• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Dengan Return On Training Investment (ROTI) Di PT Perkebunan Nusantara IV Medan Chapter III VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Dengan Return On Training Investment (ROTI) Di PT Perkebunan Nusantara IV Medan Chapter III VII"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Model Konseptual

Kerangka konseptual atau kerangka teoritis merupakan fondasi di mana

seluruh proyek penelitian didasarkan. Kerangka teoritis adalah jaringan asosiasi

yang disusun, dijelaskan dan dielaborasi secara logis antar variabel yang dianggap

relevan pada situasi masalah dan diidentifikasi melalui proses seperti wawancara,

pengamatan, dan studi literatur (Sekaran, 2007). Berdasarkan kajian literatur

sebagaimana telah diuraikan pada Bab II, nilai ROTI di pengaruhi oleh besarnya

manfaat pelatihan dan biaya program pelatihan.Berdasarkan hal tersebutkerangka

konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1.Kerangka Konseptual

Konversi data Monetary

Values

Isolasi Pengaruh

Training

Cost of Training Net Benefit Of

Training

Rate of Training Investment

(2)

3.2 Kerangka Penelitian

a. Pada penelitian ini secara garis besar terbagi dua yang mempengaruhi

perhitungan ROTI yaitu:

- Net Benefits of Training), merupakan keuntungan bersih yang diperoleh dari hasil penerapan pelatihan setelah memperhitungkan faktor isolasi

yang telah diperhitungkan pada tahap sebelumnya dikurangi dengan

realisasi biaya ( cost of training ) pelatihan yang dikeluarkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Net Benefits of Training yaitu: benefit of training, Isolasi Pengaruh Training, Konversi data kenilai rupiah

yang berbentuk nyata (tangible) yaitu: meningkatnya kualitas pekerjaan dan produktivitas kerja eks-peserta pelatihanyang langsung dapat

dikonversi ke nilai uang dalam hal ini adalah nilai dari setiap unit produk

dan peningkatan kinerja yang terjadi sehingga dapat di nilai .

- Cost of Training, yaitu totalitas biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaran pelatihan.

b. Dalam hal ini nilai Return OnTraining Investment( ROTI ) dalam satuan

(3)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan evaluasi

pelatihan ini adalah studi deskriptif (descriptive study). Studi deskriptif dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel

yang diteliti dalam suatu situasi (Sekaran, 2007). Menurut Sukaria

Sinulingga(2013)Tujuan dari penelitian Studi Deskriptif (Deskristive Study)

untuk mendapatkan profil atau aspek aspek yang relevan dari fenomena yang

menarik dari suatu organisasi atau kelompok tertentu. Dengan kata lain Studi

deskristif dilakukan dengan maksud menghasilkan data dan informasi yang

berguna untuk :

1. Memberikan pemahaman tentang karakteristik karyawan atau kelompok

karyawan tertentu dalam situasi tertentu.

2. Mnggunakan hasil penelitian untuk pengambilan keputusan yang tepat

sehubungan dengan karakteristik tertentu yang ditemui baik yang

menguntungkan ataupun merugikan perusahaan.

3. Membuka peluang munculnya ide –ide baru pada pimpinan pada pimpinan tentang pemberdayaan karyawan.

4.2 Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan pada kantor pusat PT Perkebunan Nusantara IV ,

penelitian diperkirakan akan memerlukan waktu selama delapan minggu sejak

usulan penelitian ini disetujui. Jadwal kegiatan penelitian sebagaimana disajikan

(4)

Tabel 4.1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Aktivitas Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kolokium geladikarya

2 Pengumpulan data

3 Analisis data

4 Penulisan geladikarya

5 Kolokium perusahaan

6 Sidang

4.3 Tahapan Penelitian

Untuk menyelesaikan permasalahan sebagaimana telah dikemukakan pada

Bab 1, tahapan yang dilakukan secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4.3.1 Tahap Pengumpulan Data

Data yang digunakan merupakan data yang dikumpulkan setelah program

pelatihan dilakukan dan para eks‐peserta setelah kembali ke tempat kerjanya

semula, agar terdapat kesempatan yang cukup bagi mereka untuk menerapkan

pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya selama pelatihan.

Menurut Phillips (2002), tahap pengumpulan data ini merupakan salah satu

tahap terpenting dari seluruh rangkaian proses karena apabila tidak dilakukan

dengan baik maka tidak mungkin mencapai hasil yang diharapkan. Tahap ini juga

merupakan kegiatan yang paling banyak menyita waktu dibandingkan dengan

kegiatan‐kegiatan lainnya. Phillips juga mengatakan bahwa pemilihan metode

yang tepat dalam tahap pengumpulan data ini ditentukan oleh beberapa faktor,

antara lain jenis pelatihan, kesediaan eks‐peserta untuk bekerjasama,

kendala‐kendala yang ada dalam organisasi/ perusahaan, ketersediaan data, biaya

dan waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data, serta keakuratan data itu

(5)

Berdasarkan pertimbangan tersebut metode pengumpulan data

menggunakan kuesioner (lampiran-1). Kuesioner merupakan salah satu metode

yang paling sering dipakai dan dapat diterapkan dalam evaluasi perilaku

(behavior) dan hasil (result) pelatihan (Tupamahu dan Soetjipto< 2005).

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari para eks‐peserta pelatihan,

dengan pertimbangan antara lain:

a. Jenis pelatihanyang memungkinkan untuk dilakukan pengumpulan data

menggunakan kuesioner, dalam hal ini pelatihan yang menjadi fokus

penelitian adalah pelatihan operator pesawat boiler.

b. Keterbatasan waktu dan biaya, khususnya mengingat distribusi eks‐peserta

yang berasal dari unit-unit kerja yang menyebar diberbagai kebun,

c. Dimungkinkan untuk mencapai tingkat partisipasi yang relatif tinggi dari para

eks‐peserta pelatihan dengan memanfaatkan sistem birokrasi yang ada di PT

Perkebunan IV (Persero).

Kuesioner dikirimkan kepada eks-peserta pelatihan (participant) sebagai sumber data yang dianggap paling berkompeten. Philips (2002), mengatakan

bahwa eks peserta (participant) merupakan sumber data yang paling sering diigunakan dan bahwa mereka memang berada pada posisi yang memungkinkan

untuk memberikan data yang lengkap. Menurut Philips (2002), participant

merupakan sumber data yang sangat credible karena pada dasarnya mereka

merupakan orang yang memang mengalami sendiri perubahan akibat pelatihan

dan juga merupakan orang yang paling mengetahui proses kerja serta pencapaian

kinerja yang dihasilkan setelah mengikuti pelatihan tersebut.

4.3.2 Tahap Isolasi Pengaruh Pelatihan

Kenyataan bahwa kegiatan pendidikan dan pelatihan akan memberikan

dampak/pengaruh terhadap perubahan kinerja seseorang merupakan hal yang

tidak terbantahkan. Pertanyaannya adalah: apakah perubahan kinerja yang terjadi

pada seseorang melulu hanya disebabkan oleh keikutsertaannya dalam suatu

(6)

melakukan isolasi dampak pelatihan dari faktor‐faktor pengaruh lainnya? Pada

penelitian ini untuk mengisolasi pengaruh pelatihan dari dari faktor lainnya

menggunakan Langevin Learning Services (2001) yang meliputi faktor knowledge

and skill, capacity, measurement, feedback, conditions, incentives. Setiap eks‐peserta diminta untuk memperkirakan/memberikan estimasi persentase dari

setiap faktor tersebut terhadap perubahan atau peningkatan kinerja yang

dialaminya setelah mengikuti pelatihan. Dalam penelitian perkiraan perubahan

meliputi tiga kompetensi utama yaitu: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap peserta (attitudes).

4.3.3 Tahap Konversi Data Menjadi Monetary Values

Mengkonversi data business results menjadi monetary values pada

dasarnya merupakan tahap awal untuk mengekspresikan dampak pelatihandalam ukuran finansial.Phillips (2002) membedakan business results dalam dua kategori

data, yaitu hard data dan soft data. Hard data merupakan

pengukuran‐pengukuran kinerja usaha yang umum digunakan serta memiliki

obyektivitas yang tinggi dan relatif lebih mudah diukur. Menurutnya, contoh hard

data antara lain output yang dihasilkan, tingkat penjualan, biaya, atau waktu kerja yang digunakan. Sementara itu, soft data lebih subyektif, sukar untuk

dikuantifisir, dan memiliki tingkat kepercayaan yang lebih rendah dibandingkan dengan hard data. Contoh soft data antara lain tingkat kepuasan kerja, loyalitas

pegawai, tingkat kehadiran pegawai, complaint nasabah, dan lain‐lain.

