• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Lansia di Indonesia tahun Jumlah Penduduk Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Lansia di Indonesia tahun Jumlah Penduduk Lansia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Penduduk Lansia di Indonesia

Menurut Undang – Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 (enam puluh) tahun ke atas sekitar 7,59% (tujuh koma lima sembilan persen). Suatu negara disebut berstruktur lanjut usia (aging structured population) apabila jumlah penduduk lansia sudah lebih dari 7% (tujuh persen).1

Tabel 1.1 Sensus Penduduk Lansia Indonesia

tahun Jumlah Penduduk Lansia %

1980 7.998.543 5,45

1990 11.277.557 6,29

2000 14.439.967 7,18

2010 18.043.712 7,59

2020 (prakiraan) +28,8 juta 11,34

Sumber: http://oldkesra.menkokesra.go.id/(13:56 11/10/2012) dan www.bps.go.id (09:47 02/10/2012)

Jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980, jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 7.998.543 jiwa, kemudian meningkat sekitar 4 (empat) juta jiwa tiap tahunnya. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat mencapai kurang lebih 28 (dua puluh delapan) juta jiwa pada tahun 2020 mendatang. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini, antara lain disebabkan karena tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat.2

1

www.bps.go.id 11:04 02/10/2012

(2)

2 Berikut ini merupakan grafik yang diolah berdasarkan tabel 1.1 sebagai gambaran betapa pesatnya pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia.

Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Lansia di Indonesia

Sumber data: http://oldkesra.menkokesra.go.id/(13:56 11/10/2012) dan www.bps.go.id (09:47 02/10/2012

Peningkatan jumlah lansia ini memberi makna bahwa usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin tinggi. Pada tahun 1980, usia harapan hidup sekitar 52,2 tahun. Usia harapan hidup di Indonesia terus meningkat hingga 67,4 tahun pada tahun 2010. Diperkirakan usia harapan hidup di Indonesia akan mencapai 71,1 tahun pada tahun 2020.

Tabel 1.2 Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia Tahun Usia Harapan Hidup

1980 52,2 tahun 1990 59,8 tahun 2000 64,5 tahun 2010 67,4 tahun 2020 (prakiraan) 71,1 tahun Sumber: http://oldkesra.menkokesra.go.id/ (13:55 11/10/2012)

1.1.2 Penduduk Lansia di Yogyakarta

Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan usia harapan hidup yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah, bahwa jumlah lansia di Yogyakarta mencapai 12,96% dari keseluruhan total penduduk Yogyakarta.

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Lansia di DIY tahun 2010

Kelompok Umur Laki-Laki + Perempuan %

0-59 3,009,268 87.04

60-95+ 448,223 12.96

(3)

3 1.1.3 Permasalahan Lansia di Indonesia

Menurut Kasubdit Kelembagaan Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia, Isep Sepriyan dalam seminar Kajian Lanjut Usia di Indonesia, di Jakarta (Oktober 2012), ada 9 (Sembilan) faktor permasalahan lanjut usia di Indonesia3, yaitu jumlah dan proporsi semakin meningkat, tingkat pendidikan tergolong rendah, tingkat kesehatan rendah diperlukan pelayanan kesehatan yang signifikan, masih banyk lansia yang bekerja mencari nafkah untuk pemenuhan kebutuhan dasar, masih banyak lansia terlantar belum tersentuh program, banyak lansia berada di sektor informal yang umumnya tidak mempunyai jaminan pensiun, belum adanya jaminan sosial bagi lansia, aksesibilitas lansia masih rendah, lansia masih dianggap sebagai beban, bukan sebagai modal padahal seharusnya lansia harus dihargai peranannya dalam mendukung pembangunan nasional, apa yang terlihat dalam kehidupan lansia pada umumnya belum sepenuhnya tersentuh pelayanan dan pembinaan.

