• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70 DAUN SEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70 DAUN SEN"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SENGGANI

(

Melastoma malabathricum

L.) TERHADAP PENGHAMBATAN

PERTUMBUHAN KOLONI BAKTERI PADA DAGING SAPI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Progam D-III Farmasi pada Akademi Farmasi Samarinda

Oleh :

FIKA MAGHFIROH

723901S. 12. 011

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

SAMARINDA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

FIKA MAGHFIROH

723901S. 12. 011

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

SAMARINDA

(3)
(4)

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, dan

bahwa usahanya akan kelihatan nantinya.

(Q.S. An Najm ayat 39-40)

Perjuangan adalah awal dari kesuksesan, namun halangan dan

rintangan adalah kunci kesabaran.

PERSEMBAHAN

Setiap goresan tinta ini adalah wujud dari keagungan dan kasih sayang yang

diberikan Allah SWT kepada umat-Nya.

Setiap detik waktu menyelesaikan karya tulis ini merupakan hasil getaran doa

ayahanda dan ibunda tercinta, kakak, alm. kakek, nenek dan orang-orang terkasih

yang mengalir tiada henti.

Setiap pancaran semangat dalam penulisan ini merupakan dorongan dan

dukungan dari sahabat-sahabatku tercinta.

Setiap makna pokok bahasan pada bab-bab dalam KTI ini merupakan hempasan

(5)

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama

NIM

Judul Penelitian :

:

:

Fika Maghfiroh

723901S.12.011

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Senggani

(Melastoma malabathricum L.) Terhadap

Penghambatan Pertumbuhan Koloni Bakteri Pada

Daging Sapi

Menyatakan bahwa dalam KTI ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar akademik disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis

atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebut dalam daftar pustaka.

Samarinda, 27 Agustus 2015

(6)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “ Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Senggani (Melastoma

malabathricum L.) Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Koloni Bakteri Pada

Daging Sapi ” dapat terselesaikan. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah merupakan

salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program D-III Farmasi.

Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini juga tidak

lepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak yang terkait. Sehubungan

dengan hal tersebut di atas, maka pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Supomo, M.Si., Apt selaku Direktur Akademi Farmasi Samarinda.

2. Yulistia Budianti S, M.Farm., Apt selaku pembimbing satu dan penguji yang

banyak membantu dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Sapri, S.Si selaku pembimbing dua yang juga banyak membantu dalam

penyusunan Karya Tulis ilmiah ini.

4. Henny Nurhasnawati, M.Si dan Fitri Handayani, M.Si., Apt selaku dosen

penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Karya

Tulis Ilmiah ini.

5. Ayah, ibu dan kakak tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa

selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang telah membantu dalam

(7)

vi

7. Bapak dan Ibu dosen Akademi Farmasi Samarinda yang banyak membantu

dan memberikan arahan dalam menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

8. Laboran dan dosen Laboratorium Mikrobiologi Universitas Mulawarman yang

telah memberikan bimbingan dan arahan.

9. Laboran dan Staf Tata Usaha Akademi Farmasi Samarinda yang telah banyak

membantu.

10.Sahabat-sahabat eci, ami, iney, puss, mbok ntin dan onoy yang telah memberi

semangat dan bantuannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, 27 Agustus 2015

(8)

vii

ABSTRAK

Pembusukan daging dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri yang terdapat di dalam daging. Untuk mengantisipasi pembusukan tersebut, maka diperlukan bahan untuk uji aktivitas pertumbuhan bakteri. Salah satu bahan alam yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri adalah daun senggani (Melastoma malabathricum L.). Tujuan penelitian untuk mengetahui konsentrasi optimal ekstrak daun senggani pada daging sapi segar terhadap pertumbuhan bakteri, jumlah koloni bakteri, dan jenis bakteri.

Penelitian ini merupakan metode eksperimental. Sampel yang diteliti berupa daging sapi segar yang dibagi menjadi 6 perlakuan yaitu daging sapi yang direndam dalam larutan kontrol positif (larutan natrium nitrit), kontrol negatif (aquades), daging sapi yang direndam ektrak etanol 70% daun senggani dengan berbagai konsentrasi yaitu P1(5%), P2(10%), P3(15%), P4(20%). Pengujian hasil

pengawetan menggunakan uji organoleptis yang meliputi, aroma,warna, dan penampakan, sedangkan uji mikrobiologi yang meliputi isolasi, dan pewarnaan gram bakteri selama 3 hari. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis kuantitatif deskriptif yang didasarkan pada data hasil pengujian di laboratorium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan koloni bakteri yang optimal terdapat pada P4 dengan konsentrasi ekstrak etanol daun senggani sebesar 20%. Jumlah koloni bakteri hari ketiga pada P1 sebesar 8 x 104cfu/g, P2 sebesar 6

x 104cfu/g, P3 sebesar 5 x 104, dan P4 sebesar 4 x 104cfu/g. Untuk kontrol positif

sebesar 4 x 104 cfu/g dan kontrol negatif sebesar 15 x 104 cfu/g. Jenis bakteri yang dapat tumbuh pada media yaitu bakteri basil gram positif dan bakteri kokus gram negatif.

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHASAN ... ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

1. Klasifikasi Tumbuhan Senggani ... 5

2. Morfologi Tanaman... 5

(10)

ix

4. Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder ... 6

5. Uraian Golongan Senyawa Kimia ... 7

6. Kasiat Tumbuhan Daun Senggani ... 10

B. Maserasi ... 11

C. Daging Sapi ... 12

1. Definisi Daging Sapi ... 12

2. Faktor Pemilihan daging Sapi ... 14

3. Tanda Kerusakan Daging Sapi ... 16

4. Pencemaran Daging Sapi ... 19

D. Bakteri ... 19

1. Definisi ... 19

2. Klasifikasi Bakteri ... 20

E. Sterilisasi ... 24

1. Definisi ... 24

2. Metode-metode Sterilisasi ... 24

3. Keuntungan dan Kerugian Sterilisasi ... 25

F. Isolasi ... 27

1. Definisi ... 27

2. Teknik Isolasi ... 29

G. Pewarnaan ... 31

1. Definisi Pewarnaan ... 31

(11)

x

B. Pembuatan Simplisia Daun Senggani ... 45

C. Ekstraksi Simplisia Daun Senggani ... 46

D. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Senggani ... 47

E. Evaluasi Pengujian Ekstrak Terhadap Daging Sapi ... 48

F. Isolasi Koloni Mikroba ... 49

G. Hasil Biakan Murni dan Pewarnaan Gram Bakteri ... 52

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

(12)

xi

LAMPIRAN ... 59

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Daging Sapi tiap 100 gram... 13

Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi Segar ... 16

Tabel 3. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Senggani ... 47

Tabel 4. Hasil Pengujian Organoleptik pada Sampel Daging Sapi Segar ... 48

Tabel 5. Jumlah Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Isolasi ... 50

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Daun Senggani ... 4

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ... 59

Lampiran 2. Alur Penelitian ... 60

Lampiran 3. Proses Pembuatan Simplisia Daun Senggani ... 61

Lampiran 4. Proses Ekstraksi Dengan Metode Maserasi ... 63

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun Senggani ... 64

Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia ... 65

Lampiran 7. Proses Sterilisasi ... 66

Lampiran 8. Persiapan Daging Sapi Segar ... 67

Lampiran 9. Perendaman Daging Sapi Segar ... 68

Lampiran 10. Perhitungan Pembuatan Media ... 69

Lampiran 11. Isolasi dan Inkubasi ... 70

Lampiran 12. Isolasi Hari Pertama ... 71

Lampiran 13. Isolasi Hari Kedua ... 72

Lampiran 14. Isolasi Hari Ketiga ... 73

Lampiran 15.Tabel Biakan Murni ... 74

Lampiran 16. Hasil Biakan Murni dan Pewarnaan Gram Bakteri ... 75

(16)

1

Daging sapi segar merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan

gizi tinggi, lengkap dan seimbang, karena kaya protein mineral serta zat

lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh. Usaha penyediaan daging memerlukan

perhatian khusus, seperti daging segar. Daging sapi segar sangat baik bagi

pertumbuhan dan perkembangbiakkan bakteri sehingga dapat menurunkan

kualitas daging. Penurunan kualitas daging sapi segar diindikasikan melalui

perubahan warna, rasa, aroma bahkan pembusukan. Pembusukan daging sapi

segar dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri (Hutasoit et

al, 2013).

