• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arus globalisasi yang diikuti oleh perkembangan ekonomi, imu pengetahuan dan teknologi menimbulkan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif pesatnya perkembangan antara lain terciptanya berbagai macam produk yang berkualitas dan berteknologi, terbukanya informasi yang diperoleh melalui satelit dan meningkatnya krisis nilai moral di masyarakat yang berpotensi meningkatnya jumlah orang melawan hukum pidana berbagai bentuk.1

Sejak dahulu sampai sekarang, permasalahan pidana telah menyerap banyak energi para anak bangsa untuk membangun rekonstruksi sosial. Peningkatan aktivitas kriminal dalam berbagi bentuk menuntut kerja keras dalam membangun pemikiran-pemikiran baru mengenai arah kebijakan . Proses sosial di kota-kota besar mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial yang ditimbulkan karena berbagai masalah urbanisasi, industrialitasi kemajuan teknologi yang mengakibatkan adanya mobilitas horizontal dan vertikal yang tinggi, sedangkan kesemuanya itu akan memmpertemukan manusia manusia dari berbagai masyarakat, suku, dan bangsa.Masing-masing dengan membawa ikatan norma-norma / nilai-nilai hidup yang saling berbeda atau bertentangan satu sama lain. Suasana ini selain menimbulkan culture conflict, juga bisa menimbulkan suasana samarpola (dubicus patters of life) dimana orang karena banyaknya norma dan nilai hidup yang sekaligus berlaku di suatu tempat, menjadi bingung,

1

(2)

sehingga berpegangan kepada norma dan nilai hidup mana yang akhirnya pola hidup menjadi samar-samar2

Maka usaha adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi dapat menyebabkan banyak kebimbangan, kebingungan, kecemasan dan konflik, baik konflik eksternal yang terbuka, maupun internal yang ada dalam batin sendiri tersembunyi dan tertutup sifatnya. Dampaknya, orang lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat semau sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi, kemudia mengganggu dan merugikan orang lain.

Hal-hal tersebut menimbulkan tingginya angka tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anak dalam suatu interaksi sosial. Hal ini didukung oleh beberapa teori teori yang ada dalam kajian ilmu kriminologi dimana kejahatan yang dilakukan berpusat dari pengaruh kelompok atau kebudayaan yaitu kejahatan sebagai tingkah laku yang dipelajari secara normal karena mencerminkan sesuatu dari kepribadiannya dan kecakapan-kecakapnnya namun berlawanan dengan hukum dan bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat.

Seiring dengan tingkat kemajuan dan peradaban kehidupan manusia menimbulkan berbagai ragam bentuk tindak pidana atau kejahatan baru maupun perkembangannya pada hal tersebut.Perubahan ini juga menjadikan anak sebagai

2

(3)

salah satu subjek yang dapat melakukan sesuatu ditentang oleh nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Salah satu tindak pidana yang dilakukan dalam masyarakat adalah pencurian.pencurian masuk dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai kejahatan. Tindak pidana pencurian ini dikualifikasikan dari pencurian biasa, ringan, pemberatan bahkan dengan kekerasan

Motivasi anak dalam melakukan pencurian itu sendiri sudah beragam mulai dari permasalahan ekonomi, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kurangnya pengawasan orang tua dan pergaulan dari lingkungan anak sendiri. Fenomena tindak pidana pencurian ini pun sudah ada sejak dahulu sampai sekarang baik di tingkat penduduk di pedesaan maupun perkotaan.

Salah satu kejahatan yang sering dilakukan oleh anak dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yaitu pencurian yang sesuai dengan pasal 363 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana meliputi melakukan tindak pidana pencurian pada saat waktu malam di rumah atau perkarangan tertutup, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih, dan mengambil barang yang diambilnya dengan jalan membongkar,memecah, memanjat dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu.

Contoh nyata Anak melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dilihat dari berita sebagai berikut :3

Usianya baru 13 tahun, ES, warga Desa Tangkilsari Kecamatan Tajinan, tapi sudah berani melakukan pencurian. Dia ditangkap Unit Perlindungan

3

(4)

Perempuan dan Anak (UPPA) Satrekrim Polres Malang di rumahnya kemarin, karena terbukti melakukan di rumah tetangganya bernama mashudi yang berusia 35 tahun.

