UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SENGGANI
(
Melastoma malabathricum
L.) TERHADAP PENGHAMBATAN
PERTUMBUHAN KOLONI BAKTERI PADA DAGING SAPI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Progam D-III Farmasi pada Akademi Farmasi Samarinda
Oleh :
FIKA MAGHFIROH
723901S. 12. 011
AKADEMI FARMASI SAMARINDA
SAMARINDA
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
FIKA MAGHFIROH
723901S. 12. 011
AKADEMI FARMASI SAMARINDA
SAMARINDA
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, dan
bahwa usahanya akan kelihatan nantinya.
(Q.S. An Najm ayat 39-40)
Perjuangan adalah awal dari kesuksesan, namun halangan dan
rintangan adalah kunci kesabaran.
PERSEMBAHAN
Setiap goresan tinta ini adalah wujud dari keagungan dan kasih sayang yang
diberikan Allah SWT kepada umat-Nya.
Setiap detik waktu menyelesaikan karya tulis ini merupakan hasil getaran doa
ayahanda dan ibunda tercinta, kakak, alm. kakek, nenek dan orang-orang terkasih
yang mengalir tiada henti.
Setiap pancaran semangat dalam penulisan ini merupakan dorongan dan
dukungan dari sahabat-sahabatku tercinta.
Setiap makna pokok bahasan pada bab-bab dalam KTI ini merupakan hempasan
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama
NIM
Judul Penelitian :
:
:
Fika Maghfiroh
723901S.12.011
Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Senggani
(Melastoma malabathricum L.) Terhadap
Penghambatan Pertumbuhan Koloni Bakteri Pada
Daging Sapi
Menyatakan bahwa dalam KTI ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar akademik disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebut dalam daftar pustaka.
Samarinda, 27 Agustus 2015
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “ Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Senggani (Melastoma
malabathricum L.) Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Koloni Bakteri Pada
Daging Sapi ” dapat terselesaikan. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah merupakan
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program D-III Farmasi.
Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini juga tidak
lepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak yang terkait. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, maka pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Supomo, M.Si., Apt selaku Direktur Akademi Farmasi Samarinda.
2. Yulistia Budianti S, M.Farm., Apt selaku pembimbing satu dan penguji yang
banyak membantu dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Sapri, S.Si selaku pembimbing dua yang juga banyak membantu dalam
penyusunan Karya Tulis ilmiah ini.
4. Henny Nurhasnawati, M.Si dan Fitri Handayani, M.Si., Apt selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Karya
Tulis Ilmiah ini.
5. Ayah, ibu dan kakak tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa
selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang telah membantu dalam
vi
7. Bapak dan Ibu dosen Akademi Farmasi Samarinda yang banyak membantu
dan memberikan arahan dalam menambah wawasan dan pengetahuan penulis.
8. Laboran dan dosen Laboratorium Mikrobiologi Universitas Mulawarman yang
telah memberikan bimbingan dan arahan.
9. Laboran dan Staf Tata Usaha Akademi Farmasi Samarinda yang telah banyak
membantu.
10.Sahabat-sahabat eci, ami, iney, puss, mbok ntin dan onoy yang telah memberi
semangat dan bantuannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Samarinda, 27 Agustus 2015
vii
ABSTRAK
Pembusukan daging dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri yang terdapat di dalam daging. Untuk mengantisipasi pembusukan tersebut, maka diperlukan bahan untuk uji aktivitas pertumbuhan bakteri. Salah satu bahan alam yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri adalah daun senggani (Melastoma malabathricum L.). Tujuan penelitian untuk mengetahui konsentrasi optimal ekstrak daun senggani pada daging sapi segar terhadap pertumbuhan bakteri, jumlah koloni bakteri, dan jenis bakteri.
Penelitian ini merupakan metode eksperimental. Sampel yang diteliti berupa daging sapi segar yang dibagi menjadi 6 perlakuan yaitu daging sapi yang direndam dalam larutan kontrol positif (larutan natrium nitrit), kontrol negatif (aquades), daging sapi yang direndam ektrak etanol 70% daun senggani dengan berbagai konsentrasi yaitu P1(5%), P2(10%), P3(15%), P4(20%). Pengujian hasil
pengawetan menggunakan uji organoleptis yang meliputi, aroma,warna, dan penampakan, sedangkan uji mikrobiologi yang meliputi isolasi, dan pewarnaan gram bakteri selama 3 hari. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis kuantitatif deskriptif yang didasarkan pada data hasil pengujian di laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan koloni bakteri yang optimal terdapat pada P4 dengan konsentrasi ekstrak etanol daun senggani sebesar 20%. Jumlah koloni bakteri hari ketiga pada P1 sebesar 8 x 104cfu/g, P2 sebesar 6
x 104cfu/g, P3 sebesar 5 x 104, dan P4 sebesar 4 x 104cfu/g. Untuk kontrol positif
sebesar 4 x 104 cfu/g dan kontrol negatif sebesar 15 x 104 cfu/g. Jenis bakteri yang dapat tumbuh pada media yaitu bakteri basil gram positif dan bakteri kokus gram negatif.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHASAN ... ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
1. Klasifikasi Tumbuhan Senggani ... 5
2. Morfologi Tanaman... 5
ix
4. Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder ... 6
5. Uraian Golongan Senyawa Kimia ... 7
6. Kasiat Tumbuhan Daun Senggani ... 10
B. Maserasi ... 11
C. Daging Sapi ... 12
1. Definisi Daging Sapi ... 12
2. Faktor Pemilihan daging Sapi ... 14
3. Tanda Kerusakan Daging Sapi ... 16
4. Pencemaran Daging Sapi ... 19
D. Bakteri ... 19
1. Definisi ... 19
2. Klasifikasi Bakteri ... 20
E. Sterilisasi ... 24
1. Definisi ... 24
2. Metode-metode Sterilisasi ... 24
3. Keuntungan dan Kerugian Sterilisasi ... 25
F. Isolasi ... 27
1. Definisi ... 27
2. Teknik Isolasi ... 29
G. Pewarnaan ... 31
1. Definisi Pewarnaan ... 31
x
B. Pembuatan Simplisia Daun Senggani ... 45
C. Ekstraksi Simplisia Daun Senggani ... 46
D. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Senggani ... 47
E. Evaluasi Pengujian Ekstrak Terhadap Daging Sapi ... 48
F. Isolasi Koloni Mikroba ... 49
G. Hasil Biakan Murni dan Pewarnaan Gram Bakteri ... 52
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 55
xi
LAMPIRAN ... 59
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Daging Sapi tiap 100 gram... 13
Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi Segar ... 16
Tabel 3. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Senggani ... 47
Tabel 4. Hasil Pengujian Organoleptik pada Sampel Daging Sapi Segar ... 48
Tabel 5. Jumlah Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Isolasi ... 50
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun Senggani ... 4
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ... 59
Lampiran 2. Alur Penelitian ... 60
Lampiran 3. Proses Pembuatan Simplisia Daun Senggani ... 61
Lampiran 4. Proses Ekstraksi Dengan Metode Maserasi ... 63
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun Senggani ... 64
Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia ... 65
Lampiran 7. Proses Sterilisasi ... 66
Lampiran 8. Persiapan Daging Sapi Segar ... 67
Lampiran 9. Perendaman Daging Sapi Segar ... 68
Lampiran 10. Perhitungan Pembuatan Media ... 69
Lampiran 11. Isolasi dan Inkubasi ... 70
Lampiran 12. Isolasi Hari Pertama ... 71
Lampiran 13. Isolasi Hari Kedua ... 72
Lampiran 14. Isolasi Hari Ketiga ... 73
Lampiran 15.Tabel Biakan Murni ... 74
Lampiran 16. Hasil Biakan Murni dan Pewarnaan Gram Bakteri ... 75
1
Daging sapi segar merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan
gizi tinggi, lengkap dan seimbang, karena kaya protein mineral serta zat
lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh. Usaha penyediaan daging memerlukan
perhatian khusus, seperti daging segar. Daging sapi segar sangat baik bagi
pertumbuhan dan perkembangbiakkan bakteri sehingga dapat menurunkan
kualitas daging. Penurunan kualitas daging sapi segar diindikasikan melalui
perubahan warna, rasa, aroma bahkan pembusukan. Pembusukan daging sapi
segar dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri (Hutasoit et
al, 2013).
Pembusukan pada daging sapi segar terjadi karena adanya kontaminasi
bakteri, pada bagian permukaan saat proses pengolahan. Standar Nasional
Indonesia menetapkan batas cemaran bakteri pada daging sapi segar yaitu
1 x 104 cfu/g (Hutasoit et al, 2013). Purwani (2008), berhasil mengisolasi beberapa bakteri yang terdapat pada daging sapi segar, yaitu Acinetobacter
calcoaciticus, Bacillus alvei, Bacillus cereus, Bacillus licheniformis,
Klebsiella oxytoca, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus saprophyticus, Enterobacter aerogenes, dan Escherichia coli.
Kontaminasi bakteri tersebut menyebabkan degradasi protein yaitu suatu
Salah satu usaha dalam peningkatkan kualitas daging sapi segar dengan
menggunakan proses pengawetan. Pengawetan bertujuan untuk mengontrol
aktivitas bakteri yang menyebabkan penurunan kualitas daging sapi segar.
Pengawet sintesis yang umum digunakan adalah nitrat dan nitrit, tetapi
penggunaan nitrat dan nitrit sebagai pengawet ternyata menimbulkan efek
yang membahayakan bagi tubuh bila dikonsumsi (Cahyadi, 2008).
Penelitian untuk mendapatkan pengawet yang berasal dari bahan alam
perlu dilakukan, hal ini karena sebagian besar pengawet yang beredar
merupakan zat kimia yang tidak aman bagi tubuh. Salah satu bahan alam
yang berpotensi sebagai pengawet alami adalah daun senggani (Melastoma
malabathricum L.). Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun
senggani mengandung senyawa tanin, flavonoid, steroid, saponin, dan
glikosida yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri (Robinson,
1995).
Hasil penelitian Afrianti (2013), menyatakan bahwa total bakteri pada
daging ayam melebihi batasan cemaran bakteri pada daging ayam. Tingginya
konsentrasi ekstrak air daun senggani tidak mampu menurunkan total bakteri
pada daging ayam. Hal ini dikarenakan bahwa penggunaan fase air sebagai
pelarut ekstraksi daun senggani belum optimal dalam mengetraksi senyawa
aktif yang berfungsi sebagai antibakteri.
Berdasarkan uraian di atas, akan dilakukan penelitian terhadap daun
menggunakan pelarut etanol untuk meningkatkan penyarian senyawa zat aktif
pada daun senggani.
B. Rumusan Masalah
1. Berapakah konsentrasi optimal ekstrak etanol 70% daun senggani
(Melastoma malabathricum L.) yang dapat menghambat pertumbuhan
koloni bakteri pada daging segar?
2. Berapakah jumlah koloni bakteri yang terdapat pada daging sapi segar
yang diberi perlakuan menggunakan ekstrak etanol 70% daun senggani
(Melastoma malabathricum L.) ?
3. Apakah jenis bakteri yang terdapat pada daging sapi segar yang telah
diberi perlakuan mengunakan ekstrak etanol daun senggani (Melastoma
mabathricum L.) ?
C. Hipotesis
1. Ekstrak etanol 70% daun senggani (Melastoma malabathriculm L.)
mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang ada pada daging sapi
segar pada konsentrasi 5%.
2. Jumlah koloni masih dibawah batas cemaran bakteri pada daging sapi
segar yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia yaitu 1x104 cfu/g. 3. Jenis bakteri bakteri daging sapi segar yang telah diberi perlakuan dengan
ekstrak etanol 70% daun senggani (Melastoma Malabathricum L.) berupa
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui konsentrasi optimal ekstrak daun senggani yang mampu
pertumbuhan koloni bakteri.
2. Mengetahui jumlah koloni bakteri dan jenis bakteri yang terdapat pada
daging sapi segar yang diberi perlakuan menggunakan ekstrak etanol 70%
Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.).
3. Mengetahui jenis bakteri yang terdapat pada daging sapi segar yang telah
diberi perlakuan mengunakan ekstrak etanol daun senggani (Melastoma
mabathricum L.).
E. Manfaat Penelitian
1. Masyarakat dapat mengetahui tentang ekstrak etanol 70% daun senggani
(Melastoma malabathricum L.) mempunyai kandungan senyawa yang
dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri pada daging sapi segar.
2. Menambah referensi mengenai pemanfaatan daun senggani (Melastoma
5
1. Klasifikasi Tumbuhan Senggani (Melastoma malabathricum L.)
Gambar 1. Daun senggani (Melastoma Malabathricum L.) (Dalimartha, 1999).
kingdom : Plantae
devisi : Spermatophyta sub divisi : Angiospremae kelas : Dicotyledoneae ordo : Myrtales
famili : Melastomataceae genus : Melastoma
spesies : Melastoma Malabathricum L.
2. Morfologi Tanaman
Tumbuhan berupa perdu dengan tinggi 0,5-4 m. Banyak bercabang
dan bersisik dan berambut. Daun tunggal berwaarna hijau, bertangkai dan
letaknya berhadapan bersilang dengan panjang 2-20 cm dan lebar
0,75-8,5 cm. Helai daun bulat telur memanjang sampai lonjong, ujung
lancip, pangkal membulat, tepi rata, permukaan berambut pendek yang
melengkung (Dalimartha, 1999).
Perhubungan majemuk keluar dari ujung cabang berupa nilai
merata. Jumlah bunga dalam tiap helai 4-18 bunga berbentuk periuk yang
ditutupi oleh sisik-sisik berukuran 1-2 mm. Helaian bunga berwarna
ungu kemerahan dengan panjang 1,75-3 cm, panjang tangkai sari
4-8 mm, dan kepala sari 6-9 mm. Buah yang sudah masak akan merekah
dan terbagi-bagi dalam beberapa bagian, berwarna ungu tua
kemerah-merahan. Bijinya kecil sekali, hanya berupa bintik-bintik coklat.
Buah masak dapat dimakan dapat dimakan dan rasanya manis (Depkes
RI, 1989).
3. Ekologi Penyebaran
Senggani tumbuh liar pada tempat-tempat yang mendapat cukup
sinar matahari, seperti lereng gunung, semak belukar, lapangan yang
tidak terlalu gersang, atau daerah objek wisata senggani tanaman hias.
Tumbuhan ini bisa di tumukan sampai ketinggian 1.650 m di atas
perukaan laut (Dalimartha, 1999). Tumbuhan ini juga dapat dijumpai
di kebun teh dan kina. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan indikator
tanah asam. Penyebaran melalui biji, secara alami melalui burung dan
lain-lain (Depkes RI, 1989).
4. Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder
Golongan senyawa kimia yang terdapat dalam daun senggani yaitu
5. Uraian Golongan Senyawa Kimia
a. Saponin
Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi, keberadaan
saponin sangat mudah di tandai dengan pembentukan larutan
kaloidal dengan air apabila dikocok menimbulkan buih yang
stabil. Saponin adalah senyawa berasa pahit, menusuk dan
meyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap
selaput lendir (Gunawan, 2004).
Menurut Harbone (1987), saponin termasuk kedalam
golongan, senyawa terpenoid dan bagian dari triterpenoid
(diturunkan dari hidrokarbone C30). Merupakan glikosida terpena
dan sterol. Dalam dunia pengobatan, saponin dapat digunakan
sebagai bahan pencuci kerena mempunyai sifat emulsi, dapat
digunakan untuk menurunkan kolesterol serum, sebagai zat
antibiotik terhadap jamur, anti influenza dan anti peradangan
(Robinson, 1995). Saponin akan merusak membran sitoplasma
dan membunuh sel (Afrianti et al, 2013).
b. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung
C15 terdiri atas dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga
stuan karbon. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai
deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonya terdiri
(Robinson, 1995). Flavonoid mempunyai cincin piran yang
menghubungkan rantai karbon dengan cincin benzen (Robinson,
1995). Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat
pada gula sebagi glikosida. Aglikon flavonoid mungkin saja
terdapat dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida dalam satu
tumbuhan, sehingga dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih
baik bila kita memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak
tumbuhan yang telah dihidrolisis dari pada mengamati bentuk
glikosidanya yang rumit (Harbone, 1987). Flavonoid dapat
berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan menganggu
mikroorgsnime seperti bakteri atau virus. Mekanisme antibiotik
flavonoid ialah dengan cara mengganggu transpeptidase
peptidoglikon sehingga pembentukan sel bakteri atau virus
terganggu dan sel mengalami lisis (Suliantri et al, 2008).
c. Tanin
Letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma,
tetapi bila jaringan rusak, maka reaksi penyamakan dapat terjadi.
Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan
pencernaann hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar
tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan
tumbuhan kerna rasanya yang pahit. Kita menganggap salah satu
fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar
tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin yang terkondensasi
hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama
pada tumbuhan jenis berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisis
penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne,
1987). Tanin merupakan polimer fenolik yang biasanya
digunakan sebagai bahan penyegar, mempunyai sifat antimikroba
dan bersifat racun terhadap khamir, bakteri, dan kapang.
Kemampuan tanin sebagai antimikroba diduga karena tanin akan
berikatan dengan dinding sel bakteri sehingga akan
menginaktifkan kemampuan menempel bakteri, menghambat
pertumbuhan, aktivitas enzim protease dan dapat membentuk
ikatan komplek dengan polisakarida (Cowan, 1999).
d. Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang
mengandung siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin
siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin
asam empedu, dan lain-lain. Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini
makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan
tumbuhan. Tiga senyawa yang biasanya disebut fitosterol terdapat
pada hasil pada hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu sitosterol,
e. Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih
gula dan komponen bukan gula pada reaksi hidrolisis. Glikosida
terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan
gula. Kedua bagian senyawa tersebut dihubungkan oleh suatu
ikatan berupa jembatan oksigen (O-glikosida, dioscin), jembatan
nitrogen (N-glikosida, adenosin), jembatan sulfur (S-glikosida,
sinigrin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin).
Bagian gula dari glikosida biasa disebut glikon, sedangkan bagian
bukan gula dari glikosida biasa disebut aglikon atau genin
(Robinson, 1995).
6. Khasiat Tumbuhan
Bunga senggani digunakan untuk mengobati kanker, sebagai
obat penenang, saraf dan untuk pendarahan, dan daun senggani
digunakan untuk mengobati luka, mencegah luka, mencegah bekas
luka dari cacar, untuk mengobati disentri, diare, maag, tukak lambung,
bekas luka, jerawat dan bercak hitam dikulit. Untuk menghentikan
pedarahan dan sebagai tonik.
Pucuk daun dapat digunakan untuk mengobati infeksi nifas,
tekanan darah tinggi dan diabetes. Jus pucuk digunakan sebagai obat
kumur untuk mengobati sakit gigi. Rebusan akar senggani yang
diberikan kepada wanita setelah melahirkan untuk membantu
arthritis, dan nyeri di kaki, megurangi pendarahan menstruasi yang
berlebihan dan kram, meredakan sindrom postmenstrual, perut sakit,
keputihan, meningkatkan kesuburan dan untuk mengobati diare. Jus
akar diaplikasikan untuk mengurangi rasa sakit karena sariawan pada
anak (Zakaria et al, 2012).
B. Maserasi
Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen
yang diinginkan dengan kondisi dingin. Keuntungan dari maserasi adlah
lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan perkolasi
dan tidak memerlukan pemanasan, sedangkan kekurangannya adalah waktu
yang dibutuhkan lebih lama. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut
diuapkan dengan alat penguap putar vakum (rotary evaporator) hingga
menghasilkan ekstrak pekat (Harborne, 1987).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara memassukkan 1 bagian
serbuk kering simplisia ke dalam maserator. Tambahan 10 bagian pelarut
(Depkes, 2008). Pada penyarian dengan cara maserasi. Perlu dilakukan
pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan serbuk simplisia sehingga
dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan
konsentrasi yang sekecil kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan
di luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama
waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang
Lamanya waktu maserasi berbeda-beda tergantung dari ciri sifat atau
campuran obat dan pelarut. Lamanya harus cukup supaya dapat memasuki
semua rongga dari struktur obat dan melarut semua zat yang mudah larut.
Metode maserasi memerlukan waktu beberapa jam atau beberapa hari untuk
ekstraksi yang optimum. Waktu maserasi pada umumnya dilkukan pada
temperatur 15-20 C0 selama 3 hari, dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan (Ansel,
2005).
Etanol dipertimbang sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan
kuman sulit tumbuh, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air
pada segala pembanding, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih
sedikit. Etanol dapat melarutkan minyak menguap, glikosida, kurkumin,
kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid damar dan klorofil. Lemak, malam,
tanin dan saponin hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986).
C. Daging Sapi
1. Definisi
Daging sapi merupakan komoditi pertanian yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang
bermutu tinggi, yang mampu menyumbang asam amino asensial yang
lengkap. Menurut Lawrie (1991) dalam Raharjo (2010), daging
didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan manusia
sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik
adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong dari tubuh ternak
kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan demikian hati, lympa,
otak, dan isi perut seperti usus juga termasuk daging (Munarnis,1982).
Muchtadi (1992) dalam Soputan (2004) menyatakan bahwa
jaringan otot, jaringan lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang rawan
merupakan komponen fisik utama daging. Jaringan otot terdiri dari
jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot licin, dan jaringan otot
spesial. Sedangkan jaringan lemak pada daging dibedakan menurut
lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak intermuskular dan lemak
intraselular. Jaringan ikat yang penting adalah serabut kolagen, serabut
elastin dan serabut retikulin.
Tabel 1. Komposisi Daging Sapi tiap 100 gram
Sumber :Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004)
Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Raharjo (2010) secara garis
besar struktur daging terdiri atas satu atau lebih otot yang masing-masing
disusun oleh banyak kumpulan otot, maka serabut otot merupakan unit
dasar struktur daging. Di sekeliling otot daging terdapat seberkas
jaringan penghubung epimisium, yang melekat di antara otot dan
membaginya menjadi sekumpulan berkas otot yang terdiri dari
serat-serat yang berdiri sendiri. Serat-serat ini panjangnya beberapa
sentimeter, tetapi garis tengahnya sekitar 10-100 μm. Serat-serat ini
dikelilingi oleh suatu selubung yang dinamakan sarkolema, yang tersusun
dari protein dan lemak.
2. Faktor Pemilihan Daging Sapi Segar
Menurut Deptan (2009) ada beberapa faktor yang dapat dijadikan
pedoman untuk memilih daging segar antara lain :
a. Warna
Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging
yang dapat dinilai langsung. Warna daging ditentukan oleh
kandungan dan keadaan pigmen daging yang disebut mioglobin dan
dipengaruhi oleh jenis hewan, umur hewan, pakan, aktivitas otot,
penanganan daging dan reaksi-reaksi kimiawi yang terjadi di dalam
daging.
Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah cerah.
Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara
adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama
kurang lebih 15-30 menit akan berubah menjadi warna merah cerah.
atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena udara.
b. Bau
Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas
daging segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan,
umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi
penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat
dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan
memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina. Kebusukan akan
kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa
berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Munarnis,1982).
c. Tekstur
Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila
ditekan dengan tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula.
Daging yang tidak baik ditandai dengan tekstur yang lunak dan bila
ditekan mudah hancur.
d. Kenampakan
Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan
terasa kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir dan
terasa lengket di tangan. Selain itu permukaan daging berwarna
kusam, kotor dan terdapat noda merah, hitam, biru, putih kehijauan
3. Tanda Kerusakan Daging Sapi
Kerusakan lemak bahan pangan yang terutama adalah
timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh oksidasi lemak.
Hasil oksidasi lemak dalam bahan makanan bukan hanya
menimbulkan bau dan rasa tengik, tetapi juga dapat menurunkan
nilai gizi, karena kerusakan vitamin terutama karoten dan tokoferol
serta asam lemak esensial dalam lemak (Soeparno, 1992).
Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi Segar
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1. Total Plate Count cfu/g Maksimum 1 x 104
2. Coliform cfu/g Maksimum 1 x 102
3. Staphylococcus aureus cfu/g Maksimum 1 x 102
4. Salmonella sp per 25 g Negatif
5. Escherichia coli cfu/g Maksimum 1 x 101
Sumber: BSN (2008)
Menurut Soeparno (1992) senyawa yang paling bertanggung
jawab atas timbulnya bau dan rasa tengik pada daging adalah
aldehida yang terbentuk karena proses oksidasi lemak. Kerusakan
daging sapi giling lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi iris.
Hal ini disebabkan karena daging giling mempunyai permukaan
yang lebih luas dan lebih banyak mengandung air sehingga penetrasi
serta pemanfaatan oksigen menjadi lebih banyak dan memudahkan
terjadinya oksidasi.
Menurut Frazier (1997) dalam Soputan (2004),
mikroorganisme yang terdapat dalam daging adalah khamir (yeast),
jamur benang (mold), dan bakteri yang dapat merugikan atau
yang merusak daging berdasarkan dari ternak hidup yang
terinfeksi dan terkontaminasi. Awal kontaminasi pada daging
berasal dari mikroroganisme yang memasuki peredaran darah pada
saat penyembelihan jika alat-alat yang digunakan untuk
mengeluarkan darah tidak steril. Jamur dan bakteri dapat
menguraikan karbohidrat, protein, dan lemak menjadi komponen
yang lebih sederhana. Menurut Wilson (1981) daging mulai
membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai jumlah lebih dari
5x10
6
koloni bakteri per gram. Selanjutnya daging sapi bagian paha
dalam keadaan segar mempunyai jumlah koloni bakteri log x sama
dengan 5,98. Total jamur untuk bahan pangan tidak boleh lebih dari
10
4
-10
7
, selebihnya tidak memenuhi syarat.
Pengeluaran tulang, daging segar dapat mengandung mikroba
yang berasal dari karkas, peralatan pengolahan, pekerja dan air.
Kandungan mikroba daging segar sangat bervariasi, dengan bakteri
sebagai kontaminan utama. Jika produk disimpan pada kondisi aerob,
maka bakteri psikrotrofik aerob terutama bakteri Gram negatif
berbentuk batang seperti Pseudomonas, Alteromonas, Proteus dan
Alcaligenes juga kamir akan tumbuh dengan cepat. Bakteri
psikrotrofik (tahan suhu dingin) dominan di dalam daging segar
adalah Lactobasilus dan Leuconostoc, Brochothrix thermosphacta,
Clostridium laramie, beberapa strain koliform, Serratia,
Acinetobacter, Morexella, Aeromonas dan Proteus. Daging merah
memiliki pH sekitar 6,5. Kadar protein yang tinggi, kadar
karbohidrat yang relatif rendah dan kondisi lingkungan sekitar
pangan akan menentukan jenis mikroba apa yang akan tumbuh
dominan (Syamsir, 2008).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
pada dan di dalam daging termasuk temperatur, kadar
air/kelembapan, oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) dan
kandungan gizi daging. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk
perkembangan mikroorganisme tersebut, termasuk mikroorganisme
perusak atau pembusuk. Menurut Soeparno (1992) hal tersebut
karena :
a. Mempunyai kadar air yang tinggi (kira-kira 68-75%).
b. Kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan
kompleksitasnya yang berbeda.
c. Mengandung sejumlah karbohirat yang dapat difermentasikan.
d. Kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
e. Mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah
mikroorganisme (5,3-6,5).
Winarno (1984) menjelaskan bahwa sel-sel yang terdapat
dalam daging mentah masih terus mengalami proses kehidupan,
Kecepatan proses metabolisme tersebut sangat tergantung pada suhu
penyimpanan. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut
berlangsung dan semakin lama daging dapat disimpan. Di samping
itu suhu penyimpanan yang rendah juga menghambat pertumbuhan
dan perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat pada
permukaan daging.
4. Pencemaran Daging Sapi Segar
Daging berasal dari hewan sehat adalah steril. Pencemaran
daging oleh mikroba terjadi karena:
a. Kontaminasi (sewaktu penyembelihan) dengan mikroba yang
berasal dari kotoran, kulit, rambut, alat-alat penyembelihan,
pekerja, air, udara, dan lingkungan tempat penyembelihan.
b. Pencemaran saat dilakukan handling dan pengolahan.
c. Tercemar selama dalam penyimpanan.
Dengan perlakuan pendinginan, maka proses pendinginan, maka
proses kerusakan daging dapat dihambat karena pertumbuhan miroba
telah dihambat oleh pengaruh suhu dingin (rendah). Beberapa mikroba
yang hidup pada daging segar, tetapi masih bisa hidup juga dapat
hidup dalam daiging yang didinginkan (suhu -1,4 s/d 2,20C).
D. Bakteri
1. Definisi
Bakteri merupakan sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak
Sel-selnya khas, berbentuk bola, batang, atau spiral. Bakteri rata-rata
berdiameter sekitar 0,5-1,0 μm, dan panjang 1,5-2,5 μm. Cara reproduksi
aseksual. Beberapa dapat tumbuh pada suhu 0oC, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 90oC atau lebih. Kebanyakan tumbuh pada berbagai suhu diantara kedua ekstrim ini
(Waluyo, 2007).
Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme bersel satu,
tubuhnya bersifat prokariotik, yaitu tubuhnya terdiri atas sel yang tidak
mempunyai pembungkus inti. Bakteri berkembang biak dengan
membelah diri, dan karena begitu kecil maka hanya dapat dilihat dengan
mikrposkop. Bakteri walaupun bersel satu tetapi mempunyai beberapa
organel yang dapat untuk melaksanakan beberapa fungsi
hidup (Waluyo, 2005).
2. Klasifikasi Bakteri
a. Klasifikasi Bakteri Berdasarkan Bentuk Tubuh
1) Bakteri Basil (Bacillus)
Bakteri basil (Bacillus), merupakan bakteri yang mempunyai
bentuk tongkat pendek/batang kecil dan silindris. Sebagaian bakteri
berbentuk basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang,
bergandengan dua atau terlepas satu sama lain. Kelompok basil
dapat dibagi menjadi beberapa koloni, yaitu :
a) Monobasil (Monobasillus)
Contoh: Echericcia coli (bakteri usus besar pada manusia),
Propionibacterium acnes (penyebab jerawat).
b) Diplobasil (Diplobacillus)
Berupa koloni basil terdiri dari 2 basil.
c) Streptobasil (Streptobaccilus)
Berupa koloni bakteri berbentuk rantai. Contoh: Azotobacter
(bakteri tanah yang mengkat nitrogen), Bacillus antrhracis
(penyebab penyakit antraks pada hewan ternak) (Rusdimin,
2003).
2) Bakteri Kokus (Coccus)
Kokus merupakan bakteri yang mempunyai bentuk bulat
seperti bola-bola keecil. Jumlah dari bakteri dari golongan ini tidak
sebanyak golongan basil. Kelompok ini ada yang bergerombol dan
bergandeng-gandengan membentuk koloni.
Kelompok kokus dibedakan menjadi beberapa, yaitu :
a) Monokokus (Monococcus)
Berupa kokus hidup hidup menyendiri. Contoh : Chlamydia
trachomatis (penyebab penyakit mata).
b) Diplokokus (Diplococcus)
Berupa kokus yang membentuk koloni terditi dari dua kokus.
Contoh: Diplococcus pnemoniae (penyebab penyakit
pneumonia), Neisseria gonorhoeae (penyebab penyakit
c) Streptokokus (Streptococcus)
Berupa koloni berbentuk seperti rantai.
Contoh: Streptococcus mutans (penyebab gigi berlubang).
d) Stafilokokus (Staphylococcus)
Berupa koloni bakteri kokus membentuk untaian seperti buah
anggur. Contoh: Staphylococcus aureus (penyebab penyakit
radang paru) (Suriawiria, 2005).
e) Sarkina (Sarcina)
Berupa delapan sel bakteri koloni bakteri berkelompok serupa
kubus. Contoh: Thiosarcina rosea (bakteri belerang).
f) Tetrakokus (Tetracoccus)
Berupa empat sel bakteri kokus berdempetan berbentuk segi
empat. Contoh: Pediococcus cerevisiae.
3) Bakteri Spiril (Spirillum).
Spiril merupakan bakteri yang berbentuk bengkok atau berbentuk
spiral sangat sedikit jenisnya.
a) Spiral
Bentuk sel bergelombang. Contoh: Thiospirilopsis floridina
(bakteri belerang).
b) Bakteri vibrio (Koma)
Bentuk sel seperti tanda baca koma. Contoh: Vibrio chorela
c) Bakteri Spiroseta
Bentuk sel seperti sekrup. Contoh: Treponema pallidum
(penyebab penyakit kelamin sifilis) (Suriawiria, 2003).
b. Klasifikasi Bakteri Berdasarkan Pewarnaan Gram
1) Bakteri Gram Positif
Merupakan zat bakteri yang mempertahankan zat metil ungu
sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwara biru
atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram-negatif akan
berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi antara
kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur
dinding sel bakteri (Jawetz, 2008). Bakteri gram-positif memiliki
dinding sel bakteri yang lebih sederhana, banyak mengandung
peptidoglikan. Misalnya bakteri Micrococus, Streptocuccus,
Leuconostoc, Pediococcus dan Aerococcus (Tryana, 2008).
2) Bakteri Gram Negatif
Bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada
metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan
mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol,
sementara bakteri gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram,
suatu pewarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk
mengklasifikasi kedua bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur
dinding sel mereka (Jawetz, 2008). Bakteri Gram-negaif memiliki
sedikit. Misalnya bakteri Echericia, Citrobacter, Salmonella,
Shigella, Enterobacter, Vibrio, Aeromonas, Photobacterium,
Chromabacterium dan Flavobacterium (Tryana, 2008).
E. Sterilisai
1. Definisi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh atau memusnahkan
semua mikroorganisme atau jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi mikroorganisme atau
jasad renik yang dapat berkembang biak (Pelczar, 2008).
2. Metode-metode Sterilisasi
a. Pemanasan Kering
1) Udara Panas Oven
Bahan yang karateristik fisiknya tidak dapat disterilkan
dengan uap destilasi dalam udara panas. Oven yang termasuk
dalam bahan ini adalah minyak lemak, paraffin, petrolatum cair,
gliserin, propileglikol. Salah satu elemen penting dalam sterilisasi
dengan menggunakan uap autoklaf.
b. Panas Lembap
1) Uap bertekanan
Penggunaan uap bertekanan atau metode sterilisasi yang
paling umum memuaskan efektif yang ada. Merupakan metode
yang diinginkan untuk sterilisasi larutan yang ditujukan untuk
penggunaan darurat, pakaian dan alat kesehatan.
c. Sterilisai gas
1) Sterilisasi Secara Kimia
Sterilisasi gas adalah cara menghilangkan mikroorganisme
dengan menggunakan gas atau uap yang membunuh
mikroorganisme dan sporanya.
3. Keuntungan dan Kerugian Sterilisasi
a. Sterilisasi Panas Kering
Keuntungan :
1) Dapat digunakan untuk membunuh spora dan bentuk vegetatifnya
dari semua mikroorganisme
2) Umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan uap air panas.
3) Metode pilihan bila dibutuhkan peralatan yang kering atau wadah
yang kering seperti pada zat kimia kering atau larutan bukan air
(Ansel, 1989).
Kerugian :
1) Hanya digunakan untuk zat-zat yang tahan penguraian pada suhu di
atas kira-kira 140oC.
2) Karena panas kering efektif membunuh mikroba dengan uap air
panas, maka diperlukan temperatur yang lebih tinggi dan waktu yang
b. Sterilisasi Uap Lembab
Keuntungan :
1) Adanya uap air dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada
temperatur yang relatif rendah dari pada tidak ada kelembaban.
2) Metode ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang
dapat tahan terhadap temperatur yang digunakan dan penembusan
uap tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air.
3) Sel bakteri dengan kadar air besar umumnya lebih mudah dibunuh.
4) Dipergunakan untuk larutan jumlah besar, alat-alat gelas, pembalut
operasi dan instrument.
5) Dapat membunuh semua bentuk mikroorganisme vegetatif
(Lachman, 1986).
Kerugian :
1) Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak lemak, sediaan
berminyak dan sediaan yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau
pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap jenuh.
2) Spora-spora yang kadar airnya rendah, sukar dihancurkan (Ansel,
1989).
c. Sterilisasi Gas
Keuntungan :
1. Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat
disterilkan dengan baik dengan memaparkan gas etilen oksida atau
2. Digunakan untuk membunuh mikroorganisme dan spora
lain (Ansel, 1989).
Kerugian :
1. Gas-gas (etilen dan propilen oksida) mudah terbakar bila tercampur
dengan udara.
2. Tindakan pengemasan yang lebih besar diperlukan untuk sterilisasi
dengan cara ini daripada dengan cara lain karena waktu, suhu, kadar
gas dan kelembapan jumlahnya tidak setegas seperti pada sterilisasi
panas kering dan lembap panas.
3. dari sisa-sisa pada bahan yang digunakan pada manusia.
4. Waktu siklus untuk sterilisasi dengan etilen oksida agak lama
(Lachman, 1986).
F. Isolasi
1. Definisi
Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba
tertentu dari lingkungannnya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan
murni yang ditumbuhan dalam suatu medium buatan. Pekerjaan
memindahkan mikroba dari medium lama ke medium baru harus
dilaksanakan secara teliti. Terlebih dahulu harus diusahakan agar semua
alat yang berhubungan dengan medium dan pekerjaan inokulasi
(penanaman) itu benar-benar steril. Hal ini untuk menghindari
kontaminasi, yakni masuknya mikroorganisme yang
Mikroorganisme dibiakkan di laboratorium pada medium yang
terdiri dari nutrient. Perbenihan yang digunakan untuk pertumbuhan
bakteri harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh
organisme tersebut. Faktor lain seperti pH, suhu, dan pendinginan harus
dikendalikan dengan baik (Buckle, 2007).
Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi,
memperbanyak jumlah mikroba, dimana dalam proses pembuatannya
harus disterilisasi dan menerapkan metode metode aseptis untuk
menghindari kontaminasi pada media. Luria Bertani Agar (LBA) adalah
medium umum yang sering digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari
mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme. Media
ini merupakan media sederhana yang dibuat, dari ekstrak beef,
pepton dan agar (Suriawiria, 2005).
Mikroorganisme tidak memelukan banyak ruangan untuk
mengembangkannya, sebab itu media buatan (Luria Bertani Agar) dapat
dimasukkan ke dalam sebuah tabung atau cawan petri. Pada
permulaannya, tabung atau cawan petri harus dalam keadaan steril (bebas
dari setiap organisme hidup) setelah itu dimasukkan mikroba yang
diiginkan, tabung atau cawan yang dilindungi terhadap kontaminasi dari
luar. Sumber utama pencemaran dari luar adalah udara, yang banyak
mengandung mikroorganisme yang berterbangan. Bentuk cawan petri,
dengan tutup yang saling menyelubungi, dirancang untuk mencegah
menyumbat mulutnya dengan penutup yang cocok, biasanya dengan
kapas.
Permukaan luar cawan biakan dan bagian dalam labu atau tabung
akan tercemar bila dibuka untuk memasukkan atau mengeluarkan bahan.
Bahaya ini dapat dihindari dengan cara membakar bibir atau pinggiran
cawan, tabung atau labu dalam api, segera setelah menutup dibuka dan
dibakar sekali lagi pada waktu akan ditutup (Bukle, 2007).
2. Teknik Isolasi
Prinsip kerja isolasi bakteri yakni dengan menginolasikan sejumlah
kecil bakteri pada suatu medium tertentu yang dapat menyusung
kehidupan bakteri.
Teknik dalam menginokulasi bakteri memiliki beberapa variasi
metode, seperti :
a. Metode Streak Plate
Metode ini digunakan apabila ingin memperoleh hasil akhir
berupa kumpulan sel-sel yang semakin jarang pada ujung streak
sehingga dapat diambil bakteri pada jumlah seluler (satu sel). Selain
itu bakteri yang didapat seharusnya merupakan bakteri yang memang
ingin dibiakkan di kultur tersebut dengan kata lain bukan bakteri
kontaminan, sebab yang diambil/dicuplik adalah koloni bakteri yang
berada di atas streak yang dibuat dan dibuat bukan di luar streak.
Sedangkan kekurangannnya metode ini sulit dilakukan dan hanya
dapat digunakan untuk menumbuhkan bakteri aerob saja.
b. Metode Pour Plate
Metode ini dilakukan dengan menginokulasikan sejumlah
bakteri ke dasar cawan medium nutrient agar cair dan dibiarkan
memadat. Metode ini cocok digunakan apabila kita ingin menguji
apakah suatu koloni bakteri merupakan bakteri aerob, anaerob
fakultatif, atau anaerob obligat. Pengujian ini dapat terjadi karena
hasil akhir metode pour plate adalah berupa pertumbuhan bakteri pada
dasar medium, tengah medium dan pada permukaan medium.
Kekurangan metode ini adalah sulit menentukan kontaminan dan
kerapatan mikroba karena jarak antar koloni terlalu rapat.
c. Metode Surface Plate
Metode ini dilakukan dengan menginokulasikan sejumlah
bakteri pada medium dan diratakan pada bagian permukaan medium
dengan menggunkan hockey stick. Metode ini digunakan apabila ingin
mengetahui bentuk koloni alami dari suatu bakteri. Keuntungan dari
bakteri ini adalah dengan mudah dilakukan dan mudah menghitung
kerapatan mikroba. Kekurangannya sulit mengetahui kontaminasi,
G. Pewarnaan Gram
1. Definisi
Pewarnaan gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paing
penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Metode
ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuan Dermark Hans Cristian
Gram (1853-1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884
untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella
pneumoniae (Rusdimin, 2003).
2. Prinsip Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram bakteri dapat dibagi atas 2 golongan yaitu gram
positif dan gram negatif. Gram positif akan menunjukkan warna violet
(ungu) karena mengikat zat warna kristal violet, sedangkan gram negatif
akan menunjukkan warna merah atau merah muda karena melepaskan zat
warna utama dan menangkap zat warna penutup safranin.
Prinsip atau pokok-pokok pewarnaan gram meliputi 4 tingkatan
yaitu :
a. Pewarnaan dengan zat warna utama (gantient violet).
b. Merekatkan (mengintensifkan) dengan penggunakan larutan lugol.
c. Menambahkan zat dekolorisasi (bahan peluntur), misalnya alkohol atau
alkohol asam.
d. Pemberian zat penutup (counter stain), misalnya safranin, larutan
32
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan saling berhubungan
sebab akibat dari adanya perlakuan yang diselidiki (Notoatmojo S, 2002).
Penelitian yang dilakukan mengenai pemberian ekstrak etanol 70% daun senggani
(Melastoma malabathricum L.) sebagai pengawet alami pada daging segar
terhadap pertumbuhan koloni bakteri dan jenis bakteri. Penelitian ini dilakukan
di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman Samarinda.
A. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah sampel daging yang diberi
perlakuan menggunakan ektrak etanol 70% daun senggani (Melastoma
malabathricum L.). pengujian dalam penelitian ini menggunakan uji
mikrobiologi yang meliputi pertumbuhan total koloni bakteri dan jenis
bakteri.
B. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel yang digunakan berupa daging sapi segar yang diberi perlakuan
menggunakan ekstrak daun senggani dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan
20%. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan dari peneliti (Budianto E,
C. Variabel Penelitian
1. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi :
a. Variabel bebas, yaitu empat konsentrasi berbeda dari ekstrak etanol
70% daun senggani yang digunakan pada sampel daging. Empat
perendaman dengan konsentrasi yang berbeda tersebut adalah 5%,
10%, 15%, dan 20%.
b. Varibel terikat, yaitu adalah pengaruh ekstrak etanol 70% daun
senggani sebagai bahan pengawet alami yang diketahui dari uji
mikrobiologi yang meliputi total koloni bakteri.
c. Variabel kontrol, yaitu berupa jenis sampel yang diuji. Jenis sampel
daging yang diuji berasal dari satu jenis sampel yang sama yaitu daging
segar.
2. Adapun definisi opersional variabel-variabel tersebut pada penelitian ini
meliputi :
a. Daging adalah sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan
manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang
menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas
tinggi. Daging adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong
dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan
demikian hati, lympa, otak, dan isi perut seperti usus juga termasuk
daging (Munarnis, 1982).
b. Pengawet adalah salah satu bahan tambahan pangan makanan yang
pembusukan makanan (Murais, 2007).
c. Daun senggani (Melastoma malabathricum L.) adalah daun yang dalam
hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun senggani
mengandung senyawa tanin, flavonoid, steroid, saponin, dan glikosida
yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri (Robinson, 1995).
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Bahan dan Alat yang Digunakan
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dalah daging segar,
ekstrak daun senggani, aquades, natrium nitrit, aquades, media Luria
Bertani Agar (Merck OXOID), media Plate Cout Agar (Merck
OXOID), alkohol 70%, alkohol 95%,zat warna crystal violet (Merck),
larutan lugol (Merck), Zat warna safranin (Merck), NaCl 0,9 % (Merck
OXOID), kertas HVS, plastik HD 15x30, kassa steril, kapas kesehatan,
masker, handscoon, tissue, kertas label dan aluminium foil.
b. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sterofom,
plastik, baskom, saringan, nampan kecil, pisau, pinset, gunting, alat-alat
gelas Pyrex (gelas ukur 10 ml dan 100 ml, gelas kimia 250 ml, batang
pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, cawan petri, tabung reaksi, erlemeyer,
pipet batang/hisab), magnetic stirrer, bult, mikropipet, inoculation box,
vortex (VWR), blutif. Spatel, timbangan analitik (AND), pisau, toples
incubator, rak tabung reaksi, hot plate (IEC), spatula, lampu bunsen,
koloni counter (Funke gerber), mikroskop (ZIESS), kaca objek dan
gelas penutup.
2. Prosedur Penelitian
a. Prosedur Determinasi Tanaman
1) Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan dahulu sebelum dilakukan
penelitian untuk memastikan jenis dan kebenaran simplisia.
Determinasi dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Mulawarman Samarinda.
2) Penyiapan Simplisia Daun Senggani
Daun senggani dikumpulkan kemudian dicuci bersih dengan
air PDAM. Selanjutnya ditempatkan pada nampan. Pengeringan
dilakukan dengan diangin-anginkan sampai kering di udara
terbuka dan terlindung dari cahaya matahari langsung.
Kemudian ditimbang berat kering simplisia daun senggani.
Setelah simplisia kering, simplisia dihaluskan dengan
menggunakan blender, lalu diayak dengan ayakan mesh 60.
3) Ekstraksi Daun Senggani
Ekstraksi daun senggani dilakukan dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 5000 ml
kering daun senggani dimasukkan ke dalam wadah kaca lalu
direndam dengan pelarut etanol 70% selama 3x24 jam, setiap
1x24 jam pelarut diganti dan dilakukan pengadukan. Ekstrak
cair yang didapat kemudian diuapkan di penangas air dan
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh kemudian
ditimbang kemudian dihitung jumlah rendemennnya.
4) Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Senggani
Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan
ekstrak daun kerehau yang meliputi; pemeriksaan senyawa
kimia golongan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin.
a) Pemeriksaan Alkaloid
Diambil 3 tabung reaksi, lalu masing-masing
dimasukkan 0,5 ml ekstrak. Pada masing-masing tabung
reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer, bouchardat, dan
dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau
kekeruhan. Bila sedikitnya 2 dari 3 pereaksi di atas positif
maka sampel mengandung alkaloid.
b) Pemeriksaan Flavonoid
Ekstrak diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk
Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan
dibiarkan memisah. Bila terbentuk warna kuning, orange
atau merah pada lapisan amil alkohol
c) Pemeriksaan Saponin
Masukkan ekstrak kedalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian
dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang
banyak selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm
sampai 10 cm dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes
asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin.
d) Pemeriksaan Tanin
Ekstrak diencerkan sampai hampir tidak berwarna,
lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida, jika
terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya tanin.
b. Prosedur Pengawetan
1) Sterilisasi
Disiapkan semua alat-alat yang akan disterilkan.
Dimasukkan air ke dalam alat sterilisasi sampai dekat
angsang (dasar yang berlubang-lubang tempat alat-alat yang
disterilkan). Dibungkus alat-alat yang disterilkan.
Dibungkus alat-alat gelas menggunakan kertas HVS atau
kertas lain dan diikat menggunakan karet. Dimasukkan alat
yang akan disterilkan ke keranjang besi dalam autoclave.
Dipasang tutup autoclave dan sekrup dikeraskan. Dilakukan
bertekanan 1 atm. Alat yang telah disterilisai dimasukkan
kedalam incubator untuk menghindari kontaminasi
mikroba.
2) Prosedur Pengawetan Sampel
a) Tahap Persiapan
Diawali dengan diawali dengan pembelian daging
sapi segar pada pasar Segiri Samarinda. Proses
pembelian sampai dalam proses terkontrol, diantaranya
dengan membungkus setiap potong daging sapi dalam
plastik dan penyimpanannya dalam box steroform yang
telah diberi es untuk mempertahankan suhu daging sapi.
Daging sapi masing-masing sebanyak 50 g yang
digunakan dalam penelitian ± 12 potong daging segar
untuk 6 perlakuan. Sebanyak 2 potong daging digunakan
untuk setiap perlakuan. Bahan-bahan dan alat juga
disiapkan menurut tahapan penelitian agar tidak tertukar
selama jalanannnya penelitian.
b) Tahap Perendaman
Daging sapi untuk setiap perlakuan, dalam tahap
perendaman direndaman selama 3 menit, kecuali untuk
daging sapi tanpa perlakuan konsentrasi ekstrak
etanol 70% daun senggani. Waktu perendaman 3 menit
tidak merusak aroma, warna dan penampakan, dengan
nilai organoleptis. Setiap potongan daging sapi yang
sudah direndam ditiriskan dengan menggunakan wadah
saringan. Lalu setelah itu disimpan untuk tahapan
selanjudnya.
c) Tahap Penyimpanan
Daging sapi yang sudah ditiriskan, kemudian
disimpan dalam nampan toples kaca pada suhu ruang
(25-30o) selama 12 jam dalam keadaan terbuka. Pengamatan untuk uji Total Plate Count (TPC) dan
pewarnaan gram bakteri.
d) Pembuatan Larutan Uji
(1) Larutan natrium nitrit 0, 001%
Ditimbang natrium nitrit sebanyak 0,001 g kemudian
dilarutkan dalam 100 ml
(2) Pembuatan larutan ekstrak
Ditimbang ekstrak daun senggani sebanyak 5 g, 10 g,
15 g dan 20 g kemudian masing-masing daun
senggani dilarutkan dalam 100 ml aquades.
3) Pembuatan Media
a) Pembuatan Media LBA (Luria Bertani Agar)
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
Exstract 2,5 g, Agar 3,75 g dan dilarutkan dengan
250 ml aquadest dalam erlemeyer. Dimasukkan
magnetic stirrer ke dalam erlemeyer dan ditutup
mulut erlemeyer menggunakan kapas, kassa dan
aluminium foil. Dimasukkan erlemeyer di atas hot
plate dan dipanaskan hingga mendidih. Ditutup
menggunakan kapas dan alumunium foil, kemudian
distrerilisasikan dalam autoclave. Dikeluarkan dan
dibiarkan hingga padat.
b) Pembuatan Media PCA (Plate Count Agar)
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
Ditimbang media YE (Year Extract) sebanyak 2,12
g, media casein sebanyak 4,25 g, glukosa sebanyak
0,85 g, agar sebanyak 12,75 g. Dimasukkan
bahan-bahan tersebut ke dalam erlemeyer dan dilarutkan
dengan 800 ml aquadest. Dimasukkan magnetic
stirrer ke dalam erlemeyer dan ditutup mulut
erlemeyer menggunakan kapas, kassa, dan
alumunium foil. Diletakkan erlemeyer diatas hot
plate dan dipanaskan hingga mendidih.
Disterilisasikan media PCA menggunakan
c. Pengujian Hasil Pengawetan
1) Isolasi
Disiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.
Ditimbang sampel (daging sapi) yang telah direndam dalam
masing larutan sebanyak 0,5 g. Dibuka tutup aluminium foil
pada mulut tabung reaksi pengenceran 10-1 yang berisi aquades dan dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen.
Dimasukkan daging sapi ke dalam tabung pengenceran 10-1 menggunakan spatula. Dipanaskan mulut tabung dan
ditutup kembali menggunakan aluminium foil.
Dihomogenkan dengan vortex.
Tutup mulut tabung pengenceran 10-2 dibuka dan dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen. Diambil
cairan dari tabung pengenceran 10-1 menggunkan mikropipet dan blutif, masukkan cairan tersebut ke dalam
tabung tabung pengenceran 10-2. Dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen ditutup menggunakan aluminium foil.
Dihomogenkan dengan vortex. Dilakukan hal yang sama
pada tabung pengenceran 10-3,10-4, 10-5 dan 10-6.
Tutup mulut tabung pengenceran dibuka dan
dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen. Diambil
cairan dari tabung di atas lampu bunsen. Diambil cairan dari
blutif. Dimasukkan cairan tersebut ke dalam cawan petri
sebanyak 0,5 ml, dan ditambahkan dengan media PCA dan
disebar secara merata. Dihomogenkan dengan menggeser
cawan petri membentuk angka 8 sebanyak 20 kali. Setiap
perlakuan pemindahan ke dalam media PCA ini dilakukan
2 kali ulangan. Diambil cairan dari tabung pengenceran
menggunakan mikropipet dan blutif, masukkan cairan
tersebut ke dalam tabung pengenceran. Dipanaskan mulut
tabung diatas lampu bunsen dan ditutup menggunakan
aluminium foil. Divortex hingga homogen. Dilakukan hal
yang sama pada masing-masing tabung pengenceran.
Dilakukan inkubasi secara terbalik pada suhu 37o C selama 24 jam. Diamati dan dicatat bentuk koloni dari
mikroba yang tumbuh yaitu bentuk koloni dari pengamatan
secara vertikal maupun horizontal. Koloni yang tumbuh
selama masa inkubasi, dihitung dan dinyatakan sebagai
jumlah kolony forming unit (cfu) per gram atau koloni
per gram. Dilakukan hal yang sama pada semua daging sapi
yang direndam selama tiga hari berturut-turut (Anggraeni,
2012).
2) Pembuatan Biakan Murni
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Dibuka
yang berisi media LBA dan dipanaskan di atas lampu
bunsen. Dipijarkan jarum ose. Diambil hasil isolasi (isolat)
bakteri sebanyak 1 ose. Dilakukan streak pada media LBA
dalam cawan petri. Dipanaskan mulut tabung reaksi di atas
lampu bunsen. Ditutup kembali tabung reaksi menggunakan
kapas dan aluminium foil. Diinkubsikan pada suhu 270C selama 24 jam. Diamati karakteristik tumbuhan koloni,
perhatikan ada tidaknya kontaminasi (Killey, 2013).
3) Pewarnaan Gram Bakteri
Disiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.
Dibersihkan object glass menggunakan alkohol sampai
bebas lemak, kemudian difiksasi di atas lampu bunsen.
Ditetesi dengan zat pewarna crystal violet 2-3 tetes, dan
didiamkan selama 1 menit. Dicuci dengan air mengalir dan
dikeringkan. Ditetesi dengan cairan lugol dan dan dibiarkan
selama 1 menit. Dicuci dengan dengan air mengalir dan
dikeringkan. Dicuci dengan alkohol 95% selama
30 detik, kemudian dibilas dengan air mengalir dan
dikeringkan. Diberi dengan larutan safranin, didiamkan
selama 2 menit. Dicuci dengan air mengalir dan
dikeringkan. Ditutup dengan cover glass. Diamati di bawah
mikroskop dan diidentifikasi jenis bakteri dari pewarnaan
E. Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah metode analisis
kuantitatif deskriptif yang didasarkan pada data hasil pengujian mikrobiologi
di laboratorium yang meliputi total koloni bakteri, isolasi dan pewarnaan gram
45
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium F-MIPA Universitas
Mulawarman Samarinda. Determinasi tanaman dimaksudkan untuk
mengetahui kebenaran identitas tanaman daun senggani yang digunakan dalam
penelitian ini. Berdasarkan hasil determinasi dapat menunjukkan bahwa daun
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun senggani (Melastoma
malabathricum L.) (Lampiran 1).
B.Pembuatan Simplisia Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.)
Pembuatan simplisia daun senggani diawali dengan pengumpulan daun
senggani yang diperoleh dari Kelurahan Sei Kecamatan Samarinda Utara,
Kalimantan Timur. Proses diawali dengan sortasi basah daun segar dari bagian
yang tidak digunakan. Daun segar yang digunakan seberat 3000 g dicuci
dengan air mengalir untuk memisahkan daun dari kotoran baik tanah ataupun
debu. Selanjutnya daun yang telah dicuci bersih ditiriskan, untuk mempercepat
pengeringan dan dikering anginkan selama 7 hari hingga daun senggani kering.
Kemudian daun senggani kering ditimbang dan didapatkan berat kering sebesar
560 g dengan susut pengeringan 81,33%.
Daun yang telah kering dihaluskan dengan blender hingga menjadi
serbuk. Pembuatan serbuk dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan
simplisia sehingga memudahkan kandungan senyawa metabolit sekunder yang
Selanjutnya serbuk simplisia diayak dengan ayakan mesh 60. Pengayakan
bertujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk simplisia (Fassihi, 1986).
Kemudian serbuk simplisia ditimbang dan didapatkan hasil seberat 500 g.
C.Ekstraksi Simplisia Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.)
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi karena proses maserasi ini
mudah dilakukan dan dapat menghasilkan ekstrak secara maksimal (Suliantri,
2008). Serbuk simplisia dari daun senggani sebanyak 500 g dimaserasi
menggunakan etanol 70 % sebanyak 5 L. Pemilihan etanol 70% sebagai larutan
penyari karena merupakan pelarut polar dan pelarut yang lebih selektif
menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal dimana bahan pengotor hanya
dalam skala kecil turut dalam cairan (Zakaria, 2012). Ekstrak kental yang
didapat kemudian ditimbang dan didapatkan hasil sebesar 102,22 g dengan