• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kondisi Lingkungan Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove Di Kota Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kondisi Lingkungan Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove Di Kota Semarang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN

PADA KAWASAN REHABILITASI MANGROVE DI KOTA SEMARANG

Hilda Yuli Hermayanti

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Diponegoro Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024

Email :

Keberadaan hutan mangrove, khususnya di Kota Semarang sangat rentan terhadap berbagai macam kerusakan yang ditimbulkan akibat erosi, abrasi dan konversi lahan, sehinga perlu dilakukan upaya rehabilitasi untuk memulihkan kembali kondisi hutan mangrove. Kegi

sudah dilakukan, tetapi tingkat keberhasilan di tiap kawasan memiliki perbedaan yang cukup bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan setempat.

Oktober-Desember 2013 di kawasan rehabilitasi

Kelurahan Tambakharjo, Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang sesuai bagi kehidupan mangrove. Hal ini terlihat dari sebagian besar parameter lingkungan perairan yang masih berada dalam batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove.

Kata Kunci: Kondisi Lingkungan Perairan, Rehabilitasi, Mangrove

The existence of mangrove swamps,

various kinds of damage caused by erosion, abrasion, and land conversion, so that rehabilitation efforts should be made to restore condition of mangrove swamps. The rehabilitation activities is already done but the success rate in each region has a considerable difference varies depending on local environment conditions. This study was conducted on October

rehabilitation area in Karanganyar Village and study using case study method.

on mangrove rehabilitation area

Semarang are suitable for mangrove life. This can be seen from most of aquatic parameters is within an optimum range for mangrove life.

Keywords: Water Environmental Condition, Rehabilitation, Ma

*)Penulis penanggung jawab

ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN

PADA KAWASAN REHABILITASI MANGROVE DI KOTA SEMARANG

Hilda Yuli Hermayanti

*)

, Ria Azizah T.N., Nirwani Soenardjo

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Diponegoro Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024

Email : Journalmarineresearch@gmail.com

A B S T R A K

Keberadaan hutan mangrove, khususnya di Kota Semarang sangat rentan terhadap berbagai macam kerusakan yang ditimbulkan akibat erosi, abrasi dan konversi lahan, sehinga perlu dilakukan upaya rehabilitasi untuk memulihkan kembali kondisi hutan mangrove. Kegiatan rehabilitasi memang sudah dilakukan, tetapi tingkat keberhasilan di tiap kawasan memiliki perbedaan yang cukup bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan setempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan di kawasan rehabilitasi han Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang sesuai bagi kehidupan mangrove. Hal ini terlihat dari sebagian besar parameter lingkungan perairan yang masih berada dalam batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove.

Lingkungan Perairan, Rehabilitasi, Mangrove

A B S T R A C T

The existence of mangrove swamps, particularly in Semarang City is

various kinds of damage caused by erosion, abrasion, and land conversion, so that rehabilitation should be made to restore condition of mangrove swamps. The rehabilitation activities is already done but the success rate in each region has a considerable difference varies depending on This study was conducted on October-December 2013 on mangrove rehabilitation area in Karanganyar Village and Maron Beach Tambakharjo Village

study using case study method. The results of this study indicate that water environmental conditions rehabilitation area in Karanganyar Village and Maron Beach Tambakharjo Village, Semarang are suitable for mangrove life. This can be seen from most of aquatic parameters is within an optimum range for mangrove life.

Water Environmental Condition, Rehabilitation, Mangrove

PADA KAWASAN REHABILITASI MANGROVE DI KOTA SEMARANG

Soenardjo

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698

Keberadaan hutan mangrove, khususnya di Kota Semarang sangat rentan terhadap berbagai macam kerusakan yang ditimbulkan akibat erosi, abrasi dan konversi lahan, sehinga perlu dilakukan atan rehabilitasi memang sudah dilakukan, tetapi tingkat keberhasilan di tiap kawasan memiliki perbedaan yang cukup Penelitian ini dilaksanakan pada bulan mangrove Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan di kawasan rehabilitasi han Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang sesuai bagi kehidupan mangrove. Hal ini terlihat dari sebagian besar parameter lingkungan perairan yang masih

is highly vulnerable to various kinds of damage caused by erosion, abrasion, and land conversion, so that rehabilitation should be made to restore condition of mangrove swamps. The rehabilitation activities is already done but the success rate in each region has a considerable difference varies depending on ecember 2013 on mangrove Tambakharjo Village, Semarang. This The results of this study indicate that water environmental conditions in Karanganyar Village and Maron Beach Tambakharjo Village, Semarang are suitable for mangrove life. This can be seen from most of aquatic parameters is within

(2)

PENDAHULUAN

Mangrove adalah jenis tumbuhan yang dapat hidup membentuk suatu

komunitas dan memiliki kemampuan

untuk tumbuh di daerah pasang surut. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove mempunyai berbagai macam fungsi seperti fungsi fisik dan ekologis. Fungsi fisik hutan mangrove yaitu menahan hempasan ombak saat terjadi badai angin taufan atau tsunami sehingga keberadaan pantai dapat terjaga dan terlindungi, sedangkan fungsi ekologis hutan mangrove antara

tempat tinggal (habitat), tempat mencari

makan (feeding ground

pemijahan (spawning ground

asuhan atau pembesaran (

ground) bagi aneka biota perairan. Selain itu, hutan mangrove juga memiliki fungsi ekonomis yang penting bagi kehidupan

manusia seperti budidaya

kehutanan dan tempat rekreasi.

keberadaan hutan mangrove di Kota

Semarang sangat rentan terhadap

berbagai macam kerusakan, baik yang disebabkan oleh faktor alam seperti erosi

dan abrasi maupun faktor aktivitas

manusia seperti kegiatan konversi lahan dan reklamasi.