Pembusukan pada daging sapi segar terjadi karena adanya kontaminasi

bakteri, pada bagian permukaan saat proses pengolahan. Standar Nasional

Indonesia menetapkan batas cemaran bakteri pada daging sapi segar yaitu

1 x 104 cfu/g (Hutasoit et al, 2013). Purwani (2008), berhasil mengisolasi beberapa bakteri yang terdapat pada daging sapi segar, yaitu Acinetobacter

calcoaciticus, Bacillus alvei, Bacillus cereus, Bacillus licheniformis,

Klebsiella oxytoca, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus saprophyticus, Enterobacter aerogenes, dan Escherichia coli.

Kontaminasi bakteri tersebut menyebabkan degradasi protein yaitu suatu

(17)

Salah satu usaha dalam peningkatkan kualitas daging sapi segar dengan

menggunakan proses pengawetan. Pengawetan bertujuan untuk mengontrol

aktivitas bakteri yang menyebabkan penurunan kualitas daging sapi segar.

Pengawet sintesis yang umum digunakan adalah nitrat dan nitrit, tetapi

penggunaan nitrat dan nitrit sebagai pengawet ternyata menimbulkan efek

yang membahayakan bagi tubuh bila dikonsumsi (Cahyadi, 2008).

Penelitian untuk mendapatkan pengawet yang berasal dari bahan alam

perlu dilakukan, hal ini karena sebagian besar pengawet yang beredar

merupakan zat kimia yang tidak aman bagi tubuh. Salah satu bahan alam

yang berpotensi sebagai pengawet alami adalah daun senggani (Melastoma

malabathricum L.). Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun

senggani mengandung senyawa tanin, flavonoid, steroid, saponin, dan

glikosida yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri (Robinson,

1995).

Hasil penelitian Afrianti (2013), menyatakan bahwa total bakteri pada

daging ayam melebihi batasan cemaran bakteri pada daging ayam. Tingginya

konsentrasi ekstrak air daun senggani tidak mampu menurunkan total bakteri

pada daging ayam. Hal ini dikarenakan bahwa penggunaan fase air sebagai

pelarut ekstraksi daun senggani belum optimal dalam mengetraksi senyawa

aktif yang berfungsi sebagai antibakteri.

Berdasarkan uraian di atas, akan dilakukan penelitian terhadap daun

(18)

menggunakan pelarut etanol untuk meningkatkan penyarian senyawa zat aktif

pada daun senggani.

B. Rumusan Masalah

1. Berapakah konsentrasi optimal ekstrak etanol 70% daun senggani

(Melastoma malabathricum L.) yang dapat menghambat pertumbuhan

koloni bakteri pada daging segar?

2. Berapakah jumlah koloni bakteri yang terdapat pada daging sapi segar

yang diberi perlakuan menggunakan ekstrak etanol 70% daun senggani

(Melastoma malabathricum L.) ?

3. Apakah jenis bakteri yang terdapat pada daging sapi segar yang telah

diberi perlakuan mengunakan ekstrak etanol daun senggani (Melastoma

mabathricum L.) ?

C. Hipotesis

1. Ekstrak etanol 70% daun senggani (Melastoma malabathriculm L.)

mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang ada pada daging sapi

segar pada konsentrasi 5%.

2. Jumlah koloni masih dibawah batas cemaran bakteri pada daging sapi

segar yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia yaitu 1x104 cfu/g. 3. Jenis bakteri bakteri daging sapi segar yang telah diberi perlakuan dengan

ekstrak etanol 70% daun senggani (Melastoma Malabathricum L.) berupa

(19)

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui konsentrasi optimal ekstrak daun senggani yang mampu

pertumbuhan koloni bakteri.

2. Mengetahui jumlah koloni bakteri dan jenis bakteri yang terdapat pada

daging sapi segar yang diberi perlakuan menggunakan ekstrak etanol 70%

Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.).

3. Mengetahui jenis bakteri yang terdapat pada daging sapi segar yang telah

diberi perlakuan mengunakan ekstrak etanol daun senggani (Melastoma

mabathricum L.).

E. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat dapat mengetahui tentang ekstrak etanol 70% daun senggani

(Melastoma malabathricum L.) mempunyai kandungan senyawa yang

dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri pada daging sapi segar.

2. Menambah referensi mengenai pemanfaatan daun senggani (Melastoma

(20)

5

1. Klasifikasi Tumbuhan Senggani (Melastoma malabathricum L.)

Gambar 1. Daun senggani (Melastoma Malabathricum L.) (Dalimartha, 1999).

kingdom : Plantae

devisi : Spermatophyta sub divisi : Angiospremae kelas : Dicotyledoneae ordo : Myrtales

famili : Melastomataceae genus : Melastoma

spesies : Melastoma Malabathricum L.

2. Morfologi Tanaman

Tumbuhan berupa perdu dengan tinggi 0,5-4 m. Banyak bercabang

dan bersisik dan berambut. Daun tunggal berwaarna hijau, bertangkai dan

letaknya berhadapan bersilang dengan panjang 2-20 cm dan lebar

0,75-8,5 cm. Helai daun bulat telur memanjang sampai lonjong, ujung

lancip, pangkal membulat, tepi rata, permukaan berambut pendek yang

(21)

melengkung (Dalimartha, 1999).

Perhubungan majemuk keluar dari ujung cabang berupa nilai

merata. Jumlah bunga dalam tiap helai 4-18 bunga berbentuk periuk yang

ditutupi oleh sisik-sisik berukuran 1-2 mm. Helaian bunga berwarna

ungu kemerahan dengan panjang 1,75-3 cm, panjang tangkai sari

4-8 mm, dan kepala sari 6-9 mm. Buah yang sudah masak akan merekah

dan terbagi-bagi dalam beberapa bagian, berwarna ungu tua

kemerah-merahan. Bijinya kecil sekali, hanya berupa bintik-bintik coklat.

Buah masak dapat dimakan dapat dimakan dan rasanya manis (Depkes

RI, 1989).

3. Ekologi Penyebaran

Senggani tumbuh liar pada tempat-tempat yang mendapat cukup

sinar matahari, seperti lereng gunung, semak belukar, lapangan yang

tidak terlalu gersang, atau daerah objek wisata senggani tanaman hias.

Tumbuhan ini bisa di tumukan sampai ketinggian 1.650 m di atas

perukaan laut (Dalimartha, 1999). Tumbuhan ini juga dapat dijumpai

di kebun teh dan kina. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan indikator

tanah asam. Penyebaran melalui biji, secara alami melalui burung dan

lain-lain (Depkes RI, 1989).

4. Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder

Golongan senyawa kimia yang terdapat dalam daun senggani yaitu

(22)

5. Uraian Golongan Senyawa Kimia

a. Saponin

Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi, keberadaan

saponin sangat mudah di tandai dengan pembentukan larutan

kaloidal dengan air apabila dikocok menimbulkan buih yang

stabil. Saponin adalah senyawa berasa pahit, menusuk dan

meyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap

selaput lendir (Gunawan, 2004).

Menurut Harbone (1987), saponin termasuk kedalam

golongan, senyawa terpenoid dan bagian dari triterpenoid

(diturunkan dari hidrokarbone C30). Merupakan glikosida terpena

dan sterol. Dalam dunia pengobatan, saponin dapat digunakan

sebagai bahan pencuci kerena mempunyai sifat emulsi, dapat

digunakan untuk menurunkan kolesterol serum, sebagai zat

antibiotik terhadap jamur, anti influenza dan anti peradangan

(Robinson, 1995). Saponin akan merusak membran sitoplasma

dan membunuh sel (Afrianti et al, 2013).

b. Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung

C15 terdiri atas dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga

stuan karbon. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai

deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonya terdiri

(23)

(Robinson, 1995). Flavonoid mempunyai cincin piran yang

menghubungkan rantai karbon dengan cincin benzen (Robinson,

1995). Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat

pada gula sebagi glikosida. Aglikon flavonoid mungkin saja

terdapat dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida dalam satu

tumbuhan, sehingga dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih

baik bila kita memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak

tumbuhan yang telah dihidrolisis dari pada mengamati bentuk

glikosidanya yang rumit (Harbone, 1987). Flavonoid dapat

berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan menganggu

mikroorgsnime seperti bakteri atau virus. Mekanisme antibiotik

flavonoid ialah dengan cara mengganggu transpeptidase

peptidoglikon sehingga pembentukan sel bakteri atau virus

terganggu dan sel mengalami lisis (Suliantri et al, 2008).

c. Tanin

Letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma,

tetapi bila jaringan rusak, maka reaksi penyamakan dapat terjadi.

Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan

pencernaann hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar

tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan

tumbuhan kerna rasanya yang pahit. Kita menganggap salah satu

fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan

(24)

Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar

tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin yang terkondensasi

hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan

gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama

pada tumbuhan jenis berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisis

penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne,

1987). Tanin merupakan polimer fenolik yang biasanya

digunakan sebagai bahan penyegar, mempunyai sifat antimikroba

dan bersifat racun terhadap khamir, bakteri, dan kapang.

Kemampuan tanin sebagai antimikroba diduga karena tanin akan

berikatan dengan dinding sel bakteri sehingga akan

menginaktifkan kemampuan menempel bakteri, menghambat

pertumbuhan, aktivitas enzim protease dan dapat membentuk

ikatan komplek dengan polisakarida (Cowan, 1999).

d. Steroid

Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang

mengandung siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin

siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin

asam empedu, dan lain-lain. Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini

makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan

tumbuhan. Tiga senyawa yang biasanya disebut fitosterol terdapat

pada hasil pada hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu sitosterol,

(25)

e. Glikosida

Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih

gula dan komponen bukan gula pada reaksi hidrolisis. Glikosida

terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan

gula. Kedua bagian senyawa tersebut dihubungkan oleh suatu

ikatan berupa jembatan oksigen (O-glikosida, dioscin), jembatan

nitrogen (N-glikosida, adenosin), jembatan sulfur (S-glikosida,

sinigrin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin).

Bagian gula dari glikosida biasa disebut glikon, sedangkan bagian

bukan gula dari glikosida biasa disebut aglikon atau genin

(Robinson, 1995).

6. Khasiat Tumbuhan

Bunga senggani digunakan untuk mengobati kanker, sebagai

obat penenang, saraf dan untuk pendarahan, dan daun senggani

digunakan untuk mengobati luka, mencegah luka, mencegah bekas

luka dari cacar, untuk mengobati disentri, diare, maag, tukak lambung,

bekas luka, jerawat dan bercak hitam dikulit. Untuk menghentikan

pedarahan dan sebagai tonik.

Pucuk daun dapat digunakan untuk mengobati infeksi nifas,

tekanan darah tinggi dan diabetes. Jus pucuk digunakan sebagai obat

kumur untuk mengobati sakit gigi. Rebusan akar senggani yang

diberikan kepada wanita setelah melahirkan untuk membantu

(26)

arthritis, dan nyeri di kaki, megurangi pendarahan menstruasi yang

berlebihan dan kram, meredakan sindrom postmenstrual, perut sakit,

keputihan, meningkatkan kesuburan dan untuk mengobati diare. Jus

akar diaplikasikan untuk mengurangi rasa sakit karena sariawan pada

anak (Zakaria et al, 2012).

B. Maserasi

Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen

yang diinginkan dengan kondisi dingin. Keuntungan dari maserasi adlah

lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan perkolasi

dan tidak memerlukan pemanasan, sedangkan kekurangannya adalah waktu

yang dibutuhkan lebih lama. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut

diuapkan dengan alat penguap putar vakum (rotary evaporator) hingga

menghasilkan ekstrak pekat (Harborne, 1987).

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara memassukkan 1 bagian

serbuk kering simplisia ke dalam maserator. Tambahan 10 bagian pelarut

(Depkes, 2008). Pada penyarian dengan cara maserasi. Perlu dilakukan

pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan serbuk simplisia sehingga

dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan

konsentrasi yang sekecil kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan

di luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama

waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang

(27)

Lamanya waktu maserasi berbeda-beda tergantung dari ciri sifat atau

campuran obat dan pelarut. Lamanya harus cukup supaya dapat memasuki

semua rongga dari struktur obat dan melarut semua zat yang mudah larut.

Metode maserasi memerlukan waktu beberapa jam atau beberapa hari untuk

ekstraksi yang optimum. Waktu maserasi pada umumnya dilkukan pada

temperatur 15-20 C0 selama 3 hari, dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan (Ansel,

2005).

Etanol dipertimbang sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan

kuman sulit tumbuh, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air

pada segala pembanding, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih

sedikit. Etanol dapat melarutkan minyak menguap, glikosida, kurkumin,

kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid damar dan klorofil. Lemak, malam,

tanin dan saponin hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986).

C. Daging Sapi

1. Definisi

Daging sapi merupakan komoditi pertanian yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang

bermutu tinggi, yang mampu menyumbang asam amino asensial yang

lengkap. Menurut Lawrie (1991) dalam Raharjo (2010), daging

didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan manusia

sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik

(28)

adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong dari tubuh ternak

kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan demikian hati, lympa,

otak, dan isi perut seperti usus juga termasuk daging (Munarnis,1982).

Muchtadi (1992) dalam Soputan (2004) menyatakan bahwa

jaringan otot, jaringan lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang rawan

merupakan komponen fisik utama daging. Jaringan otot terdiri dari

jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot licin, dan jaringan otot

spesial. Sedangkan jaringan lemak pada daging dibedakan menurut

lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak intermuskular dan lemak

intraselular. Jaringan ikat yang penting adalah serabut kolagen, serabut

elastin dan serabut retikulin.

Tabel 1. Komposisi Daging Sapi tiap 100 gram

Sumber :Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004)

Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Raharjo (2010) secara garis

besar struktur daging terdiri atas satu atau lebih otot yang masing-masing

(29)

disusun oleh banyak kumpulan otot, maka serabut otot merupakan unit

dasar struktur daging. Di sekeliling otot daging terdapat seberkas

jaringan penghubung epimisium, yang melekat di antara otot dan

membaginya menjadi sekumpulan berkas otot yang terdiri dari

serat-serat yang berdiri sendiri. Serat-serat ini panjangnya beberapa

sentimeter, tetapi garis tengahnya sekitar 10-100 μm. Serat-serat ini

dikelilingi oleh suatu selubung yang dinamakan sarkolema, yang tersusun

dari protein dan lemak.

