• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suara pagadde gadde dalam tsunami minima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Suara pagadde gadde dalam tsunami minima"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TSUNAMI MINIMARKET TENGGELAMKAN PEDAGANG KECIL Oleh: Ishak Salim

DI AWAL APRIL 2013, tercatat sudah 260 gerai Alfamart berdiri di kota Makassar. Ini tentu bilangan yang masih tergolong kecil begi pengusaha minimarket sekelas Joko Susanto.

Namun di Makassar, bukan hanya gerai ini beroperasi. Salah satu pesaingnya yang mengekor dengan selisih jumlah yang tak begitu besar adalah Indomaret. Di mana ada Alfamart disitu berdiri Indomaret. Bahkan terkadang bukan hanya dua gerai ini yang mulai kerap berdiri di permukiman penduduk. Masih ada gerai lain semisal Alfa express, CircleK, dan gerai sekelas supermarket seperti Alfamidi, Giant, Indomode, dan lain-lain. Jumlah total gerai minimarket bisa mencapai lebih 500 gerai ditambah puluhan pasar modern lainnya.

Ekspansi pasar modern skala mini ini baru berlangsung kurang lebih dua tahun terakhir. Jumlahnya yang semakin membuncah lalu menyerupai bencana Tsunami. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang pedagang kecil yang sehari-harinya berjualan di pasar tradisional, Daeng Jama’. Menurutnya, “merebaknya minimarket di Makassar seperti tsunami, pedagang kecil seperti saya tak bisa berbuat apa-apa mengatasi dampaknya.

Gerutuan Daeng Jama’ di atas boleh jadi ekspresi paling dalam dari penderitaan yang kini ia rasakan. Begitu sulitnya keadaan ini, tergambar dari analogi bencana tsunami yang dipilihnya. Yakni sebuah bencana yang sulit diatasi jika sudah meluap.

Pada 6 Januari 2012, puluhan pedagang pasar tradisional Parangtambung di Makassar menyegel sebuah Indomaret yang berjarak 50 meter dari lokasi mereka. Aksi mereka bukan sekedar ketakutan akan hadirnya gerai tersebut, namun juga berkaitan dengan rencana pemerintah memberi izin bagi pendirian enam gerai toko modern lainnya.

Sebelumnya, 2 Desember 2011, sembilan perwakilan warga BTN Hartaco Indah mendatangi komisi I DPRD Kota Makassar. Agenda mereka adalah menyampaikan protes 300 warga dan pedagang Pasar Parangtambung. Menurut mereka, pemerintah kota Makassar belum mengeuarkan izin, tak ada lahan parkir dan berpotensi besar mematikan pedagang kecil di sekitar itu.

Aksi protes para pedagang kecil ini, bukan baru terjadi. Pada awal Juni 2011, 37 pedagang kecil berkumpul di rumah Yahya, pengelola toko. Mereka saling menyampaikan keresahan atas beroperasinya dua minimarket—Alfamart dan Indo Maret—di lingkungan permukiman mereka, Kelurahan Parangtambung dan Kelurahan Manuruki, Kecamatan Tamalate. Sejak minimarket ini beroperasi, mereka kehilangan satu persatu pelanggan. Hari demi hari omzet penjualan pelaku usaha gadde-gadde atau pa’gadde-gadde pun berkurang. Akibatnya, upaya pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka mulai terasa sulitnya.

Di tengah keresahannya, mereka lalu bersepakat menulis surat keberatan kepada Walikota Makassar. Sayangnya, hingga kini keberatan mereka tak memperoleh respon memuaskan dari para pengambl kebijakan di Makassar.

(2)

Sebelum mendirikan usaha gadde-gadde di jalan Manuruki kecamatan Tamalate, Ibu Rahayu hanya mengurus rumah dan ketiga anaknya. Keputusan mendirikan gadde-gadde adalah membantu menambah pendapatan suaminya yang bekerja sebagai montir di bengkel kecil miliknya seluas 2 x 3 meter sejak 17 tahun lalu. Melihat kondisi bengkel di pinggir jalan tersebut dengan pelanggan yang sedikit membuat keduanya memutuskan membuka usaha gadde-gadde di samping bengkel.