Mengingat pentingnya fungsi hutan

mangrove dalam menjaga kestabilan

ekosistem pesisir, maka perlu dilakukan

upaya rehabilitasi guna memulihkan

kondisi hutan mangrove di Kota Semaran

yang mulai berkurang. Tingkat

keberhasilan rehabilitasi di tiap kawasan berbeda-beda tergantung dari kondisi lingkungan setempat dan jenis spesies yang ditanam. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Field (1998) bahwa

keberhasilan rehabilitasi mangrove a lokasi sulit untuk digeneralisasikan karena hal itu bergantung dari kondisi lingkungan setempat dan kesesuaian

yang ditanam.

Mangrove adalah jenis tumbuhan yang dapat hidup membentuk suatu

komunitas dan memiliki kemampuan

untuk tumbuh di daerah pasang surut. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove mempunyai berbagai macam fungsi seperti fungsi fisik dan ekologis. Fungsi fisik hutan mangrove yaitu menahan hempasan ombak saat terjadi badai angin taufan atau tsunami sehingga keberadaan pantai dapat terjaga dan terlindungi, sedangkan fungsi ekologis lain sebagai tempat tinggal (habitat), tempat mencari

feeding ground), tempat

spawning ground) dan tempat

asuhan atau pembesaran (nursery

) bagi aneka biota perairan. Selain itu, hutan mangrove juga memiliki fungsi nting bagi kehidupan

manusia seperti budidaya perikanan,

dan tempat rekreasi. Saat ini eberadaan hutan mangrove di Kota

Semarang sangat rentan terhadap

berbagai macam kerusakan, baik yang disebabkan oleh faktor alam seperti erosi

un faktor aktivitas

manusia seperti kegiatan konversi lahan Mengingat pentingnya fungsi hutan

mangrove dalam menjaga kestabilan

ekosistem pesisir, maka perlu dilakukan

upaya rehabilitasi guna memulihkan

kondisi hutan mangrove di Kota Semarang

yang mulai berkurang. Tingkat

keberhasilan rehabilitasi di tiap kawasan beda tergantung dari kondisi lingkungan setempat dan jenis spesies yang ditanam. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Field (1998) bahwa

eberhasilan rehabilitasi mangrove antar lokasi sulit untuk digeneralisasikan karena kondisi lingkungan setempat dan kesesuaian pada spesies

Di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar terdapat satu area penanaman yang tidak cocok untuk

ditumbuhi mangrove jenis

marina, sehingga hal

yang menarik untuk diteliti. Selain itu, sebagai perbandingan akan diteliti juga

kondisi lingkungan pada ekosistem

mangrove yang masih berada kawasan di Kelurahan Karang

ekosistem mangrove pada lokasi yang berbeda dengan keadaan mangrove yang lebih rapat yaitu di Pantai Maron, Kelurahan Tambakharjo.

Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis kondisi lingkungan,

khususnya kondisi lingkungan perairan seperti salinitas, suhu, pH, DO, amonia, nitrit, nitrat dan fosfat

rehabilitasi mangrove di Kelurah

Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian bersama yang terbagi atas beberapa

analisis meliputi analisis kondisi

lingkungan perairan, analisis kandungan bahan organik dan mineral pada substrat,

analisis keberadaan makrozoobenthos,

zooplankton, fitoplankton dan perifiton. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2013 pa

rehabilitasi mangrove di Kelurahan

Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus. Metode penentuan lokasi menggunakan

metode purposive sampling

untuk metode pengambila

menggunakan metode

method (Natsir, 1983).

Materi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sampel air. Lokasi dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 yakni lokasi KRA 1 yang berada di sebelah

timur Sungai Karanganyar dengan

Di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar terdapat satu area penanaman yang tidak cocok untuk

ditumbuhi mangrove jenis Avicennia

hal ini menjadi sesuatu ntuk diteliti. Selain itu, perbandingan akan diteliti juga

kondisi lingkungan pada ekosistem

mangrove yang masih berada dalam satu di Kelurahan Karanganyar dan ekosistem mangrove pada lokasi yang berbeda dengan keadaan mangrove yang lebih rapat yaitu di Pantai Maron, Kelurahan Tambakharjo.

Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis kondisi lingkungan,

kondisi lingkungan perairan itas, suhu, pH, DO, amonia, nitrit, nitrat dan fosfat pada kawasan

rehabilitasi mangrove di Kelurahan

Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Semarang.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian bersama yang terbagi atas beberapa

nalisis meliputi analisis kondisi

lingkungan perairan, analisis kandungan bahan organik dan mineral pada substrat,

analisis keberadaan makrozoobenthos,

zooplankton, fitoplankton dan perifiton. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 pada kawasan

rehabilitasi mangrove di Kelurahan

Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus. Metode penentuan lokasi menggunakan

purposive sampling. Sementara

untuk metode pengambilan sampel

menggunakan metode sample surveys

(Natsir, 1983).

Materi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sampel air. Lokasi dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 yakni lokasi KRA 1 yang berada di sebelah

(3)

kelulushidupan mangrove A. marina

lokasi KRA 2 yang berada di sebelah utara

Sungai Karanganyar dengan

kelulushidupan mangrove A. marina

% dan lokasi MRN di Pantai Maron

Kelurahan Tambakharjo dengan

kelulushidupan mangrove A. marina

%. Selengkapnya untuk peta lokasi penelitian di Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo terdapat pada Lampiran 1. Pengukuran dan pengambilan sampel air dilakukan sebanyak 3 kali dengan selang waktu

pengambilan tiap 2 minggu sekali

(modifikasi Fajar et al., 2013). Parameter lingkungan perairan yang diamati meliputi salinitas, suhu, pH, DO, amonia, nitrit,

nitrat dan fosfat. Uji sampel air

dilaksanakan di Balai Laboratorium

Kesehatan Semarang. Berikut merupakan tabel metode dan alat yang digunakan untuk menganalisa parameter lingkungan perairan di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang (Tabel 1).