2. Faktor Pemilihan Daging Sapi Segar

Menurut Deptan (2009) ada beberapa faktor yang dapat dijadikan

pedoman untuk memilih daging segar antara lain :

a. Warna

Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging

yang dapat dinilai langsung. Warna daging ditentukan oleh

kandungan dan keadaan pigmen daging yang disebut mioglobin dan

dipengaruhi oleh jenis hewan, umur hewan, pakan, aktivitas otot,

penanganan daging dan reaksi-reaksi kimiawi yang terjadi di dalam

daging.

Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah cerah.

Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara

adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama

kurang lebih 15-30 menit akan berubah menjadi warna merah cerah.

(30)

atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena udara.

b. Bau

Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas

daging segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan,

umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi

penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat

dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan

memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina. Kebusukan akan

kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa

berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Munarnis,1982).

c. Tekstur

Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila

ditekan dengan tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula.

Daging yang tidak baik ditandai dengan tekstur yang lunak dan bila

ditekan mudah hancur.

d. Kenampakan

Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan

terasa kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir dan

terasa lengket di tangan. Selain itu permukaan daging berwarna

kusam, kotor dan terdapat noda merah, hitam, biru, putih kehijauan

(31)

3. Tanda Kerusakan Daging Sapi

Kerusakan lemak bahan pangan yang terutama adalah

timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh oksidasi lemak.

Hasil oksidasi lemak dalam bahan makanan bukan hanya

menimbulkan bau dan rasa tengik, tetapi juga dapat menurunkan

nilai gizi, karena kerusakan vitamin terutama karoten dan tokoferol

serta asam lemak esensial dalam lemak (Soeparno, 1992).

Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi Segar

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1. Total Plate Count cfu/g Maksimum 1 x 104

2. Coliform cfu/g Maksimum 1 x 102

3. Staphylococcus aureus cfu/g Maksimum 1 x 102

4. Salmonella sp per 25 g Negatif

5. Escherichia coli cfu/g Maksimum 1 x 101

Sumber: BSN (2008)

Menurut Soeparno (1992) senyawa yang paling bertanggung

jawab atas timbulnya bau dan rasa tengik pada daging adalah

aldehida yang terbentuk karena proses oksidasi lemak. Kerusakan

daging sapi giling lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi iris.

Hal ini disebabkan karena daging giling mempunyai permukaan

yang lebih luas dan lebih banyak mengandung air sehingga penetrasi

serta pemanfaatan oksigen menjadi lebih banyak dan memudahkan

terjadinya oksidasi.

Menurut Frazier (1997) dalam Soputan (2004),

mikroorganisme yang terdapat dalam daging adalah khamir (yeast),

jamur benang (mold), dan bakteri yang dapat merugikan atau

(32)

yang merusak daging berdasarkan dari ternak hidup yang

terinfeksi dan terkontaminasi. Awal kontaminasi pada daging

berasal dari mikroroganisme yang memasuki peredaran darah pada

saat penyembelihan jika alat-alat yang digunakan untuk

mengeluarkan darah tidak steril. Jamur dan bakteri dapat

menguraikan karbohidrat, protein, dan lemak menjadi komponen

yang lebih sederhana. Menurut Wilson (1981) daging mulai

membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai jumlah lebih dari

5x10

6

koloni bakteri per gram. Selanjutnya daging sapi bagian paha

dalam keadaan segar mempunyai jumlah koloni bakteri log x sama

dengan 5,98. Total jamur untuk bahan pangan tidak boleh lebih dari

10

4

-10

7

, selebihnya tidak memenuhi syarat.

Pengeluaran tulang, daging segar dapat mengandung mikroba

yang berasal dari karkas, peralatan pengolahan, pekerja dan air.

Kandungan mikroba daging segar sangat bervariasi, dengan bakteri

sebagai kontaminan utama. Jika produk disimpan pada kondisi aerob,

maka bakteri psikrotrofik aerob terutama bakteri Gram negatif

berbentuk batang seperti Pseudomonas, Alteromonas, Proteus dan

Alcaligenes juga kamir akan tumbuh dengan cepat. Bakteri

psikrotrofik (tahan suhu dingin) dominan di dalam daging segar

adalah Lactobasilus dan Leuconostoc, Brochothrix thermosphacta,

Clostridium laramie, beberapa strain koliform, Serratia,

(33)

Acinetobacter, Morexella, Aeromonas dan Proteus. Daging merah

memiliki pH sekitar 6,5. Kadar protein yang tinggi, kadar

karbohidrat yang relatif rendah dan kondisi lingkungan sekitar

pangan akan menentukan jenis mikroba apa yang akan tumbuh

dominan (Syamsir, 2008).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

pada dan di dalam daging termasuk temperatur, kadar

air/kelembapan, oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) dan

kandungan gizi daging. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk

perkembangan mikroorganisme tersebut, termasuk mikroorganisme

perusak atau pembusuk. Menurut Soeparno (1992) hal tersebut

karena :

a. Mempunyai kadar air yang tinggi (kira-kira 68-75%).

b. Kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan

kompleksitasnya yang berbeda.

c. Mengandung sejumlah karbohirat yang dapat difermentasikan.

d. Kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan

mikroorganisme.

e. Mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah

mikroorganisme (5,3-6,5).

Winarno (1984) menjelaskan bahwa sel-sel yang terdapat

dalam daging mentah masih terus mengalami proses kehidupan,

(34)

Kecepatan proses metabolisme tersebut sangat tergantung pada suhu

penyimpanan. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut

berlangsung dan semakin lama daging dapat disimpan. Di samping

itu suhu penyimpanan yang rendah juga menghambat pertumbuhan

dan perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat pada

permukaan daging.

4. Pencemaran Daging Sapi Segar

Daging berasal dari hewan sehat adalah steril. Pencemaran

daging oleh mikroba terjadi karena:

a. Kontaminasi (sewaktu penyembelihan) dengan mikroba yang

berasal dari kotoran, kulit, rambut, alat-alat penyembelihan,

pekerja, air, udara, dan lingkungan tempat penyembelihan.

b. Pencemaran saat dilakukan handling dan pengolahan.

c. Tercemar selama dalam penyimpanan.

Dengan perlakuan pendinginan, maka proses pendinginan, maka

proses kerusakan daging dapat dihambat karena pertumbuhan miroba

telah dihambat oleh pengaruh suhu dingin (rendah). Beberapa mikroba

yang hidup pada daging segar, tetapi masih bisa hidup juga dapat

hidup dalam daiging yang didinginkan (suhu -1,4 s/d 2,20C).

D. Bakteri

1. Definisi

Bakteri merupakan sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak

(35)

Sel-selnya khas, berbentuk bola, batang, atau spiral. Bakteri rata-rata

berdiameter sekitar 0,5-1,0 μm, dan panjang 1,5-2,5 μm. Cara reproduksi

aseksual. Beberapa dapat tumbuh pada suhu 0oC, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 90oC atau lebih. Kebanyakan tumbuh pada berbagai suhu diantara kedua ekstrim ini

(Waluyo, 2007).

Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme bersel satu,

tubuhnya bersifat prokariotik, yaitu tubuhnya terdiri atas sel yang tidak

mempunyai pembungkus inti. Bakteri berkembang biak dengan

membelah diri, dan karena begitu kecil maka hanya dapat dilihat dengan

mikrposkop. Bakteri walaupun bersel satu tetapi mempunyai beberapa

organel yang dapat untuk melaksanakan beberapa fungsi

hidup (Waluyo, 2005).

