• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi dan Makna Patung Dewi Kwam Im pada Vihara Avalokitesvara Bagi Masyarakat Tionghoa kota Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fungsi dan Makna Patung Dewi Kwam Im pada Vihara Avalokitesvara Bagi Masyarakat Tionghoa kota Pematang Siantar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1. 1 Latar belakang

Bangsa Tionghoa datang ke Indonesia sekitar 500 tahun yang lalu melalui

kegiatan perdagangan. Ramainya perdagangan di daerah pesisir Tenggara

Tiongkok, menyebabkan banyak bangsa Tionghoa yang berkeinginan untuk pergi

ke luar dari negara Tiongkok untuk mencari suasana yang baru. Pada saat itu daerah

tujuan bangsa Tionghoa adalah daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Bangsa Tionghoa yang datang ke Indonesia mayoritas berasal dari daerah

Tiongkok Utara dan Selatan. Tujuan utama kedatangan bangsa Tionghoa adalah

berdagang untuk mencari nafkah yang lebih baik dari daerah asal mereka. Pusat

penyebaran migrasi bangsa Tionghoa ke Indonesia pada waktu itu adalah Pulau

Jawa, lalu menyebarlah sampai keseluruh wilayan pelosok Indonesia. Hal ini sangat

wajar dikarenakan bangsa Tionghoa pada jaman dahulu umumnya adalah para

perantau yang menggunakan laut sebagai alat transportasinya. Para Bangsa

Tionghoa tersebut ada yang menetap di Indonesia menikah dengan perempuan

setempat dan beranak cucu lalu akhirnya bangsa Tionghoa memiliki keturunan anak

cucu di negara Indonesia.

Pada masa pemerintahan presiden Gusdur semua bangsa pendatang

termasuk Arab, India, Tionghoa dan lain sebagainya yang berkewarganegaraan

Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup Nasional Indonesia

sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik

(2)

orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan

dengan undang-undang sebagai warga negara.”

Penyebaran etnis Tionghoa juga sampai ke kota Pematang Siantar. Hal ini

ditandai dengan munculnya para pedagang Tionghoa yang kemudian membangun

tempat tinggal berupa ruko di kawasan tengah kota Pematang Siantar sehingga

membentuk kawasan pecinaan, kuburan Cina, tempat beribadah yang disebut

Vihara. Bangunan-bangunan Cina menampilkan ciri khas dengan bentuk dan

nuansa arsitektur tersendiri, termasuk pada konsep desain bangunan vihara.

Kota Pematang Siantar adalah salah satu

dan merupakan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setela

berdasarkan luas wilayahnya yaitu 79,97 ��2 dan jumlah banyak penduduknya

240.787 jiwa. Kota Pematang Siantar juga disebut kota administratif karena letak

Pematang Siantar yang strategis, dilintasi ole

yang terdiri atas beragam etnis dan agama. Jumlah Persentase etnisnya berdasakan

sumber BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Siantar tahun 2010 adalah : Toba (60%

lain (11%) sedangkan agamanya mayoritas Kristen, tetapi keberagaman yang ada

membentuk nilai-nilai yang baru yang yaitu kerukunan, keamanan serta kedamaian

yang dapat dilihat dari kehidupan sosial masyarakat Siantar yang hidup saling

berdampingan dan hormanis antara etnis budaya dan agama yang berbeda.

Masyarakat Tionghoa datang ke Pematang Siantar sekitar beberapa abad

yang lalu. Masuknya bangsa Tionghoa ke Pematang Siantar sangat erat

(3)

Sumatera Timur oleh Jacobus Nienhuys (seorang pengusaha Belanda) pada tahun

1863 (Suprayitno, 2004:1).

Pembukaan lahan tembakau Deli para buruh didapatkan dengan sistem

kontrak selama beberapa tahun. Pada tahap awal para buruh didatangkan dari

Penang, para buruh yang berasal dari Penang merupakan bangsa Tionghoa yang

sudah lama menetap dan tinggal di daerah sana yang disebut ‘Laukeh”. Para buruh

dari Penang tersebut didapatkan dari jasa perantara buruh, sedangkan sebagian

buruh lagi di datangkan dari Pulau Jawa. Tujuan masyarakat Tionghoa tersebut

datang dari Tiongkok adalah mencari nafkah untuk kehidupan yang lebih baik dari

negara asal, karena pada waktu itu keberadaan mereka di Tiongkok sangat miskin

jadi mereka harus merantau ke daerah lain dengan cara dijual oleh pemerintah

Tiongkok yang sedang berkuasa pada waktu itu.

