BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal di sektor jasa
keuangan di Indonesia, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK) mempunyai
tujuan agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan terselenggara secara
teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan
yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat.1Definisi secara umum yang dimaksud dengan
Lembaga Keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan,
menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya.2Sesuai dengan laju
pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa.
Lembaga keuangan tumbuh dengan berbagai alternatif jasa yang
ditawarkan.3Paling tidak ada sembilan fungsi pokok yang dapat dilayani lembaga
keuangan bank dan selain bank yakni fungsi kredit, fungsi investasi, fungsi
pembayaran, fungsi tabungan, fungsi pengelolaan kas, fungsi penjamin, fungsi
perantara, fungsi perlindungan, dan fungsi kepercayaan.4
1Undang-Undang Repulik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014,
Penjelasan Umum.
2Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya (Jakarta:PT.Raja Grafindo
Persada,2011), hlm. 2.
3
Neni sri imaniyati, Pengantar hukum Perbankan Indonesia (Bandung : PT. Refika Aditama,2010),hlm. 1.
4Juli Irmayanto dkk,Bank dan lembaga keuangan(Jakarta: universitas trisaksi, 2002)hlm.
Pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan bank dan selain
bank dilakukan oleh Bank Indonesia dan menteri keuangan, yang sekarang
menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) sebagai
penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sesuai dengan UU OJK .5
Fungsi-fungsi ini menjadikan lembaga keuangan dapat mendorong
perkembangan dan pembangunan ekonomi suatu daerah atau suatu Negara .
Lembaga keuangan dapat memobilisasi dana dari masyarakat atau dari luar daerah
yang kemudian disalurkan kembali kedalam perekonomian dalam bentuk kredit.6
Fungsi OJK sebagai regulator adalah penyelengaraan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor
keuangan. Berdasarkan itu, keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang dilakukan
oleh lembaga lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan
OJK, seperti sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.7
Guna mencapai tujuan sebagaimana yang diamanatkan oleh
undang-undang, OJK memerlukan adanya jaminan sumber pembiayaan yang mampu
mendukung efektifnya pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai salah satu unsur
menjadikan OJK sebagai lembaga yang independen dalam pengaturan dan
5Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Bab II, Pasal 5 dan Pasal 6.
6Frianto Pandia, Elly Santi Ompusunggu, Achmad Abror, Lembaga keuangan (Jakarta:
rineka cipta,2004) hlm. 1.
7Bismar Nasution, “OJK Sebagai Suatu Sistem Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”
pengawasan sektor jasa keuangan.8Sesuai dengan Pasal 34 ayat 2 UU OJK,
Angaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Ketentuan tersebut bermakna bahwa pembiayaan kegitan OJK, sewajarnya
didanai secara mandiri yang pendanaanya bersumber dari pungutan kepada pihak
yang melakukan kegiatan di sektor jasa keungaan, pembiayaan secara adil harus
dibebankan kepada pihak yang secara langsung menerima manfaat dari efektifnya
fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh OJK.9 Pungutan
yang diwajibkan kepada industri jasa keuangan ini diyakini dapat dirasakan
manfaatnya kembali oleh industri (recycling) dengan berbagai program kerja OJK yang bernilai tambah pada bidang pengaturan dan pengawasan terintegrasi,
perlindungan konsumen dan good governance. Program kerja yang bernilai
tambah itu diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan
konsumen terhadap sektor jasa keuangan sehingga mampu menciptakan dan
membangun pertumbuhan industri jasa keuangan yang berkelanjutan.10
Menurut Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), iuran yang dikenakan OJK
kepada pelaku industri terutama emiten, dikhawatirkan berbuntut pada kenaikan
beban emiten.11Menurut Presiden Direktur PT Bank Maspion Indonesia Tbk
8Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga
stabilitas Sistem Keuangan,” (Medan:disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk Mewujudkan Perkonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 25 November 2014), hlm. 16.
9Ibid, hal, 17.
10http://www.ojk.go.id/siaran-pers-aturan-pelaksanaan-pungutan-ojk (diakses tanggal 13
Juni 2015)
11
Herman Halim mengatakan target OJK tersebut sangat memberatkan bank kecil
dan pungutan OJK membuat beban yang ditanggung oleh industri perbankan
semakin banyak dan membuat laba yang diperoleh semakin menyusut.12 Direktur
Utama PT Bank Mandiri Tbk Budi Gunadi Sadikin juga meminta adanya
pemangkasan pungutan OJK dan mengusulkan skema pembayaran pungutan ini
disesuaikan dengan aset yang dimilik setiap bank.13
Pungutan OJK ini ditujukan untuk memajukan industri jasa keuangan
sesuai dengan tujuan dan fungsi dibentuknya OJK. Apabila pungutan ini
dibebankan kepada konsumen atau masyarakat maka berpotensi mengurangi daya
saing industri yang pada akhirnya merugikan perusahaan itu sendiri.14
Terhadap pihak yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan dalam
upaya penyehatan dan/atau dalam pemberesan, dapat dilakukan penyesuain
paungutan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK (selanjutnya disebut PP No. 11
Tahun 2014).15 Berdasarkan hal tersebut, penetapan besarnya pungutan tersebut
dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan
kegitan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK.16Penjelasan
12http://finansial.bisnis.com/read/20150423/90/426411/iuran-ojk-lebih-baik-dihapus
(diakses tanggal 13 Juni 2015).
13
http://finansial.bisnis.com/read/20150423/90/426411/iuran-ojk-lebih-baik-dihapus ( diakses tanggal 13 Juni 2015).
14http://www.ojk.go.id/siaran-pers-aturan-pelaksanaan-pungutan-ojk (diakses tanggal 13
Juni 2015)
15Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor11 tahun 2014 tentang Pungutan Oleh
Otoritas Jasa Keuangan. Bab VI, Pasal 17.
16
Pasal 17 PP No. 11 Tahun 2014, yang dimaksud dengan “pemberesan” adalah
pemberesan yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.
Pemberesan yang dilakukan oleh kurator merupakan pemberesan dalam
kepailitan, yang merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang
pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas.17Dalam sita umum, maka seluruh harta kekayaan debitur akan
berada di bawah penguasaan dan pengurusan kurator, sehingga debitur tidak
memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya.18
Hendaknya besaran pungutan tidak membebani pihak yang melakukan
kegiatan di sektor jasa keuangan, penyesuaian terhadap pungutan yang di
bebankan menjadi sangat penting khususnya terhadap lembaga keuangan yang
sedang mengalami pemberesan oleh kurator yang dalam hal ini adalah kepailitan,
lembaga keuangan tersebut kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta
kekayaannya. Sehingga pungutan yang tujuannya memberikan manfaat tidak
menjadi sebaliknya memperburuk pihak yang mengalami kepailitan.
Kepailitan menimbulkan akibat hukum salah satunya terhadap harta
kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pengawasannya beralih kepada
kurator, sehingga guna memenuhi pembayaran utang-utangnya terhadap kreditur
dilakukan pemberesan harta pailit oleh kurator yang apa bila dilakukan pungutan
akan semangkin mengurangi harta pailit dan mempersulit keuangan pihak
tersebut. Berdasarkan hal tersebut pentingnya pengaturan yang jelas mengenai
17
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan K ewajiban Pembayaran Utang, Bab I, Pasal 1 ayat (1).
18
pengurangan pungutan terhadap pihak yang mengalami kepailitan agar tidak
semangkin mempersulit pihak yang mengalami kepailitan tersebut.
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut diatas,
dalam skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap pengurangan Pungutan
Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat Dari Kepailitan”, maka penulis
memuat rumusan masalah skripsi ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap
sektor jasa keuangan ?
2. Bagaimanakah keberadaan sumber keuangan Otoritas Jasa Keuangan terkait
dengan fungsi Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas lembaga keuangan ?
3. Bagaimanakah pengurangan pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap
lembaga keuangan yang mengalami kepailitan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi
ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan dan pengawasan OJK terhadap
sektor jasa keuangan.
2. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan sumber keuangan OJK terkait
dengan fungsi OJK sebagai pengawas lembaga keuangan.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengurangan pungutan oleh OJK terhadap
Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan
skripsi ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan
sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada
umumnya, khususnya di bidang peran dan tanggungjawab OJK terhadap
sektor jasa keuangan dalam pengaturan dan pengawasan, mekanisme
pelaksanaan pungutan sebagai sumber penerimaan OJK dan penyesuain
terhadap pelaksanaan pungutan bagi lembaga keuangan yang mengalami
kepailitan atau pemberesan oleh kurator berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Manfaat praktis
Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran serta menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi
Penulis dan secara umum bagi masyarakat tentang pengaturan dan pengawasan
OJK terhadap sektor jasa keuangan sebagai regulator dengan melakukan
pungutan sebagai sumber penerimaan, yang tetap memperharikan kemampuan
keuangan lembaga keuangan tersebut sehingga tidak membebani lembaga
keuangan yang sedang mengalami kepailiatan.
D.Keaslian Penulisan
Sepanjang pengamatan dan pengetahuan penulis, belum ada penelitian
judul skripsi ini. Karena pengaturan mengenai pungutan Otoritas Jasa Keuangan
dituangan dalam PP No. 11 Tahun 2014 , peraturan pemerintah tersebut masih
bersifat baru, kemudian penulis juga melakukan pemeriksaan judul skripsi
tersebut kepada Arsip Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum
USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum USU, yang menyatakan
bahwa”Tidak Ada Judul yang Sama”. Surat keterangan tersebut merupakan bukti
yang sah, yang brarti bahwa tidak ada judul skripsi yang sama dengan judul
skripsi penulis,berdasarkan surat pernyataan tersebut Bapak Ramli Siregar
Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi FH USU, menerima judul skripsi yang di
ajukan penulis. Maka berdasarkan hal itu wajarlah bila penulis melanjutkan
penelitian terhadap judul skripsi tersebut.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini murni hasil pemikiran
penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum
yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Penelitian
ini disebut asli sesuai dengan asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan
terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E.Tinjauan Kepustakaan
Adapun judul yang dikemukakan adalah “Analisis Yuridis Terhadap
pengurangan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai Akibat dari
Kepailitan”. Dalam tinjauan kepustakaan dicoba untuk mengemukakan beberapa
ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi
agar tetap berada didalam topik yang diangkat dari permasalahan yang telah
disebutkan diatas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada
judul skripsi ini adalah sebagai berikut.
Defenisi OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain,yang mempunyai fungsi, tugas,dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan,dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang.19Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan
lainnya antara lain melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan,
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan
perizinan kepada lembaga jasa keuangan20.
Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.21
Pungutan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh Pihak yang melakukan
kegiatan di sektor jasa keuangan.Yang diatur dalam Pasal 1 angka (2) PP No. 11
Tahun 2014. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang
19Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
keuangan, Bab I, Pasal 1 angka (1).
20Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta:Raih Asa Sukses, 2014),
hlm. 55.
21Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
selanjutnya disebut Pihak adalah lembaga jasa keuangan dan/atau orang
perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. 22
Sektor jasa keuangan adalah sektor perbankan, pasar modal, perasuransian,
dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan
lainnya.23perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan peroses dalam melaksakan
kegiatan usahannya.24 Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek dalam yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek.25
Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha
asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota
masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu
peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang,
usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan
jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria.26
22Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan
oleh Otoritas Jas a Keuangan, Bab I, Pasal 1 angka 3.
23Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan
oleh Otoritas Jas a Keuangan, Bab I, Pasal 1 angka 4.
24Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Bab I, Pasal 1 ayat (1).
25
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab I, Pasal 1 angka (6).
26Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan
program yang menjanjikan manfaat pensiun.27 Lembaga pembiayaan adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal.28Lembaga jasa keuangan lainnya adalah pengadaian, lembaga
penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan
sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat yang bersifat wajib meliputi penyelenggara program jaminan sosial,
pensiun dan kesejahteraan.29
Pihak sebagaimna disebutkan dalam ayat (1) wajib membayar pungutan
yang dikenakan OJK. Yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 PP No. 11 tahun 2014.
Pengecualian, berdasarkan Pasal 17 ayat 1 PP No. 11 Tahun 2014. Dalam hal
Pihak sedang mengalami kesulitan keuangan dan dalam upaya penyehatan
dan/atau dalam pemberesan, OJK dapat mengenakan pungutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sampai dengan 0% (nol persen) dari besaran
pungutan sebagaimana ditetapkan dalam lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan pemerintah ini.
Pemberesan adalah pemberesan yang dilakukan oleh likuidator atau
kurator.30Kurator adalah orang perorangan yang berdomisili di indonesia, yang
memiliki keahlian khusus yang di butuhkan dalam rangka menggurus dan
27Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Bab I, Pasal 1 angka (8).
28Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Bab I, Pasal 1 angka (9).
29
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab I, Pasal 1 angka (10).
30Republik Indonesia,PeraturanPemerintah Nomor.11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh
membereskan harta pailit. 31Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di
bawah pengawasan hakim pengawas seebagaimana diatur dalam undang-undang
ini.32 Dengan demikian pemberesan yang dimaksud adalah pemberesan oleh
kurator yang dalam hal ini adalah kepailitan sebagaimana di jelaskan dalam
penjelasan Pasal 17 ayat (1) PP No. 11 Tahun 2014.
Sita umum berarti bahwa seluruh harta kekayaan debitur akan berada di
bawah penguasaan dan pengurusan kurator, sehingga debitur tidak memiliki hak
untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya.33Berdasarkan hal tersebut
OJK dalam fungsinya menyelengarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang
melakukan pungutan terhadap lembaga keuangan yang di awasinya sebagai
sumber penerimaan, dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan
keuangan lembaga keuangan tersebut.34
F. Metode Penulisan
Metode penelitian adalah urutan-urutan bagaimana penelitian itu
dilakukan. Untuk mendapatkan data yang akurat penelitian harus dilakukan secara
sistematis dan teratur. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah
sebagai berikut :
31Sunarmi, Op.Cit., hlm. 132.
32Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bab I, Pasal 1 ayat (1).
33Sunarmi, Op.Cit., hlm. 29.
34Republik Indonesia,PeraturanPemerintah Nomor.11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau bahan sekunder. Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.35 Dalam penelitian ini,
adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 Tentang OJK, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ,Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait.
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta secara
sistematik, faktual, dan akurat. Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah
pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian
melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
2. Sumber data
Materi dalam skripsi ini diambil dari data primer dan data sekunder.
Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder
35Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT.
merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh
pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.36 Data sekunder berfungsi
untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu
istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum terkait tentang
ketentuan-ketentuan dalam praturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat, seperti:
1)Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
2)Undang –Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
3)Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Kepailitan
Dan Penundaan Kewajiban Pembayaraan Utang (PKPU).
4)Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
5)Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
6)Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir
kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
7)Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa
36 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta : PT.
8)Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pungutan Oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
9)Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.02/2014 Tentang tata
cara pelaksanaan pungutan oleh OJK.
10) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/SEOJK.02/2014
tentang Mekanisme Pembayaran Pungutan Otoritas Jasa Keuangan.
b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul
skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan,
makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui
media cetak maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier atau disebut juga bahan hukum penunjang, yang
mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun
penjelasan terhadap hukum primer dan hukum sekunder, misalnya Kamus,
Ensiklopedia, dan lain-lain.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data melengkapi penulisan skripsi ini,agar terstruktur
dan sistematis serta dapat dipertanggungjawabkandigunakan metode penelitian
hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka melalui data yang
tertulis, dan data yang di peroleh dari internet. Penelitian kepustakaan dilakukan
dengan cara mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum skunder dari
data yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, buku, makalah ilmiah,
majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas
4.Analisis data
Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu
dengan :
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang
relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan
tersebut diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang
dibahas.
c. Mengolah data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.
d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah
kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam
bentuk pernyataan dan tulisan.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat mendeskripsikan mengenai
pengurangan pungutan oleh otorias jasa keuangan sebagai akibat dari kepailitan
agar tidak membebani lembaga keuangan yang sedang mengalami pemberesan
oleh kurator yang dalam hal ini adalah kepailitan.
G. Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur
terperinci didalam penulisannya agar dimengerti dan di pahami maksud dan
tujuannya.Tulisan ini terdiri dari lima bab, yang akan diperinci lagi dalam satu
bab.Adapun kelima bab tersebut terdiri dari :
Bab ini berisikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA
KEUANGAN TERHADAP SEKTOR JASA KEUANGAN
Bab ini berisikan tentang sejarah singkat OJK, pengaturan dan
pengawasan OJK, dan hubungan OJK dengan lembaga keuangan
lainnya.
BAB III KEBERADAAN SUMBER KEUANGAN OTORITAS JASA
KEUANGAN TERKAIT DENGAN FUNGSI OTORITAS JASA
KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS LEMBAGA KEUANGAN
Bab ini berisikan tentang bentuk penerimaan sebagai sumber
keuangan OJK, mekanisme pelaksanaan pungutan oleh OJK, dan
keberadaan sumber keuangan OJK terkait dengan fungsi OJK
sebagai pengawas lembaga keuangan.
BAB IV PENGURANGAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA
KEUANGAN SEBAGAI AKIBAT DARI KEPAILITAN
Bab ini berisikan tentang proses kepailitan lembaga keuangan,
akibat hukum kepailitan terhadap lembaga keuangan, dan
pengurangan pungutan oleh OJK sebagai akibat dari kepailitan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan dari bab-bab yang
bagi pembaca sebagai sumber dalam melakukan penelitian lebih
mendalam terkait dengan pengurangan pungutan yang dilakukan