• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry Chapter III VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Menggunakan Metode Quality Function Deployment pada Gudang Bahan Penolong PT. Growth Sumatra Industry Chapter III VII"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi

Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatan. Batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Dengan demikian terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multidisiplin karena akan mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan, ilmu kejiwaan, dan kemasyarakatan. Pada prinsipnya disiplin ergonomi akan mempelajari akibat-akibat jasmani, kejiwaan, dan sosial dari teknologi dan produk-produknya, maka pengetahuan yang dipelajari akan berkaitan dengan teknologi seperti antropometri.3

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup.4

3

Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS , 2008), hlm. 54. 4

(2)

Masalah-masalah ergonomi dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti:

1. Antropometric

Antropometri berhubungan dengan konflik dimensional antara ruang geometri fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan pengukuran dari dimensi tubuh secara linear, termasuk berat dan volume. Jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk,dan lainnya. Masalah-masalah antropometri merupakan manifestasi dari kekurang-cocokannya antara dimensi ini dan desain dari ruang kerja. Pemecahannya adalah memodifikasi desain dan menyesuaikan kenyamanan.

2. Musculoskeletal

Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif. Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai dengan batas kemampuan manusia.5

3.2. Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian–bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan

5

(3)

tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan

Musculoskeletal Disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain).

(4)

terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Peter vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal yaitu:

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

(5)

4. Faktor penyebab sekunder

Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekwensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah. dan penyebab kombinasi.6

Melalui Nordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.7

3.3. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan Sue Hignett (2000) sebagai sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan atau pegangan. Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat risiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil. Penilaian faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas:

1. Grup A, terdiri atas: a. Batang tubuh (trunk) b. Leher (neck)

c. Kaki (legs)

6

Tarwaka, dkk, op.cit., hlm 117-120. 7

(6)

2. Grup B, terdiri atas:

a. Lengan atas (upper arm) b. Lengan bawah (lower arm) c. Pergelangan tangan (wrist)

Suatu skala skor postur tubuh diberikan pada masing-masing grup dan suatu pernyataan tambahan. faktor beban atau kekuatan dan coupling juga diberikan skala skor. REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dalam sebuah pekerjaan:

1. Keseluruhan bagian badan digunakan.

2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.

3. Melakukan sebuah pembebanan seperti mengangkat benda baik secara rutin ataupun sesekali.

4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan. 8

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA: 1. Grup A, terdiri dari:

a. Batang tubuh (trunk)

Pergerakan batang tubuh (trunk) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Postur Batang Tubuh (Trunk)

8

(7)

Skor setiap pergerakan batang tubuh (trunk) ditampilkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Penilaian Batang Tubuh (Trunk)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1

+1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk 0 - 200 (ke depan dan belakang) 2

<-200 atau 20 - 600 3

>600 4

b. Leher (neck)

Pergerakan leher (neck) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Postur Tubuh Bagian Leher (Neck)

Skor setiap pergerakan leher (neck) ditampilkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Penilaian Leher (Neck)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0 - 200 1

+1 jika leher berputar/bengkok >200- ekstensi 2

c. Kaki (legs)

Pergerakan kaki (legs) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.3.

(8)

Skor setiap pergerakan kaki (legs) ditampilkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Penilaian Kaki (Legs)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang

(berjalan/duduk) 1 +1 jika lutut antara 30-60

0

+2 jika lutut >600 Bertumpu pada satu kaki lurus 2

d. Beban (load)

Berbagai ukuran beban (load) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.4.

1 2 3 Gambar 3.4. Ukuran Beban (Load)

Skor setiap ukuran beban (load) ditampilkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Penilaian Beban (Load)

Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat

5 - 10 kg 1

>10 kg 2

2. Grup B, terdiri dari:

a. Lengan atas (upper arm)

Pergerakan lengan atas (upper arm) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.5.

(9)

Skor setiap pergerakan lengan atas (upper arm) ditampilkan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1 +1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring, menyangga berat lengan

>200 (ke belakang) atau 20 - 450 2

45 - 900 3

>900 4

b. Lengan bawah (lower arm)

Pergerakan lengan bawah (lower arm) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Postur Lengan Bawah

Skor setiap pergerakan lengan bawah (lower arm) ditampilkan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60 - 1000 1

<600 atau >1000 2

c. Pergelangan tangan (wrist)

Pergerakan pergelangan tangan (wrist) dapat membentuk beberapa derajat seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.7.

(10)

Skor setiap pergerakan pergelangan tangan (wrist) ditampilkan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah >150 (ke atas dan bawah) 2

d. Coupling

Skor dan berbagai sifat coupling seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Coupling

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun

mungkin Tidak dapat

diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh

Skor dan berbagai sifat aktivitas seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.9. Tabel 3.9. Skor Aktivitas

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan +1 Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak stabil)

(11)

maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Pemilihan posisi kerja harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan seperti ditampilkan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10. Pemilihan Postur Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda

Jenis Pekerjaan Postur Kerja yang Dipilih Pilihan Pertama Pilihan Kedua Mengangkat beban > 5kg Berdiri Duduk – Berdiri Bekerja di bawah tinggi siku Berdiri Duduk – Berdiri Menjangkau horizontal di luar daerah

jangkauan optimum

Berdiri Duduk – Berdiri Pekerjaan ringan dengan pergerakan

berulang

Duduk Duduk – Berdiri Pekerjaan perlu ketelitian Duduk Duduk – Berdiri Inspeksi dan monitoring Duduk Duduk – Berdiri Sering berpindah-pindah Duduk – Berdiri Berdiri

Sumber: Martin Helander, 2006, A Guide to Human Factors and Ergonomics, (New York: CRC Press)

Rekomendasi pada Tabel 3.10 harus digunakan sebagai pendekatan pertama dalam memahami pilihan utama perancangan. Sebagian besar tugas pada Tabel 3.10 postur duduk-berdiri adalah pilihan kedua. Tempat kerja duduk-berdiri telah menjadi umum dalam industri selama sepuluh terakhir tahun. Duduk-berdiri nyaman untuk banyak tugas, dan ada keuntungan biomekanik karena tekanan pada tulang belakang dan punggung bawah adalah sekitar 30% lebih rendah untuk duduk-berdiri dan berdiri dibandingkan dengan duduk.9

9

(12)

3.4. Penilaian Beban Kerja Fisik Berdasarkan Denyut Nadi Kerja

Sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diteima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut.10

Setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan besar ringannya beban kerja. Persamaan yang digunakan dalam menghitung nilai konsumsi energi yaitu:

Y = 1,80411 – 0,0229038x– 4,71711.10-4x2

Menteri Tenaga Kerja melalui Keputusan No. 51 (1999) menurut kebutuhan kalori untuk menetapkan kategori beban kerja yaitu sebagai berikut 1. Beban kerja ringan : 100-200 Kilo kalori/jam

2. Beban kerja sedang : > 200-350 Kilo kalori/jam 3. Beban kerja berat : > 350 Kilo kalori/jam. 11

Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode utuk menilai cardiovasculair strain. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyau beberapa keuntungan, yaitu selain mudah, cepat, sangkil dan mudah serta tidak diperlukan peralatan serta hasilnya cukup reliabel. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi. (Kurniawan, 1995).