Pada tahun 1863-an perkebunan tembakau Deli yang dikelola oleh

Belanda mengalami perkembangan yang pesat. Pada awaalnya pusat perkebunan

tembakau Deli adalah Deli serdang, Namun akhirnya menyebar ke daerah Tanjung

Morawa, Lubuk Pakam, Tebing-Tinggi sampai dengan ke wilayah Kabupaten

Simalungun yang dimana kota Pematang Siantar berada di tengah Kabupaten

Simalungun. Masyarakat Tionghoa yang sempat berkerja sama dengan Belanda di

izinkan untuk tinggal didaerah sekitar perkebunan Deli.

Masyarakat Tionghoa tersebut pergilah ke pusat kota terdekat untuk

memulai hidup baru, yaitu berdagang sesuai dengan tradisi leluhur mereka di

Tiongkok karena keahlian yang mereka miliki juga hanyalah berdagang dan mereka

tidak memiliki pendidikan. Sebab pada waktu itu ketika Indonesia masih dijajah

(4)

pemerintah Belanda yaitu tidak boleh bersekolah yang dibangun oleh Belanda, juga

tidak bisa bersekolah di Sekolah Pribumi (Marcus. A. S 2002 : XV). Oleh sebab itu,

masyarakat Tionghoa cenderung bermata pencaharian sebagai pedagang.

Kota Pematang Siantar mengalami perkembangan interaksi dari masa ke

masa. Para etnis Tionghoa merupakan pendatang yang baru di Kota Pematang

Siantar, mayoritas etnisnya yaitu Simalungun dan Batak Toba serta beragama

Kristen, maka etnis Tionghoa harus berbaur dengan masyarakat sekitar dan menata

ulang kembali kehidupan di tempat yang baru. Setelah jumlah etnis Tionghoa mulai

bertambah banyak, maka perlu adanya tempat beribadah untuk agama Buddha yaitu

Vihara. Pada umumnya masyarakat kota Pematang Siantar beragama Kristen, tetapi

bangunan Vihara tersendiri juga banyak ditemukan di kota Pematang Siantar.

Vihara Avalokitesvara adalah salah satu vihara yang terdapat di kota

Pematang Siantar. Vihara Avalokitesvara merupakan vihara tertua dan terbesar di

kota Pematang Siantar. Vihara avalokitesvara digunakan sebagai rumah ibadah

bagi masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha dan menganut aliran Mahayana,

karena pada umumnya masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar menganut aliran

Mahayana. Vihara Avalaokitsvara juga memiliki vihara pendukung yang sealiran

dengan Mahayana yaitu, Vihara Shamida dan Vihara Darma Bhatama.

Pada awalnya ViharaAvalokitesvara adalah klenteng kecil yang masih

dikekelola oleh masyarakat setempat. Pada saat itu klenteng hanya berguna sebagai

tempat sembahyang. Seiring berjalannya waktu, masyarakat yang mengelola

semakin tua sehingga klenteng tersebut terabaikan lalu diberikan kepada seorang

(5)

datang dari Tiongkok ke Kota Pematang Siantar. ViharaAvalokistvera dibangun

sekitar tahun 1905 oleh Biksu Dharma Bratama.

Biksu Dharma Bhatama adalah seorang suci yang berhati mulia. Selain

membangun vihara sebagai tempat beribadah, Beliau menjadikan vihara tersebut

sebagai tempat perobatan, perobatan tersebut tidak hanya diperuntukkan untuk

masayrakat umum. Melihat kebaikan Biksu Pengurus Vihara tersebut tokoh

masyarakat sekitar menyumbangkan tanahnya untuk memperluas

ViharaAvalokitesvara.

Pembangunan Vihara Avalokitesvara dengan lokasi yang sudah

mencukupi , lalu pembangunan selanjutnya dilanjutkan oleh Biksu Dhyana vira

yang merupakan murid dari Biksu Dharma Bhatama. Pada tahun 1995 Biksu

Dhyana Vira mulai membangun Patung Dewi Kwam Im. Bahan dasarnya adalah

granit yang didatangkan langsung dari Tiongkok dalam bentuk puzzle. Proses

pembuatan Patung Dewi Kwam Im memakan waktu 10 tahun dan diresmikan pada

15 november 2005. Ukuran Patung Dewi Kwam Im tersebut adalah : lebar 8,4

meter, tinggi teratai 3,8 meter, Tinggi patung Buddha 19,8 Meter, tinggi total

adalah: 22,8 Meter dengan berat total 1500 Ton. Patung ini begitu sangat menarik

karena ketinggiannya yang begitu megah dan tepat di kepala Dewi Kwam Im

tersebut ada berlian yang begitu indah.

Bagi masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha yang beraliran

Mahayana, Dewi Kwam Im adalah seorang Bodhisatva atau calon Buddha.

Bodhisatva artinya kembali ke surga setelah tugasnya selesai yaitu menolong umat

manusia yang menderita di bumi. Dewi Kwam Im adalah Dewi yang paling banyak

(6)

wanita. Dewi Kwam Im disebut pula Avalokitesvara serupa dengan nama Vihara

Avalokitesvara (Ava berarti mendengar, lokite artinya dunia dan svara berarti

suara). Avalokitesvara berarti kasih sayang akan datang dan mereka yang

mengalami penderitaan dalam kesusahan akan didengar.

Bentuk posisi Patung Dewi Kwam Im di Pematang Siantar bernama Dewi

Kwam Im pemegang Sudra atau kitab ajaran agama Buddha yang berarti

kebijaksanaan. Jadi, tujuan patung itu dibuat agar seluruh masyarakat Buddha di

Pematang Siantar memiliki kebijksanaan sama seperti Dewi Kwam Im. Posisi

tersebut adalah satu dari 33 bentuk Dewi Kwam Im. Patung Dewi Kwam Im

tersebut dikelilingi oleh patung catur Maha Dewa Raja. Dikompleks patung

tersebut juga terdapat sebuah lonceng besar dan sebuah roda doa (praying whell).

Dihalaman bawah terdapat 33 patung Dewi Kwam Im kecil yang mengelilingi

patung Dewi Kwam Im tersebut dan juga 12 Shio yang berjejer rapi sesuai

urutannya, yaitu mulai dari tikus, kerbau, harimau, kelinci, naga, ular, kuda,

kambing, monyet, ayam, anjing dan babi.

Menurut aliran Mahayana ada hari besar Dewi Kwam Im. Hari besar

tersebut jatuh pada :

1) Bulan 2 tanggal 19 diperingati untuk hari lahir Dewi Kwam Im,

2) Bulan 6 tanggal 19 diperingati untuk proses penerangan Dewi Kwam Im

3) Bulan 9 tanggal 19 diperingati untuk Dewi Kwam Im menjadi Suhu.

Ketiga hari besar tersebut dirayakan pada prinsipnya tujuannya sama yaitu

pengampunan dosa. Pada saat bersamaan dilakukan pembacaan kitab Sudra yang

(7)

mengingatkan kembali tentang bagimana perjuangan Dewi Kwam Im semasa

hidupnya dalam melepaskan diri dari akar kejahatan untuk mecapai Boddhisatva.

Patung Dewi Kwam Im mengandung unsur keindahan (estetika) dan unsur

religi, yaitu ritual bersyukur kepada Tuhan. Selain itu juga, dapat dilihat dari aspek

wujud budaya yaitu aspek gagasan atau ide kebudayaan, kegiatan kereligian, serta

artefak dalam vihara seperti: ornamen-ornamen yang digunakan, ukiran-ukiran atau

tempat pemujaan yang digunakan. Dengan demikian, patung Dewi Kwam Im

tersebut merupakan ekspresi budaya melalui seni dalam religi.

Masyarakat Tionghoa mempercayai Patung Dewi Kwam Im karena Dewi

Kwam Im akan melepaskan segala penderitaan manusisa di bumi. Masyarakat

umum menganggap patung Dewi Kwam Im sebagai sesuatu yang suci karena

objek pemujaan masyarakat Tionghoa.

Pada tahun 2005 Patung Dewi Kwam Im telah diresmikan sekaligus

menjadi salah satu tempat wisata. Patung Dewi Kwam Im juga dinobatkan menjadi

patung yang tertinggi di Asia Tenggara oleh MURI (Museum Rekor Indonesia)

pada tahun 2008. Hal ini membuat semakin banyak wisatawan yang datang

berkunjung untuk melihat kemegahan Patung Dewi Kwam Im.

Setelah menjadi tempat wisata patung Dewi Kw am Im tidak sesakral yang

dulu lagi, karena pada saat ini Patung Dewi Kwam Im sudah lebih dominan

dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat non

Tionghoa yang datang berkunjung dibanding dengan masyarakat Tionghoa.

Masyarakat umum menganggap patung Dewi Kwam Im menjadi objek wisata.

(8)

sebagai tempat wisata tanpa meninggalkan fungsi asal dari patung Dewi kwam Im

karena hal itu membuat patung Dewi Kwam Im dikenal oleh masyarakat umum.

Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis tertarik meneliti tentang Patung

Dewi Kwam Im karena adanya pergeseran pemahaman terhadap patung Dewi kwam

Im dengan penelitian yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Patung Dewi

Kwam Im pada Vihara Avalokitesvara Bagi Masyarakat di Pematang Siantar”.

1.2 Batasan Masalah

Penulisan skripsi ini, dilakukan secara sistematis dan metodologi. Namun

demikian, penulis membuat batasan masalah agar menghindari pembahasan yang

terlalu luas. Adapun batasan masalah adalah sebagai berikut: analisis fungsi dan

makna Dewi Kwam Im di Vihara Avalokitesvara di jalan Pane no.1 kota Pematang

Siantar, provinsi Sumatera Utara.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, penulisan skripsi ini memiliki rumusan

masalah adalah sebagai berikut :

1) Apakah fungsi patung Dewi Kwam Im pada Vihara Avalokitesvara bagi

masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar?

2) Apakah makna patung Dewi Kwam Im pada Vihara Avalokitesvara bagi

masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah acuan terhadap hasil-hasil seperti apakah yang

hendak dicapai dari sebuah penelitian. Sesuai dengan rumusan masalah tersebut,

(9)

1. Untuk mengetahui fungsi patung Dewi Kwam Im bagi masyarakat

Tionghoa di Pematang Siantar.

2. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam patung Dewi Kwam Im

bagi masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha di kota Pematang Siantar

1.5 Manfaat penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah, perumusan masalah dan tujuan

masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat yag diperoleh dari hasil penelitian terhadap

analisis fungsi dan makna patung Dewi Kwam Im bagi masyarakat kota Pematang

Siantar adalah sebagai berikut :

1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai kajian

kebudayaan mengenai fungsi dan makna patung Dewi Kwam Im bagi

masyarakat Tionghoa.

2. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan,

dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat.

3. Menjadi salah satu rujukan bagi peneliti lain yang sejenis untuk penelitian

kebudayaan lainnya, fokusnya pada objek yang sama.

1.5.2 Manfaat praktis

Secara praktis, manfaat yag diperoleh dari hasil penelitian terhadap analisi

fungsi dan makna patung Dewi Kwam Im bagi masyarakat kota siantar adalah

(10)

1. Bagi penulis, sebagai sarana dalam memahami budaya mengenai fungsi

dan makna patung Dewi kwam Im bagi masyarakat Tionghoa.

2. Bagi masyarakat, memperkenalkan kepada masyarakat tentang keberaneka

ragaman agama yang ada di kota Pematang Siantar dan merupakan

gambaran luas kepada masyarakat umum bagaimana pemahaman

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menggunakan teori semiotik Barthes untuk mendeskripsikan gagasan masyarakat Tionghoa Buddha di Medan pada altar sembahyang Dewi Kwan Im, dan teori tiga (3) wujud budaya

“saya datang kesini ini karena saya pengen tau dan sangat penasaran dengan tempat ini, apalagi patung Dewi Kwan Im, karena jarang-jarang tempat wisata seperti ini yang

keberuntungan pada masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. 2) Untuk mengetahui fungsi dari 15 jenis simbol keberuntungan pada. masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki tujuan dan fungsi yan berbeda, tetapi saling berhubungan satu sama lain, demikian juga dengan Yin Yang pada Masyarakat Tionghoa di Kota

Metode penelitian yang digunakan dalam meneliti artefak, kegiatan dan gagasan altar sembahyang Dewi Kwan Im pada rumah masyarakat Tionghoa Buddha di Medan adalah metode deskriptif

Judul skripsi ini adalah “ Altar Sembahyang Untuk Dewi Kwan Im Pada Rumah Masyarakat Tionghoa Buddha Di Medan : Kajian Terhadap Artefak, Kegiatan, Dan.. Gagasan” .Penelitian

The title of this paper is “ Altar Sembahyang Untuk Dewi Kwan Im Pada Rumah Masyarakat Tionghoa Buddha Di Medan : Kajian Terhadap Artefak, Kegiatan, Dan Gagasan” .The purpose of

Metode penelitian yang digunakan dalam meneliti artefak, kegiatan dan gagasan altar sembahyang Dewi Kwan Im pada rumah masyarakat Tionghoa Buddha di Medan adalah metode deskriptif