2.1.1 Pengertian Seksio Sesarea
Istilah seksio sesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya
memotong. Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut (abdomen) dan dinding (rahim) uterus dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo,2005).
Defenisi lainnya menyebutkan seksio sesarea adalah cara melahirkan janin
dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Seksio sesarea
adalah histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998).
2.1.2 Jenis Seksio Sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea yang dikenal yaitu :
1. Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10 cm. Kelebihan, mengeluarkan janin lebih cepat, tidak
mengakibatkan kandung kemih tertarik dan sayatan bisa diperpanjang
proksimal atau distal. Kekurangan, infeksi mudah menyebar secara intra
abdomen karena tidak ada reperitonealisasi yang baik (Oxorn, 2003).
2. Seksio sesarea ismika propunda atau low carvical dengan insisi pada
segmen bawah rahim dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm. Kelebihan, penjahitan
luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritonium. Kekurangan, luka
dapat menyebar kekiri, kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uterine putus sehingga mengakibatkan perdarahan banyak dan
keluhan pada kandung kemih postporatif tinggi (Oxorn, 2003).
3. Seksio sesarea ekstraperitonealis, yaitu seksio sesarea berulang pada
seorang pasien yang pernah melakukan seksio sesarea sebelumnya.
Biasanya dilakukan di atas bekas luka yang lama. Tindakan ini dilakukan
dengan insisi dinding dan fasia abdomen sementara peritoneum dipotong
ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus
dapat dibuka secara ekstraperitoneum. Pada saat ini pembedahan ini tidak
banyak dilakukan lagi untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal
(Oxorn, 2003).
4. Seksio sesarea histerektomi, yaitu bedah seksio sesarea dengan
pengangkatan rahim bagi wanita yang tidak menginginkan anak lagi
(Rasjidi, 2009). Pengangkatan rahim biasanya dilakukan karena adanya
kelainan uterus atau kelainan dalam pelvis sehingga diperlukan sterilisasi
pada waktu nifas. Pada persalinan ini biasanya perdarahan cukup banyak
sehingga memerlukan transfuse darah dan perlukaan pada saluran kemih
2.2 Indikasi Seksio Sesarea 2.2.1 Indikasi Medis
Persalinan dengan seksio sesarea sebaiknya dilakukan hanya bila ada
indikasi medis dengan memperhatikan kesehatan ibu maupun bayinya. Indikasi
medis menunjukkan adanya kelainan, baik pada ibu maupun janin. Artinya, janin
atau ibu dalam keadaan gawat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan
dilakukan dengan jalan seksio sesarea, dengan tujuan untuk memperkecil
terjadinya risiko yang membahayakan jiwa ibu dan bayinya. Oleh karena itu,
sebaiknya seksio sesarea dilakukan hanya jika ada alasan – alasan khusus secara
medis yang mendasarinya (Rahardjo, 2008).
a. Indikasi ibu 1. Plasenta previa
Plasenta previa adalah kondisi di mana posisi plasenta terlalu dekat atau
bahkan menutupi serviks. Plasenta adalah organ vital yang menjadi
jembatan antara ibu dengan bayi dan memberi suplai nutrisi melalui tali
pusar janin. Jika kondisi plasenta previa terus berlangsung sampai saat
kandungan semakin tua, dapat menyebabkan perdarahan dalam trimester
ketiga. Bisa juga menyebabkan kelahiran dini yang membuat bayi lahir
prematur. Jika plasenta menutupi seluruh serviks atau sebagian dari serviks
saat akan melahirkan sulit diharapkan bisa melahirkan dengan normal atau
jika terpaksa harus dengan seksio sesarea (Leveno, 2004). Seksio sesarea
pada plasenta previa selain untuk mengurangi kematian bayi, juga terutama
dilakukan untuk menolong agar janin segera lahir sebelum mengalami
kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban dan menghentikan
perdarahan yang mengancam nyawa ibu (Djallalludin., 2004)
2. Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi sefatopelvik menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala
janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Mencakup panggul sempit (contracted pelvis) fetus yang tumbuhnya
terlampau besar atau adanya ketidakseimbangan relatif antara ukuran bayi
dan ukuran pelvis (Oxorn H., 2003). Batas terendah untuk melahirkan
janin vias naturalis adalah conjugata vera = 8 cm. Panggul dengan
conjugata vera = 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin dengan
normal dan harus diselesaikan dengan seksio sesarea (Manuaba, 1999).