Tabel 1. Metode Analisa Parameter yang

Diukur dan Alat yang

Digunakan Parameter (Satuan) Tempat/ Metode Salinitas (ppt) Insitu Refraktometer Suhu

(

oC

)

Insitu Termometer pH Insitu DO (mg/l) Insitu Amonia (mg/l) Nessler Spektrofoto Nitrit (mg/l) Diazotasi Spektrofoto Nitrat (mg/l) Brucin Sulfat Spektrofoto Fosfat (mg/l) Vanadatmo-lybdat Spektrofoto A. marina 0 %, lokasi KRA 2 yang berada di sebelah utara

Sungai Karanganyar dengan

A. marina 51-60 % dan lokasi MRN di Pantai Maron

Kelurahan Tambakharjo dengan

A. marina > 60 untuk peta lokasi penelitian di Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo 1. Pengukuran dan pengambilan sampel air dilakukan sebanyak 3 kali dengan selang waktu

pengambilan tiap 2 minggu sekali

2013). Parameter lingkungan perairan yang diamati meliputi salinitas, suhu, pH, DO, amonia, nitrit,

nitrat dan fosfat. Uji sampel air

dilaksanakan di Balai Laboratorium

Kesehatan Semarang. Berikut merupakan tabel metode dan alat yang digunakan menganalisa parameter lingkungan perairan di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, Semarang (Tabel Metode Analisa Parameter yang

Diukur dan Alat yang

Alat Refraktometer Termometer pH Meter DO Meter Spektrofoto-metri Spektrofoto-metri Spektrofoto-metri Spektrofoto-metri

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan kondisi

lingkungan perairan pada kawasan

rehabilitasi mangrove di Kelurahan

Karanganyar dan Pantai Maron

Tambakharjo disajikan dalam Tabel

Secara umum, kondisi lingkungan

perairan pada kawasan rehabilitasi

mangrove di Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron, Kelurahan Tambakharjo telah mengalami penurunan kualitas. Hal ini diduga terjadi akibat peningkatan

kadar amonia dan fosfat

menyebabkan rendahnya kan

oksigen terlarut di

rehabilitasi tersebut.

Salinitas

Menurut hasil yang tertera dalam Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai salinitas di ketiga lokasi masih berada dalam batas

kisaran optimum bagi kehidupan

mangrove.

Kadar salinitas di suatu perairan

dipengaruhi oleh

frekuensi penggenangan da air yang tidak berubah/konstan.

Zaky (2012), proses evaporasi di suatu

kawasan dipengaruhi oleh intensitas

cahaya matahari da terbuka.

Salinitas yang tinggi dapat

menyebabkan sistem pertukaran

mangrove melalui jaringan stomata dan non stoma menjadi terbatas (Munns, 2002). Akan tetapi, mangrove merupakan

tumbuhan halopita yang dapat

beradaptasi dengan kondisi salinitas

tinggi. Secara fisiologis, mangrove dapat mengekskresikan ion garam d

kristal garam melalui kelenjar garam yang terdapat pada jaringan daun (Giesen

al., 2007).

Suhu

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa nilai suhu di ketiga lokasi masih berada

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan kondisi

lingkungan perairan pada kawasan

rehabilitasi mangrove di Kelurahan

Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan disajikan dalam Tabel 2.

kondisi lingkungan

perairan pada kawasan rehabilitasi

mangrove di Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron, Kelurahan Tambakharjo telah mengalami penurunan kualitas. Hal ini diduga terjadi akibat peningkatan

kadar amonia dan fosfat sehingga

menyebabkan rendahnya kandungan

oksigen terlarut di kedua kawasan

Menurut hasil yang tertera dalam Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai salinitas di ketiga lokasi masih berada dalam batas

kisaran optimum bagi kehidupan

di suatu perairan

dipengaruhi oleh proses evaporasi,

frekuensi penggenangan dan pola sirkulasi air yang tidak berubah/konstan. Menurut Zaky (2012), proses evaporasi di suatu

kawasan dipengaruhi oleh intensitas

cahaya matahari dan luas area yang

alinitas yang tinggi dapat

menyebabkan sistem pertukaran gas pada jaringan stomata dan non stoma menjadi terbatas (Munns, 2002). Akan tetapi, mangrove merupakan

tumbuhan halopita yang dapat

beradaptasi dengan kondisi salinitas

tinggi. Secara fisiologis, mangrove dapat mengekskresikan ion garam dalam bentuk kristal garam melalui kelenjar garam yang

terdapat pada jaringan daun (Giesen et

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa nilai suhu di ketiga lokasi masih berada

(4)

dalam batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove. Suhu merupakan

salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi proses reproduksi

mangrove. Hal tersebut

diperkuat oleh pernyataan He

(2005) bahwa suhu lingkungan dapat berpengaruh pada pertumbuhan biomassa

Tabel 2. Data Parameter Lingkungan Perairan Pada K

Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron, Kelurahan Tambakharjo

Keterangan: SD = Standar Deviasi

*) = Melebihi kisaran optimum **) = Di bawah kisaran optimum

a = KepMen LH No.51/MENLH/2004 b = Turmudi dan Kristanto, 1999 c = Hastuti, 2013

d = Effendi, 2003 pH (Derajat Keasaman)

Menurut hasil yang tertera dalam Tabel 2, terlihat bahwa nilai pH di ketiga lokasi penelitian masih berada dalam batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove.

Mindawati et al. (2001) menyatakan

bahwa pH 7 merupakan pH air pori yang optimal bagi mangrove untuk memenuhi kebutuhan nutrien dalam tanah. pH tanah secara signifikan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman terkait dengan kemunculan elemen esensial seperti P (Fosfor) dan elemen non esensial seperti Al (Alumunium) yang bersifat racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya meningkat (Slattery, 1999). Tingkat kebasaan pada lingkungan ekosistem akan berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup

mangrove. Hal ini sejalan dengan

Salinitas (ppt) 30,38 (29,53-30,86) (29,43-32,15) SD 0,74 28,31 (26,9-29,5) (26,36-33,98) SD 1,31 29,51 (27,8-30,43) (28,71-31,11) SD 1,48 Kisaran Optimum s/d 34a Lokasi KRA 1 KRA 2 MRN

dalam batas kisaran optimum bagi

Suhu merupakan

salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi proses reproduksi

diperkuat oleh pernyataan He et al.

(2005) bahwa suhu lingkungan dapat berpengaruh pada pertumbuhan biomassa

dan reproduksi mangrove. Sementara itu Annas (2013) menyatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan pertumbuhan semai mangrove, jika suhu semakin tinggi atau rendah maka

tingkat pertumbuhan semai menjadi

kurang baik.

Data Parameter Lingkungan Perairan Pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove di Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron, Kelurahan Tambakharjo

= Standar Deviasi

= Melebihi kisaran optimum = Di bawah kisaran optimum = KepMen LH No.51/MENLH/2004

= Turmudi dan Kristanto, 1999 dalam Riyadi dan Aribroto, 1999 Hastuti, 2013

= Effendi, 2003

Menurut hasil yang tertera dalam Tabel 2, terlihat bahwa nilai pH di ketiga lokasi penelitian masih berada dalam batas kisaran optimum bagi kehidupan ) menyatakan bahwa pH 7 merupakan pH air pori yang untuk memenuhi kebutuhan nutrien dalam tanah. pH tanah secara signifikan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman terkait dengan kemunculan elemen esensial seperti P (Fosfor) dan elemen non esensial seperti Al (Alumunium) yang bersifat racun bagi ka konsentrasinya meningkat (Slattery, 1999). Tingkat kebasaan pada lingkungan ekosistem akan berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup

mangrove. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Wakushima

yakni peningkatan pH pada lingkungan ekosistem mangrove dapat meningkatkan

tingkat mortalitas mangrove karena

kondisi tanah menjadi basa.

Nilai pH juga berkaitan erat dengan

kandungan bahan organik. P

dekomposisi bahan organik yang berasal

dari serasah mangrove akan

menghasilkan unsur yang bersifat

sehingga mengakibatkan kadar pH

menurun. Hal ini diperkuat oleh hasil

penelitian Hastuti (2013) yang

menerangkan bahwa proses dekomposisi

yang berlangsung dalam

mangrove akan memproduksi asam

organik yang bertanggung jawab terhadap rendahnya kadar pH. Suhu DO Amonia (oC) (mg/l) (mg/l) 31,05 8,02 3,28** 0,73* (29,43-32,15) (7,82-8,17) (3,23-3,35) (0,7-0,78) (0-0,04) 1,43 0,18 0,06 0,04 30,83 7,46 3,67** 0,43* (26,36-33,98) (7,17-7,72) (3,6-3,81) (0,35-0,47) (0-0,02) 3,98 0,27 0,11 0,06 30,11 7,62 5,23 0,5* (28,71-31,11) (7,32-7,99) (4,77-5,23) (0,25-0,68) (0,03-0,05) 1,25 0,33 0,42 0,22 0,02-0,1d 0,001-0,06 28-32a 6-8b 4-5,9c pH

dan reproduksi mangrove. Sementara itu Annas (2013) menyatakan bahwa suhu hi proses fotosintesis dan pertumbuhan semai mangrove, jika suhu semakin tinggi atau rendah maka

tingkat pertumbuhan semai menjadi

awasan Rehabilitasi Mangrove di Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron, Kelurahan Tambakharjo

Riyadi dan Aribroto, 1999

pernyataan Wakushima et al. (1994)

yakni peningkatan pH pada lingkungan angrove dapat meningkatkan

tingkat mortalitas mangrove karena

kondisi tanah menjadi basa.

Nilai pH juga berkaitan erat dengan

kandungan bahan organik. Proses

dekomposisi bahan organik yang berasal

dari serasah mangrove akan

menghasilkan unsur yang bersifat asam

sehingga mengakibatkan kadar pH

menurun. Hal ini diperkuat oleh hasil

penelitian Hastuti (2013) yang

menerangkan bahwa proses dekomposisi

yang berlangsung dalam ekosistem

mangrove akan memproduksi asam-asam organik yang bertanggung jawab terhadap Nitrit Nitrat Fosfat (mg/l) (mg/l) (mg/l) 0,01 0,07** 0,74* (0-0,04) (0,04-0,13) (0,39-0,97) 0,02 0,05 0,31 0,006 0,14** 0,64* (0-0,02) (0-0,25) (0,51-0,76) 0,011 0,12 0,12 0,03 0,09** 0,44* (0,03-0,05) (0,01-0,21) (0,35-0,64) 0,011 0,1 0,16 0,001-0,06d 0,6-0,9c 0,05-0,47c

(5)

DO (Dissolved Oxygen)

Berdasarkan Tabel 2, nilai kadar DO di lokasi KRA 1 dan KRA 2 kurang dari bawah) batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove, sedangkan pada lokasi MRN nilai kadar DO sudah berada

dalam batas kisaran optimum bagi

kehidupan mangrove. Kadar DO terendah dari ketiga lokasi tersebut berada di KRA 1 yakni sebesar 3,23

Rendahnya kadar DO pada diduga akibat pemakaian oksi

jumlah besar yang digunakan untuk proses metabolisme dan respirasi

oksidasi senyawa amonia menjadi nitrat melalui proses nitrifikasi. Effendi (2003)

menjelaskan bahwa nitrifikasi adalah

proses oksidasi amonia menjadi nitrat yang berlangsung dalam kondisi aerob. Selain itu, penurunan (deplesi) oksigen terlarut juga berkaitan dengan aktivitas dekomposer dalam menguraikan alga yang mati dan tenggelam ke dasar perairan. Sementara itu untuk kadar DO di lokasi KRA 2 dan MRN

fluktuatif, dimana terdapat keterkaitan antara DO dengan tingkat kerapatan vegetasi mangrove.

Penurunan kadar DO diduga secara signifikan dapat berpengaruh terhadap

pertumbuhan semai Avicennia.

sesuai dengan pernyataan McKee (1996) yang menyebutkan bahwa mangrove jenis

Avicennia lebih rentan terhadap penyusutan kadar oksigen dibandingkan jenis Rhizophora.

Amonia (NH3)

Kadar amonia di ketiga lokasi

berdasarkan Tabel 2 telah melebihi batas

kisaran optimum bagi kehidupan

mangrove. Dari ketiga lokasi tersebut, kadar amonia tertinggi berada di lokasi KRA 1 yang berkisar antara 0,7 mg/l. Meningkatnya kadar

lokasi KRA 1 diduga berasal dari sisa aktivitas metabolisme organisme akuatik.

Berdasarkan Tabel 2, nilai kadar DO di lokasi KRA 1 dan KRA 2 kurang dari (di batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove, sedangkan pada lokasi MRN nilai kadar DO sudah berada

dalam batas kisaran optimum bagi

kehidupan mangrove. Kadar DO terendah dari ketiga lokasi tersebut berada di lokasi sebesar 3,23-3,35 mg/l. Rendahnya kadar DO pada lokasi KRA 1 akibat pemakaian oksigen dalam jumlah besar yang digunakan untuk proses metabolisme dan respirasi, serta oksidasi senyawa amonia menjadi nitrat melalui proses nitrifikasi. Effendi (2003)

menjelaskan bahwa nitrifikasi adalah

proses oksidasi amonia menjadi nitrat g dalam kondisi aerob. Selain itu, penurunan (deplesi) oksigen terlarut juga berkaitan dengan aktivitas dekomposer dalam menguraikan alga dan tenggelam ke dasar Sementara itu untuk kadar DO lebih bersifat fluktuatif, dimana terdapat keterkaitan at kerapatan Penurunan kadar DO diduga secara berpengaruh terhadap

Avicennia. Hal ini sesuai dengan pernyataan McKee (1996) yang menyebutkan bahwa mangrove jenis

lebih rentan terhadap

penyusutan kadar oksigen dibandingkan

ketiga lokasi kan Tabel 2 telah melebihi batas

kisaran optimum bagi kehidupan

i ketiga lokasi tersebut, kadar amonia tertinggi berada di lokasi KRA 1 yang berkisar antara 0,7-0,78 kadar amonia di 1 diduga berasal dari sisa-sisa s metabolisme organisme akuatik.

Selain itu, pemberian pakan ikan ya

banyak mengandung protein serta

buangan dari limbah domestik

industri juga dapat meningkatkan kadar amonia di suatu perairan

menyatakan bahwa amonia yang tak terionisasi dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik. Meningkatnya kada amonia tak terionisasi sejalan dengan meningkatnya nilai pH dan suhu air. Menurut Novotny dan Olem (1994), pada pH 7 atau kurang maka sebagian besar

amonia akan mengalami ionisasi,

sebaliknya jika nilai pH lebih besar dari 7 maka amonia tak terionisasi y

toksik akan semakin banyak jumlahnya. Tingginya kadar amonia juga dapat

meningkatkan pertumbuhan dan

kepadatan fitoplankton oleh kematian masal (

fitoplankton sehingga secara langsung akan berpengaruh terhadap

oksigen terlarut. Nitrit (NO2)

Menurut hasil Tabel 2, terlihat bahwa kadar nitrit pada ketiga lokasi penelitian belum melebihi batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove. merupakan salah satu bentuk senyawa nitrogen yang teroksidasi d

sementara dari proses oksidasi amonia dan nitrat (Alaerts

Akumulasi nitrit dapat terjadi akibat seimbangnya kecepatan perubahan nitrit menjadi nitrat. Jika kadar oksigen dalam air tinggi maka nitrit akan teroksidasi menjadi nitrat sedangkan jika kadar oksigen rendah maka nitrit akan tereduksi menjadi amonia (Hutagalung dan Rozak, 1997).

Nitrat (NO3)

Berdasarkan Tabel 2, kadar nitrat pada ketiga lokasi cenderung memiliki nilai yang sangat rendah dari batas

kisaran optimum bagi kehidupan

pemberian pakan ikan yang

banyak mengandung protein serta

buangan dari limbah domestik dan

industri juga dapat meningkatkan kadar amonia di suatu perairan. Effendi (2003) menyatakan bahwa amonia yang tak terionisasi dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik. Meningkatnya kadar amonia tak terionisasi sejalan dengan meningkatnya nilai pH dan suhu air. Menurut Novotny dan Olem (1994), pada pH 7 atau kurang maka sebagian besar

onia akan mengalami ionisasi,

sebaliknya jika nilai pH lebih besar dari 7 maka amonia tak terionisasi yang bersifat toksik akan semakin banyak jumlahnya.

amonia juga dapat

meningkatkan pertumbuhan dan

kepadatan fitoplankton. Kondisi ini diikuti

kematian masal (die off) pada

fitoplankton sehingga secara langsung akan berpengaruh terhadap kandungan

Menurut hasil Tabel 2, terlihat bahwa kadar nitrit pada ketiga lokasi penelitian belum melebihi batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove. Nitrit merupakan salah satu bentuk senyawa nitrogen yang teroksidasi dan bersifat sementara dari proses oksidasi amonia dan Santika, 1984). nitrit dapat terjadi akibat tidak seimbangnya kecepatan perubahan nitrit menjadi nitrat. Jika kadar oksigen dalam air tinggi maka nitrit akan teroksidasi njadi nitrat sedangkan jika kadar oksigen rendah maka nitrit akan tereduksi menjadi amonia (Hutagalung dan Rozak,

Berdasarkan Tabel 2, kadar nitrat pada ketiga lokasi cenderung memiliki nilai yang sangat rendah dari batas

(6)

mangrove. Kandungan nutrien pada ekosistem mangrove tidak hanya berasal

dari ekosistem itu sendiri

(autochthonous), melainkan juga berasal dari lingkungan perairan di sekitarnya (allochthonous) seperti sungai atau laut. Nitrogen merupakan salah satu elemen esensial penyusun protein, asam nukleat dan klorofil yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi mangrov (Hastuti, 2013). Penambahan N dapat

berdampak terhadap perkembangan

diameter batang, tinggi dan jumlah tegakan yang lebih baik (Sanchez, 2005).

Fosfat (PO4)

Menurut hasil parameter lingkungan perairan yang tertera dalam Tabel 2, terlihat bahwa kadar fosfat di ketiga lokasi penelitian telah melebihi batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove. Dari

ketiga lokasi tersebut, kadar fosfat

tertinggi berada di lokasi KRA 1 yang berkisar antara 0,39-0,97 mg/l.

kadar fosfat di lokasi KRA

berasal dari limbah pertanian dan

domestik seperti pupuk dan detergen

yang masuk melalui aliran Sungai

Karanganyar. Senyawa fosfat berperan dalam proses reproduksi sebagai elemen penyusun beberapa gula fosfat yang

terlibat dalam proses fotosintesis,

respirasi dan metabolisme (Hastuti,

2013). P merupakan salah satu jenis nutrien penting bagi pertumbuhan semai

Avicennia, namun di sisi lain peningkatan

nutrien P akan berdampak negatif

terhadap pertumbuhan semai

dapat menyebabkan keasaman pada

tanah sehingga mengurangi

lingkungan bagi pertumbuhan semai

(Butterly, 2010).

Berdasarkan seluruh hasil

pengamatan kondisi lingkungan perairan pada ketiga lokasi rehabilitasi di atas, sebagian besar nilai parameter lingkungan perairan masih berada dalam batas Kandungan nutrien pada ekosistem mangrove tidak hanya berasal

dari ekosistem itu sendiri

), melainkan juga berasal dari lingkungan perairan di sekitarnya ) seperti sungai atau laut. merupakan salah satu elemen esensial penyusun protein, asam nukleat dan klorofil yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi mangrove (Hastuti, 2013). Penambahan N dapat

berdampak terhadap perkembangan

diameter batang, tinggi dan jumlah yang lebih baik (Sanchez, 2005).

Menurut hasil parameter lingkungan perairan yang tertera dalam Tabel 2, di ketiga lokasi penelitian telah melebihi batas kisaran optimum bagi kehidupan mangrove. Dari

ketiga lokasi tersebut, kadar fosfat

tertinggi berada di lokasi KRA 1 yang 0,97 mg/l. Tingginya osfat di lokasi KRA 1 diduga

dari limbah pertanian dan

domestik seperti pupuk dan detergen

yang masuk melalui aliran Sungai

Karanganyar. Senyawa fosfat berperan dalam proses reproduksi sebagai elemen penyusun beberapa gula fosfat yang

terlibat dalam proses fotosintesis,

metabolisme (Hastuti,

2013). P merupakan salah satu jenis nutrien penting bagi pertumbuhan semai namun di sisi lain peningkatan

nutrien P akan berdampak negatif

terhadap pertumbuhan semai karena

dapat menyebabkan keasaman pada

daya dukung

lingkungan bagi pertumbuhan semai

Berdasarkan seluruh hasil

pengamatan kondisi lingkungan perairan pada ketiga lokasi rehabilitasi di atas, sebagian besar nilai parameter lingkungan perairan masih berada dalam batas

kisaran optimum bagi kehidupan

mangrove, kecuali untuk kisaran

parameter nitrat yang sangat rendah (0 0,25 mg/l) di bawah batas

optimum. Purba (2013) menyatakan

bahwa tanaman yang mengalami

kekurangan unsur N, maka

pertumbuhannya akan menjadi lamba dan kerdil serta perkembangan buahnya menjadi tidak sempurna atau tidak baik.

Selain kondisi lingkungan, kehidupan mangrove juga dipengaru

pemangsaan. Hama yang biasanya sering menyerang tanaman mangrove adalah kepiting. Berdasarkan hasil p

Mentarijuita (2014) mengenai analisis keberadaan makrozoobenthos di kawasan

rehabilitasi mangrove Kelurahan

Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan Tambakharjo, terlihat bahwa kelimpahan

kepiting Episesarma sp pada lokasi KRA 1

paling banyak ditemukan dibandingkan lokasi KRA 2 dan MRN hingga mencapai 314 m2/ha. Sementara di lokasi KRA 2 dan MRN kelimpahan kepiting

sp masing-masing hanya berkisar antara 193 m2/ha dan 163 m

menyatakan bahwa kepiting merupakan predator bibit mangrove yang signifikan

dan dapat mempengaruhi distribusi

spesies pada hutan mangrove.

KESIMPULAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron

Tambakharjo, Semarang sesuai bagi

kehidupan mangrove. Hal ini terlihat dari sebagian besar parameter lingkungan perairan yang masih berada dalam batas

kisaran optimum bagi kehidupan

mangrove.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, khususnya ke

Ria Azizah T.N., M.Si dan

kisaran optimum bagi kehidupan

mangrove, kecuali untuk kisaran

parameter nitrat yang sangat rendah (0-0,25 mg/l) di bawah batas kisaran

optimum. Purba (2013) menyatakan

bahwa tanaman yang mengalami

kekurangan unsur N, maka

pertumbuhannya akan menjadi lambat dan kerdil serta perkembangan buahnya menjadi tidak sempurna atau tidak baik.

Selain kondisi lingkungan, kehidupan mangrove juga dipengaruhi oleh faktor yang biasanya sering tanaman mangrove adalah kepiting. Berdasarkan hasil penelitian Mentarijuita (2014) mengenai analisis keberadaan makrozoobenthos di kawasan

rehabilitasi mangrove Kelurahan

Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan rjo, terlihat bahwa kelimpahan sp pada lokasi KRA 1 ditemukan dibandingkan lokasi KRA 2 dan MRN hingga mencapai /ha. Sementara di lokasi KRA 2

dan MRN kelimpahan kepiting Episesarma

masing hanya berkisar antara /ha dan 163 m2/ha. Smith (1987) menyatakan bahwa kepiting merupakan or bibit mangrove yang signifikan

dan dapat mempengaruhi distribusi

spesies pada hutan mangrove.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan di kawasan rehabilitasi mangrove Kelurahan Karanganyar dan Pantai Maron Kelurahan

Tambakharjo, Semarang sesuai bagi

kehidupan mangrove. Hal ini terlihat dari sebagian besar parameter lingkungan perairan yang masih berada dalam batas

kisaran optimum bagi kehidupan

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang telah membantu khususnya kepada Ir. Ria Azizah T.N., M.Si dan Dra. Nirwani,

(7)

M.Si atas seluruh bimbingan dan arahannya selama ini, serta

Pribadi dan juga Tim Penelitian

Karanganyar 2013 yang telah me dan memberikan motivasi hingga akhir

DAFTAR PUSTAKA

Annas, N. 2013. Kajian Konservasi

Ekosistem Mangrove di Desa

Pasar Banggi, Kabupaten

Rembang. J. Marine Research., 2 (2): 55-64.

Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1984. Metoda Penelitian Air.

Usaha Nasional. Surabaya. Butterly, C.J., Baldock dan C. Tang. 2010.

Chemical Mechanisms of Soil pH

Change by Agricultural

Residues. 19th World Congress

of SOIL Science, Soil Solutions for a Changing World: 1

August 2010. Brisbane,

Australia.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta.

Fajar, A., D. Oetama, A. Afu. 2013.

Kesesuaian Jenis untuk

Perencanaan Rehabilitasi

Ekosistem Mangrove di Desa

Wawatu Kecamatan Moramo

Utara Kabupaten Konawe

Selatan. J. Mina Laut Indonesia, 3 (12): 164-176.

Field, C. 1998. Rationales and Practices of

Mangrove Afforestation. J.

Marine and Freshwater Research 49: 353-358

Giesen, W., Stephen, W., Zieren, M. and Scholten, L. 2007. Mangrove Guide Book for Southeast Asia. FAO and Wetlands International. Hastuti, E.D. 2013. Interaksi Struktur

Komunitas Vegetasi Dengan

M.Si atas seluruh bimbingan dan

arahannya selama ini, serta Dr. Rudhi

Tim Penelitian

yang telah membantu dan memberikan motivasi hingga akhir.

Annas, N. 2013. Kajian Konservasi

Ekosistem Mangrove di Desa

Pasar Banggi, Kabupaten

Rembang. J. Marine Research., Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1984.

Metoda Penelitian Air. Penerbit:

Usaha Nasional. Surabaya. Butterly, C.J., Baldock dan C. Tang. 2010.

Chemical Mechanisms of Soil pH

Change by Agricultural

World Congress of SOIL Science, Soil Solutions for a Changing World: 1-6

August 2010. Brisbane,

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta.

Fajar, A., D. Oetama, A. Afu. 2013. Studi

Kesesuaian Jenis untuk

Perencanaan Rehabilitasi

Ekosistem Mangrove di Desa

atan Moramo

Utara Kabupaten Konawe

Selatan. J. Mina Laut Indonesia, Field, C. 1998. Rationales and Practices of

Mangrove Afforestation. J.

Marine and Freshwater Research

Giesen, W., Stephen, W., Zieren, M. and 07. Mangrove Guide Book for Southeast Asia. FAO and Wetlands International. Hastuti, E.D. 2013. Interaksi Struktur

Komunitas Vegetasi Dengan

Kualitas Lingkungan di Kawasan Sempadan Pantai Semarang

Demak. (Disertasi).

Doktor Ilmu Lingkungan,

Universitas Diponegoro,

Semarang. (tidak

dipublikasikan). He, J.S., K.S. Wolfe

2005. Leef

Biomass and Reproduction of

Phytolacca Americana Under

Conditions of Elevated CO Altered Temperature Regimes. Int. J. Plant Sci.; 166 (4): 615 622.

Hutagalung, H.P. dan A. Rozak. 1997.

Metode Analisis Air Laut,

Sedimen dan Biota. Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No.

Baku Mutu Air Laut. Kantor

Menteri Negara Lingkungan

Hidup. Jakarta, 9 hlm.

McKee, K.L. 1996. Growth and

Physiological Responses of

Mangrove Seedlings to Root Zone Anoxia. J. Tree Physiology, 16: 883-889.

Mentarijuita, R. 2014. Keberadaan

Komunitas Makrozoobenthos

Pada Kondisi Ekosistem

Mangrove yang Berbeda di

Pesisir Semarang. (Skripsi).

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas

Diponegoro, Semarang. (tidak dipubikasikan).

Mindawati, N., S. Kosasih dan E.

Subiandono. 2001. Pengar

Konversi Hutan Mangrove

Terhadap Kondisi Hara Tanah. Kualitas Lingkungan di Kawasan Sempadan Pantai

Semarang-Demak. (Disertasi). Program

Doktor Ilmu Lingkungan,

Universitas Diponegoro,

Semarang. (tidak

dipublikasikan).

He, J.S., K.S. Wolfe-Bellin, F.A. Bazzaz.

2005. Leef-Level Physiology,

Biomass and Reproduction of

Phytolacca Americana Under

Conditions of Elevated CO2 and

Altered Temperature Regimes. nt Sci.; 166 (4): 615-Hutagalung, H.P. dan A. Rozak. 1997.

Metode Analisis Air Laut,

Sedimen dan Biota. Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI). Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No. 51/MENLH/2004.

Baku Mutu Air Laut. Kantor

Menteri Negara Lingkungan

Hidup. Jakarta, 9 hlm.

McKee, K.L. 1996. Growth and

Physiological Responses of

Mangrove Seedlings to Root Zone Anoxia. J. Tree Physiology,

889.

Mentarijuita, R. 2014. Keberadaan

Komunitas Makrozoobenthos

Pada Kondisi Ekosistem

Mangrove yang Berbeda di

Pesisir Semarang. (Skripsi).

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas

Diponegoro, Semarang. (tidak dipubikasikan).

Mindawati, N., S. Kosasih dan E.

Subiandono. 2001. Pengaruh

Konversi Hutan Mangrove

(8)

Munns, R. 2002. Comparative Physiology of Salt and Water Stress. J. Plant Cell Environ, 25: 239

Natsir, M. 1983. Metode Penelitian. Penerbit: PT. Ghalia Indonesia. Bogor.

Novotny, V. dan Olem, H. 1994. Water

Quality, Prevention,

Identification, and Management

of Diffuse Pollution. Van

Nostrans Reinhold, New York. 1054 p.

Purba, L.M. 2013. Pola Pemupukan dan Analisa Kandungan Nitrat Pada Sayur Brokoli di Pertanian Desa Merdeka Kecamatan

Kabupaten Karo Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Riyadi, A. dan Adibroto, T.A. 1999. Seawatch Bouy Monitoring and Zoning for Monitoring in Coastal Area Development Plan. Proc.

International Seminar on

Application of Seawatch

Indonesia Information System for Indonesian Marine.

Sanchez, B.G. 2005. Belowground

Productivity of Mangrove Forests

in Southwest Florida.

Disertation. Universidad Del

Valle, Columbia. 181 p.

Munns, R. 2002. Comparative Physiology of Salt and Water Stress. J. Plant Cell Environ, 25: 239-250. Natsir, M. 1983. Metode Penelitian.

Penerbit: PT. Ghalia Indonesia. H. 1994. Water

Quality, Prevention,

Identification, and Management

of Diffuse Pollution. Van

Nostrans Reinhold, New York.

Purba, L.M. 2013. Pola Pemupukan dan Analisa Kandungan Nitrat Pada Sayur Brokoli di Pertanian Desa Merdeka Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara,

Riyadi, A. dan Adibroto, T.A. 1999. Seawatch Bouy Monitoring and Zoning for Monitoring in Coastal Area Development Plan. Proc.

International Seminar on

Application of Seawatch

Information System for Indonesian Marine.

Sanchez, B.G. 2005. Belowground

Productivity of Mangrove Forests

in Southwest Florida.

Disertation. Universidad Del

Valle, Columbia. 181 p.

Slattery, W.J., M.K. Conyers dan R.L.

Aitken. 1999. Soil pH,

Alumunium, Manganase and

Lime Requirement, pp: 103 In: K.I. Peverill, L.A. Sparrow & D.J. Reuter (eds.) Soil Analysis:

An Interpretation Manual.

CSIRO Publishing, Collingwood, Australia.

Smith, T.J. 1987. Seed Predation In Relation to Tree Dominance and

Distribution In Mangrove

Forests. J. Ecology, 68:266 Wakushima, S., S. Kuraishi, N. Sakurai, K.

Supappibul and Siripatanadllok. 1994. Stable Soil pH of Thai Mangroves in Dry and Rainy Seasons and Its Relation to Zonal Distribution of Mangroves. J. Plant Research, 107 (1): 47 52.

Zaky, A.R. 2012. Kajian Kondisi Lahan

Mangrove di Desa Bedono,

Kecamatan Sayung, Kabupaten

Demak dan Kelurahan

Mangunharjo, Kecamatan Tugu,

Kota Semarang. (Skripsi).

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas

Diponegoro, dipubikasikan).

Slattery, W.J., M.K. Conyers dan R.L.

Aitken. 1999. Soil pH,

um, Manganase and

Lime Requirement, pp: 103-128. In: K.I. Peverill, L.A. Sparrow & D.J. Reuter (eds.) Soil Analysis:

An Interpretation Manual.

CSIRO Publishing, Collingwood, Smith, T.J. 1987. Seed Predation In Relation to Tree Dominance and

tribution In Mangrove

Forests. J. Ecology, 68:266-273. Wakushima, S., S. Kuraishi, N. Sakurai, K. Supappibul and Siripatanadllok. 1994. Stable Soil pH of Thai Mangroves in Dry and Rainy Seasons and Its Relation to Zonal Distribution of Mangroves. Research, 107 (1): 47-Zaky, A.R. 2012. Kajian Kondisi Lahan

ngrove di Desa Bedono,

Kecamatan Sayung, Kabupaten

Demak dan Kelurahan

Mangunharjo, Kecamatan Tugu,

Kota Semarang. (Skripsi).

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas

Diponegoro, Semarang. (tidak dipubikasikan).

(9)

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian di Kelurahan Karangan Tambakharjo

Gambar

Tabel 1.  Metode Analisa Parameter yang         Diukur  dan  Alat  yang  Digunakan  Parameter  (Satuan)  Tempat/ Metode  Salinitas  (ppt)  Insitu  Refraktometer Suhu  ( o C ) Insitu  Termometer pH  Insitu  DO  (mg/l)  Insitu  Amonia  (mg/l)  Nessler  Spekt
Tabel 2.  Data Parameter Lingkungan Perairan Pada K

Referensi

Dokumen terkait

Agar dapat menentukan zona gempa yang tepat untuk mengaplikasikan dinding geser, maka harus dilakukan perhitungan gaya gempa terlebih dahulu. Karena belum adanya standar

Tambahan Penghasilan Berdasarkan pertimbangan obyektif Esselon III/a (Camat).. 02 Sumber Dana : Pendapatan Asli Daerah (P

TULISKAN “K" DI KOLOM 1 PADA KALENDER BULAN TERAKHIR UNTUK KEHAMILAN YANG BERAKHIR DENGAN KEGUGURAN, "A" UNTUK KEHAMILAN YANG BERAKHIR DENGAN DIGUGURKAN,

Perselisihan atau sengketa yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah perselisihan hasil Pilkada berdasarkan studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi, yakni perselisihan

6. Informed consent yang sudah di tanda tangani oleh pasien atau keluarga pasien disimpan dalam rekam medic.. Bila informed consent yang diberikan oleh pihak lain atau pihak ke

(2) Materi LPPD dan LKPJ Kepala Desa disampaikan oleh pejabat pengganti atau pelaksana tugas Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,

Di samping itu, perkawinan poligami di bawah tangan ini juga akan mengakibatkan anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak sah secara hukum negara (Undang-Undang No. 1 Tahun

Dalam penelitian ini akan dilakukan suatu analisis kefektivitasan kebijakan BLT menggunakan sebuah instrumen pemodelan dinamis yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan