BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Timur Tengah merupakan kawasan yang mempunyai daya tarik tersediri bagi
setiap orang dan setiap negara. Dunia tidak akan melepaskan pandangannya dari
kawasan ini, jika dilihat dari aspek historis, kawasan ini adalah tempat diturunkannya
agama-agama samawi dengan penganut terbesar seperti Islam, Yahudi, dan Nasrani.
Dari aspek ekonomi, negara-negara yang berada di kawasan ini adalah penghasil
minyak dan gas terbesar, yang selama ini menjadi penopang kebutuhan dunia akan
energi, dan dari aspek politik dan keamanan, kawasan ini memiliki letak geografis yang
sangat strategis. Dengan demikian, setiap perkembangan yang terjadi di kawasan
tersebut sangat menarik perhatian bagi Dunia Internasional, dalam hubungan dengan
konflik dan perdamaian dunia.
Salah satu persoalan yang paling menonjol di Timur Tengah adalah masalah
Israel dan Palestina, yang masih bergejolak hingga saat ini. Konflik ini mulai muncul
ketika Majelis Umum PBB, mengeluarkan resolusi yang membagi wilayah Palestina
menjadi tiga bagian yaitu: wilayah Arab Palestina, wilayah Israel, dan Yerussalem
sebagai wilayah yang dikelolah oleh Dunia Internasional. Bangsa Palestina kemudian
keberatan, dengan menolak pembagian tersebut. Hal ini dikarenakan, pembagian
tersebut memberikan pada bangsa Yahudi wilayah yang lebih besar dari wilayah yang
diberikan untuk bangsa Palestina. Padahal, pada kenyataannya bangsa Palestina adalah
bangsa mayoritas yang mendiami wilayah tersebut, sementara bangsa Yahudi hanyalah
Berdasarkan resolusi 181 yang dikeluarkan oleh PBB ini, bangsa Yahudi
kemudian mengambil langkah berani untuk memproklamasikan negara Israel pada
tanggal 14 Mei 1948 sebagai negara merdeka, dan diakui oleh Dunia Internasional,
dengan wilayah teritorial yang ditentukan oleh United Nation Partition Plan.1 Sejak
berdirinya negara Israel ini, para orang Yahudi yang tesebar di seluruh dunia mulai
berdatangan ke tanah Palestina.
Bangsa Yahudi ini kemudian, menyusun konsep yang matang untuk menguasai
seluruh wilayah Palestina. Kepercayaan bahwa, wilayah ini merupakan tanah yang
dijanjikan oleh Tuhan mereka, wilayah Palestina yang kini sudah berada dalam
genggaman tidak akan mungkin untuk dilepaskan.2 Dilain pihak, berdirinya negara
Israel ini mengakibatkan rakyat Palestina banyak yang berdiaspora untuk membebaskan
diri mereka dari penjajahan Israel, ke berbagai negara-negara tetangga.3
Israel terus berusaha untuk memperbesar wilayah kekuasaannya. Berbagai cara
dihalalkan untuk mewujudkan ambisinya, mulai dari menindas penduduk Palestina
sampai pada aneksasi negara-negara tetangganya. Hal tersebut dimulai sejak awal
berdirinya negara ini dengan melakukan perang dengan Libanon, Yordania, Mesir, Irak,
dan negara Arab lainnya, untuk memperebutkan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pada
peperangan ini, Israel berhasil memenangkan peperangan dan merebut + 70% dari luas
total wilayah mandat PBB.4
1 Paul Findley. (1993). Facing the Facts about the U.S, Israeli Relationship. Terjm. Rahmani
Astuti. Lowrence Hill Books: New York. Hal. Hal.39
2A. Agus Sriyono, at.al. (2004). Hubungan Internasional: Percikan Pemikiran Diplomat
Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hal. 113
3 M.Risa Sihbudi, M. Hamdan Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen. (1993). Konflik dan
Diplomasi di Timur Tengah. PT. ERESCO: Bandung. Hal. 25
4 Sarjoni. (2010). Analisis Konflik Israel-Palestina: Sebuah Penjelajahan Dimensi Politik dan
Pasca Perang Dunia II, Perang Suez pada tahun 1956 antara Israel yang dibantu
oleh Inggris dan Perancis dengan Mesir terjadi. Hal ini dikarenakan Inggris dan
Perancis ingin tetap bertahan di Terusan Suez, Mesir. Terusan ini dianggap memiliki
nilai yang sangat strategis karena menghubungkan Benua Eropa, Asia, dan Afrika
bagian timur.5
Ketegangan selanjutnya terjadi pada tahun 1967, dimana peperangan antara
Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab yakni Mesir, Yordania, dan Suriah yang
mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kuait, Arab Saudi, Sudan dan Aljasair. Perang ini
dikenal dengan Perang Enam Hari Arab-Israel yang belangsung selama 132 jam 30
menit6. Pada perang ini Israel meraih semua sasaran perangnya, dan wilayah Palestina
berhasil didudukinya. Pada 22 November 1967, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan
resolusi 242 yang menekankan tidak dapat diterimanya perebutan wilayah melalui
perang. Resolusi ini kemudian menjadi suatu prestasi diplomatik dalam konflik
Israel-Palestina.7
Resolusi PBB yang dikeluarkan tersebut tidak membuat Israel melepaskan
wilayah pendudukannya. Karena kegigihan Israel untuk tetap bertahan di Mesir, maka
Perang Atrisi pun berlangsung antara Israel dan Mesir. Perang Atrisi dimulai secara
sungguh-sungguh pada 8 Maret 1969, dengan serangan-serangan Mesir yang ditujukan
pada pasukan Israel yang menduduki tanah Mesir. Perang ini kemudian berakhir dengan
kemenangan pada pihak Israel pada Agustus 1970.8
5 Mustafa Abdul Rahman. (2011).Timur-Tengah Ketegangan, Perang .akan terus berlanjut
KOMPAS, 10 Desember. Hal. 10.
6Lilik Wijayawati. (2009). Latar Belakang Sejarah Konflik Palestina-Israel. pada
http://id.shvoong.com/humanities/history/1947563-latar-belakang-sejarah-konflik-palestina/.Diakses pada 16 Desember 2011.
Tidak berakhir pada Perang Atrisi, Perang Ramadhan akhirnya meletus pada
tanggal 6 Oktober 1973. Perang ini merupakan perang antara pasukan Israel melawan
koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah, terjadi pada hari raya
Yom Kipur, hari raya yang paling besar dalam tradisi orang-orang Yahudi. Tujuan dari
serangan ini sama seperti Perang Atrisi, dimana negara-negara Arab menginginkan
tanahnya kembali yang telah di duduki oleh Israel pada Perang 1967.
Hasil dari perang ini sama dengan perang-perang sebelumnya, pasukan Israel
masih berdiri diatas tanah Mesir dan Suriah. Hal ini kemudian mengundang perhatian
Dunia Internasional. Hampir dengan suara bulat masyarakat dunia menyimpulkan
bahwa Mesir dan Suriah berhak untuk mendapatkan kembali tanah mereka yang hilang,
dan Israel telah melakukan kesalahan, karena melanggar resolusi 242 dengan menolak
menyerahkan wilayah taklukannya pada 1967. Pada tanggal 22 Oktober 1973, Dewan
Keamanan PBB kembali mengeluarkan resolusi 338. Resolusi ini menghendaki
diadakannya negosiasi antara pihak-pihak yang bertikai yang berdasarkan Resolusi
Dewan Keamaan PBB No. 242.9
Kedua resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB ini tidak
menghentikan langkah Israel untuk mencaplok wilayah-wilyah yang ada disekitarnya.
Invasi Libanon selanjutnya dilancarkan dengan masuknya pasukan Israel ke Libanon
pada tanggal 6 Juni 1982. Hasil dari Invasi ini, menambah beberapa mil persegi pada
daftar tanah Arab yang telah dicaplok Israel sejak 1948.10
Berbagai perang antara Israel dan negara-negara Arab yang ada di sekitarnya
terus terjadi seperti yang telah diuraikan di atas. Ironisnya setiap peperangan selalu
9
Pierre Tristam.(n.d). Glossary: The Yom Kippur War, or Ramadan War, October 1973. Pada http://middleeast.about.com/od/glossary/g/me080415.htm, diakses pada 23 Desember 2011.
dimenangkan oleh pihak Israel. Sebagai akibatnya, setiap peperangan yang terjadi
rakyat Palestina yang menjadi korban. Tanpa mengenal batas kemanusiaan Israel terus
meneror dan membantai rakyat Palestina.