3. Partus Tak Maju
Persalinan dikatakan lama jika berlangsung lebih dari 24 jam. Persalinan
lama disebabkan oleh kontraksi abnormal, defiensi/ keterlambatan dilatasi
serviks dan abnormalitas penurunan bagian presentasi janin. Masalah
kegagalan kemajuan persalinan akan berdampak pada janin berupa trauma,
kerusakan hipoksis, infeksi dan pada ibu berakibat penurunan semangat,
kelelahan, dehidrasi, asidosis, infeksi dan risiko rupture uterus. Persalinan
lama menimbulkan efek berbahaya yang dapat menimbulkan kematian
perinatal pada ibu dan anak maka perlu segera dilakukan seksio sesarea
4. Preeklampsia
Preeklamsia merupakan kodisi yang hanya terjadi selama kehamilan yang
dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.
Berbeda dengan tekanan darah tinggi menahun. Jadi sebelumnya, ibu hamil
tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi. Diagnosis preeklamsia
ditegakkan bila ditemukan gejala hipertensi yang awal dan tiba – tiba
setelah umur kehamilan 20 minggu. Sejauh ini penyebab preeklamsia belum
diketahui pasti namun diduga terjadi karena kekurangan aliran darah menuju
ginjal, kadar air terlalu tinggi dan aliran darah dari ibu ke plasenta
berkurang sehingga mengurangi jumlah zat makanan yang dibutuhkan janin.
Makanya, preeklamsia yang semakin parah atau berlangsung lama bisa
menghambat pertumbuhan janin. Preeklamsia berat adalah preeklamsia yang
terjadi secara mendadak. Wanita dapat dengan cepat mengalami eklamsia.
Hal ini merupakan kedaruratan obstetri dan penatalaksanaannya harus
segera dilakukan dengan seksio sesarea (Taber, 1994).
5. Distosia serviks
Distosia adalah persalinan abnormal/ sulit yang ditandai dengan kelambatan
atau tidak adanya kemajuan proses persalinan dalam waktu tertentu
(Achadiat, 2004). Persalinan yang sulit ini dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab misalnya tenaga untuk mendorong janin keluar kurang kuat,
kelainan letak atau kelainan fisik janin serta kemungkinan adanya kalainan
jalan lahir. Bila dalam persalinan dengan penyulit tersebut tidak bisa
serviks primer penanganannya adalah pengawasan persalinan secara
seksama di rumah sakit. Sedangkan pada distosia serviks sekunder
penangannya harus segera dilakukan seksio sesarea sebelum jaringan parut
serviks yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah uterus (Leveno,
2004).
6. Pernah seksio sesarea sebelumnya
Pada wanita yang pernah mengalami seksio sesarea sebelumnya biasanya
kembali mengalami hal yang sama pada kehamilan dan persalinan
berikutnya. Hal ini disebabkan karena mengingat adanya bahaya ruptura
uteri karena seksio sesarea sebelumnya. Namun wanita yang pernah
mengalami seksio sesarea sebelumnya dapat diperbolehkan untuk bersalin
pervaginam kecuali jika sebab seksio sesarea sebelumya adalah mutlak
karena adanya kesempitan panggul (Achadiat, 2004).
b. Indikasi janin
1. Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby) menyebabkan
bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang
berlebihan karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus) yang
biasanya disebut bayi besar objektif. Hal ini bisa terjadi karena kencing
manis pada ibu hamil menyebabkan janin memproduksi hormone insulin
berlebih. Sebab, janin berusaha untuk menetralisir kadar gula yang terlalu
tinggi. Padahal, hormon insulin ini ternyata pada janin juga berfungsi
ukuran normal. Sehingga, waktu lahir badannya besar dan menyulitkan saat
persalinan (Musbikin, 2005).