2. Klasifikasi Bakteri

a. Klasifikasi Bakteri Berdasarkan Bentuk Tubuh

1) Bakteri Basil (Bacillus)

Bakteri basil (Bacillus), merupakan bakteri yang mempunyai

bentuk tongkat pendek/batang kecil dan silindris. Sebagaian bakteri

berbentuk basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang,

bergandengan dua atau terlepas satu sama lain. Kelompok basil

dapat dibagi menjadi beberapa koloni, yaitu :

a) Monobasil (Monobasillus)

(36)

Contoh: Echericcia coli (bakteri usus besar pada manusia),

Propionibacterium acnes (penyebab jerawat).

b) Diplobasil (Diplobacillus)

Berupa koloni basil terdiri dari 2 basil.

c) Streptobasil (Streptobaccilus)

Berupa koloni bakteri berbentuk rantai. Contoh: Azotobacter

(bakteri tanah yang mengkat nitrogen), Bacillus antrhracis

(penyebab penyakit antraks pada hewan ternak) (Rusdimin,

2003).

2) Bakteri Kokus (Coccus)

Kokus merupakan bakteri yang mempunyai bentuk bulat

seperti bola-bola keecil. Jumlah dari bakteri dari golongan ini tidak

sebanyak golongan basil. Kelompok ini ada yang bergerombol dan

bergandeng-gandengan membentuk koloni.

Kelompok kokus dibedakan menjadi beberapa, yaitu :

a) Monokokus (Monococcus)

Berupa kokus hidup hidup menyendiri. Contoh : Chlamydia

trachomatis (penyebab penyakit mata).

b) Diplokokus (Diplococcus)

Berupa kokus yang membentuk koloni terditi dari dua kokus.

Contoh: Diplococcus pnemoniae (penyebab penyakit

pneumonia), Neisseria gonorhoeae (penyebab penyakit

(37)

c) Streptokokus (Streptococcus)

Berupa koloni berbentuk seperti rantai.

Contoh: Streptococcus mutans (penyebab gigi berlubang).

d) Stafilokokus (Staphylococcus)

Berupa koloni bakteri kokus membentuk untaian seperti buah

anggur. Contoh: Staphylococcus aureus (penyebab penyakit

radang paru) (Suriawiria, 2005).

e) Sarkina (Sarcina)

Berupa delapan sel bakteri koloni bakteri berkelompok serupa

kubus. Contoh: Thiosarcina rosea (bakteri belerang).

f) Tetrakokus (Tetracoccus)

Berupa empat sel bakteri kokus berdempetan berbentuk segi

empat. Contoh: Pediococcus cerevisiae.

3) Bakteri Spiril (Spirillum).

Spiril merupakan bakteri yang berbentuk bengkok atau berbentuk

spiral sangat sedikit jenisnya.

a) Spiral

Bentuk sel bergelombang. Contoh: Thiospirilopsis floridina

(bakteri belerang).

b) Bakteri vibrio (Koma)

Bentuk sel seperti tanda baca koma. Contoh: Vibrio chorela

(38)

c) Bakteri Spiroseta

Bentuk sel seperti sekrup. Contoh: Treponema pallidum

(penyebab penyakit kelamin sifilis) (Suriawiria, 2003).

b. Klasifikasi Bakteri Berdasarkan Pewarnaan Gram

1) Bakteri Gram Positif

Merupakan zat bakteri yang mempertahankan zat metil ungu

sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwara biru

atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram-negatif akan

berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi antara

kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur

dinding sel bakteri (Jawetz, 2008). Bakteri gram-positif memiliki

dinding sel bakteri yang lebih sederhana, banyak mengandung

peptidoglikan. Misalnya bakteri Micrococus, Streptocuccus,

Leuconostoc, Pediococcus dan Aerococcus (Tryana, 2008).

2) Bakteri Gram Negatif

Bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada

metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan

mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol,

sementara bakteri gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram,

suatu pewarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk

mengklasifikasi kedua bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur

dinding sel mereka (Jawetz, 2008). Bakteri Gram-negaif memiliki

(39)

sedikit. Misalnya bakteri Echericia, Citrobacter, Salmonella,

Shigella, Enterobacter, Vibrio, Aeromonas, Photobacterium,

Chromabacterium dan Flavobacterium (Tryana, 2008).

E. Sterilisai

1. Definisi

Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh atau memusnahkan

semua mikroorganisme atau jasad renik yang ada, sehingga jika

ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi mikroorganisme atau

jasad renik yang dapat berkembang biak (Pelczar, 2008).

2. Metode-metode Sterilisasi

a. Pemanasan Kering

1) Udara Panas Oven

Bahan yang karateristik fisiknya tidak dapat disterilkan

dengan uap destilasi dalam udara panas. Oven yang termasuk

dalam bahan ini adalah minyak lemak, paraffin, petrolatum cair,

gliserin, propileglikol. Salah satu elemen penting dalam sterilisasi

dengan menggunakan uap autoklaf.

b. Panas Lembap

1) Uap bertekanan

Penggunaan uap bertekanan atau metode sterilisasi yang

paling umum memuaskan efektif yang ada. Merupakan metode

yang diinginkan untuk sterilisasi larutan yang ditujukan untuk

(40)

penggunaan darurat, pakaian dan alat kesehatan.

c. Sterilisai gas

1) Sterilisasi Secara Kimia

Sterilisasi gas adalah cara menghilangkan mikroorganisme

dengan menggunakan gas atau uap yang membunuh

mikroorganisme dan sporanya.

3. Keuntungan dan Kerugian Sterilisasi

a. Sterilisasi Panas Kering

Keuntungan :

1) Dapat digunakan untuk membunuh spora dan bentuk vegetatifnya

dari semua mikroorganisme

2) Umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif

disterilkan dengan uap air panas.

3) Metode pilihan bila dibutuhkan peralatan yang kering atau wadah

yang kering seperti pada zat kimia kering atau larutan bukan air

(Ansel, 1989).

Kerugian :

1) Hanya digunakan untuk zat-zat yang tahan penguraian pada suhu di

atas kira-kira 140oC.

2) Karena panas kering efektif membunuh mikroba dengan uap air

panas, maka diperlukan temperatur yang lebih tinggi dan waktu yang

(41)

b. Sterilisasi Uap Lembab

Keuntungan :

1) Adanya uap air dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada

temperatur yang relatif rendah dari pada tidak ada kelembaban.

2) Metode ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang

dapat tahan terhadap temperatur yang digunakan dan penembusan

uap tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air.

3) Sel bakteri dengan kadar air besar umumnya lebih mudah dibunuh.

4) Dipergunakan untuk larutan jumlah besar, alat-alat gelas, pembalut

operasi dan instrument.

5) Dapat membunuh semua bentuk mikroorganisme vegetatif

(Lachman, 1986).

Kerugian :

1) Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak lemak, sediaan

berminyak dan sediaan yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau

pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap jenuh.

2) Spora-spora yang kadar airnya rendah, sukar dihancurkan (Ansel,

1989).

c. Sterilisasi Gas

Keuntungan :

1. Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat

disterilkan dengan baik dengan memaparkan gas etilen oksida atau

(42)

2. Digunakan untuk membunuh mikroorganisme dan spora

lain (Ansel, 1989).

Kerugian :

1. Gas-gas (etilen dan propilen oksida) mudah terbakar bila tercampur

dengan udara.

2. Tindakan pengemasan yang lebih besar diperlukan untuk sterilisasi

dengan cara ini daripada dengan cara lain karena waktu, suhu, kadar

gas dan kelembapan jumlahnya tidak setegas seperti pada sterilisasi

panas kering dan lembap panas.

3. dari sisa-sisa pada bahan yang digunakan pada manusia.

4. Waktu siklus untuk sterilisasi dengan etilen oksida agak lama

(Lachman, 1986).