Permasalahan lain muncul ketika lansia dikesampingkan dalam kehidupan sehari – hari karena dianggap sudah tua, pikun, dan tidak produktif lagi. Terkadang masyarakat secara tidak langsung maupun tidak sadar telah memandang lansia dengan sebelah mata ataupun mendiskriminasikan lansia. Pandangan ini menyebabkan timbulnya perasaan terbuang dalam diri lansia. Merasa sudah tidak dianggap lagi dan hanya menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Bila perasaan tersebut terus – menerus ada dalam diri lansia, tentunya hal ini akan menyebabkan kondisi psikologis lansia memburuk. Banyak dari lansia yang memilih meninggalkan rumah dan hidup terlantar karena tidak mau membebani anak cucu. Ada yang stres dan depresi memikirkan penyakit yang tak kunjung sembuh, bahkan memilih untuk mengakhiri hidup karena tidak tahan menanggung beban hidup.

(4)

4 1.1.4 Kepedulian Pemerintah Indonesia4

Sebagai bukti Indonesia peduli pada penduduk lansia, telah diterbitkan Undang - Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, kemudian disusul penerbitan RAN 2003 untuk lansia, Undang - Undang no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang - Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Untuk mewujudkan koordinasi yang lebih intensif antar unsur pemerintah dan masyarakat, dalam rangka memberi saran atau pertimbangan kepada presiden, dibentuklah Komnas Lansia dengan Keprres No. 52 tahun 2004 yang kemudian disusul oleh Permendagri No. 60 tahun 2008 tentang Pembentukan Komda Lansia. Kendati telah dipersenjatai dengan perangkat undang-undang dan organisasi pelaksana, namun menurut pengamatan Komnas Lansia, implementasi UU No. 13 tahun 1998 masih jauh dari harapan. Kesadaran instansi dan masyarakat pada masalah lansia masih minim. Di samping itu, stigma orang tua sebagai makhluk jompo dan sakit – sakitan masih subur hidup di masyarakat, alhasil, penanganan lansia belum menjadi prioritas.

1.1.5 Panti Lansia di Indonesia

Panti lansia adalah tempat berkumpulnya orang – orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya, di mana tempat ini ada yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta, dan ini sudah merupakan kewajiban negara untuk menjaga dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam Undang - Undang No.12 Tahun 1996. Pembangunan panti lansia merupakan salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi jumlah lansia yang terlantar serta untuk meningkatkan kesejahteraan lansia. Namun pada kenyataannya, keberadaan panti lansia hingga saat ini belum mampu mengurangi permasalahan lansia secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya minat lansia untuk tinggal di dalam panti lansia, adapun yang bersedia tinggal karena mereka memang sudah tidak memiliki rumah ataupun keluarga. Lansia yang tidak betah, berusaha keluar dari panti kemudian kembali menjadi gelandangan.

(5)

5 1.1.6 Panti Lansia di Yogyakarta

Terdapat lima panti lansia di Yogyakarta, 3 (tiga) panti lansia merupakan panti lansia di bawah naungan dinas sosial DIY dan beberapa lainnya merupakan milik swasta keagamaan. Panti lansia yang berada di bawah naungan dinas sosial antara lain Panti Sosial Tresna Wredha Abiyoso, Panti Sosial Tresna Wredha Budiluhur, dan Panti Lansia Budi Dharma. Sedangkan panti lansia yang dikelola oleh yayasan swasta keagamaan antara lain Panti Wredha Hanna dan Panti Wredha Perandan. Kesemuanya bergerak di bidang sosial, di mana panti lansia tersebut disediakan bagi lansia yang terlantar dan memperoleh segala fasilitasnya secara gratis. Ada pula panti lansia yang menyelenggarakan subsidi silang, yaitu Panti Sosial Tresna Wredha Abiyoso dan Panti Sosial Tresna Wredha Budiluhur, tujuannya tentu untuk meningkatkan kesejahteraan lansia terlantar.

1.1.7 Panti Lansia Budi Dharma

Panti Lansia Budi Dharma beralamat di Ponggalan Umbulharjo VII 203 Yogyakarta, merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Tingkat Pemerintah Daerah Yogyakarta yang memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat khususnya yang kurang beruntung. Penghuni tinggal dan memperoleh segala kebutuhan secara gratis, seluruh biaya hidup penghuni selama tinggal di dalam panti menjadi tanggungjawab oleh pemerintah. Jumlah penghuni panti mencapai 50 (lima puluh) orang dengan kapasitas maksimal 60 (enam puluh) orang. Panti Lansia Budi Dharma termasuk jenis (independent elderly housing), yaitu panti lansia yang hanya menerima lansia yang masih mandiri ketika pertama kali masuk. Namun pada operasionalnya, panti lansia ini termasuk jenis continuing care retirement community yaitu model hunian lansia yang menyediakan tempat tinggal dan pelayanan kesehatan yang mengizinkan penghuni untuk menetap hingga akhir sisa hidupnya, mulai dari independent living hingga assisted living dan nursing care.5 Lansia yang sudah bedrest merupakan lansia yang awal masuknya masih mandiri namun semakin lama kemampuan fisiknya semakin menurun.

(6)

6 Permasalahan yang ada pada Panti Lansia Budi Dharma adalah krisis mental, di mana lansia mengalami fase stres dan depresi selama berada di dalam panti. Kebanyakan dari mereka merupakan gepeng yang di razia oleh satpol PP kemudian diserahkan ke dinas sosial (panti lansia). Permasalahan yang dihadapi sebelum masuk ke dalam panti adalah kemiskinan, penyakit yang tak kunjung sembuh, dan keluarga yang sengaja membuang atau memang secara ekonomi sudah tidak mampu mengurusi lagi. Dengan latar belakang yang demikian memprihatinkan, ternyata panti lansia belum dapat memberi penghidupan yang sesuai dengan keinginan dan harapan lansia. Hal ini wajar ditemui, karena pada dasarnya panti lansia bergerak di bidang sosial, di mana permasalahan dana menjadi isu yang paling sering muncul. Namun hendaknya, permasalahan itu tidak dijadikan alasan untuk mengurangi hak – hak lansia.

1.1.8 Penilaian Lingkungan dengan Teknik Caption

Teknik caption merupakan sebuah metode pengumpulan informasi melalui penilaian terhadap lingkungan yang dituju. Teknik caption dilakukan dengan berbekal siteplan / denah yang akan dinilai, pulpen, dan kamera yang di pegang oleh masing – masing individu. Teknik caption dilakukan ketika muncul kesan (pemandangan yang bagus / buruk) terhadap suatu objek, kemudian objek tersebut di foto dan letak pengambilan fotonya di tandai. Hasil foto tersebut kemudian di beri caption penilaian, nama elemen, karakteristik, dan impresi. Foto tiap masing – masing individu dikumpulkan dan dikategorisasikan untuk menemukan permasalahan yang terbanyak.

Gambar 1.2 Grafik hasil penilaian lingkungan dengan teknik caption Teknik Caption Panti Lansia Budi Dharma, Studio Tematik 2 tahun 2012

(7)

7 Pada teknik caption yang telah dilakukan di Panti Lansia Budi Dharma, muncul beberapa kategori antara lain signage, furniture, idle space, sanitasi, interaksi sosial, utilitas, akivitas, fisika bangunan, aksesibilitas, tata massa bangunan, tata ruang luar, tata ruang dalam bangunan, zonasi dan material. Dari data yang diperoleh dari hasil teknik caption, tata ruang dalam menjadi poin yang paling bermasalah. Sementara ruang dalam atau kamar merupakan area dengan tingkat penggunaan paling tinggi. Permasalahan pada tata ruang dalam adalah adanya pergeseran fungsi – fungsi ruang akibat adanya adaptasi yang besar oleh lansia. Adaptasi ini dilakukan karena spasial yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan privasi lansia.

1.1.9 Evaluasi Pasca Huni (EPH) atau POE (Post Occupancy Evaluation) Evaluasi pasca huni dilakukan untuk mengetahui sejauh mana permasalahan yang ada di dalam bangunan sehingga bangunan tersebut layak untuk di lakukan redesain. Khusus untuk Panti Lansia Budi Dharma, area hunian dan ruang serbaguna dipilih sebagai objek evalusi karena area tersebut merupakan area yang paling dekat dan paling sering digunakan oleh lansia. Evaluasi pasca huni meliputi evaluasi terhadap aspek – aspek teknikal, fungsional dan behavioral. Secara teknikal, bangunan pada panti lansia Budi Dharma belum memenuhi standar kenyamanan, antara lain ukuran ruang yang tidak sesuai standar, tidak aksesibel, penggunaan material yang tidak sesuai, serta kurang memperhatikan aspek fisika bangunan.

Secara fungsional, panti lansia Budi Dharma khususnya area hunian sudah direncanakan sedemikian rupa sehingga ruang – ruang tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Namun pada kenyataannya, banyak terjadi pergeseran fungsi - fungsi ruang pada area hunian. Hal ini disebabkan karena beberapa fungsi ruang yang ada tidak terselesaikan pada aspek teknikal sehingga tidak nyaman untuk digunakan. Selain itu, faktor manusia juga sangat mempengaruhi. Penghuni (lansia) memiliki karakteristik dan perilaku yang khusus, sehingga perubahan fungsi ruang yang ada merupakan hasil dari adaptasi penghuni untuk memperoleh kenyamanan masing–masing.

(8)

8 Aspek behavioral sepertinya belum menjadi pertimbangan ketika mendesain panti lansia Budi Dharma. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya privasi penghuni ketika berada pada area hunian. Tidak adanya ruang – ruang interaksi sosial yang nyaman di panti lansia Budi Dharma, menyebabkan selasar area hunian menjadi tempat favorit terjadinya interaksi sosial. Hal ini terjadi karena selasar sangat dekat dengan area tidur sehingga cepat diakses dan tidak memerlukan banyak tenaga. Hal ini menyebabkan tidak adanya transisi dari area publik ke area privat. Perlu adanya kompromi antara privasi penghuni dengan interaksi yang ada sehingga penghuni tetap memperoleh keduanya tanpa harus mengorbankan salah satunya.

1.1.10 Konsep In-Between, Kompromi antara Privasi dan Interaksi Sosial Hertzberger (1991)6 menyatakan bahwa konsep “In-Between” dapat dianggap sebagai kunci peralihan dan hubungan di antara area – area dengan klaim – klaim territorial yang berlainan dan, sebagai sebuah tempat yang mempunyai hak-nya sendiri di dalamnya, mendasar, sangat utama, kondisi spasial untuk bertemu dan berdialog antara area – area dengan perintah - perintah yang berbeda. Nilai dari konsep ini amat jelas terlihat ketika keduanya memiliki „keunggulan sama‟. Contohnya pada jalan masuk menuju rumah. Seseorang merasa di rumah dan pada saat yang bersamaan berada di dunia luar. Dualitas ini ada karena kualitas spasial yang mampu menjadi panggung atas hak-nya sendiri, sebuah tempat di mana dua dunia tumpang-tindih, bukan pembatasan atau pembagian yang tajam. Kebutuhan untuk menjaga privasi adalah sama pentingnya dengan kebutuhan untuk menjalin hubungan atau interaksi sosial dengan orang lain. Konsep “In-Between” diharapkan mampu menjembatani kedua kebutuhan yang berlainan tersebut, sehingga pada saat yang bersamaan, lansia tetap dapat menjalin interaksi sosial dengan orang lain (di dalam maupun di luar panti) tanpa harus mengurangi kebutuhan akan privasinya.