Modalnya tak seberapa. Saat memulainya, ia memiliki hampir 5 juta rupiah yang ia gunakan untuk membangun kios dan isinya. Untuk menaktisi kestabilan omzet penjualannya, ia mengambil barang jualan di toko grosir yang harganya lebih rendah dan hanya mengambil barang yang paling sering dicari oleh konsumen, seperti rokok. Melihat perilaku konsumen kelas ekonomi lemah, ia memilih menjual rokoknya secara ketengan. Selain rokok, ia juga menjual makanan ringan untuk anak-anak (Makassar: garoppo’) yang juga diminati banyak anak-anak di sekitar.

Daeng Ngella (46)—suami Rahayu, menceritakan keluhannya akan keberadaan sejumlah minimarket di kawasan Manuruki. Apalagi sejak berdirinya Alfa Midi yang berada di samping rumahnya, dan hanya dipisahkan oleh sebuah lorong kecil. Menurutnya, sejak keberadaan Alfa Midi, pendapatan gadde-gadde istrinya semakin berkurang. Sebelumnya, dalam sehari ia memeroleh omzet penjualan sampai 200 ribu. Tapi setelah Alfa Midi berdiri, pendapatannya menurun drastis, hingga kurang dari 60 ribu rupiah perhari. Untunglah, usaha bengkelnya bisa menutupi biaya hidup keluarganya.

Sebulan lalu, Ibu Rahayu harus menutup usaha gadde-gadde-nya selama hampir sebulan karena anak keduanya masuk rumah sakit akibat kecelakaan. Sebagian betisnya melepuh terkena panas knalpot sepeda motor di sekolahnya. Ia harus menungguinya di rumah sakit. Saat memulainya kembali, suaminya Daeng Ngella memberi tambahan modal dari tabungan pendapatan dari usaha bengkelnya. Begitupula sebaliknya, saat suaminya membutuhkan sedikit uang untuk membeli peralatan bengkel, ia merogoh tabungan dari keuntungan usaha gadde-gadde yang ia sisihkan. Baginya, mengelola gadde-gadde-gadde-gadde seperti miliknya memang tidak bisa diandalkan untuk menopang seluruh kebutuhan rumah tangga, namun setidaknya bisa membantu ekonomi keluarganya.

Lain lagi cerita Pak Jono (52), pemilik Toko Batu Hijau, Jalan Poros BTP, Kecamatan Tamalanrea, Makassar. Sebelum memfungsikan rumahnya sebagai toko pada 2007, Pak Jono menjadikan tempatnya sekedar rumah huni sejak 1997. Di masa-masa awal beroperasi hingga belum maraknya pembangunan minimarket modern, Pak Jono mengaku, omset tokonya mencapai dua juta rupiah setiap harinya. Namun saat ini, dalam sehari, omset penjualan setiap harinya menurun drastis, hingga terkadang tidak lebih dari satu juta rupiah. Selain biaya untuk kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat, kesulitan lain yang dialami pak Jono adalah menutupi biaya operasional tokonya. Setiap hari, operasional sebulan toko ini sejumlah Rp 600.000,-.

“Tadi malam itu, hanya 700 ribu didapat” kata pak Jono kecewa.

(3)

blok C, tepat di belakang toko Batu Hijau, mereka cenderung memilih berbelanja di Alfa Midi karena posisinya tepat di sudut jalan. Pelanggan toko Batu Hijau, diantaranya tetangga Pak Jono sendiri, kini juga sudah jarang terlihat. Kecuali ketika barang yang dicari tidak tersedia di mini market tersebut.

“Hanya tahan perasaan yang bisa dibikin”. Kata Pak Jono ketika sedang melihat pelanggannya melintas di depan tokonya menuju Alfa Midi.

