• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Diare 2.1.1.Pengertian Diare - Pengaruh Karakteristik, Sanitasi Dasar dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita (1-<5 Tahun) di Kelurahan Sei Sekambing C-II Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Diare 2.1.1.Pengertian Diare - Pengaruh Karakteristik, Sanitasi Dasar dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita (1-<5 Tahun) di Kelurahan Sei Sekambing C-II Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Diare

2.1.1.Pengertian Diare

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan diare adalah buang air besar (BAB) 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (muntaber)(Widoyono, 2008)

Mengutip definisi Hippocrates menyatakan diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969; Morley, 1973) berpendapat bahwa gastroenteritis dikesampingkan saja dimana memberikan kesan terdapatnya suatu radang sehingga selama ini penyelidikan tentang diare cenderung lebih ditekankan pada penyebabnya (Suharyono, 2008).

(2)

Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2 tahun dan pada umumnya terjadi pada bayi dibawah 6 bulan yang minum susu sapi atau susu formula. Buang air besar yang sering dengan tinja normal atau bayi yang hanya minum ASI kadangkala tinjanya lembek tidak disebut diare.

2.1.2.Klasifikasi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), jenis diare dibagi menjadiempat yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinanterjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

(3)

a. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella), enterokolitisstafilokok.

b. Diare non-spesifik : diare dietetic.

Klasifikasi lain berdasarkan organ yang terkena infeksi :

a. Diare infeksi enteal atau diare karena infeksi di usus ( bakteri, virus, parasit) b. Diare infeksi pareteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis media, infeksi

saluran pernafasan, infeksi saluran urine dan lainnya) (Suharyono, 2008)

Ellis dan Mitchell (1973) membagi diare pada bayi dan anak secara luas berdasarkan lamanya diare yaitu :

a. Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat terjadi pada semua umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut gastroenteritisinfantile.

Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal sampai 2 minggu. Walker Smith (1978) menyatakan sebagai salah satu penyebab penting diare akut pada bayi dan anak (yang bukan disebabkan oleh infeksi) adalah enteropati karena sensitive terhadap protein susu sapi atau ‘Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)’ atau lebih dikenal dengan alergi terhadap susu sapi atau ‘Cow’s milk Allergy (CMA).

(4)

Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman penyakit.

Patogenesis Diare Akut :

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.

2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus. 3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekrsi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut. Penyebabnya diakibatkan luka oleh radang usus, tumor ganas dan sebagainya. Diare kronik lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

2.1.3.Etiologi Diare / Faktor Penyebab Diare

Menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat dikelompokan menjadi : a. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.

(5)

c. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia, Cryptosporidium( 4-11%).

d. Keracunan makanan

e. Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein. f. Alergi : makanan, susu sapi.

g. Imunodefisiensi : AIDS 2.1.4. Gejala dan Tanda Diare

Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya adalah :

1. Gejala Umum

a. Mengeluarkan kotoran lembek dan sering merupakan gejala khas diare b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah

2. Gejala Spesifik

a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.

(6)

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan : 1. Dehidrasi (kekurangan cairan)

Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, atau berat.

2. Gangguan Sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).

3. Gangguan Asam-Basa (asidosis)

Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kopensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan PH arteri.

4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)

Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui,kemungkinan karena cairan ekstra seluler menjadi hipotonik dan air masuk kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi odema otak yang mengakibatkan koma.

5. Gangguan Gizi

(7)

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Tanpa dehidrasi

Biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bias bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.

2. Dehidrasi ringan atau sedang

Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.

3. Dehidrasi berat

Anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.

Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu: 1. Frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali

2. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi. 3. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.

4. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu. 5. Anusnya lecet.

6. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang. 7. Muntah sebelum atau sesudah diare.

(8)

2.1.5.Epidemiologi Diare

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak dibawah umur lima tahun (balita) di dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebahagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003 (WHO, 2003).