Untuk membebaskan diri dari penjajahan Israel, Palestina membentuk beberapa
organisasi perlawanan. Salah satu dari organisasi yang paling besar adalah Palestine
Liberation Organization (PLO). Berdirinya organisasi ini diharapkan mampu menghancurkan Israel, dan diaspora Palestina bisa menduduki kembali tanah yang
sudah dicaplok oleh Israel. Namun, hal ini bertolak belakang dari yang diharapkan.
Rakyat Palestina terus saja mengalami kekalahan dan menjadi korban dari agresi yang
dilakukan oleh Israel.
Ditengah keterpurukan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina, tidak
mengurangi semangat mereka untuk bangkit melawan dan melahirkan gerakan
intifadah. Gerakan ini muncul, diawali pada suatu kejadian di sore hari pada tanggal 8 Desember 1987 di Jalur Gaza. Ketika itu sebuah truk yang dikendarai oleh orang dari
pemukiman Iriz meluncur ke jalan raya Mawazi, dan menabrak mobil yang dikendarai
oleh orang Palestina. Dalam tabrakan tersebut, empat orang Palestina meninggal, dan
sembilan orang lainnya terluka parah. Para pemuda-pemuda Palestina kemudian
membawa mayat tersebut ke rumah mereka di Jabaliyah untuk di kuburkan. Setelah
penguburan selesai, para pemuda, orang tua, dan wanita Palestina menyerang serdadu
Israel dengan apa saja yang dapat dipakai untuk menyerang. Bentrokan ini akhirnya
meluas ke seluruh Jalur Gaza dan menjalar sampai Tepi Barat.11
Melalui peristiwa ini, rakyat Palestina seakan menemukan kesempatan untuk
melepaskan penderitaan mereka, yang selama 20 tahun dijajah dan tidak mampu
melawan. Peristiwa ini juga mendatangkan simpati dunia. Kondisi ini kemudian
dimanfaatkan oleh rakyat Palestina untuk manggalang persatuan dan dukungan dari
negara-negara Arab. Dengan dukungan dari negara-negara Arab, PLO kemudian
memproklamasikan kemerdekaan Palestina di Aljir, Aljazair. Setelah PLO
memproklamirkan kemerdekaannya, negara-negara Arab menyerahkan masalah
Palestina sepenuhnya kepada PLO.
Lahirnya negara ini kemudian tidak menghentikan ketegangan yang ada, tetapi
konflik semakin memanas dan berkecamuk. Transformasi konflik yang terjadi ini
membawa mereka untuk serius berusaha menciptakan perdamaian. Oleh karena itu
diperlukan sebuah solusi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini.
Negosiasi dianggap sebagai satu satunya jalan untuk menciptakan perdamaian,
dan membangun hubungan Palestina dan Israel sebagai dua negara yang bisa hidup
berdampingan secara damai. Upaya ini harus disertai dengan niat baik antara kedua
negara. Dari pihak Palestina sendiri telah menyatakan bahwa, negosiasi merupakan
jalan satu-satunya untuk membangun damai antara Israel dan Palestina. Hal ini sejalan
dengan keinginan Amerika yang terlibat dalam diplomasi yang sangat intensif dengan
Israel, menekankan bahwa satu-satunya solusi bagi kedua negara yang didukung adalah
melalui perundingan.
Negosiasi yang dilakukan harus mempunyai tujuan yang jelas. Kedua belah
pihak akan mencari solusi bagi permasalahan yang selama ini menjadi hal yang sangat
substansial dan menjadi inti dari konflik Israel dan Palestina seperti isu wilayah,
pemukiman, dan tawanan. Dengan adanya kesepakatan untuk melakukan negosiasi ini,
mengantarkan Israel dan Palestina memulai proses penyelesaian konflik dan mencapai
Dari latar belakang inilah, penulis tertarik untuk mengakat judul mengenai
“Signifikansi Negosiasi Dalam Penyelesaian Konflik Israel-Palestina”. Berdasarkan
judul ini akan dikaji lebih lanjut mengenai proses negosiasi yang telah dilakukan oleh
Israel dan Palestina, dan hasil-hasil yang diperoleh dari negosiasi tersebut.
B.Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan kajian yang lebih mendalam, maka
penulis membahas mengenai konflik Israel dan Palestina, dalam batasan waktu sejak
Israel mendeklarasikan kemerdekaan negaranya pada tahun 1948 hingga saat ini.
Adapun objek masalah yang dibahas, maka penulis membatasi untuk meneliti mengenai
negosiasi-negosiasi yang dilakukan, baik itu negosiasi bilateral, maupun negosiasi yang
dilakukan melalui pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik tersebut. Adapun rumusan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apa signifikansi negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina?
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Tujuan Penelitian adalah:
1. Untuk menjelaskan signifikansi negosiasi dalam penyelesaikan konflik
Israel-Palestina
2. Untuk menjelaskan proses negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina
b. Kegunaan Penelitian adalah :
Melalui tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna
sebagai:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi mengenai
signifikansi negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, kepada
pemerintah dan lembaga terkait penelitian ini.
2. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan analisa mengenai signifikansi negosiasi
dalam penyelesaian tukar-tawanan Israel-Palestina. Serta dapat menjadi bahan
bacaan bagi peneliti lain yang membahas obyek yang sama dengan tulisan ini.
D.Kerangka Konsep
Agar penelitian dan pembahasan dalam tulisan ini dapat tersusun secara ilmiah
dan sistematis, maka dibutuhkan acuan berupa kerangka konsep yang relevan. Oleh
sebab itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep. Konsep pertama
yang digunakan penulis adalah konsep konflik. Konflik adalah fenomena yang tidak
dapat dihindari karena merupakan proses sosial yang dissosiasif, sebagaimana Hugh
Miall dalam bukunya Resolusi Damai dan Konflik Kontemporer mendefinisikan konflik sebagai berikut:
formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul
bertentangan dengan hambatan yang diwariskan.12
Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dihindarkan dengan pola
persaingan dan pola konflik. Sumber konflik dapat terletak pada kelangkaan sumber
daya dan egosentrisme masing-masing negara. Timbulnya konflik bisa dipicu oleh sikap
atau tindakan yang bernuansa saling ketidakpercayan dan pemberian reaksi yang
berlebihan terhadap suatu peristiwa tertentu.13
Menurut K. J. Holsti dalam bukunya Politik Internasional Suatu Krangka
Analisa, konflik dapat didefenisikan sebagai:
Konflik adalah pertikaian antar negara dalam mencapai tujuan tertentu seperti perluasan atau mempertahankan wilayah territorial, keamanan, semangat, jalur kemudahan menuju daerah pemasaran, prestise, persekutuan, revolusi dunia, penggulingan pemerintahan negara yang tidak bersahabat, mengubah prosedur dalam PBB dan lain lain.14
Dari defiisi diatas, jelas bahwa konflik akan terjadi ketika ada kepentingan dan
tuntutan yang harus dipenuhi, dan dalam usaha pemenuhan tuntutan itu akan
bertentangan dengan kepentingan serta tujuan negara lain. Jika salah satu negara
cenderung menerapkan perilaku konflik dalam mencapai sasaran maka, suhu
ketegangan akan muncul dengan sendirinya sebagai sebuah ancaman hingga sampai
dengan tingkatan tertentu yang menekan.
Jika dua negara terlibat dalam satu konflik kepentingan, maka hanya ada dua
jalan yang dapat ditempuh. Pertama, kedua negara itu melakukan penyelesaian konflik
lewat diplomasi. Atau bila jalan pertama ini gagal, maka jalan kedua adalah konfrontasi
12 Hugh MIall, Oliver Ramsbotham, & Tom Woodhouse. (2000). Resolusi Damai Konflik
Kontemporer. Terj. Tri Budhi Satrio. PT. Rja Grafindo Persada: Jakarta. Hal. 7-8
13
T.May Rudy. (2003). Hubungan Internasional Kontemporer dan masalah-masalah Global;
Isu, Konsep, Teori dan Paradigma. PT.Refika Aditama: Bandung.Hal: 2-3.
14K.J. Holsty . (1987). Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis.Percetakan Bina Cipta
militer (perang) dimana salah satu pihak dapat mencapai tujuannya setelah
memenangkan perang tersebut.15
Tetapi jika kedua negara yang bertikai dapat menyelesaikan konflik tersebut
melalui diplomasi, dalam hal ini kedua negara bersedia untuk bernegosiasi, maka
perang pun dapat dicegah, dan akan memberikan hasil yang saling menguntungkan.