Lebih jauh lagi, Phillips (2002) juga mengemukakan 4 (empat) langkah konversi

data, sebagai berikut:

Langkah 1: Menentukan ukuran kinerja yang dipengaruhi oleh program training.

Langkah 2: Menentukan nilai dari setiap unit ukuran tersebut (V).

Langkah 3: Menentukan peningkatan/perubahan kinerja yang terjadi (ΔP).

Langkah 4: Menghitung nilai peningkatan kinerja (V x ΔP).

(7)

Phillips (2002) mengidentifikasi 6 (enam) kategori biaya dalam

penyelenggaraan suatu training, yaitu:

a. Needs assessment: biaya ini tidak selalu diperhitungkan karena hanya timbul apabila memang program training didahului dengan kegiatan needs assessment yang membutuhkan biaya yang signifikan.

b. Design and development: biaya ini dikeluarkan dalam rangka mendesain dan membangun program training yang biasanya diperhitungkan secara prorata selama satu atau dua tahun, kecuali apabila program training tersebut diperkirakan tidak akan berubah dalam jangka waktu lama.

c. Acquisition: biaya ini dikeluarkan apabila program training dibeli dari pihak ketiga, meliputi antara lain pembelian materi, lisensi, biaya sertifikasi, serta

biaya‐biaya lain yang terkait dengan hak untuk menyelenggarakan training

tersebut.

d. Delivery: komponen biaya ini merupakan yang terbesar dibandingkan biaya‐biaya lainnya, meliputi salaries of trainers, program materials, travel

and meals, serta facilities yang digunakan.

e. Evaluation: biaya ini dikeluarkan pada saat dilakukan evaluasi training

khususnya Level 3 dan Level 4 yang dilakukan setelah eks‐peserta kembali ke

tempat kerjanya masing‐masing, meliputi biaya yang terkait dengan

penyusunan dan pengiriman kuesioner serta survey yang dilakukan.

f. Overhead: biaya ini sebenarnya tidak terkait langsung dengan penyelenggaraan program training tertentu dan relatif sulit untuk diperkirakan secara tepat, di samping nilainya yang tidak terlalu signifikan

dalam perhitungan biaya penyelenggaraan suatu training.

Biaya training yang digunakan antara lain akan mendasarkan pada hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh unit kerja terkait di PT. Perkebunan IV

(8)

yang didasarkan pada rata‐rata biaya yang dikeluarkan sesuai dengan ketentuan

(9)

BAB V

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Riwayat Singkat Perusahaan

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) disingkat PTPN IV didirikan berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1996 tentang Peleburan Perusahaan

Perseroan (Persero) PT Perkebunan VI, Perusahaan Perseroan (Persero) PT

Perkebunan VII, dan Perusahaan Persero (Persero) VIII menjadi Perusahaan

Persero (Persero) PT Perkebunan Nusantara IV dan Akte pendirian Perusahaan

Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara IV No. 37 tanggal 11 Maret 1996

yang dibuat dihadapan Harun Kamil SH, Notaris di jakarta, diahkan dengan Surat

Keputusan Menteri Kahakiman Rebublik Indonesia Nomor :

C2-8332.HT.01.01.Th.96 tanggal 8 Agustus 1996 dan telah diumumkan dalam Berita

Negara Republik Indonesia Nomor : 8675. Anggaran Dasar tersebut telah

mengalami perubahan dan telah pula diubah seluruh dan untuk disesuaikan

dengan undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimuat dalam Akte tanggal 4

Agustus 2008 Nomor 11 yang dimuat dihadapan Sri Ismiyati, SH, Notaris di

Jakarta yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi

manusia Republik Indonesia dengan surat Keputusan nomor

AHU-60615.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 10 September 2008, dan telah diumumkan

dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 Nopember 2008, Nomor 90,

tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 22826: dan susunan Dewan

Komisaris berdasarkan Akta tanggal 2 Desember 2011 Nomor 03 yang dibuat

dihadapan Ihdina Nida Marbun, SH, Notaris di Medan, yang pemberitahuannya

telah diterima oleh Menteri Hukum dan Hak asasi manusia Republik Indonesia

dengan suratnya tanggal 30 Januari 2012, Nomor AHU-AH.01.10-02805 dan

Akta tanggal 27 Nopember 2013 Nomor 36 yang dibuat dihadapan Ihdina Nida

Marbun, SH, Notaris di Medan yang pemberitahuaanya telah diterima oleh

(10)

tanggal 13 Januari 2014, Nomor AHU-AHA.01.10-01381: dan susunan Direksi

berdasarkan Akta tanggal 16 Maret 2012 Nomor 29 yang dibuat dihadapan Ihdina

Nida Marbun, SH, Notaris di Medan, yang pemberitahuaanya telah diterima oleh

Menteri Hukum dan Hak asasi manusia Republik Indonesia dengan suratnya

tanggal 22 Mei 2012 Nomor AHU-AH.01.10.18313 : dan susunan modal dan

pemegang saham berdasarkan Akta tanggal 8 Oktober 2012 Nomor 16 yang

dibuat dihadapan Indina Nida Marbun, SH. Notaris di Medan, yang telah

mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia Republik

Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor AHU-02021.AH.01.02 Tahun 2013

tanggal 23 Januari 2013, dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik

Indonesia Nomor 75486

5.2 Bidang Usaha

PTPN IV (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak

pada bidang usaha agroindustri. Mengusahakan perkebunan dan pengolahan

komoditas kelapa sawit dan teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman,

kebun bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan pengolahan komoditas menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan

kegiatan pendukung lainnya.

PTPN IV memiliki 30 unit kebun yang mengelola budidaya Kelapa sawit, 3 Unit

kebun yang mengelola teh dan 1 unit Kebun Plasma Kelapa sawit yang berlokasi

di 9 Kabupaten, yaitu Kebupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai,

Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Padang Lawas, Batubara dan Mandailing

Natal.

Dalam proses pengolahan PTPN IV memiliki 15 Unit Pabrik Kelapa sawit (PKS)

dengan kapasitas total 575 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam, 2 unit Pabrik

Teh dengan kapasitas total 154 ton Daun Teh Basah (DTB) per hari, dan 1 unit

Pabrik Pengolahan Inti Sawit dengan kapasitas 450 ton per hari.

PTPN IV juga didukung oleh 1 unit Usaha Engineering Manufacturing and

(11)

5.3 Visi,Misi dan Budaya Perusahaan

5.3.1 Visi Perusahaan PT Perkebunan Nusantara IV

Menjadi perusahaan unggul dalam usaha agroindustri yang terintegrasi.

5.3.2 MisiPerusahaan PT Perkebunan Nusantara IV

1. Menjalankan usaha dengan prinsip-prinsip usaha terbaik, inovatif, dan berdaya

saing tinggi.

2. Menyelenggarakan usaha agroindustri berbasis kelapa sawit, teh, dan karet.

3. Mengintegrasikan usaha agroindustri hulu, hilir dan produk baru, pendukung

agroindustri dan pendayagunaan aset dengan preferensi pada teknologi terkini

yang teruji (proven) dan berwawasan lingkungan

5.3.3 Budaya Perusahaan

Memberi, membimbing dan mendorong perilaku seluruh karyawan perusahaan

agar dalam melaksanakan tugas selalu:

1. Berpikir positif untuk dapat menangkap setiap peluang.

2. Proaktif dalam menghasilkan inovasi dan prestasi.

3. Kerjasama tim untuk membangun kekuatan.

4. Menempatkan kepentingan perusahaan sebagai pertimbangan utama bagi setiap

keputusan yang diambil oleh setiap jajaran perusahaan.

5. Menempatkan peningkatan kesejahteraan karyawan sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari pencapaian sasaran perusahaan

5.4 Paradigma Bisnis

1. Mampu membangun sistem yang sinergis dan terpadu sesuai dengan perubahan

dan perkembangan pasar, yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan melalui

(12)

2. Mampu merencanakan, melaksanakan, menganalisa dan mengevaluasi secara

objektif, bekerja keras, beretika, kreatif dan inovatif serta berorientasi pada hasil,

untuk memberikan nilai tambah perusahaan.

3. Kepemimpinan yang visioner (mampu memandang jauh kedepan dan kedalam

perusahaan)serta menjadi panutan dan inspirator terhadap lingkungan kerja

maupun masyarakat sekitar.

4. Bertanggung jawab dalam pelaksanaan regulasi (peraturan dan undang-undang)

yang terkait dengan perusahaan dan hubungan industrial yang harmonis.

5. Perubahan adalah peluang, selalu siap mengembangkan diri, cerdas dan tangkas

untuk meningkatkan nilai perusahaan.

6. Peduli terhadap kehidupan sosial masyarakat sekitar dan kelestarian

lingkungan, serta menghargai setiap ide/gagasan/masukan dari stakeholder, dalam

menciptakan hubungan yang sinergis.

7. Dalam mengelola pengetahuan (knowledge management) perusahaan

mewajibkan setiap personil berbagi pengetahuan (knowledge sharing) untuk

perbaikan yang berkelanjutan.

8. Memberikan kesempatan kepada personilnya untuk meningkatkan kompetensi

secara berkesinambungan, dalam menghadapi perubahan dimasa yang akan

datang

5.5Tata nilai

Tata nilai dirangkum dalam frasa ”PRIMA”, meliputi:

P : Profitability (mengutamakan profit)

R : Responsibility (bertanggung jawab terhadap stakeholder) I : Integrity (integritas)

(13)

5.6 Profil SDM

Komposisi KaryawanPada tahun 2013 karyawan yang bekerja pada perusahaan

sebanyak 24.632 yang terdiri dari berbagai level yaitu Karyawan Golongan IIIA

s.d IIIB berkurang 49 orang atau sebesar 7,79%, dan untuk Karyawan Golongan

IA s.d IID berkurang 1500 orang atau sebesar 6,31% dari tahun 2012. Penurunan

jumlah karyawan disebabkan oleh proses alamiah yaitu karena menjalani masa

pensiun dan mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Untuk Karyawan

berdasarkan tingkat pendidikan masih didominasi oleh lulusan setingkat SLTA,

SLTP dan lulusan setingkat SD. Karyawan pada tingkat ini dipekerjakan sebagai

karyawan pelaksana yang bekerja diberbagai bidang, baik di lapangan

(pemeliharaan tanaman dan pemanen), pabrik maupun di kantor.

5.7Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Pengelolaan sumber daya manusia sebagai aset utama perusahaan dilakukan

berdasarkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi (CBHRM). Pada tahun

2013 telah dilakukan pengukuran kompetensi (assessment competency level

index) untuk melakukan pemetaan terhadap kompetensi masing-masing karyawan

pimpinan yang telah ditentukan sebelumnya. Upaya peningkatan manajemen

kinerja karyawan pada tahun 2013 telah dilakukan dengan melakukan

pembaharuan indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja bagi tiap-tiap

karyawan. Salah satu upaya evaluasi terhadap kebijakan pengelolaan SDM juga

dilakukan melalui survey kepuasan karyawan untuk mendapatkan umpan balik

terhadap kebijakan-kebijakan pengelolaan SDM yang telah dilakukan.

5.7.1Program Pendidikan dan Pelatihan

Perseroan telah merencanakan pendidikan dan pelatihan bagi seluruh karyawan

untuk semua level jabatan. Hal ini diperlukan untuk menghasilkan SDM yang

berkualitas, unggul dan meningkatkan kompetensi pengetahuan pekerjaan. Pada

tahun 2013 Perseroan melaksanakan pendidikan dan pelatihan secara internal

(14)

berbagai training provider, baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta

mengikuti seminar, workshop dan lain-lain. seluruh karyawan mempunyai

kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan sesuai

dengan kemampuan Perseroan. Sepanjang tahun 2013, PTPN IV telah

menyelenggarakan berbagai program pendidikan dan pelatihan, meliputi bidang

manajemen fungsional, wawasan bisnis serta teknik tanaman dan pengolahan.

5.7.2Struktur Imbalan

Struktur imbalan karyawan di PTPN IV mengacu kepada peraturan perundangan

tentang tenaga kerja yang disesuaikan dengan upah minimum provinsi yang

berlaku. Khusus untuk Komisaris dan Direksi Struktur Imbalan ditentukan

berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Rumusan struktur imbalan

adalah sebagai berikut :

Karyawan Pimpinan THP = GP + Tj.Khusus + Tj.Struktural +Tj.Jabatan +

Tj.Operasional

Karyawan Pelaksana THP = GP + Tj. Khusus + Nilai CatuKeteranganTHP : Take home pay, yakni total penerimaan karyawanGP : Gaji Pokok

Khusus untuk karyawan yang bekerja di Kantor Pusat Medan, diberi tunjangan

sewa rumah, listrik dan transportasi. Sedangkan untuk karyawan di unit usaha,

tunjangan sewa rumah, listrik dan air diberi dalam bentuk natura. Selain tunjangan

dalam bentuk uang (tunai) perusahaan juga memberikan tunjangan sosial dalam

bentuk natura seperti; pakaian kerja, alat keselamatan dan kesehatan kerja,

jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), jaminan kesehatan dan iuran pensiun atau

pesangon sesuai perhitungan aktuaria.

5.7.3Tinjauan Operasional Per Segmen Usaha A. Tinjauan Operasional Per Segmen Usaha

(15)

a. segmen usaha komoditi kelapa sawit dan

b. segmen usaha komoditi teh.

Komoditi kelapa sawit merupakan segmen usaha utama Perseroan dimana luas

areal komoditi kelapa sawit mencapai 78% dari keseluruhan areal konsesi yang

dimiliki Perseroan. Dengan demikian penjualan produk kelapa sawit merupakan

sumber terbesar pendapatan Perseroan dengan mencapai 96% dari total nilai

penjualan.

5.8 Areal Konsesi

Total areal konsesi yang meliputi areal perkebunan kelapa sawit dan teh mencapai

175.735 Ha. Dari total areal tersebut, areal tanaman menghasilkan (TM) seluas

107.368 Ha, areal tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 26.127 Ha, dan

areal yang dipergunakan untuk perumahan, Pabrik, Pembibitan dll seluas 30.043

Ha. Sebagai komitmen perusahaan dalam menjaga kelestarian alam, disamping

mengusahakan tanaman komoditi perkebunan juga dicadangkan areal hutan yang

tetap dilestarikan sebagai hutan penyangga seluas 12.197 Ha.

a. Segmen Komoditi Kelapa Sawit

Areal Tanaman Kelapa Sawit dengantotal luas areal tanaman kelapa sawit pada

tahun 2013 seluas 136.916 Ha, dengan komposisi sebagai berikut :

• Tanaman Menghasilkan (TM) : 105.467 Ha

• Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) : 25.506 Ha

• Tanaman Ulang (TU) dan Tanaman Baru (TB) : 4.509Ha

• Tanaman Menghasilkan (TM) Rehabilitasi : 1.434 Ha

Komposisi luas areal kelapa sawit tahun 2013 berdasarkan tahun tanam adalah

sebagai berikut :

Untuk mendapatkan komposisi areal tanaman kelapa sawit yang ideal telah

(16)

menjadi 2,34% di tahun 2013 dari 5,92% pada tahun 2012 dari prosentase areal

tanaman menghasilkan.

5.9 Produksi Kelapa Sawit

Tahun 2013 Produksi kelapa sawit berupa TBS kebun sendiri mengalami

penurunan sebesar 8,59% dari tahun sebelumnya atau setara 195.092 ton.

Disamping produksi sendiri, perusahaan juga melakukan pembelian TBS dari

pihak ke-III sebesar 668.226 ton, mengalami peningkatan 0,64% dari tahun 2013.

Total produksi TBS kebun sendiri dan pembelian tahun 2013 mengalami

(17)

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Sekilas Tentang Pelatihan Operator Boiler

Pesawat Uap (Boiler) merupakan suatu bejana tertutup yang mempunyai tekanan

yang sangat tinggi dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air

panas atau steam berupa energy kerja.Sehingga banyak sekali aktifitas yang

menggunakan pesawat uap tersebut yang menimbulkan potensi bahaya.Pekerja

yang mengoperasikan seharusnya mempunyai keahlian khusus baik dari segi

penguasaan pengoperasian pesawat uap, alat pengaman, maupun perlengkapan

sehingga dapat mengoperasikan alat ini dengan baik sekaligus dapat

meminimalisir kemungkinan bahaya yang terjadi.

Penggunaan Pesawat uap (Boiler) di Pabrik Kelapa Sawit adalah sebagai instalasi

penghasil uap yang dipakai untuk menggerakkan turbin uap sebagai pembangkit

tenaga di pabrik kelapa sawit, selain itu uap juga digunakan untuk proses

(18)

yang dihasilkan bahan bakar ke dalam bentuk uap yang mengandung entalphy,

yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap.

Meningkatnya penggunaan pesawat uap dibidang industri dan jasa dimana pesawat uap

dapat mengakibatkan kerugian baik terhadap harta maupun jiwa manusia sehingga perlu

diusahakan pencegahannya. Kecelakaan dan peledakan pesawat uap dapat disebabkan

karena operator pesawat uap kurang memahami cara pelayanan pesawat uap, alat

pengaman dan perlengkapan yang kurang baik, oleh karena operator pesawat uap

memegang peranan penting dalam pengoperasian pesawat uap untuk mencegah terjadinya

kecelakaan atau peledakan.

Bahwa dari beberapa kasus peledakan Pesawat Uap di pabrik–pabrik yang mengakibatkan korban jiwa maupun kerusakan Instalasi & Bangunan Pabrik, terutama di

sebabkan oleh Pengoperasian Pesawat Uap oleh Operator yang belum terlatih/

bersertifikat.

6.1.1 Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pelatihan ini Peserta dapat mengetahui potensi bahaya yang ada pada

pesawat uap (boiler) pengoperasian aman, perawatan dan pemeliharaan serta

kegiatan-kegiatan di stasiun boiler.

6.1.2 Dasar Pelaksanaan

1. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok mengenai

Tenaga Kerja.

2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3. Undang-undang uap Tahun 1930 (Stoom Ordonantie 1930).

4. Peraturan Uap 1930 (Stoom Verordening 1930).

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 01/Men/1988 tentang kwalifikasi dan

syarat-syarat Operator Pesawat uap.

6.1.3 Materi Pelatihan

Materi Pelatihan yang diberikan selama 08 (delapan) hari dalam bentuk Teori dan

Praktek sesuai kurikulum dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga

Kerja No.Per.01/MEN/1988 yaitu sbb :

(19)

2. UU No. 1 Tahun 1970

3. Undang – undang / Peraturan Uap 1930

4. Permenaker No. 01/MEN/1988.

5. Jenis Pesawat Uap dan Cara Bekerjanya.

6. Dasar-dasar K3 dan P3K

7. Jenis Pesawat Uap dan cara bekerjanya.

8. Fungsi Appendages/perlengkapan pesawat uap.

9. Air Pengisi Ketel uap dan cara pengolahannya.

10. Sebab-sebab peledakan Pesawat Uap.

11. Cara pengoperasian Pesawat uap.

12. Persiapan Pemeriksaan dan pengujian pesawat Uap.

13. Pengetahuan Instalasi Listrik untuk Ketel Uap.

14. Pengetahuan Bahan

15. Peninjauan Konstruksi Pesawat Uap

16. Pemeriksaan secara tidak merusak.

17. Perpindahan Panas

18. Pengetahuan tentang bahan bakar dan Pembakaran

19. Analisa Kecelakaan / Peledakan.

20. Cara Inspeksi dan Reperasi PU

21. Ujian Teori & Praktek

Boiler (ketel uap) adalah suatu alat yang digunakan untuk dapat menghasilkan

uapbertekanan tinggi, dimana alat ini berisi air. Air didalam boiler dipanaskan hingga

(20)

menjaditekanan tinggi. Uap yang dihasilkan boiler akan mengerakkan turbin dan

diteruskanke Generator untuk mengbangkit tenaga listrik. Uap (uap air) yaitu gas yang

timbul akibat perubahan fase air cair menjadi uap (gas) dengan cara pendidihan (boiling).

Uap air tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penggerak turbin,untuk membangkitkan

tenaga listrik.

Ketel uap pada dasarnya terdiri dari bumbung (drum) yang tertutup dari ujung

pangkalnya dan dalam perkembangannya dilengkapi dengan pipa api maupun pipa air.

Jadi untuk menghadapi perkembangan turbin uap tentu perlu sarana pembangkittenaga

uap (baik dalam bentuk steam boiler maupun dalam bentuk lain). Bagian pemanas lanjut

(superheater) ialah bidang pemanas (uap satu rasi) untuk menaikkan temperaturnya

sehingga menaikkan energi potensial uap. Pemanas lanjut sangat penting untuk produksi

uap panas lanjut bagi turbin uap, karena uap panas lanjut (jadi panas) adalah uap kering,

syarat yang diperlukan dalam operasi turbin. Biasanya pemanas lanjut lanjut ini

diklasifikasikan sebagai pemanas lanjut konveksi, pemanas lanjut radiasi atau pemanas

lanjut kombinasi,tergantung pada bagaimana cara transfer energy termal. Biasanya

diperlukan pula bahwa temperatur akhir uap tetap konstan meskipun beban ketel

berberda. Uap air adalah sejenis fluida yang merupakan fase gas dari air, bila mengalami

pemanasan sampai temperatur didih dibawah tekanan tertentu. Uap air tida berwarna,

bahkan tidak terlihat bila dalam keadaan murni kering.

6.1.4 Proses Terbentuknya Uap Air

Apabila 1 kg es pada temperatur 10°C, kemudian dipanaskan dibawah tekanan standart.

Temperatur es akan mulai turun sampai mendekati 0°C. Sesudah itu akan terlihat dua

macam fases yang bercampur yaitu fase padat (es) dan fase cair (air), jumlah energy

panas yang diberikan selama proses transformasi yang berlangsung tanpa kenaikan suhu

disebut panas lebur, besarnya 80 kkal/kg. Titik didih 0°C disebut titik lebur (titik beku)

es. Bila pemanasan diteruskan terhadap 1 kg air pada 0°C maka temperatur akan naik

sampai 100°C dibawah tekana standar. Bila proses pemanasan (penambahan energi

panas) dilanjutkan dibawah tekanan standar, akan terlihat bahwa temperatur tidak

berubah.

Sebagian dari air berubah menjadi uap (fase gas), jadi selama berlangsungnya

penambahan energi panas pada fase campuran temperatur tidak naik tetapi energi panas

(21)

keseluruhan (disebut air mendidih) ini ditandai denga naiknya suhu 100°C dan tekanan

standar 1 atm , atau disebut dengan titik didih air dibawah tekanan 1 atm (1,033 kg/cm).

Jumlah energi terserap selama proses transformasi disebut panas penguapan (panas late)

yang besarnya 538,9 kkal/kg. Kondisi uap pada 1,033 kg/cm absolut dan 100°C disebut

kondisi jenuh (saturasi). Uap yang terbentuk pada suhu dan tekanan saturasi disebut uap

saturasi (kenyang).

6.1.5 Sirkulasi Air Ketel

Kita misalkan ketel uap adalah sebuah bak logam. Jika bak dipanaskan dengan

meletakkan sebuah pembakaran gas dibawahnya, lempeng dasar logam itu akan

menerima panas dari hasil pembakaran dan terutama pada tempat sumber panas. Panas ini

dihantar melalui lempeng dasar yang kemudian diteruskan kepada air.

Sebelum panas yang diperoleh dari bahan bakar diteruskan ke air, terlebih dahulu terjadi

1. Pembakaran dari bahan bakar

2. Penyerahan panas dari hasil pembakaran gas ke lempeng dasar.

3. Penghantar panas melalui lempeng dasar

4. Penyerahan panas dari lempeng dasar ke air

Apabila lempeng dasar menyerahkan panas ke air mula-mula menerima panas ialah air

lapisan bawah, yang menyebabkan naiknya suhu dari lapisan bawah ini, sedangkan pada

saat itu suhu air lapisan atas tinggal tetap. Kini terjadi peristiwa, di mana air dingin

berada diatas lapisan air panas. Yang berberat jenis ringan. Air yang dibawah sumber

panas tidak langsung diberi panas. Jadi lapisan air ini tinggal tetap labih berat dan karena

itu tidak dapat naik keatas untuk mengikuti peredaran.Air, yang tidak turut dalam

peredaran disebut air diam. Air diam tidak tinggal dingin, apabila bagian air yang lain

lebih panas, karena pengantaran kalor, suhu air yang beredar, sebagian pindah pada air

yang diam. Gelembung-gelembung uap yang terjadi akan naik. Karena berat jenis uap

lebih kecil dari pada berat jenis dingin, air akan mengembun kembali. Mendidih adalah

pembuatan uap yang sangat cepat dalam seluruh zat cair, peristiwa tresebut hanya terjadi

(22)

Titik mendidih dari suatu zat cair bergantung pada tekanan yang bekerja diatasnya. Jika

telah terjadi sebuah gelembung uap, tekanan uap itu harus cukup besar untuk menolak air

di sekitarnya. Suatu zat cair akan memdidih pada suhu, pada saat tekanan uap yang terjadi

sekurang-kurangnya sama dangan tekanan yang bekerja diatas zat cair itu. Dengan titik

mendidih dimksudkan suhu, pada saat zat cair mendidih, pada tekanan mutlak. Jika Boiler

(ketel) ditutup rapat terhadap uap , maka uap yang sedang berlangsung gelembung uap ini

tidak akan keluar lagi keudara, melainkan akan baerkumpul diruang uap. Karena itu

tekanan uap akan naik dan tekanan di atas air bertambah, Titik didih naik pula. Apabila

tekanan uap dalam ketel bertambah tinggi pula, sesuai dengan kondisi standar. Apabila

pada puncak ketel dibuat suatu lubang uap akan keluar keudara karena tekanan di dalam

ketel lebih tinggi dari tekanan luar , jadi apabila dalam waktu yang sama mengeluarkan

uap sama banyak dengan uap yang terjadi, maka tekanan uap dalam ketel akan tetap.

6.1.6 Bagian-bagian Boiler

1. Ruang Bakar.

2. Pensuplai Udara Pembakaran.

3. Upper Drum.

4. Lower Drum.

5. Pipa Air.

6. Superheater.

7. Penangkap Abu Pembakaran.

8. Cerobong Asap (Chimney).

9. Shoot Blowing.

10. Safety Devices, adalah kelengkapan boiler yang harus ada untuk menjamin

keamanan dalam pengoperasiannya. Safety Device ini terdiri atas:

a. Safety Valve.

b. Sight Glass.

c. Pressure Gauge.

d. Water Level Control.

(23)

Gambar bagian-bagian Boiler

6.1.7 KONSEP PEMBELAJARAN

Konsep Pembelajaran yang diberikan dalam pelatihan K3 operator Boiler Kls I ini adalah

;

1. Materi Pelatihan

Materi pelatihan yang disampaikan instruktur pelatihan ini adalah berdasarkan

kurikulum silabus sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No : 01/Men/1988.

Pada pelatihan operator Boiler kls I adalah bagaimana mengetahui potensi bahaya

yang ada pada pesawat uap (boiler) agar kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Materi

yang diberikan kepada peserta lebih mengutamakan peralatan keselamatan

(24)

kelengkapan boiler yang harus ada untuk menjamin keamanan dalam

pengoperasiannya. Apendages/Safety Device ini terdiri atas:

a. Safety Valve.

b. Sight Glass.

c. Pressure Gauge.

d. Water Level Control.

e. Main Stop Valve.

Dalam pelatihan ini juga selain Apendages materi inti lain adalah Air pengisi Ketel

Uap dan cara pengolahannya, yang membahas syarat air pengisi ketel uap, bagaimana

cara pengolahannya agar operator juga berperan aktif dalam perawatan ketel uap

yang dioperasikannya demi tercapainya tujuan K3 yaitu terciptanya tempat kerja yang

aman, efktif dan efisien.

2. Metoda Pelatihan

Metoda pelatihan adalah instruktur memberikan materi, peserta mendengar dengan

tujuan mengerti dan memahami dan interaksi (tanya-jawab), berupa penyampaian

Teori dan Praktek.

3. Media Pelatihan

Ruang kelas, pendingin ruangan, white board, LCD & Laptop

4. Kegiatan Pelatihan

Kegitan pelatihan dilaksanakan selama 8 hari.

Pukul 08.00 s/d 10.15 Wib Materi sesi I.

Pukul 10.15 s/d 10.30 Wib Coffee Break I

Pukul 10.30 s/d 12.00 Wib Materi sesi II

Pukul 12.00 s/d 13.00 Wib Ishoma

Pukul 13.00 s/d 15.15 Wib Materi sesi III

Pukul 15.15 s/d 15.30 Wib Coffee Break II

Pukul 15.30 s/d 17.00 Wib Materi sesi IV

5. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan secara tertulis (mengerjakan soal) dan Praktek setelah materi

(25)

Harjana (2002) “Training atau Pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka”.Gomes (2003) mengatakan bahwa “Pelatihan lebih sebagai sarana yang ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para anggota organisasi

yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak negative yang dikarenakan

kurangnya pendidikan,pengalaman yang terbatas, atau kurangnya kepercayaan diri dari anggota atau kelompok anggota tertentu”.

Dessler (2006) mengatakan bahwa “Pelatihan adalah proses terintegrasi yang digunakan oleh pengusaha untuk memastikan agar para karyawan bekerja

untuk mencapai tujuan organisasi". Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa

pendekatan terintegrasi dan berorientasi pada tujuan untuk

menugaskan,melatih,menilai dan memberikan penghargaan pada kinerja

karyawan.

Menurut Hamalik (2007), pelatihan adalah suatu proses yang meliputi

serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk

pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga professional

ke pelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan kemampuan

efektivitas dan kinerja dalam suatu organisasi.

Untuk meningkatkan kompetensi operator pesawat uap boiler dilakukan

pelatihan dengan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui Keseimbangan Energi di Pabrik /PKS

b. Konsisten terhadap kapasitas Pabrik yang optimal

c. Mengetahui kebutuhan bahan bakar untuk pesawat Uap yang di operasikan

d. Mengetahui Efesiensi Boiler

e. Perubahan perilaku bekerja semakin baik

Peserta pelatihan adalah operator pesawat uap boiler yang tersebar

(26)

Sosa,Berangir,Pulu Raja, Air Batu,Tinjoan, Adolina , S.Langkat, Gunung Bayu,

Mayang, Pasir Mandoge, D.Sinumbah, Dol.Ilir, Pabatu, Bah Jambi dengan profil

peserta sebagaimana disajikan pada Tabel 6.1.

(27)

23 Safaruddin Hsb 47 LK 4 Berangir

24 Antus Martua Nst 41 LK 4 Sosa

25 Supriadi 37 LK 3 Sosa

6.2 Evaluasi Perubahan Kompetensi dan Implementasi Training

Spencer&Spencer

(1993),menyatakankompetensiadalahkarakteristikdasarseseorang yang

dapatdipakaiuntukmemprediksitingkatefektivitas,dana

ataukeberhasilandalamtugasdantanggungjawabdalamsituasitertentu.Program yang

dilakukan untuk upaya perubahan kompetensi salah satu pelatihan yang diberikan

kepada karyawan PT Perkebunan Nusantara IV adalah pelatihan operator Boiler.Pelatihan ini diberikan kepada peserta untuk mengetahui secara jelas

standar – standar kerja dimana seorang operator Boiler harus mampu mengendalikan alat yang digunakan atau bertanggung jawab terhadap Stasiun

kerja yang menjadi tanggung jawabnya dengan kompetensi yang dimilikinya.

Philips (2002), mengatakan bahwa eks peserta (participant) merupakan sumber data yang paling sering diigunakan dan bahwa mereka memang berada

pada posisi yang memungkinkan untuk memberikan data yang lengkap. Menurut

Philips (2002), participant merupakan sumber data yang sangat credible karena pada dasarnya mereka merupakan orang yang memang mengalami sendiri

perubahan akibat pelatihan dan juga merupakan orang yang paling mengetahui

proses kerja serta pencapaian kinerja yang dihasilkan setelah mengikuti pelatihan

tersebut.

Penelitian yang dilakukan menunjukkan umumnya eks‐peserta pelatihan

berpendapat bahwa pelatihan operator pesawat boiler memiliki relevansi yang

kuat dengan pekerjaannya sehari‐hari. Penelitian yang dilakukan menunjukkan

bahwa semua elemen pelatihan memiliki rata‐rata nilai yang tinggi, yaitu minimal

(28)

Tabel 6.2. Relevansi Pelatihan Dengan Pekerjaan

No Elemen Program Pelatihan Sangat

tidak

relevan

Sangat

Relevan

Rata-rata

1 2 3 4 5

1 Materi pelatihan 0% 0% 12% 28% 60% 4,60

2 Diskusi kelas selama pelatihan 0% 0% 8% 28% 64% 4,76

3 Diskusi kelompok yang dilakukan

selama pelatihan

0% 0%

12%

28% 60% 4,60

4 Role play yang dilakuakn selama

pelatihan

0% 0% 12% 20% 68% 4,68

5 Praktek yang diberikan 0% 0% 12% 32% 56% 5.00

Rata-rata relevansi pelatihan dengan pekerjaan 4,73

Selain relevan, pelatihan operator pesawat boiler juga memiliki kontribusi

yang cukup signifikan.Tabel 6.2 memperlihatkan pendapat eks‐peserta yang

menyatakan bahwa umumnya tujuan pelatihan telah tercapai dengan adanya

peningkatan pengetahuan dan kemampuan eks‐peserta dikaitkan dengan pekerjaan

sehari‐hari yang dihadapinya, meski rata‐rata nilai yang diperoleh sedikit lebih

rendah dibandingkan dengan nilai relevansi pelatihan.

Hasil wawancara dengan responden (eks-peserta pelatihan) disajikan pada Tabel

6.2 dibawah ini yang dimana peserta ex-training menunjukkan perubahan perilaku

(29)

Tabel 6.2.1 Evaluasi Hasil Pelatihan

PESERTA MANFAAT SESUDAH PELATIHAN Lokasi PKS

1. Antus Martua Nst

2. Supriadi

Setelah kembali dari pelatihan memfungsikan kembali alat-alat ukur

yang sudah rusak menjadi aktif kembali seperti manometer,

thermometer dll.

Dapat melakukan penghematan / efisiensi pemakaian bahan bakar

untuk Boiler seperti cangkang

Contoh :

Sebelum pelatihan bahan bakar cangkang per jam dihabiskan

sebanyak 1.300 kg/jam setelah kembali dari pelatihan terjadi

perubahan perilaku dalam pemakaian bahan bakar menjadi : 1.100

kg/jam terjadi penghematan bahan bakar sebesar 200 kg/jam x

Penghematan bahan bakar cangkang sebelum pelatihan

digunakan 1.350 kg/jam, sesudah pelatihan terjadi perubahan

perilaku bekerja dalam pemakaian bahan bakar menjadi = 1.215

Sesudah pelatihan pengetahuan tentang pengoperasian dan

perawatan terhadap boiler lebih mendetail lagi dan dapat

mengkondisikan peralatan yang ada.

Bahan bakar yang digunakan sebelum pelatihan sebesar 1.600

kg/jam, setelah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dengan

menggunakan bahan bakar sebesar 1.450 kg/jam terjadi

penghematan bahan bakar sebesar 150 kg/jam x rata-rata olah 20

jam = 3.000 kg/hari x 22 = 66.000 kg/bln, perhitungan dalam

setahun 66.000 kg x 12 x Rp 600 = Rp 475.200.000

Pulu Raja

6. Sukarmin Siahaan

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 1.400 kg.jam,

(30)

7. Agus Pratikno pemakaian bahan bakar menjadi = 1.200 kg/jam terjadi penghematan bahan bakar sebesar 200 kg/jam x rata-rata olah 22

jam = 4.400 kg/hari x 22 = 96.800 kg/bulan, perhitungan dalam

setahun 96.800 kg x 12 x Rp 600 = Rp 696.960.000

8. Efendi Manurung

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 2.366 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dengan

menggunakan bahan bakar sebesar 2.100 kg/jam terjadi

penghematan bahan bakar sebesar 266 kg/jam x rata-rata olah 22

jam = 5.852 kg/hari x 22 = 128.744 kg/bln, perhitungan dalam

setahun 128.744 kg x 12 x Rp 600 = Rp 926.956.800

Tinjowan

9. E. Simbolon

10. Warisman

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 1800 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam

pemakaian bahan bakar menjadi = 1.500 kg/jam terjadi

penghematan bahan bakar sebesar 300 kg/jam x rata-rata olah 22

jam = 6.600 kg/hari x 23 hari = 151.800 kg/bln, perhitungan dalam

setahun 151.800 kg x 12 x Rp 600 = Rp 1.092.960.000

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam

pemakaian bahan bakar menjadi = 700 kg/jam terjadi penghematan

Sawit

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 3.000 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam

pemakaian bahan bakar menjadi = 2.100 kg/jam terjadi

penghematan bahan bakar sebesar 900 kg/jam x rata-rata olah 23 =

20.700 kg/hr x 22 hari = 455.400 kg/bln, perhitungan setahun

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 1.950 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku dalam pemakaian

bahan bakar menjadi = 1.100 kg/jam terjadi penghematan bahan

bakar sebesar 850 kg/jam x rata-rata olah 22 = 18.700 kg/hr x 23

hari = 430.100 kg/bln, perhitungan setahun 430.100 kg x 12 x Rp

(31)

600 = Rp 3.096.720.000

17. M.M . P.Siringo-Ringo 18. Syafruddin

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 3.250 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam

pemakaian bahan bakar menjadi = 3.000 kg/jam terjadi

penghematan bahan bakar sebesar 250 kg/jam x rata-rata olah 23=

5.750 kg/hr x 25 hari = 143.750 kg/bln, perhitungan setahun

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 2.000 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam

pemakaian bahan bakar menjadi = 1.800 kg/jam terjadi

penghematan bahan bakar sebesar 200 kg/jam x rata-rata olah 22=

4.400 kg/hr x 20 = 88.000 kg/bln, perhitungan setahun 88.000 kg x

12 x Rp 600 = Rp 633.600.000

Dolok

Sinumbah

21. Poniran II 22. Mesriadi

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 2.700 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam

pemakaian bahan bakar menjadi = 1.800 kg/jam terjadi

penghematan bahan bakar sebesar 900 kg/jam x rata-rata olah 20 =

18.000 kg/hr x 23 hari = 414.000 kg/bln, perhitungan setahun

414.000 kg x 12 x Rp 600 = Rp 2.980.800.000

Dolok Ilir

23. Rusli 24. Hisbullah

Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 1.800 kg/jam,

sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam

pemakaian bahan bakar menjadi = 1.527 kg/jam terjadi

penghematan pemakaian bahan bakar sebesar 273 kg/jam x

rata-rata olah 22 =6.006 kg/hr x 23 hari = 138.138 kg/bln, perhitungan

dalam setahun 138.138 kg x 12 x Rp 600 = Rp 994.593.600

Pabatu

25. Rukijo Efendi Pemakaian bahan bakar sebelum pelatihan sebesar 2.000 kg/jam, sesudah pelatihan terjadi perubahan perilaku bekerja dalam pemakaian bahan bakar menjadi = 1.300 kg/jam terjadi penghematan bahan bakar sebesar 700 kg/jam x rata-rata olah 22 = 15.400 kg/hr x 22 hari = 338.800 kg/bln, perhitungan dalam setahun 338.800 kg x 12 x Rp 600 = Rp 2.439.360.000

(32)

Tujuan Evaluasi Pelatihan

Sudjana (2008) menyatakan berbagai macam tujuan evaluasi,yaitu :

1. Memberikan masukan untuk perencanaan program

2. Memberikan masukan untuk kelanjutan,perluasan dan penghentian

program

3. Memberikan masukan untuk memodifikasi program

4. Memperoleh Informasi tentang factor pendukung dan penghambat

program

5. Memberi masukan untuk memahami landasan ke ilmuan bagi evaluasi

program

Kirkpatrick(1998)mengatakan bahwa evaluasi suatu pelatihan adalah bagian yang

tidak terpisahkan dari penyelenggara pelatihan itu sendiri dan bahwa evaluasi itu

merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar pelatihan secara keseluruhan dapat

berlangsung dengan efektif.

Selain kepada eks-peserta pelatihan, juga dilakukan wawancara dengan

atasan eks-peserta setelah kembali bekerja. Hasil penilaian atasan terhadap

perubahan kinerja karyawan setelah mengikuti pelatihan disajikan pada Tabel

6.2.2

Tabel 6.2.2 Penilaian Atasan Terhadap Kinerja Eks-Peserta Pelatihan

No Indikator Penilaian

1 Laporan yang disampaikan peserta setelah

sampai di unit kerja 0% 0% 16% 80% 4% 3,88

2 Kualitas dari tindak lanjut (action plan) yang

akan dilaksanakan 0% 0% 4% 76% 20% 4,16

3 Motivasi dari peserta untuk melakukan

tindak lanjut 0% 0% 12% 36% 52% 4,40

4 Perubahan sikap dan perilaku dalam bekerja

(33)

5 Kualitas hasil kerja setelah kembali dari

7 Peningkatan prestasi kinerja setelah

pelatihan 0% 0% 0% 60% 40% 4,40

RATA-RATA PENERAPAN MATERI TRAINING DALAM PEKERJAAN 4,27

Berdasarkan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 6.2.2 atasan menilai

bahwa peningkatan kompetensi karyawan didalam melaksanakan pekerjaannya

dengan nilai rata-rata 4,27 (katagori bagus). Hal lain yang menarik dari hasil

penelitian ini adalah bahwa dari tiga domain kompetensi (Knowledge, Skills, dan

Attitudes) ternyata yang paling besar perubahannya adalah dalam hal skills peserta yaitu dengan meningkatnya kualitas hasil pekerjaan dengan skor 4,44 dan diikuti

dengan attitudes yaitu peningkatan motivasi dan prestasi kerja dengan skor masing-masing 4,40.

Dikaitkan dengan hal tersebut, maka pelatihan operator pesawat boiler

ternyata mampu menghasilkan perubahan pola kerja pegawai menuju sikap yang

lebih proaktif untuk memotivasi diri dalam upaya meningkatkan prestasi dan

kualitas kerja.

6.3. Tahap Isolasi Pengaruh Pelatihan

Setelah melakukan pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara

maka dilakukan rekapitulasi data hasil kuisioner yang menunjukkan hasil dari

peningkatan kinerja eks peserta pelatihan.yang dinilai oleh atasan peserta. Hasil

penilaiaan atasan kepada peserta eks pelatihan terhadap dampak dari

pembelajaran/pelatihann rata– rata perorang 4,27% dengan kriteria bagus. Penilaiaan atasan terhadap dampak dari pelatihann menunjukkan perubahan

perilaku bekerja setelah sampai ditempat kerja atau dengan kata lain dampak

(34)

Setelah diketahui dampak perubahan perilaku bekerja maka data tersebut

akan diisolasi kembali untuk di kelolompokkan berapa besar persen pengaruh dari

pelatihann dimaksuduntuk mengisolasi data digunakan form yang disediakan

didalam lampiran. Faktor isolasi pelatihan dibagi menjadi dua yakni faktor

Eksternal dan Internal. Faktor Eksternal terdiri dari kondisi ekonomi dan

dukungan keluarga sedang Faktor Internal terdiri dari dukungan atasan, rekan

kerja, sistem bisnis proses,tersedianya peralatan,skill individu dan pelatihann yang

diikuti. Untuk melakukan penilaian, digunakan form (Lampiran-3) tersebut diisi

oleh pimpinan unitnya masing masing dengan memberikan bobot penilaian

kepada peserta sesuai bobotnya .

Hasil analisis kontribusi pelatihan terhadap kinerja karyawan setelah

mengikuti pelatihan disajikan pada Tabel 6.3.

(35)

20 SUPRIADI 10 10 10 10 10 10 20 20 100

Berdasarkan Tabel 6.3 terlihat bahwa hasil isolasi pengaruh pelatihann

terhadap dampak kinerja peserta eks pelatihan maka ditemukan hasil isolasi

berupa persentase penilaian oleh atasan langsung terhadap kinerja eks peserta

pelatihan rata-rata perorang sebesar 22.20% sebagaimana disajikan pada Gambar

6.1. Hasil persentase penilaian pengaruh pelatihan tersebut selanjutnya akan

dijadikan sebagai dasar perhitungan ke dalam bentuk nilai mata uang.

Gambar 6.3 Pengaruh Dampak Pelatiha

(36)

6.4 TahapKonversi Data Menjadi Monetary Values

6.4.1 Perhitungan Benefit Pelatihan

Setelah data diisolasi maka akan terlihat seberapa besar kontribusi

pelatihan terhadap kinerja yang dilakukan oleh eks peserta pelatihan . Langkah

selanjutnya adalah mengkonversi data isolasi kedalam nilai rupiah dengan langkah

sebagai berikut:

1. Menilai pekerjaan operator Boiler yang paling dominan terhadap kontribusi

nilai rupiahnya dan didalam penelitian ini diambil pemakaian bahan bakar

pada pesawat operator.

2. Wawancara kepada peserta eks pelatihan didampingi oleh atasan peserta

dengan menjelaskan pemakaian bahan bakar operator pesawat boiler sebelum

pelatihann dan sesudah pelatihan

3. Setelah diketahui selisih antara pemakaian bahan bakar sebelum dan sesudah pelatihann maka dihitung nilai rupiahnya yang dikalikan dengan jam olah

pabrik rata-rata perhari ,rata-rata perbulan dan rata-rata pertahun. Hasil

perhitungan disajikan pada Tabel 6.4.1

Tabel 6.4.1 Penggunaan Bahan Bakar Boiler Sebelum dan Sesudah Pelatihan

(37)

10 E.SIMBOLON

Berdasarkan Tabel 6.4.1 Terlihat bahwa terjadi kenaikan kinerja operator

di dalam mengoperasikan boiler, dimana terjadi efektifitas penggunaan bahan bakar cangkang sebesar 5.544 Kg per jam. Dengan memperhitungakan jam

operasi kebun per hari antara 20 sampai 22 hari kerja dan harga bahan bakar

cangkang sebesar Rp. 500,- per Kg, serta dampak pelaksanaan pelatihan antara 10

sampai dengan 50% didapat besarnya benefit untuk seluruh pabrik PKS milik PT

Perkebunan Nusantara IV per tahun adalah Rp. 661.500.000,-. Secara rinci hasil

perhitungan manfaat (benefit) pelatihan dapat dilihat pada Lampiran-4.

6.4.2 Perhitungan Biaya Pelatihan

Biaya pelatihan dihitung dengan mempertimbangkan komponen‐komponen

(38)

a. Needs assessment: biaya ini tidak diperhitungkan karena program pelatihan operator pesawat uap boilertidak didahului dengan kegiatan needs assessment

yang membutuhkan biaya yang signifikan.

b. Design and Development Cost: komponen biaya yang dikeluarkan untuk mendesain dan membangun pelatihan (biaya persiapan, rapat tim dan

penyusuanan materi) seluruh berjumlah Rp. 14.000.000,-

c. Acquisition: biaya ini dikeluarkan apabila program training dibeli dari pihak ketiga. Komponen biaya ini tidak diperhitungkan karena program pelatihan

tidak dibeli dari pihak ketiga

d. Delivery: komponen biaya ini diperhitungkan dimana besarnya biaya pelatihan ini sebesar Rp. 143.367.256,-

Sehingga total biaya keseluruhan untuk pelaksanaan pelatihan operator peswat

boiler mencapai Rp. 157.367.256,- dimana rinciannya disajikan pada Tabel 6.4.2

Tabel 6.4.2 Biaya Pelatihan Operator Pesawat Boiler

No. Jenis Biaya Jumlah (Rp.)

1 Perencanaan dan Pengembangan 14.000.000

2 Biaya Training dalam paket, pengajar,hand out, sertifikat, training kit, konsumsi, dokumentasi,foto

copy , peralatan dan Fasilitas lainnya

110.584.000

3 Biaya Transfortasi peserta dan Panitia 13.000.000

4 Gaji peserta (selama 8 hari ) mengikuti pelatihan 10.721.336

5 Uang Perjalanan Dinas Peserta 9.061.920

(39)

6.4.3 Perhitungan Return on Training Investment

Perhitungan Return on Training Investment (ROTI) dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

dimana Net Benefits of Training merupakan keuntungan bersih yang diperoleh

dari hasil penerapan pelatihansetelah memperhitungkan faktor isolasi yang telah

diperhitungkan pada tahap sebelumnya dikurangi dengan realisasi biaya

pelatihanyang dikeluarkan. Berdasarkan hasil perhitungan manfaat dan biaya

pelatihan sebagaimana disajikan pada Tabel 6.3 dan 6.4, besarnya ROTI dapat

dihitung sebagai berikut:

- Manfaat pelatihan = Rp. 3.102.000.000,-

- Biaya pelatihan = Rp. 157.367.256,-

- Manfaat bersih pelatihan = Rp.

661.500.000

ROTI = --- x 100 % = 420%

157.367.256

6.5 Pembahasan

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab 1, pelatihan yang dilaksanakan

oleh PT Perkebunan Nusantara IV selama ini hanya di evaluasi terhadap

berdasarkan pemahaman peserta terhadap materi pelatihan, yaitu dengan cara pre-test dan post-test. Metode evaluasi tersebut hanya dapat mengukur efektifitas pelatihan secara individu, yaitu sejauhmana pemahaman dan peningkatan

kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan. Tujuan utama pelatihan yang

dilaksanakan oleh perusahaan, bukan semata-mata hanya untuk meningkatkan

kemampuan individu karyawan, tetapi juga untuk meningkatkan kinerja

organisasi. Selain itu, sesuai dengan Kepmen BUMN No. SK-16/S.MBU/2012,

(40)

hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa kegiatan pelatihan yang dilaksanakan

oleh PT Perkebunan Nusantara IV memiliki dampak yang positif bagi kinerja

perusahaan. Hasil pengukuran terhadap kegiatan pelatihan operator mesin boiler

didapat nilai ROTI sebesar 420%, angka ini menunjukkan bahwa investasi yang

dikeluarkan untuk kegiatan pelatihan memberikan manfaat finansial sebesar 4,2

kali bagi perusahaan dalam bentuk efisiensi biaya penggunaan bahan bakar boiler

pada pabrik kelapa sawit perusahaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang

dilakuakn oleh Lynch dkk (2006) yang menyatakan bahwa metode evaluasi ROI

merupakan indikator yang baik didalam menilai program pelatihan dan memiliki

dampak keuangan yang positif bagi perusahaan. Selain temuan tersebut dari hasil

penelitian ini juga ditemukan beberapa hal, yaitu:

1. Perubahan Kompetensi dan Implementasi Pelatihan

Penelitian yang dilakukan menunjukkan umumnya eks‐peserta

pelatihanberpendapat bahwa pelatihan operator pesawat boiler memiliki relevansi

yang kuat dengan pekerjaannya sehari‐hari. Penelitian yang dilakukan

menunjukkan bahwa semua elemen pelatihan memiliki rata‐rata nilai mencapai

4,27 pada skala penilaian 1,00 – 5,00 atau dengan kata lain bahwa kegiatan pelatihan telah berhasil meningkatkan kompetensi peserta relatif meningkat.

Selain relevan,pelatihan operator pesawat boilerjuga memiliki kontribusi yang cukup signifikan. Peserta pelatihan menyatakan bahwa umumnya tujuan pelatihan

telah tercapai dengan adanya peningkatan pengetahuan dan kemampuan

eks‐peserta dikaitkan dengan pekerjaan sehari‐hari yang dihadapinya. Besarnya

pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kemampuan peserta mencapai 22,20%.

2. Perubahan Perilaku Pegawai

Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan dan karyawan eks-peserta

pelatihan, salah satu dampak dari pelatihan yang dirasakan oleh peserta adalah

terjadinya perubahan prilaku. Sebelum mengikuti pelatihan, karyawan operator

boiler didalam menggunakan bahan bakar boiler berupa cangkang tanpa pola yang

(41)

dengan cangkang, yang menyebabkan pemborosan penggunaan bahan bakar.

Operator berasumsi bahwa cangkang merupakan bahan bakar yang bebas dan

gratis. Setelah mengikuti pelatihan, terjadi perubahan sikap kerja, dimana operator

dalam menggunakan bahan bakar sesuai dengan prosedur dan mereka menyadari

bahwa cangkang tersebut bersifat terbatas dan mempunyai nilai. Hal ini

dibuktikan dengan terjadinya efisiensi penggunaan bahan bakar cangkang dimana

pada saat sebelum pelatihan penggunaan cangkang untuk seluruh pabrik kelapa

sawit PT Perkebunan Nusantara IV mencapai 27.436 Kg per jam, berkurang

menjadi 21.065 Kg per jam sehingga terjadi penghematan sebesar 5.544 Kg per

jam atau peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar sebesar 20%.

3. Dampak Training Terhadap Kinerja Pegawai

Sesuai dengan tujuan penyelenggaraannya, maka fokus utama dampak

pelatihan operator pesawat boiler terhadap kinerja pegawai adalah dalam hal

meningkatkan kemampuan peserta dalam melakukan proses pengoperasian

pesawat boiler. Sebagaimana diketahui bahwa dalam mengoperasikan boiler,

biaya yang paling besar adalah penggunaan bahan bakar cangkang. Dari hasil

penelitian ditemukan bahwa, pelatihan operator pesawat boiler telah berhasil

melakukan penghematan penggunaan bahan bakar yang besarnya mencapai

Rp.661.500.000,- per tahunnya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa pelatihan yang

dilakukan terutama untuk karyawan operator mesin boiler yang dilaksanakan oleh

PT Perkebunana Nusantara IV secara signifikan memberikan dampak positif baik

bagi individu karyawan maupun bagi perusahaan. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Harjana (2002) yang menyatakan bahwa training atau pelatihan adalah

kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam pekerjaan

yang diserahkan kepada mereka.

(42)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terjadi perubahan yang cukup signifikan atas kompetensi eks‐peserta

pelatihan operator pesawat boiler yang bertugas di pabrik kelapa sawit PT

Perkebunan Nusantara IV, setelah mereka mengikuti training tersebut. Hal ini terlihat dari nilai rata‐rata perubahan kompetensi eks peserta training relatif

tinggi, yaitu 4,27 ( kategori bagus ) Dari ketiga domain kompetensi yang

diteliti, maka perubahan yang paling besar terjadi adalah pada domain skill

peserta meningkatnya kualitas hsil kerja dengan skor 4,44 diikuti dengan

Attitudesyaitu peningkatan motivasi dengan skor masing masing sebesar 4,40 2. Terjadi peningkatan kinerja eks‐pesertapelatihan operator pesawat

boilerberupa peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar boiler dengan

besarnya penghematan mencapai Rp. 661.500.000,- per tahunnya.

3. Return on Training Investment (ROTI), diperoleh nilai ROTI sebesar 420%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa manfaat yang diberikan oleh pelatihan

operator pesawat boilerjauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan

untuk penyelenggaraanpelatihan operator pesawat boilertersebut. Dengan

demikian, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwapelatihan operator pesawat

boiler cukup berharga untuk dilanjutkan penyelenggaraannya di kemudian

(43)

7.2 Saran

Terdapat beberapa saran yang dapat dikemukakan, baik untuk keperluan

manajemen PT Perkebunana Nusantara IV maupun untuk kepentingan penelitian

lanjutan.

7.2.1 Saran Untuk Manajemen

1. Dengan mempertimbangkan kendala waktu dan biaya, pihak manajemen PT

Perkebunan Nusantara IV hendaknya melakukan evaluasi setiap pelaksanaan

pelatihanyang diselenggarakannya secara lengkap dari Level 1 hingga Level 4 bahkan, jika memungkinkan dan diperlukan, sampai dengan perhitungan

Return on Training Investment‐nya. Hal ini penting agar perusahaan dapat meyakini bahwa pelatihanyang diselenggarakannya benar‐benar terlaksana

secara efektif serta dapat memberikan kontribusi finansial yang positif bagi perusahaan.

2. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pelatihan bukanlah

satu‐satunya faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai,

melainkan masih terdapat enam faktor lainnya (peningkatan kapasitas

pegawai, penetapan standar kerja, sistem penilaian kinerja, pemberian

feedback, kondisi kerja, serta sistem insentif). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka perusahaan perlu memperhatikan pula perkembangan

faktor‐faktor lainnya tersebut agar kinerja perusahaan dapat meningkat secara

signifikan.

7.2.2 Saran Untuk Penelitian Lanjutan

1. Salah satu kelemahan dalam ilustrasi ini adalah bahwa evaluasi training

hanya dilakukan terhadap eks‐peserta training saja. Meskipun hal tersebut

masih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, namun tidak dapat

dipungkiri bahwa evaluasi yang dilakukan secara 3600 akan memberikan hasil

yang lebih baik dan obyektif. Oleh karenanya, perlu dipertimbangkan untuk

melakukan evaluasi pelatihansecara 3600. Selain itu, dapat pula dilakukan

(44)

2. Penghitungan sejenis berikutnya dapat dilakukan terhadap jenis‐jenis training

yang tidak terkait dengan operasi perusahaan ataupun core‐business secara langsung. Training dimaksud dapat terkait dengan peningkatan kompetensi yang bersifat soft‐skills, seperti training mengenai kepemimpinan

(leadership) atau kerjasama (teamwork), maupun kompetensi yang bersifat

Gambar

Gambar 3.1.Kerangka Konseptual
Tabel 4.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Gambar bagian-bagian Boiler
Tabel 6.2. Relevansi Pelatihan Dengan Pekerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang dibangun Najwa Sihab selaku pembawa acara dalam program Mata Najwa episode “Semua karena Ahok” yang dilihat dari tema atau topik yang dikedepankan adalah tentang

[r]

” Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang- undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah

ibu yang tidak mengikuti kelas ibu hamil dengan baik (&lt;4 kali) sebesar 100% tidak melakukan IMD, dimana dari hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

Sistem ini merupakan sistem yang baik dalam merencanakan bangunan agar dapat memikul beban lateral dan gravitasi dengan efektif, dan gedung tersebut dapat mempunyai respons

Yang bertanda tangan di bawah ini telah membaca publikasi dengan judul : PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA KANTOR..

• Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang mengurutkan dan menuliskan urutan peristiwa pada teks (Bahasa Indonesia KD 3.8 dan 4.8) serta