• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT KEMOTERAPI RAWAT INAP DI RSUD DR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT KEMOTERAPI RAWAT INAP DI RSUD DR."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh : WIDIA ANI KUSUMA

J 310 100 088

PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

(2)

2 HALAMAN PERSETUJUAN

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

Judul Skripsi : Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Pasien Kanker Nasofaring yang Mendapat Kemoterapi Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi

Nama Mahasiswa : Widia Ani Kusuma Nomor Induk Mahasiswa : J 310 100 088

Telah Disetujui oleh Pembimbing Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal

18 Desember 2014 dan layak untuk dipublikasikan

Surakarta, 18 Desember 2014

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Siti Zulaekah, A., M.Si Ririn Yuliati, S.Si.T., M.Si NIK/ NIDN : 751/06-0612-7501 NIP. 196706261991032001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Setyaningrum Rahmawaty, A., M.Kes, PhD NIK/ NIDN : 744/06-2312-7301

(3)

3 PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Bismillahirrohmanirrohim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : WIDIA ANI KUSUMA

NIM : J310 100 088

Fakultas/ Jurusan : FIK/ S-1 ILMU GIZI

Jenis : SKRIPSI

Judul : HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT KEMOTERAPI RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI

Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:

1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Memberikan hak penyimpanan, mengalih mediakan/ mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, serta menampilkan dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UMS, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Surakarta, 18 Desember 2014 Yang menyatakan,

(4)

4 HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI Widia Ani Kusuma, Siti Zulaekah dan Ririn Yuliati

*Program studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta; Email : widia.anikusuma@yahoo.com

ABSTACT

Introduction : Chemotherapy can cause the formation of free radicals that can lead to suppression of blood cell production system to produce hemoglobin. Hemoglobin formation is influenced by iron. Objective : Knowing the relationship between intake of iron with hemoglobin levels in patients of nasopharyngeal cancer with chemotherapy hospitalization in Dr. Moewardi provincial hospital. Research method : The type of research used in this study was observational research with Cross Sectional approach. Sampling was done by non-probability sampling with consecutive sampling technique. Data intake of iron was obtained using Comstock and food from outside the hospital to interview. Patient hemoglobin levels obtained from the laboratory conducted by officers using the cyan-methemoglobin. Analysis of data used Pearson Product Moment. Results : Nasopharyngeal cancer patients receiving chemotherapy with low hemoglobin levels 84.2% had iron intake is inadequate. There is a relationship between the intake of iron in hemoglobin levels (p = 0.042). Conclusion: There is a significant relationship of the intake of iron with hemoglobin levels in patients of nasopharyngeal cancer with chemotherapy hospitalization in Dr. Moewardi provincial hospital.

Keywords : Iron, hemoglobin levels, nasopharyngeal cancer, chemotherapy Bibliography : 47 : 2001-2014

PENDAHULUAN

Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan bahwa kanker nasofaring hampir tiap tahunnya menduduki lima besar dari tumor ganas tubuh manusia (Soepardi dkk, 2012). Secara global kira-kira 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian per tahun. Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi penderita kanker nasofaring yang termasuk tinggi selain Cina. Angka kejadian kanker nasofaring di Indonesia yaitu 4,7 kasus baru per 100.000

penduduk per tahun (Susworo, 2004). Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukan bahwa kanker nasofaring menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki-laki dan urutan ke delapan pada perempuan (Aminullah dkk, 2012).

Penyebab malnutrisi penderita kanker sangat kompleks dan multifaktor. Hormon serotonin dan bombesin yang disekresikan oleh sel tumor dapat menekan selera makan sehingga terjadi anoreksia. Kanker nasofaring juga dapat menyebabkan peradangan pada mukosa mulut, peradangan pada selaput lendir (membran

(5)

5 mukosa) yang melapisi saluran

pencernaan, nyeri, penurunan sekresi kelenjar ludah, menekan sensasi rasa dan kerusakan gigi. Asupan nutrisi secara oral yang berkurang dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, mudah terkena infeksi dan penurunan berat badan. Terapi terhadap penyakit kanker juga berpengaruh terhadap status gizi penderita, suatu penelitian didapatkan lebih dari 40% penderita kanker yang mendapat terapi mengalami malnutrisi (Maskoep, 2008).

Kemoterapi merupakan salah satu penatalaksaan untuk kanker nasofaring. Obat yang digunakan dalam terapi kanker berfungsi merusak, menekan dan mencegah penyebaran sel kanker yang berkembangbiak dengan cepat. Obat komoterapi mempengaruhi sel kanker maupun sel normal dan dalam jumlah yang tertentu dapat menimbulkan efek samping terhadap mukosa oral dan gastrointestinal, folikel rambut, sistem reproduktif, dan sistem hemopoetik (Aziz dkk, 2010).