Secara terminologi negosiasi dapat di defenisikan sebagai:
The process where interested parties resolve dispute, agree upon courses of action, bargain for individual or collective adventage, and/or attempt to craft outcomes which serve their mutual interests(proses perundingan dua pihak yang bertikai baik sifatnya individual maupun kolektif untuk mencari solusi penyelesaian
bersama yang saling menguntungkan).16
Negosiasi dilihat sebagai suatu proses perundingan untuk menyelesaikan suatu
masalah atau perselisihan. Dalam bernegosiasi, seorang negosiator harus bersedia dan
mau mencari pilihan terbaik secara kreatif untuk menemukan suatu solusi. Solusi yang
diharapkan adalah solusi yang menguntungkan kedua pihak, sebagaimana yang
dimaksud oleh Alo Liliweri dalam buku Prasangka dan Konflik:
Negosiasi adalah suatu proses yang melibatkan dua atau tiga pihak untuk merundingkan beberapa pilihan pendapat yang menjadi sumber konflik, guna mencapai persetujuan bersama yang saling
menguntungkan dua pihak.17
Untuk dapat menyelesaikan sebuah proses negoasiasi yang menguntungkan
kedua belah pihak, maka perlu memenuhi beberapa persyaratan kondisional seperti:
bersedia membagi kepentingan bersama, sepakat dalam prosedur negosiasi yang akan
ditempuh, bersifat sukarela dan saling dapat dipercaya, kedua belah pihak harus mencari
15
M. Amien Rais. (1989). Politik Internasional Dewasa Ini. Usaha Nasional: Surabaya. Hal. 13
16
Mukhsin Jamil. (2007). Mengelolah Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi dan
Implementasi Resolusi Konflik. Walisongo Mediaton Centre (WMC): semarang. Hal. 89
17Alo Liliweri. (2005). Prasangka & Konflik: Komunitas Lintas Budaya Masyarakat
berbagai alternatif yang dipertimbangkan sebagai pilihan solusi, dan jika tidak dapat
mencapai kompromi yang saling menguntungkan dan kesepakatan belum tercapai,
negosiasi dapat diterminalisasi sementara dengan status quo.18
E.Metode penelitian a) Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif yang
menggambarkan signifikansi negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Dimulai dari penggambaran konflik Israel-Palestina, kemudian menggambarkan proses
negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.
b)Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data teoritis yang
diperoleh dari berbagai sumber dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti. Data sekunder yang dikumpulkan ini bersifat kualitatif, yang selanjutnya akan
dianalisis, dimana penulis akan menjawab permasalahan berdasarkan fakta-fakta dan
data yang penulis peroleh.
c) Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka
(library research) yaitu cara pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku-buku, jurnal,
dokumen, artikel-artikel dalam majalah maupun surat kabar, maupun data dari
situs-situs internet. Bahan-bahan tersebut sebagian besar diperoleh dari beberapa buku yang
tersedia di perpustakaan pusat Universitas Hasanuddin, ditambah dengan buku koleksi
pribadi.
d)Teknik Analisis Data
Teknik analisis data penyusunan tulisan ini, penulis menggunakan teknik
analisis data kualitatif. Teknik analisis ini ditekankan pada data kualitatif yang
analisisnya akan diarahkan pada data non-matematis. Dukungan data-data kuantitatif
yang berkaitan dengan obyek penelitian, juga disertakan untuk memperkuatnya.
e) Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penulisan
deduktif dengan terlebih dahulu memberikan gambaran secara umum permasalahan
yang diteliti, selanjutnya memaparkan secara khusus setiap variabelnya dan saling
keterkaitan dan pengaruh antar variabel. Kemudian berdasarkan data-data yang didapat,
BAB II
TELAAH PUSTAKA A.Konsep Tentang Negosiasi
Dalam penyelesaian suatu konflik, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan,
salah satunya adalah melalui negosiasi. Pada hakekatnya, fenomena dan fakta-fakta
negosiasi secara umum dapat dilihat atau dirasakan mulai pada level terkecil yaitu
Rumah Tangga, sampai pada level terbesar yaitu Dunia Internasional. Dapat pula
diklarifikasikan yang meliputi individu, kelompok, lembaga, dan negara. Hal ini
menunjukkan bahwa dunia nyata ini, bisa diumpamakan sebagai sebuah meja
perundingan yang sangat besar, dan manusia didalamnya adalah pesertanya.
Dalam kehidupan sehari-hari, dan kehidupan bernegara akan selalu diliputi
dengan berbagai masalah. Oleh karena itu, pokok masalah tersebut menjadi alasan
mengapa negosiasi diadakan. Adapun pokok masalah tersebut adalah: masalah tersebut
penting dalam pandangan kedua belah pihak; masalah tersebut dapat menimbulkan
konflik di antara kedua belah pihak; dan kedua belah pihak membutuhkan sebuah
kerjasama untuk mencapainya.19
Orang yang menguasai seni bernegosiasi biasanya hidup dengan lebih mudah di
muka bumi ini, dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki keahlian tersebut.
Hampir setiap kegiatan yang kita lakukan itu membutuhkan proses negosiasi, sehingga
harus menguasai seni ini untuk selalu mendapatkan yang terbaik. Ataupun pada saat kita
bernegosiasi dengan pihak lawan, hal terakhir yang ingin dicapai adalah keuntungan.
Dari uaraian di atas, maka dapat dilihat bahwa negosiasi mempunyai beberapa
karakterisrik sabagai berikut: (a) Pembicaraan antara kedua belah pihak yang
mempunyai kepentingan atau tujuan yang berbeda; (b) Proses tawar-menawar atau
penyesuaian diatara kedua belah pihak tersebut; (c) Berupaya mencari kesepakatan yang
dapat diterima oleh kedua belah pihak atas dasar kesamaan kepentingan; (d) Tanpa
prasangka; segala komunikasi atau diskusi dalam rangka penyelesaian sengketa tidak
dapat digunakan sebagai bukti; (e) Apabila berhasil, para pihak dapat menuangkan hasil
kesepakatan itu dalam suatu perjanjian penyelesaian sengketa/perdamaian.20 Negosiasi
bukanlah hal yang sulit untuk dilaksanakan, namun cara kita dalam bernegosiasi akan
menjadi penentu akan sebuah hasil.
Untuk memahami lanjut mengenai negosiasi, maka perlu ditelaah asal kata dan
defenisi dari negosiasi tersebut. Secara harfyah, negosiasi berasal dari bahasa inggris
“negtiation” yang artinya discussion in order to come to an agreement, yaitu suatu
perundingan untuk mendapatkan suatu kesepakatan.21 Tetapi dalam bahasa latin, kata
negosiasi berasal dari ungkapan bahasa Latin, negotiatus, yang berarti melakukan
bisnis.22 Secara terminonologi negosiasi dapat diartikan:
The process where interested parties resolve dispute, agree upon courses of action, bargain for individual or collective adventage, and/or attempt to craft outcomes which serve their mutual interests(proses perundingan dua pihak yang bertikai baik sifatnya individual maupun kolektif untuk mencari solusi penyelesaian bersama
yang saling menguntungkan).23
Hubungan yang terjadi antara Israel dan Palestina, merupakan suatu bentuk
ketidakharmonisan dalam hubungan internasional. Konflik yang terjadi di antara mereka
selama enam puluh empat tahun ini, sudah menjadi kenyataan pahit yang harus
disaksikan, dan dialami oleh seluruh masyarakat yang menghuni wilayah Palestina.
20
Ibid. Hal. 14-15
21
M. Mukhsin Jamil, op cit., Hal. 89.
22Brian Frinch. (2001). 30 minutes To Negotiate a Better Deal Memenangkan Negosiasi. Terjm.
Kusnandar. PT. Elex Media Kompotindo Kelompok Gramedia: Jakarta. Hal.1
Munculnya berbagai serangan berbalasan di antara mereka yang kemudian menelan
banyak korban, terutama dalam bidang kemanusiaan, membuat kedua negara
memutuskan untuk berunding dan mencari solusi secara bersama yang bisa
menguntungkan keduanya. Pilihan Israel dan Palestina untuk melakukan negosiasi
menjadi pilihan yang tepat, karena sudah memenuhi syarat tercapainya suatu negosiasi
seperti yang diungkapkan oleh Fred C. Ikle
Two element must be present for negotiation take place ; there must be both comment interest and issues of conflict. Whithout comment interest there’s nothing to negotiate for, whithout issues of conflict there’s nothing to negotiate about.24
Sebelum melakukan negosiasi, Israel dan Palestina mempunyai beberapa syarat.
