1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di tahun-tahun terakhir, Internet telah menjadi alat teknologi informasi yang sangat dibutuhkan (Joiner, et al. 2007; Racolta & Luca, 2010). Internet menyediakan para konsumen sebuah cara mendapatkan informasi, menerima layanan, dan membuat keputusan pembelian (Doolin, et al. 2005). Internet memungkinkan para konsumen untuk mendapatkan informasi secara efektif dan menawarkan platform yang nyaman untuk membandingkan produk dan memilih dari diantara para pedagang retail online. Adanya manfaat tersebut, seseorang mungkin bertanya tanya apakah ada kerugian dalam menggunakan Internet untuk retail. Belanja online dapat menawarkan produk dengan seleksi yang lebih besar dengan aksesibilatas dan kenyamanan tanpa batas waktu ruang.
Persaingan yang terjadi dalam dunia perekonomian di Indonesia saat ini menjadi semakin ketat, terutama dalam bidang retail. Hal tersebut dibuktikan di Insight mengenai pengguna internet pada tahun 2014 di Indonesia telah mencapai 118 juta pengguna (Marketeers, 2014), dengan jumlah tersebut 28 juta pengguna internet yang pernah mengakses e-commerce (APJII, 2014). Banyaknya pengguna internet pernah melakukan pembelian secara online menimbulkan persaingan melalui web semakin ketat. Oleh sebab itu, para pengusaha secara agresif melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah
2 usahanya. Seperti halnya yang terjadi pada industri ritel nasional dimana perkembangan jumlah ritel di Indonesia terus bertambah secara pesat.
Menurut situs www.apjii.or.id (2014) tampak kenaikan yang signifikan dari para pengguna internet di Indonesia, pada tahun 1998 hanya sekitar 500 ribu pengguna pada tahun 2015 telah mencapai sebanyak 139 juta orang pengguna, yang berarti dalam 16 tahun terjadi peningkatan. Hal ini tentunya juga didukung dengan semakin tersedianya media teknologi yang semakin canggih dan kemudahan akses internet dimana-mana, juga penyedia layanan jasa internet yang berlomba memberikan layanan terbaik pada konsumennya. Jika dilihat dari data-data di atas bahwa ini adalah kesempatan yang cukup bagus dan baik bagi para pemasar untuk memanfaatkan dan menangkap berbagai peluang usaha yang bisa dijalankan di tahun 2015. Apapun bisnisnya yang bisa dijual dengan fasilitas internet atau online maka itu akan memberikan kesempatan bagi pemasar untuk memberi untung.
Proses belanja secara online ini, ada juga biaya transaksi yang bersifat sedikit berwujud dan dan tidak berwujud, seperti pencarian produk, perbandingan harga dan transportasi yang menghasilkan nilai kenyamanan berbelanja lebih tinggi (Blake et al, 2005;. Childers et al, 2001;. Grewal et al, 2004). Pembelian konsumen secara online terus tumbuh pada tingkat yang sehat. Pemasaran online menargetkan orang – orang yang secara aktif memilih situs web mana yang akan konsumen kunjungi dan informasi pemasaran apa yang akan konsumen terima tentang produk mana dan dalam kondisi apa (Armstrong, 2005).
3 Para pembelanja tidak dapat melihat atau menyentuh suatu produk sebelum membelinya. Konsumen juga tidak dapat berinteraksi secara langsung dengan penjual. Karenanya, belanja online secara instrinsit lebih tidak pasti dan beresiko bagi para konsumen dibandingkan belanja di dunia nyata. Jika terjadi kesalahan dengan sebuah pembelian, para konsumen bernasib dengan produk yang salah; mungkin bernasib dengan suatu produk bermutu rendah; atau beresiko kehilangan waktu, uang dan bahkan identitas konsumen. Maka dari itu, para pedagang retail seharusnya tidak hanya menjual produk tapi juga menyediakan dukungan sepanjang seluruh proses belanja online, sebuah layanan yang kita sebut dengan layanan.
Emosi negatif dikaji diantara para konsumen meliputi kemarahan, kebencian, perlawanan, ketakutan dan kecemasan (Dalimore, et al. 2007; Menon & Dube, 2007). Diantara kesemuanya, kecemasan adalah emosi yang dikaji paling luas (misal, Brosnan, 1998; Mier, 1985; Norris, Pauli & Bray, 2007). Kecemasan punya empat karakteristik: cemas itu universal, cemas itu normal, cemas itu berbeda dari takut, dan cemas itu dapat menjadi konstruktif. Karakteristik tersebut membuat kecemasan sebuah konsepsi penting dari emosi manusia. Meskipun kecemasan sering dibahas dalam literatur dalam perilaku konsumen (Brown, 1999; Viswanathan & Harris, 2005), penggunaan komputer (Durndell & Haag, 2002; Hackbarth & Yi, 2003) dan penggunaan internet (misal, Joiner et al, 2007; Presno, 1998) menjadi studi pengganti dalam konteks belanja internet. Untuk mengisi gap
4 ini dalam literatur, kami meneliti pengaruh kecemasan belanja internet dalam kepuasan konsumen dengan layanan e-tailing.
Layanan e-tailing meliputi layanan dengan dimana seorang konsumen berhubungan langsung dalam lingkungan belanja online. Layanan e-tailing adalah isu yang paling banyak dibahas dalam literatur (Goldsmith & Bridges, 2000; Rao, 1999; Wang & Head, 2007). Konsumen sering membahas dalam hal (1) informasi tentang produk, layanan dan events (garansi produk dan fitur produk) yang dihadirkan dalam sebuah situs belanja online (Bhatti & Kuchinsky, 2000); (2) layanan, atau cara dimana para pedagang retail online membantu para konsumen untuk melengkapi proses belanja (Shamdasani & Malhotra, 2008); dan (3) sistem atau tempat para konsumen melakukan belanja konsumen, seperti website (Frambach & Krishnan, 2007; Wolk & Skiera, 2009). Dalam studi terkini, kami membagi layanan e-tailing menjadi dua komponen: layanan dan sistem (mengikuti Jun, Yang & Kim, 2004 dan menggabungkan komponen layanan dan infromasi). Khususnya, kami meneliti layanan dan sistem dalam kaitan dengan konsepsi kualitas layanan
e-tailing dan kepercayaan pembelanja online dalam website (sistem) dari
perspektif pembelanja online.
Guna mengetahui gambaran awal mengenai setting penelitian, studi melakukan wawancara umum pada tiga konsumen yang sudah pernah belanja di e-tailing service, mengenai persepsi resiko, dan kepuasan konsumen. hasil wawancara tersebut, sebagai berikut:
5
Sudah pernah berbelanja di e-tailing service, bahkan sudah berkali-kali. awalnya memang ada rasa cemas, apa barang nanti sampai atau sesuai pesanan saya (persepsi resiko negatif). Rasa cemas itu ada, cemas nanti barang yang kita beli tidak sesuai apa yang saya inginkan. Kalau barang yang saya beli lebih baik, tidak apa-apa, tetapi kalau barang yang kita beli kualitas buruk, saya yang rugi. Setelah pembelian pertama dan kedua dating tepat waktu dan jenis barang sesuai keinginan saya, saya merasa puas membeli di e-tailing service.
Diana (23 Tahun)
Pernah, saya membeli di e-tailing service tapi hanya sekali. karena saya membeli secara online tidak hanya di e-tailing service, ada beberapa toko online lainnya. Memang dari beberapa toko online, e-tailing service memberikan pelayanan yang baik, saya merasa puas, karema resiko sebagai pembeli tidak ditemui.
Andini (20 tahun)
Kalau nggak salah saya sudah tiga kali membeli di e-tailing service. Saya merasa puas membeli barang di e-tailing service, karena barang yang saya beli sesuai keinginan, meskipun saya saat membeli hanya gambar yang ditawarkan.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut di atas dapat diketahui bahwa permasalahan kepuasan konsumen merupakan masalah penting yang perlu diperhatikan oleh penjual, dalam hal ini khususnya penjual secara online. Karena kepuasan konsumen yang membeli produk melalui online dipengaruhi
6 oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas layanan, kepercayaan pada website, kecemasan pembelian online, dan persepsi resiko, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
1.2 Rumusan Masalah
Adanya sosial media seperti facebook dan twitter merupakan kemudahan lain dalam berbelanja secara online. Pembelian secara online tidak hanya dibuat dengan menggunakan website, tetapi juga memanfaatkan
facebook, twitter, ataupun social media yang lain sebagai media pendukung.
Dengan menggunakan aplikasi online, pembelian dapat dilakukan tanpa terbatas tempat. Seseorang yang berada di suatu negara dapat melakukan pembelian barang yang ada di negara lain dengan mudah. Dalam pembelian secara online, informasi yang diberikan kepada konsumen dapat mempengaruhi tingkah laku konsumen dalam mengambil keputusan yang akan diambilnya. Para pemasar secara online dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian. Oleh sebab iru, penjual harus mampu memberikan kualitas pelayanan sesuai permintaan konsumen
Bagi produsen yang melayani para konsumen melalui sistem online, kualitas pelayanan menjadi suatu hal yang penting. Dalam bisnis online, kualitas pelayanannya pun berbeda dengan toko offline yang berada di dalam gerai. Barang yang diperjual belikan juga tidak dapat diraba secara langsung sehingga dibutuhkan pelayanan yang baik yang dapat menimbulkan keyakinan konsumen, sehingga konsumen percaya dan tidak ragu dalam melakukan pembelian. Salah satu cara yang dapat dilakukan
7 perusahaan untuk memberikan kepercayaan kepada konsumen adalah dengan memberikan bukti-bukti mengenai pengalaman dalam menjalankan pembelian secara online.
Kemampuan penjual dalam memberikan kualitas pelayanan dan membangun kepercayaan untuk konsumen adalah kunci untuk membangun
image yang baik. Kualitas pelayanan dan kepercayaan sebagai upaya
penjual untuk mengurangi kecemasan konsumen. Kecemasan konsumen dapat terjadi, karena konsumen yang membeli melalui internet dihadapkan pada permasalahan yang pembeli sendiri tidak bisa mengontrol secara pasti pemenuhan harapannya ketika konsumen membeli sesuatu melalui internet konsumen tidak bisa melihat secara langsung barang yang akan dibelinya maupun bertemu langsung penjual yang menawarkan produknya.
Berbelanja secara online tidak hanya menawarkan kemudahan bagi penggunanya akan tetapi juga memberikan dampak yang juga merugikan. Dalam kasus jual-beli online tidak sedikit konsumen yang tertipu dalam bertransaksi, karena kurangnya interaksi secara langsung (face to face) antara penjual dan pembeli sehingga resiko yang didapatkan juga akan semakin besar. Persepsi resiko mewakili tingkat antisipasi individu berkebalikan dengan konsekuensi atau hasil yang tidak pasti terhadap sebuah keputusan pembelian. Kepuasan konsumen dalam pembelian secara
online (customer online satisfaction) dapat diukur setelah dia membeli atau
8
1.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaaan dalam penelitian ini ada empat pertanyaan, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah kualitas pelayanan melalui website berpengaruh negatif pada kecemasan belanja internet?
2. Apakah kepercayaan pada website berpengaruh negatif pada kecemasan belanja internet?
3. Apakah kecemasan belanja internet berpengaruh positif pada persepsi resiko layanan e-tailing?
4. Apakah persepsi resiko berpengaruh negatif pada kepuasan konsumen?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh persepsi resiko pada kepuasan pelanggan dalam kegiatan belanja online khususnya konsumen di D.I Yogyakarta.
1.5 Lingkup Penelitian 1.5.1 Model Riset
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh persepsi resiko pada kepuasan pelanggan dalam kegiatan belanja
9
1.5.2 Objek Riset
Dari rumusan masalah yang sudah disebutkan di atas, objek dalam penelitian ini adalah individu yang pernah melakukan pembelian secara online, karena diharapkan penelitian ini dapat mengetahui kecemasan konsumen dalam melakukan pembelian secara
online dan kepuasan konsumen pada layanan e-tailing.
1.5.3 Lokasi Riset
Lokasi penelitian dilakukan di DIY, karena terdapat terdapat berbagai keragaman pada masyarakat, seperti perbedaan suku, status sosial, atau pendidikan, sehingga sampel yang digunakan akan semakin baik.
1.5.4 Waktu Riset
Waktu riset untuk pengambilan data dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Januari – Februari 2016.