Salah satu dampak dari kemoterapi yaitu terbentuknya radikal bebas dari obat cisplatin. (Maskoep, 2008). Radikal bebas yang jumlahnya berlebihan bersifat toksik yaitu merusak sel-sel normal dalam tubuh termasuk sel-sel sumsum tulang yang mengakibatkan penekanan sistem pembentukan sel darah. Sistem pembentukan sel darah berfungsi memproduksi hemoglobin (Aminullah dkk, 2012). Anemia merupakan masalah umum pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi karena dapat terjadi akibat dari kankernya atau sebagai komplikasi pemberian kemoterapi. Sebanyak 67-81% pasien yang mendapat kemoterapi menderita anemia. Terjadinya anemia pada

pemberian antikanker dapat menyebabkan hasil pengobatan menjadi kurang efektif. Respons terhadap radioterapi bisa menurun, demikian juga ketahanan hidup penderita yang sedang mendapat radioterapi atau kemoradioterapi (Aziz dkk, 2010).

Kecukupan besi yang direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada 95% populasi (Zarianis, 2006). Pengaruh kemoterapi terhadap sumsum tulang pada 274 penderita kanker ginekologi dan 503 penderita kanker payudara mendapatkan penurunan produksi sistem hemopoetik terjadi pada 28,8% pasien dan penurunan ini mulai sejak awal seri kemoterapi diberikan serta cenderung meningkat pada akhir seri kemoterapi (Aminullah dkk, 2012). Faktor utama penyebab anemia adalah kurangnya konsumsi besi makanan, atau rendahnya tingkat absorpsi besi dan adanya penghambat sehingga tidak dapat diserap secara optimal sehingga tidak memenuhi kebutuhan tubuh (Zaniaris, 2006).

Menurut survey

pendahuluan, pada tahun 2013 di RSUD Dr. Moewardi pasien kanker nasofaring yang mendapat kemoterapi rawat inap dengan jumlah pasien sebanyak 263 pasien. Berdasarkan data rekam medik juga diketahui bahwa jumlah pasien baru dengan penyakit kanker nasofaring yang menjalani rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014 bulan Januari sebanyak 38 pasien, jumlah pasien baru pada bulan Februari sebanyak 46 pasien, jumlah pasien baru pada bulan Maret dan April sebanyak 46 pasien dan 39 pasien.

(6)

6 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini observasional dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling dengan teknik consecutive sampling. Data asupan zat besi menggunakan metode comstock dan makanan dari luar rumah sakit dengan wawancara. Kadar hemoglobin pasien yang diperoleh dari laboratorium yang dilakukan oleh petugas menggunakan metode sian-metheglobin. Analisis data menggunakan Pearson Product Moment.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum

Rumah sakit umum daerah Dr. Moewardi memiliki 2 pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan medis di RSUD Dr. Moewardi terdiri dari ICU, ICCU, PICU, penyakit dalam, kardiologi, bedah, anak, obstetri, ginekologi, perinatologi, penyakit kulit dan kelamin, paru, jiwa, gigi, mulut, radioterapi, perinatologi dan telinga hidung tenggorokan (THT).

Ruang Mawar 3 merupakan ruang perawatan rawat inap penyakit dalam untuk pasien kemoterapi yang terdiri dari ruang perawatan VIP dan ruang perawatan kelas I, II dan III. Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan di ruang perawatan Mawar 3 kelas I,II, dan III.

Ruang rawat inap Anggrek 2 menangani kasus penyakit THT, penyakit kulit dan kelamin, serta penyakit paru. Bagian dari penyakit THT adalah salah satunya kanker nasofaring, sehingga pasien dengan diagnosa kanker nasofaring di rawat di ruang Anggrek 2.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Umur subjek penelitian dikategorikan menjadi 19-29 tahun, 30-49 tahun, 50-64 tahun dan 65-80 tahun menurut AKG 2013.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Berdasarkan Tabel 1, menunjukan bahwa umur subjek penelitian berkisar dari 26-69 tahun dengan frekuensi terbesar adalah umur 30-49 tahun (90%). Faktor usia terutama usia lebih dari 40 tahun semakin beresiko terkena penyakit kanker nasofaring dan gejalanya lebih parah yaitu pada hidung mengalami flu lebih dari 1 bulan, terutama pada usia lebih dari 40 tahun terdapat kelainan dan sering mengeluarkan darah dari hidung (Christanti, 2011).

Hasil penelitian Aminullah (2012), tentang pengaruh kombinasi vitamin C dan E dosis tinggi terhadap sistem hemopoetik penderita kanker kepala dan leher yang mendapat kemoterapi cisplatin, menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang (2001-2005) dimana kanker nasofaring paling banyak pada kelompok usia lebih dari 40 tahun dan insidennya meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia. Penyebab terjadinya kanker nasofaring adalah multifaktor, paparan zat karsinogenik dan infeksi virus Ebstein-Barr dapat me-nyebabkan akumulasi kelainan gen

Umur Jumlah (n) Persentase (%) 19-29 th 1 5 30-49 th 18 90 50-64 th 0 0 65-80 th 1 5 Jumlah 20 100

(7)

7 yang berakibat transformasi ke arah

sel kanker. Proses ini membutuhkan waktu berpuluh tahun sehingga frekuensi kanker nasofaring meningkat seiring bertambahnya usia.

2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan subjek penelitian dikategorikan menjadi 4 yaitu tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP dan tamat SMA.

Tabel 2. Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian Bedasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak Sekolah 3 15 Tamat SD 13 65 Tamat SMP 1 5 Tamat SMA 3 15 Jumlah 20 100 Berdasarkan Tabel 2, sebagian besar pendidikan subjek penelitian adalah tamat SD (65%) dan paling sedikit berpendidikan tamat SMP (5%). Faktor pendidikan bukan faktor utama terjadinya kanker nasofaring, tetapi sebagai faktor pendukung terjadinya kanker nasofaring. Faktor pendidikan merupakan salah satu upaya menanggulangi masalah asupan makan. Pendidikan dapat mengubah perilaku ke arah perbaikan konsumsi pangan dan status gizi. Perilaku makan terbentuk berdasarkan yang didapatnnya dari keluarga demikian pula penerimaan terhadap makanan sangat dipengaruhi oleh yang didapatkan semenjak lahir (Madanijah, 2004 dalam Muwakidah, 2009).

3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan subjek penelitian dikategorikan menjadi swasta, buruh dan IRT (Ibu Rumah Tangga).

Tabel 3. Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian Bedasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%) Swasta 3 15 Buruh 10 50 IRT 7 35 Jumlah 20 100 Berdasarkan Tabel 3, hasil penelitian sebagian besar subjek penelitian merupakan pekerja buruh (50%) dan yang terendah swasta (15%). Faktor pekerjaan bukan faktor utama terjadinya kanker nasofaring, tetapi sebagai faktor pendukung terjadinya kanker nasofaring. Lingkungan pekerja buruh sangat rawan terhadap polusi udara sehingga dapat me-nimbulkan radikal bebas. Faktor lingkungan mempunyai risiko terhadap kanker nasofaring yaitu merokok aktif maupun pasif, terpapar bahan dari industri seperti formaldehid berbentuk uap dan asap yang terhirup berulang, asap kayu bakar dan asap dupa (Roezin dan Syafril, 2007).

Faktor sosial ekonomi merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan dan mempunyai hubungan yang erat dengan masalah gizi. Pendapatan keluarga yang rendah akan mempengaruhi permintaan pangan sehingga menentukan hidangan dalam keluarga tersebut baik dari segi kualitas makanan, kuantitas makanan dan variasi hidangannya. Penghasilan yang rendah menyebabkan daya beli terhadap makanan sumber zat gizi berkurang dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga berkurang (Supariasa dkk, 2002).

(8)

8 4. Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4. Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%) Laki-laki 11 55 Perempuan 9 45 Jumlah 20 100

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak yang menderita penyakit kanker nasofaring dibanding perempuan. Jenis kelamin laki-laki yang menderita kanker nasofaring sebanyak 55% sedangkan perempuan sebanyak 45%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Aminulah (2012), karakteristik sampel menurut jenis kelamin laki-laki lebih banyak 34 (75,6%) daripada perempuan 11 (24,4%) dengan perbandingan 3:1.

Hasil ini hampir sama dengan kejadian kanker nasofaring di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 2001-2005, lebih banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan pria dan wanita 2:1. Hal ini menyebabkan jumlah penderita laki-laki lebih banyak menderita kanker nasofaring karena diduga akibat kebiasaan yang berkaitan dengan bahan karsinogenik (merokok, minum alkohol) dan lingkungan kerja yang berpotensi besar terpapar bahan karsinogenik. Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukan bahwa kanker nasofaring menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki-laki dan urutan ke delapan pada perempuan (Aminullah dkk, 2012).

5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Asupan Zat Besi

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian yaitu cadangan dan fungsional. Zat besi yang berbentuk cadangan yaitu menyediakan zat besi apabila dibutuhkan untuk berperan dalam fungsi fisiologi. Sedangkan zat besi yang bersifat fungsional berbentuk hemoglobin dan sebagian kecil dalam bentuk myoglobin. Apabila tubuh kekurangan masukan zat besi maka tubuh akan mengaktifkan zat besi cadangan untuk mencukupi jumlah zat besi fungsional, sehingga makin lama jumlah zat besi cadangan dan fungsional akan berkurang. Akhirnya terjadi keadaan kekurangan zat besi yang disebut anemia (Argana, 2004).

Tabel 5. Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian Menurut Asupan Zat Besi

Variabel Kategori n Persentase (%) Asupan zat besi Baik 1 5 Tidak baik 19 95 Jumlah 20 100

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa asupan zat besi subjek penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori tidak baik 95% dan sebagian kecil asupan zat besi yang termasuk dalam kategori baik sebesar 5%. Pengaruh kemoterapi dapat menimbulkan rasa mual, muntah dan hilang nafsu makan sehingga asupan makan pasien menurun setelah kemoterapi dan asupan zat besi manjadi tidak tercukupi.

6. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Kadar Hemoglobin

Penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan pada status gizi pasien, karena kadar hemoglobin dapat digunakan untuk menilai status gizi.

(9)

9 Tabel 6. Distribusi Karakteristik Subjek

Penelitian Menurut Kadar Hemoglobin Variabel Kategori n Persentase (%)

Kadar Hemoglobin

Normal 4 20

Rendah 16 80

Jumlah 20 100

Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa kadar hemoglobin subjek penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori rendah 80% dan yang termasuk dalam kategori normal sebesar 20%. Kemoterapi tidak hanya dapat menghambat pertumbuhan sel kanker dan menghancurkan sel kanker akan tetapi kemoterapi juga dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel normal yang sedang mengalami pembelahan, seperti pada sumsum tulang yang memproduksi sel darah dan sel-sel dinding saluran pencernaan mulai dari mulut sampai dengan anus. Pengobatan dengan menggunakan kemoterapi dapat memberikan efek samping berupa kurang darah dan berbagai gangguan pada saluran pencernaan (Uripi, 2002).

Penurunan kadar hemoglobin merupakan masalah medis yang berpotensi besar mempengaruhi keadaan klinis dan respons terapi pasien kanker. Kadar hemoglobin yang rendah dapat terjadi akibat penurunan produksi sel darah

merah, peningkatan destruksi sel darah merah, berkurangnya sel darah merah di sirkulasi, atau kombinasi faktor-faktor tersebut. Kondisi lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penurunan kadar hemoglobin adalah defisiensi zat besi, yang sering terjadi pada penderita kanker (Darwin dkk, 2012).

Anemia merupakan

komplikasi yang sering terjadi pada pasien kanker. Anemia yang disebabkan oleh kanker, biasa terjadi sebagai efek langsung dari keganasan, dapat sebagai akibat produksi zat-zat tertentu yang dihasilkan kanker, atau dapat juga sebagai akibat dari pengobatan kanker itu sendiri yaitu kemoterapi maupun radioterapi (Kar, 2005). 7. Analisis Hubungan antara

Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin

Analisis bivariat data di uji normalitas terlebih dahulu menggunakan uji Shapiro-Wilk. Berdasarkan uji normalitas pada penelitian ini, data berdistribusi normal. Ada tidaknya hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin dapat diketahui melalui uji Pearson Product Moment. Hubungan asupan zat besi dengan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin

Berdasarkan Tabel 7, pada subjek dengan kadar hemoglobin normal terlihat bahwa asupan zat besi baik lebih besar (100%) dibandingkan dengan asupan zat besi tidak baik. Subjek dengan kadar hemoglobin rendah terlihat bahwa asupan zat

besi tidak baik lebih besar (84,2%) dibandingkan dengan asupan zat besi tidak baik. Berdasarkan uji Pearson Product Moment antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin diperoleh nilai p=0.042, maka Ho ditolak, Ha diterima No. Asupan zat

besi

Kadar Hemoglobin

p Normal Rendah Total

n % n % N %

1 Baik 1 100 0 0 1 100

0.042 2 Tidak baik 3 15.8 16 84.2 19 100

(10)

10 sehingga terdapat hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pasien

kanker nasofaring dengan hubungan yang cukup kuat karena nilai r atau Pearson Correlation sebesar 0.459.

Penelitian ini sejalan dengan Heltty (2008), tentang pengaruh jus kacang hijau terhadap kadar hemoglobin dan jumlah sel darah dalam konteks asuhan keperawatan pasien kanker dengan kemoterapi menyatakan bahwa pemberian jus kacang hijau yang memiliki kandungan zat besi dalam dua cangkir terdapat 50% dari 18 mg kebutuhan perhari, pada pasien kanker dengan kemoterapi berpengaruh terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi zat besi maka kadar hemoglobin akan semakin tinggi pula.

Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin) dan berperan sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat besi

juga berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh. Keterkaitan zat besi dengan kadar hemoglobin dapat dijelaskan bahwa besi merupakan komponen utama yang memegang peranan penting dalam pembentukan darah (hemopoiesis), yaitu mensintesis hemoglobin. Kelebihan besi disimpan sebagai protein feritin, hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang belakang, dan selebihnya di dalam limpa dan otot. Apabila simpanan besi cukup, maka kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi, apabila jumlah simpanan zat besi berkurang dan jumlah zat besi yang diperoleh dari makanan juga rendah, maka akan terjadi ketidakseimbangan zat besi di dalam tubuh, akibatnya kadar hemoglobin menurun di bawah batas normal (Zaniaris, 2006).

KESIMPULAN

Hubungan signifikan ditemukan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada pasien kanker nasofaring yang mendapat kemoterapi rawat inap di RSUD Dr. Moewardi.

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, Y., Wiranto., Susilaningsih, N. 2012. Pengaruh Kombinasi Vitamin C dan E Dosis Tinggi terhadap Sistem Hemopoetik Penderita Kanker Kepala dan Leher yang Mendapat Kemoterapi Cisplatin. Jurnal Medica Hospitalia vol 1 (2) : 89-94.

Argana, G., Kusharisupeni., Utari, D. M. 2004. Vitamin C sebagai Faktor Dominan untuk Kadar Hemoglobin pada Wanita

usia 20-35 Tahun. Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol. 23 No.1.

Aziz, F. M., Adrijono., Saifudin, A. B. 2010. Buku Acuan Nasional : Onkologi Ginekologi. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Christanti, J. 2011. Tingkat Ketahanan Hidup Pasien Kanker Nasofaring pada berbagai Modalitas Terapi. Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

(11)

11 Darwin, M., Kalim, H., Wahono, D.,

Sudoyo, A. W., Fatchiyah. 2012. Ekspresi Hypoxia-Inducible Factor-1α menginduksi Ekspresi and Eritropoietin Intraseluler dan Vascular Endothelial Growth Factor pada Penderita Kanker Payudara dengan Anemia. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27 No. 2. Heltty. 2008. Pengaruh Jus Kacang

Hijau Terhadap Kadar Hemoglobin dan Jumlah Sel darah dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan Kemoterapi di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia.

Kar, A. S. 2005. Pengaruh Anemia pada Kanker Terhadap Kualitas Hidup dan Hasil Pengobatan. Pidato Pengukuhan. Medan : Universitas Sumatera Utara. Maskoep, W. I. 2008. Terapi Nutrisi

pada Penderita Kanker. Surabaya : Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo.

Muwakidah. 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat dan Vitamin B12 terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) pada

Pekerja Wanita (di Kabupaten Sukoharjo). Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Roezin, A. dan Syafril, A. 2001. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.

Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

Supariasa, I. D. N., Bakri, B., Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

Susworo R. 2004. Kanker Nasofaring-Epidemiologi dan Pengobatan Mutakhir. Jakarta : PT. Kalbe Farma. Uripi, V. 2002. Menu untuk Penderita

Kanker. Jakarta : Puspa Swara.

Zarianis. 2006. Efek Suplementasi Besi Vitamin C dan Vitamin C terhadap Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Di Klenteng Tjong Hok Kiong, pembuatan adonan ronde dilakukan ketika pagi hari menjelang Upacara Sembahyang Ronde berlangsung, baru ketika mendekati waktu upacara

Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir di RSUD Kota Surakarta dapat dikategorikan pengetahuan baik sebanyak 5 responden (16,7%),

Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan tetap

Perkembangan dari penetapan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 70 tahun 2001 tentang kebandarudaraan Presiden Republik Indonesia mengenai penetapan

yang sangat nyata terhadap persentase hidup dan jumlah akar yang mana untuk keberhasilan pertumbuhan stek daun jeruk J.C sampai tahap diferensiasi akar media

As co-sponsors, Colony NorthStar and RXR Realty’s management teams average 27 years of experience and aim to provide investors with access to institutional quality investments

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS DAN PERANCANGAN DATA WAREHOUSE PENJUALAN

Seiring dengan meningkatnya demand baik dari internal maupun external, maka perlu dilakukan peningkatan layanan menjadi sebuah produk yang dapat menjadi value-added dan