F. Isolasi

1. Definisi

Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba

tertentu dari lingkungannnya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan

murni yang ditumbuhan dalam suatu medium buatan. Pekerjaan

memindahkan mikroba dari medium lama ke medium baru harus

dilaksanakan secara teliti. Terlebih dahulu harus diusahakan agar semua

alat yang berhubungan dengan medium dan pekerjaan inokulasi

(penanaman) itu benar-benar steril. Hal ini untuk menghindari

kontaminasi, yakni masuknya mikroorganisme yang

(43)

Mikroorganisme dibiakkan di laboratorium pada medium yang

terdiri dari nutrient. Perbenihan yang digunakan untuk pertumbuhan

bakteri harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh

organisme tersebut. Faktor lain seperti pH, suhu, dan pendinginan harus

dikendalikan dengan baik (Buckle, 2007).

Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi,

memperbanyak jumlah mikroba, dimana dalam proses pembuatannya

harus disterilisasi dan menerapkan metode metode aseptis untuk

menghindari kontaminasi pada media. Luria Bertani Agar (LBA) adalah

medium umum yang sering digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari

mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme. Media

ini merupakan media sederhana yang dibuat, dari ekstrak beef,

pepton dan agar (Suriawiria, 2005).

Mikroorganisme tidak memelukan banyak ruangan untuk

mengembangkannya, sebab itu media buatan (Luria Bertani Agar) dapat

dimasukkan ke dalam sebuah tabung atau cawan petri. Pada

permulaannya, tabung atau cawan petri harus dalam keadaan steril (bebas

dari setiap organisme hidup) setelah itu dimasukkan mikroba yang

diiginkan, tabung atau cawan yang dilindungi terhadap kontaminasi dari

luar. Sumber utama pencemaran dari luar adalah udara, yang banyak

mengandung mikroorganisme yang berterbangan. Bentuk cawan petri,

dengan tutup yang saling menyelubungi, dirancang untuk mencegah

(44)

menyumbat mulutnya dengan penutup yang cocok, biasanya dengan

kapas.

Permukaan luar cawan biakan dan bagian dalam labu atau tabung

akan tercemar bila dibuka untuk memasukkan atau mengeluarkan bahan.

Bahaya ini dapat dihindari dengan cara membakar bibir atau pinggiran

cawan, tabung atau labu dalam api, segera setelah menutup dibuka dan

dibakar sekali lagi pada waktu akan ditutup (Bukle, 2007).

2. Teknik Isolasi

Prinsip kerja isolasi bakteri yakni dengan menginolasikan sejumlah

kecil bakteri pada suatu medium tertentu yang dapat menyusung

kehidupan bakteri.

Teknik dalam menginokulasi bakteri memiliki beberapa variasi

metode, seperti :

a. Metode Streak Plate

Metode ini digunakan apabila ingin memperoleh hasil akhir

berupa kumpulan sel-sel yang semakin jarang pada ujung streak

sehingga dapat diambil bakteri pada jumlah seluler (satu sel). Selain

itu bakteri yang didapat seharusnya merupakan bakteri yang memang

ingin dibiakkan di kultur tersebut dengan kata lain bukan bakteri

kontaminan, sebab yang diambil/dicuplik adalah koloni bakteri yang

berada di atas streak yang dibuat dan dibuat bukan di luar streak.

(45)

Sedangkan kekurangannnya metode ini sulit dilakukan dan hanya

dapat digunakan untuk menumbuhkan bakteri aerob saja.

b. Metode Pour Plate

Metode ini dilakukan dengan menginokulasikan sejumlah

bakteri ke dasar cawan medium nutrient agar cair dan dibiarkan

memadat. Metode ini cocok digunakan apabila kita ingin menguji

apakah suatu koloni bakteri merupakan bakteri aerob, anaerob

fakultatif, atau anaerob obligat. Pengujian ini dapat terjadi karena

hasil akhir metode pour plate adalah berupa pertumbuhan bakteri pada

dasar medium, tengah medium dan pada permukaan medium.

Kekurangan metode ini adalah sulit menentukan kontaminan dan

kerapatan mikroba karena jarak antar koloni terlalu rapat.

c. Metode Surface Plate

Metode ini dilakukan dengan menginokulasikan sejumlah

bakteri pada medium dan diratakan pada bagian permukaan medium

dengan menggunkan hockey stick. Metode ini digunakan apabila ingin

mengetahui bentuk koloni alami dari suatu bakteri. Keuntungan dari

bakteri ini adalah dengan mudah dilakukan dan mudah menghitung

kerapatan mikroba. Kekurangannya sulit mengetahui kontaminasi,

(46)

G. Pewarnaan Gram

1. Definisi

Pewarnaan gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paing

penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Metode

ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuan Dermark Hans Cristian

Gram (1853-1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884

untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella

pneumoniae (Rusdimin, 2003).

2. Prinsip Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram bakteri dapat dibagi atas 2 golongan yaitu gram

positif dan gram negatif. Gram positif akan menunjukkan warna violet

(ungu) karena mengikat zat warna kristal violet, sedangkan gram negatif

akan menunjukkan warna merah atau merah muda karena melepaskan zat

warna utama dan menangkap zat warna penutup safranin.

Prinsip atau pokok-pokok pewarnaan gram meliputi 4 tingkatan

yaitu :

a. Pewarnaan dengan zat warna utama (gantient violet).

b. Merekatkan (mengintensifkan) dengan penggunakan larutan lugol.

c. Menambahkan zat dekolorisasi (bahan peluntur), misalnya alkohol atau

alkohol asam.

d. Pemberian zat penutup (counter stain), misalnya safranin, larutan

(47)

32

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan saling berhubungan

sebab akibat dari adanya perlakuan yang diselidiki (Notoatmojo S, 2002).

Penelitian yang dilakukan mengenai pemberian ekstrak etanol 70% daun senggani

(Melastoma malabathricum L.) sebagai pengawet alami pada daging segar

terhadap pertumbuhan koloni bakteri dan jenis bakteri. Penelitian ini dilakukan

di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman Samarinda.

A. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah sampel daging yang diberi

perlakuan menggunakan ektrak etanol 70% daun senggani (Melastoma

malabathricum L.). pengujian dalam penelitian ini menggunakan uji

mikrobiologi yang meliputi pertumbuhan total koloni bakteri dan jenis

bakteri.

B. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel yang digunakan berupa daging sapi segar yang diberi perlakuan

menggunakan ekstrak daun senggani dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan

20%. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu

pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan dari peneliti (Budianto E,

(48)

C. Variabel Penelitian

1. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi :

a. Variabel bebas, yaitu empat konsentrasi berbeda dari ekstrak etanol

70% daun senggani yang digunakan pada sampel daging. Empat

perendaman dengan konsentrasi yang berbeda tersebut adalah 5%,

10%, 15%, dan 20%.

b. Varibel terikat, yaitu adalah pengaruh ekstrak etanol 70% daun

senggani sebagai bahan pengawet alami yang diketahui dari uji

mikrobiologi yang meliputi total koloni bakteri.

c. Variabel kontrol, yaitu berupa jenis sampel yang diuji. Jenis sampel

daging yang diuji berasal dari satu jenis sampel yang sama yaitu daging

segar.

2. Adapun definisi opersional variabel-variabel tersebut pada penelitian ini

meliputi :

a. Daging adalah sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan

manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang

menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas

tinggi. Daging adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong

dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan

demikian hati, lympa, otak, dan isi perut seperti usus juga termasuk

daging (Munarnis, 1982).

b. Pengawet adalah salah satu bahan tambahan pangan makanan yang

(49)

pembusukan makanan (Murais, 2007).

c. Daun senggani (Melastoma malabathricum L.) adalah daun yang dalam

hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun senggani

mengandung senyawa tanin, flavonoid, steroid, saponin, dan glikosida

yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri (Robinson, 1995).

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Bahan dan Alat yang Digunakan

a. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dalah daging segar,

ekstrak daun senggani, aquades, natrium nitrit, aquades, media Luria

Bertani Agar (Merck OXOID), media Plate Cout Agar (Merck

OXOID), alkohol 70%, alkohol 95%,zat warna crystal violet (Merck),

larutan lugol (Merck), Zat warna safranin (Merck), NaCl 0,9 % (Merck

OXOID), kertas HVS, plastik HD 15x30, kassa steril, kapas kesehatan,

masker, handscoon, tissue, kertas label dan aluminium foil.

b. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sterofom,

plastik, baskom, saringan, nampan kecil, pisau, pinset, gunting, alat-alat

gelas Pyrex (gelas ukur 10 ml dan 100 ml, gelas kimia 250 ml, batang

pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, cawan petri, tabung reaksi, erlemeyer,

pipet batang/hisab), magnetic stirrer, bult, mikropipet, inoculation box,

vortex (VWR), blutif. Spatel, timbangan analitik (AND), pisau, toples

(50)

incubator, rak tabung reaksi, hot plate (IEC), spatula, lampu bunsen,

koloni counter (Funke gerber), mikroskop (ZIESS), kaca objek dan

gelas penutup.

2. Prosedur Penelitian

a. Prosedur Determinasi Tanaman

1) Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan dahulu sebelum dilakukan

penelitian untuk memastikan jenis dan kebenaran simplisia.

Determinasi dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Mulawarman Samarinda.

2) Penyiapan Simplisia Daun Senggani

Daun senggani dikumpulkan kemudian dicuci bersih dengan

air PDAM. Selanjutnya ditempatkan pada nampan. Pengeringan

dilakukan dengan diangin-anginkan sampai kering di udara

terbuka dan terlindung dari cahaya matahari langsung.

Kemudian ditimbang berat kering simplisia daun senggani.

Setelah simplisia kering, simplisia dihaluskan dengan

menggunakan blender, lalu diayak dengan ayakan mesh 60.

3) Ekstraksi Daun Senggani

Ekstraksi daun senggani dilakukan dengan metode

maserasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 5000 ml

(51)

kering daun senggani dimasukkan ke dalam wadah kaca lalu

direndam dengan pelarut etanol 70% selama 3x24 jam, setiap

1x24 jam pelarut diganti dan dilakukan pengadukan. Ekstrak

cair yang didapat kemudian diuapkan di penangas air dan

diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh kemudian

ditimbang kemudian dihitung jumlah rendemennnya.

4) Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Senggani

Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan

ekstrak daun kerehau yang meliputi; pemeriksaan senyawa

kimia golongan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin.

a) Pemeriksaan Alkaloid

Diambil 3 tabung reaksi, lalu masing-masing

dimasukkan 0,5 ml ekstrak. Pada masing-masing tabung

reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer, bouchardat, dan

dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau

kekeruhan. Bila sedikitnya 2 dari 3 pereaksi di atas positif

maka sampel mengandung alkaloid.

b) Pemeriksaan Flavonoid

Ekstrak diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk

Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan

dibiarkan memisah. Bila terbentuk warna kuning, orange

atau merah pada lapisan amil alkohol

(52)

c) Pemeriksaan Saponin

Masukkan ekstrak kedalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian

dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang

banyak selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm

sampai 10 cm dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes

asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin.

d) Pemeriksaan Tanin

Ekstrak diencerkan sampai hampir tidak berwarna,

lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida, jika

terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman

menunjukkan adanya tanin.

b. Prosedur Pengawetan

1) Sterilisasi

Disiapkan semua alat-alat yang akan disterilkan.

Dimasukkan air ke dalam alat sterilisasi sampai dekat

angsang (dasar yang berlubang-lubang tempat alat-alat yang

disterilkan). Dibungkus alat-alat yang disterilkan.

Dibungkus alat-alat gelas menggunakan kertas HVS atau

kertas lain dan diikat menggunakan karet. Dimasukkan alat

yang akan disterilkan ke keranjang besi dalam autoclave.

Dipasang tutup autoclave dan sekrup dikeraskan. Dilakukan

(53)

bertekanan 1 atm. Alat yang telah disterilisai dimasukkan

kedalam incubator untuk menghindari kontaminasi

mikroba.

2) Prosedur Pengawetan Sampel

a) Tahap Persiapan

Diawali dengan diawali dengan pembelian daging

sapi segar pada pasar Segiri Samarinda. Proses

pembelian sampai dalam proses terkontrol, diantaranya

dengan membungkus setiap potong daging sapi dalam

plastik dan penyimpanannya dalam box steroform yang

telah diberi es untuk mempertahankan suhu daging sapi.

Daging sapi masing-masing sebanyak 50 g yang

digunakan dalam penelitian ± 12 potong daging segar

untuk 6 perlakuan. Sebanyak 2 potong daging digunakan

untuk setiap perlakuan. Bahan-bahan dan alat juga

disiapkan menurut tahapan penelitian agar tidak tertukar

selama jalanannnya penelitian.

b) Tahap Perendaman

Daging sapi untuk setiap perlakuan, dalam tahap

perendaman direndaman selama 3 menit, kecuali untuk

daging sapi tanpa perlakuan konsentrasi ekstrak

etanol 70% daun senggani. Waktu perendaman 3 menit

(54)

tidak merusak aroma, warna dan penampakan, dengan

nilai organoleptis. Setiap potongan daging sapi yang

sudah direndam ditiriskan dengan menggunakan wadah

saringan. Lalu setelah itu disimpan untuk tahapan

selanjudnya.

c) Tahap Penyimpanan

Daging sapi yang sudah ditiriskan, kemudian

disimpan dalam nampan toples kaca pada suhu ruang

(25-30o) selama 12 jam dalam keadaan terbuka. Pengamatan untuk uji Total Plate Count (TPC) dan

pewarnaan gram bakteri.

d) Pembuatan Larutan Uji

(1) Larutan natrium nitrit 0, 001%

Ditimbang natrium nitrit sebanyak 0,001 g kemudian

dilarutkan dalam 100 ml

(2) Pembuatan larutan ekstrak

Ditimbang ekstrak daun senggani sebanyak 5 g, 10 g,

15 g dan 20 g kemudian masing-masing daun

senggani dilarutkan dalam 100 ml aquades.

3) Pembuatan Media

a) Pembuatan Media LBA (Luria Bertani Agar)

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

(55)

Exstract 2,5 g, Agar 3,75 g dan dilarutkan dengan

250 ml aquadest dalam erlemeyer. Dimasukkan

magnetic stirrer ke dalam erlemeyer dan ditutup

mulut erlemeyer menggunakan kapas, kassa dan

aluminium foil. Dimasukkan erlemeyer di atas hot

plate dan dipanaskan hingga mendidih. Ditutup

menggunakan kapas dan alumunium foil, kemudian

distrerilisasikan dalam autoclave. Dikeluarkan dan

dibiarkan hingga padat.

b) Pembuatan Media PCA (Plate Count Agar)

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

Ditimbang media YE (Year Extract) sebanyak 2,12

g, media casein sebanyak 4,25 g, glukosa sebanyak

0,85 g, agar sebanyak 12,75 g. Dimasukkan

bahan-bahan tersebut ke dalam erlemeyer dan dilarutkan

dengan 800 ml aquadest. Dimasukkan magnetic

stirrer ke dalam erlemeyer dan ditutup mulut

erlemeyer menggunakan kapas, kassa, dan

alumunium foil. Diletakkan erlemeyer diatas hot

plate dan dipanaskan hingga mendidih.

Disterilisasikan media PCA menggunakan

(56)

c. Pengujian Hasil Pengawetan

1) Isolasi

Disiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.

Ditimbang sampel (daging sapi) yang telah direndam dalam

masing larutan sebanyak 0,5 g. Dibuka tutup aluminium foil

pada mulut tabung reaksi pengenceran 10-1 yang berisi aquades dan dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen.

Dimasukkan daging sapi ke dalam tabung pengenceran 10-1 menggunakan spatula. Dipanaskan mulut tabung dan

ditutup kembali menggunakan aluminium foil.

Dihomogenkan dengan vortex.

Tutup mulut tabung pengenceran 10-2 dibuka dan dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen. Diambil

cairan dari tabung pengenceran 10-1 menggunkan mikropipet dan blutif, masukkan cairan tersebut ke dalam

tabung tabung pengenceran 10-2. Dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen ditutup menggunakan aluminium foil.

Dihomogenkan dengan vortex. Dilakukan hal yang sama

pada tabung pengenceran 10-3,10-4, 10-5 dan 10-6.

Tutup mulut tabung pengenceran dibuka dan

dipanaskan mulut tabung di atas lampu bunsen. Diambil

cairan dari tabung di atas lampu bunsen. Diambil cairan dari

(57)

blutif. Dimasukkan cairan tersebut ke dalam cawan petri

sebanyak 0,5 ml, dan ditambahkan dengan media PCA dan

disebar secara merata. Dihomogenkan dengan menggeser

cawan petri membentuk angka 8 sebanyak 20 kali. Setiap

perlakuan pemindahan ke dalam media PCA ini dilakukan

2 kali ulangan. Diambil cairan dari tabung pengenceran

menggunakan mikropipet dan blutif, masukkan cairan

tersebut ke dalam tabung pengenceran. Dipanaskan mulut

tabung diatas lampu bunsen dan ditutup menggunakan

aluminium foil. Divortex hingga homogen. Dilakukan hal

yang sama pada masing-masing tabung pengenceran.

Dilakukan inkubasi secara terbalik pada suhu 37o C selama 24 jam. Diamati dan dicatat bentuk koloni dari

mikroba yang tumbuh yaitu bentuk koloni dari pengamatan

secara vertikal maupun horizontal. Koloni yang tumbuh

selama masa inkubasi, dihitung dan dinyatakan sebagai

jumlah kolony forming unit (cfu) per gram atau koloni

per gram. Dilakukan hal yang sama pada semua daging sapi

yang direndam selama tiga hari berturut-turut (Anggraeni,

2012).

2) Pembuatan Biakan Murni

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Dibuka

(58)

yang berisi media LBA dan dipanaskan di atas lampu

bunsen. Dipijarkan jarum ose. Diambil hasil isolasi (isolat)

bakteri sebanyak 1 ose. Dilakukan streak pada media LBA

dalam cawan petri. Dipanaskan mulut tabung reaksi di atas

lampu bunsen. Ditutup kembali tabung reaksi menggunakan

kapas dan aluminium foil. Diinkubsikan pada suhu 270C selama 24 jam. Diamati karakteristik tumbuhan koloni,

perhatikan ada tidaknya kontaminasi (Killey, 2013).

3) Pewarnaan Gram Bakteri

Disiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.

Dibersihkan object glass menggunakan alkohol sampai

bebas lemak, kemudian difiksasi di atas lampu bunsen.

Ditetesi dengan zat pewarna crystal violet 2-3 tetes, dan

didiamkan selama 1 menit. Dicuci dengan air mengalir dan

dikeringkan. Ditetesi dengan cairan lugol dan dan dibiarkan

selama 1 menit. Dicuci dengan dengan air mengalir dan

dikeringkan. Dicuci dengan alkohol 95% selama

30 detik, kemudian dibilas dengan air mengalir dan

dikeringkan. Diberi dengan larutan safranin, didiamkan

selama 2 menit. Dicuci dengan air mengalir dan

dikeringkan. Ditutup dengan cover glass. Diamati di bawah

mikroskop dan diidentifikasi jenis bakteri dari pewarnaan

(59)

E. Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah metode analisis

kuantitatif deskriptif yang didasarkan pada data hasil pengujian mikrobiologi

di laboratorium yang meliputi total koloni bakteri, isolasi dan pewarnaan gram

(60)

45

Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium F-MIPA Universitas

Mulawarman Samarinda. Determinasi tanaman dimaksudkan untuk

mengetahui kebenaran identitas tanaman daun senggani yang digunakan dalam

penelitian ini. Berdasarkan hasil determinasi dapat menunjukkan bahwa daun

yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun senggani (Melastoma

malabathricum L.) (Lampiran 1).

B.Pembuatan Simplisia Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.)

Pembuatan simplisia daun senggani diawali dengan pengumpulan daun

senggani yang diperoleh dari Kelurahan Sei Kecamatan Samarinda Utara,

Kalimantan Timur. Proses diawali dengan sortasi basah daun segar dari bagian

yang tidak digunakan. Daun segar yang digunakan seberat 3000 g dicuci

dengan air mengalir untuk memisahkan daun dari kotoran baik tanah ataupun

debu. Selanjutnya daun yang telah dicuci bersih ditiriskan, untuk mempercepat

pengeringan dan dikering anginkan selama 7 hari hingga daun senggani kering.

Kemudian daun senggani kering ditimbang dan didapatkan berat kering sebesar

560 g dengan susut pengeringan 81,33%.

Daun yang telah kering dihaluskan dengan blender hingga menjadi

serbuk. Pembuatan serbuk dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan

simplisia sehingga memudahkan kandungan senyawa metabolit sekunder yang

(61)

Selanjutnya serbuk simplisia diayak dengan ayakan mesh 60. Pengayakan

bertujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk simplisia (Fassihi, 1986).

Kemudian serbuk simplisia ditimbang dan didapatkan hasil seberat 500 g.

C.Ekstraksi Simplisia Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.)

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi karena proses maserasi ini

mudah dilakukan dan dapat menghasilkan ekstrak secara maksimal (Suliantri,

2008). Serbuk simplisia dari daun senggani sebanyak 500 g dimaserasi

menggunakan etanol 70 % sebanyak 5 L. Pemilihan etanol 70% sebagai larutan

penyari karena merupakan pelarut polar dan pelarut yang lebih selektif

menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal dimana bahan pengotor hanya

dalam skala kecil turut dalam cairan (Zakaria, 2012). Ekstrak kental yang

didapat kemudian ditimbang dan didapatkan hasil sebesar 102,22 g dengan

Gambar

Gambar 1. Daun senggani (Melastoma Malabathricum L.) (Dalimartha, 1999).
Tabel 1. Komposisi Daging Sapi tiap 100 gram
Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi Segar No Jenis uji Satuan Persyaratan
Tabel 3. Hasil identifikasi metabolit sekunder
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria karena dengan berkat pertolongan, pendampingan, anugrah dan kasih karunia yang telah diberikan- Nya

Waktu pemasangan dinding partisi pada siklus ke-n akan diprediksi menggunakan kurva belajar (learning curve) model Wright dan De Jong.. Sampel dalam penelitian ini adalah

Strategi pengembangan hutan rakyat di Desa Buana Sakti yang perlu diterapkan adalah dengan memanfaatkan faktor kekuatan yaitu dengan melakukan pemeliharaan teratur khususnya

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berbasis model discovery learning pada materi getaran dan gelombang untuk melatihkan keterampilan proses sains dinyatakan layak

the best structural model of customer satisfac- tion index of branded cooking oil and compare the level of customer satisfaction across three different levels of SES

86 Tahun 2002, secara optimal dapat melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak serta pengangkutan Gas Bumi

Ada beberapa ciri khas yang identik dengan pondok pesantren yang masih te- tap bertahan sampai sekarang ini adalah kiai, santri, pengajaran kitab Islam klasik, masjid,