Pada negosiasi pertama yang mereka lakukan pada tahun 1991, kedua negara
mengajukan beberapa syarat. Dari pihak Palestina, menginginkan Israel menarik
mundur pasukannya dari daerah pendudukan sebelum negosiasi dimulai, sementara dari
pihak Israel mengatakan bahwa, itu tidak perlu menjadi syarat mutlak. Meskipun
demikian, mereka berdua sepakat untuk mencari alternatif yang menguntungkan kedua
belah pihak dalam mewujudkan perdamian. Hal ini sejalan dengan Friedrich yang
dikutip dalam Cahyo Satria Wijaya, mendefinisikan negosiasi sebagai:
Negosiasi adalah suatu proses dimana sedikitnya dua orang atau lebih berusaha mencapai sesuatu. Agar hal itu tercapai, kedua pihak harus menyepakati suatu cara pemecahan. Namun itu baru permulaan, kedua pihak harus tetap bekerjasama dalam pelaksanaan dari kontrak yang
telah disepakai.25
24 Fred C. Ikle. (nd). Dalam Peace Prospec Between Palestina and Israel Pasca Peace Agreed
Agreement Hamas and al-Fatah at Makkah 2007. Pada:
http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1639/470, diakses pada 22 Februari 2012.
Dalam setiap proses negosiasi yang dilakukan oleh Israel dan Palestina, selalu
diakhiri dengan adanya kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak. Ini mendakan, bahwa ada hasil kesepakatan yang diperoleh. Kesepakatan
tersebut akan diimplementasikan oleh keduah belah pihak. Kesepakatan yang
dituangkan dalam bentuk tertulis itu, juga dapat ditinjau kembali pada proses negosiasi
selanjutnya.
Melakukan negosiasi tidaklah untuk mencari pihak pemenang dan pihak yang
kalah, karena dalam setiap negosiasi terdapat kesempatan untuk menggunakan seluruh
kemampuan sosial dan komunikasi fektif dan kreatif, yang dimiliki untuk menghasilkan
sebuah hasil positif dan saling menguntungkan. Sebagaimana defenisi negosiasi dari
Roger Fisher & William Ury dalam buku Getting Yes:
Negotiation is a basic means of getting what you want from others. It is back and forth communication designed to reach an agreement when you and other side have some interest that are shared and other that are oppesed.26
Dalam bernegosiasi, terdapat komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai
kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama, maupun
berbeda.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dikutip Cahyo Satria Wijaya kata
negosiasi berarti: “ proses tawar-menawar dengan jalan berunding dengan memberi atau
menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak yang
lain”.27 Jadi sangat jelas bahwa dalam bernegosiasi egoisme harus dihilangkan, hal
serupa juga diungkapkan oleh William Zartman:
26Roger Fisher & William Ury. (1991). Getting Yes. 2nd ed. Random House Business Books:
London. hal xiiv
Prinsip dasar dalam memulai sebuah dialog untuk mengakhiri konflik adalah memposisikan kedudukan yang sejajar bagi pihak yang berdialog. Artinya bahwa privelese atau klaim kebenaran lebih mulia dari bangsa apapun harus ditinggalkan demi terciptanya suatu kesempatan berimbang untuk mewujudkan harmoni di wilayah
konflik.28
Dari prinsip dasar yang diungkapkan oleh Willian Zartman, maka negosiasi
yang dilakukan antara Israel dan Palestina, hanya dapat berhasil jika keduanya
meninggalkan klaim kebenaran terhadap kedudukan yang dimilikinya lebih muliah dari
bangsa yang lain. Israel harus terlebih dahulu menanggalkan klaimnya sebagai bangsa
pilihan yang ditunjuk oleh Tuhan untuk mendiami Palestina, begitupula sebaliknya.
Untuk mencapai suatu kesuksesan dalam bernegosiasi, juga perlu adanya
persamaan pandangan dalam melihat suatu solusi. Dalam upaya negosiasi yang
dilakukan oleh Israel dan Palestina untuk menciptakan suatu perdamaian, pada
kenyataanya belum mampu membawa perubahan. Hal tersebut dikarenakan adanya
perbedaan makna perdamaian dari kedua belah pihak. Bagi Palestina perdamaian adalah
suatu aktualisasi dari terwujudnya negara merdeka Palestina yang meliputi
wilayah-wilayah yang masih diduduki Israel saat ini, seperti Jalur Gaza, Tepi Barat, dan
Yerussalem Timur sebagai Ibukota. Selain itu, adanya tuntutan untuk memulangkan
kembali para diaspora Palestina yang saat ini tersebar ke berbagai negara akibat
pendudukan Israel. Sementara Israel, melihat perdamaian sebagai suatu kelayakan untuk
hidup di tanah terjanji dan memiliki labelitas sebagai “bangsa pilihan”, dan pengakuan
eksistensi negara Israel dari negara-negara Arab.
28
William Zartman. (2010). Dalam Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi PLO Menerima
Konsep Peta Jalan Perdamaian Israel- Palestina. Pada:
Melihat kompleksitas dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, maka selain
upaya negosiasi yang dilakukan oleh kedua negara yang berkonflik tersebut, juga
diperlukan dukungan dari pihak internasional seperti negara-negara Arab di Timur
Tengah, Amerika Serikat, dan organisasi-organisasi internasional, seperti PBB dan Uni
Eropa. Elemen-elemen internasional ini mutlak diperlukan untuk menyokong terjadinya
perdamaian dengan proses negosiasi melalui pihak ketiga.
B.Konsep Tentang Konflik
Dalam perspektif sejarah, konflik ini terjadi sejak awal kehidupan manusia itu
sendiri. Keberagaman kepentingan dalam kehidupan umat manusia dapat menimbulkan
suatu konflik. Konflik menjadi sebuah fenomena yang dapat terjadi tanpa mengenal
waktu dan tempat. Dengan kata lain, konflik dapat terjadi kapan saja, dimanapun dan
melanda komunitas manapun. Distribusi spasial atas konflik, meliputi wilayah kota
megapolitan sampai daerah terpencil, masyarakat kota sampai masyarakat desa, dengan
latarbelakang budaya, sosial, ekonomi, politik, etnik, maupun keberagaman yang
lainnya.
Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, maka konflik dapat dibagi
menjadi dua. Pertama, adalah konflik individual, yakni konflik yang terjadi antara dua
orang yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor penyebab konflik adalah
masalah pribadi sehingga yang terlibat dalam konflik hanyalah orang-orang yang
bersangkutan saja. Kedua, adalah konflik kelompok, yakni konflik yang terjadi antara
dua kelompok atau lebih. Konflik pribadi dapat dengan mudah berubah menjadi konflik
kelompok, karena adanya kecenderungan yang besar dari individu-individu yang
berkonflik untuk melibatkan kelompoknya masing-masing. Disamping itu,
kelompok tersebut untuk membantu seorang anggota kelompok yang terlibat konflik,
tanpa ingin mengetahui apa yang menyebabakan konflik tersebut. Kompleksitas
konflikpun juga beragam, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit, bahkan ada
yang bertahun-tahun tidak dapat diselesaikan.29
Adanya berbagai macam konflik yang terjadi saat ini, maka, Miall
mengklasifikasikannya menjadi dua ditinjau dari prilakunya, yaitu konflik antar negara
dan konflik bukan antar negara. Konflik antar negara adalah konflik yang terjadi dan
melibatkan dua negara atau lebih, sedangkan konflik bukan antar negara adalah konflik
yang tidak melibatkan negara, tetapi lebih internal dan terjadi di dalam negeri, seperti
konflik separatis, konflik antara masyarakat dengan pemerintah, dan lain sebagainya.30
Dalam konteks hubungan internasional, interaksi antar negara sangat beragam.
Interkasi yang terjadi tersebut ada, yang bersifat mutualis jika hubungan yang terjadi
bersifat saling mendatangkan manfaat bagi pihak-pihak yang berinteraksi. Sebaliknya
interkasi dapat bersifat parasitis jika hanya ada satu pihak tertentu yang mendapatkan
keuntungan dan pihak yang lainnya dirugikan. Dengan demikian, suatu negara tidak
terlepas dengan adanya konflik yang terjadi dengan negara yang lainnya. Hubungan
yang terjadi antar negara, mengandung benih-benih konflik yang tidak dapat dihindari.
Adanya perbedaan kepentingan dan tujuan dari setiap negara menjadi faktor penyebab
terjadinya perseteruan yang pada akhirnya menimbulkan ketegangan.