2. Kelainan Letak Bayi
Letak sungsang saat ini lebih banyak bayi letak sungsang yang lahir dengan
seksio sesarea. Hal ini karena risiko kematian dan cacat/kecelakaan lewat
vagina (spontan) jauh lebih tinggi. Lebih dari 50% bayi pernah mengalami
letak sungsang dalam kurun 20 minggu kehamilan. Penyebab letak
sungsang sering tidak diketahui pasti, secara teori dapat terjadi karena faktor
ibu seperti kelainan bentuk rahim, tumor jinak rahim atau mioma, letak
plasenta lebih rendah. Letak lintang merupakan kelainan letak janin di
dalam rahim pada kehamilan tua (hamil 8-9 bulan) yaitu kepala ada di
samping kanan atau kiri dalam rahim ibu. Bayi letak lintang tidak dapat
lahir melalui jalan lahir biasa karena sumbu tubuh janin melintang terhadap
sumbu tubuh ibu tidak sama sehingga bayi membutuhkan pertolongan
seksio sesarea (Manuaba, 2001).
3. Gawat Janin (Fetal distress)
Gawat janin merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan bahwa
janin dalam keadaan bahaya. Keadaan ini biasanya dinilai dengan
menghitung denyut jantung janin dan memeriksa kemungkinan adanya
mekonium di dalam cairan amnion. Disebut gawat janin bila ditemukan
denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit, denyut
jantung tidak teratur. Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima cukup
bentuk akut yang membahayakan jika tali pusar turun ke dalam vagina
diatas bayi dan bentuk kronis dapat terjadi jika ibu mempunyai penyakit
kardiovaskular. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan
dokter memutuskan untuk melakukan operasi (Prawirohardjo, 2005).
4. Bayi Kembar
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Kehamilan
kembar dapat memberi risiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi.
Tindakan seksio sesarea dalam kehamilan kembar jika terdapat komplikasi
obstetrik atau adanya pertumbuhan intrauterus yang buruk, terdapat
presentasi yang abnormal pada kembar pertama,diameter pelvis ibu
mengecil, dan pernah seksio sesarea sebelumnya (Liu., 2007). Oleh karena
itu dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan
hamil yang lebih intensif. Namun jika ibu mengandung 3 janin atau lebih
maka sebaiknya menjalani seksio sesarea. Hal ini akan menjamin bayi-bayi
tersebut dilahirkan dalam kondisi sebaik mungkin dengan trauma minimum
(Chapman, 2013).
2.2.2 Indikasi Sosial
Selain indikasi medis terdapat indikasi sosial untuk dilakukannya
persalinan secara seksio sesarea yang timbul karena permintaan pasien meskipun
untuk dilakukan persalinan normal tidak ada masalah atau kesulitan yang
bermakna. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu. Indikasi
kesulitan dalam persalinan normal. Hal ini didukung oleh adanya mitos – mitos
yang berkembang di masyarakat (Manuaba., 1999).
Persalinan yang dilakukan dengan seksio sessarea sering dikaitkan dengan
masalah kepercayaan yang masih berkembang di Indonesia. Masih banyak
penduduk di kota – kota besar mengaitkan waktu kelahiran dengan peruntungan
nasib anak dilihat dari faktor ekonomi. Tentunya tindakan seksio sesarea
dilakukan dengan harapan apabila anak dilahirkan pada tanggal dan jam sekian,
maka akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang baik (Mochtar, 1998).
Dalam beberapa kalangan masyarakat seksio sesarea dilakukan bukan
karena indikasi medis tetapi atas dasar permintaan dari calon ibu karena takut
melahirkan secara normal/ alami. Sekarang ini banyak para ibu yang merasa
begitu ketakutan untuk melahirkan secara alami atau persalinan melalui vagina.
Ketakutan ini sering terjadi karena mendengar cerita – cerita yang mengerikan
dari kerabat atau teman – teman tentang pengalaman mereka saat melahirkan
bayinya secara alami. Hal ini banyak para calon ibu yang memilih untuk
melakukan seksio sesarea untuk melahirkan bayinya (Maulana, 2008).
Alasan lain yang diberikan umumnya agar bisa memilih tanggal lahir
seperti yang didinginkan, juga untuk alasan praktis seperti sang ibu tidak perlu
tersiksa harus mengejan. Selain itu, rasa nyeri yang ditimbulkan saat proses
kelahiran juga tidak terlalu separah melahirkan normal karena adanya pembiusan
lokal maupun total. Banyaknya permintaan operasi seksio sesarea tanpa
rekomendasi medis diduga karena kurangnya informasi tentang hal itu. Padahal
2.3 Komplikasi Tindakan Seksio Sesarea
Persalinan dengan tindakan operasi sesarea selalu menimbulkan komplikasi
pada ibu dan neonatus yang lebih berat, baik yang terjadi secara mendadak
maupun yang terjadi setelah perawatan. Komplikasi utama persalinan seksio
sesarea adalah kerusakan organ – organ seperti vesika urinaria dan uterus saat
dilangsungkan operasi, komplikasi anestesi, perdarahan, infeksi. Kematian ibu
juga lebih besar pada persalinan seksio sesarea dibandingkan persalinan
pervaginam, meskipun sulit memastikan terjadi karena prosedur operasinya atau
karena alasan yang menyebabkan ibu hamil tersebut harus dioperasi (Rasjidi,
2009). Komplikasi yang terjadi setelah tindakan seksio sesarea adalah sebagai
berikut :
2.3.1 Komplikasi Pada Ibu (Manuaba, 1998)
Terjadi “trias komplikasi” ibu yaitu perdarahan, infeksi, dan trauma jalan
lahir.
1. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling gawat, memerlukan tranfusi
darah dan merupakan penyebab kematian ibu yang paling utama. Penyebab
perdarahan pada tindakan operasi dapat disebabkan karena banyaknya
pembuluh darah terputus dan terbuka, atonia uteri, perdarahan karena mola
hidatidosa atau korio karsinoma, dan solusio plasenta dengan pelepasan
2. Infeksi
Setiap tindakan operasi selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga
menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh
keadaan umum yang rendah berupa anemia saat hamil, Perlukaan operasi
yang menjadi jalan masuk bakteri, infeksi karena terdapat retensio plasenta
atau rest plasenta, dan pelaksanaan operasi persalinan yang kurang
memenuhi prinsip asepatik dan antiseptik.
3. Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga
menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan antara lain
berupa luka kandung kemih, dan kurang kuatnya parut pada dinding uterus
pada persalinan dengan seksio sesarea sebelumnya sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi rupture uteri
2.3.2 Komplikasi Pada Bayi
Terjadi “trias komplikasi” bayi dalam bentuk: asfiksi, trauma tindakan,
dan infeksi.
1. Asfiksia
Kondisi di mana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Hal ini dapat terjadi oleh karena tekanan langsung pada kepala
sehingga menekan pusat – pusat vital pada medulla oblongata, aspirasi air
2. Trauma langsung pada bayi
Trauma lahir merupakan perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam
proses persalinan atau kelahiran bayi. Trauma dapat menyebabkan fraktura
ekstremitas, dislokasi persendian, paralisis Erb, fraktura tulang kepala bayi,
perdarahan atau edema jaringan otak, trauma langsung pada mata, telinga,
hidung, dan lainnya.