Berdasarkan Studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah, (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14 %, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara itu studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air tersebut mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angkakejadian diare di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua umur dan 16 propinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 (Depkes RI, 2010)

(9)

a. Penyebaran Kuman

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. b. Faktor Penjamu

Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

c. Faktor Lingkungan dan Perilaku

(10)

tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.6. Patogenesis Diare

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak (Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).

(11)

tersebut akan memperberat manifestasi klinis dan memperlambat sekresi kuman penyebab dalam feses penderita.

Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang dinamakan shigatoxin(St), kelompok toksin ini mempunyai 3 efek : neurotoksik, sitotoksik, dan enterotoksik Infeksi Shigella dysentery dan shigella flexneri menurunkan imunitas, antaralain disebabkan peningkatan aktifitas sel T supresor dan penekanan kemampuan fatogositosis makrofag. Infeksi Shigella menimbulkan kehilangan protein melalui usus yang tercermin dengan munculnya hipoalbuminemia juga disertai penurunan nafsu makan. Rangkaian pathogenesis ini akan mempermudah munculnya Kurang Energi Protein (KEP) dan infeksi sekunder.

2.1.7.Penularan Diare

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral yang terjadi karena:

a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau

(12)

Pada usia 4 bulan, bayi tidak diberi ASI eksklusif lagi dimana ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan. Hal ini akan menurunkan risiko kesakitan dan kematian akibat diare karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh terhadap infeksi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko diare yaitu :

1. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan meningkatkan risiko pencemaran kuman, susu akan terkontaminasi oleh kuman dari botol selain itu kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.

2. Menyimpan makanan pada suhu kamar, kondisi ini akan menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makan yang dapat menjadi media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.

3. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sesudah buang air besar (BAB) dapat terjadi kontaminasi langsung (Widoyono, 2008).

(13)

tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk tinja bayi dengan benar.

2.1.8.Penanggulangan Diare

Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain: a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)

Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare.

b. Penemuan kasus secara aktif

Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada dimasyarakat.

c. Pembentukan pusat rehidrasi

Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau rumah sakit.

d. Penyediaan logistik saat KLB

(14)

e. Penyelidikan terjadinya KLB

Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.

f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB

Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.

Penanggulangan diare berdasarkan tingkat dehidrasi (WHO, 2005)adalah sebagai berikut :

a. Tanpa Dehidrasi

Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit 50-100ml/kali diare dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan. b. Dehidrasi Ringan

(15)

c. Dehidrasi Sedang

Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.

d. Dehidrasi berat

Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.

2.1.9.Upaya Pencegahan Diare

Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara lain:

a. Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).

b. Memperbaiki praktik pemberian makanan pendamping ASI. c. Penggunaan air bersih yang cukup.

(16)

e. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

f. Penggunaan jamban yang benar dimana pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.

g. Menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan h. Memberikan imunisasi campak.

i. Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan di rumah tangga apabila ada anggota keluarga terkena diare yaitu :

1. Berikan minuman oralit atau larutan gula garam. Sebaiknya setiap keluarga diharapkan menyimpan garam oralit di rumah.

Cara membuat larutan gula garam di rumah : 1 (satu) sendok teh gula pasir +1/4 sendok teh garam dapur dicampur ke dalam 1 gelas air hangat

2. Berikan obat diare yang tersedia.

3. Segera dibawa ke puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan terdekat.

Ada beberapa upaya pencegahan yang efektif yang dapat dilakukan antaralain: 1. Memberikan ASI

(17)

bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi- bayi yang disusui mencegah timbulnya bakteri penyebab diare. Bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan akan mendapat resiko terjadi diare adalah 30 kali lebih besar. Penggunaan botol susu untuk pemberian susu formula juga akan memberi resiko tinggi terkena diare sehingga dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

2. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap. Dimulai dengan membiasakan dengan memberikan makanan orang dewasa yang dihaluskan. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya meningkatkan resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

(18)

sususerta peralatan makanan bayi disiram atau direbus dengan air panas mendidih.5) Masak dan rebus makanan dengan benar.