Kepentingan nasional merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap
negara. Tujuan yang menggambarkan masa depan dan kondisi yang ingin dicapai
melalui pembuatan kebijakan luar negeri dibagi dalam tiga kategori, yaitu tujuan jangka
29 M. Muksim Jamil. (2007). Resolusi Konflik: Model dan Strategis. Walisongo Median Centre:
semarang. Hal .61
pendek, yang sekaligus menjadi nilai inti karena eksistensi pemerintah dan bangsa harus
diimbagi, diperluas sepanjang waktu, dan memerlukan pengorbanan yang maksimal.
Tujuan menengah, biasanya memaksakan tuntutan pada negara lain guna memenuhi
kebutuhan perbaikan ekonomi, meningkatkan prestise negara yang mencakup perluasan
diri atau imperialism. Tujuan terakhir, adalah tujuan jangka panjang yang merupakan
rencana, impian, harapan, dan pandangan waktu yang tidak pasti.31
Kepentingan nasional setiap negara tentunya dapat dicapai salah satunya melalui
interaksi dengan negara lain, yang juga mempunyai kepentingan nasional. Hasil dari
interaksi ini akan menimbulkan dua pola interaksi. Jika kepentingan negara yang
berinteraksi berbenturan secara konstruktif, maka akan terjalin sebuah kerjasama. Akan
tetapi yang sering terjadi adalah benturan kepentingan yang bersifat destruktif, hal inilah
yang kemudian memicu terjadinya konflik antar negara.
Di antara konflik internasional yang dapat diukur, persoalan wilayah menjadi
sangat penting, karena hal tersebut merupakan sifat alamiah teritorial sebuah negara.
Konflik atas kontrol wilayah dapat dibedakan dalam dua variasi, yaitu perselisihan
teritorial mengenai garis perbatasan dan konflik atas kontrol keseluruhan wilayah
termasuk perbatasan. Nilai sebuah wilayah negara hampir sama dengan kesetiaan, dan
merupakan masalah kehormatan nasional, dan simbol kedaulatan dan integritas negara
yang menegaskan status daerah tersebut sebagai bagian dari negara. Oleh karena itu,
perselisihan batas negara cenderung menjadi persoalan yang keras dalam hubungan
internasional. Setiap negara tidak akan menukar wilayahnya untuk mendapatkan uang
atau imbalan apapun yang positif. Bagi negara yang wilayahnya diambil secara paksa,
tidak akan mampu melupakan meskipun satu inci dari wilayah terebut.32 Penjelasan di
atas seiring dengan pengertian konflik Menurut K.J. Holsti
konflik merupakan pertikaian antar negara yang mencakup tuntutan yang harus dipenuhi. Perilaku konflik merupakan akibat pertentangan antara tuntutan yang dimiliki negara “A” dengan kepentingan negara “B” atau negara lainnya. Petentangan tersebut dapat meliputi
perluasan atau pertahanan wilayah terotorial.33
Dalam konteks Konflik Israel-Palestina, Konflik ini bersumber dari klaim
bangsa Yahudi terhadap tanah Palestina. Berdasarkan isu-isu yang bersifat historis dan
teologis, Palestina disebut sebagai tanah air yang dijanjikan kepada orang-orang Yahudi
dari nenek moyang mereka. Manifestasi dari keyakinan bangsa Yahudi itu, tercermin
dari penguasaan wilayah dalam bentuk aneksasi Yahudi di Palestina. Bangsa Yahudi
melihat arti penting wilayah ini yang didukung oleh potensi-potensi strategis, sehingga
membentuk akumulasi konflik yang besar dari aspek-aspek krusial dalam perebutan
wilayah.
Aksi tersebut semakin meluas karena mendapatkan penentangan bangsa Arab
Palestina. Ironisnya, bangsa Palestina seakan menjadi objek kekerasan, karena tidak
memberikan pengakuan terhadap eksistensi negara Israel. Dampak dari fenomena
tersebut, adalah gelombang kekerasan yang menjadikan persoalan Arab-Israel kian
meruncing. Keinginan Israel untuk menguasai wilayah Palestina secara keseluruhan
yang kemudian ditentang oleh negara arab, ini menandakan adanya perbedaan tuntutan
dari kedua belah pihak. Konflik menurut Hugh Miall, secara umum dijelaskan sebagai
berikut:
32Dewi Utaria. (2006). Konflik Internasional. Pada
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/konflik_internasional.pdf, diakses pada 05 februari 2012.
Pengejaran tuntutan yang saling bertentangan dari kelompok-kelompok yang berbeda. Ini menunjukkan rentangan waktu yang lebih luas dan kelas perjuangan yang lebih lebar dibandingkan dengan konflik bersenjata, entah itu diikuti oleh sarana perdamaian ataupun
dengan menggunakan kekuatan.34
Selanjutnya definisi konflik dari T. May Rudy dalam buku Hubungan Internasional
Kontemporer dan Masalah-Masalah Global; Isu, Konsep, Teori dan Paradigma:
Konflik bisa berupa krisis hubungan diplomatik, protes, penolakan, tuduhan, tuntutan, peringatan, ancaman, tindakan balasan(restorasi atau reprisal), serta pemboikotan produk. Timbulnya konflik bisa dipicu oleh sikap serta tindakan yang bernuansa permusuhan atau salin ketidak percayaan yang bertalian dengan kecenderungan untuk memeberikan raeksi keras dan berlebihan terhadap suatu peristiwa
diantara dua atau lebih entitas sosial yang berbeda. 35
Perbedaan kepentingan dan tuntutan inilah yang memiliki posisi yang sangat
vital bagi timbulnya konflik. Seperti konflik Israel-Palestina, yang pada
perkembangannya belum mampu mengartikulasikan kepentingan masing-masing pihak.
Akibatnya adalah akomodasi yang lebih mengarah pada tindakan kekerasan, bahkan
menyulut terjadinya perang. Hingga saat ini konflik tersebut, belum juga mencapai titik
terang. Berbagai perjanjian telah dicapai dalam upaya mencapai perdamaian di wilayah
tersebut. Setiap perjanjian yang sudah dilakukan, pada akhirnya akan gugur dan
melahirkan kembali serangan berbalasan.
BAB III
GAMBARAN UMUM SIGNIFIKANSI NEGOSIASI DAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA
A.Signifikansi Negosiasi
A.1. Arti Penting dan Tujuan Negosiasi
Pada hakekatnya, negosiasi adalah instrumen atau sarana untuk menjalin
interaksi satu sama lain, baik yang bersifat internal dalam diri pribadi manusia sebagai
pelaku negosiasi, maupun yang bersifat eksternal yang melibatkan berbagai pihak untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam pelaksanaannya, negosiasi tidak dapat bersifat instan
atau mempunyai batasan waktu. Negosiasi akan beproses sepanjang masa sampai
tercapainya tugas-tugas yang harus dilaksanakan, dan hasil-hasil yang ingin dicapai baik
melalui tahapan waktu ataupun mekanismenya.36
Kemampuan untuk melakukan negosiasi bisa saja dipelajari dan tidak mutlak
menjadi keterampilan yang dibawa sejak lahir. Untuk menjadi seorang pelaku negosiasi
yang handal, maka perlu banyak latihan. Semakin banyak masalah yang dipecahkan
melalui negosiasi, maka semakin banyak pengalaman, sehingga ketika menghadapi
situasi sulit pun pada saat negosiasi berlangsung dapat teratasi.
Negosiasi menjadi pilihan dalam menyelesaikan sebuah konflik atau
permasalahan, karena dianggap sebagai alternatif yang paling baik, dimana kedua belah
pihak bertemu langsung dan mengutarakan kepentingan masing-masing. Berunding
mencari solusi yang paling tepat dan saling menguntungkan. Mengesampingkan ego
untuk memenuhi sedikit kepentingan orang lain. Sehingga pada akhirnya keduanya
merasa menang dan kepentingannya terpenuhi. Akan berbeda jika suatu permasalahan
36
diselesaikan melalui hukum, yang kemungkinan akhirnya akan ada yang menang dan
ada yang kalah.
Dalam bernegosiasi, terdapat dua jenis sifat kerjasama yang dapat terjadi. Sifat
kompetitif, sebagian besar digunakan oleh para pelaku bisnis. Seperti pada negosiasi
dalam hal harga, penjual akan memberikan harga tinggi di atas kemampuan pembeli,
kemudian pembeli memberikan penawaran harga yang dibawah harga jual minimum,
hingga pada akhirnya, terjadi kesepakatan harga yang tentunya memberikan keuntungan
pada pihak penjual. Sementara itu, proses negosiasi yang bersifat kooperatif bisanya
lebih banyak dipilih oleh seorang negosiator yang unggul. Dalam hal ini, kedua belah
pihak duduk bersama-sama, saling memberikan konsesi, membuka kartu-kartu yang
mendekati keinginan mereka dan akhirnya berusaha mencapai kesepakatan bersama
yang saling memuaskan.37
Negosiasi dapat dilakukan secara bilateral, yang hanya melibatkan dua pihak
saja, juga dapat dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Maka dalam negosiasi,
dikenal istilah multiparty negotiation. Negosiasi ini lebih mengabstraksikan kegiatan
koalisi dalam negosiasi. Koalisi ini memungkinkan pihak-pihak yang memiliki posisi
lemah dapat mencapai kepentingannya, atau minimal bertahan. Koalisi ini terbagi ke
dalam dua jenis, yakni natural coalition, yaitu koalisi yang sudah terbentuk sejak lama
dan meliputi berbagai bidang (seperti koalisi antara Amerika, Australia, dan Uni Eropa.
Six Party Talks, dan Kuartet Diplomatik), dan “single-issue coalition”, yaitu koalisi
yang terbentuk secara spontan dalam menanggapi suatu isu. Ada pula istilah multiphase
37
negotiation, yang mengartikan bahwa negosiai itu selalu berkaitan dengan fase-fase
negosiasi sebelumnya, dan akan mempengaruhi negosiasi setelahnya.38
Negosiasi bertujuan untuk mendapatkan penyelesaian masalah bersama dengan
mengkopromikan perbedaan yang ada, sehingga mendapatkan penyelesaian yang saling
menguntungkan (win-win solution), bukan penyelesaian yang justru saling merugikan
(lose-lose solution) atau memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang
lain (win-lose solution). Negosiasi menjadi pilihan instrumen untuk menyelesaikan
suatu masalah, karena jalur ini memberikan jalan kompromi untuk saling memberikan
sedikit pengorbanan, guna pencapaian solusi bersama yang saling menguntungkan
menjadi tujuan utamanya.39
Negosiasi juga bertujuan untuk menyelesaikan masalah tanpa ada banyak korban
yang berjatuhan, seperti pada penyelesaian konflik melalui jalur peperangan atau
tindakan agresif yang lainnya. Meskipun prosesnya lebih lama daripada penyelesaian
konflik yang bersifat koersif. Negosiasi akan terus beproses sampai tertunaikannya
kepentingan yang diperjuangkan oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Selain itu, negosiasi dapat membangun keseimbangan antara dua kutub
kepentingan yang berbeda. Tarik-menarik kepentingan terjadi secara alamiah, dan
negosiator yang baik akan menempatkan kedua posisi tersebut untuk mengambil
keputusan melalui kesepakatan saling menguntungkan. Kedua belah pihak diletakkan
pada posisi yang setara, kemudian mengajukan masing-masing tuntutannya dan
mempertemukan titik kesesuaian antara kebutuhan diri dan kepentingan orang lain.
38
Faisal Ash Shiddiq. (2011). Tipe-Tipe Negosiasi: Kooperatif dan Kompetitif. Pada http://liberwords.blogspot.com/2011/01/tipe-tipe-negosiasi-kooperatif-dan.html, diakses pada tanggal 10 September 2011
A.2. Proses Negosiasi
Negosiasi berbeda dengan proses penjualan. Dalam proses bernegosiasi kita
membutuhkan waktu yang lebih banyak, dibandingkan dengan proses penjualan
terutama pada tahap tawar-menawar. Selain itu, pihak pembeli dalam penjualan tidak
memerlukan ikatan tertulis atau saling mengenal lebih dalam, tetapi dalam proses
negosiasi, pihak-pihak yang bernegosiasi harus mengakhiri negosiasi dengan sebuah
kesepakan tertulis atau kontrak, dan sebaiknya saling mengenal satu sama lain secara
mendalam. Dalam proses negosiasi, ada beberapa tahapan yang harus dilalui seperti
yang digambarkan dalam bagan berikut.
Bagan 1 Proses Negosiasi
Proses Negosiasi
Sumber: Alo Liliweri. Prasangka dan Konlik. 2005. Hal 348
Pada bagan diatas, digambarkan proses negosiasi. Adapun penjabarannya adalah
sebagai berikut:
a) Persiapan, dua pihak (who) melakukan persiapan terkait dengan apa yang
dirundingkan (which), misalnya isu apa yang akan dibicarakan. Selain itu
masing-masing menjelaskan (why) mengapa isu tersebut harus dinegosiasikan, menetukan Preparation
and Planning
Clarification and Justification
Defining of General Rules
Negotiation and Problem Solving
waktu (when) perundingan, tempat (where) perundingan, dan bagaimana (how) cara
merundingkannya.
b) Defenisikan aturan, dua pihak memberikan defenisi terhadap berbagai aturan
(rule) yang mengatur (melarang, mewajibkan, dan lain-lain) tentang isu perbedaan
pendapat.
c) Klarifikasi, masing-masing pihak saling memberi kesempatan untuk memberi
klarifikasi atas isu perbedaan pendapat.
d) Tawar-menawar untuk memecahkan masalah, dua pihak saling memberikan
penawaran terhadap pilihan penyelesaian pendapat.
e) Akhirilah dengan implementasi, dua pihak mengakhiri perbedaan atau konflik
dengan memberikan implementasi bersama atas apa yang telah diputuskan melalui
negosiasi. 40
Disamping itu, dalam proses negosiasi hal yang paling penting dan paling utama
yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi dan mendefinisikan pokok permasalahan.
Harus dipastikan bahwa pokok permasalahan tersebut dapat diterima oleh semua pihak.
Jika ada pihak yang menolak pengidentifikasian masalah tersebut, maka negosiasi akan
terhambat. Perlu diketahui bahwa dalam pendifinisian pokok permasalahan haruslah
secara mendalam dan keintinya dengan membawa kepentingan dari pihak
masing-masing. Pemahaman yang baik mengenai kepentingan satu pihak akan memudahkan
dalam pencapaian solusi yang akan memuskan setiap pihak.
Ketika pokok permasalahan sudah teridentifikasi dengan baik, maka langkah
selanjutnya adalah mencari solusi-solusi alternatif untuk dipilih secara bersama-sama.
Dalam proses pencarian solusi diharapkan tidak terjadi win-lose, artinya ada pihak yang
kalah dan ada pihak yang menang. Sedapat mungkin menemukan sebanyak-banyaknya
pilihan alternatif pemecahan masalah, sehingga solusi yang diperoleh adalah win-win
solution, dan ketika kedua pihak sudah mencapai kesepakatan, itu menandakan solusi sudah ditemukan. Dan setiap pihak pun akan merasa menang karena kepentingannya
terpenuhi.
Selain proses negosiasi yang diatas, juga terdapat model negosiasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai tahapan, serta langkah yang harus dilalui dalam
negosiasi. Model ini memberikan tiga tahap yakni: pre-negosiasi, negosiasi, dan
post-negosiasi seperti berikut.
1. Pre-negosiasi
Dalam tahapan pertama ini, dikenal dengan nama pre-negosiasi. Dimulai dengan
tahapan initiation, yaitu tahapan yang paling awal, dilakukan dengan mengadakan
kajian feasibility study, yang terkait dengan pengumpulan informasi tentang
kemungkinannya membuka dialog, dimana kedua belah pihak duduk secara bersama
untuk membicarakan masalah bersama, dan mencari penyelsaian yang saling
menguntungkan. Setelah itu, maka dilakukan assessment, pada tahapan ini, akan
dilakukan penilaian yang lebih matang dan mendalam berdasarkan kajian feasibility
study. Dengan demikian, akan diketahui kemungkinan untuk merealisasikan perundingan untuk melakukan negosiasi.
Ketika sudah ada kesepakatan untuk merealisasikan negosiasi, maka kedua belah
menyusun aturan permainan, agar negosiasi dapat berjalan dengan efisien. Aturan
negosiasi, juga untuk menjaga proses negosiasi agar tidak menyimpang. Dalam hal ini,
jika godaan emosi dan tempramen menjadi tidak terkendali, dan malah saling
menjauhkan dari tujuan semula. Yang dilihat bukan masa depan kedua belah pihak,
tetapi justru melihat masa lampau mereka, dan pada akhirnya dapat menimbulkan
konflik baru.
Merencanakan agenda negosiasi menjadi tahap selanjutnya, setelah aturan main
disepakati bersama. Jadwal waktu pelaksanaan negosiasi, kapan, dan dimana, serta apa
saja yang harus dipersiapkan, harus segera disusun. Selain itu, data-data pendukung,
dokumen bukti-bukti juga perlu dikumpulkan, agar memperlancar jalannya negosiasi.41
2. Negosiasi
Proses negosiasi merupakan inti dari upaya negosiasi, dalam proses negosiasi
Ini, yang harus ditekankan pertama adalah fokus pada interest, atau kepentingan
bersama, bukan pada posisi. Yang dimaksud dengan posisi adalah pendapat atau
pendirian masing-masing pihak yang sifatnya hitam putih, artinya setiap pihak
mengklain dirinya yang benar, dan pihak lain yang salah, dan pendirian ini tidak dapat
ditawar atau diubah. Jika terjadi hal demikian, maka harus dicari kepentingan atau
interestnya apa, agar dapat dipertemukan adanya substansi kepentingan yang sama.
Bersikap kreatif, juga diperlukan dalam proses negosiasi. Jika kedua belah pihak
tetap bertahan pada pendirian masing-masing seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka
masalah tidak akan selesai. Oleh karena itu, harus berusaha mencari opsi tentang
substansi kepentingan dengan kriteria objektif, artinya kriteria yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak, bukan bersifat subjektif yang hanya mementingkan salah satu pihak.
Kreativitas menggali substansi kepentingan ini merupakan kunci terpenting dalam
negosiasi, untuk itu diperlukan kepekaan dan keluasan wawasan dalam memandang
permasalahan yang dihadapi.
Evaluasi selanjutnya menjadi hal yang perlu dilakukan, yang menjadi tindak
lanjut dari penggalian substansi kepentingan bersama, sebagai opsi dengan kriteria yang
objektif. Diperlukan pertimbangan untuk memilih kepentingan mana yang dijadikan
prioritas, dan lebih praktis untuk dilaksanakan. Di sini juga diperlukan keluasan
pandangan untuk memilih opsi interest, yang benar-benar merupakan common interest,
yaitu kepentingan yang paling menguntungkan kedua belah pihak.
Semua yang menjadi kesepakatan harus dicatat sebagai dokumen. Dokumen
sebagai hasil negosiasi ini sangat penting, karena kesepakatan yang tidak
didokumentasikan hanya dapat diingat dalam memori masing-masing. Kemampuan
memori mempunyai batasan, dan banyak kelemahannya. Dengan bergulirnya waktu dan
munculnya berbagai kegiatan harian, memori dapat hilang atau dilupakan, kalaupun
dapat diingat, mungkin tidak semuanya, sehingga memungkinkan adanya perubahan
dan penafsiran. Hal ini justru dapat memunculkan masalah baru atau kembali ke nol,
hasil negosiasi pun menjadi sia-sia.
Dengan adanya kesepakatan, masing-masing pihak harus mempunyai sikap
untuk selalu memegang komitmen bersama, yaitu mematuhi kesepakatan yang telah
diikrarkan secara lisan maupun tulisan dalam sebuah dokumen kesepakatan. Komitmen
ini merupakan sebuah janji yang harus ditepati. Tidak adanya komitmen dapat dianggap
sebagai pelanggaran sebuah janji, dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan yang
justru akan lebih mempersulit dalam penyelesaian masalah. Dengan demikian, menjaga
kepercayaan untuk dapat mematuhi kesepakatan, menjadi kunci dalam menindaklanjuti
hasil-hasil negosiasi.42
3. Post-negosiasi
Setelah negosiasi berhasil dilakukan, maka tindak lanjut yang harus dilakukan
adalah ratifikasi. Kedua belah pihak harus mengesahkan hasil kesepakatan dan
ditandatangani bersama. Bila diperlukan ada pihak ketiga yang diminta ikut
menandatangani sebagai saksi. Peran saksi ini adalah jika muncul permasalahan baru
yang terkait dengan perjanjian yang telah disepakati, saksi diharapkan dapat membantu
menyelesaikan permasalahannya. Selanjutnya, yang paling terkahir dalam proses
negosiasi adalah implementasi. Dengan implementasi ini, semua masalah yang menjadi
sumber konflik dianggap sudah selesai, dan secara psikologis masing-masing pihak
harus ikhlas dan lega dengan selesainya permasalahan yang dihadapi bersama.43
Selanjutnya, ada beberapa persayaratan kondisional yang perlu dipenuhi agar
keduanya mendapatkan apa yang diharapkan masing-masing, dan tidak ada pihak yang
merasa dirugikan sebagai berikut:
Pertama, tidak hanya memperhatikan kepentingan diri saja, tetapi harus
membagi kepentingan bersama. Kepentingan bersama ini yang akan menjadi fokus
pembicaraan. Jadi jika hanya membicarakan kepentingan satu pihak saja, maka pihak
yang lain akan merasa terabaikan dan kalah. Kompromi pun tidak dapat berjalan,
padahal kompromi yang saling menguntungkan merupakan esensi dari sebuah
negosiasi.
Kedua, sepakat dalam prosedur negosiasi yang akan ditempuh. Masing-masing
pihak harus memahami dan menerima prosedur yang yang akan dijalani. Dan mereka
berkomitmen untuk itu.
Ketiga, bersifat sukarela dan saling dapat dipercaya. Negosiasi menjadi
kebutuhan dan kehendak dari masing-masing pihak, bukan paksaan dari pihak ketiga.
Selain itu kedua belah piihak harus saling percaya satu sama lain dan dapat saling
menjaga kepercayaan. Masing-masing pihak tidak akan saling berdusta dan berhianat.
Keempat, kedua belah pihak harus mencari berbagai alternatif yang dapat
dipertimbangkan sebagai opsi solusi. Penentuan alternatif menjadi bentuk kompromi
kesepakatan bersama dan merupakan pilihan terbaik yang dapat memuaskan kedua
belah pihak.
Kelima, jika tidak mencapai kompromi yang saling menguntungkan dan belum
mencapai kesepakatan, negosiasi dapat diterminalisasi sementara dengan status quo.
Negosiasi dapat dirundingkan dan dapat dilanjutkan pada waktu lain, dalam situasi yang
memungkinkan adanya peluang untuk memulai negosiasi baru. Selama terminalisasi ini
kedua belah pihak dapat menata ulang kepentingannya, dan bilamana sudah
memungkinkan, dapat memulai lagi perundingannya. Pada negosiasi lanjutan ini
tentunya kepentingan bersama diharapakan dapat dikompromikan. 44
Apabila persyaratan seperti diatas telah dipenuhi oleh kedua belah pihak yang
hendak bernegosiasi maka, negosiasi yang dilakukannya diharapkan akan berhasil.
Keberhasilan negosiasi tidak lebih dari kesepakatan. Tanpa kesepakatan tidak akan ada
transaksi sosial.
Selain itu, dalam proses negosiasi faktor situasional juga sangat perlu
diperhatikan seperti: 45
a) Lokasi geografis, seorang negosiator harus memperhatikan faktor lokasi
gegrafis sebagai tempat melakukan negosiasi.
b)Jangkauan ruang, seorang negosiator harus memperhitungkan faktor jangkauan ruang dalam komunikasi non verbal, seperti jarak fisik baik itu antara negosiator dengan
pihak – pihak yang terlibat konflik ataupun jarak fisik dari pihak yang terlibat konflik.
Dalama komunikasi verbal, yang perlu diperhatikan adalah jarak fisik yang
memungkinkan negosiator mengikuti norma-norma budaya dua pihak yang terlibat
konflik (terlalu jauh, terlalu dekat, dan lain-lain)
c) Seleksi negosiator, penetapan seorang menjadi negosiator selalu
memperhatikan kapasitas personal yang berkaitan dengan kredibilitas personal sebagai
seorang komunikator. Seperti faktor pengetahuan terhadap masalah menjadi sumber
konflik, faktor pendidikan, faktor sosial antropologis, dan lain-lain.
d)Keterbatasan waktu, ini merupakan salah satu faktor penting karena dua pihak
yang terlibat konflik selalu ingin menyelesaikan konflik lebih cepat. Keterlambatan
melalui penundaan waktu untuk negosiasi akan berpengaruh terhadap penundaan solusi,
yang juga berarti memberikan peluang bagi makin terbukanya konflik antar kedua pihak
Dalam proses negosiasi, juga dibutuhkan strategi dan taktik negosiasi. Untuk
melakukan suatu negosiasi yang efektif. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi tiga
tahap sebagai berikut:
1. Langkah Strategi Pada Tahap Awal
• Minta lebih dari apa yang diharapkan.
langkah ini diperlukan untuk memberikan ruang gerak dalam bernegosiasi. Jika
seorang negosiator memulai dengan apa yang lebih dari yang diharapkan dan akan
mendapatkan MPP (Maximum Plausible Position), dengan demikian negosiasi efektif
dapat saja tercapai ditahap awal. MPP adalah posisi dimana seorang negosiator dapat
tetapi jika permintaan dari tahap lawan lebih besar dari MPP, maka seorang negosiator
handal harus menunjukkan sikap fleksibel, sikap dimana seorang negosiator sepertinya
masih dapat menurunkan MPP nya. Hal ini akan membuat pihak lawan merasa masih
bisa melanjutkan negosiasinya, dan menciptakan kondisi pihak lawan merasa menang.