Fany (42), pemilik ‘Toko Tunggal’ yang berada di sisi kanan Alfa Midi, mulai merasakan dampak keberadaan minimarket moderen ini. Sejak keberadaan Alf Midi, dampak yang paling dirasakan olehnya adalah menurunya omzet penjualan susu formula. Menurutnya, “konsumennya kini lebih memilih membeli di Alfa Midi karena sejumlah tawaran yang menggiurkan konsumen. Seperti harga promo dengan diskon di bawah harga jual di tokonya. Bahkan promo dengan membeli dua bungkus susu formula, konsumen akan mendapatkan satu bungkus secara cuma-cuma. Belum lagi kelengkapan barang, dan fasilitas tempat yang memadai, seperti ruang ber-AC.” Lanjut Fany, sambil sesekali memperhatikan calon konsumen yang masuk ketokonya.

Fany—seorang muallaf keturunan Tionghoa, sudah mulai usaha tokonya sejak tahun 1986, namun menurutnya, saat itu masih kecil-kecilan dengan jumlah barang yang belum terlalu banyak. Toko miliknya juga berada tepat di pinggir jalan raya Mannuruki, sejajar dengan usaha gadde-gadde Rahayu, hanya dipisahkan oleh gerai Alfa Midi. Menurut Rahayu, Toko Tunggal milik Fany merupakan toko pertama yang terbilang besar di kawasan itu. Toko yang juga dijadikan rumah tinggal ini, terdiri dari dua lantai, ukurannya sekira 8 x 14 meter. Namun di bagian depannya, sebagian lahannya (sekira 4 x 4 meter) juga dimanfaatkan sebagai bengkel yang dikelola oleh suaminya, Saparuddin.

Dampak buruk bagi pedagang kecil

DAMPAK buruk bagi usaha mereka ini hadir dalam bentuk yang beragam. Beberapa menyebutkan bahwa terjadi perubahan pola belanja. Kalangan muda kini lebih memilih belanja di Alfamart atau Indomaret dengan alasan kenyamanan dan kemudahan akses belanja. Harga yang lebih murah juga menjadi alasan perpindahan tempat berbelanja. Bahkan beberapa produk seperti susu formula, minyak goreng kemasan, minuman bervitamin, yang sebelumnya dijual di gadde-gadde tidak tampak lagi. Menurut mereka, tak ada lagi pembelinya. Jadi, ketimbang berisiko tak laku akhirnya mereka memilih tak menjualnya lagi.

Dalam kenyataannya, di pasar-pasar moderen, baik sekelas mini, super, maupun hypermarket, seringkali produk seperti ini dipromosikan secara berlebihan dengan berbagai tawaran diskon yang tinggi. Dalam strategi bisnis, praktek seperti ini disebut predatory pricing atau mengambil resiko merugi beberapa waktu untuk membunuh pesaing yang bermodal kecil (biasa disebut juga sebagai wal-mart effect). Akibatnya, pembeli lebih senang membelinya di pasar moderen ketimbang di gadde-gadde.

(4)

bawah harga modal. Sejak itu ia membatasi jumlah pembelian produknya. Praktek seperti ini kemudian mempengaruhi berubahnya market share, dimana sebelumnya omzet penjualan gadde-gadde tinggi, namun terus menerus menurun dan peralihannya menuju minimarket moderen seperti Alfamart, Indomart, dan Alfa Midi.

Dalam keadaan demikian, harapan mereka berdasarkan hasil survei AcSI—ornop yang khusus mengorganisir pedagang pasar tradisional di Makassar—masih bertumpu kepada pemerintah kota. Mayoritas mereka (86%) menuntut agar pemerintah bersegera membatasi pendirian minimarket moderen dan mengatur zonasinya. Bahkan, seorang responden dengan tegas menyatakan agar pemerintah membongkar paksa minimarket yang disinyalir tak memeroleh izin pendirian. Pandangan ini muncul mengingat adanya kemudahan dari pihak-pihak terkait dalam meloloskan izin pendirian kepada pemilik usaha ritel moderen tanpa mempertimbangkan dokumen analisa sosial ekonomi kemasyarakatan di daerah setempat.

