LAPORAN KASUS HOME VISITE
LAPORAN KASUS HOME VISITE
“
“
STOMATITIS
STOMATITIS
““PUSKESMAS OLAK KEMANG PUSKESMAS OLAK KEMANG
Disusun Oleh : Disusun Oleh :
Amanda Nofita Dewi, S.Ked ( G1A216024 ) Amanda Nofita Dewi, S.Ked ( G1A216024 )
Preseptor : Preseptor : Dr. Ratna Sugiati Dr. Ratna Sugiati
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKA
KESEHATAN MASYARAKAT
T
PUSKESMAS OLAK KEMANG
PUSKESMAS OLAK KEMANG
JAMBI
JAMBI
2018
2018
2 2
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
STOMATITIS
STOMATITIS
OLEH : OLEH :AMANDA NOFITA DEWI, S.ked AMANDA NOFITA DEWI, S.ked
G1A216024 G1A216024
Jambi Januari 2018
Jambi Januari 2018
Dosen pembimbing
Dosen pembimbing
dr. Ratna Sugiati
dr. Ratna Sugiati
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PUSKESMAS OLAK KEMANG
PUSKESMAS OLAK KEMANG
UNIVERSITAS JAMBI
UNIVERSITAS JAMBI
2018
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sebab karena rahmat-Nya laporan kasus dengan judul Stomatitis ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Olak Kemang Kota Jambi.
Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratna Sugiati yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan ilmu yang sangat berguna ketika diskusi selama kepaniteraan klinik di stase Ilmu Kesehatan Masyarakat ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, karena penulis masih dalam tahap belajar dan kurangnya pengalaman serta pengetahuan penulis.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan pengetahuan kita.
Jambi, Januari 2018
4
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. N/ perempuan / 59 tahun
b. Pekerjaan : IRT
c. Alamat : Rt 02 Tanjung Raden
II. Latar Belakang Sosial-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a. Status Perkawinan : menikah b. Jumlah anak/saudara : 5 orang
c. Status ekonomi keluarga : cukup
d. KB : Tidak menggunakan KB
e. Kondisi rumah
Pasien tinggal di rumah panggung dengan dinding dan lantai terbuat dari kayu papan dan atap dari genteng. Rumah berukuran sekitar 15 x 20 meter. Rumah terdiri dari 2 kamar, satu ruang tamu, satu ruang keluarga dan satu dapur dan 1 kamar mandi. Pencahayaan dan ventilasi rumah cukup baik. Sumber penerangan menggunakan listrik.
Kondisi dapur pasien cukup rapi. Pencahayaan di dapur cukup. Pasien memasak menggunakan kompor gas.
Kamar mandi pasien terdiri dari satu bak tempat air dan wc jongkok. Kamar mandi tampak cukup bersih. Sumber air bersih dari PDAM.
f. Kondisi lingkungan di sekitar rumah :
Kondisi lingkungan pasien tidak padat dengan sekitarnya. Kondisi lingkungan disekitar rumah pasien cukup bersih.
III. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga
6
IV. Keluhan Utama
Terdapat luka di bibir bawah bagian dalam sejak 3 hari yang lalu.
V. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Olak Kemang dengan keluhan terdapat sebuah luka di bibir bagian dalam sejak 3 hari yang lalu. Luka pada bagian dalam bibir ini terasa nyeri. Nyeri dirasakan seperti menusuk dan perih, dirasakan secara terus menerus, semakin sakit jika kontak dengan benda lain terutama saat makan dan menggosok gigi. pasien mengaku
menjadi sulit makan karena nyeri.
Pasien menyangkal adanya luka serupa di lokasi lain selain yang dikeluhkan. Adanya nyeri lain disangkal ,perdarahan pada mulut disangkal, alergi disangkal, bengkak pada gusi disangkal, demam disangkal, sesak disangkal, mual muntah disangkal, riwayat trauma pada bibir ataupun mulut (-).
Pasien tidak merokok, pasien tidak sedang mengkonsumsi obat
–
obatan dalam jangka panjang, dan mengalami penurunan berat badan.VI. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan yang sama (-) - Riwayat alergi (-)
- Riwayat batuk lama (-)
VII. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-) - Riwayat alergi dalam keluarga (-)
- Riwayat batuk lama (-)
VIII. Riwayat makan, alergi, obat obatan, perilaku kesehatan dll yang relevan
Os seorang ibu rumah tangga dengan kegiatan sehari
–
hari mengerjakan pekerjaan rumah. Pasien mengaku suka mengkonsumsi makanan pedas dan jarang makan buah–
buahan. Pasien mengatakan rutin menggosok gigi sehari dua kali pagi dan sore saat mandi. Pasien mengatakan tidak pernah pergi ke dokter gigi untuk membersihkan karang pada giginya.IX. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tekanan Darah : 110/70 mmHg 4. Pernafasan : 20x/menit 5. Nadi : 90x/menit 6. Suhu : 36,80 C Pemeriksaan Organ 1. Kepala : Normocephal 2. Mata : CA (-/-), SI (-/-), RC (+/+) 3. Telinga : dbn
4. Hidung : deviasi (-), sekret (-)
5. Mulut :
Bibir : basah, tidak pucat, stomatitis (+) Bau pernafasan : normal
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-) Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)
6. Leher : Pembesaran KGB (-) , struma (-) 7. Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada bagian yang tertinggal Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
8 Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
8. Abdomen :
Inspeksi : Datar, sikatriks (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
9. Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Status Lokalisata
Regio mukosa labialis inferior : Terdapat sebuah ulcer berbentuk bulat berwarna putih dengan tepi eritema, berbatas tegas. Daerah sekitar ulcer tidak ada kelainan.
X. Pemeriksaan Laboratorium Tidak dilakukan
XI. Usulan Pemeriksaan Penunjang : - Darah Rutin
- Swab ulcer - Biopsi
XII. Diagnosa Kerja Stomatitis
XIII. Diagnosa Banding - Ulkus traumatikus
XIV. Manajemen. a. Promotif :
Menerangkan kepada pasien dan ibu pasien tentang penyakit yang diderita,
pengobatan, dan pencegahannya
Edukasi tentang menjaga kesehatan diri dan meningkatkan kekebalan tubuh.
b. Preventif :
Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi minimal 2 kali
sehari.
makan makanan bergizi dan kaya vitamin seperti buah dan sayuran menghindari makanan dengan konsistensi keras
memperbanyak istirahat dan menghindari stres
c. Kuratif :
Non Farmakologi
Istirahat yang cukup
Farmakologi
Gentilan violet 2
–
3 kali sehari Vit B complex 1 x 1d. Rehabilitatif
Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit bila
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang lebih dikenal sebagai sariawan merupakan salah satu penyakit mulut yang paling umum, dimana SAR adalah radang kronik pada mukosa mulut, berupa ulkus yang terasa nyeri dan selalu kambuh, terutama pada jaringan lunak rongga mulut. SAR dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, lidah, serta palatum dalam rongga mulut.
Meskipun penyakit ini tidak berbahaya tetapi keberadaannya di rongga mulut sangat mengganggu sehingga mengakibatkan kesulitan dalam berbicara, makan, dan menimbulkan bau mulut yang tidak enak.2 Secara klinis SAR memiliki ciri-ciri seperti ulkus dangkal berbentuk bulat atau oval, berwarna putih kekuningan, dan biasanya terjadi pada anak-anak
dan remaja yang angka kejadian tertinggi terdapat pada wanita.3
SAR dapat bertahan untuk beberapa hari atau minggu, biasanya sembuh tanpa bekas dalam 10-14 hari. Bersifat ulang kambuh dalam periode yang bervariasi dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.2,5
2.2 FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI
Sampai sekarang faktor-faktor penyebab SAR belum diketahui dengan pasti. Tetapi ada beberapa faktor umum yang diperkirakann menjadi penyabab SAR antara lain:
1. Faktor Keturunan
Faktor keturuan dianggap memiliki peranan yang sangat penting pada pasien yang menderita SAR. Faktor keturunan diperkirakan berhubungan dengan peningkatan human leucocyte antigen (HLA), tetapi ada beberapa ahli yang menolak pernyataan tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik melalui pengaktifkan sel mononukleus ke epitalium. Jika kedua orangtua mengalami SAR maka besar kemungkinan akan terkena kepada anak-anaknya. Pasien dengan keluarga memiliki riwayat penyakit SAR akan terkena SAR pada usia muda dan SAR yang diderita akan lebih berat dibandingkan dengan pasien yang keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit SAR.6
2. Faktor Defisiensi Nutrisi
Penelitian yang dilakukan pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi
dan 2% defisiensi ketiganya. Pasien yang menderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien
tersebut kesehatannya membaik.6
Selain itu, vitamin B1, B2, dan B6 juga mempengaruhi timbulnya SAR. Dari 60 pasien
yang menderita SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin-vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi
ketiganya. Perawatan dan pengobatan dengan pemberian vitamin tersebut memberikan dampak yang baik yaitu dapat dilihat ulser sembuh dan rekuren berkurang.6
Defisiensi Zink ditemukan pada penderita SAR, pasien tersebut diberi 50 mg Zink Sulfat peroral setiap tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR sembuh dan tidak kambuh lagi selama satu tahun. Beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya defisiensi Zink pada pasien penderita SAR karena pemberian preparat Zink memperlihatkan adanya perbaikan,
walaupun pada umunya kadar serum Zink pada pasien yang menderita SAR normal.6 3. Faktor Gangguan Imunologi
Teori tentang imunopatogenesis dari SAR tidak ada yang seragam, disregulasi imun diperkirakan memegang peranan terjadinya SAR. Ada peneliti an yang mengemukakan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun ini berupa sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa dimana pemicunya tidak diketahui.6
Selain faktor-faktor umum tersebut ada beberapa faktor lainnya yaitu tahap menstruasi, alergi makanan, AIDS, defisiensi hematinik, hipersensitivitas makanan, infeksi bakteri dan virus, perubahan hormonal, trauma, tembakau, obat-obatan dan penggunanaan pasta gigi.3
Faktor utama yang diperkirakan dapat menyebabkan SAR adalah stres. Stres merupakan salah satu terminologi yang popular dibicarakan dalam percakapan sehari-hari seiring meningkatnya modernisasi dan dinamika kehidupan. Stres diartikan sebagai respon nonspesifik tubuh akibat perubahan sosial dari modernisasi.3
2.3 GAMBARAN KLINIS
Tidak ada metode diagnosa laboratorium spesifik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa SAR menyebabkan pentingnya gambaran klinis SAR untuk diketahui. SAR diawalin dengan gejala rasa sakit dan terbakar selama 24-48 jam sebelum ulser muncul.6
1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama saat perkembangan lesi SAR. Saat prodormal, pasien akan merasakan seperti rasa terbakar saat lesi akan muncul. Secara
mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.6
2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama saat perkembangan lesi SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat pada tahap pre-ulserasi.6
3. Tahap ulseratif, terjadi selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini papula- papula akan berulserasi dan ulser itu akan dibungkus oleh lapisan fibromembranous
yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.6
4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke-4 hingga 35. Ulser akan ditutupi oleh epitalium. Penyembuhan luka terjadi dan sering menyisakan jaringan parut yang dimana lesi SAR pernah mucul. Semua lesi SAR sembuh dan berkembanglah lesi baru.6
Berdasarkan gambaran klinis SAR dibagi menjadi tiga tipe antara lain: 1. SAR Tipe Minor
Gambar 1. SAR Tipe Minor
Keadaan yang biasa atau tipe SAR yang paling sering ditemui, Biasanya ulser berbentuk bulat atau bulat telur,
Tidak melekat pada gusi atau langit-langit keras dan ja rang pada dorsum lidah, Diameternya 2-4 mm
2. SAR Tipe Mayor
Gambar 2. SAR Tipe Mayor
Keadaan yang tidak biasa atau SAR yang jarang ditemui, Biasanya ulser berbentuk bulat atau bulat telur,
Diameter ulkus kira-kira satu sampai beberapa centimeter
Bertahan selama berbulan-bulan sebelum sembuh tanpa jaringan lunak.7
3. SAR Tipe Herpetiform
Gambar 3. SAR Tipe Herpetiform
Keadaan yang tidak biasa atau SAR yang jarang ditemui,
Ulkus awalnya 1-3 mm, tetapi dalam jumlah yang sangat banyak.7
2.4 DIAGNOSA
Diagnosis ada berdasarkan riwayat lesi, pemeriksaan klinis, jika perlu pemeriksaan darah untuk mencari kemungkinan adanya gambaran abnormal pada MCV ( mean corpuscular volume). Diagnosis stomatitis aftosa rekuren ditentukan berdasarkan riwayat rekurensi lesi dan sifat lesi yang dapat sembuh sendiri. Diagnosis SAR didasarkan pada
sakit dan terbakar pada mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan predisposisi juga harus dicatat. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh.8
2.5 PERAWATAN
SAR adalah penyakit yang sampai saat ini penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Karena penyebabnya sulit diketahui maka perawatannya lebih untuk mengobati keluhannya saja. Perawatan merupakan tindakan simtomatik dengan tujuan untuk mengurangi gejala, mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan meningkatkan periode bebas penyakit. Perawatan terbaik yaitu perawatan yang dapat mengendalikan ulkus selama
mungkin dan dengan efek seminimum mungkin.
Untuk perawatan dapat dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat kumur salin hangat dan anjuran untuk beristirahat dengan cukup.
Terapi biasanya dilakukan secara empiris dan paliatif. Namun demikian, tidak ada satu obat pun yang dapat benar-benar menghilangkan lesi dengan sempurna. Penderita perlu diberi tahu bahwa kelainan tersebut tidak dapat diobati, tetapi dapat diredakan dan biasanya dapat sembuh sendiri.8
2.6 PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan simtomatik yang dilakukan adalah untuk mengurangi rasa nyeri, mempersingkat perjalanan lesi, dan memperpanjang interval bagi kemunculan lesi.
Obat yang dapat digunakan antara lain: anestetikum (benzocaine 4% dalam borax glycerine), obat kumur antibiotika (chlorhexidine gluconate 0,2%, larutan tetrasiklin 2%), anti inflamasi dan anti udema ( sodium hyaluronat ), obat muko-adhesive dan anti inflamasi (bentuk kumur atau gel), kortikosteroid topikal (triamcinolone in orabase).
Kortikosteroid tidak mempercepat penyembuhan lesi, tetapi dapat mengurangi rasa sakit pada peradangan yang ada. Sedangkan pada triamcinolone in orabase, kortikosteroid dicampur dengan media orabase yang dapat membuatnya melekat pada mukosa mulut yang selalu basah. Jika pengolesan obat ini dilakukan dengan tepat, maka orabase akan menyerap cairan dan membentuk gel adesif yang dapat bertahan melekat pada mukosa mulut selama
satu jam atau lebih. Namun, pengolesan pada erosi/ulser agak sedikit sulit untuk dilakukan. Gel yang terjadi akan membentuk lapisan pelindung di atas ulkus, sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Kortikosteroid akan dilepaskan secara perlahan. Selain itu obat ini juga memiliki sifat anti inflamasi.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat, obat kumur tetrasiklin secara bermakna dapat menurunkan frekuensi dan keparahan stomatitis aftosa. Isi kapsul tetrasiklin (250 mg) dilarutkan dalam 15 mL air matang, ditahan selama 2
–
3 menit dalam mulut, dikumur tiga kali sehari. Pada beberapa pasien, penggunaan selama 3 hari dapat meredakan stomatitis aftosa rekuren (Cawson dan Odell, 2008).Obat kumur chlorhexidine 0,2% juga dapat digunakan untuk meredakan durasi dan ketidaknyamanan pada stomatitis aftosa. Cara penggunaannya adalah tiga kali sehari sesudah makan, ditahan dalam mulut selama minimal 1 menit .
Kadang pemberian vitamin B-12 atau asam folat sudah cukup untuk meredakan stomatitis aftosa frekuren.8
BAB III
ANALISA KASUS
a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar
Pasien tinggal di rumah panggung dengan dinding dan lantai terbuat dari kayu papan dan atap dari genteng. Rumah berukuran sekitar 15 x 20 meter. Rumah terdiri dari 2 kamar, satu ruang tamu, satu ruang keluarga dan satu dapur dan 1 kamar mandi. Pencahayaan dan ventilasi rumah cukup baik. Sumber penerangan menggunakan listrik.. Tidak ada huhungan diagnosis penyakit pasien dengan keadaan rumah dan lingkungan.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam keluarga Pasien tinggal bersama suami, dan 2 orang anaknya. Hubungan dengan keluarga baik. Tidak ada hubungan antara keadaan keluarga dengan penyakit yang diderita pasien.
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar
Pasien mengatakan suka makan makanan pedas dan jarang makan buah buahan. Hal ini menimbulkan terjadinya iritasi pada mukosa bibir sehingga mudah terjadi ulcer. Kebiasaan jarang mengkonsumsi buah
–
buahan dan sayur mengakibatkan pasien kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi. Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya menyebabkan ulcer pada mukosa bibir atau sariawan.Sehingga dengan demikian, penyakit yang diderita pasien mempunyai hubungan dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien ini
- Pasien jarang makan buah
–
buahan dan suka makan makanan pedas yang menyebabkan terjadi iritasi pada mukosa bibir.- Pasien tidak pernah ke dokter gigi untuk membersihkan karang pada giginya sehingga higienitas mulut dan gigi kurang. Higiene gigi yang buruk sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang
e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan faktor risiko atau etiologi pada pasien ini.
- Menghindari makanan pedas dan makanan dengan konsistensi keras.
- Meningkatkan kekebalan tubuh dengan banyak istirahat dan makan makanan bergizi.
- Memperbanyak konsumsi buah dan sayur.
- Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi minimal 2 kali sehari.
- Membersihkan karang pada gigi minimal 6 bulan sekali.
f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, penyebab penyakit dan tatalaksana yang dapat mengurangi keluhan pasien.
- Hentikan makanan yang merangsang iritasi pada mukosa bibir seperti makanan pedas dan keras
- Kurangi aktivitas berlebihan dan beristirahat yang cukup.
- Senantiasa menjaga kesehatan serta meningkatkan konsumsi makanan bergizi dan mengandung vitamin untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk segera datang berobat apabila keluhan tidak membaik atau ulcer menjadi semakin lebar dan muncul di tempat lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stoopler ET, Shirlaw P, Arvind M, Ruso LL, Bez C, Rossi SD, et al. Oral deases. In: An international survey of oral medicine practice, ed. Proceedings from the 5th world workshop in oral medicine. 2011: 99-104.
2. Fitri H, Afriza D. Prevalensi stomatitis aftosa rekuren di panti asuhan kota Padang. J B-Dent 2014; 1 (1): 24-8.
3. Jurge S, Kuffer R, Scully C, Porter SR. Reccurent Aphthous Stomatitis. 23 Desember 2005. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16%20390463. 23 Januari 2018.
4. Sumintarti, Marlina. Hubungan antara level estradiol dan progesterone dengan stomatitis aftosa rekuren. Dentofasial 2012; 11 (3): 137-40.
5. Noerdin S, Paramita P. Penyakit infeksi gigi dan mulut pada anak. Dentika Dent J 2001; 6 (2): 275.
6. Casiglia JM. Aphthous stomatitis clinical presentation.
icine.medscape.com/article/1075570-clhttp://emedinical#showall . 29 Oktober 2015. 7. Scully C. Medical problems in dentistry. 6th ed. China: Elsevier, 2010: 292-3.
8. Murchison DF. Recurrent aphthous stomatitis. Agustus 2014. http://www.merckmanuals.com/professional/dental-disorders/symptoms-of-dental-and-oral-disorders/recurrent-aphthous-stomatitis. 23 Januari 2018.