3. Infeksi
Infeksi ringan sampai sepsis yang dapat terjadi pada janin sebagai akibat
dari tindakan pertolongan persalinan yang kurang memenuhi prinsip asepsis
dan antiseptik yang dapat memperburuk keadaan bayi dan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
2.4 Epidemiologi
2.4.1 Distribusi dan Frekuensi
Pada tahun – tahun terakhir ini seksio sesarea meningkat tajam, sebagian
besar karena melusnya pengenalan gawat janin yang jelas maupun yang masih
merupakan dugaan. Berdasarkan data WHO pada tahun 2001 sampai dengan
tahun 2003 terus mengalami peningkatan, proporsi seksio sesarea di Kanada
22,5%. Sedangkan tahun 2004, proporsi seksio sesarea di Inggris mencapai angka
24,5% (Azman, 2014).
Berdasarkan data WHO, Christilaw (2006) mengungkapkan bahwa pada
tahun 1970an angka seksio sesarea di seluruh dunia hanya 5-7% dari seluruh
persalinan. Namun, tahun 2003 angkanya telah mencapai 25-30% dari seluruh
373 fasilitas kesehatan dari 24 negara kurun waktu 2004-2008, ditemukan seksio
sesarea sebesar 25,7%. Di Andalusia Spanyol, angka seksio sesarea yakni 24,8%
dari 293.558 anak yang dilahirkan periode 2007-2009 (Marquez et al 2011). Di
Amerika Serikat, presentase persalinan seksio sesarea sebesar 43%, sedangkan
presentase di Asia sebesar 30% (Pandensolang, 2012).
Angka kejadian seksio sesarea di Indonesia pada tahun 2007 adalah
921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan.
Dengan berkembangnya kecanggihan bidang ilmu kedokteran kebidanan, serta
kemajuan dalam antibiotik, transfusi darah, anastesi dan teknik operasi yang lebih
sempurna sehingga seksio sesarea menjadi alternatif persalinan tanpa indikasi
medis yang cukup kuat karena dianggap lebih mudah dan nyaman (Hasibuan.
2011).
Di Indonesia berdasarkan survei demografi dan kesehatan pada tahun
2011, angka persalinan secara seksio sesarea secara nasional rata - rata 22,5% dari
seluruh persalinan. Berdasarkan hasil SDKI 2007 angka seksio sesarea meningkat
dari 6,8% menjadi 15,3% pada hasil Rikesdas 2010. Di RSU Pringadi medan
tahun 2005 proporsi persalinan dengan seksio sesarea tercatat 36,22% yaitu
sebanyak 393 kasus dari 809 persalinan, dengan indikasi medis 94,7% dan
indikasi sosial 5,3% (Ginting, 2007).
Peningkatan persalinan dengan seksio sesarea ini disebakan karena
berkembangnya indikasi medis dan makin kecilnya risiko mortalitas pada seksio
sesarea yang didukung dengan kemajuan tehnik operasi dan anesthesia, serta
2.4.2 Faktor Determinan Seksio Sesarea
Faktor determinan seksio sesarea adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
tindakan pengeluaran janin dengan cara pembedahan. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
a. Faktor Sosiodemografi 1. Faktor Umur Ibu
Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara 20 - 35 tahun
karena pada usia tersebut, rahim sudah siap menerima kehamilan, mental
sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya. Sedangkan
umur dibawah dan di atas umur tersebut akan meningkatkan
risikokehamilan dan persalinan. Pada usia muda organ-organ reproduksi
seorang wanita belum sempurna secara keseluruhan dan perkembangan
kejiwaan belum matang sehingga belum siap menjadi ibu dan menerima
kehamilannya dimana hal ini dapat berakibat terjadinya komplikasi obstetri
yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan perinatal (Richjati, 2003).
Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya
belum siap untuk menerima dan memperhatikan kehamilannya. Sedangkan
ibu yang yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih
besar terjadinya persalinan seksio sesarea dibandingkan dengan umur di
bawah 35 tahun karena fungsi rahim dan bagian tubuh lainnya sudah
2. Kepercayaan
Persalinan yang dilakukan dengan seksio sesarea sering dikaitkan dengan
masalah kepercayaan yang masih berkembang di masyarakat. Melahirkan
merupakan suatu peristiwa yang dianggap sacral, sehingga dalam
pelaksanaannya biasanya disesuaikan dengan kepercayaan yang dianut oleh
ibu mulai dari awal kehamilan sampai waktu persalinan nanti. Disisi lain
persalinan mempengaruhi kondisi pelayanan kesehatan dimana masih
banyak penduduk di kota - kota besar mengaitkan waktu kelahiran dengan
peruntungan nasib anak dengan harapan apabila anak dilahirkan pada
tanggal dan jam sekian maka akan memperoleh rejeki dan kehidupan yang
lebih baik (Christina, 1996).
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal maupun non – formal dapat memberikan pengetahuan
bagi seseorang, termasuk kepada ibu hamil. Tingkat pendidikan yang
ditempuh seseorang adalah salah satu factor demografi yang mempengaruhi
kondisi kesehatan individu dan masyarakat. Seseorang dengan tingkat
pendidikan tinggi akan mudah menerima informasi kesehatan dan secara
aktif berusaha mencari informasi yang berhubungan dengan kesehatan. Ibu
dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan
kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor
penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga.
dapat lebih mandiri menentukan jenis persalinan yang akan dilalui. Semakin
tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin meningkat
pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam
kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur (Andree, 2006).
4. Pekerjaan
Pekerjaan juga sering dikaitkan dengan tingkat sosio ekonomi yang
berpengaruh terhadap layanan kesehatan. Wanita pekerja dimungkinkan
lebih mandiri untuk menentukan jenis layanan kesehatan kehamilan dan
persalinannya dibanding wanita yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Meskipun demikian, jenis dan kualitas layanan kesehatan juga tetap
dipengaruhi status pekerjaan suami maupun tingkat sosial ekonomi
keluarga. Beberapa alasan yang mendasari kecenderungan melahirkan
dengan seksio sesarea semakin meningkat terutama di kota-kota besar,
seperti di Jakarta banyak para ibu yang bekerja. Mereka sangat terikat
dengan waktu. Mereka sudah memiliki jadwal tertentu, misalnya kapan
harus kembali bekerja (Wirakusumah, 1994).
5. Ekonomi
Status ekonomi sering dinyatakan dalam pendapatan keluarga yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup, kebutuhan kesehatan
termasuk kebutuhan gizi, bahan persiapan kelahiran, tenaga kesehatan, dan
transportasi/ sarana angkutan yang mempengaruhi kondisi kehamilan dan
penting dilakukan perencanaan ekonomi karena biaya yang harus dilakukan
tidak kecil. Oleh karena itu, kemapuan keuangan menjadi salah satu
pertimbangan dalam mengambil keputusan melahirkan dengan seksio
sesarea (Yeyeh, Ai. 2009).
b. Faktor Mediko-Obstetri
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor mediko obstetri adalah paritas,
jarak persalinan, riwayat penyakit, riwayat kehamilan dan riwayat persalinan,
dimana hal ini akan memberi gambaran atau prognosa pada kehamilan dan
persalinan berikutnya.
1. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu sebelum
kehamilan atau persalinan saat ini. Paritas dikategorikan menjadi 4
kelompok yaitu:
1. Nullipara adalah ibu dengan paritas 0
2. Primipara adalah ibu dengan paritas 1
3. Multipara adalah ibu dengan paritas 2-5 ()
4. Grande Multipara adalah ibu dengan paritas >5
Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai resiko yang relatife
tinggi terhadap ibu dan anak, akan tetapi risiko ini menurun pada paritas
kedua dan ketiga dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan
seterusnya (Mochtar, 1998). Paritas yang paling aman jika ditinjau dari
Resiko untuk terjadinya persalinan seksio sesarea pada primipara 2 kali
lebih besar dari pada multipara (Wirakusumah, 1994).
2. Jarak Persalinan
Seorang wanita yang hamil dan melahirkan kembali dengan jarak yang
pendek dari kehamilan sebelumnya akan memberikan dampak yang buruk
terhadap kondisi kesehatan ibu dan bayi. Hal ini disebabkan karena bentuk
dan fungsi organ reproduksi belum kembali dan sempurna. Sehingga
fungsinya terganggu apabila terjadi kehamilan dan persalinan kembali.
Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk
memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya pada persalinan
berikutnya dan memberi kesempatan pada luka untuk sembuh dengan baik.
Jarak persalinan yang pendek akan meningkatkan risiko terhadap ibu dan
anak (Mochtar, 1998).
3. Riwayat Penyakit
Berbagai macam penyakit yang dapat menyertai ibu pada saat kehamilan
atau terdapat riwayat penyakit sebelumnya yang dapat mempengaruhi
kehamilan dan persalinan. Perlu diperhatikan karena penyakit tersebut dapat
membahayakan keselamatan ibu dan anak pada saat persalinan. Adapun
penyakit penyerta pada ibu hamil maupun bersalin yaitu :
1. Penyakit Jantung, dimana terjadi perubahan dalam kardiovaskular yang
biasanya masih dalam batas fisiologi oleh karena jantung bekerja lebih
berat sehingga penyediaan kecukupan terganggu dan janin mengalami
2. Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang
sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Asma saat kehamilan
terutama asma yang berat dan tidak terkontrol dapat menyebabkan
peningkatan risiko komplikasi perinatal seperti preeklampsia, kematian
perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah, perdarahan antepartum
dan persalinan dengan seksio sesarea(Judi, 2002).
3. Diabetes Melitus dapat terjadi perubahan metabolisme endokrin dan
karbohidrat untuk menunjang pemasokan makanan bagi janin serta
persiapan untuk menyusui. Glukosa berdifusi melalui plasenta sehingga
kadar dalam darah janin hampir menyerupai kadar dalam darah ibu.
Dimana, bayi sangat besar yang menyebabkan komplikasi seperti ,
kelainan letak janin, insufisiensi plasenta sehingga harus dengan
tindakan seksio sesrea dan lebih mudah terjadi infeksi (Maulana, 2008).
4. Hipertensi dalam kehamilan yang disertai proteinuria dengan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg sehingga terjadi preeklamsia dan sering terjadi
arupsio plasenta yang menyebabkan terputusnya pasokan oksigen dan
zat gizi janin sehingga janin bisa meninggal. Jika kondisi semakin
memburuk disarankan untuk mengakhiri kehamilan dengan tindakan
seksio sesarea (Judi, 2002).
5. Penyakit infeksi seperti HIV atau penyakit menular seksual lainnya
yang mungkin akan menular pada bayi selama proses persalinan normal
4. Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah pernah
mengalami hiperemesis, perdarahan, abortus, preeklamsi dan eklamsi.
Dengan memperoleh informasi tentang ibu secara lengkap pada masa lalu,
diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin
dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang lebih baik (Djallalludin,
2004).
5. Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan yang berisiko tinggi adalah persalinan yang pernah
mengalami bedah sesarea sebelumnya, ekstraksi vacuum, forcep,
melahirkan premature/BBLR, partus lama, ketuban pecah dini dan
melahirkan bayi lahir mati (Wirakusumah, 1994). Riwayat persalinan seksio
sesarea mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terjadinya persalinan
seksio sesarea pada kehamilan berikutnya (Christina, 1996). Berdasarkan
riwayat persalinan pada anak pertama, riwayat persalinan dengan seksio
sesarea meningkatkan resiko terjadinya berbagai jenis komplikasi pada
kehamilan kedua seperti preeklamsia, plasenta previa, rupture uteri
2.5 Kerangka konsep
Berdasarkan kajian teoriris yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
disusun kerangka konsep penelitian seperti digambarkan di bawwah ini
Karakteristik Ibu Bersalin dengan Seksio Sesarea 1. Sosiodemografi
Umur Suku Agama Pekerjaan
2. Mediko Obstetri
Paritas
Jarak persalinan Riwayat penyakit Riwayat kehamilan Riwayat persalinan Komplikasi
3. Indikasi Seksio Sesarea
Indikasi Medis Indikasi Sosial
4. Pelayanan Rumah Sakit
Lama rawatan Sumber biaya