• Tidak memberi sikap setuju pada penawaran pertama.
Sikap setuju seorang negosiator pada tawaran pertama, akan memicu munculnya
dua pemikiran dari pihak lawan. Pihak lawan akan merasa seharusnya masih bisa
menawarkan sesuatu yang lebih baik lagi atau bisa juga berpikir ada sesuatu yang tidak
beres. Hal ini akan memebentuk gambaran diri seorang negosiator kepada pihak lawan,
yang nantinya akan dapat memberikan tuntutan yang jauh lebih tinggi dari yang diduga.
• Menampakkan rekasi terguncang atau terkejut.
Sikap dapat menjadi strategi bahasa tubuh dalam melakukan negosiasi.
Kecenderungan visual biasanya mengalahkan kecenderungan pendengaran pada
kebanyakan orang. Jadi, jika seorang negosiator tidak memperlihatkan sifat
ketidaksetujuan pada tawaran pertama pihak lawan, maka pihak lawan akan merasa
tangguh.
•••• Menghindar dari negosiasi yang konfrontatif.
Sikap menentang pihak lawan pada awal negosiasi akan menimbulkan
konfrontasi. Penentangan akan selalu membuat pihak lawan untuk membuktikan dirinya
benar. Untuk menjadi negosiator handal, sebaiknya menyetujui pada tawaran pertama,
•••• Gunakan Vise Technique.
Vise Technique adalah salah satu tehnik bagi seorang negosiator dalam menghadapi sebuah permasalahan dalam sebuah negosiasi. Teknik tersebut berisi
kalimat berikut ”maaf, anda seharusnya lebih baik daripada itu”. 46
2. Langkah Strategis Pada Tahap Pertengahan
• Bagaimana memperlakukan orang yang tidak punya otoritas untuk memutuskan.
Biasanya pada proses negosiasi sedang berlangsung, hal yang terkadang
menimbulkan permasalahan adalah ketika kita menghadapi seseorang yang mengatakan
dirinya tidak mempunyai wewenang untuk memberi putusan. Biasanya ini hanya taktik
dari seorang lawan yang akan menyebabkan hambatan dalam bernegosiasi. Dalam
kondisi seperti ini, jangan biarkan pihak lawan mengetahui bahwa kita mempunyai
otoritas yang lebih tinggi akan sebuah keputusan. Tetapi berusaha untuk membuat
lawan mengakui bahwa mereka dapat menyetujui proposal yang kita ajukan, jika
proposal tersebut memenuhi semua keinginannya.
• Penurunan nilai pelayanan,
Dalam bernegosiasi, kemungkinan terjadinya hal yang tidak terduga sangat
besar, seperti lawan negosiasi kita menurunkan nilai pelayanannya. Negosiasi yang
efektif adalah mengetahui bahwa kesepakatan tambahan setelah negosiasi tidak
dianggap sebagai layanan yang cuma-cuma, melainkan harus dibalas dengan
keuntungan apa yang akan didapat apabila layanan tersebut diberikan.
• Hindari menawarkan kompromi.
Jangan sampai melakukan usulan kompromi terlebih dahulu, usahakan pihak
lawan yang terlebih dahulu menawarkannya.
46
• Bagaimana menangani Impasse.
Impasse adalah kondisi dimana kita benar-benar tidak menyetujui mengenai satu isu atau pokok permasalahan, dan hal itu dapat mengancam kelanjutan negosiasi. Jika
seperti ini, maka kita dapat mengatasinya dengan Set-Aside Gambit (Gambit
menyingkir), dengan contoh perkataan, “mari kita kesampingkan hal itu untuk
sementara waktu dan kita membicarakan hal yang lain”.
• Bagaimana menangani Stalemate.
Kondisi ini merupakan situasi dimana kedua belah pihak masih berbicara,
namum nampaknya tidak akan terjadi kemajuan apapun untuk menciptakan sebuah
kesepakatan. Jika hal ini terjadi, maka yang perlu dilakukan adalah mengubah dinamika
negosiasi. Misalnya mengganti anggota tim negosiasi, mengubah tempat pertemuan,
mengubah suasana dalam ruangan negosiasi dan lain sebagainya.
• Mengatasi Deadlock.
Kondisi ini merupakan sebuah situasi, dimana kedua belah pihak tidak
memperlihatkan kemajuan dan tidak mendatangkan manfaat dari negosiasi yang
dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghadirkan pihak ketiga. Pihak
ketiga tersebut dapat memposisikan diri sebagai mediator yang berfungsi sebagai
pemecah masalah. Pihak ketiga ini tentunya harus bersifat netral dan terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak.
• Mintalah Trade Off .
Keadaan dimana seorang negosiator harus memberikan konsesi kecil terhadap
pihak lawannya dan dia pun harus meminta konsesi dari pihak lawan.47
3. Langkah Strategis Pada Tahap Akhir
• Good Guy/Bad Guy,
Teknik ini sangat efektif untuk menekan pihak lawan tanpa menimbulkan
konfrontasi. Untuk menghadapi teknik ini, seorang negosiator dapat mengatasinya
dengan mengindentifikasikan hal tersebut pada pihak lawan. Biasanya pihak lawan
akan malu dan mundur dari posisi semula. Akan tetapi, jika seorang negosiator
menggunakan teknik, berusahala untuk tidak mundur agar tujuan dapat tercapai. • Nibbling.
Salah satu gambit yang sangat menarik untuk dilakukan didalam bernegosiasi.
Melakukan nibbling tepat pada waktu diakhir sebuah negosiasi, bisa mendapatkan
hal-hal yang sebelumnya tidak disetujui oleh pihak lawan.
• Jangan menciptakan konsesi yang terlalu besar.
Konsesi akan membuat harapan pada pihak lawan. Pihak lawan akan menekan
untuk mendapatkan konsesi tersebut. Runcingkan konsesi itu untuk
mengkomunikasikan bahwa pihak lawan mendapatkan kemungkinan kesepakatan
terbaik. Dan jangan menyerahkan kisaran negosiasi seluruhnya hanya karena lawan
menghendaki proposal terkahir.
• Menarik kembali penawaran.
Salah satu gambit yang hanya dilakukan, ketika kita merasa bahwa pihak lawan
terus saja menekan kita untuk mendapatkan harga yang serendah-rendahnya. Sebaliknya
kita tidak perlu menggunakan gambit ini bila pihak lawan yang bernegosiasi dengan kita
Gambit ini lebih ditekankan, ketika kita berhadapan dengan seorang negosiator
yang sudah mempelajari kiat-kiat negosiasi. Terkadang mereka meninggikan ego
sebagai negosiator yang berpenglaman. Kebanggan yang mereka junjung akan
kemampuan negosiasinya membuat kita merasa kesepakatan sudah dekat, akan tetapi
anehnya negosiasi yang sudah berlangsung sejak awal seluruhnya bisa berantakan. Cara
yang perlu kita tempuh dalam situasi seperti ini adalah dengan memposisikan lawan,
agar mereka merasa nyaman dengan konsesi kecil yang dibuat tepat di saat-saat
terakhir. Selain itu selalu berikan ucapan selamat kepada lawan setelah selesai
bernegosiasi, walaupun menurut kita lawan sangat buruk.48
Langkah-langkah strategis, yang diterapkan dalam bernegosiasi akan
menghasilkan hasil yang sangat baik. Dengan menerapkan startegi ini dalam
bernegosiasi tak menutup kemungkinan akan memunculkan suatu resiko, namun
keterampilan dalam menggunakan strategi di saat yang tepat akan meminimalkan resiko
tersebut.
Terlepas dari proses negosiasi dan strategi negosiasi yang paling penting adalah
bagaimana pada saat melakukan suatu negosiasi, seorang negosiator tidak perlu peduli
dengan siapa dia berhadapan. Dan harus memasukkan diri dalam keduanya dengan
membuat pihak lawan melihat, bahwa kita adalah seorang yang unik, manusia
seutuhnya yang dapat melihat segalanya dari berbagai sudut pandang. Atau menjadi
sesorang yang mempunyai perasaan dan kebutuhan yang sama dengan pihak lawan. Jika
kedua belah pihak sudah berpandangan seperti demikian, maka hasil akhir akan mudah
diperoleh.