• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Distribusi Penggunaan Ruang di Pesisir Kampung Nelayan Belawan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Distribusi Penggunaan Ruang di Pesisir Kampung Nelayan Belawan Medan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II . KAJIAN PUSTAKA

II.1 Kehidupan Sosial Masyarakat di Kawasan Pesisir

Dalam mengkaji kehidupan sosial masyarakat di kawasan pesisir, peneliti

membahas tentang aktivitas dan kegiatan serta perilaku masyarakat yang tinggal di

kawasan pesisir.

II.1.1 Aktivitas dan Kegiatan Masyarakat di Kawasan Pesisir

Masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir memiliki berbagai macam

aktivitas dan kegiatan. Beberapa kegiatan dan aktivitas dilakukan berdasarkan gender.

Misalnya hampir sebagian besar profesi nelayan dilakukan oleh kaum pria. Profesi

nelayan dapat dikatakan sebagai profesi yang cukup keras dikarenakan profesi ini

menuntut mereka untuk delalu dekat dengan laut. Kondisi alam yang tidak menentu

juga menjadi salah satu faktor nelayan harus mampu mengakali hasil tangkapan

mereka.

Sedangkan untuk kaum wanita biasanya lebih memilih berada dirumah

sembari menunggu kaum pria pulang dari melaut. Menurut Jeyarajah (2015) bahwa

perempuan yang telah berumah tangga bertanggung jawab atas kegiatannya, seperti

memasak, melahirkan dan mengurus anak, peduli dan menjaga anaknya. Pada suatu

keluarga di sebuah permukiman, tuntutan tersebut didasari pada kodrat wanita yang

tidak akan jauh dari mengurus rumah tangganya serta anak-anaknya. Selain itu,

(2)

di lingkungan tempat tinggal mereka, tentu akan di arahkan bahkan dikendalikan oleh

seorang wanita.

Selain itu, hal senada juga disampaikan oleh Matthews (2012) di dalam jurnal

Jeyarajah (2015) yang mengatakan bahwa wanita yang sudah berumah tangga juga

harus bertanggung jawab pasca panen. Seperti dalam mengolah ikan dan juga

menjualnya di pasar. Dalam sebuah permukiman informal yang terletak di daerah

pesisir, sebagian besar kebutuhan didapat dari sektor laut sehingga mengharuskan

wanita untuk bisa mengolah hasil tangkapannya. Biasanya, hasil tangkapan nelayan

nantinya akan diolah menjadi ikan asin. Bagi sebagian besar masyarakat, ikan asin

merupakan makanan favorit yang kaya akan gizi. Ikan hasil olahan ini nantinya akan

dijual ke pasar untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Selain wanita yang dituntut harus memiliki keahlian dalam mengolah ikan,

kegiatan pasca panen juga dilakukan masyarakat dalam melaksanakan tradisi.

Pelaksanaan tradisi dilakukan masyarakat dengan berbagai gender (baik laki-laki

maupun perempuan). Namun dalam hal persiapan terutama dalam hal memasak,

kaum perempuanlah yang lebih banyak berperan dalam melaksanakan tradisi

tersebut. Selain itu, adanya tradisi juga membuat kaum perempuan dapat melakukan

interaksi dan sosialisasi dengan masyarakat lainnya. Sehingga perempuan tidak hanya

(3)

Selain adanya kegiatan masyarakat yang ditentukan oleh gender, kegiatan dan

aktivitas juga dapat ditentukan dari derajat seseorang dalam keluarga tersebut.

Misalnya derajat sesorang sebagai suami, istri, anak bahkan mertua.

Seorang kepala keluarga (suami) biasanya berprofesi sebagai nelayan. Pada

umumnya, aktivitas nelayan tidak lepas dari laut, jaring untuk memancing, bahkan

kapal yang mengantar mereka hingga ke tengah laut. Menurut Setioko, dkk (2011),

aktivitas yang rutin nelayan lakukan ialah sesuatu yang berhubungan dengan ikan dan

perikanan, memperbaiki kapal sebelum atau sesudah berlabuh, membuat alat pancing,

dan memperbaiki mesin kapal. Aktivitas ini rutin dilakukan untuk kesuksesan

nelayan dalam mencari hasil tangkapannya.

Sebelum nelayan pergi ke tengah laut untuk menangkap ikan, biasanya para

nelayan akan terlebih dahulu mengecek keadaan kapal hingga mesin kapal. Hal ini

bertujuan agar keselamatan para nelayan dapat terjamin hingga selesai menangkap

ikan. Pemeriksaan dilakukan mulai dari keadaan badan kapal, misalnya pemeriksaan

adanya kayu yang lapuk akibat terlalu lama terkena air atau mungkin kayu yang patah

akibat terhantam ombak. Apabila tidak dilakukan pemeriksaan tentang keadaan badan

kapal, besar kemungkinan saat kapal dihantam ombak yang cukup besar, air akan

masuk ke dalam badan kapal sehingga mengakibatkan kapal tenggelam. Beberapa

nelayan bahkan harus menusuri keadaan bawah kapal dengan cara menyelam agar

(4)

Selain memeriksa badan kapal, pemeriksaan rutin juga dilakukan pada mesin

kapal. Mesin kapal dapat dibilang merupakan bagian terpenting yang terdapat pada

sebuah kapal. Tanpa adanya mesin kapal, tentu saja nelayan tidak bisa melakukan

penangkapan ikan. Pemeriksaan mesin kapal biasanya dilakukan nelayan setelah

pulang dari menangkap ikan. Mesin kapal sendiri terletak di bagian dalam bawah

kapal. Pemeriksaan mesin kapal ini biasanya dilakukan sendiri oleh nelayan yang

memiliki keahlian di bidang mesin kapal.

Selain aktivitas yang dilakukan oleh kepala keluarga juga selaku nelayan,

aktivitas lain juga dilakukan masyarakat yang derajatnya dalam keluarga sebagai istri

dan anak (keluarga nelayan). Walaupun beberapa aktivitas nelayan tidak dilakukan

oleh keluarga nelayan, namun keluarga nelayan juga turut membantu nelayan dalam

hal mengolah hasil tangkapan tersebut. Misalnya dengan mengolah ikan yang sudah

ada menjadi ikan asin, menjaga rumah saat nelayan sedang melaut, turut terlibat

dalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh warga masyarakat di sekitar permukiman

dan juga turut membantu memperbaiki alat pancing.

Ikan hasil tangkapan biasanya akan diolah menjadi ikan asin. Namun, tidak

semua ikan dapat diolah menjadi ikan asin. Hanya beberapa jenis ikan saja seperti

ikan gabus, ikan peda, ikan cucut dan ikan teri jengki. Tidak hanya ikan, cumi-cumi

dan udang pun juga dapat diolah dengan cara yang sama dengan hasil laut yang

(5)

kegiatan pengajian, ikut dalam kegiatan arisan bahkan ikut serta dalam gotong

royong. Hal ini dilakukan agar terjaganya tali silahturahmi sesama tetangga dan

terwujudnya interaksi sosial seperti sebuah keluarga.

Selain membantu nelayan dalam mengolah ikan dan terlibat dalam aktivitas

sosial, keluarga nelayan juga membantu dalam memperbaiki alat pancing milik

nelayan. Alat pancing yang digunakan nelayan ialah jaring. Jaring ini memiliki

ukuran hingga 10 meter bahkan lebih. Saat nelayan pulang dari melaut, jaring yang

sudah digunakan ini akan kusut dan keluarga nelayan lah yang akan membantu dalam

menyusun kembali jaring tersebut.

Bencana alam juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

(Franco, 1966) menyatakan bahwa terjadinya pasang surut air laut dikarenakan

adanya gaya tarik antara bulan dan matahari terhadap bumi yang menyebabkan air

naik dan membanjiri suatu tanah tetapi akan kembali normal dalam waktu tertentu.

Sering terjadinya air pasang laut dalam waktu tertentu membuat masyarakat harus

bisa melakukan sosialisasi dengan masyarakat lainnya.Baik itu dalam hal membantu

membersihkan genangan air laut, maupun membantu masyarakat untuk mengungsi.

Tidak ada ketentuan waktu terjadinya air pasang sehingga masyarakat dituntut

untuk selalu waspada akan kemungkinan naiknya air pasang. Air pasang sendiri

terjadi akibat pergerakan matahari sehingga naiknya air laut ke permukiman terjadi

(6)

daratan memiliki jumlah dan debit air yang cukup banyak. Hal ini terjadi saat

mencapai pertengahan tahun. Masyarakat yang mengungsi umumnya akan dibantu

oleh warga disekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Aktivitas ini menimbulkan

sifat kebersamaan dan gotong royong di lingkungan masyarakat. Biasanya

masyarakat yang mengungsi akan membawa harta mereka yang berharga seperti

kendaraan bermotor agar tidak terendam banjir.

II.1.2 Perilaku Masyarakat di Kawasan Pesisir

Hampir semua perilaku masyarakat di seluruh dunia pada umumnya

dipengaruhi oleh faktor lingkungan (baik itu tempat tinggal dan juga pola asuh dari

keluarga). Sama halnya dengan perilaku masyarakat di kawasan pesisir yang

cenderung dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan setempat. Kehidupan pesisir

yang keras menuntut masyarakatnya untuk bekerja dengan keras sehingga

mempengaruhi perilaku mereka. Hal ini dinyatakan oleh Boelaars (1984) bahwa

orang pesisir memiliki orientasi yang kuat untuk merebut dan meningkatkan

kewibawaan serta status sosial mereka.

Dalam suatu permukiman terutama di permukiman yang terletak di pesisir

pantai, lingkungan sekitar dapat dikatakan keras. Hal ini dikarenakan kawasan pesisir

yang terletak yang berdekatan dengan laut lepas, selain itu kawasan pesisir juga

memiliki suhu diatas rata-rata kawasan di daerah lainnya (kawasan pesisir umumnya

(7)

kawasan perkotaan). Hal tersebutlah yang menuntut masyarakatnya menjadi pribadi

yang keras baik itu secara fisik maupun perilaku.

Selain keras karena faktor lingkungan, beberapa masyarakat juga keras karena

faktor didikan dari orang tua. Kurangnya fasilitas yang memadai dan disediakan

pemerintah, membuat beberapa anak-anak yang tinggal di kawasan pesisir

menggunakan fasilitas seadanya untuk bermain. Misalnya saat pulang sekolah,

anak-anak di kawasan pesisir memilih untuk bermain dengan teman sebayanya di

lingkungan rumah dan juga sekolah. Minimnya ruang bermain untuk anak, menuntut

anak-anak tersebut bermain di teras rumah hingga ke jalan depan rumah mereka. Pada

saat sore hari, biasanya beberapa anak-anak dengan teman sebayanya akan berenang

di laut dengan pakaian yang ada seadanya. Hal ini tentu sangat berbahaya, mengingat

untuk berenang di laut tentu saja harus memiliki pakaian khusus. Selain berenang di

laut, sore hari merupakan waktunya air pasang di kawasan pesisir. Hal ini menjadi

kesempatan untuk beberapa anak-anak bermain air pasang tersebut. Kualitas air yang

terbilang buruk, serta air yang bercampur dengan sampah dan kotoran dapat

menyebabkan berbagai penyakit untuk anak anak. Hal inilah yang menyebabkan

didikan orang tua juga berpengaruh terhadap perilaku anak-anaknya di masyarakat.

Walaupun demikian, dibalik sifat temperamental mereka tentu saja

masyarakat di kawasan pesisir memiliki pemikiran tentang harga diri.Menurut

mereka,sesorang harus memiliki harga diri agar tidak dapat dianggap remeh dan

(8)

pesisir memang pantas mendapat penghargaan tinggi karena kerasnya hidup di

lingkungan yang seperti itu.

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku seseorang.

Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu faktor genetik atau

bawaan, faktor pengalaman yang didapat oleh masyarakat itu sendiri, dan terakhir

adalah faktor lingkungan. Faktor genetik adalah faktor yang dimiliki seseorang dan

berada di dalam diri seseorang saat ia masih berada di dalam kandungan. Tentu saja,

akan sedikit susah untuk merubah perilaku seseorang bila faktor tersebut merupakan

faktor keturunan.

Selain faktor genetik, faktor pengalaman menjadi salah satu hal yang

mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor pengalaman merupakan faktor yang terjadi

akibat pengalaman yang dialami oleh seseorang dalam hidupnya. Misalnya, pemuda

yang tinggal di kawasan pesisir memiliki sifat ingin menguasai. Suatu ketika pemuda

ini memutuskan untuk merantau ke daerah perkotaan. Namun, saat sudah sampai di

kota, sifat ingin menguasainya perlahan memudar dikarenakan adanya fasilitas

perkotaan yang memadai, penggunaan lahan yang memiliki surat tanah yang sah serta

adanya kejelasan hukum. Saat pemuda ini kembali ke daerahnya (kawasan pesisir),

tentu saja perilaku menguasai sedikit menghilang. Selain faktor pengalaman, faktor

lingkungan juga menjadi seseorang memiliki perilaku yang hampir sama dengan

(9)

Interaksi biasanya juga memiliki pengaruh terhadap perilaku masyarakat.

Masyarakat yang tinggal di suatu kawasan pesisir dengan pola interaksi yang kasar,

maka baik dengan keluarga maupun orang lain akan menghasilkan tutur kata yang

kasar pula. Begitu juga dengan sebaliknya, dimana seseorang yang tinggal dengan

masyarakat lain yang memiliki pola interaksi yang bagus, akan menghasilkan

seseorang yang bersifat sopan santun juga ramah. Pengaruh ini nantinya akan

mengakibatkan perubahan, baik perubahan pada lingkungan maupun perubahan pada

masyarakatnya itu sendiri.

Dari teori tentang perilaku diatas, tentu saja tidak semua masyarakat yang

tinggal di kawasan pesisir memiliki sifat temperamental tersebut. Beberapa

masyarakat tentu saja memiliki sifat seperti masyarakat perkotaan pada umumnya

terbuka terhadap masyarakat yang baru. Selain itu, pedesaan juga masih melekat pada

sebagian masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir tersebut.

II.2 Kehidupan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Pesisir

Dalam mengkaji kehidupan ekonomi masyarakat di kawasan pesisir, peneliti

membahas tentang mata pencaharian masyarakat. Mata pencaharian masyarakat akan

dibedakan menjadi dua, yaitu mata pencaharian primer dan mata pencaharian

(10)

II.2.1 Mata Pencaharian Primer Masyarakat di Kawasan Pesisir

Mata pencaharian utama masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir adalah

nelayan. Dan hampir sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan.

Sehingga perekonomian masyarakatnya bergantung kepada hasil tangkapan yang

mereka dapat pada hari itu. Ahmed, dkk (2013) menyatakan bahwa profesi nelayan

merupakan profesi yang paling banyak di lakukan masyarakat di kawasan pesisir.

Profesi nelayan sendiri terbagi atas tiga kategori, yaitu nelayan professional, nelayan

subsisten, dan nelayan musiman.

Adanya perbedaan profesi nelayan tentu saja memiliki sebuah hubungan

keterkaitan yang satu dengan yang lainnya. Seperti nelayan professional ialah nelayan

yang perekonomiannya bergantung pada mata pencaharian nelayan. Nelayan

professional tidak memiliki penghasilan lain selain dari mata pencahariannya sebagai

nelayan. Tentu saja dengan profesi yang ia miliki, nelayan professional akan

mengalami kesulitan ekonomi. Namun, nelayan professional memiliki sebuah

keahlian dalam hal menangkap ikan yang akan menjadi nilai tambah bagi

perekonomiannya. Dalam sebuah kapal yang akan melaut, terdapat pembagian profesi

lainnya nelayan professional. Misalnya adanya nelayan yang menjaring ikan dengan

penebar atau jaring di laut, lalu adanya nelayan yang menjadi juru mudi kapal, adanya

nelayan yang menjadi nahkoda kapal dan adanya nelayan yang menjadi ahli mesin

(11)

dalam kapal seorang diri, sehingga pembagian tugas menjadi salah satu kunci

kesuksesan mereka dalam menangkap ikan.

Selain nelayan professional, terdapat pula nelayan musiman. Nelayan

musiman sendiri ialah nelayan yang melakukan penangkapan ikan hanya beberapa

kali dalam setahun. Biasanya nelayan musiman ini memiliki sumber penghasilan

tambahan diluar dari matapencaharian utama mereka. Mereka terkadang hanya

membantu nelayan professional. Misalnya, salah satu awak kapal ada yang sakit atau

izin, biasanya nelayan musiman inilah yang membantu mereka saat melaut. Namun,

hal ini tidak berlaku bagi ahli mesin kapal. Terkadang, tidak hanya mengikuti nelayan

professional melaut, kadang kala nelayan musiman ini juga melaut dengan

sendirinya. Mereka akan menggunakan kapal yang lebih kecil (sampan/perahu) yang

akan mereka bawa sendiri, dan memancing ikan sendiri. Selain dari profesi nelayan,

mereka menambah pendapatan mereka dari berjualan dengan membuka warung,

menarik becak, bahkan menjadi buruh.

Adanya nelayan professional dan musiman, tentu saja terdapat nelayan

subsisten. Nelayan subsisten ini ialah nelayan yang tidak perekonomiannya tidak

bergantung pada profesinya. Hal ini dikarenakan nelayan subsisten biasanya

menangkap ikan yang hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Nelayan subsisten tidak menjual hasil tangkapannya kepada masyarakat lain baik

dalam skala kecil maupun skala besar (komersial). Hasil tangkapan nelayan subsisten

(12)

Biasanya nelayan subsisten lebih memilih untuk memelihara ternak bahkan bertani

sebagai sumber pendapatan mereka. Waktu kerja yang lebih fleksibel tanpa adanya

tekanan dari juragan ikan menuntut beberapa masyarakat menjadi nelayan subsisten.

Biasanya mereka memelihara ternak seperti ayam atau sapi yang nantinya akan dijual

ke pasar guna memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Tidak semua masyarakat memilih pekerjaan primer mereka sebagai nelayan

seutuhnya. Namun hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena sebagian besar

masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dituntut untuk dapat menjadi seorang

nelayan walaupun hanya menjadi nelayan subsisten.

II.2.2 Mata Pencaharian Sekunder Masyarakat di Kawasan Pesisir

Seperti yang kita tahu bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di

pesisir pantai bermata pencaharian pada sektor kelautan, yaitu nelayan. Sebagian

berprofesi sebagai nelayan, namun sebagian lagi memilih untuk tidak memilih

menjadi nelayan. Hal ini dikatakan oleh Ahmed, dkk (2013) yang menyatakan bahwa

nelayan musiman melakukan penangkapan ikan selama beberapa kali dalam setahun.

Sehingga apabila dalam mereka memiliki waktu kosong, mereka akan bekerja sebagai

tukang becak, buruh dan juga ahli kapal (memperbaiki kayu badan kapal).

Di suatu permukiman di seluruh dunia, tentu saja masyarakatnya tidak ada

yang seratus persen memiliki profesi yang sama. Begitu juga dengan masyarakat

(13)

sebagai nelayan. Keberagaman profesi yang ada disuatu permukiman menjadikan

satu kesatuan di masyarakat untuk dapat saling tolong menolong.

Misalnya adanya seseorang yang bekerja sebagai buruh tentu saja dapat

membantu nelayan dengan mengangkat hasil tangkapan saat kapal sedang menepi di

dermaga. Buruh di kawasan pesisir ini tentu saja bekerja mengangkat hasil tangkapan

ikan milik para nelayan dari kapal dan membawanya ke dermaga. Bukan sebagai

buruh yang bekerja di pabrik industri. Rendahnya pendidikan masyarakat di kawasan

pesisir menjadi penyebab utama masyarakat memilih untuk tidak bekerja sebagai

buruh pabrik.

Selain berprofesi sebagai buruh, beberapa masyarakat juga berprofesi sebagai

penarik becak. Biasanya para tukang becak akan berkumpul di daerah dekat pasar dan

juga daerah yang dekat dengan jalan raya. Hal ini tentu saja memudahkan masyarakat

terutama ibu-ibu yang pulang sehabis berbelanja dipasar dan mengangkat banyak

belanjaan. Selain itu, para penarik becak juga dapat mengantarkan masyarakat dari

rumah hingga ke tempat tujuan hanya dengan sekali bayar tanpa harus turun-naik

angkutan umum berkali-kali.

Profesi alternatif masyarakat selain buruh dan penarik becak tentu saja

berprofesi sebagai pedagang. Menurut Setioko, dkk (2011) menyatakan bahwa

perdagangan ialah adanya transaksi menjual dan membeli produk dari nelayan

(14)

Perdagangan selalu identik dengan pasar yang merupakan pusat transaksi jual beli.

Masyarakat yang tidak berprofesi sebagai nelayan tentu dapat menjadi pedagang di

pasar tersebut. Produk yang dijual tidak hanya produk yang berasal dari ikan tetapi

juga dapat menjual ayam, daging sapi, daging kambing dan peralatan kebutuhan

lainnya. Selain di pasar, perdagangan juga kerap terjadi di dermaga maupun di tempat

pelelangan ikan (TPI). TPI menjadi pusat perdagangan khusus ikan segar yang dijual

langsung oleh nelayan dengan harga yang relatif lebih murah dari harga dipasaran.

II.3 Penggunaan Tanah di Kawasan Pesisir

Penggunaan lahan tanah di kawasan pesisir dipergunakan masyarakat dengan

berbagai fungsi hunian. Seperti adanya fungsi pasar, ruang terbuka, fungsi

permukiman bahkan fungsi ruang untuk bermain. Menurut Garlake (2002)

menyatakan bahwa ruang terbuka, tempat pertemuan, dan juga pasar, adalah

ruang-ruang yang biasanya dilindungi pada suatu permukiman yang memiliki dampak

terhadap masyarakatnya. Di sebuah permukiman yang layak huni, ruang terbuka,

balai pertemuan dan juga pasar, biasanya mutlak ada yang berguna memudahkan

masyarakat dalam menjalani kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Namun di

permukiman informal, terkadang ketiga ruang tersebut tidak dimiliki oleh

permukiman tersebut.

Pasar biasanya terletak di tengah permukiman masyarakat dan biasanya

(15)

berada di sekitar pasar memiliki kemudahan akses dalam menjangkau pasar tersebut.

Selain itu, pasar tidak hanya di akses oleh masyarakat sekitar tetapi juga harus dapat

diakses oleh masyarakat dari luar permukiman. Hal tersebutlah yang membuat pasar

berada di tengah permukiman.

Selain pasar, ada juga ruang pertemuan dan juga ruang terbuka yang tidak

hanya berfungsi sebagai lapangan tetapi juga ruang bermain bagi sebagian anak-anak.

Ruang terbuka di suatu permukiman informal biasanya hanya tersedia sebuah lahan

kosong yang belum dibangun oleh pemilik tanah. Area ruang terbuka ini tentu saja

dipergunakan masyarakat untuk bermain dan kadang kala digunakan masyarakat

untuk dijadikan ruang saat masyarakat melakukan sebuah pesta. Baik pesta pribadi

maupun pesta yang dilakukan oleh kepala lingkungan (seperti bazaar, pasar malam).

Ruang terbuka juga tempat pertemuan biasanya berada di pusat permukiman

atau ditengah permukiman dikarenakan agar masyarakat dapat mengaksesnya dengan

lebih mudah tanpa ada yang merasa bahwa area tersebut lebih jauh dari tempat

tinggal mereka.

Ruang terbuka, ruang pertemuan dan juga pasar menjadi area yang berada di

tengah permukiman warga dan menjadi salah satu fungsi ruang yang menempati

suatu penggunaan lahan. Selain itu, penggunaan lahan yang difungsikan sebagai

fasilitas ibadah. Hal ini dinyatakan oleh Wright (1993) yang menyatakan bahwa

(16)

sehari-hari dalam suatu permukiman. Di dalam sebuah permukiman, tentu saja

permukiman tersebut harus memiliki minimal sebuah fasilitas ibadah. Biasanya,

kaum mayoritas membangun tempat ibadahnya lebih dari satu. Hal ini mengingat

banyaknya jumlah masyarakat yang akan memasuki rumah ibadah disaat perayaan

hari besar. Tidak hanya kaum mayoritas saja yang membangun tempat ibadahnya,

tetapi juga kaum minoritas. Namun, keberadaan rumah ibadahnya tentu saja tidak

sebanyak kaum mayoritas.

Dalam hal fasilitas ibadah, tidak ada ketentuan untuk memposisikan tempat

ibadah harus berada di tengah permukiman atau di pinggir permukiman. Hal ini

dikarenakan pada suatu permukiman tempat ibadah yang satu dengan yang lainnya

memiliki jarak sekitar satu kilomerter saja atau tergantung besar-kecilnya rumah

ibadah. Di beberapa permukiman, rumah ibadah dibangun oleh pemerintah, namun

hal tersebut tidak berlaku di permukiman informal. Biasanya rumah ibadah dibangun

oleh masyarakat dengan dana yang berasal dari sumbangsih dana pribadi

masyarakatnya.

Penggunaan lahan yang lain difungsikan sebagai fasilitas perkantoran. Dalam

hal ini penggunaan lahan sebagai perkantoran dibangun oleh pemerintah guna

mempermudah pengurusan masyarakat yang berhubungan dengan pemerintahan,

misalnya pengurusan KTP. Menurut Yang, T (2015) adanya penggunaan lahan yang

(17)

digunakan oleh penggunaan lahan yang difungsikan sebagai perkantoran. Hal ini

dikarenakan konfigurasi global sendiri digunakan agar masyarakat pesisir maupun

luar pesisir dengan tujuan dapat mudah mengakses kantor tersebut. Tentu saja hal ini

mengingat area perkantoran merupakan jembatan antara masyarakat dengan

pemerintah yang lebih tinggi. Selain itu, distribusi spasial dan fungsi ruang juga

berorientasi pada keuntungan (kecuali tempat wisata yang dipengaruhi konfigurasi

spasial).

II.4 Dampak Sosial dan Ekonomi Terhadap Penyebaran Penggunaan Tanah di

Kawasan Pesisir

Dalam mengkaji dampak sosial dan ekonomi terhadap penyebaran

penggunaan tanah di kawasan pesisir, peneliti membahas tentang distribusi

penyebaran fungsi dan dampak penyebaran penggunaan tanah.

II.4.1 Distribusi Penyebaran Fungsi

Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat secara tidak langsung memiliki

pengaruh terhadap penyebaran penggunaan tanah. Beberapa faktor menjadi

penyebabnya, seperti adanya tuntutan ekonomi yang menyebabkan muncul warung di

suatu permukiman. Selain itu penyebaran tanah yang difungsikan sebagai warung,

kurangnya tata kelola lahan juga menjadi penyebab tidak meratanya penyebaran

fungsi warung. Menurut Hao, dkk (2011) menyatakan bahwa bagi masyarakat yang

(18)

disediakan dengan tujuan memfasilitasi kehidupan warganya dan memaksimalkan

pendapatan individu. Namun, bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir,

penggunaan lahan masih kacau dan tidak terkoordinasi dengan tepat.

Di dalam sebuah permukiman terutama permukiman informal, penyebaran

penggunaan lahan tidak dikelola oleh pemerintah dengan tepat. Tentu saja hal ini

akan mengakibatkan tidak meratanya distribusi penyebaran fungsi penggunaan tanah.

Misalnya saja seperti penyebaran fungsi warung.Adanya warung menjadi suatu

matapencaharian alternatif bagi sebagian keluarga nelayan. Munculnya warung tentu

saja dapat membantu pendapatan perekonomian masyarakat. Namun, fenomena yang

terjadi di suatu kawasan informal ialah munculnya warung satu dengan warung yang

lainnya hanya berjarak satu hingga lima meter saja. Tentu saja, distribusi penyebaran

fungsi yang berasal dari kebutuhan ekonomi masyarakat sehingga menjadi dampak

pada penggunaan lahan.

Beberapa warung menyediakan meja dan juga bangku yang terbuat dari kayu

tradisional. Hal ini dilakukan oleh pemilik warung agar masyarakat yang berbelanja

di warung tersebut dapat berbincang dan mengobrol dengan pemilik warung maupun

dengan masyarakat lainnya. Interaksi dan aktivitas sosial tentu saja terjadi di warung

ini sehingga kehidupan sosial juga mempengaruhi penggunaan tanah dengan adanya

(19)

Selain munculnya warung, adanya tempat perlelangan ikan (TPI) menjadi

salah satu dampak sosial ekonomi yang mempengaruhi penggunaan tanah. Menurut

Setioko, dkk (2011) menyatakan bahwa TPI merupakan kunci dalam membangun

jaringan kegiatan dalam hal menangkap ikan baik intra-sektor maupun lintas sektor.

Lokasi TPI biasanya memiliki hubungan antara kegiatan ekonomi masyrakat juga

kegiatan ekonomi masyarakat lainnya.

Tempat perlelangan ikan pada umumnya menjual hasil tangkapan yang

diperoleh dari nelayannya langsung. Namun, beberapa nelayan memilih menjual hasil

tangkapannya kepada distributor penjual ikan yang nantinya akan dijual ke pasar

tradisional di luar kawasan permukiman tersebut. Masyarakat luar permukiman yang

membeli ikan dalam jumlah banyak maka akan memilih tempat perlelangan ikan

sebagai tujuan belanjanya. Hal ini dikarenakan ikan yang dijual masih tergolong ikan

baru dan masih masih segar. Selain itu, harga ikan yang terbilang murah dan

konsumen mendapat potongan harga bila membeli ikan tersebut dalam jumlah yang

besar. Namun, tidak semua jenis ikan tersedia di tempat perlelangan ikan ini. Hanya

ikan yang didapat oleh nelayanlah yang akan dijual di tempat perlelangan ikan ini.

Berbeda dengan pasar, yang menjual berbagai jenis ikan dan selalu tersedia. Tentu

saja hal ini dikarenakan hasil tangkapan nelayan tidak menentu sehingga jenis ikan

tidak dapat ditentukan oleh nelayan itu sendiri.

Selain tempat perlelangan ikan dan warung, terdapat juga pasar sebagai

(20)

kita tahu bahwa pasar merupakan pusat terjadinya transaksi jual beli. Hal senada juga

disampaikan oleh Horton (1994) yang menyatakan bahwa pasar merupakan pusat

lokasi komunal kegiatan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa pasar mempunyai

keterkaitan sosial ekonomi dalam penggunaan lahan.

Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Hal tersebut tentu

tidak sepenuhnya benar karena bertemunya penjual dan pembeli terjadi tidak hanya di

pasar. Namun, penyebab pasar menjadi salah satu dampak yang terjadi akibat adanya

kegiatan sosial dan ekonomi adalah pasar merupakan pusat perekonomian yang

dimiliki suatu permukiman di suatu kawasan. Berbagai macam kebutuhan sehari-hari

dijual di pasar. Untuk membeli suatu barang di pasar, tentu saja pembeli harus

melakukan komunikasi kepada penjual barang. Hal ini dilakukan agar tercapainya

keinginan pembeli untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Tentu saja hal ini

menciptakan kegiatan sosial yaitu interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli.

Dampak sosial dan ekonomi inilah yang menyebabkan adanya penggunaan tanah

sebagai pasar yang memiliki fungsi bagi masyarakat di sekitar permukiman.

II.4.2 Dampak Penyebaran Penggunaan Tanah

Secara tidak langsung, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan

pesisir akan berdampak pada penyebaran penggunaan tanah di kawasan tersebut.

Penyebaran penggunaan tanah di suatu kawasan biasanya akan menyebabkan

(21)

sehari-hari. Hal ini dinyatakan oleh Setioko, dkk (2011) yang menyatakan bahwa sebuah

fasilitas berfungsi sebagai penghubung antara aktivitas yang dilakukan nelayan

sehari-hari dengan distribusi penggunaan tanahnya. Apabila masyarakat sesering

mungkin menggunakan fasilitas tersebut, maka besar kemungkinan fasilitas tersebut

akan menjadi salah satu faktor keramaian di suatu permukiman.

Dalam suatu permukiman, masyarakat tentu saja memiliki aktivitas dan

kegiatan yang beragam. Adanya aktivitas yang dilakukan masyarakat akan membuat

suatu fungsi penggunaan lahan berupa fasilitas di permukiman tersebut. Seperti

adanya tempat perlelangan ikan, pasar lokal juga dermaga. Banyak aktivitas nelayan

terjadi di ketiga lokasi ini. Sehingga lokasi tersebut menjadi salah satu faktor

penyebab keramaian di suatu permukiman. Selain ketiga lokasi tersebut, ada juga

warung dan sekolah.

Tempat perlelangan ikan merupakan salah satu lokasi penyebab keramaian di

suatu permukiman. Nelayan menjual ikan hasil tangkapan mereka ke tempat

perlelangan ikan. Disaat yang bersamaan adanya pembeli yang akan membeli ikan

juga menjadi masyarakat yang turut berpartisipasi dalam penyebab keramaian yang di

timbulkan. Jumlah masyarakat yang ada di tempat perlelangan ikan cukup banyak

dan cukup ramai. Pada hari tertentu, seperti hari libur atau akhir pekan, lokasi

perlelangan ikan ini menjadi ramai pengunjung. Hal ini juga terjadi saat di pasar.

(22)

menjual berbagai kebutuhan masyarakat, sedangkan tempat perlelangan ikan hanya

menjual ikan dan hasil laut lainnya.

Hal serupa juga terjadi pada lokasi penggunaan tanah yang berfungsi sebagai

sekolah.Dalam hal ini, sekolah tidak berkaitan dengan kehidupan ekonomi.

Melainkan kehidupan sosial yang dilakukan oleh anak-anak dari masyarakat di suatu

permukiman. Sekolah juga menjadi salah satu tempat interaksi yang terjadi pada

siswa sekolah dengan guru atau dengan sesama para siswa. Selain itu, sekolah juga

menjadi fasilitas pendidikan yang disediakan oleh pemerintah agar anak-anak

pendidikan formal setinggi-tingginya. Sekolah menjadi salah satu faktor penyebab

keramaian dikarenakan jumlah siswa yang bersekolah biasanya mencapai lebih dari

100 orang di setiap satu sekolah. Tentu saja hal ini menjadi salah satu faktor

mengingat saat jam pulang sekolah, para siswa akan berhamburan keluar sekolah dan

cukup memadati lingkungan di sekitar sekolah maupun lingkungan di dalam sekolah.

Selain sekolah, tempat perlelangan ikan dan juga pasar, adanya warung juga

menjadi salah satu penyebab keramaian yang terjadi di suatu permukiman. Keramaian

yang terjadi di warung biasanya dikarenakan pemilik warung menyediakan kursi dan

juga meja sebagai media masyarakat lain dapat duduk dan mengobrol sambil

berbelanja di warung tersebut. Tidak hanya sekedar duduk dan mengobrol, aktivitas

yang dilakukan masyarakat di warung biasanya bermain kartu sambil mengobrol

(23)

salah satu aspek penting adanya dampak dari kehidupan sosial-ekonomi masyarakat

yang berpengaruh terhadap distribusi penggunaan tanah di kawasan pesisir.

II.5 Rangkuman

atas kegiatannya, seperti memasak,

melahirkan dan mengurus anaknya,

peduli dan menjaga anaknya

Kegiatan dan aktivitas masyakat di kawasan

pesisir umumnya dipengaruhi oleh gender dan

juga derajat mereka dalam rumah tangga.

Misalnya kaum pria yang sudah produktif

memilih untuk menjadi nelayan dengan

kegiatan seperti memancing tangkapan ikan,

memperbaiki badan kapal, membuat atau

memperbaiki alat pancing dan juga

memperbaiki mesin kapal.

Sedangkan kaum wanita dan juga anak-anak

memilih kegiatan yang berhubungan dengan

rumah tangganya, seperti menjaga rumah,

terlibat dalam aktivitas sosial di lingkungan

tempat tinggalnya, dapat mengolah ikan dan

membantu memperbaiki alat pancing. Selain

itu, tradisi dan bencana alam juga dapat

mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

Kehidupan di kawasan pesisir yang keras

membuat perilaku masyarakatnya juga Matthews (2012) dalam Jeyarajah

(2015) yang mengatakan bahwa

wanita yang sudah berumah tangga

juga harus bertanggung jawab

pasca panen.

Setioko, dkk (2011), menyatakan

bahwa aktivitas yang rutin nelayan

lakukan ialah sesuatu yang

berhubungan dengan ikan dan

perikanan, memperbaiki kapal

sebelum atau sesudah berlabuh,

membuat alat pancing, dan

(24)

Topik Teori Interpretasi

Boelaars (1984) menyatakanbahwa

orang pesisir memiliki orientasi

yang kuat untuk merebut dan

bahwa profesi nelayan merupakan

profesi paling banyak di kawasan

pesisir. Profesi nelayan sendiri

terbagi atas tiga kategori, yaitu

nelayan professional, nelayan

subsisten, dan nelayan musiman

Mata pencaharian primer masyarakat di

kawasan pesisir umumnya adalah nelayan.

Nelayan sendiri terbagi atas 3 golongan yaitu

nelayan professional, nelayan subsisten dan

juga nelayan musiman. Ketiga golongan ini

tetap saling membantu dan memiliki tugas

yang saling berkaitan satu dengan yang

lainnya.

Mata pencaharian sekunder masyarakat di

kawasan pesisir ialah bekerja sebagai buruh,

penarik becak dan juga sebagai pedagang.

Umumnya masyarakat memilih menjadi

pedagang baik dengan berjualan di pasar

bahwa perdagangan ialah adanya

transaksi menjual dan membeli

produk dari nelayan meliputi ikan

Garlake (2002) menyatakan bahwa

ruang terbuka, tempat pertemuan,

dan juga pasar, adalah ruang-ruang

yang biasanya dilindungi pada

suatu permukiman yang memiliki

dampak terhadap masyarakatnya

Adanya fungsi penggunaan lahan membuat

pasar, area perkantoran, ruang terbuka dan

juga balai pertemuan terletak di tengah

permukiman masyarakat. Hanya rumah ibadah

yang tidak memiliki ketentuan letaknya di

suatu permukiman

Wright (1993) yang menyatakan

(25)

Topik Teori Interpretasi

membuktikan pentingnya kekuatan

dalam mengatur kehidupan

sehari-hari dalam suatu permukiman

Yang, T (2015) adanya penggunaan

lahan yang difungsikan kantor

bisnis dan industri dipengaruhi oleh

jaringan jalan serta fasilitas umum

biasanya disediakan dengan tujuan

memfasilitasi kehidupan warganya

dan memaksimalkan pendapatan

individu

Dampak sosial-ekonomi yang terjadi terhadap

penyebaran penggunaan tanah ditandai dengan

munculnya warung, pasar dan juga tempat

perlelangan ikan. Munculnya interaksi yang

terjadi antara penjual dan pembeli serta diikuti

dengan adanya kegiatan ekonomi menjadikan

ketiga fungsi ruang ini menjadi dampak yang

ditimbulkan akibat kegiatan sosial-ekonomi.

Ketiga fungsi ruang ini juga menjadi salah

satu faktor penyebab keramaian terjadi selain

adanya sekolah. Setioko, dkk (2011) menyatakan

bahwa TPI merupakan kunci dalam

membangun jaringan kegiatan

dalam hal menangkap ikan baik

intra-sektor maupun lintas sektor.

Horton (1994) yang menyatakan

bahwa pasar merupakan pusat

lokasi komunal kegiatan

masyarakat.

Setioko, dkk (2011) yang

menyatakan bahwa sebuah fasilitas

berfungsi sebagai penghubung

antara aktivitas yang dilakukan

nelayan sehari-hari dengan

Gambar

Tabel 1.1 Rangkuman Kajian Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

[2] Maulizar, Dedi, 2011, Tunneling IPv4 dan IPv6, internet,..

Perhitungan waktu dapat dihitung dengan menggunakan jarak tempuh yang terbesar dari perhitungan rute yang terpilih diatas yaitu dengan metode Clarke & wright Saving pada

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan, data dan pengujian hipotesis, maka penulis berkesimpulan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share

2014.Penentuan Rute Kendaraan Distribusi Produk Roti Menggunakan Mentode Nearest Neighbour dan Metode Sequential Insertion.. Eva Volna and Martin Kotyrba,

Dengan demikian, angket untuk aspek respons dengan konten nilai- nilai afektif tersebut dapat diasumsikan bahwa siswa sangat merespons positif terhadap pembelajaran

Proses stability test IPv4-IPv6 Proses penyalinan membutuhkan waktu 48,01 detik, sehingga menghasilkan rata-rata 9,04 mbps transfer data.. o

18 Saya tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik ketika saya mempunyai masalah. 19 Saya tetap tenang dalam meghadapi orang yang sedang marah

Permasalahan yang akan diteliti adalah, pertama, bagaimana implementasi dari kebijakan ruang udara terbuka (open sky policy) dalam rangka liberalisasi perdagangan jasa