3. Menggunakan Air Bersih yang Cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral, ditularkan dengan memasukkan makanan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang tercemar. Hal-hal yang perlu diperhatikan anggota keluarga :

a) Mengambil Air dari sumber yang bersih.

b) Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air.

c) Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan lain-lain. d) Gunakan air yang direbus

e) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih. 4. Mencuci Tangan dengan Sabun

(19)

5. Menggunakan Jamban

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah : a) keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai seluruh anggota keluarga, b) Bersihkan secara teratur dan c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki. 6. Membuang Tinja Bayi yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga : a) Tinja bayi atau anak kecil sebaiknya dibuang kejamban, b) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau kebun kemudian ditimbun dan c) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun.

7. Memberikan Imunisasi Campak

(20)

8. Pemberian Kaporit pada Sumur Gali 2 Minggu Sekali Cara pembubuhan kaporit pada sumur gali antara lain :

Satu sendok makan peres untuk 1 (satu ) cincin (1 meter kubik) dengan frekwensi pemberian 2 (dua) minggu sekali. Caranya kaporit dilarutkan terlebih dahulu dalam segayung air, setelah itu dimasukkan ke dalam sumur pada malam hari. Pada pagi harinya air sumur sudah dapat dimanfaatkan kembali.Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali.

2.2.Perspektif Kependudukan yang Berhubungan dengan Penyakit

Dalam perspektif kependudukan, manusia dapat dilihat dari perspektif yang merupakan attribute manusia, yakni selain jenis kelamin, umur, genetika, yakni yang berkenaan dengan sifat, karakteristik, budaya dan perilaku. Selain itu untuk kepentingan kesehatan, khususnya kesehatan yang berkenaan dengan lingkungan selain variabel jumlah, juga kepadatan dan persebarannya. Manusia mempunyai perilaku seperti hobi, kebiasaan, kesukaan atau hal-hal lain yang didorong berbagai variabel yang amat kompleks dalam diri manusia

(21)

perilaku penduduk dengan lingkungannya bisa menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit. Faktor kependudukan seperti kepadatan penduduk mempengaruhi proses penularan atau pemindahan penyakit dari satu orang ke orang lain. Misalnya kepadatan dapat mempengaruhi produksi sampah atau limbah yang akhinya berdampak buruk terhadap manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman terhadap faktor resiko yang berakar pada kependudukan, dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit itu sendiri.

Kependudukan dengan berbagai variabel didalamnya seperti budaya, kepadatan, perilaku penduduk, hobi, struktur umur, gender, pendidikan, pendapatan dikenal sebagai determinan kesehatan atau faktor risiko yang berperan timbulnya penyakit (Achmadi, 2012).

2.2.1. Sifat Karakteristik tentang Orang

(22)

2.2.1.1.Umur

Variabel umur merupakan hal yang penting karena semua rate morbiditas dan ratemortalitas selalu berkaitan dengan umur. Hubungan umur dengan mortalitas walupun secara umum kematian dapat terjadi pada setiap golongan umur tetapi dari berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi kematian pada setiap golongan umur berbeda-beda, yaitu kematian tertinggi terjadi pada golongan umur 0-5 tahun dan kematian terendah terletak pada golongan umur 15-25 tahun dan akan meningkat lagi pada umur 40 tahun ke atas.

Gambaran diatas tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum kematian akan meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini disebabakan berbagai faktor, yaitu pengalaman terpapar oleh faktor penyebab penyakit, faktor pekerjaan, kebiasaan hidup atau terjadinya perubahan dalam kekebalan.

Hubungan umur dengan morbiditas dimana pada hakekatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan umur, tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan umur tertentu.

Peenyakit-penyakit kronis mempunyai kecendrungan meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tdak mempunyai suatu kecendrungan yang jelas.

Karakteristik umur merupakan :

a. Salah satu sifat karakteristik orang yang sangat utama

(23)

c. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk, serta sifat resistensi tertentu

d. Umur mempunyai hubungan erat dengan berbagai sifat orang lainnya dan juga dengan karakteristik tempat dan waktu

e. Perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat mempunyai pengaruh/kemaknan yang berhubungan dengan :

- Perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan menurut umur - Perbedaan dalam proses pathogenesis, dan

- Perbedaan dalam hal pengalaman terhadap penyakit tertentu

f. Adanya perbedaan yang dimungkinkan pada nilai rate dari prevalensi, insidensi, dan mortalitas/kematian menurut umur

g. Penggunaan umur secara merata dengan memperhatikan standarisasi 2.2.1.2. Jenis Kelamin

Secara umum, penyakit dapaat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan.

Jenis kelamin mempunyai peranan :

a. Mempunyai hubungan dengan sifat kepaparan dan tingkat kerentanan b. Rasio jenis kelamin harus selalu diperhitungkan pada peristiwa penyakit

tertentu

(24)

2.2.1.3. Kelompok Etnis

Kelompok etnik meliputi kelompok homogen berdasarkan kebiasaan hidup maupun homogenitas biologis/genetik. Perbandingan sifat karkteristik meliputi keadaan frekuensi penyakit/kematian pada etnik tertentu serta pengalaman terhadap penyakit tertentu. Dalam hal ini pengaruh lingkungan haruslah diperhtikan dengan seksama.

- Lebih didasarkan perbedaan adat, kebiasaan hidup, dan mungkin keadaan sosio, ekonomi dan lingkungan hidup, jenis pekerjaan utama dan lainnya - Timbulnya perbedaan frekuensi penyakit/kematian mungkin oleh

kelompok etnis berbeda

- Adanya perbedaan pengalaman penyakit tertentu umpamanya malaria dan filariasis bagi transmigrasi dari Jawa dan Bali atau pada berbagai penyakit noninfeksi seperti latar belakang pengalaman psikologis, dan lain-lain 2.2.1.4.Pekerjaan

Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal ini disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai suasana dan lingkungan yang berbeda.

2.2.1.5. Sosial Ekonomi

(25)

obesitas, kadar kolesterol tinggi dan infarkmiokard yang banyak terdapat pada penduduk golongan sosial ekonomi yang tinggi.

2.2.1.6. Suku Bangsa

Klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara praktis maupun secara konseptual, tetapi karena ada perbedaan yang besar dalam frekuensi dan beratnya penyakit di antara suku bangsa maka dibuat klasifikasi walaupun terjadi kontroversi.

Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku bangsa berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan, misalnya penyakit sicklecellanemia, hemofilia, kelainan biokimia seperti glukosa 6 fosfatase dan karsinoma lambung.

2.3.Faktor Risiko dan Faktor Protektif 2.3.1. Faktor Risiko

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang memperburuk keadaan. Faktor resiko ada 3 (tiga), yaitu:

1. Resiko individual, yaitu faktor-faktor individu yang memperburuk keadaan, contohnya kepribadian, individu yang mudah panik akan membuat keadaan semakin buruk. Atau bisa juga kondisi fisik individu yang mudah sakit, begitu tertimpa masalah kemungkinan besar ia akan lebih mudah sakit lagi.

(26)

3. Resiko sosial, yaitu faktor-faktor lain yang lebih luas lagi dan lebih kompleks yang dapat memperburuk keadaan. Misalnya, gosip-gosip tetangga yang memperkeruh masalah.

2.3.2. Faktor Protektif

Faktor protektif adalah, faktor-faktor yang berefek positif bagi individu,yaitu: 1. Protektif individual, yaitu faktor-faktor individu yang berefek positif bagiindividu.

Bisa berupa aspek kepribadian atau fisik individu.

2. Protektif keluarga, yaitu faktor-faktor keluarga yang berdampak positif bagi individu. Misalnya, keluarga yang komunikatif.

3. Protektif sosial, yaitu faktor-faktor lain yang lebih luas lagi dan lebih kompleks yang dapat memberi dampak positif bagi individu.

Masalahnya adalah, sering kali seseorang lebih memperhatikan faktor resiko dan tidak menyadari adanya faktor protektif. Padahal banyak hal yang lebih patut disyukuri yang tidak dimiliki oleh orang lain. Terkadang juga kondisi individu, keluarga, dan sosial bisa berbolak-balik menjadi faktor resiko dan faktor protektif. Semakin baik faktor protektif, maka semakin besar kemungkinan relisiensinya. (A.Diah , 2012).