Bagi sejumlah pelaku usaha gadde-gadde, seperti Haji Kamaruddin di BTP, menyatakan bahwa pemerintah Kota Makassar selama ini terkesan sengaja membiarkan pembangunan minimarket modern sehingga jumlahnya semakin banyak. Dalam dialek Makassar ia menyampaikan sesalnya pada pemerintah kota.

“Mau mi di apa, pengusaha itu banyak ki modalnya. Jadi dia bisa bangun toko yang besar, bersih, ada ki juga AC na. Apalagi kalau ambil barang, ada ji tempatnya sendiri. Kalau begini terus, bisa-bisa kita yang pa’gadde-gadde bangkrut. Harus ki pemerintah atur ini, jangan sampai tutup maki’ baru pemerintah sadar!”

“Tidak apa ji ada Alfamart, tapi jangan terlalu banyak. Masa tiap 50 meter ada dua!”

Mengatasi Tsunami minimarket

Di Makassar, regulasi bagi minimarket diatur dalam Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2009 tentang Perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern, yang mengacu pada Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 dan Permendag nomor 53/2008. Untuk itu, salah satu upaya mendukung usaha mikro dan kecil di kota Makassar adalah melalui tindakan advokasi kebijakan.

Upaya ini diawali dengan pengorganisasian warga menuju gerakan sosial membela praktek ekonomi rakyat. Untuk itu, elemen-elemen penggerak sosial perlu mendorong agar pa’gadde-gadde berkumpul dan berserikat untuk kelak mereka bisa menyuarakan kepentingan sendiri.

(5)

Poin pertama adalah adanya diktum yang mengatur pengecualian persyaratan perizinan— sebagaimana disebutkan di atas—bagi minimarket modern sehingga ekspansinya cepat. Poin kedua adalah penetapan zonasi minimarket—sebagaimana sudah banyak disinggung di media massa—harus segera diselesaikan Pemerintah Kota Makassar. Poin ketiga, Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) perlu didukung dalam upaya mereka terus menerus menegakkan keadilan dalam berusaha, khususnya menertibkan praktek politik dagang yang disebut predatory pricing dan membangun keseimbangan kekuatan pasar antara ritel modern dan ritel lokal agar terbaginya keuntungan (market share) bisa lebih adil. Sebagai tindakan keberpihakan kepada pelaku usaha gadde-gadde maka dalam proses revisi perda (dan bila perlu adanya perda khsusus penantaan toko modern skala minimarket) maka ada baiknya bila pemerintah kota Makassar memberlakukan moratorium perizinan bagi pembukaan minimarket berjejaring ini.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, berdasarkan wawancara dengan keluarga pasien gagal ginjal kronik. Ketika pasien berada di rumah, menjadi lebih sensitif terhadap hal-hal kecil yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah pada sektor publik yang terdiri dari sektor pendidikan dan sektor kesehatan

Pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan material Wajib Pajak PPh Badan setelah dilakukan analisis menggunakan software SPSS version 17.0 diperoleh hasil

Didalam Putusan Hakim atas perkara grant sultan dengan nomor register : 96/PDT/2012/PN-MDN telah sesuai hukum, ini dapat dilihat karena hakim tersebut memutuskan menurut Pasal

Berdasarkan hasil angket seperti yang ditunjukkan oleh gambar 10, dapat dilihat bahwa seluruh mahasiswa peserta kuliah setuju bahwa penjelasan materi dengan bahan ajar

singlet tereksitasi (O*2) dihasilkan dari photosensitizer dengan energy gap photosensitizer dengan energy gap antara keadaan triplet dasar dan eksitasi yang lebih besar daripada

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa DNA metagenomik dapat diisolasi dari sampel tanah sawah dengan metode lisis sel secara langsung dan tidak

Hans Kelsen menyatakan bahwa suatu norma hukum tidak dapat dinyatakan batal dengan sendirinya kecuali jika norma tersebut dibatalkan oleh lembaga yang berwenang (Mahkamah