(9)

9

1.2 Rumusan Permasalahan

1.2.1 Permasalahan Umum

Permasalahan umum yang terdapat pada Panti Lansia Budi Dharma yang perlu diselesaikan antara lain:

1. Tata massa bangunan belum optimal dan kurang memperhatikan aspek kedekatan fungsi.

2. Belum terpenuhinya standar aksesibilitas, menyebabkan akivitas lansia menjadi terganggu, mereka memerlukan orang lain untuk membantu mereka dalam mobilitas, mengakibatkan lansia menjadi pasif.

3. Bangunan belum memenuhi standar kenyamanan, mulai dari penghawaan, pencahayaan dan akustik.

4. Unit hunian lansia belum memenuhi standar ukuran ruang. Sehingga pergerakan lansia menjadi terbatas.

5. Penggunaan material yang belum sesuai dengan karakter lansia, serta perlunya material yang mudah dalam perawatannya.

6. Panti lansia belum memiliki fasilitas yang lengkap untuk menunjang kelangsungan hidup lansia di dalamnya, antara lain belum adanya fasilitas kesehatan dan konsultasi psikologis.

1.2.2 Permasalahan Khusus

Permasalahan khusus yang terdapat pada Panti Lansia Budi Dharma yang perlu diselesaikan antara lain:

1. Terjadi pergeseran fungsi ruang karena fungsi ruang yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan privasi penghuni.

2. Perlu adanya interaksi sosial yang baik dengan sesama penghuni agar satu sama lain dapat saling mengisi kekosongan dan tidak merasa kesepian. 3. Kurangnya interaksi dengan dunia luar hanya bertemu dengan orang yang

sama setiap harinya ditambah dengan melakukan aktivitas yang statis menyebabkan lansia kekurangan semangat hidup. Lansia merasa sudah tidak menjadi bagian dari dinamika masyarakat dan merasa tidak dibutuhkan lagi.

(10)

10 1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah memperoleh konsep perencanaan dan perancangan yang sesuai untuk redesain Panti Lansia Budi Dharma, sehingga Panti Lansia Budi Dharma dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik sesuai kebutuhan dan karakter penghuni.

1.4 Sasaran

1.4.1 Sasaran Umum

1. Mengoptimalkan tata massa bangunan, sehingga dapat meningkatkan kapasitas hunian serta tetap memperhatikan aspek kedekatan fungsi, sehingga penghuni mampu menjangkau fasilitas – fasilitas komunal dengan mudah.

2. Memenuhi standar aksesibilitas bangunan panti, sehingga dapat mendukung karakter lansia yang sudah mengalami kemunduran fisik. Diharapkan lansia dapat beraktivitas dengan lancar dan meningkatkan kemandirian penghuni.

3. Memenuhi standar kenyamanan bangunan bagi lansia, mulai dari penghawaan, pencahayaan dan akustik.

4. Memenuhi standar ukuran ruang yang sesuai dengan kebutuhan lansia. 5. Menggunakan material yang sesuai dengan karakter lansia, serta mudah

dalam perawatannya.

6. Melengkapi sarana dan prasarana untuk menunjang kelangsungan hidup lansia di dalamnya, antara lain fasilitas kesehatan dan konsultasi psikologis.

1.4.2 Sasaran Khusus

1. Memenuhi kebutuhan privasi penghuni, sehingga penghuni tidak perlu melakukan adaptasi yang besar terhadap fungsi ruang yang tersedia.

2. Memenuhi kebutuhan interaksi sosial penghuni dengan sesama penghuni agar satu sama lain dapat saling mengisi kekosongan dan tidak merasa kesepian.

(11)

11 3. Meningkatkan interaksi lansia dengan dunia luar agar semangat hidup lansia juga dapat meningkat. Lansia tetap dapat merasakan menjadi bagian dari dinamika masyarakat.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan dalam beberapa tahap, baik yang telah dilaksanakan atau yang belum dilaksanakan. Metode yang digunakan adalah metode penilaian lingkungan (environmental judgement), observasi, wawancara dan kuesioner.

1. Tahap ke-1: Metode Penilaian Lingkungan (environmental judgement) dengan teknik caption dan Evaluasi Pasca Huni (EPH).

Tahap ini telah dilakukan, dan ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan baik arsitektural maupun non-arsitektural. Hasil dari tahap ini berupa rumusan permasalahan yang terjaring/tertangkap secara visual oleh peneliti (observer).

2. Tahap ke-2: Observasi

Tahap 2a: Observasi langsung. Observasi langsung dilakukan untuk memperoleh data-data yang lebih detail mengenai denah bangunan panti, tata ruang/layout ruang hunian, tata massa, batas lingkungan panti dengan lingkungan sekitar panti, dan lain-lain.

Tahap 2b: Observasi tidak langsung. Observasi tidak langsung yang dimaksud di sini adalah studi literature/pustaka.

3. Tahap ke-3: Wawancara dan kuesioner.

Target yang akan diwawancara dan diminta mengisi kuesioner adalah penghuni panti (kaum lansia), pengelola panti dan masyarakat di luar panti. Data yang diinginkan dari wawancara dan kuesioner ini adalah data mengenai kegiatan penghuni panti lansia, ruang – ruangyang dipakai untuk berkegiatan tersebut, keinginan-keinginan penghuni terkait hal – halyang berpusat pada pribadinya dan terkait dengan interaksi penghuni.

(12)

12 1.6 Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN

Merupakan uraian tentang latar belakang, perumusan masalah,

tujuan,sasaran, metoda pengumpulan data, sistematika penulisan, kerangka pikir dan keaslian penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang tinjauan pustaka yang berhubungan dengan penulisan, antara lain:

a. Tinjauan pustaka mengenai orang lanjut usia secara umum, karakter serta kebutuhan lansia.

b. Tinjauan pustaka mengenai panti lansia, serta prinsip – prinsip perencanaan dan perancangan panti lansia.

c. Tinjauan pustaka mengenai pendekatan perilaku yang akan digunakan yaitu privasi dan interaksi sosial.

d. Tinjauan pustaka mengenai konsep “In-Between” serta implikasi spasial dalam perencanaan dan perancangan.

BAB 3 STUDI KASUS DAN PRESEDEN

Berisi tentang studi kasus dan preseden tipologi bangunan dan pendekatan terkait.

BAB 4 TINJAUAN LAPANGAN

Berisi tentang Data fisik lokasi dan informasi terkait lainnya untuk mendukung perumusan konsep perencanaan dan perancangan.

BAB 5 ANALISA DAN SINTESA

Berisi tentang analisa data dan sintesa permasalahan yang diangkat dengan pendekatan konsep yang akan digunakan untuk memperoleh solusi desain.

BAB 6 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Berisi tentang konsep perencanaan dan perancangan yang akan digunakan sebagai solusi atas permasalahan yang diangkat.

(13)

13 1.7 Kerangka Pikir

(14)

14 1.8 Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran yang telah dilakukan penulis, hingga saat ini terdapat 5 (lima) mahasiswa yang telah mengerjakan proyek tugas akhir dengan tipologi bangunan yang sama.

Tabel 1.4 Proyek Tugas Akhir dengan Tipologi Panti Lansia

No Judul Nama Tahun Lokasi Penekanan / Pendekatan Konsep 1 Redesain Panti Wreda Perandan

Penekanan pada Aktivitas dan Interaksi

Stefani Natalia Sabatini

2012 Panti Wreda

Perandan, Klitren Aktivitas dan interaksi Mengupayakan adanya perasaan yang mirip atas interaksi dan aktivitas lansia di luar panti dan lansia di dalam panti. Tujuannya meningkatkan rasa dihargai, gairah hidup, dan memicu lansia untuk berkarya.

2 Panti Lansia di Solo: Penekanan Pada Karakteristik Lansia di Kota Solo Wahyu Stefano Sakti Aji 2011 Jalan Manuk Djinggo, Laweyan, Solo

Pola perilaku manula dan budaya yang mempengaruhi (karakter lansia)

Panti lansia untuk golongan menengah keatas dengan fasilitas yang memadai seperti fasilitas kesehatan, kantor, kuliner, butik.