10

Tarwaka, dkk, op. cit., hlm. 95. 11

(13)

Denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indeks beban kerja. Salah satu cara sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah merasakan denyutan pada arteri radialis di pergelanggan tangan.

Denyut nadi mengestimasi indeks beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefenisikan oleh Grandjean (1993) sebagai berikut:

1. Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai. 2. Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja.

3. Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja. Manuaba dan Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = % CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita.

Hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut.

(14)

Kilbon (1992) mengusulkan bahwa cardiovasculair strain dapat diestimasi dengan menggunakan denyut nadi pemulihan (heart rate recovery) atau dikenal dengan metode Brouha. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak menggangu atau menghentikan pekerjaan karena pengukuran dilakukan tepat setelah subyek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, kedua dan ketiga. P1, 2, 3 adalah rerata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan keuntungan sebagai berikut.

1. Jika P1-P3 ≥ 10, atau P1, P2 dan P3 < 90, nadi pemulihan normal,

2. Jika rata-rata P1 ≤ 110, dan P1-P3 ≥ 10, maka beban kerja tidak berlebihan (not excessive), dan

3. Jika P1-P3 < 10, dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan. 12

3.5. Quality Function Deployment (QFD)

QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen kemudian menghubungkannya dengan karakteristik teknis untuk menghasilkan suatu barang atau jasa pada setiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan. Penyebaran fungsi mutu (quality function deployment) adalah perencanaan yang digunakan untuk membantu bisnis memusatkan perhatian pada kebutuhan para pelanggan mereka ketika menyusun spesifikasi desain dan pabrikasi. Manfaat-manfaat utama QFD sebagai berikut:

12

(15)

1. Memusatkan rancangan produk dan jasa baru pada kebutuhan pelanggan. Memastikan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dan proses desain didorong oleh kebutuhan pelanggan yang objektif dan teknologi.

2. Mengutamakan kegiatan-kegiatan desain. Hal ini memastikan bahwa proses desain dipusatkan pada kebutuhan pelanggan yang paling berarti.

3. Menganalisis kinerja produk perusahaan yang utama untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan utama.

4. Dengan memfokuskan pada upaya perancangan, hal tersebut akan mengurangi lamanya waktu yang diperlukan untuk daur ulang rancangan secara keseluruhan sehingga dapat mengurangi waktu untuk memasarkan produk-produk baru.

5. Mengurangi banyaknya perubahan desain setelah dikeluarkan dengan memastikan upaya yang difokuskan pada tahap perancangan.

6. Mendorong terselenggarakannya tim kerja dan menghancurkan rintangan antar bagian dengan melibatkan pemasaran, rencana teknik, dan fabrikasi sejak awal proyek.

7. Menyediakan suatu cara untuk membuat dokumentasi proses dan menyediakan suatu dasar yang kukuh untuk mengambil keputusan rancangan.13

Gambar house of quality yang ditampilkan pada Gambar 3.8.

13

(16)

A

Customer Needs and Benefits

D

Relationships

- What do the customer requirement mean to the manufaktur

- Where are the interactions between relationships

F

Sumber: Lou Cohen, 1995, Quality Function Deployment:How to Make QFD Work for You (USA: Addison-Wesley Publishing Company)

Gambar 3.8. House of Quality

Tahapan membuat matriks quality function deployment sebagai berikut: a. Kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and benefits)

(17)

b. Matriks perencanaan (planning matrix)

Penentuan sasaran atau tujuan produk didasarkan pada interpretasi perancang. Penetapan tujuan merupakan gabungan antara prioritas-prioritas kebutuhan konsumen.14

a. Titik jual adalah kontribusi suatu customer need terhadap daya jual produk/jasa. Untuk penilaian terhadap titik jual terdiri dari:

1 = Titik jual Rendah 1,2 = Titik jual Menengah 1,5 = Titik jual Tinggi

b. Perhitungan bobot perencanaan absolut (raw wieght) keseluruhan kepentingan pengembangan setiap kebutuhan konsumen setiap kebutuhan terhadap suatu atribut fasilitas kerja yang dihitung dengan rumus:

Raw Wieght = Importance to Customer × Improvement Ratio × Sales Point

c. Perhitungan bobot perencanaan relatif (normalized raw wieght) setiap kebutuhan konsumen terhadap suatu atribut fasilitas kerja yang dihitung dengan rumus:15

x100%

c. Karakteristik teknis (technical response)

Karakteristik teknis merupakan suatu persyaratan produk atau proses yang akan dikembangkan.

14

Lou Cohen, Quality Function Deployment: How to Make QFD Work for You, (USA: Addison-Wesley Publishing Company, 1995), Hlm. 69-71.

15

(18)

d. Tingkat hubungan antara kebutuhan konsumen dengan karakteristik teknis Bagian terbesar dari matriks dan menjadi bagian terbesar dari pekerjaan.

Relationship menunjukkan hubungan antara parameter teknik dengan kebutuhan dan keinginan konsumen yang telah dimodelkan dalam QFD. e. Tingkat hubungan antar karakteristik teknis Karakteristik teknis (technical

correlations)

Matriks yang bentuknya menyerupai atap (roof) yang digunakan untuk membantu dalam menentukan desain.

f. Target setting

Informasi hasil perbandingan kinerja persyaratan teknis produk dan target kinerja persyaratan teknis untuk memberikan prioritas tentang perencanaan produk lebih lanjut.16

Ukuran kinerja dari house of quality (HoQ) diperoleh berdasarkan tiga aspek yaitu tingkat kesulitan, tingkat kepentingan dan perkiraan biaya.

a. Penentuan tingkat kesulitan

Tingkat kesulitan ditentukan dari hubungan karakteristik teknis. Perhitungan dibuat dengan mengartikan semua bobot nilai hubungan kemudian membagi bobot dari tiap-tiap karaktertistik teknik dengan jumlah bobot tadi. Selanjutnya, tingkat kesulitan diberikan berdasarkan rentang persentase yang diperoleh. Tingkat kesulitan dihitung dengan rumusan:

Tingkat Kesulitan =

16

(19)

b. Penentuan derajat kepentingan

Nilai derajat kepentingan dihitung dengan menghitung terlebih dahulu total bobot untuk masing-masing hubungan antara atribut produk dengan karakteristik teknis. Selanjutnya, derajat kepentingan dihitung dengan rumusan:

Derajat Kepentingan =

c. Perkiraan biaya

Dasar dalam penentuan nilai perkiraan biaya adalah faktor tingkat kesulitan. Kedua variabel ini memiliki hubungan yakni semakin sulit suatu karakteristik teknik dibuat, akan semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan. Perkiraan biaya dinyatakan dalam persentase dan dipengaruhi berbagai pertimbangan dari si perancang sendiri. Perkiraan biaya dihitung dengan rumusan:

Perkiraan biaya =

3.6. Antropometri

(20)

sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia.17

3.6.1. Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Produk/Fasilitas Kerja

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini:

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu: a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim

dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya. b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas

dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara:

a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th

17

(21)

atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikanoleh seorang pekerja.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antar rentang ukuran tertentu.

Di sini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/mundur dari sudut sandarannya pun dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai 95-th persentil.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata.

(22)

saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut:

a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut. b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,

dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data

struktural body dimension ataukah functional body dimension.

c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "market segmentation", seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll. d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan

tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) ataukah ukuran rata-rata.

e. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai percentile yang lain yang dikehendaki.

f. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasi data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (glowes), dan lain-lain.18

18

(23)

3.6.2. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri Data antropometri jelas diperlukan agar rancangan suatu produk dapat sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Situasi menjadi berubah jika lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahan yang timbul adalah ukuran siapakah yang digunakan sebagai acuan untuk mewakili populasi yang ada, mengingat ukuran individu akan bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk.

Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan adjustabel dengan suatu rentang ukuran tertentu. Pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan untuk prinsip antropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan

mean dan standard deviation dari data yang ada. Gambar 3.9 menjelaskan 95% dari populasi diambil rentang 2,5 th sampai 97,5 th persentil sebagai batasannya.19

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 2008, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS) Gambar 3.9. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Tabel 3.11 menunjukkan pemakaian nilai-nilai persentil yang diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri.

19

(24)

Tabel 3.11. Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan 1 st - 2,325 σx

2,5 th - 1,960 σx

5 th - 1,645 σx

10 th - 1,280 σx

50 th

90 th + 1,280 σx

95 th + 1,645 σx

97,5 th + 1,960 σx

99 th + 2,325 σx

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 2008, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS)

3.7. Metode Sampling

Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena manfaat yang besar dalam penghematan sumber daya waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data. Berikut berbagai metode sampling yang umum digunakan dalam penelitian:

1. Probability Sampling

a. Simple Random Sampling

b. Systematic Sampling

c. Stratified Random Sampling

d. Cluster Sampling

e. Area Sampling

2. Nonprobability Sampling

a. Convenience Sampling

b. Purposive Sampling

(25)

tanpa melalui proses seleksi secara random, biasanya jumlah responden sangat terbatas.

c. Judgment Sampling

d. Quota Sampling

e. Snowball Sampling

f. Acceptance Sampling20

g. Total Sampling21

Tidak semua penelitian menggunakan sampel sebagai sasaran penelitian pada penelitian tertentu (skala kecil) yang memerlukan beberapa orang sebagai objek penelitian, ataupun beberapa penelitian kuantitatif yang dilakukan terhadap objek atau populasi kecil, biasanya penggunaan sampel penelitian tidak perlu. Hal terebut karena keseluruhan objek dalam penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Dalam istilah penelitian kuantitatif, objek penelitian yang kecil ini disebut sebagai sampel total, yaitu keseluruhan populasi merangkap sebagai sampel penelitian.

3.8. Kuesioner

Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Syarat utama pengisian kuesioner adalah pertanyaan yang jelas dan mengarah ke tujuan.

Komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu:

20

Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian (Medan: USU Press, 2014), hlm. 189,193-204. 21

(26)

1. Subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian.

2. Ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi secara aktif dan objektif pertayaan maupun pernyataan yang tersedia.

3. Petunjuk pengiisian kuisioner, dimana petunjuk yang tersedia harus mudah dimengerti.

4. Pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat pengisian jawaban, baik secara tertutup, semi tertutup, maupun terbuka.22

Perancangan kuesioner yang baik perlu dipahami prinsip-prinsip yang terkait dengan cara penulisan pertanyaan (wording of quetions), cara pengukuran yaitu mengkatagorikan, membuat skala dan mengkodekan (catagorized, scaled and coded) jawaban dari responden dan kerapian (general appearance) kuesioner tersebut.23

3.9. Pengujian Validitas

Cara-cara yang umum digunakan untuk menguji validitas instrumen ialah melalui analisis korelasi (correlational analysis), analisis faktor (factor analysis), dan multitrait. Analisis korelasi sangat sesuai digunakan untuk menguji validitas serempak dan prediktif ataupun validitas konvergen dan diskriminan. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang dikembangkan oleh pearson,yaitu:

 



Rosnani Ginting, op. cit., hlm. 67-68. 23

(27)

Dimana: rxy = koefisien korelasi antara x dan y

xi = skor variabel x

yi = skor variabel y

Peneliti perlu membuktikan bahwa setiap butir pertanyaan yang ditampilkan dalam kuesioner adalah valid sehingga tidak menimbulkan

disturbance antara sesama pertanyaan. Hasil perhitungan koefisien korelasi skor antar masing-masing butir dan skor total kemudian dibandingkan dengan r kritis. Jika r hitung > r kritis maka butir pertanyaan bersangkutan dapat dinyatakan valid. Jika validitas instrumen telah diuji maka dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas.24

3.10. Pengujian Reliabilitas

Koefisien alpha cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu. Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien alpha cronbach yaitu:

Dimana: r11 = reliabilitas instrumen (Koefisien Alpha Cronbach)

k = jumlah butir pertanyaan dalam instrumen = jumlah varians butir-butir pertanyaan

= varians total

24

(28)

Instrumen pengumpulan data dikatakan reliabel atau diindikasikan memiliki reliabilitas tinggi apabila uji tersebut memberikan koefisien lebih besar dari r kritis.25

3.11. Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data

Uji keseragaman data dilakukan berdasarkan hasil dari perhitungan Batas Kelas Atas dan Batas Kelas Bawah. Apabila terdapat data ekstrim atau data yang keluar dari batas kontrol, maka data tersebut tidak dipergunakan dalam perhitungan. Setelah itu dihitung lagi kecukupan datanya dan dibuat BKA dan BKB sampai tidak ada data yang keluar dari batas yang telah ditetapkan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui cukup atau tidaknya data observasi yang telah dikumpulkan.26

Pengujian keseragaman data ini dilakukan untuk tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat dalam penelitian. Langkah-langkah dalam melakukan pengujian keseragaman data yaitu menghiitung harga rata-rata, hitung standard deviasi, menentukan batas kontrol atas dan kontrol batas bawah dengan:

k X

BKA  s

k X

BKB  s

Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas x = Rata-rata pengukuran BKB = Batas Kontrol Bawah s = Standar deviasi k = Tingkat kepercayaan

25

Ibid., hlm. 251. 26

(29)

Uji kecukupan data digunakan untuk menentukan bahwa jumlah sampel data yang diambil telah cukup untuk proses inverensi ataupun pengolahan data pada proses selanjutnya. Rumus yang digunakan sebagai berikut:27

2 N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan Xi = Data pengamatan (hasil pengukuran) k = Tingkat kepercayaan

d = Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)

Jika N (jumlah data yang telah diperoleh) lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan jumlah data yang dibutuhkan (N’) berarti data tidak cukup sehingga diperlukan penambahan data sebanyak N’-N buah. Sebaliknya apabila N lebih besar daripada N’ berarti data telah cukup.

