• Tidak ada hasil yang ditemukan

aksara huruf lambang Jenis Jenis (26)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "aksara huruf lambang Jenis Jenis (26)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN

Makalah ini mengkaji dua sub bab yaitu jenis-jenis tindak tutur dan prosedur pelaksanaannya. Dalam sub bab jenis-jenis tindak tutur dipaparkan pendapat dari para ahli seperti Scarle, Fraser, Yule, Miller dan Austin. Pendapat Yule dan Austin dalam makalah ini memiliki persamaan mengenai jenis-jenis tindak tutur yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Begitu juga halnya dengan pandangan Searle dan Yule mengenai fungsi tindak tutur yaitu representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi.

Dalam sub bab prosedur tindak tutur dikemukakan pendapat Blum-Kulka (dalam Gunarwan, 1994:47) dan Yule. Blum-Kulka membaginya prosedur pelaksanaan berdasarkan tingkat kelansungan pesan penutur dalam tuturan menjadi delapan bagian. Derajat kelansungan tindak tutur diukur berdasarkan “jarak tempuh” yang diambil oleh sebuah ujaran, yaitu “titik” ilokusi (di benak penutur) ke “titik” tujuan ilokusi (di benak pendengar). Jarak paling pendek adalah garis lurus yang menghubungkan kedua titik tersebut, dan ini dimungkinkan jika ujarannya bermodus imperatif. Makin melengkung garis pragmatik itu, makin tidak lansunglah ujarannya. Berdasarkan lansung atau tidak lansungnya tindak tutur, penutur dapat memilih tindak tutur yang harfiah atau yang tidak harfiah di dalam mengutarakan maksudnya. Jika kedua hal tersebut (yaitu kelansungan dan keharfiahan ujaran) kita gabungkan, kita akan mendapatkan empat macam ujaran, yaitu (1) Lansung, harfiah; (2) Lansung, tidak harfiah; (3) Tidak lansung, harfiah (4) Tidak lansung, tidak harfiah.

(2)

dengan fungsi. Sebaliknya, tidak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang apabila terdapat hubungan tidak langsung antara struktur dan fungsi.

Teori tindak tutur diawali oleh Wittgenstein, penganut positivisme logika. Ia menyatakan bahwa makna bahasa adalah penggunaan bahasa itu, bahwa ujaran hanya mempunyai makna jika dapat ditemukan kebenarannya. Pendapat Wittgenstein dibantah oleh Austin dengan bukti ihwal kalimat performatif yang tidak membutuhkan pembuktian benar-salah, berbeda dengan kalimat konstatif. Austin mengungkapkan bahwa bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui pembedaan antara ujaran konstatif dan ujaran. Pembedaan ujaran yang dikemukakan Austin ini kemudian diganti oleh pengklasifikasian rangkap tiga terhadap tindak-tindak, yakni dalam bertutur seseorang melakukan tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Dalam pemakaiannya, tindak tutur terikat pada konteks. Dengan kata lain, situasi tutur dan peristiwa tutur memengaruhi pemakaian tindak tutur. Contohnya, dalam sebuah pesta perkawinan (situasi tutur) ada seseorang yang memberi sambutan (peristiwa tutur); dalam sambutan tersebut si pemberi sambutan melontarkan sindiran, pujian, nasihat, dan sebagainya (tindak tutur). Jadi, tindak tutur tidak lepas dari konteks yang lebih luas.

B. PEMBAHASAN

1. Jenis-Jenis Tindak Tutur

(3)

“berjanji”, misalnya, Scarle mengatakan ada lima syarat kesahihan yang dinamakan kaidah proposisional (propositional content rules), yaitu:

1. Penutur mestilah bermaksud memenuhi apa yang akan ia janjikan. 2. Penutur mestilah percaya (bahwa si pendengar percaya) bahwa tindakan

yang dijanjikan menguntungkan pendengar.

3. Penutur mestilah percaya bahwa ia dapat memenuhi janji itu.

4. Penutur mestilah memprediksi tindakan (yang akan dilakukan) pada masa yang akan datang.

5. Penutur mesti memprediksi tindakan yang akan dilakukan oleh dirinya sendiri.

Searle (dalam Gunarwan, 1994:47) menjelaskan lima jenis tindak tutur yaitu: 1. Representatif

Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya: menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan.

2. Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar sipendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Misalnya: menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.

3. Ekspresif

(4)

disebutkan di dalam ujaran itu. Misalnya: memuji, mengucapkan terima kasih, mengritik, dan mengeluh.

4. Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksankan apa yang disebutkan di dalam ujarannya. Misalnya: berjanji, bersumpah, dan mengancam.

5. Deklarasi

Tindak tutur deklarasi yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru. Misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memberi maaf.

Selain itu, Fraser (dalam Gunarwan, 1994:47), juga membagi tindak tutur atas dua bagian, sebagai berikut ini.

1. Tindak tutur vernakuler

Tindak tutur venunakuler yaitu tindak tutur yang daapat dilakukan oleh setiap anggota masyarakat anggota tutur. Misalnya meminta, mengucapkan terima kasih, memuji, dan sebagainya.

2. Tindak tutur seremonial

Tindak tutur seremonial yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh orang yang berkelayakan untuk hal itu. Misalnya untuk menikahkan orang, memutuskan perkara, membuka sidang DPR dan sebagainya.

(5)

1. Deklarasi

Deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia (kepercayaannya) melalui tuturan. Dalam tindak tutur deklaratif, penutur harus memiliki peran institusi khusus dan konteks khusus untuk menampilkan deklarasi secara tepat. Ketika menggunakan deklarasi, penutur mengubah dunia dengan kata-kata.

Contoh:

a. Priest : I now pronounce you husband and wife.

(sekarang saya menyebutkan anda berdua suami-istri) kata seorang penghulu kepada penganten

b. referee : you’re out! (anda keluar)

kata wasit kepada pemain c. jury Foreman : we find the defendant guilty

(kami nyatakan terdakwa bersalah) kata hakim kepada terdakwa

2. Representatif

Representatif ilah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pada waktu menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia. Pernyataan merupakan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, pendeskripsian.

Contoh:

a. The earth is flat. (bumi itu datar)

b. Chomsky didn’t write about peanuts (Chomsky tidak menulis tentang kacang)

c. It was a warm sunny day (suatu hari cerah yang hangat)

(6)

Ekspresif ialah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Saat menggunakan tindak tutur ekspresif, penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya).

Contoh:

a. I’m really sorry ( sungguh, saya minta maaf) b. Congratulation! (selamat)

c. Oh, yes, great, mmm..ssahhh! (oh, yah, baik, mmm...aaahh)

4. Direktif

Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang akan menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi: perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran,dan sebagainya.

Contoh:

a. Gimme a cup of coffee. Make it black.( berilah aku secangkir kopi. Buatkan kopi pahit)

b. Could you lend me a pen, please (dapatkah anda meminjami saya sebuah pena)

c. Don’t touch that! (jangan menyentuh itu!)

5. Komisif

(7)

ancaman, penolakan, ikrar, dan sebagainya. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuakan dunia dengan kata-kata (lewat penutur).

Contoh:

a. I’II be back (saya akan kembali)

b. I’m going to get it right next time (saya akan membetulkan lain kali) c. We will not do that ( kami tidak akan melakukan itu)

Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya ini terangkum dalam tabel di bawah ini:

Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P = Penutur X = situasi Deklarasi Kata mengubah dunia P menyebabkan X Representatif Kata disesuaikan denga

dunia

Menurut Miller (dalam Yasin, 2008:174) tindak bahasa terbagi atas tiga yaitu: a. Tindak proposisi

Tindak proposisi mengacu kepada apa yang biasa disebut makna kognitif atau konten proposisi sebuah tuturan atau kalimat.

b. Tindak ilokusioner

(8)

c. Tindak acuan konteks

Tindak acuan konteks mengacu kepada hubungan antar kalimat yang biasa terdapat dalam wacana.

Sejalan dengan Yule, Searle (dalam Ibrahim. 1993:16) mengklasifikasikan tindak tutur yang berorientasi pada tindak ilokusi dalam empat katagori komunikatif, yaitu: konstatif, direktif, komisif, dan acknoledgments. Konstantif merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang kepercayaan yang serupa. Tindak Konstantif terdiri atas lima belas subkategori, yaitu: asertif, predikatif, retrodiktif, deskriptif, askriptif, informatif, konfirmatif, konsesif, retaktif, asentif, desentif, disputatif, responsif, sugestif, dan suppositif. Konstatif merupakan pengekspresian kepercayaan bersamaan dengan pengekspresian maksud sehingga mitratutur membentuk, meneruskan untuk memegang kepercayaan yang sejenis.

Tindak direktif merupakan pengekspresian sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur. Direktif juga bias mengekspresikan maksud penutur sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.

Komisif merupakan tindak kewajiban seseorang atau menolak untuk mewajibkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dispesifikasikan dalam isi proposisinya yang bias juga menspesifikasi kondisi-kondisi tempat isi itu dilakukan atau tidak dilakukan.

(9)

salam untuk mengekspresikan rasa senang karena bertemu atau melihat seseorang, berterima kasih sebgai ekspresi rasa syukur karena telah menerima sesuatu, meminta maaf sebagai ekspresi penyesalan karena telah melukai atau mengganggu mitra tutur, dan sebagainya.

Menurut Yule (2006: ) ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi(perlocutionary act).

1. Tindak Lokusi

Tindak lokusi merupakan tindakdasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Sebagai contoh adalah kalimat (01), (02), dan wacana (03) berikut:

(01) Platypus adalah mamalia yang bisa berenang. (02) Kaki laba-laba berjumlah delapan.

(03) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha adakan Seminar Nasional dengan tema Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Tampil sebagai pemakalah utama dalam seminar tersebut Dr. Nurhadi, M.Pd. dari Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Burhan Nurgiyantoro, M.Pd. dari Universitas Negeri Yogyakarta, dan Maryanto, M.Hum dari Pusat Bahasa Jakarta. Sebagai pesertanya antara lain guru-guru Bahasa dan Sastra Indonesia se-Bali, mahasiswa pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

(10)

memengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang diutarakan adalah informasi tentang binatang bernama Platypus dan berapa jumlah kaki laba-laba. Sebagaimana halnya kalimat (01) dan (02), wacana (03) pun cenderung diutarakan untuk menginformasikan sesuatu, yakni kegiatan yang diselenggarakan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha, pembicara utama yang ditampilkan, dan peserta kegiatan itu. Dalam hal ini memang tidak tertutup kemungkinan terdapat daya ilokusi dan perlokusi dalam wacana (03). Akan tetapi, kadar daya lokusinya jauh lebih dominan dan menonjol.

Bila diamati secara saksama konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai satu satuan yang terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat. Lebih jauh, tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi. Jadi, ditinjau dari perspektif pragmatik, tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya untuk memahami tindak tutur.

2 Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi atau dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Kalimat (04) s.d. (07) di bawah cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara saksama.

(04) Saya tidak dapat datang (05) Ada anjing gila

(11)

(07) Rambutmu sudah panjang

Kalimat (04) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi meminta maaf. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu penting karena besar kemungkinan lawan atau tutur sudah mengetahui hal itu. Kalimat (05) tidak hanya berfungsi membawa informs, melainkan juga memberi peringatan. Bila ditujukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin pula diutarakan untuk menakut-nakuti. Kalimat (06), bila diucapkan oleh seorang guru kepada muridnya, mungkin berfungsi member peringatan agar lawan tuturnya (murid) mempersiapkan diri. Bila diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya, kalimat (06) mungkin dimaksudkan untuk menasehati agar lawan tutur tidak hanya bepergian menghabiskan waktu secara sia-sia. Kalimat (07) bila diucapkan oleh oleh seorang laki-laki kepada pacarnya mungkin berfungsi menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Sebaliknya, bila diucapkan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar si lelaki memotong rambutnya.

Becermin pada uraian di atas jelaslah bahwa tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan, dan di mana tindak tutur terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur. 3 Tindak Perlokusi

(12)

diutarakan seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tutur disebut tindak perlokusi. Untuk lebih jelasnya perhatikan kalimat (08) s.d. (10) di bawah ini.

(08) Ibunya galak.

(09) Kemarin saya mengikuti lomba memancing belut. (10) Televisinya 20 inchi.

Bila kalimat (08) diutarakan oleh seseorang kepada ketua perkumpulan kerja kelompok, maka ilokusinya secara tidak langsung menginformasikan bahwa rumah orang yang dibicarakan tidak nyaman digunakan atau dipilih sebagai tempat berkumpul mengerjakan tugas. Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan yakni agar ketua perkumpulan berpikir memilih rumah orang lain sebagai tempat mengerjakan tugas kelompok. Bila kalimat (09) diutarakan oleh seorang siswa yang tidak dapat mengikuti ulangan kepada gurunya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf sekaligus permakluman. Perlokusi atau efek yang diharapkan adalah guru dapat memakluminya dan memberikan ulangan susulan. Bila kalimat (10) diutarakan oleh seseorang kepada temannya pada saat akan diselenggarakan siaran langsung Piala Dunia, kalimat ini tidak hanya mengandung lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan menonton di tempat temannya karena ia memiliki televisi 20 inchi, dengan perlokusi lawan tutur menyetujui ajakannya.

(13)

lokusi adalah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu. Contohnya, “Pa berkata kepada Pk bahwa X. Tindak ilokusi adalah melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Contohnya, “Dalam mengatakan X, Pa menyatakan bahwa P”. Tindak perlokusi adalah melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu. Contohnya, “X adalah kata-kata tertentu yang diucapkan dengan perasaan dan referensi atau acuan tertentu.

2. Prosedur Pelaksanaan

Dapat disimpulkan bahwa satu bentuk ujaran dapat mempunyai lebih dari satu fungsi. Kebalikannya adalah kenyataan di dalam komunikasi yang sebenarnya, yakni bahwa satu fungsi dapat dinyatakan, dilayani, atau diutarakan dalam berbagai bentuk ujaran. Misalnya “menyuruh” dapat diungkapkan dengan sembilan bentuk ujaran. Blum-Kulka (dalam Gunarwan, 1994:47) membaginya berdasarkan tingkat kelansungan pesan penutur dalam tuturan sebagai berikut.

1. Kalimat bermodus imperatif contohnya “Pindahkan kotak ini”.

2. Kalimat perfomatif eksplisit contohnya “Saya minta Saudara memindahkan kotak ini”.

3. Kalimat perfomatif berpagar contohnya “Saya sebenarnya mau minta Saudara memindahkan ini”.

4. Pernyataan keharusan contohnya “Saudara harus memindahkan kotak ini”.

5. Pernyataan keinginan contohnya “Saya ingin kotak ini dipindahkan”. 6. Rumusan saran contohnya”Bagaimana kalau kotak ini dipindahkan?” 7. Persiapan pertanyaan contohnya “Saudara dapat memindahkan kotak

(14)

8. Isyarat kuat contohnya “Dengan kotak ini di sini, ruangan ini kelihatan sesak”.

9. Isyarat halus contohnya “Ruangan ini kelihatan sesak”.

Derajat kelansungan tindak tutur diukur berdasarkan “jarak tempuh” yang diambil oleh sebuah ujaran, yaitu “titik” ilokusi (di benak penutur) ke “titik” tujuan ilokusi (di benak pendengar). Jarak paling pendek adalah garis lurus yang menghubungkan kedua titik tersebut, dan ini dimungkinkan jika ujarannya bermodus imperatif. Makin melengkung garis pragmatik itu, makin tidak lansunglah ujarannya. Berdasarkan lansung atau tidak lansungnya tindak tutur, penutur dapat memilih tindak tutur yang harfiah atau yang tidak harfiah di dalam mengutarakan maksudnya. Jika kedua hal tersebut (yaitu kelansungan dan keharfiahan ujaran) kita gabungkan, kita akan mendapatkan empat macam ujaran, antara lain.

1. Lansung, harfiah (“Buka mulut” misalnya diucapkan oleh dokter gigi kepada pasiennya)

2. Lansung, tidak harfiah (“Tutup mulut!” misalnya diucapkan oleh seseorang yang jengkel kepada lawan bicaranya yang berbicara terus-menerus)

3. Tidak lansung, harfiah (bagaimana kalau mulutnya dibuka?” misalnya diucapkan oleh dokter gigi kepada pasien anak-anak agar si anak tidak takut)

(15)

Selanjutnya, berdasarkan hubungan antara struktur dengan fungsi dalam tindak tutur, Yule (1996: ) membedakan tindak tutur langsung dan tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi. Sebaliknya, tidak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang apabila terdapat hubungan tidak langsung antara struktur dan fungsi. Bentuk deklaratif yang digunakan untuk membuat suatu pernyataan disebut juga tindak tutur langsung, sedangkan deklaratif yang digunakan untuk membuat permohonan merupakan tindak tutur tidak langsung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa klasifikasi tindak tutur berdasarkan hubungan struktur dan fungsi merupakan bentuk deklaratif (pernyataan/pengumuman), introgatif (pertanyaan), dan imperatif (perintah). Pada dasarnya, semua bentuk tersebut bersumber dari kalimat berita.

C. PENUTUP

D. KEPUSTAKAAN

Gunarwan, Asim. 1994. “Pragmatik: Pandangan Mata Burung”. Di dalam Mengiring Rekan Sejati: Festschrift Buat Pak Ton. Soenjono Dardjowidjojo (ed.). Jakarta: Lembaga bahasa Univ. Katolik Atma Jaya. Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Yule, George. 1996. Pragmatics. New York: Oxford University Press.

Yasin, anas.2008. tindak tutur. Padang: sukabina offset.

Referensi

Dokumen terkait

Pada jaringan komputer sering ditambahkan peralatan lain untuk meningkatkan kemampuan jaringan, misalnya memperpanjang jangkauan kabel penghubung. Beberapa alat

of referential addressing besides employing illocutionary acts of the matrix sentence. Second is the vocative contains a perlocutionary act of dissociation which

berlangsung dengan lancar tanpa kendala apapun baik dari segi teknis maupun non. teknis, dengan dipandu oleh dua orang MC yaitu William Ronaldo Yozen

Berdasarkan hasil penelitian, analisis serta pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara sense

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan PT Danliris Sukoharjo dalam melindungi tenaga kerja dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta upaya-upaya yang

dimainkan dalam resital ini, agar apa yang ditampilkan dalam sebuah resital.. dapat dipertanggung-jawabkan

Beberapa hal tersebut antara lain adalah pengertian aljabar max-plus , struktur aljabar max-plus , pengertian sistem persamaan linear dan matriks dalam aljabar konvensional,

[r]