3 Perancangan Panti Wredha di Yogyakarta: Penekanan pada Konsep Homy Jeanne Elizabeth L.D. 2010 Jalan Godean km 4.5, Yogyakarta

Konsep homy Panti wredha ini merupakan gabungan dari tempat tinggal dengan fasilitas sosialisasi-rekreasi. Material, tekstur, dan warna bangunan disesuaikan untuk mencapai perasaan homy bagi lansia.

4 Panti Sosial Lansia Yogyakarta: Perancangan Tata Ruang Luar dan Tata Ruang Dalam dengan Pendekatan Konsep Arsitektur Hijau

Mochamad Mafti

2010 Yogyakarta Arsitektur hijau Konsep tapak,dan ruang luar, citra bangunan, parkir, taman, serta sistem utilitas yang mengacu pada arsitektur hijau yang tidak sebatas penghijauan saja namun lebih mengarah pada bangunan yang ramah lingkungan, efisiensi sumber daya, dll.

5 Panti Tresna Werdha: Penataan Ruang Sosialisasi dan Taman Relaksasi bagi Lansia

Lisa

Permata 2003 Bogor Selatan Karakteristik lansia, kebutuhan, keinginan, dan gaya hidup.

Konsep lingkungan, tata ruang luar, tata ruang dalam, dan sistem yang mampu mengakomodasi kebutuhan lansia.

(15)

15 Perbedaan tugas akhir di atas dengan yang penulis buat terletak pada perbedaan permasalahan khusus yang diangkat, pendekatan yang digunakan dan konsep yang digunakan sebagai solusi permasalahan.

Tabel 1.5 Perbedaan Permasalahan yang diangkat dengan Tipologi Panti Lansia

Judul Permasalahan Khusus Pendekatan Konsep

Panti Lansia Budi Dharma:

Konsep “In-Between”, Kompromi Privasi dan Interaksi Sosial Sebagai Upaya

Peningkatan Semangat Hidup

 Fungsi ruang yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan privasi masing – masing penghuni.

 Memerlukan interaksi sosial yang baik dengan sesama penghuni agar satu sama lain dapat saling mengisi kekosongan dan tidak merasa kesepian.

 Lansia kurang dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga muncul perasaan terisolir.

 Semangat hidup lansia menurun. Lansia merasa sudah tidak menjadi bagian dari dinamika masyarakat dan merasa tidak dibutuhkan lagi.

Privasi dan

Gambar

Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Lansia di Indonesia
Gambar 1.2 Grafik hasil penilaian lingkungan dengan teknik caption  Teknik Caption Panti Lansia Budi Dharma, Studio Tematik 2 tahun 2012
Gambar 1.3 Skema alur pikir
Tabel 1.4 Proyek Tugas Akhir dengan Tipologi Panti Lansia
+2

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun besar dari jumlah responden menyatakan setuju mendengarkan radio guna mengikuti program siaran berita, nyatanya hanya 45,7 % yang menjadikan radio sebagai media

Berdasarkan hasil dan pembahasan, kegiatan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Telah dihasilkan beberapa luaran yang sesuai dengan target yang ditentukan

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011, bertanggal 20 Juni 2011 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

With your local Docker client set up to use the remote Docker dae‐ mon running in this Azure virtual machine, you can pull images from your favorite registries and start containers.

Berdasarkan masalah tersebut, pembahasan yang akan diulas yaitu mengenai standar akuntansi, karakteristik kualitatif informasi laporan keuangan, pengakuan unsur-unsur

Dalam penelitian Syahsiyah (2008) yang berjudul Penggunaan Media Permainan Monopoli sebagai Media Pembelajaran Matematika terhadap Minat Belajar Matematika Siswa

Seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan konsumsi minyak biji bunga matahari Mesir mampu menerangkan keragaman konsumsi sebesar 30% dan seluruh

antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan yang lain (nilai probabilitas < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol rimpang lempuyang