak hanya kepribadian yang
baik saja yang penting dalam perkembangan kepribadian namun kepribadian
yang tidak baik pun penting untuk mendukung totalitas kepribadian masa yang
akan datang. Keberhasilan atau kegagalan pada setiap krisis yang dilalui tokoh
Eméd akan terrefleksikan di masa yang akan datang.
1. Kepercayaan vs Ketidakpercayaan
Rasa sayang orang tua Eméd kepada Eméd sangatlah besar, sehingga rasa
kepercayaan yang ditanamkan oleh orang tuanya mempengaruhi kepribadiannya.
Rasa kepercayaan yang berlebihan membuat Eméd mudah tertipu oleh orang lain.
Namun, Eméd selalu mempunyai harapan pada orang tuanya, terutama ibunya.
2. Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu
Sejak kecil sepertinya Eméd lebih menonjolkan sikap otonominya
sehingga kehendaknya harus selalu diwujudkan, hal itu tidak diimbangi dengan
sikap mengendalikan diri.
Contohnya ketika Eméd memaksakan kehendaknya pada orang lain, ia
tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Junan. Eméd tidak bisa
mengendalikan diri atas kehendaknya sendiri. Dapat dikatakan bahwa Eméd
adalah anak yang berani, karena dia tidak malu untuk mengungkapkan
keinginannya, sifatnya juga cenderung pemaksa.
3. Inisiatif vs Rasa Bersalah
Sebelumnya Eméd pergi dari rumah karena keinginannya sendiri, tetapi itu
pun tidak sengaja, awalnya ia hanya mengancam ibunya, namun ternyata
ancaman Eméd dianggap serius oleh ibunya karena ibunya sudah sangat kesal
padanya dan akhirnya ibunya membiarkan ia pergi dari rumah. Eméd melakukan
kesalahan, namun rasa bersalahnya tidak dia tunjukkan. Sifat pemberani yang ia
miliki cenderung ke arah yang negatif.
Sikap yang ditinjukkan oleh Eméd merupakan dorongan-dorongan yang
datang secara tiba-tiba, ia tidak memasukkan pengendalian diri pada setiap apa
yang dilakukannya, apakah itu dalam bentuk ucapan maupun dalam bentuk
tingkah laku.
Setelah kejadian-kejadian itu ia menyesal dengan perbuatannya, jika saja
ia mendengar kata-kata ibunya dan mampu mengkontrol emosinya ia pasti tidak
akan merasakan perasaan bersalah dan penyesalan yang berlebihan.
4. Kegigihan vs Inferioritas
Eméd mulai belajar menjalani kehidupan sosialnya walaupun dalam
penjara. Hidup di penjara bukan berarti ia tidak berbuat apa-apa, justru di sinilah
ia dituntut untuk menguasai kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan
keterampilan yang nantinya berguna jika sudah keluar dari penjara.
Keterampilan yang Eméd tekuni adalah sebagai pandai besi atau
kepala penjara, semua itu adalah penghargaan atas kegigihan Eméd dalam belajar
membuat besi
Kompetensi yang Eméd miliki merupakan sebuah modal awal untuk dapat
menjadi manusia yang baru, karena Eméd mampu mengatasi rasa infeoritasnya
(ketidakmampuan) yang terjadi di masa lalu. Ketika ia masuk Géstich, Eméd tidak
mampu mengerjakan pekerjaan yang diberikan kepadanya, karena di kampungnya
ia tidak terbiasa bekerja berat, namun ia tetap berusahan bekerja supaya tidak
dimarahi oleh petugas penjara.
Eméd anak yang selalu berusaha jika keadaannya sangat memaksa. Beranjak
dari keterpaksaan itu akhirnya kemampuan yang ia miliki selalu berkembang dan
akhirnya mendapatkan penghargaan dari petugas penjara. Pada tahap krisis ini
Eméd mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik, dari keseimbangan itulah
kemudian muncul sebuah kompetensi.
5. Identitas vs Kebingungan Peran
Pada tahap krisis ini Eméd berani memutuskan banyak hal, diantaranya
ketika ia memutuskan untuk belajar menjadi pengrajin besi; pergi dari Gestich
bersama Joko; Eméd memutuskan menjadi tukang pandai besi di bengkel delman.
Keputusan-keputusan yang diambil Eméd, menunjukkan jika ia tetap setia
pada pekerjaannya, yaitu menjadi seorang pandai besi, karena ia berkomitmen
ingin bekerja sesuai dengan keahlian yang ia tekuni sebelumnya.. Dengan
pekerjaan yang Eméd pilih, berarti itu menujukkan cara yang dipilih Eméd untuk
bertahan hidup di masa yang akan datang.
Dengan upah yang Eméd dapatkan, ia mampu bertahan untuk hidup dan
mempunyai cita-cita, yaitu menunjukkan tanda bakti kepada ibunya. Eméd telah
berhasil melalui krisis ditahap ini, telah menggunakan masa remajanya dengan
baik, ia menjadi orang yang setia dan berkomitmen.
6. Keintiman vs Isolasi
Eméd sudah melalui beberapa fase kehidupan dan telah menyelesaikan
tugas beserta krisis-krisisnya. Sebelumnya Eméd telah berhasil melalui krisisnya
dan merasa aman dengan identitasnya. Oleh sebab itu, Eméd akan merasa nyaman
jika berhubungan dengan orang lain.
Berhubungan yang lebih intim akan menunjukkan Eméd sebagai pribadi
yang mampu mencintai dan menyayangi seseorang, dan ia pun rela berkorban.
Eméd menginginkan hubungan dengan ibu kembali membaik dan dapat
menyenangkan hati ibunya.
Eméd telah melalui krisis dan menyelesaikan tugasnya. Akhirnya Eméd
bergerak menjadi orang yang mampu mencintai dan menyangi orang terdekat dan
penting dalam hidupnya, yaitu ibunya.
Simpulan
Sejalan dengan analisis tokoh Eméd, bahwa Eméd hanya mengalami empat
tahapan perkembangan menurut batasan umur yaitu diawali dengan memasuki
tahap akhir masa kanak-kanak, di tengah cerita masuk ke tahap awal masa remaja dan masa remaja sejati, dan ditahap terakhir masuk ke tahap awal masa dewasa.
Menurut Erikson, setiap perkembangan kepribadian mempunyai tugas dan
krisis masing-masing. Selain perbuatan yang baik, perbuatan yang kurang baik
pun penting untuk pembentukan kepribadian manusia, dan itu merupakan hal yang
wajar-wajar saja.
Pada tahap pertama (kepercayaan vs ketidakpercayaan) tokoh Eméd lebih
mengembangkan rasa percayanya hal ini berakibat ia mudah tertipu dan tidak
mempunyai rasa curiga. Pada tahap kedua (otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu)
tokoh Eméd lebih mengembangkan sikap otonominya sehingga semua
kehendaknya harus selalu terwujud tanpa melihat kepentingan orang lain. Pada
tahap ketiga (inisiatif vs rasa bersalah) tokoh Eméd mampu menyeimbangkan
keduanya sehingga tokoh Eméd dapat memikirkan sebuah tujuan yang penting
untuk merencanakan masa depan. Tahap empat (kegigihan vs inferioritas) Eméd
terjadi di masa lalunya akhirnya Eméd mampu melahirkan kompetensi atau
kemampuan yaitu menjadi seorang pandai besi yang handal. Pada tahap lima
(identitas vs kebingungan peran) Eméd berhasil keluar dari krisis ini dan
menciptakan sebuah rasa kesetiaan. Pada tahap enam (keintiman vs isolasi) Eméd
telah menjalin kembali hubungan baik dengan ibunya, ini tandanya Eméd telah
membangun hubungan yang lebih intim atau erat dan hasilnya ia mampunyai rasa
cinta terhadap orang yang ia sayangi.
Perkembangan kepribadian Eméd di setiap tahap kehidupannya mengalami
perkembangan yang cukup jelas, yaitu mudah percaya kepada orang lain,
memaksakan kehendak, mempunyai tujuan-tujuan tertentu, giat dalam bekerja,
setia dan mempunyai rasa cinta. Namun, akhirnya perkembangan kepribadian
Eméd yang paling dominan adalah keinginannya untuk selalu berusaha menjadi
manusia yang lebih baik dan menyadari kesalahan-kesalahan yang telah ia
lakukan di masa yang lampau.
Daftar sumber
Crain, William. 2007. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Endaswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: PT.
Buku Kita
Mariani, Devia. 2008. Teori Perkembangan Kepribadian Erik Erikson. Melalui : deviarimariani.files.wordpress.com/2008/11/erik-eriksoi.doc. 12 Juni 2011
Samsoedi. 2007. Babalik Pikir. Bandung: Kiblat.
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.