BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belanja Daerah
Belanja daerah adalah kas daerah yang dikeluarkan untuk kebutuhan
daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan menjadi beban daerah dalam satu periode anggaran. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
pengertian belanja daerah, klasifikasi belanja daerah, arti penting belanja daerah, serta fungsi dan kedudukan belanja daerah.
1. Pengertian Belanja Daerah
Belanja Daerah menurut Halim (2008:322) adalah kewajiban pemerintah mengurangi nilai kekayaan bersih. Undang-undang No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat 1 yang berbunyi: “Belanja daerah harus diutamakan agar dapat menjaga dan meningkatkan kualitas masyarakat supaya dapat memenuhi kewajiban
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22”. Penjelasan Undang -Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 22
kewajiban untuk menciptakan kemandirian suatu daerah sebagai berikut: (a) Melindungi seluruh masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(b) Meningkatkan kualitas dalam kehidupan bermasyarakat; (c) Mengembangkan kehidupan berdemokrasi; (d) Menciptakan keadilan dan
Memberikan fasilitas pelayanan untuk kesehatan; (g) Memberikan fasilitas umum dan sosial yang layak; (h) Mengembangkan sistem jaminan sosial;
(i) Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; (j) Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; (k) Melestarikan lingkungan hidup; (l)
Mengelola administrasi kependudukan; (m) Melestarikan nilai sosial budaya; (n) Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan (o) Mewajibkan lain yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian tersebut maka Belanja Daerah adalah semua
pengeluaran pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah dalam satu periode anggaran yang berupa belanja tidak langsung dan belanja langsung guna melaksanakan kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab kepada
masyarakat Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah pusat. 2. Klasifikasi Belanja Daerah
Menurut Halim (2008:100) klasifikasi belanja daerah antara lain: a. Belanja Operasi
Belanja operasi adalah jumlah biaya yang digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari di dalam pemerintah daerah untuk manfaat jangka pendek. Kelompok belanja operasi antara lain:
imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2) Belanja bunga adalah belanja yang digunakan oleh pemerintah untuk pembayaran bunga yang dihitung berdasarkan kewajiban
pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
3) Belanja subsidi adalah belanja yang telah digunakan dan
dianggarkan kepada pemerintah/lembaga untuk memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, agar harga
jual terjangkau oleh masyarakat.
4) Belanja hibah adalah belanja yang dilakukan secara sukarela dan kemudian diberikan kepada pihak lain.
5) Belanja bantuan sosial adalah belanja yang digunakan untuk membantu masyarakat agar dapat meningkatkan kesejahteraan.
6) Belanja bantuan keuangan adalah bantuan yang diberikan pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan.
b. Belanja Modal
Belanja modal merupakan suatu pengeluaran yang dilakukan
untuk menambah aset tetap atau investasi yang ada sehingga akan memberikan manfaat pada periode tertentu. Belanja modal termasuk: (1) Belanja tanah; (2) Belanja peralatan dan mesin; (3) Belanja modal
(5) Belanja aset tetap lainnya; (6) Belanja aset lainnya; (7) Belanja Tidak Terduga.
Kelompok belanja lain-lain/ tidak terduga merupakan suatu pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan dalam rangka
mewujudkan penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah dan pengeluaran yang memiliki sifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang, seperti penanggulangan bencana sosial dan bencana alam.
c. Transfer
Menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang belanja transfer.
Adapun yang dimaksud dengan transfer disini adalah transfer keluar, yaitu pengeluaran uang dari entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi
hasil oleh pemda.
Menurut Lampiran E. XXIII Permendagri Nomor 13 Tahun 2006,
transfer pemerintah provinsi rerdiri atas: (1) Bagi hasil pajak ke kabupaten/kota; (2) Bagi hasil retribusi ke kabupaten/kota; (3) Bagi hasil pendapatan lainnya ke kabupaten/kota.
Adapun transfer pemerintah kabupaten/kota meliputi transfer bagi hasil ke desa, yaitu: (1) Bagi hasil pajak; (2) Bagi hasil retribusi; (3)
Bagi hasil pendapatan lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka klasifikasi belanja daerah harus disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi program dan
daerah antara lain belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer.
3. Arti Penting Belanja Daerah
Mulia (1987, 128) dalam Adisasmita (2011:51) menjelaskan secara
rinci bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu hal yang sangat penting karena APBD itu: (1) Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan; (2)
Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab; (3) Suatu sarana dalam melakukan pengawasan
terhadap daerah; (4) Suatu bentuk kewenangan kepada Kepala Daerah untuk melakukan penyelenggaraan keuangan daerah
Berdasarkan uraian tersebut maka arti penting belanja daerah
merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata dan tanggungjawab dengan melaksanakan pengawasan terhadap daerah
yang bisa dilakukan dengan memberikan jumlah pajak yang dibebankan kepada masyarakat.
4. Fungsi dan Kedudukan Belanja Daerah
Oleh karena itu menurut Ateng Syafruddin (1993) dalam Adisasmita (2011:51) APBD mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai berikut:
2) Sebagai pemberian kuasa dari pihak Legislatif yaitu DPRD kepada Kepala Daerah sebagai pimpinan Eksekutif untuk melakukan
pengeluaran dalam rangka menjalankan roda pemerintahan daerah. 3) Sebagai penetapan kewenangan kepada Kepala Daerah untuk
melaksanakan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat
4) Sebagai bahan supaya pengawasan yang dilakukan oleh yang berhak
melaksanakan pengawasan dapat berjalan dengan lebih baik
Berdasarkan uraian tersebut maka fungsi dan kedudukan belanja
daerah digunakan untuk melaksanakan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah guna mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih baik.
B. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum merupakan sumber penerimaan terpenting
dalam anggaran penerimaannya dalam APBN. Oleh karena itu, Dana Alokasi Umum dapat dilihat sebagai respon pemerintah terhadap aspirasi daerah untuk mendapatkan sebagian kontrol yang lebih besar terhadap
keuangan negara. Berikut akan dijelaskan mengenai pengertian dan cara menghitung dana alokasi umum.
1. Pengertian Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum menurut Rachmat (2010:118) adalah dana yang menghimpun seluruh pendanaan pemerintah yang alokasinya
menurut Halim (2008:323) adalah dana yang berasal dari APBN yang kemudian dialokasikan kepada setiap daerah dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan dalam memenuhi kebutuhan agar dapat mewujudkan pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan menurut Bastian
(2006:279) Dana Alokasi Umum adalah dana perimbangan yang digunakan untuk pemerataan kemampuan keuangan setiap daerah. Sehingga dana tersebut dihimpun secara umum untuk membiayai fungsi
pemerintahan yang bersifat umum dan menyeluruh sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Dana alokasi umum harus
diselenggarakan secara terus menerus dari tahun ke tahun, tanpa terputus, karena dana ini merupakan sumber dana yang menyokong kegiatan pemerintahan, dan jika terputus otomatis kegiatan pemerintahan akan ikut
terhenti, dengan demikian akan menghambat kepada lajunya pergerakkan kegiatan pemerintahan.
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan Dana Alokasi Umum dalam penelitian ini merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang kemudian dialokasikan kepada daerah Jawa
Tengah sehingga dapat digunakan untuk menghimpun seluruh pendanaan pemerintah yang alokasinya ditujukan untuk membiayai seluruh kegiatan
2. Penerapan Pengalokasian Dana Alokasi Umum
Menurut Halim (2009) penerapan pengalokasian DAU adalah sebagai
berikut:
a. Penerimaan yang diperoleh dalam negeri yang ditetapkan dalam
APBN sekurang-kurangnya 26%.
b. Dana yang diterima daerah Provinsi sebesar 10% dan dana yang diterima Kabupaten/Kota sebesar 90%.
c. Dana yang diterima Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan
APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
d. Proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia merupakan porsi Kabupaten/Kota.
Berikut rumus Dana Alokasi Umum untuk suatu Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menurut Halim (2009:120) antara lain:
1)
.
2)
Sedangkan menurut PP No. 53 Tahun 2009 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun 2010 bahwa dana tersebut bersifat murni sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Tahun Anggaran 2010. Proporsi untuk Daerah provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan sebagai berikut:
a. Jumlah keseluruhan dana yang dialokasikan sebesar 10% dari Daerah Provinsi
b. Jumlah keseluruhan dana yang dialokasikan sebesar 90% dari Daerah Kabupaten/Kota
Berdasarkan uraian tersebut maka daerah provinsi harus berdasarkan
jumlah Dana Alokasi Umum yang ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah provinsi yang bersangkutan, terhadap jumlah
bobot seluruh provinsi. Sedangkan daerah Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan. C. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu komponen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berikut akan dijelaskan mengenai pengertian pendapatan asli daerah, upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, pengaruh pajak daerah terhadap belanja daerah, dan pengaruh retribusi daerah terhadap belanja
daerah.
1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah menurut Halim (2008:96) merupakan
tersebut. Meningkatkan kemandirian yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan merupakan wujud semangat dalam membangun daerahnya
sendiri agar tidak tergantung pada fasilitas yang ada. Meskipun sebagian besar daerah otonom (Kabupaten/Kota), kemampuan PAD-nya kecil,
sehingga masih membutuhkan bantuan dari Pemerintah Pusat.
Menurut Mahmudi (2010:18) menyatakan bahwa kemampuan daerah dalam menghasilkan sumber daya yang tinggi akan menyebabkan daerah
tersebut memiliki kebebasan dalam menggunakan PAD sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah. Peningkatan
PAD tidak hanya menjadi perhatian pihak eksekutif, namun legislatif juga berkepentingan sebab besar kecilnya PAD akan mempengaruhi struktur gaji anggota dewan.
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah dalam penelitian ini adalah pendapatan yang diperoleh dari
daerah yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah sesuai dengan aktivitas Jawa Tengah.
2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pengelolaan penerimaan pendapatan daerah berdasarkan
a. Pendapatan Asli Daerah
Sumber tersebut adalah sebagai berikut:
1) Hasil Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun
2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah untuk kabupaten/kota terusun atas pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.
2) Hasil Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi: (a)
Retribusi pelayanan kesehatan; (b) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan; (c) Retribusi penggantian biaya cetak
KTP; (d) Retribusi penggantian biaya cerak akte catatan sipil ; (e) Retribusi pelayanan pemakaman; (f) Retribusi pelayanan pengabuan mayat; (g) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum; (h) Retribusi pelayanan pasar; (i) Retribusi pengujian kendaraan bermotor; (j) Retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran; (k) Retribusi penggantian biaya cetak peta; (l) Retribusi pengujian kapal perikanan; (m) Retribusi pemakaian kekayaan daerah, (n) Retribusi jasa usaha pasar grosir atau
Retribusi jasa usaha terminal; (q) Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir; (r) Retribusi jasa usaha tempat
penginapan/pesanggrahan/villa; (s) Retribusi jasa usaha penyedotan kakus; (t) Retribusi jasa usaha rumah potong hewan;
(u) Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal; (v) Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga; (w) Retribusi jasa usaha penyeberangan di atas air; (x) Retribusi jasa usaha pengolahan
limbah cair; (y) Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah; (z) Retribusi izin mendirikan bangunan; (aa) Retribusi
izin tempat penjualan minuman beralkohol; (bb) Retribusi izin gangguan; (cc) Retribusi izin trayek.
3) Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah lainnya yang dipisahkan, adalah hasil yang diterima daerah dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Menurut objeknya, jenis pendapatan adalah sebagai berikut: (a) Hasil dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan; (b) Jasa giro; (c) Bagian laba yang didalamnya terdapat penyertaan
modal pada perusahaan milik daerah/BUMD; (d) Bagian laba yang didalamnya terdapat penyertaan modal pada perusahaan
4) Lain-lain PAD yang sah adalah hasil yang diterima daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Jenis pendapatan ini meliputi
objek pendapatan berikut: (a) Hasil dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan; (b) Jasa giro; (c) Pendapatan bunga ; (d)
Penerimaan aras tuntutan ganti kerugian daerah; (e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah; (f)
Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; (g) Pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan; (h) Pendapatan denda pajak; (i) Pendapatan denda retribusi; (j) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; (k) Pendapatan dari pengembalian; (l) Fasilitas sosial
dan umum; (m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; (n) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
Berdasarkan uraian tersebut maka keuangan pemerintah daerah akan tercermin dari besarnya sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh, dan bagaimana alokasi keuangan pemerintah daerah
untuk membiayai kegiatan Pemerintah Daerah dalam mensejahterakan masyarakat. Untuk meningkatkan penerimaan PAD, pemerintah daerah
3. Upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah menurut
Rahardjo Adisasmita (2011:117) antara lain: (a) Melakukan pendataan secara lengkap dan akurat; (b) Peningkatan kemampuan sumber daya
manusia (SDM) pengelola dan pelaksana di bidang keuangan daerah melalui pendidikan dan pelatihan; (c) Meningkatkan koordinasi eksternal (antar instansi terkait) dan koordinasi internal (antar bagian/unit dalam
instansi); (d) Memperbaiki system pengelolaan selain tunggu bola harus pula secara aktif jemput bola; (e) Memberi hadiah kepada wajib pajak
yang membayar pajak dalam jumlah terbesar dan yang melunasi pajaknya sebelum batas waktu yang telah ditetapkan; (f) Penguatan kelembagaan; (g) Meningkatkan rasio cakupan (coverage ratio) mendekati potensi; (h)
Meningkatkan sarana dan prasarana penagihan; (i) Peningkatan pengawasan melekat, fungsional, dan masyarakat; (j) Pemberian insentif
(perangsang) bagi petugas pemungut yang berprestasi; (k) Pemberian sanksi pada petugas penagih pajak dan retribusi yang melakukan kesalahan; (l) Melakukan kampanye, antara lain melalui spanduk dan
pamphlet; (m) Meningkatkan kesadaran wajib pajak dan wajib retribusi melalui kegiatan sosialisasi manfaat pajak dan retribusi bagi masyarakat ;
(n) Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga atau instansi lain untuk memudahkan dalam penagihan kepada wajib pajak dan wajib retribusi
Berdasarkan uraian tersebut maka upaya peningkatan penerimaan
retribusi dan mengefisienkan cara pemungutannya pada obyek dan subyek yang sudah ada misalnya melakukan perhitungan potensi, penyuluhan,
meningkatkan pengawasan dan pelayanan.
4. Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Daerah
Pungutan pajak yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus sesuai dengan fungsinya. Menurut Sidik (2002:3) fungsi pajak adalah sebagai berikut:
a. Fungsi budgeter yaitu apabila pajak digunakan sebagai alat untuk mengisi kas negara dalam membiayai kegiatan pemerintah dan
pembangunan.
b. Fungsi regulator yaitu apabila pajak digunakan sebagai alat mengatur dalam mencapai tujuan. Misalnya pajak minuman keras
yaitu agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang lebih luas oleh pemerintah daerah perlu didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Kreativitas dan inisiatif suatu daerah dalam menggali sumber
keuangan akan sangat tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah itu sendiri. Pajak daerah ini merupakan indikator yang
terdapat dalam Pendapatan Asli Daerah yang dapat memberikan kontribusi yang tinggi bagi PAD tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut maka pajak sangat penting terhadap
daerah yang maju dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan ekonomi di daerah yang tertinggal serta pajak juga dapat digunakan untuk
membantu masyarakat yang pendapatannya rendah. 5. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Daerah
Retribusi menurut Prakosa (2005) adalah tarif daerah yang disediakan dan diberikan oleh Pemerintah Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Pemerintah daerah memiliki target untuk mengoptimalkan potensi
daerah. Selain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut, pendapatan daerah ditujukan untuk mengembangkan pembangunan disuatu wilayah tertentu. Namun, optimalisasi potensi daerah menjadi masalah ketika
peraturan daerah dijadikan alat oleh pemerintah untuk menggali pendapatan sebanyak-banyaknya. Akibat dari hal tersebut, pungutan ini
terkesan memberatkan dan membebani sejumlah kalangan. Supaya pemungutan retribusi menjadi lebih mudah dan menghindari pungutan liar dari aparat, maka perlu dilaksanakan sesuai dengan tarif yang
berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut maka retribusi memiliki peran besar
D. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
1. Berlian Nur Awaniz (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap Belanja Daerah di Eks Karesidenan Pekalongan” dengan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara simultan
variabel dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Hasil uji hipotesis juga
menunjukkan adanya pengaruh signifikan.
2. Fitria Megawati Sularno (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Daerah” dengan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian berdasarkan
pengujian yang telah dilakukan PDRB, PAD, dan DAU secara simultan berpengaruh terhadap pengalokasian belanja daerah.
3. Diah Ayu Kusumadewi dan Arief Rahman (2007) dalam
penelitiannya yang berjudul “Flypaper Effect pada Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja
Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia” dengan hasil analisis
dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah yang memiliki arti
dibandingkan dengan pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah atau dengan kata lain DAU yang diterima lebih menentukan pengeluaran
belanja daerah daripada PAD yang juga diterima pada periode sebelumnya.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka penguatan terhadap masalah yang dihadapi yaitu: Pertama, dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Kedua, pendapatan asli daerah
berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Ketiga, PAD dan DAU secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Belanja Daerah. E. Kerangka Berfikir
Uma Sekaran dalam Sugiyono (2013:91) mengemukakan bahwa,
kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan beberapa faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting.
1. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah
Dana Alokasi Umum menurut Rachmat (2010:118) adalah dana
yang menghimpun seluruh pendanaan pemerintah yang alokasinya diperuntukkan membiayai seluruh kegiatan umum. Dana alokasi umum
harus diselenggarakan secara terus menerus dari tahun ke tahun, tanpa terputus, karena dana ini merupakan sumber dana yang menyokong kegiatan pemerintahan, dan jika terputus otomatis kegiatan
pendapatan daerah yang nantinya akan digunakan untuk penggunaan belanja daerah.
Penetapan belanja yang penuh optimis pada akhirnya tidak mampu diimbangi oleh realisasi pendapatan, maka hal ini akan menambah
defisit anggaran yang cukup besar. Penetapan rancangan anggaran defisit sebenarnya bukan langkah yang salah, namun apabila kebijkan anggaran tidak dipahami maka defisit anggaran tersebut tidak sesuai
dengan arah dan sasaran yang akan dicapai Pemerintah Daerah melalui kebijakan anggaran defisit karena pada hakekatnya kebijakan anggaran
dapat digunakan untuk mempengaruhi percepatan penghasilan daerah. Hal ini sejalan dengan penelitian Berlian Nur Awaniz (2011) dengan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel
dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Hasil uji hipotesis juga membuktikan bahwa
adanya pengaruh signifikan.
2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96)
merupakan sumber ekonomi yang diperoleh dari semua yang dihasilkan daerah tersebut. Pengelolaan penerimaan pendapatan daerah
berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber penerimaan
Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang
sah. Pendapatan Asli Daerah juga merupakan unsur dari pendapatan daerah yang nantinya akan digunakan untuk penggunaan belanja daerah.
Kemandirian untuk mengatur dan mengurus daerah sangat penting dengan tujuan dapat meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, memudahkan masyarakat dalam memantau dan mengontrol
penggunaan dana, menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Maka melalui kemandirian tersebut
diharapkan Pemerintah Daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah dan pembangunan. Oleh karena itu, intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek
pendapatan sangat diperlukan melalui pemanfaatan teknologi informasi yang memadai. Dukungan dari teknologi informasi dapat meminimalkan
permasalahan pada sistem pemungutan pajak melalui optimalisasi pungutan pajak dan retribusi daerah. Memberikan kewenangan perpajakan dan retribusi yang lebih besar kepada daerah pada masa
mendatang (Sidik, 2002:8).
Hal ini sejalan dengan penelitian Berlian Nur Awaniz (2011)
dengan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah mempunyai pengaruh baik secara parsial maupun bersamaan terhadap Belanja Daerah . Hasil uji hipotesis juga
3. Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah
terhadap Belanja Daerah
Dana Alokasi Umum menurut Bastian (2006:279) harus diselenggarakan secara terus menerus dari tahun ke tahun, tanpa
terputus, karena dana ini merupakan sumber dana yang menyokong kegiatan pemerintahan, dan jika terputus otomatis kegiatan pemerintahan akan ikut terhenti. Menurut Mahmudi (2010:18)
menyatakan bahwa semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk
menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah. Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah saling berkaitan, dimana besar kecilnya Dana Alokasi
Umum salah satunya ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut yang berarti semakin besar kemampuan daerah yang dimiliki meningkatkan
jumlah pendapatan asli daerah tersebut, dengan demikian maka dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri. Hal ini maka Pendapatan Asli Daerah yang semakin besar akan mempengaruhi semakin kecil Dana
Alokasi Umum yang diterima oleh pemerintah daerah, dan begitu juga sebaliknya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Diah Ayu Kusumadewi dan Arief
Rahman (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Flypaper Effect
pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
hasil analisis dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah. Hal ini
maka pengaruh DAU terhadap Belanja Daerah lebih besar dibandingkan dengan pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah.
Kerangka berfikir penelitian dapat digambarkan model hipotetis seperti berikut ini:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir
Keterangan :
Variabel Dependen diberi notasi Y Variabel Independen diberi notasi X X1 : Dana Alokasi Umum
X2 : Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
PAD yang Sah)
Y : Belanja Daerah (Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung) : Pengaruh variabel X terhadap Y
Y
(Belanja Daerah) X1
(Dana Alokasi Umum)
X2
Kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa dana alokasi umum yang berasal dari pemerintah pusat yang kemudian dialokasikan kepada
pemerintah daerah akan mempengaruhi belanja daerah selain itu juga pendapatan asli daerah yang merupakan sumber pendapatan yang berasal dari
daerah sendiri akan mempengaruhi belanja daerah. Maka dengan demikian semakin besar dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah akan mampu membiayai belanja daerah.
F. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2015:96), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan penelitian yang relevan yang telah dibahas
sebelumnya maka dapat dikemukakan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh signifikan antara Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
2. Terdapat pengaruh signifikan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
3. Terdapat pengaruh signifikan antara Dana Alokasi Umum dan