B AB I P E NDAHUL UAN
1.1 L atar B elakang P enelitian
Endometriosis adalah kelainan ginekologi jinak yang didefinisikan sebagai jaringan dan kelenjar endometrium yang terdapat di luar lokasi yang normal. Pertama kali diidentifikasi pada pertengahan abad kesembilanbelas (Von Rokitansky, 1860), endometriosis umumnya ditemukan pada peritoneum pelvis namun dapat juga ditemukan pada ovarium, septum rektovagina, ureter, kandung kemih, pericardium, dan pleura.1
Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Prevalensi endometriosis pada populasi umum diperkirakan 10%. Prevalensi endometriosis mencapai 82% pada wanita dengan nyeri panggul, dan 21% pada wanita yang menjalani pemeriksaan infertilitas.3 Pada kelompok wanita dengan infertilitas yang belum diketahui sebabnya ditemukan endometriosis sebanyak 70-80%, sedangkan pada kelompok wanita dengan infertilitas primer ditemukan endometriosis sebanyak 25%.4 Meskipun endometriosis dikatakan penyakit pada usia reproduksi, namun telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pascamenopause.5
Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik pada masa usia remaja, maupun pada usia menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis.
Penyebab endometriosis belum diketahui secara pasti. Penyakit ini sering disebut juga “the dis eas e of theories ”, karena banyaknya postulasi teori yang mencoba menjelaskan patogenesa penyakit ini. Teori-teori yang paling banyak dianut adalah metaplasia epitel coelomic atau implantasi fragmen endometrial yang sampai ke kavum pelvis dengan cara regurgitasi menstruasi.
Teori yang paling sering dibicarakan dalam literatur adalah regurgitasi dan implantasi haid yang dipopulerkan oleh Sampson pada tahun 1921. Diduga darah haid mengalir dari kavum uteri melalui tuba Fallopii ke kavum peritoneum dan berimplantasi pada permukan peritoneum.
4
4
Uterus yang hiperperistaltis dan disperistaltis ditemukan pada wanita dengan endometriosis dan menyebabkan peningkatan refluks endometrial. Obliterasi operatif dari saluran serviks pada babon menyebabkan induksi dari endometriosis. Wanita dengan amenorrhea karena obstruksi saluran serviks juga memiliki angka kejadian endometriosis yang tinggi, dimana akan menurun jika obstruksi dikoreksi.1
Faktor genetik dan imunologik juga diduga berperan dalam proses terbentuknya endometriosis. Sampai saat ini banyak penelitian yang dilakukan terhadap proses inflamasi dalam memahami patofisiologi endometriosis. Pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis
ditemukan aktivitas makrofag yang meningkat, penurunan aktivitas natural killers cell dan penurunan aktivitas sel-sel limfosit. Makrofag akan mengaktifkan jaringan endometriosis dan penurunan sistem imunologik tubuh akan menyebabkan jaringan endometriosis terus tumbuh tanpa hambatan. Makin banyak regurgitasi darah haid, makin banyak pula sistem pertahanan tubuh yang terpakai.6
L-s electin memainkan peran dalam langkah awal rekrutmen leukosit dari sirkulasi ke tempat inflamasi perifer yaitu rolling leukocytes yang diikuti oleh aktivasi leukosit, adesi yang kuat, dan transmigrasi leukosit ke dalam jaringan interstisial.
Namun hal terpenting dalam proses inflamasi adalah bagaimana leukosit di dalam sirkulasi dapat mencapai jaringan yang mengalami inflamasi. Dari seluruh penelitian yang ada selama ini belum ada penanda yang sensitif dan spesifik untuk endometriosis. Selama ini baku emas yang digunakan untuk mendiagnosis endometriosis adalah laparoskopi yang merupakan suatu tindakan yang bersifat invasif.
Sebuah penelitian yang membandingkan profile ekspresi gen Lselectin dengan analisa cDNA microarray, quantitative real time R T -P C R antara jaringan endometriosis model tikus dan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Mereka menemukan bahwa kadar transkrip L-s electin pada jaringan endometriosis lebih tinggi 46 kali lipat dibandingkan dengan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa L-selectin memainkan peran
penting dalam patogenesis endometriosis9 dan dapat dijadikan penanda untuk endometriosis.
1.2 R umus an Mas alah
Dari latar belakang di atas, belum ada penelitian sebelumnya yang berhasil memperoleh penanda yang spesifik dan sensitif untuk endometriosis. Belum ada penelitian yang meneliti keterlibatan L-s electin dalam proL-seL-s inflamaL-si pada endometrioL-siL-s. Dan L-sejauh ini belum ada yang membandingkan kadar L-s electin pada wanita penderita endometriosis dengan wanita sehat serta membandingkan L-s electin pada masing-masing derajat keparahan. Penelitian ini ingin melihat apakah L-s electin dapat digunakan untuk menjadi penanda endometriosis dan menilai tingkat keparahan endometriosis berdasarkan kadar L-s electin.
1.3 P ertanyaan penelitian
“Apakah kadar L-s electin pada wanita endometriosis berbeda dengan wanita yang tidak endometriosis?” dan “Apakah kadar
L-s electin berbeda berdasarkan masing-masing stadium pada wanita endometriosis?”
1.4 Hipotes a P enelitian
2. Ada perbedaan kadar L-s electin pada plasma darah berdasarkan masing-masing stadium pada wanita endometriosis.
1.5 T ujuan P enelitian
1. Untuk membandingkan kadar L-s electin pada penderita endometriosis dibandingkan wanita normal.
2. Membandingkan kadar serum L-s electin berdasarkan stadium endometriosis.
1.6 Manfaat P enelitian
Menambah pengetahuan mengenai keterlibatan dalam patofisiologi endometriosis. Dengan hasil penelitian yang akan diperoleh diharapkan L-s electin akan menjadi modalitas untuk penanda penyakit endometriosis yang minimal invasif dan strategi alternatif terapi endometriosis di masa yang akan datang.