2.4.Sanitasi Dasar yang Berhubungan Diare

(27)

masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004). Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi penentu pendorong terjadinya diare.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang, maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain diare, kolera, campak, tifus, malaria, demam berdarah dan influensa (Slamet, 2002).Masalah-masalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air bersih/air minum, perumahan, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003)

Sanitasi adalah sesuatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Azwar, 1990). Sedangkan sanitasi lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimalkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimal bagi manusia yang hidup di lingkungan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

(28)

diare. Peranan faktor lingkungan, enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis sebagai penyebab penyakit diare (Suharyono, 2008).

Menurut Anne (2008),lingkungan yang tidak bersih bisa menjadi pemicu munculnya bakteri-bakteri penyebab diare dalam tubuh manusia. Sistem penyebaran diare pada manusia diantaranya melalui air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari pun bila memiliki kebersihan yang minim tanah, bisa membawa bakteri masuk dalam perut dan berdiam di usus besar. Akibatnya, bakteri pembawa diare itu dengan leluasa menyebar ke seluruh bagian usus manusia dan menginfeksinya, selanjutnya tanah yang kotor dapat menghantarkan bakteri E.coli menuju perut, sehingga selalu membiasakan mencuci bahan makanan yang akan dimasak dengan bersih sebelum dikonsumsi. Berikut yang bisa ikut membantu penyebaran diare pada manusia adalah tangan manusia itu sendiri. Tangan yang kotor berisiko mengandung banyak kuman dan bakteri. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan melakukan beragam aktivitas. Kemudian serangga yang menyebabkan penyakit diare sangat menyukai tempat-tempat yang memang kotor. Mereka akan tumbuh dan berkembangbiak di sana.

(29)

Faktanya, hanya 18% penduduk yang memiliki akses ke sumber air minum dan sekitar 45% mengakses sarana sanitasi yang memadai.

Kemudian untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik yaitu diantaranya dengan mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat, membersihkan ruangan dan halaman rumah secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet, menguras, menutup dan menimbun, tidak membiarkan adanya air yang tergenang, membersihkan saluran pembuangan air, dan menggunakan air yang bersih (Arifin, 2009).

2.4.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Ruang lingkup sanitasi lingkungan diantaranya tersedianya air bersih, karena digunakan untuk kebutuhan manusia secara komplek antara lain untuk minum, memasak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu air harusmempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Syarat-syarat air yang sehat yaitu meliputi syarat fisik yaitu bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya, kemudian syarat bakteriologis yaitu bebas dari segala bakteri, dan syarat kimia yaitu air harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula (Notoatmodjo, 2007).

(30)

kalsium, air sungai dan danau disebut juga air permukaan jika digunakan sebagai air minum harus diolah terlebih dahulu, kemudian mata air yaitu berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah, jikadigunakan air minum sebaiknya direbus dahulu, selanjutnya air sumur dangkal merupakan sumber air yang keluar dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal yaitu berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Selanjutnya air sumur dalam yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah, oleh karena itu air sumur dalam sudah cukup sehatuntuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).

(31)

Ruang lingkup yang ketiga yaitupengelolaan sampah. Sampah terkait erat dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vector). Sehingga sampah harus dikelola dengan baik agar tidak menggangu atau mengancam kesehatan masyarakat. Dalam pengelolaan sampah yaitu meliputi pengumpulan dan pengangkutan sampah yang menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau instansi yang menghasilkan sampah, maka masyarakat harus membangun dan mangadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah dan kemudian dari masing-masing tempatpengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) selanjutnya ke tempat penampungan akhir (TPA). Kemudian adanya pemusnahan dan pengolahan sampah terutama untuk sampah padat dilakukan melalui berbagai cara yaitu pemusnahan sampah dengan di tanam atau menimbun dalam tanah, memusnahkan sampahdengan membakar didalam tungku pembakaran, dan pengolahan sampah dengan dijadikan pupuk kompos (Notoatmodjo, 2007).

(32)

2.4.2. Upaya Menciptakan Sanitasi Lingkungan yang Baik

Pengaruh buruk dari lingkungan sebenarnya dapat dicegah dengan mengembangkan kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat serta menciptakan sanitasi lingkungan yang baik. Kebiasan hidup sehat dilakukan dalam berbagai cara seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan rumah dan halaman secara rutin, membersihkan kamar mandi dan bak mandi secara rutin. Gambaran tentang aktivitas-aktivitas untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik adalah Mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat, membersihkan ruangan dan halaman rumah secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet, menguras, menutup dan menimbun (3M), tidak membiarkan adanya air yang tergenang, membersihkan saluran pembuangan air, dan menggunakan air yang bersih (Dinkes Kab. Tanggerang, 2008).

2.4.3. Faktor-faktor Resiko yang Memengaruhi Diare pada Balita

(33)

Namun, kondisi sampah (p= 0,135) dansumber air bersih (p= 0,627) tidak berhubungan dengan diare.

Faktor risiko yang paling dominan untuk kejadian diare pada balita pada penelitian diatas adalah penanganan makanan yang baik serta ketersediaan jamban sehat. Faktor risiko dari sarana dan prasaranasanitasi dasar yang dimaksud dapat mempengaruhi terjadinya penyakit diare antara lain (Sarudji, 2006) :

1. Penyediaan Air a. Sumber Air Bersih

(34)

Air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif :

1. Persyaratan kuantitatif: Di Indonesia konsumsi air untuk daerah perkotaan sekitar 120 liter/orang/hari dan untuk daerah pedesaan sekitar 60 liter/orang/hari.

2. Persyaratan kualitatif.

Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan lingkungan, air dikaitkan sebagai faktor pemindah/penularan penyakit atau sebagai vehicle. Dalam hal ini E.G. Wagner menggambarkan bahwa air berperan dalam menularkan penyakit-penyakit saluran pencernaan. Air membawa penyebab penyakit-penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian sampai ke tubuh orang lain melalui makanan dan minuman. Air juga berperan untuk membawa penyebab penyakit non mikrobial seperti bahan-bahan toksik yang terkandung di dalamnya.

Penyakit-penyakit yang biasanya ditularkan melalui air adalah Thypus abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare akut, Poliomyelitis, Dysentri amoeba, penyakit- penyakit cacing seperti Ascariasis, Trichiuris, parasit yangmenggunakan air untuk daur hidupnya seperti Schistosoma mansoni.

b. Sumber Air Minum

(35)

persyaratan kualitas air minum yang terbaru telah ditetapkan dalam PERMENKES RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010.

c. Jarak Sumur dengan Jamban

Sampai kedalaman 10 feet dari permukaan tanah, dinding sumur di buat kedap air, yang berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sedalam 10 feet, sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik.

2. Jamban Keluarga a. Kepemilikan Jamban

(36)

ke dalam sumur. Air yang sudah terkontaminasi inilah yang memudahkan terjadinya diare (Hiswani, 2003)

b. Buang Air Besar di Jamban

Tinja dan limbah yang lain adalah limbah yang pasti dihasilkan oleh setiap rumah. Oleh karena itu, setiap rumah tangga berkewajiban untuk mengelola tinja ini sebaik-baiknya. Prinsip dasarnya menganggap bahwa tinja adalah sumber penyakit terutama penyakit saluran alat cerna. Karenanya harus di lokalisasi untuk diolah sehingga setelah dilepas ke lingkungan sudah tidak berbahaya lagi. Pengolahan yang umum dan baik adalah dengan memanfaatkan fungsi septic tank.

c. Keadaan Jamban

Dalam membangun tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah yang masuk ke dalam sumber atau mata air dan sumur.Berjarak minimal 10 meter dari sumber air/sumur.

2. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.

3. Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan. Persyaratan ini untuk mencegah penularan penyakit cacing.

(37)

Pemilihan lokasi bangunan septic tank sesungguhnya tidak menjadi masalah, karena bangunan ini kedap air, yang umumnya terbuat dari beton (concrete) asalkan dijamin tidak bocor. Tapi yang menjadi masalah adalah letak resapan air setelah melalui outlet. Lokasinya harus menjamin tidak mempunyai kontribusi terhadap kontaminasi sumber air yang digunakan sebagai sumber air minum. Dianjurkan setidak-tidaknya berjarak 5 feet antara resapan dengan sumber air.

3. Pengelolaan Sampah a. Tempat Pembuangan Sampah

Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan metode tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan lingkungan atau kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir).

1) Keadaan tempat sampah

Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang perlu diperhatikan adalah:

a) Penyimpanan setempat (onsite storage)

(38)

b) Pengumpulan sampah

Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah juga tergantung pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real estate misalnya, keberlanjutan dan keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman.

Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera. Diare dan Dysentri. (Hiswani, 2003)

2) Vektor lalat

Vektor adalah salah satu mata rantai dari penularan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti thypus perut, kolera, diare dan disentri.

(39)

ke Tempat Pengumpulan Sampah (TPS), transfer dan transport dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) (Sarudji. D, 2006).

4. Sanitasi Makanan a. Cara Pengolahan

Makanan menjadi perhatian yang penting bagi para ahli lingkungan karena tubuh selalu membutuhkan bahan-bahan dari luar untuk memenuhi fungsinya baik dalam perannya untuk tumbuh, berkembang, reproduksi maupun kesejahteraan. Makanan harus dimasak, disimpan, disajikan menurut selera yang beraneka ragam, sehingga ada hubungan yang lebih erat antara bahan makanan dengan para penanganan makanan (food handlers). Ini juga menjadi sasaran perhatian bagi para ahli kesehatan lingkungan. Secara umum agar faktor makanan ini tidak berbahaya bagi kesehatan, maka perlu tindakan-tindakan terhadap makanan (food protection). Makanan yang sehat adalah makanan dengan kandungan gizi yang cukup, jumlah atau ukurannya seimbang, bersih dan tidak terkontaminasi. (Sarudji. D, 2006)

Secara garis besar makanan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dalam perannya sebagai berikut :

1. Kandungan zat-zat (gizi) makanan yang kurang karena rusak, misalnya karena pemanasan yang tinggi atau penyimpanan yang terlalu lama.

2. Makanan berperan sebagai vehicle dari beberapa macam penyakit infeksi. 3. Makanan mengandung toksin bakteri.

(40)

5. Terdapatnya racun kimia yang berasal dari bahan pengawet, bahan aditif pewarna atau penyedap, kontaminan, proses-proses pengolahan dan pestisida.

Setelah makanan mengalami proses pengolahan, makanan yang akan disajikan dan mungkin disimpan untuk beberapa waktu sebelum disajikan, makanan sebagai vehicle dapat terkontaminasi pada proses penyimpanan ataupun penyajian. Yang besar peranannya dalam kontaminasi ini adalah :1) penanganan makanan (food handlers) dan 2) vektor berbagai macam penyakit saluran cerna, seperti lalat, kecoa, dan juga binatang pengerat.

Penanganan makanan yang tidak benar juga menjadi penyebab diare. Banyak dari mereka yang mencuci sayuran dan buah dengan cara yang tidak benar, sehingga berisiko terkontaminasi bakteri kembali. Seharusnya mencuci sayuran atau buah menggunakan air mengalir, bukan dengan air dalam tampungan. Begitu juga dengan pengolahan makanan yang kurang higienis (Hiswani, 2003).

b. Cara penyimpanan

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya (Hiswani, 2003).

(41)

pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan (Hiswani, 2003).

Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau TBC,mudah tersebar melalui bahan makanan (Hiswani, 2003).

Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkonsumsi pangan yang mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme.Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya (Hiswani, 2003).

5. Fasilitas Sanitasi Makanan

Fasilitas sanitasi penting peranannya, dalam hubungannya sebagai salah satu faktor penyebab diare. Fasilitas sanitasi makanan yang dimaksud seperti tempat untuk mencuci tangan yang kurang, minimnya tempat untuk mencuci peralatan rumah tangga, serta pola perilaku sehari-hari masyarakat.

6. Faktor Gizi

(42)

Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah.

Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. 7. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Suharyono, 1991).

8. Faktor Pendidikan

(43)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et all, 1994, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah (Simatupang, 2004).

9. Faktor Pekerjaan

Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).

10. Faktor Umur Balita

Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004). 11. Faktor ASI

(44)

susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh (Sutoto, 1992). 2.4.4. Perilaku Kesehatan

Masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang pada dasarnya menyangkut dua aspek utama yaitu : fisik, seperti tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan nonfisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat (Ali, 2003).

2.4.4.1. Determinan Perilaku Kesehatan

Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam atau dari luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku disebut determinan. Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain Teori Green (1980).

Green menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu : 1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dansikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. 2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,

(45)

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.4.4.2. Pengetahuan

Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadapsuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

2.4.4.3. Sikap

(46)

2.4.4.4. Praktik atau Tindakan (Practice)

Setelah sesorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia dapat melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan.

1. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup: a) Pencegahan penyakit, mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali, mengunakan masker pada waktu kerja di tempat yang berdebu, dan sebagainya dan b) Penyembuhan penyakit, misalnya: minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan sebagainya.

2. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum-minuman keras, konsumsi narkoba dan sebagainya.

3. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan

(47)

2.5. Landasan Teori

Menurut (Achmadi, 1987; Achmadi, 1991), bahwa kejadian penyakit

merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen

lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk dikenal berakar pada

budaya. Perilaku penduduk yang merupakan salah satu representasi budaya

merupakan salah satu variabel kependudukan, variabel kependudukan merupakan

karakteristik masyarakat yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan/kejadian

penyakit.

Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan variabel kependudukan

dapat digambarkan dalam teori simpul berikut dibawah ini :

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Gambar 2.1 KerangkaTeori Modifikasi Achmadi (2011) Sumber

Variabel lain yang berpengaruh : Karakteristik masyarakat, sanitasi dasar, upaya pencegahan

(48)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Masyarakat :

1. Sumber Air Bersih/Minum 2. Kepemilikan Jamban 3. Pengelolaan Sampah 4. SPAL

5

Upaya Pencegahan:

1. Sumber air yang memenuhi syarat fisik 2. Memasak air sampai mendidih

3. Pengelolaan makanan dengan baik 4. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) 5. Memberi ASI hingga 2 (dua) Tahun 6. Menggunakan jamban sehat

7. Pengelolaan tinja balita

Kejadian diare - Diare (case)

Gambar

Gambar 2.1 KerangkaTeori Modifikasi Achmadi (2011)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Allah SWT, peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Pengaruh Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Konsumen Sebagai Variabel Intervening

ini. Ada beberapa agenda yang perlu diselesaikan kaum Muslimin pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, supaya Islam mampu bersaing dengan dunia

Alamat : Prambatan Blimbing Karangnongko Klaten NPWP : 01.736.138.7.525.000.

PENGADAAN BARANG/JASA DALAM RANGKA PEMELIHARAAN PERANGKAT KOMPUTER SERVER MERK IBM DAN SARANA PENUNJANGNYA BESERTA PERPANJANGAN SOFTWARE SUPPORT UNTUK LISENSI PERANGKAT

Sayangnya usaha yang dilakukan selama ini justru membawa pengkaji pada perdebatan tersendiri. Aksin Wijaya membagi sikap pengkaji terhadap naskh menjadi tiga

Kesadaran terhadap inti agama ini menjadi basis utama bagi tindakan-tindakan keagamaan yang merespon realitas faktual dengan instrument yang telah menjadi bagian inheren dalam

Pada tanggal 20 Juni 2008, Entitas induk memperoleh fasilitas Pinjaman Transaksi Khusus (PTK) dengan fasilitas maksimal sebesar Rp93.600. Fasilitas ini hanya bisa digunakan untuk

Karena memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan melakukan peperangan, maka VOC berupaya meemperluas daerah – daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan