• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU pada "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM PENANGANAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

DI PUSKESMAS BELAWAN KOTA MEDAN TAHUN 2017

Wira Afriyanti1, Rusmalawaty2, Fauzi2

1Mahasiswa Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM USU 2Dosen Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM USU

Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155 Email: wira29afriyanti@gmail.com

ABSTRACT

Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) is an integrated approach to child health that focuses on the well-being of the whole child. One of the illnesses handled by IMCI is Acute

Respiratory Infection (ARI). The population of children in Medan on 2014 is 206.567. In 2015 there are 4.696 cases of ARI from 8.646 children in Belawan Public Health Center, with coverage of IMCI reach 1.085 cases.

This qualitative study aims to find out in-depth implementation of IMCI in handling Acute Respiratory Infection (ARI) in Belawan Public Health Centre. Data collected by observation and in-depth interviews. Data analyzed by Miles and Huberman Method. Informants in this study amounted to 9 people which are the head of Belawan Public Health Center, 2 health workers of IMCI, 2 community helper, 2 mothers of children who are pneumonia and 2 mothers of children who are not pneumonia.

The results of this study shows the implementation of IMCI in handling ARI is not executed properly. The implementation of IMCI is not in accordance with the module of IMCI, assessment and classification of IMCI is not implemented for the whole child, follow-up to the ill child is not applied, there is lack of skilled health workers so there is no IMCI team. In addition the compliance of mother in the implementation of IMCI for ill children is not done properly.

Based on the results of the study, it is expected for Belawan Public Health Center to improve the skills of health workers by IMCI training for better case management in health facilities in accordance to IMCI modules and to provide facilities to support the implementation of IMCI.

Keywords: Implementation IMCI, Acute Respiratory Infection, Children.

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernapasan merupakan radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, maupun riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA adalah suatu kelompok penyakit sebagai penyebab langka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok penyakit lain (Alsagaf dan Mukfy 2002).

Infeksi saluran pernafasan akut

merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas, mulai hidung sampai alveoli termasuk sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Kemenkes RI, 2011). Penyakit ISPA yang paling sering menyebabkan

kematian pada bayi dan anak balita adalah pneumonia. Dimana pneumonia merupakan bagian atau tahap lanjut dari penyakit infeksi saluran pernapasan akut (Misnaldiarly, 2008).

(2)

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

merupakan penyakit yang terjadi pada balita dan anak. Insisdens menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di Negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di Negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di Negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China ( 21 juta ) dan Pakistan ( 10 juta ) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta per episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit ( Rudan et al bulletin WHO 2008).

Berdasarkan laporan hasil riskesdas prevalensi ISPA di Indonesia yaitu 25 % dan tidak jauh berbeda dengan tahun 2007 yaitu 25,5% dimana prevalensi ISPA pada bayi sebesar 35,92%, sementara prevalensi ISPA pada balita sebesar 42,53%. ISPA teringgi terjadi yaitu terjadi pada Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3). ISPA cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah. Kementerian

Kesehatan mencatat pada tahun 2007 kasus ISPA baru berjumlah 7,2 juta kasus, lalu meningkat sampai 18,7 juta atau sekita (5-6%) dari total penduduk di Indonesia. Jumlah ini belum termasuk pneumonia, yakni infeksi akut yang sudah sampai menyerang paru-paru yang diperkirakan angkanya mencapai 1,8 juta orang (Kemenkes, 2013).

Cakupan penemuan kasus ISPA pada balita di Sumatera Utara relatif masih rendah. Tahun 2014 dari 157.625 kasus ISPA ditemukan dan ditangani sebesar 26.545 kasus (16,84%), angka ini mengalami peningkatan bila

dibandigkan tahun 2013 yaitu 23.643 kasus (15,36%). Dari 33 kabupaten/kota, terdapat 5 kabupaten/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus yaitu kabupaten Nias, Asahan, Mandailig Natal, Karo dan Kecamatan Tanjung Balai. Kabupaten dengan jumlah penderita kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Deli Serdang sebesar 70,8%, disusul dengan

Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 20,4% da Kabupaten Labuhan Batu sebesar 17,9% (Profil Kesehatan Provinsi Sumut, 2015).

Klasifikasi ISPA yaitu pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pada balita

umur kurang 2 bulan yang mengalami

pneumonia berat akan segera di rujuk ke rumah sakit, sedangkan yang mengalami bukan

pneumonia dilakukan tindakan perawatan dirumah. Pada balita umur 2 bulan sampai 5 tahun yang mengalami pneumonia berat akan segera dirujuk ke rumah sakit, balita yang mengalami pneumonia akan dilakukan tindakan di rumah sedangkan balita bukan pneumonia akan dirujuk bila batuk leih dari 3 minggu.

Salah satu program yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit ISPA yaitu dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu

pendekatan/cara penatalaksanaan balita sakit (Depkes RI, 2008). Badan kesehatan dunia (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok untuk diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan, dan kecacatan pada bayi dan balita (Maryunani, 2010).