3.12. Frekuensi Getaran

Suatu prosedur desain yang disediakan untuk menentukan kriteria penerimaan manusia akibat getaran, bervariasi sesuai dengan bahan yang digunakan dalam konstruksi. Murray, et al (1997), mengusulkan batas kriteria sesuai dengan strandar ISO 2361-1/2. Batasan ini menunjukkan bahwa toleransi manusia untuk getaran sangat tergantung pada lingkungan.

27

(30)

Istilah yang digunakan dalamkonsep getaran salah satunya adalah periode. Periode adalah waktu yang diperlukan untuk bergetar selama satu kali sedangkan frekuensi adalah kebalikan dari periode yaitu jumlah getaran dalam satu unit waktu. Rumus yang digunakan untuk mengetahui frekuensi getaran adalah

f = n/t 28

28

(31)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan pada PT. Growth Sumatra Industry yang berlokasi di Jalan K. L. Yos Sudarso Km.10 Kawasan Industri Medan, Mabar, Medan Deli, 20242, Sumatera Utara, Indonesia. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli 2016 sampai selesai.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif (description research) yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek. Penelitian ini juga disebut penelitian survei karena data-data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara yang didukung kuesioner dan diisi oleh para responden dari objek penelitian.29

4.3. Objek Penelitian

Objek yang diteliti adalah pekerja dengan aktivitas penakaran pada gudang bahan penolong PT. Growth Sumatra Industry.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

29

(32)

1. Keluhan bagian tubuhpekerja

Pembobotan keluhan tubuh pekerja menggunakan standard nordic questionnaire.

2. Beban kerja

Kategori beban kerja diidentifikasi melalui denyut nadi.

3. Level tindakan postur kerja dengan rapid entire body assesment

Penilaian level risiko kerja terhadap aktivitas pekerja sebagai pertimbangan postur kerja dalam perancangan fasilitas kerja.

4. Atribut perancangan fasilitas kerja

Penentuan atribut (kebutuhan) perancangan fasilitas melalui kuesioner yang diisi pekerja yang akan menggunakan fasilitas kerja berdasarkan quality function deployment.

5. Dimensi tubuh pekerja

Pengukuran tubuh pekerja yang dijadikan dasar ukuran perancangan fasilitas kerja agar terjadi kesesuaian dimensi fasilitas kerja dengan pekerja.

4.5. Kerangka Berpikir

(33)

Perancangan Fasilitas Kerja yang Ergonomis

- Penilaian keluhan bagian tubuh dengan standard nordic questionaire

- Beban kerja melalui denyut nadi - Postur kerja dengan REBA - Perancangan fasilitas kerja dengan metode quality function deployment - Pengukuran dimensi tubuh dengan prinsip antropometri

Atribut perancangan fasilitas kerja Dimensi tubuh

Beban kerja Postur kerja Keluhan bagian

tubuh

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

4.6. Instrumen Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Standard nordic questionaire untuk mengumpulkan informasi awal mengenai keluhan bagian tubuh yang dialami oleh pekerja.

2. Kuisioner terbuka dan tertutup untuk mengidentifikasi atribut fasilitas kerja yang akan dirancang, dimana variabel untuk kuesioner tertutup diperoleh dari hasil kuesioner terbuka.

3. Human Body Martin untuk mengukur tubuh pekerja data antropometri.

4. Stopwatch untuk mengukur waktu terhadap denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja.

(34)

4.7. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk objek yang dikenakan investigasi oleh peneliti. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan pekerja dengan aktivitas penakaran pada gudang bahan penolong PT. Growth Sumatra Industry.

Sampel adalah subset (sebagian) dari populasi yang terdiri dari sejumlah elemen dari populasi ditarik (diambil) dari keseluruhan objek yang diteliti. Teknik sampling penelitian ini untuk kuesioner SNQ, kuesioner terbuka dan tertutup, serta data antropometri adalah total sampling. Sampel yang diambil adalah seluruh populasi pekerja dengan aktivitas penakaran pada gudang bahan penolong. Jumlah objek penelitian yang kecil sehingga dilakukan pengambilan sampel dengan cara total.

4.8. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan melakukan identifikasi masalah hingga menghasilkan kesimpulan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi:

1. Identifikasi masalah

(35)

2. Perumusan masalah

Perumusan masalah menjelaskan secara singkat dan detail tentang masalah yang akan dicari pemecahan masalahnya. Masalah yang terjadi adalah keluhan sakit dari pekerja, beban kerja, penggunaan fasilitas kerja yang masih sederhana dan tidak ergonomis, pengerjaan secara manual yang dominan menggunakan otot tubuh secara berulang-ulang.

3. Penetapan tujuan

Penetapan tujuan penelitian sebagai acuan mengarahkan dan menentukan tujuan penelitian, yaitu mengidentifikasi keluhan dari pekerja, beban kerja, level risiko postur dalam melakukan aktivitas, mengidentifikasi atribut kebutuhan pengguna fasilitas kerja yang dirancang menggunakan quality function deployment, mengidentifikasi dimensi tubuh pengguna dan ukuran fasilitas kerja yang sesuai prinsip antropometri untuk mendapatkan rancangan fasilitas kerja yang ergonomis.

4. Pengumpulan data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.

5. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan setelah data primer dan sekunder dikumpulkan kemudian diolah mengikuti tahapan-tahapan berdasarkan studi literatur.

6. Analisa terhadap hasil pengolahan data.

7. Kesimpulan dan saran diberikan untuk penelitian.

(36)

Penetapan Tujuan

1. Mengidentifikasi keluhan dari pekerja.

2. Mengidentifikasi kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi. 3. Mengidentifikasi level risiko sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan. 4. Mengidentifikasi atribut kebutuhan pengguna fasilitas kerja yang dirancang menggunakan quality function deployment.

5. Mengidentifikasi dimensi tubuh pengguna dan ukuran fasilitas kerja yang sesuai prinsip antropometri.

Pengolahan Data

1. Modus keluhan 2. Penilaian beban kerja

3. Penentuan level risiko sikap tubuh kerja

4. Uji validitas dan realibilitas kuesioner dan house of quality fasilitas kerja 5. Penentuan perancangan dengan prinsip antropometri

Analisa Pemecahan Masalah

Analisa terhadap Hasil Perancangan Fasilitas Kerja

Kesimpulan dan Saran Perumusan Masalah

Keluhan sakit dari pekerja, beban kerja, penggunaan fasilitas kerja yang masih sederhana dan tidak ergonomis saat

melaksanakan aktivitas penakaran bahan penolong

Mulai Data antropometri Lab E&PSK FT USU

(37)

4.9. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran secara langsung di lapangan, yaitu:

a. Data keluhan diperoleh dengan standard nordic questionaire. Tahapan mengidentifikasi keluhan bagian tubuh pekerja sebagai berikut:

i. Mengisi data diri pekerja: nama, usia, jenis kelamin, lama jam kerja.

ii. Menandai bagian-bagian tubuh yang dikeluhkan pekerja: mulai dari leher hingga kaki.

b. Data denyut nadi pekerja. Denyut nadi yang diukur adalah denyut nadi istirahat dan denyut nadi setelah bekerja. Denyut nadi pekerja diukur dengan bantuan stopwatch.

c. Data postur tubuh kerja. Pengamatan postur kerja aktual dilakukan dengan pengamatan langsung dan bantuan foto maupun video.

d. Data atribut perancangan fasilitas kerja yang diinginkan pekerja, diperoleh melalui:

i. Kuesioner terbuka

(38)

ii. Kuesioner tertutup

Kuesioner yang menyediakan alternatif tingkat kepentingan jawaban terhadap setiap pertanyaan yang diajukan. Responden diberi kebebasan untuk memilih alternatif yang dianggap sesuai dengan pengetahuan oleh pekerja gudang bahan penolong untuk penggunaan fasilitas kerja.

e. Data antropometri diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap tubuh pekerja gudang bahan penolong dengan alat human body martin.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur dan refrensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yakni dari dokumentasi perusahaan yaitu:

a. Data umum perusahaan b. Uraian proses produksi

c. Struktur organisasi perusahaan

d. Data antropometri Lab Ergonomi & Perancangan Sistem Kerja USU

4.10. Pengolahan Data

(39)

Perancangan Fasilitas Kerja yang Ergonomis - Perancangan fasilitas kerja dengan metode quality function deployment

- Penentuan dimensi tubuh dengan prinsip antropometri Persentase keluhan muskuluskeletal

duduk dan berdiri - Keluhan bagian tubuh

- Denyut nadi - Postur kerja - Atribut perancangan

- Dimensi tubuh

No Yes

Mulai

Selesai

Denyut nadi Postur kerja

beban kerja Berat Duduk

Secepatnya perubahan beban kerja Berat

Berdiri Mungkin perubahan

beban kerja Sedang

Dihilangkan (eliminated)

Gambar 4.3. Alur Pengolahan Data

Pengolahan data tersebut dilakukan dengan tahapan berikut: 1. Penentuan persentase keluhan

Tahapan pemberian bobot nilai, yaitu tidak ada keluhan (tidak sakit) diberikan nilai 0, keluhan agak sakit diberikan nilai 1, keluhan sakit diberikan nilai 2, keluhan sangat sakit diberikan nilai 3.

Perhitungan persentase keluhan pekerja pada masing-masing bagian otot tubuh pekerja tersebut. Persentase keluhan dapat dihitung sebagai berikut:

(40)

2. Penilaian beban kerja berdasarkan denyut nadi pekerja

Beban kerja dinilai untuk menentukan berat, sedang atau ringan suatu pekerjaan yang dilakukan. Oleh karena itu, dapat diketahui beban kerja yang dapat dipertahankan pekerja terhadap rancangan fasilitas kerja ergonomis. Tahapan pengkategorian beban kerja dengan cara:

a. Menekan denyut nadi pekerja yang dihasilkan selama 1 menit.

b. Denyut nadi pekerja dihitung saat sebelum bekerja (Denyut Nadi Istirahat) dilanjutkan mengukur denyut nadi sesudah kerja (Denyut Nadi Kerja). c. Pengkategorian beban kerja dengan menghitung konsumsi energi dan

cardiovasculerload (%CVL). 3. Penentuan level tindakan postur kerja

Penilaian akhir (skor) REBA dihasilkan untuk mengetahui level tindakan perbaikan postur kerja. Tingkat risiko kerja terhadap suatu pekerjaan diketahui sebagai analisa pertimbangan postur kerja dalam rancangan fasilitas kerja ergonomis.

Tahapan penentuan level tindakan postur kerja, yaitu:

a. Pengamatan langsung di lapangan dan dokumentasi berupa gambar postur. b. Penilaian terhadap tubuh bagian kanan dan kiri menggunakan lembar

penilaian REBA EmployeeAssessment Worksheet. 4. Membuat house of quality fasilitas kerja

Tahapan pertama dilakukan pengujian validitas dan realibilitas kuesioner. Tahapan kedua menggambar house of quality fasilitas kerja.

(41)

a. Uji analisis korelasi, sangat sesuai digunakan untuk menguji validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang dikembangkan oleh pearson,yaitu:

Dimana: rxy = koefisien korelasi antara x dan y

xi = skor variabel independen x

yi = skor variabel independen y

Uji koefisien alpha cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu. Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien alpha cronbach yaitu:

Dimana: r11 = reliabilitas instrumen (Koefisien Alpha Cronbach)

k = jumlah butir pertanyaan dalam instrumen

= jumlah varians butir-butir pertanyaan = varians total

b. Hasil perhitungan analisa korelasi dan koefisien alpha cronbach ditabulasi. c. Dibandingkan antara r hitung dan r kritis. Nilai r hitung yang dihasilkan > r

kritis, maka data dinyatakan valid dan reliabel.

(42)

Uji analisis korelasi dan uji koefisien

alpha cronbach

Hasil perhitungan korelasi dan koefisien alpha cronbach ditabulasi

Dibandingkan antara r hitung dan r kritis

Gambar 4.4. Block Diagram Perhitungan Uji Validitas Dan Realibilitas Kuesioner

Tahapan menggambar house of quality sebagai berikut:

a. Identifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and benefits).

Kebutuhan dan keinginan konsumen dikembangkan menjadi suatu hirarki dengan cara proses diagram afinitas, kemudian disusun secara hirarki kebutuhan yang paling rinci pada tingkat terendah hingga tingkat yang lebih tinggi.

b. Matriks perencanaan (planning matrix)

Penentuan sasaran atau tujuan produk, didasarkan pada interpretasi tim terhadap riset pasar. Penetapan tujuan merupakan gabungan antara prioritas-prioritas kebutuhan konsumen.

c. Karakteristik teknis (technical response)

Karakteristik teknis merupakan suatu persyaratan produk atau proses yang akan dikembangkan.

(43)

Bagian terbesar dari matriks dan menjadi bagian terbesar dari pekerjaan. Pada fase ini menggunakan metode matriks prioritas.

e. Technical correlations

Matriks yang bentuknya menyerupai atap (roof). Matriks ini digunakan untuk membantu tim dalam menentukan desain dan mengidentifikasi kunci komunikasi antar desainer.

f. Target setting

Informasi hasil perbandingan kinerja persyaratan teknis produk dan target kinerja persyaratan teknis untuk memberikan prioritas tentang perencanaan produk lebih lanjut.

Tahapan membuat house of quality yang ditampilkan pada Gambar 4.5. customer needs and benefits

planning matrix

technical response

relationships

technical correlations

target setting

Gambar 4.5. Block Diagram Membuat House of Quality

5. Penentuan perancangan dengan prinsip antropometri

(44)

a. Ditetapkan anggota tubuh yang akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan fasilitas kerja.

b. Ditentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut. c. Ditentukan populasi terbesar yang menjadi target utama pemakai rancangan

fasilitas kerja tersebut.

d. Ditetapkan prinsip ukuran yang harus dirancang tersebut, apakah untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) atau ukuran rata-rata.

e. Perhitungan nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi dari suatu distribusi normal.

i. Nilai rata-rata

Dimana: n = Banyaknya pengamatan ΣXn = Jumlah pengamatan ke n ii. Nilai Standar Deviasi (ragam contoh)

f. Pilih persentil yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai percentile yang lain yang dikehendaki.

g. Dipilih/tetapkan nilai ukuran dimensi tubuh dari tabel data antropometri yang sesuai.

(45)

Gambar 4.6.

Ditetapkan anggota tubuh untuk mengoperasikan rancangan

Ditentukan dimensi tubuh yang penting dalam rancangan

Ditentukan populasi terbesar yang menjadi target utama pemakai

rancangan

Ditetapkan prinsip ukuran yang harus dirancang

Pilih persentil yang harus diikuti

Dipilih/tetapkan nilai ukuran dimensi tubuh dari tabel data antropometri Perhitungan nilai mean (rata-rata) dan

standar deviasi

Gambar 4.6. Block Diagram Perancangan dengan Prinsip Antropometri

4.11. Analisa dan Pemecahan Masalah

Analisis terhadap hasil yang diperoleh dari pengolahan data untuk memperoleh pemecahan masalah. Hasil analisa ergonomi terhadap hasil perancangan fasilitas yang ergonomis.

4.12. Kesimpulan dan Saran

(46)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

5.1.1. Keluhan Muskuloskseletal

Bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit dapat diketahui melalui standard nordic questionnaire. Peta tubuh (nordic body map) juga dapat mengidentifikasi tingkat keluhan otot skeletal pekerja saat melakukan aktivitas penakaran bahan penolong. Penilaian dengan standard nordic questionnaire

dilakukan dengan pemberian bobot nilai, yaitu:

1. Untuk tidak ada keluhan (tidak sakit) diberikan nilai 0.

2. Untuk keluhan agak sakit diberikan nilai 1, apabila pekerja hanya mengalami nyeri sesekali saja ataupun kesemutan.

3. Untuk keluhan sakit diberikan nilai 2, apabila pekerja sering mengalami nyeri ataupun pegal.

4. Untuk keluhan sangat sakit diberikan nilai 3, apabila pekerja mengalami pegal dan nyeri yang lama (masih dirasakan walaupun pekerja sudah sampai di rumah).

(47)

penolong yang menakar dengan postur kerja duduk ditampilkan pada Tabel 5.2 dan postur kerja berdiri ditampilkan pada Tabel 5.3.

Keterangan nomor bagian tubuh:

0 : leher bagian atas 10 : siku kiri 20 : lutut kiri 1 : leher bagian bawah 11 : siku kanan 21 : lutut kanan 2 : bahu kiri 12 : lengan bawah kiri 22 : betis kiri 3 : bahu kanan 13 : lengan bawah kanan 23 : betis kanan

4 : lengan atas kiri 14 : pergelangan tangan kiri 24 : pergelangan kaki kiri 5 : punggung 15 : pergelangan tangan kanan 25 : pergelangan kaki kanan 6 : lengan atas kanan 16 : tangan kiri 26 : kaki kiri

7 : pinggang 17 : tangan kanan 27 : kaki kanan 8 : bokong 18 : paha kiri

9 : pantat 19 : paha kanan

5.1.2. Denyut Nadi Pekerja

Denyut nadi pekerja diukur sebelum bekerja dan sesudah bekerja pada gudang bahan penolong. Pengambilan data denyut nadi istirahat (DNI) dilakukan sebelum bekerja pukul 13.00 WIB dan denyut nadi kerja (DNK) dilakukan sesudah bekerja pada jam pukul 17.00 WIB. Data denyut nadi pekerja ditampilkan pada Tabel 5.4.

5.1.3. Postur Kerja

(48)

mengetahui postur kerja yang perlu diperbaiki. Postur kerja aktual saat bekerja dan elemen kegiatan yang dilakukan oleh pekerja gudang bahan penolong yang menakar dengan postur kerja duduk ditampilkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Postur Kerja Duduk Aktual Penakaran Bahan Penolong No. Elemen Kegiatan

1. Karung 5 kg diambil untuk diisikan bahan penolong

2. Sekop diambil

3. Bahan penolong dimasukkan dalam karung 5 kg men1ggunakan sekop 4. Menakar bahan penolong 5. Karung 5 kg diikat

menggunakan tali 6. Bahan penolong siap diisi dan

dilempar ke dalam karung 1000 kg

Sumber: PT. Growth Sumatra Industry

Postur kerja aktual saat bekerja dan elemen kegiatan yang dilakukan oleh pekerja gudang bahan penolong yang menakar dengan postur kerja berdiri ditampilkan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Postur Kerja Berdiri Aktual Penakaran Bahan Penolong No. Elemen Kegiatan

1. Steel bulk tote bin-container

(tong) diposisikan sesuai dengan penampung bahan

penolong

2. Steel squeegee (penyerok) diambil

3. Bahan penolong dimasukkan ke dalam Steel bulk tote

bin-container (tong) 220 kg menggunakan Steel squeegee

(penyerok)

(49)

5.1.4. Keinginan Konsumen (Pengguna) Fasilitas Kerja 5.1.4.1. Kuesioner Terbuka

Penyebaran kuesioner terbuka dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai fasilitas kerja yang diinginkan dan kenyataan yang dialami responden terhadap fasilitas kerja. Kuisioner terbuka disebarkan kepada 6 responden (pengguna yaitu pekerja gudang bahan penolong). Setiap pertanyaan berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi atribut dalam fasilitas kerja yang akan dirancang berupa penakar bahan penolong, yaitu:

1. Bahan rangka penakar

2. Bahan alas penampung bahan penolong 3. Cara penggunaan penakar

4. Bentuk penampung bahan penolong 5. Posisi display timbangan

6. Cara menghentikan bahan penolong saat masuk karung dan tong 7. Dimensi penampung bahan penolong

8. Fungsi tambahan

Data penilaian atribut penakar bahan penolong yang diperoleh dari penyebaran kuesioner terbuka ditampilkan pada Tabel 5.7

5.1.4.2. Kuesioner Tertutup

Kuesioner tertutup berisikan pernyataan yang diambil berdasarkan modus kuesioner terbuka. Responden diminta untuk mengisi kolom-kolom yang disediakan mengenai kepentingan atau harapan.

(50)

disebarkan kuesioner tertutup dan diberikan kepada 6 responden untuk memberi penilaian pada setiap atribut dari rancangan penakar bahan penolong menurut skala Likert, di mana nilai tersebut diartikan sebagai berikut:

1 : menunjukkan harapan tersebut tidak penting 2 : menunjukkan harapan tersebut kurang penting 3 : menunjukkan harapan tersebut cukup penting 4 : menunjukkan harapan tersebut penting 5 : menunjukkan harapan tersebut sangat penting

Atribut yang akan dinilai responden ditampilkan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Atribut Penakar Bahan Penolong

Primer Sekunder Tersier

Bahan Bahan Rangka Penakar Besi

Bahan Alas Penampung Bahan Penolong Karet

Desain

Cara Penggunaan Penakar Getaran Bentuk Penampung Bahan Penolong Persegi panjang

Posisi Display Timbangan Depan Cara menghentikan bahan penolong saat

masuk karung dan tong

Penutup dengan engsel Dimensi Dimensi Penampung Bahan Penolong 250x151x25 cm

Fungsi Fungsi Tambahan Tempat Karung dan

Tali Sumber: Pengumpulan Data

5.1.4.3. Karakteristik Teknis

(51)

Tabel 5.10. Karakteristik Teknis Fasilitas Kerja

No Karakteristik Teknis

1 Ketahanan bahan 2 Kekuatan las

3 Getaran yang dihasilkan 4 Kualitas pelapisan 5 Kemudahan pemakaian 6 Kualitas pengecatan Sumber: Pengumpulan Data

Hubungan antar karakteristik teknis diperoleh hasil wawancara yang ditampilkan pada Tabel 5.11.

5.1.4.4. Hubungan antara Atribut Fasilitas Kerja dengan Karakteristik Teknis

Hubungan antara atribut fasilitas kerja dengan karakteristik teknis ditampilkan pada Tabel 5.12.

5.1.5. Data Antropometri

Data antropometri pekerja yang diukur dalam penelitian didasarkan pada perancangan penakar bahan penolong yaitu:

1. Tinggi siku berdiri (TSB)

Tinggi meja penakar bahan penolong disesuaikan dengan tinggi siku berdiri. Apabila tinggi meja penakar bahan penolong diatas tinggi siku berdiri maka beban akan terasa lebih berat dan cepat menimbulkan keluhan. Jika meja penakar bahan penolong terlalu pendek maka postur pekerja akan membungkuk.

(52)

Jarak terjauh penggunaan penakar bahan penolong dalam meraih tempat fungsi tambahan (karung dan tali). Panjang meja penakar bahan penolong yang diperlukan disesuaikan dengan rentang tangan pekerja.

3. Jarak siku sampai ujung jari tangan (D19)

Lebar meja penakar bahan penolong disesuaikan dengan jarak siku sampai ujung jari tangan agar proses pengambilan karung dan tali, postur kerja tidak membungkuk.

Pengukuran dimensi tubuh pekerja gudang bahan ditampilkan pada Tabel 5.13. Tabel 5.13. Dimensi Tubuh Pekerja

Pekerja Dimensi Tubuh

TSB RT D19

Pekerja 1 98,6 161 48

Pekerja 2 99 163 49

Pekerja 3 95 157 45,5

Pekerja 4 92 151,8 43,6

Pekerja 5 94,5 154 44,1

Pekerja 6 96,7 159 47,1

Sumber: Hasil Pengukuran Dimensi Tubuh

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Penentuan Persentase Keluhan Muskuloskeletal

Pembobotan dilakukan untuk mengetahui bagian otot yang dikeluhkan agar rancangan fasilitas kerja dapat meminimalkan keluhan. Setelah dilakukan rekapitulasi bobot pada pengumpulan data, dilakukan perhitungan persentase keluhan pekerja pada masing-masing bagian otot tubuh pekerja tersebut. Persentase keluhan dapat dihitung sebagai berikut:

(53)

Berdasarkan perhitungan di atas maka persentase keluhan setiap otot untuk postur kerja duduk dan berdiri ditampilkan pada Tabel 5.14.

Grafik persentase keluhan muskuloskeletal pekerja gudang bahan penolong dengan postur kerja duduk ditampilkan pada Gambar 5.1 dan postur berdiri ditampilkan pada Gambar 5.2.

Keluhan otot skeletal terjadi karena kontraksi otot yang melebihi 20% (Tarwaka, 2004).

5.2.2. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Pekerja

Persamaan yang digunakan untuk menentukan beban kerja dengan menghitung nilai konsumsi energi yaitu:

Y = 1,80411 – 0,0229038x– 4,71711.10-4x2

Dimana:

Y = Energi (Kkal/menit); x = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit) Rekapitulasi kategori beban kerja ditampilkan pada Tabel 5.15.

Penilaian dengan menghitung denyut nadi pekerja juga dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi beban kerja. Perhitungan beban kerja dengan metode cardiovasculerload (CVL) dimulai dengan menentukan denyut nadi maksimum (DNmax), dengan rumus: 220-umur untuk pria dan (200-umur) untuk wanita.

(54)

5.2.3. Penentuan Level Tindakan Postur Kerja dengan Metode Rapid Entire Body Assesesment (REBA)

Hasil pengamatan postur kerja kemudian dilakukan penilaian terhadap tubuh bagian kanan dan kiri menggunakan lembar penilaian REBA Employee Assessment Worksheet. Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua grup yaitu grup A dan grup B. Nilai skor grup A dan grup B selanjutnya dimasukkan ke tabel C hingga menghasilkan nilai tabel C. Nilai skor REBA diperoleh dari penjumlahan nilai tabel C dan nilai aktivitas. Perhitungan skor untuk postur kerja duduk ditampilkan pada Tabel 5.17 dan Tabel 5.18.

Tabel 5.17. Penentuan Skor Postur Kerja Duduk Elemen Kegiatan Mengambil Karung (Kanan)

Mengambil Karung (Kanan)

Grup A Grup B

1. Leher (neck) = 1 + 1 = 2

Dikarenakan postur leher pekerja berada pada posisi 00-200 dan leher menekuk ke kanan (bengkok).

1. Lengan atas (upper arm) = 2

Dikarenakan postur lengan atas pekerja membentuk sudut 200-450.

2. Batang tubuh (trunk) = 4 +1 = 5

Dikarenakan postur batang tubuh pekerja berada pada posisi >600 dan batang tubuh menekuk ke kanan.

2. Lengan bawah ((lower arm) = 1

Dikarenakan postur lengan bawah pekerja membentuk sudut 600-1000.

3. Kaki (legs) = 1 + 2 = 3

Dikarenakan postur kaki pekerja berada pada posisi normal (seimbang) namun lutut menekuk >600.

3. Pergelangan tangan (wrist) = 1

Dikarenakan postur pergelangan tangan pekerja membentuk sudut 00-150.

4. Beban (load) = 0

Dikarenakan karung tidak berisi, <11 lbs.

4. Coupling = 0

Dikarenakan mudah atau tidak diperlukan kekuatan yang besar untuk pegangan Skor Aktivitas = 1

(55)

Mengambil Karung (Kanan)

4 + 1 = 5 1 + 1 = 2

1 + 2 = 3

0

2

1

1

0 8

8

1

1

(56)

Tabel 5.18. Penentuan Skor Postur Kerja Duduk Elemen Kegiatan Mengambil Karung (Kiri)

Mengambil Karung (Kiri)

Grup A Grup B

1. Leher (neck) = 1 + 1 = 2

Dikarenakan postur leher pekerja berada pada posisi 00-200 dan leher menekuk ke kanan (bengkok).

1. Lengan atas (upper arm) = 1 + 1 = 2

Dikarenakan postur lengan atas pekerja membentuk sudut 200 dan bahu naik

2. Batang tubuh (trunk) = 4 +1 = 5 Dikarenakan postur batang tubuh pekerja berada pada posisi >600 dan batang tubuh menekuk ke kanan.

2. Lengan bawah ((lower arm) = 2 Dikarenakan postur lengan bawah pekerja membentuk sudut >1000.

3. Kaki (legs) = 1 + 2 = 3

Dikarenakan postur kaki pekerja berada pada posisi normal

(seimbang) namun lutut menekuk >600.

3. Pergelangan tangan (wrist) = 1 Dikarenakan postur pergelangan tangan pekerja membentuk sudut 00 -150.

4. Beban (load) = 0

Dikarenakan tidak memegang karung, <11 lbs.

4. Coupling = 0

Dikarenakan tidak ada yang dipegang

Skor Aktivitas = 1

(57)

Mengambil Karung (Kiri)

4 + 1 = 5 1 + 1 = 2

1 + 2 = 3

0

1 + 1 = 2

2

1

0 8

8

2

2

(58)

Perhitungan skor untuk postur kerja berdiri ditampilkan pada Tabel 5.19 dan Tabel 5.20.

Tabel 5.19. Penentuan Skor Postur Kerja Berdiri Elemen Kegiatan Memposisikan Steel Bulk Tote Bin-Container (Tong) (Kanan) Memposisikan Steel Bulk Tote Bin-Container (Tong) (Kanan)

Grup A Grup B

1. Leher (neck) = 2

Dikarenakan postur leher pekerja berada pada posisi >200 ke belakang.

1. Lengan atas (upper arm) = 1

Dikarenakan postur lengan atas pekerja membentuk sudut 200 ke depan. 2. Batang tubuh (trunk) = 1

Dikarenakan postur batang tubuh pekerja berada pada posisi normal (tegak).

2. Lengan bawah ((lower arm) = 1

Dikarenakan postur lengan bawah pekerja membentuk sudut 600-1000.

3. Kaki (legs) = 1 + 1 = 2

Dikarenakan postur kaki pekerja berada pada posisi normal (seimbang) namun lutut menekuk 300-600.

3. Pergelangan tangan (wrist) = 1

Dikarenakan postur pergelangan tangan pekerja membentuk sudut 00-150.

4. Beban (load) = 0

Dikarenakan tidak membawa tong, <11 lbs.

4. Coupling = 0

Dikarenakan mudah atau tidak diperlukan kekuatan yang besar untuk pegangan Skor Aktivitas = 1

(59)

Memposisikan Steel Bulk Tote Bin-Container (Tong) (Kanan)

1 2

1 + 1 = 2

0

1

1

1

0 2

2

1

1

(60)

Tabel 5.20. Penentuan Skor Postur Kerja Berdiri Elemen Kegiatan Memposisikan Steel Bulk Tote Bin-Container (Tong) (Kiri) Memposisikan Steel Bulk Tote Bin-Container (Tong) (Kiri)

Grup A Grup B

1. Leher (neck) = 2

Dikarenakan postur leher pekerja berada pada posisi >200 ke belakang.

1. Lengan atas (upper arm) = 1 Dikarenakan postur lengan atas pekerja membentuk sudut 200 ke depan.

2. Batang tubuh (trunk) = 1

Dikarenakan postur batang tubuh pekerja berada pada posisi normal (tegak).

2. Lengan bawah ((lower arm) = 1 Dikarenakan postur lengan bawah pekerja membentuk sudut 600-1000.

3. Kaki (legs) = 1 + 1 = 2

Dikarenakan postur kaki pekerja berada pada posisi normal (seimbang) namun lutut menekuk 300-600.

3. Pergelangan tangan (wrist) = 1 Dikarenakan postur pergelangan tangan pekerja membentuk sudut 00 -150.

4. Beban (load) = 0

Dikarenakan tidak membawa tong, <11 lbs.

4. Coupling = 0

Dikarenakan mudah atau tidak

diperlukan kekuatan yang besar untuk pegangan

Skor Aktivitas = 1

(61)

Memposisikan Steel Bulk Tote Bin-Container (Tong) (Kiri)

1 2

1 + 1 = 2

0

1

1

1

0 2

2

1

1

(62)

Rekapitulasi tindakan perbaikan pada postur kerja duduk ditampilkan pada Tabel 5.21 dan pada postur kerja berdiri ditunjukkan pada Tabel 5.22.

5.2.4. Uji Statistik Kuesioner Tertutup 5.2.4.1. Uji Validitas

Pengujian validitas setiap pernyataan kuesioner tertutup menggunakan teknik korelasi product moment (Pearson). Rumus yang digunakan dengan menggunakan teknik korelasi product moment sebagai berikut:

 



X : jawaban responden per pernyataan

Y : jawaban seluruh pernyataan per responden N : Jumlah seluruh responden

rxy : Koefisien korelasi product moment

Nilai harapan untuk atribut “bahan rangka penakar” ditampilkan pada Tabel 5.23.

Uji validitas dilakukan per atribut produk dan data untuk masing-masing atribut.

Pengujian validitas pada harapan untuk atribut “bahan rangka penakar” sebagai berikut:

1. H0 = Terdapat korelasi antara butir pernyataan pertama dengan keseluruhan

Gambar

Gambar 3.6. Postur Lengan Bawah
Gambar 3.8. House of Quality
Gambar 3.9. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th
Tabel 3.11. Persentil dan Cara Perhitungan  dalam Distribusi Normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisa Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Berdasarkan Indeks Status Gizi Berat Badan per Umur (BB/PB) ... KESIMPULAN DAN SARAN

Data keluaran yang dihasilkan adalah semua frequent k- itemset, yang akan digunakan untuk proses pembentukan kaidah asosiasi..

Masyarakat desa Tanipah memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga kualitas air sungai menjadi perhatian utama.. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

*NOTE: While you may only enter phased retirement one time, you may, with Authorized Approving Official approval, extend or reduce an approved period of phased employment by

T-test for protein and nutrition status showed that p&gt;0,05 which indicated that there was not difference between protein and nutrition status of babies that

Hasil pengujian software menunjukkan bahwa pattern cross stitch dengan rasio perbandingan ukuran pattern dengan ukuran gambar aslinya lebih atau sama dengan 100 %, akan

Jika piramida penduduk suatu wilayah tergambar seperti di bawah ini, maka masalah kependudukan yang paling perlu diantisipasi adalah…... penyediaan lapangan kerja dan

atau studi dokumen. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan model analisis wacana Halliday. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) nilai karakter