Kanit UPPA Satrezkrim Polres Malang Iptu Sutyo SH Mhum, kepada Malang Post mengatakan bahwa tersangka ES ditangkap dari hasil pengembangan terhadap tersangka Rizki, yang sebelumnya sudah tertangkap terlebih dahulu.

Dijelaskannya, aksi pencurian tersebut dilakukannya pada pertengahan bulan Februari yang lalu. Ide pencurian itu berasal dari temannya bernama Rizki, 19 tahun, warga Desa Jatisari, Kecamatan Tajinan. Keduanya melakukan pencurian pada malam hari, saat penghuni rumah tersebut sedang tidur terlelap. Modus yang dilakukan, yakni mencongkel jendela samping rumah korban dengan menggunakan obeng.

Kanit UPPA Satrezkrim Polres Malang Iptu Sutyo SH Mhum mengatakan bahwa tersangka ES merupakan orang yang menjadi eksekutor sedangkan tersangka Rizki mengawasi kejauhan,

(5)

Kasus ini dapat terungkap, saat ada salah seorang warga yang memergoki mereka keluar dari halaman rumah tersebut. Hal itu diketahui, saat petugas mengumpulkan keterangan dari warga sekitar, setelah identitas tersangka diketahui, kemudian petugas menangkap Rizki di rumahnya

Rizki yang ditangkap, ikut mencatat nama ES.Sementara itu, ES di hadapan penyidik yang memeriksannya, mengaku hanya dapat bagian Rp 400.000. ES mengatakan bahwa Kedua barang curian itu, mereka jual dengan harga Rp.1000.000, Rizki mendapatkan Rp 600.000. sedangkan ia mendapatkan Rp 400.000.

Uang tersebut digunakan keduanya untuk menyewa vila di Songgoriti Kota Batu. Kemudian, sebagian uangnya diberikan makanan dan rokok. Tersangka menyatakan bahwa mereka hanya bermaksud untuk menyewa vila di Songgoriti dan membeli rokok, untuk pesta minuman keras dan pesta seks

Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik,emosional sosial dan intelektualnya. Bila kesemuanya ini berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya (mentally health). Pengertian yang cukup mengenai fase fase perkembangan manusia pada umumnya merupakan hal yang sangat penting untuk dapat membantu anak dalam mengembangkan dirinya agar dapat mencapai perkembangan yang harmonis dan optimal4

Keberadaan anak sebagai pelaku kejahatan yang melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan di Indonesia saat ini merambah dalam segi-segi

4

(6)

kriminal yang secara yuridis formal menyalahi ketentuan ketentuan yang termuat di dalam Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) atau perundang-undangan pidana diluar KUHP. Kondisi ini jauh lebih rumit daripada sekedar kondisi destruktif falam perspektif norma-norma sosial dan susila.

Maraknya pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak pasti memiliki alasan-alasan yang menyebabkan ia menjadi pelaku kejahatan padahal Indonesia yang merupakan negara menjunjung nilai-nilai dan norma sebagai negara hukum sudah sepatutnya dapat mengurangi peluang tindak pidana yang dilakukan oleh anak karena anak bukan tanggung jawab orang tua dan keluarga semata tetapi juga merupakan tanggung jawab negara.

Anak merupakan salah satu asset pembangunan nasional, patut dipertimbangkan dan diperhitungkan dari segi kualitas dan masa depannya. Tanpa kualitas yang handal dan masa depan yang jelas bagi anak, pembangunan nasional akan sulit dilaksanakan dan nasib bangsa akan sulit pula dibayangkan5

Berdasarkan uraian-uraian latar belakang diatas maka timbul ketertarikan penulis untuk meniliti lebih lanjut tentang penulisan ini dan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana

Pencuiran Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku

Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Medan No. 21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

5

(7)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu:

1. Bagaimana Pengaturan Pencurian Dengan Pemberatan Dalam Sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?

2. Bagaimana Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan?

3. Bagaimana Penerapan Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilalukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Berdasarkan Studi Putusan Pengadilaan Negeri Medan No. 21/ Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn?

C. Keaslian Penulisan

Penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta - fakta yang akurat dan dari sumber yang terpercaya dalam hal penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Dalam menyusun skripsi ini pada prinsipnya penulis membuatnya dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik dari literatur yang diperoleh penulis dari perpustakaan dan medi massa baik cetak maupun media elektronik yang akhirnya penulis tuangkan dalam skripsi ini. Kemudian setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), maka judul mengenai “Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang

(8)

Kriminologis Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 21

/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn” belum ada yang mengangkatnya, atas dasar itu penulis

dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini.

D. Tujuan Penulisan

Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas. Tujuan penelitian ini adalah memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penilitian. Adapun tujuan yang ingin hendak dicapai oleh penulis dalam penilitian ini sebagai berikut :

1) Tujuan Praktis

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pencurian dengan pemberatan dan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan.

c. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilalukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan berdasarkan studi putusan pengadilan negeri medan No. 21/ Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn? 2) Tujuan Teoritis

a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

lapangan hukum, khususnya bidang hukum pidana yang sangat berarti bagi penulis.

c. Untuk memberikan gambaran dan membangun pemikiran bagi ilmu hukum. E. Manfaat Penulisan

1) Manfaat Secara Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan digunakan sebagai penambahan ilmu pengetahuan dari segi hukum dan kriminologi, dalam rangka membahas anak yang seharusnya tidak pantas dalam melakukan perbuatan tindak pidana pencurian dengan pemberatan, mengingat seharusnya di usia muda dapat menjadi generasi penerus bangsa. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada dunia pendidikan ilmu hukum Indonesia bahwa anak sewaktu-waktu dapat berperilaku diluar batas kewajaran dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya baik itu datang dari luar dirinya maupun dari dalam dirinya. Hasil penulisan ini juga sebagai sumbangan pemikiran kepada pemerintah agar dapat memberikan bantuan kepada anak-anak untuk dapat memperoleh pendidikan.penulisan ini juga merupakan sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2) Manfaat Secara Praktis

(10)

masuk ke dalam instansi penegak hukum maupun untuk praktisi hukum yang senantiasa.

Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan member masukan serta tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan.

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “straafbaar feit”, di

dalam Kitab Undang –Undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai

apa sebenarnnya yang dimaksud dengan straafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut :6

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikarenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang undang tindak pidana"

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidan, di mana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif ( tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum)

Unsur-unsur tindak pidana yaitu :7

6

Prasetyo Teguh. 2010. Hukum Pidana (edisi revisi). Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, halaman.47

7Ibid,

(11)

a) Unsur objektif.

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keaadaan yaitu dalam keadaan-keadaan dimana tindakn-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari :

1. Sifat melanggar hukum 2. Kualitas dari si pelaku. 3. Kausalitas

b) Unsur subyektif.

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari :

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa) 2. Maksud pada suatu percobaan

3. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan pencurian,penipuan dan sebagainya.

4. Merencanakan terlebih dahulu,yaitu seperti tercantum dalam pasal 340 KUHP 5. Perasaan takut seperti di dalam pasal 308 KUHP

Dalam KUHP kita yang berlaku sekarang ini, jenis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pengadilan (hakim) terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 10, di bagi dalam dua jenis yaitu, hukuman pokok dan hukuman tambahan :8

a. Hukuman Pokok

8

(12)

1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukam kurungan 4. Hukuman denda b. Hukuman tambahan

1. Pencabutan beberapa hak tertentu 2.Perampasan barang-barang tertentu 3.Pengumuman

Ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap kekayaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya yaitu tindak pidana pencurian diatur di Buku II dalam BAB XXII memiliki kualifikasi tentang tindak pidana pencurian yaitu :

a) Pencurian biasa

Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama -lamanya lima tahun atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486)9

b) Pencurian Dengan Pemberatan

Pengaturan hukum tentang pencurian dengan pemberatan dapat dilihat dalam pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :

9

(13)

(1) hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :10 1.Pencurian hewan (K.U.H.P.101)

2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, letusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau kesengsaraan di masa perang.

3. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauan orang yang berhak (yang punya). (K.U.H.P. 98, 167, 365)

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (K.U.H.P. 364)

5. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal yang tersebut dalam No. 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun.

c) Pencurian Ringan

Pasal 364 menamakan pencurian ringan bagi suatu pencurian biasa, atau yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau disertai hal-hal tersebut dalam pasal 363 nomor 5, apabila tidak dilakukan dalam suatu rumah

10Ibid,

(14)

kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, dan lagi apabila barang yang dicuri berharga tidak lebih dari dua puluh lima rupiah; dan hukumannya hanya maksimal tiga bulan penjara atau denda enam puluh rupiah11 d) Pencurian Dengan Kekerasan

Pengaturan hukum pencurian dengan kekerasan dapat dilihat dari pasal 365 KUHP yaitu :12

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun dihukum pencurian yang didahului kekerasan terhadap orang lain, dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau si pencuri jika tertangkap basah, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya.

(2) Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan :13

ke-1: Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

ke-2: Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama; ke-3: Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu

dengan jalan membongkar atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

11

Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama, halaman.26.

12Ibid,

halaman.20. 13Ibid,

(15)

ke-4: Jika perbuatan itu berakibat luka berat;

(3) Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat matinya orang.

(4) Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamnya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati, dan lagi perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, dan lagi pula diseertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor 1 dan nomor 2.

e) Pencurian Dalam Kalangan Keluarga

Pengaturan tentang pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam pasal 367, yaitu :14

(1) Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (istri) orang yang kena kejahatan itu, yang tidak, bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai hasrat benda, maka pembuat, atau pembantu itu tak dapat dituntut hukuman.

(2) Jika suaminya (istrinya) yang sudah diceraikan meja makan tempat tidur, atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat, dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

14

(16)

(3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapa dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu (K.U.H.P. 55s, 72s, 9, 370, 376, 394, 404, 141)

2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak Pidana

Pencurian Dengan Pemberatan.

Berdasarkan Kamus Bahasa Besar Indonesia (KBBI), anak adalah keturunan kedua. Dalam konsideran Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat dan martabat sebagai manusia utuhnya.15

Apa yang dimaksud tentang anak? Batasan tentang anak sangat penting dilakukan untuk melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan tearah, semata-mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tanguh dan dapat menghadapi segala tantangan dunia. Dalam kaitan itu, pengaturan tentang batasan anak dapat dilihat pada :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

KUHP tidak merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat dijumpai antara lain dalam beberapa pasal yaitu :

1) Pasal 72 berbunyi :16

(1) Jika kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dilakukan pada orang yang umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum

15

M. Nasir DJamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta : Sinar Grafika, halaman.8.

16

(17)

dewasa, atau kepada orang yang dibawah penilikan (curetele) orang bukan dari sebab keborosan, maka selama dalam keadaan-keadaan itu, yang berhak mengadu ialah wakilnya yang sah dalam perkara sipil.

(2) Jika tidak ada wakil, atau dia sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan boleh dilakukan atas pengaduan wali yang mengawasi atau curator (penilik) atau majelis yang menjalankan kewajiban wali pengawas atau yang menjalankan kewajiban curator itu, atas pengaduan istri, seorang kaum keluarga dalam turunan yang lurus, atau kalau tidak ada atas pengaduan kaum keluarga dalam turunan yang menyimpang sampai derajat ketiga.

2) Pasal 283 yang memberi batasan 17 tahun, yaitu:17

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 9.000,- dihukum barangsiapa menawarkan, menyerahkan buat selama-lamanya atau buat sementara waktu, menyampaikan di tangan atau mempertunjukkan kepada orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuina bahwa orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan, gambar, atau sesuatu barang yang menyinggung perasaan kesopanan, atau sesuatu cara dipergunakan untuk mencegah kehamilan, jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar, barang dan cara itu diketahuinya.

17Ibid

(18)

(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barangsiapa di hadapan serorang yang belum dewasa seperti yang tersebut dalam ayat diatas memperdengarkan isi surat (tulisan) yang melanggar perasaan kesopanan. (3) Dengan hukuman penjara lamanya 4 bulan atau kurangan

selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.9000,- dihukum barangsiapa menawarkan, menyerahkan buat selama-lamanya atau sementara waktu, menyampaikan di tangan atau memperlihatkan kepada orang yang belum dewasa sebagai tersebut dalam ayat pertama, isi surat yang menyinggung perasaan kesopanan, jika ia ada alasan yang cukup untuk menyangka, bahwa Tulsan, gambar, atau barang itu melanggar perasaan kesopanan atau cara itu ialah cara untuk mencegah kehamilan b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-undang ini tidak secara eksplisit mengatur tentang batas usia pengertian anak, namun dalam pasal 153 ayat 5 menyatakan bahwa memberi wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai usia 17 tahun untuk menghadiri sidang.18

c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak , maka anak adalah belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.19

d) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

18Ibid,

(19)

Dalam pasal 1 sub 5 dinyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah umur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.20 e) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Dalam pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak didalam kandungan.21 f) Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Menurut ketentuan pasal 1 angka 2 bahwa anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.22

Proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi tiga fase, yaitu :23

1. Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 (tujuh) tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, pengembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan kehidupan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, maka kritis (trozalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.

20Ibid ,

halaman.7. 21Ibid

22

Republik Indonesia. Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak.Bab I.Ketentuan Umum. Pasal 1.

23

(20)

2. Fase kedua adalah dimulai pada usia 7 sampai 14 tahun disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolngkan ke dalam 2 periode, yaitu :

a) Masa anak sekolah dasar mulai dari usia 7–12 tahun adalah periode intelektual.

Periode intelektual ini adalah masa belajar awal dimulai dengan memasui masyarakat di luar keluarga, yaitu lingkungan sekolah kemudian teori pengamatan anak dan hidupnya perasaan, kemauan serta kemampuan anak dalam berbagai macam potensi, namun masih bersifat tersimpan atau masa latensi (masa tersembunyi)

b) Masa remaja/pra-pubertas atau pubertas awal yang dikenal dengan sebutan periode pueral.

Pada periode ini, terdapat kematangan fungsi jasmaniah ditandai dengan berkmebangnya tenaga fisik yang melimpah-limpah yang menyebaban tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, brandal, kurang sopan, liar dan lain-lain.

c) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertas dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung danmasa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Masa remaja pubertas bisa dibagi dalam 4 (empat) fase yaitu : 1.Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueral/pra-pubertas.

(21)

3.Masa pubertas sebenernya, mulai kurang lebih 14 tahun. Masa pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih awal dari masa pubertas laki-laki

4.Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17 tahun sampai sekitar 19 hingga 21 tahun.

Juvenile delinquency ialah perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah-laku yang menyimpang.Juvenile berasal dari bahasa latin juvenlis artinya anak-anak,anak muda,cirri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Delinquent berasal dari kata latin “delinquere” yang berarti : terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas

artinya menjadi jahat,a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki, durjana, dursila, dan lain-lain. Deliquency itu selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda dibawah usia 22 tahun.24

Dalam pendekatan psikologis,menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegnsia, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi,rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecendurangan psikopatologis, dan lain-lain.25

24

Dr.Kartini Kartono. 2002. Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja.Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, halaman.6.

25Ibid ,

(22)

Pendekatan sosiologis, para sosiologis berpendapat tingkah-laku delinkuen pada anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembaga-lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan pendefinisian-diri atau konsep dirinya. Dalam proses penentuan konsep-diri tadi, yang penting ialah simbolasi diri atau ”penamaan diri” disebut pula sebagai pendefinisian-diri atau

peranan-diri. Proses simbolasi diri pada umumnya berlangsung tidak sadar dan berangsur-angsur, untuk kemudian menjadi bentuk kebiasaan jahat delinkuen pada diri anak. Semua berlangsung sejak usia sangat muda, mulai di tengah keluarga sendiri yang berantakan, sampa pada masa remaja dan masa dewasa di tengah masyarakat ramai, berlangsunglah kini pembentukan pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum yang progresif sifatnya, kemudian dirasionalisasikan dan dibenarkan sendiri oleh anak lewat mekanisme negatif dan proses pembiasaan diri.26

Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang diantaranya :

a) Faktor Internal

Yaitu faktor yang berasal bathin dari anak itu sendiri dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

26Ibid ,

(23)

b) Faktor Eksternal

Yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan seperti keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pengaruh massa dan lain-lain.

Maka dari itu,pembahasan selanjutnya mengenai faktor-faktor mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.

3. Penerapan Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam

Perspektif Kriminologis.

Menurut E.Utrecht hukum adalah dihimpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah itu.

(24)

tidak mempunai kesalahan dan orang yang tidak mempunyai kesalahan tidak mungkin dipidana.27

J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastriparnoto mengungkapkan bahwa hukum adalah peraturan-peraturan bersifat memaksa yang dibuat oleh badan-badan resmi, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan hukuman.28

Hukum pidana atau the Criminal Law sering disebut sebagai hukum kriminil, karena memang persoalan yang dibicarakan dan yang diaturnya mengenai kejahatan-kejahatan dan hal-hal yang bersangkut paut dengan kejahatan perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian hukum pidana menurut Prof. Moeljatno, S.H. adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :29

1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

27

I Made Widnyana.2010. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : PT Fikahati Aneska, halaman.75.

28

Chainur Arrasjid. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.halaman.21. 29

(25)

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidan, di mana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif ( tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

Pengertian kebijakan kriminal atau politik kriminal (criminal policy) merupakan usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Menurut Sudarto :30

1. Dalam arti sempit, mempunyai arti keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.

2. Dalam arti luas, mempunyai pengertian keseluruahan fungsi dari aparat penegak hukum, termasuk di dalamnya cara bekerja dari pengadilan dan polisi.

3. Dalam arti yang paling luas, mempunyai arti keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dari masyarakat.

Kebijakan dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk dala kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal tidak terlepas dari kebijakan sosial (social policy) yang terdiri kebijakan/upaya untuk kesejahteraan sosial (social-welfare policy) dan kebijakan/upaya untuk

30

Widiada Gunakaya dan Petrus Irianto. 2012. Kebijakan Kriminal Penanggulangan

(26)

perlindungan masyarakat (soial-defence policy), dilihat dari sudut politik kriminal.31

Kebijakan paling strategis adalah melalui sarana non-penal karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan penal sebagai sarana kebijakan kriminal, yaitu :32

1. Sebab-sebab yang demikian kompleks berada di jangkauan hukum pidana. 2. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub-sistem) dari sarana kontrol

sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusian dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio-psikologis, sosio-politik, sosio-kutural, dsb).

3. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan “kurieren am symptom”, oleh karena itu hanya merupakan “pengobatan

simptomatik” dan pengobatan kausatif.

4. Sanski hukum pidana merupakan “remidium” yang mengandung sifat kontradiktif/paoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif.

5. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan indvidu/personal, tidak bersifat struktural/fungsional.

6. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif.

7. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan saran pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi.

31

Ibid, halaman.22.

32

(27)

Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) setelah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat prventif (pencegahan/penangkalan) sebelum kejahatan terjadi.33

Di dalam sistem peradilan pidana anak memiliki kekhususan dalam melakukan penerapan hukum akibat tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan yaitu ada 2 (dua) sanksi yang diberikan ialah pidana dan tindakan serta batasan umur anak yang berkonflik dengan hukum.

Pembahasan penerapan kebijakan hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilalukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan dalam perspektif kriminologi berdasarkan studi putusan Pengadilaan Negeri Medan No. 21/ Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn akan dibahas di bab selanjutnya.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada :34

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum. b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

33

Ibid, halaman.23.

34

(28)

c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum. d. Penelitian terhadap sejarah hukum. e. Penelitian terhadap perbandingan hukum.

Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.

3. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel

Lokasi penelitian penulis dalam menyusun skripsi ini adalah Pengadilan Negeri Medan.

4. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan, yaitu menelaah bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan dalam perpektif kriminologis.

5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

(29)

diperoleh penulis dari internet yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan dalam perspektif kriminologis.

6. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu dengan menganalisis melalui data lalu diorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

D. Guru menugaskan siswa untuk menilai hasil analisis dokumen tahap pra-produksi dengan menggunakan format penilaian yang sudah ada dengan jujur dan bertanggungjawab.. E. Siswa

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri,

Dapat dilakukan penelitian spesifik pada tiap komponen teknologi, atau pada komponen teknologi yang mempunyai gap terendah atau nilai intensintas kontribusi terbesar, untuk

Walaupun nilai ekspor udang berfluktuasi selama beberapa tahun belakangan, angkanya tetap berkisar di USD 1 miliar pada titik puncak. Fluktuasi pada ekspor

Kementerian Desa PDTT Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Ditjen Pembangunan Kawasaan Perdesaan (PKP) Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT)

Παραδοσιακή φορεσιά της Aίγινας (Λαογραφικ Mουσείο). Λαογραφικ και Iστορικ Mουσείο και «Kαποδιστριακή» Bιβλιοθήκη Δύο κτίρια που συγκεντρώνουν

Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Melanie, 2013) yang berjudul “Pemanfaatan Pati Biji Durian ( Durio zibethinus Murr. ) Dalam Pembuatan Bioplastik ” pembuatan plastik