Pendekatan MTBS pertama kali diluncurkan oleh WHO pada tahun 1994 yang merupakan hasil kerja sama WHO dengan UNICEF serta lembaga lainnya. Pada tahun 1993, bank dunia melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh infeksi pernapasan akut, diare, campak, malaria dan malnutrisi. Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit sering kali memiliki beberapa keluhan lain dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS ( Maryunani, 2010). Didunia penanggulangan ISPA sudah mulai efektif dimana balita yang diobati dengan pendekatan MTBS meningkat 60% secara klinis dibandingkan dengan pendekatan non-MTBS yaitu 12% ( Salem dkk, 2016).

MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan

November 1997 dengan pelatihan SEARO ( Depkes, 2008).

(3)

di Indonesia sebesar 26.29/1.000 kelahiran hidup, dimana sudah menurun dari tahun 2012 yaitu sebesar 40/1.000 kelahiran hidup

(Kemenkes, 2016). Di Indonesia seluruh provinsi telah menerapkan MTBS, namun belum semua puskesmas melaksanakannya, karena masih terbatasnya tenaga kesehatan yang terlatih. Salah satu penyebabnya karena metode pelatihan MTBS ini selain memerlukan waktu yang cukup lama juga juga memerlukan modul dan alat penunjang pelatihan (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2012).

MTBS merupakan suatu pendekatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi penyakit ISPA yang diawali dengan penilaian dan klasifikasi anak sakit, menetukan tindakan dan pengobatan, konseling bagi ibu serta perawatan di rumah ( tindak lanjut) (Depkes, 2008). Dalam pelaksanaan MTBS tenaga kesehatan dilakukan oleh kader yang telah mendapat pelatihan sebagai pelaksana yaitu dokter, bidan dan perawat. Pendanaan MTBS bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Bekerja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Bekerja Daerah. Sarana dan prasarana dalam melaksankan MTBS dengan adanya obat dan bahan/alat dalam 6 bulan terakhir untuk pemeriksaan dan pengobatan balita sakit ( Permenkes, 2013).

Puskesmas Belawan adalah salah satu puskesmas yang melaksanakan

pendekatan MTBS. Wilayah kerja puskesmas belawan merupakan daerah yang banyak perusahaan industri, sehingga polusi udara di Belawan sangat tinggi. Hal ini merupakan salah satu faktor penyakit ISPA di Belawan masih tinggi. Pada tahun 2015 diagnosa penyakit di puskesmas Belawan yang tertinggi yaitu ISPA dengan kunjungan 12.249 kasus, angka ini meningkat dari tahun 2014 yaitu 12.161 kasus. Pada tahun 2015 penderita ISPA pada balita di puskesmas Belawan yaitu 4.696 kasus dari 8.646 balita. Pada tahun 2015 jumlah cakupan MTBS di puskesmas Belawan mencapai 1085 kasus ( Profil Puskesmas Belawan 2015 ).

Berdasarkan hasil survey awal di puskesmas Belawan, pelaksanaan MTBS

dilaksanakan oleh 2 orang petugas kesehatan dan petugas kesehatan yang telah dilatih hanya 1 orang. Diwilayah kerja Puskesmas Belawan pasien yang datang sangat banyak, sehingga pelaksanaan MTBS tidak dilaksanakan

berdasarkan bagan MTBS. Selain itu sarana dan

prasarana di Puskesmas Belawan masih sedikit dimana ruangan pelaksanaan MTBS masih bergabung dengan ruangan KIA dan alat penunjang untuk pelaksanaan MTBS yang kurang baik Selain itu pemeriksaan MTBS membutuhkan waktu yang lama namun pasien sangat banyak, sehingga banyak pasien yang menunggu. Berdasarkan wawancara singkat dengan petugas MTBS di Puskesmas Belawan mengatakan bahwa alur pelaksanaan MTBS petugas hanya memberitahu kapan ibu kembali dan tidak melakukan konseling terhadap ibu balita, petugas hanya memeriksa sakit yang diderita dan memberi obat kepada balita.

Pada Puskesmas Belawan

penatalaksanaan ISPA dilakuakan pada balita pneumonia berat, balita pneumonia dan balita bukan pneumonia. Berdasarkan wawancara singkat dengan petugas di Puskesmas Belawan balita yang menderita pneumonia dan bukan pneumonia akan diperiksa dan diberi obat, jika batuk tidak sembuh ibu balita akan datang kembali, sedangkan pada pneumonia berat sudah jarang atau tidak ada lagi kasus pneumonia berat.

Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2017.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan penyakit infeksi saluran pernapasan akut di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2017.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui alur pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit dalam penanganan penyakit ISPA di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2017

(4)

dalam penanganan penyakit ISPA di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2017

4. Untuk mengetahui kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Medan tentang pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dalam penanganan penyakit infeksi saluran pernapasan akut di Puskesmas Belawan.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi Puskesmas Belawan tentang pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit dalam penanganan penyakit infeksi saluran pernapasan

3. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dalam menambah ilmu pengetahuan dan bahan bacaan yang dapat bermanfaat sebagai referensi dengan analisis imlementasi manajemen terpadu balita sakit dalam penanganan penyakit ISPA di Puskesmas Belawan tahun 2017.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dalam penanganan penyait ISPA di Puskesmas Belawan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Belawan kota Medan. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini sejak Desember 2016 sampai November 2017.

Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini yaitu 1 kepala puskesmas, 1 penanggung jawab MTBS, 1 tenaga kesehatan pengelola MTBS, 4 ibu balita dan 2 kader kesehatan.

Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara secara mendalam dengan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Suryono, 2011).

2. Observasi

Observasi yaitu informasi yang diperoleh dari ruang (tempat), pelaku, kegiatan, onjek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan dan untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan dan melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut (Suryono, 2011).

3. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan sumber-sumber data, dokumen, laporan, profil dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan

Puskesmas Belawan, serta referensi buku-buku penelitian yang berhubungan dengan

implementasi ISPA dengan MTBS.

Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dalam peneltian ini adalah analisis implementasi pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit dalam penanganan penyakit infeksi saluran pernapasan akut di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2017

Definisi Operasional

1. Alur pelaksanaan MTBS adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu penilaian dan klasifikasi balita sakit, menentukan pengobatan, konseling bagi ibu dan tindak lanjut 2. Sarana dan prasana adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam pencapaian pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit yaitu obat dan peralatan untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasihat ibu (KNI), dan ruangan khusus untuk MTBS

3. Tenaga kesehatan adalah tenaga yang telah mendapatkan pelatihan dan telah menerapkan MTBS dalam implementasi pelaksanaan MTBS yang menderita ISPA dan pemberian konseling bagi ibu balita

4. Kepatuhan ibu adalah perawatan ibu di rumah dan upaya pencarian

(5)

Metode Analisis Data

Menurut Miles Huberman 2014 analisis data yang dilakukan dengan penelitian kualitatif yaitu :

1. Mereduksi Data

Mereduksi data dengan melakukan proses pemilihan , pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Mereduksi data dilakukan selama pengumpulan data dan selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, mebuat partisi, dan menulis memo. 2. Penyajian data

Dalam penyajian data dilakukan penggumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang paling sering

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bentuk teks naratif. Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk matriks.

3. Penarikan simpulan/Verifikasi Penarikan simpulan menurut Miles dan

Huberman hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Kesimpulan-kesimpulan dan diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara tinjaun ulang pada catatan-catatan lapangan atau dengan peninjauan kembali serta upaya dalam menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.

Validasi Data

Untuk menjaga keabsahan data yang dikumpulkan maka peneliti melakukan triangulasi sumber dan metode :

1. Triangulasi sumber dilakukan dengan menggali kebenaran mengenai pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA melalui berbagai sumber memperoleh data

2. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membangdingkan informasi yang diperoleh dengan data dan teori yang ada (Gunawan, 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Karaketristik Informan

1. dr. Adi Raja Brando Lubis ( Kepala Puskesmas )

2. dr. Chatarina Dewi Sinaga (Tenaga Kesehatan MTBS )

3. Ibu Esrawaty Marpaung (Tenaga Kesehatan MTBS)

4. Ibu Nurhayati (Kader Kesehatan ) 5. Ibu Kupuma (Kader Kesehatan )

6. Ibu Nuraina (Ibu dengan Balita Menderita Pneumonia )

7. Ibu Sri Irma Yanti (Ibu dengan Balita Menderita Pneumonia)

8. Ibu Nurainun (Ibu dengan Balita Menderita Bukan Pneumonia )

9. Ibu Rosliana (Ibu dengan Balita Menderita Bukan Pneumonia )

Alur Pelaksanaan MTBS

Alur pelaksanaan ISPA dengan MTBS yang diterima ibu balita

Dari alur pelaksanaan ISPA dengan MTBS di Puskesmas Belawan yang diterima oleh keempat ibu balita menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses pelaksanaan ISPA dengan MTBS yang diterima oleh ibu balita. Ada ibu balita yang mengisi formulir MTBS dan ada yang tidak mengisi formulir MTBS.

Pelaksanaan MTBS dalam Penanganan ISPA di Puskesmas Belawan

(6)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan dapat diketahui bahwa

penilaian dan klasifikasi balita sakit belum dilakukan seluruhnya, petugas kesehatan hanya menanyakan keluhan balita sakit dan memeriksa tanda bahaya pada balita.

Menentukan Tindakan dan Memberi Obat Berdasarkan pernyataan informan dapat diketahui bahwa untuk menentukan tindakan dan memberi obat sesuai dengan keluhan yang dialami oleh balita. Balita yang menderita demam dan kejang yang menentukan pneumonia berat langsung dirujuk kerumah sakit, namun balita yang menderita pneumonia ringan dan bukan pneumonia hanya demam dan batuk langsung diberi antibiotik dan diminta uintuk kembali lagi.

Konseling bagi Ibu

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa petugas kesehatan

memberikan konseling kepada ibu balita mengenai MTBS. Dimulai dari cara pemberian obat dirumah dan cara pemberian makan di rumah. Petugas memberikan konseling kepada ibu balita, namun banyak juga ibu balita yang tidak mengerti dengan konseling yang diberikan oleh petugas. Petugas kesehatan juga

menganjurkan kepada ibu balita untuk kembali lagi bagi penderita pneumonia ketika obat sudah habis. Namun ada juga beberapa pasien yang tidak kembali lagi setelah sembuh. Kader kesehatan juga memberikasn konseling atau penyuluhan kepada ibu balita ketika posyandu tentang pemberian ASI kepada ibu balita dan pola makan pada balita.

Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil wawancara mendalam mengenai pelaksanaan MTBS dalam tindak lanjut diketahui bahwa petugas kesehatan menganjurkan balita untuk kembali setelah obat habis, namun tiga ibu balita kembali berobat jika tidak sembuh. Ketika balita sudah sembuh obat tidak dihabiskan dan tidak kembali lagi ke Puskesmas dan satu ibu balita yang masih pertama kali datang ke Puskesmas. Ibu balita yang kembali akan ditingkatkan dosis obat, mengganti antibiotik yang diberikan dan

memberikan edukasi kepada ibu balita untuk menghabiskan obat.

Sarana dan Prasarana Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Belawan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana yang ada untuk pelaksanaan MTBS mencukupi namun dalam jumlah yang terbatas dan tidak mempunyai peralatan yang cukup memadai. Pada Puskesmas Belawan ruangan MTBS belum memilki ruangan khusus MTBS tetapi masih bergabung dengan ruangan KIA/KB. Sehingga pelaksanaan MTBS jarang dilaksanakan sesuai dengan modul MTBS. Pelaksanaan MTBS masih belum dilaksanakan sesuai modul MTBS, dilihat dari peralatan yang tidak cukup dan sebagian yang mengisi formulir MTBS. Puskesmas Belawan juga belum

memiliki Kartu Nasihat Ibu (KNI)

Petugas Kesehatan MTBS di Puskesmas Belawan

Berdasarkan wawancara mendalam dapat diketahui bahwa tenaga kesehatan masih kurang. Petugas kesehatan satu orang pemegang program MTBS dan satu orang dokter. Informan dari ibu balita juga menyatakan bahwa pasien sangat banyak sehingga harus menunggu lama untuk berobat ke Puskesmas. Petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Belawan juga belum ada yang dilatih mengenai MTBS. Dinas Kesehatan pernah melaksanakan pelatihan MTBS namun petugas kesehatan tidak dapat hadir dalam pelatihan tersebut, sehingga petugas kesehatan kurang mengerti dengan pelaksanaan MTBS. Adapun buku pedoman yang dimiliki oleh petugas kesehatan juga belum dipelajari oleh petugas.

Kepatuhan Ibu dalam Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Belawan

(7)

dan tidak menerima asupan ASI dari ibu. Dalam pemberian makan kepada balita terkadang tidak makanan yang seimbang. ibu balita masih kurang cukup memberikan makanan yang seimbang kepada balita. Ibu balita hanya memberikan nasi saja kepada balita.

PEMBAHASAN

Pelaksanaan MTBS dalam Penanganan ISPA di Puskesmas Belawan

Pelaksanaan penilaian dan klasifikasi balita sakit di Puskesmas Belawan yang

dilaksanakan sudah berjalan yaitu menanyakan keluhan balita dan memeriksa tanda bahaya umum, namun petugas kesehtan tidak memeriksa status gizi, sukar bernapas, imunisasi pada balita. Dari keluhan yang disampaikan ibu balita petugas kesehatan akan menanyakan beberapa keluhan lain sehingga petugas mampu

mendiagnosa penyakit yang diderita oleh balita. Pelaksanaan menentukan tindakan dan memberi pengobatan di Puskesmas Belawan yaitu menetukan tindakan dari keluhan yang disampaikan oleh ibu balita dan memberi obat sesuai dengan keluhan yang dialami oleh balita. Balita yang menderita demam dan kejang akan dirujuk ke rumah sakit, namun balita yang menderita pneumonia ringan dan bukan pneumonia akan diberi antibiotik atau obat pereda tenggorokan.

Puskesmas Belawan sudah melaksanakan konseling kepada ibu balita. Konseling yang dilaksanakan di Puskesmas Belawan sudah sesuai dengan modul MTBS.. Beberapa hal yang disampaikan kepada ibu balita yaitu cara

pemberian obat di rumah, menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak dan

menasehati ibu kapan kembali ke tenaga kesehatan, sedangkan penganjuran pemberian ASI, menasehati ibu cara mengobati infeksi lokal dirumah tidak disampaikan oleh ptugas

kesehatan. Pertugas mengatakan bahwa hal yang paling penting disampaikan kepada ibu balita yaitu mengenai pemberian obat dan cara

pemberian makan di rumah. Namun banyak ibu balita yang tidak melalukan apa yang dijelaskan oleh petugas kesehatan

Berdasarkan penelitian (Dewi, 2015) menyatakan bahwa pemberian konseling kepada ibu balita tentang manajemen terpadu balita sakit dapat meningkatkan perilaku ibu dalam merawat

anak demam di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul.

Petugas kesehatan Puskesmas Belawan menyatakan bahwa sangat susah memberikan konseling kepada ibu balita disebabkan karena ruangan yang sempit dan tidak adanya ruangan untuk balita bermain, sehingga pada saat pemberian konseling kepada ibu balita kurang maksimal bahkan tidak terlaksana, yang mana banyak balita yang menangis atau berlarian saat petugas kesehatan memberikan konseling kepada ibu balita. Hal ini juga sesuai dengan penelitian (Dewi, 2015) yang menyatakan bahwa proses konseling kurang maksimal akibat ibu yang membawa anak selama proses konseling sehingga ditemukan adanya anak yang sangat rewel dan mempersulit ibu dalam berkonsentrasi mengikuti konseling.

Tindak lanjut yang dilaksanakan di Puskesmas Belawan ketika balita tidak sembuh yaitu dengan mengganti meningkatkan dosis yang diberikan dan mengganti antibiotik dengan yang sesuai, juga memerikan edukasi kepada ibu balita pentingnya menghabiskan obat. Selain tindak lanjut yang dilakukan di puskesmas, kader kesehatan juga harus memantau perkembangan balita di rumah. Namun di Puskesmas Belawan kader kesehatan lebih melihat balita ketika balita ikut posyandu, kader kesehatan belum melalukan pemaantauan kepada balita yang sakit dirumah. Hal ini disebabkan oleh kurang pahamnya kader kesehatan tentang MTBS dan kader kesehatan yang belum mendapat pelatihan MTBS.

Alur Pelaksanaan MTBS

Alur pelaksanaan ISPA dengan MTBS di Puskesmas Belawan yaitu dimulai dari balita datang ke meja registrasi untuk mendaftar, setelah itu balita diarahkan ke ruang poli KIA/KB dimana pelaksanaan MTBS

(8)

Setelah menentukan klasifikasi dan penilaian penyakit balita, dilanjutkan dengan pemberian konseling kepada ibu balita.

Konseling yang diberikan yaitu cara pemberian obat dirumah dan cara pemberian makan dirumah oleh petugas kesehatan. Kemudian petugas kesehatan memberikan resep obat hingga ibu balita mengambil obat di apotik.

Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Belawan menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan dalam alur pelaksanaan MTBS yaitu ada dua ibu balita tidak mengisi formulir MTBS dan dua ibu balita lainya mengisi formulir MTBS. Hal ini terjadi karena pasien yang begitu banyak sedangkan petugas kesehatan hanya satu orang, sehingga petugas tidak sempat untuk mengisi formulir MTBS dan juga petugas tidak hanya melaksanakan satu program MTBS melainkan ada beberapa program lain yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

Dalam pelaksanaannya, penggunaan MTBS belum berjalan secara optimal disebabkan karena :

A. Waktu Tunggu Pasien

Pelaksanaan MTBS belum efektif dan efisien karena waktu tunggu balita yang terlalu lama karena pelaksanaan MTBS dilaksanakan di ruangan KIA/KB yang sekaligus pelaksanaan prolanis dan IVA, sehingga pasien harus menunggu ketika petugas kesehatan melaksanakan progam yang lainnya. Di

Puskesmas Belawan pasien setiap harinya sangat banyak, sehingga pasien harus menunggu untuk waktu yang lama.

B. Pengisian Formulir

Petugas kesehatan sudah melaksanakan pengisian formulir MTBS di Puskesmas

Belawan, namun ada juga beberapa pasien yang tidak mengisi formulir MTBS dikarenakan banyaknya pasien yang menunggu sehingga petugas tidak ada waktu mengisi formulir MTBS. Pengisian formulir MTBS ini penting karena formulir adalah instrument standar untuk pengumpulan data pelaksanaan MTBS dan untuk pengambilan keputusan. Dalam penelitian Mardijanto dan Hasanbasri (2005) menyatakan bahwa kinerja pengisian formulir tidak membaik setelah 3 tahun pelaksanaan kegiatan MTBS di kabupaten Pekalongan.

C. Pelatihan pada petugas

Pada Puskesmas Belawan, petugas kesehatan belum mendapakan pelatihan MTBS, sehingga

petugas masih kurang mampu dalm pelaksanaan MTBS. Tujuan dari pelatihan yaitu

dihasilkannya petugas kesehatan yang terampil menangani bayi dan balita sakit dengan

menggunakan tatalaksana MTBS (Verme, 2012). Rowe et all dalam Wardani 2016 juga

menyatakan bahwa kompetensi tentang pelatihan MTBS terhadap petugas kesehatan menunjukkan bahwa petugas yang dilatih lebih baik dalam hal penanganan dari pada petugas yang tidak

mendapatkan pelatihan MTBS.

Sarana dan Prasarana Pelaksanaan MTBS Sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Belawan cukup tersedia, namun masih ada beberapa peralatan yang belum tersedia, sehingga pelaksanaan ISPA dengan MTBS belum terlaksana dengan baik. Adapun sarana dan prasaran yang sudah ada di

Puskesmas Belawan untuk pelaksanaan ISPA dengan MTBS yaitu timbangan bayi,

thermometer, stateskop, modul MTBS dan Formulir MTBS. Adapun sarana yang belum tersedia yaitu ruangan khusus untuk MTBS, KNI., timer ISPA atau arloji dengan jarum detik, alat pengsiap lender dan regulator oksigen.

Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan kesukaran bernapas dengan jam tangan, sehingga mengakibatkan pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu tunggu balita juga menjadi lama. Petugas kesehatan menggunakan jam tangan dikarenakan alat Timer ISPA tidak ada di ruangan KIA/KB untuk pelaksanaan MTBS, adapun Timer ISPA yang ada digunakan pada poli umum. Timer ISPA digunakan untuk mengukur pernapasan pada balita agar lebih akurat. Alat pengisap lender dan regulator oksigen juga tidak ada, sehingga pada balita yang berdaha dan sesak napas ataupun kejang tidak bias ditangani. Tindakan yang dilakukan petugas kesehatan yaitu di rujuk ke rumah sakit.

Pada pelaksanaan perawatan balita sakit, penggunaan buku bagan merupakan pedoman yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan tindakan dan pengobatan bagi balita. Di Puskesmas Belawan bagan dan modul MTBS yang dijadikan pedoman untuk

(9)

pelatihan sehingga tidak mendapatkan modul MTBS dari dinas kesehatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian (Pudjiastuti, 2002) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ketersedian sarana dan prasarana dalam tatalaksana MTBS di Puskesmas DKI Jakarta. Pada pelaksanaan perawatan anak sakit, penggunaan buku manual yang berupa buku pedoman digunakan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan tindakan dan pengobatan bagi anak sakit. Buku bagan juga berisi pedoman bagi petugas kesehatan untuk menyatukan berbagai pedoman yang terpisah untuk masing-masing penyakit ke dalam bentuk proses yang lebih komprehensif dan efisisen dalam pelayanan anak sakit.

Kartu Nasihat Ibu diberikan oleh tenaga kesehatan pada saat konseling yang berguna bagi ibu sebagai panduan dalam merawat balita sakit di rumah. Puskesmas Belawan melakukan konseling kepada ibu balita secara langsung atau lisan, ini disebabkan karena tidak tersedianya KNI sebagai perantara dalam pemberian konseling kepada ibu. Petugas menyatakan bahwa KNI sudah ada sejak ibu balita hamil pada buku kesehatan ibu dan anak, sehingga petugas tidak lagi memberikan KNI kepada ibu balita.

Puskesmas Belawan belum memiliki ruangan khusus untuk pelaksanaan MTBS. Saat ini penanganan penyakit balita dengan MTBS dilaksanakan di ruangan KIA/KB, dimana ruangan ini juga ada pelaksanaan KIA/KB, prolanis dan IVA. Jadi di ruangan KIA/KB ada tiga petugas kesehatan dengan tanggung jawab mengelola program yang berbeda-beda. Ruangan pelaksanaan MTBS juga masih kecil/sempit, namun pasien yang sangat banyak membuat pasien harus ngantri dan menunggu bahkan berdiri di dekat ruangan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Soejadi,1989) yang

menyatakan bahwa tujuan akhir dari pengaturan ruangan ini adalah untuk memperlancar

komunikasi kerja tenaga kesehatan serta mempermudah koordinasi dan pengawasan, dengan demikian meningkatkan efisiensi

penggunaan waktu pada khususnya dan efisiensi kerja pada umumnya. Memberikan rasa nyaman dan senang bekerja kepada tenaga kesehatan, memberikan kesan yang baik terhadap para pasien.

Tenaga Kesehatan Pelaksanaan MTBS Puskesmas belawan tidak memiliki tim MTBS. Hal ini disebabkan tenaga kesehatan yang tidak pernah dilatih, adapun dulu yang pernah dilatih sudah tidak bertugas di Puskesmas Belawan lagi. Tenaga kesehatan yang mengelola MTBS memiliki tugas menimbang berat badan,

mengkur suhu tubuh balita dan mengisi formulir MTBS. Untuk pemberian terapi atau tindak lanjut dan pengobatan dilakukan oleh dokter umum.

Petugas kesehatan yang belum pernah dilatih masih kurang mengerti dengan

pelaksanaan MTBS. Adapun buku bagan MTBS yang dimiliki oleh petugas baru di dapatkan dari internet dan belum juga dipelajari atau dibaca oleh petugas kesehatan. Sehinggga petugas kesehatan masih kurang paham dengan pelaksanaan MTBS. Hal ini sesuai dengan pendapat (Notoatmodjo, 2003) yang menyatakan bahwa mengartikan diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Seperti menjelaskan apa yang dimaksud dengan MTBS itu. Hal ini juga sesuai dengan penelitian (Husni dan Jumriani 2012) yang menyatakan bahwa tidak sesuainya kriteria SDM dan keikutsertaan petugas dalam pelatihan MTBS, akan berdampak pada kurangnya pelayanan balita sakit dengan menggunakan pendekatan MTBS.

Puskesmas Belawan tidak semua balita sakit ditangani dengan pendekatan MTBS, ini disebabkan oleh tenaga kesehatan yang mengelola MTBS memegang program lain. Menurut (Gibson, dkk 1996) menyatakan kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (dalam diri

(10)

Kepatuhan Ibu dalam Pelaksanaan MTBS Dalam pelaksanaan MTBS sangat diperlukan kepatuhan seorang ibu dalam pemberian obat dan makan yang baik kepada balita untuk meningkatkan kesembuhan balita dan mengurangi resiko terjadinya penyakit kembali. Menurut Niven 2002 mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Kepatuhan

mempunyai arti suatu perilaku sesorang untuk mengikuti saran medis ataupun kesehatan yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan. Kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS dapat dilihat dari pengetahuan ibu dalam pelaksanaan MTBS seperti pemberian obat dan makan kepada balita.

Ibu balita yang berada di Puskesmas Belawan mengungkapkan bahwa pemberian obat kepada balita tepat waktu dan memberi makan dengan baik. Namun masih ada ibu balita yang tidak menghabiskan obat sesuai yang diberikan petugas kesehatan, alasan ibu balita tidak lagi memberikan obat kepada balita yaitu balita sudah agak membaik sehingga merasa tidak perlu minum obat lai. Hal tersebut dapat dilihat dari pengetahuan ibu merngenai pentingnya pemberian obat kepada balita hingga habis. Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan ibu adalah sebagai salah satu faktor yang mempermudah terhadap

terjadinya perubahan perilaku. Dalam pemberian obat kepada balita harus sesuai dengan dosis dan anjuran dokter, sehingga balita benar-benar sembuh dan demam atau pun batuk tidak kembali lagi untuk waktu yang dekat.

Selain pemberian obat kepada balita, ibu balita juga harus memperhatikan makan balita.. Penyakit infeksi dapat mempengaruhi nafsu makan, menyebabkan kehilangan makanan karena muntah dan diare, dan dipengaruhi metabolisme makanan.

Dalam pemberian ASI di Puskesmas Belawan sudah cukup, ibu balita memberikan ASI kepada balita dengan baik, namun ibu balita tidak memberikan ASI eksklusif kepada balita. Menurut Kemenkes 2010 ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi tanpa tambahan makanan/minuman lain kecuali obat sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI kepada balita yang

sedang sakit dilakukan lebih sering dari pada biasanya sehingga mampu

mengurangi kehilangan berat badan balita dan membantu balita sembuh lebih cepat.

Selain pemberian ASI Ibu balita di Puskesmas Belawan juga memberikan makan nasi kepada balita dengan lauk pauk, namun ada juga yang tidak memberikan makan balita nasi dengan lauk pauk, sayuran dan buah. Tidak ada variasi makanan yang diberikan ibu balita kepda balita.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

1. Pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA di Puskesmas Belawan belum terlaksana dengan baik. Penilaian dan klasifikasi balita sakit belum dilakukan seluruhnya,

menentukan tindakan dan memberi obat sesuai dengan keluhan yang dialami oleh balita, konseling bagi ibu telah dilaksanakan oleh petugas kesehatan kepada ibu dan tindak lanjut tidak terlaksana dengan baik, ibubalita diminta untuk kembali ke Puskesmas tidak kembali lagi setelah sembuh.

2. Alur pelaksanaan MTBS belum sesuai standar MTBS, masih ada ibu balita di

(11)

kesehatan berikan, seperti ibu balita tidak menghasbiskan obat yang diberi oleh petugas karena keadaan sudah membaik dan pemberian makan yang tidak seimbang.

SARAN

1. Diharapkan kepada puskemas Belawan melaksanakan pelaksanaan MTBS untuk penanganan ISPA yang sesuai dengan modul MTBS

2. Diharapkan puskesmas Belawan untuk mengikuti alur yang sesuai dengan alur yang ditetapkan oleh Dekpes 2008 sehingga alur pelaksanaan MTBs dapat berjalan dengan baik 3. Diharapakan Puskesmas Belawan

melengkapi sarana prasarana dan Peralatan yang belum ada dan memiliki KNI sehingga dapat memantau perkembangan balita sakit dan konseling yang telah diberikan oleh petugas 4. Diharapakan petugas kesehatan

Puskesmas Belawan mempelajari modul MTBS yang sudah ada sebelum dilaksanakannya pelatihan MTBS dari Dinas Kesehatan, dan meningktakan keterampilang mengenai pendekatan MTBS dan juga diharpkan agar kader kesehatan mendapatkan pelatihan MTBS dari Puskesmas

5. Diharapkan kepada ibu balita untuk mengikuti penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan saat konseling di puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf, H., Mukfy. A.,. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.

Dewi, DA. 2015. Pengaruh Konseling tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap Perilaku

Perawatan Anak Demam oleh Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul.

Digilib.unisayogya.ac.id/30/1/divika20A riftya%20Dewi%20201110201086.pdf. Diakses pada 12 Oktober 2017

Dinkes Provinsi Sumut. 2015. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2014. Medan

Dirjen Bina Kesehatan Anak. 2012. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta.

http://www.kesmas.kemkes.go.id/mtbs-dan-icatt/ .Diakses pada 3 Desember 2016.

Depkes RI. 2008. Pengantar Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta.

Gibson, J., John I., James D. 1996. Organisasi. Jakarta : Erlangga

Gunawan, I. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Bumi Aksara Husni. DS., Jumriani A., 2012. Gambaran

Pelaksanaan MTBS umur 2 Bulan – 5 Tahun di Puskesmas Makasar Tahun 2012.

http://www.repository.unhas.ac.id/bitstre am/handle/123456789/4292/husni/-111109296.pdf. Diakses pada 15 Desember 2016.

Kemenkes RI. 2010. Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak. Jakarta

___________. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta.

___________. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta

___________. 2016. Profil Kesehata Indonesia Tahun 2015. Jakarta

Mardijanto, D., Hasanbasri, M., 2005. Evaluasi Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kabupaten Pekalongan.

http;//jurnal.ugm.ac.id/jmpk/article/view /2764/2486. Diakses pada 12 Oktober 2017

Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.

Miles, B M., Huberman, A M. 2014. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta, UI-Press

Misnaldiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Niven, Neil. 2002. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesional Lain. Jakarta ; EGC Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan,

Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Permenkes RI. 2013. Peraturan Menteri

Kesehatan Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

(12)

Pudjiastuti, W. 2002. Analisis Kepatuhan Petugas Puskesmas Terhadap

Manajemen Tatalaksana MTBS. Tesis program sarjana Universitas Indonesia Rudan, I., Cynthia Boschi P., Zrinka B., Kim M.,

Harry C. 2008. Epidemiology and Etiologi of Chilhood Pneumonia (bulletin, WHO).

Salem A S., Abdel-Azeem M.. El-Mazarg., Ashraf M. Oshar M A B. 2016. Integrated Management of Chilhood Illnes (IMCI) Aproach of Children with High Grade Fever.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl es/PMC4825897/. Diakses pada 28 Juli 2017

Suryono. 2011. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Soejadi.1989. Organization and Methodes

Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen. Jakarta: PT Midas surya Grafindo.

Verme. 2012. Konsep Manajemen Terpadu Balita Sakit (Keperawatan Anak).

https://thefuturisticlovers.wodrpress.com

/2012/04/06/keperawatan-anak-i- konsep-manajemen-terpadu-balita-sakit-ver-me/. Diakses 12 Oktober 2017. Wardani, Andining Tyas Ambika. 2016. Analisis

Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Terhadap Kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas Halmahera Kota Semarang.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Pengembalian GRUB pada ubuntu lucid lynx sedikit berbeda untuk cara pengembalian Grub yang hilang karena ‘tertindas’ dengan OS lain karena versi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang digunakan dalam teknik mendireksi pada lagu polifoni untuk paduan suara pada dasarnya menggunakan tangan kiri dalam memberikan

Kecernaan adalah ukuran nilai pakan suatu hijuan yang ditetapkan dari jumlah pakan yang diserap oleh saluran pencernaan, ditunjukkan dengan satuan persen (Cowder

?a ?api pisan san ba bawa wah h at atau au fas fasa a po pola lar r ya yang ng mengandung natrium eugenolat dimasukkan dalam gelas beaker dan ditambahkan dengan

Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI siswa yang. lebih pintar diharapkan mampu untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk

Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu: culture care preservation or maintenance (mempertahankan budaya) dilakukan bila budaya pasien

Di dalam produksi rendang suir menggunakan peralatan yang sederhana yaitu dengan cara manual.Dengan menggunakan peralatan manual seperti itu tentunya proses dalam pembuatan bahan