• Tidak ada hasil yang ditemukan

Frekuensi Infeksi Cacing Tambang pada Murid SDN 12 Sungai Sapih Kecamatan Kuranji Kodya Padang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Frekuensi Infeksi Cacing Tambang pada Murid SDN 12 Sungai Sapih Kecamatan Kuranji Kodya Padang."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

mEtryns

ffis

crrilFe rfir{Beilc

*n+

{'w

sDT

12

SIT$ffAISAPU

TSCflllTrN

TRT*AFJI

I!

T

r*,o**e

gl(FFs

Dbiulen

rebegd

Sh

rer

4rd lffi*

marmp*

$rn

rB*

Sadrne

l{rdotrhrln

I

SJ(rdl.

frh

Frbilll

thloHnn

ffrrlc&

*rffimq3

Ewtrs*tffi

92tffirE

Fff{TLTASlieperfERAil

t$*lltEffiffA3

llfiAtAS

F'A'ANG

(2)

frWTSASWATI

921'200i8

FAKIJLTAS XESSKTERA*I

..

UHwER$ITAS Af,ItrALAS PADANG

(3)
(4)
(5)

NAMA

2. Dr.H. Diohar

lsmail,

DSPK

JABATAN

3.

4,

Drs.Almurdi,, DMM, MkeE

.a :,:.

Dr.Mz,Syo€ib'

P${('':'-Sekr6taris

An$gola

.,::l.:

..:

(6)

KATfr.

Pf,NGfiNTAB

Dengan nama AlluL Yurrg Multa PengasiL L"gi Maha Penyayang'

Puji sprLur

L" h.Jirot All"h

Yang Maha Kuasa, yang telah memteri .ahmat

J.n

trrorriu-Ny.,

sehinggla

p"rrJi,

Japat

*"rry"l"s.ihan

stripsi

ini

Jcn6fan

itJJ

.FREKUENSI

INFEKSI

CACING

TAI{BANG

PADA

MURID SDN

12

SUNGAI SAPIH I{ECAlvt{TA}{

KUMNII

KODYA

PADANG"

yaug

*t

..putor,

,ulul,

satu

syarot

untut

,rr"rr"*prrh

uiian uhhit

Sariana

K"doLt"run ( S. KeJ.), poJu Fuh.Jtas K"Joht"ran lJniversitas AnJalas.

P"nJis

menyaJari skripsi

ini

masih iauh dari

t"r"*p.rrrraan, untuL

itu

penulis

mengLarapkutt

kitib

J.rr

rt

u'

yang memLanglun'

P"rrJis

menyampaiLan ucapan

terima

k.rih ,lrr,

penghargaan

yang

,"lr"rur-bou-yu

t"puJu

'

l.

Bapah

D"tun

Fut.rlttt

K"doLt".on Universitas AttJulut,

P.Jtttg.

2.

Bupuh Dr.H.Dlohar Ismail,

DSPK

setagai

p"*tirntirrp I

yang t"luL

*"I.*tngkan

-.tto

Jur,

*"*b"akutt

bi*bingan

,"lu*o

penyusunan sLripsi ini.

3.

Bapat

D.s.Al*roJi,DMM,Mkur,

,"tug.i

pemtimting

II,

yang

telaL

-emt"ritan

bi*bingutr puJu purrlr.r"unan shripsi

ini.

4.

Ih.. Dr.Rismawali Yaswir, DSPK se],agai

p"-],i-birrg

ahaclemis.

5. B.pah Jun Ib.,

staf pengajar serta

Loryu*.n

Parasitologi

Fuktrlt", K"dott"r.r,

(7)

6.

Bopuk-brput

dot

lbrr-ibtr guru

SDN

12

Sungai Sapih Kec.Kuranji yang

blah

ilut

memtantu terlatsananya p"rt"litiurr.

7.

R"tun-r"Lun yurrg telah ihut

memhritun

dorongan

dolu*

pen,,lisan shripsi ini.

8.

Orang tua dan ,urduru-rundara tercinta yang telah

memb"titon

Jorongan rno$l

Jan materil.

Semoga T.rhnrr Yang Maha Kuasa

*"li*polrLan

rahmat Jao

t.trnia-Nya

Lup",lu

seglenap

pihu!

yang telaL memLantu

p"rrJir.

Semoga sLripsi

ini

Lermanfaat

untuf

p.tL"-tu.gan

ilmu pengptahrran Ji

**o

menJatang.

PnJ.rrg, Januari 1$$?

(8)

ABSTRACT

Soil

Transmitted Helminth, especially

hook

worm

still

become

the

health problem

in lndonesia. lt can be proved by see the high

prevalence

of

lrcok worm that

was

found

in

many researches

in the

past.

The

increase

number of

this

prevalence is caused by

the

poor sanitation,

the

lack

of

people

understanding

how

to

keep

the

cleaning environment

and

defication

in

werywhere.

Many researches about hook

worm

had be

done

by checking

the

feces

with

direct

stainning,

such

as the

eosin stain

2%.

The

sample

for

this

research

was

collect

from about

170 students

of

SDN 12

Sungai

Sapih

lGcamatan Kuranji Kodya Padang randomly.

The

result

of this

research

shours that the frequence of hook worm infection is 6,47%.

The exact difference of hook worm infection can be seen ac@rding to

gender,

parents'social-economic rate.

Basicly from the gender

can

be proved

that the infection

of

hook worm is higher to the girls than the boys.
(9)

ABSTRAK

Soil

Transmitted

Helminth, khususnya

cacing

tambang masih merupakan

rnasalah kesehatan

di

lndonesia.

Hal

ini

terbukti karena masih

tingginya

prevalensi

cacing

tambang

yang

ditemukan

dari

hasil-hasil

penelitian

brdahulu.

Tingginya prevalensi

ini

disebabkan

karena sanitasi yang tidak

npmadai, kurangnya kesadaran penduduk

menjaga

kebersihan

lingkungan

serta defikasi di sembarang tempat.

Telah

dilakukan

penelitian

tentang infeksi cacing

tambang

dengan

perneriksaan

tinja secara

pewarnaan langsung,

yaitu

pewarnaan eosin

2%.

Sampel diambil secara random sebanyak 170 orang murid SDN 12

Sungai

Sapih Kec Kuranji

Kotamadya

Padang.

Hasil

penelitian menunjukkan

bahwa

frekuensi infeksi cacing tambang adalah 6,470/o.

Perbedaan

yang

bermakna didapatkan

pada

frekuensi

infeksi

cacing

tambang

berdasarkan

jenis

kelamin

dan pekerjaan orang tua.

Berdasarkan

pnis

kelamin didapatkan bahwa

frekuensi

infeksi cacing

tambang

lebih tinggi

pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki.

(10)

DAFTAR

ISI

Kata Pengantar...

Abstract..

Abstrak...

Daftar

isi...

Daftar

tabel...

...

Daftal

gambar...

BAB I. Pendahuluan...

...

1.1.

Latar

Belakang

1.2.

Perumusan

N{asalah..

1.3.

Batasan Masalah...

...

1,.4.

Tujuan Penelitian...

...

1.4.1.Tujuan

Umum

1.4.2.Tujuan

Khusus...

...

1.5.

Manfaat Penelitian...

1.6. Metoclologi

Penelitian...

BAB

IL Tinjauan

Pustaka..

2. 1.

Morfologi

Cacing

Tambang...

...

2.2.

Siklus Hidt4r

Cacing

Tambang

2.3. Patogenesis

tlan Gejala

lilinili...

2.4.

Diagnosis...

2.5.

Pengobatan...

2.6. Pencegahan...

BAB

III.

Pelaksanaan

Penelitian...

3.1.

Waktu

dan'fempat

Penelitian

(11)

3.2.

Teknik

Pengumpulan Data.

3.2.1.

Alat

dan

Bahan

3.2.2.

Cara Kerja

3.3.

Pengolahan

dan

Analisa Data

BAB

IV.

Hasil Penelitian

BABV.Pembahasan...

...r..r

BAB

VI

.

Kesimpulan dan Saran...

6.1.

I(esimpulan

6.2.

Saran

Daftar Pustaka..

[,ampiran

15

15

16

16

18

23 28

28 28 29

(12)

Tabel

1.

Tabel

2.

Tabel

3.

Tabel

4.

Tabel

6.

Tabel

6.

Tabel

7.

Tabel

8.

Tebel

9.

Tabel

10.

Tabel

11.

Tabel

12.

Tabel

13.

DAFTAR

TABEL

Frekuensi

Infeksi

Cacing Tambang

pada

SDN

12

Sungai

Sapih

18

Frekuensi

Infeksi

Cacing Tambang berdasarkan

jenis

kelamin..

18

Frekuensi

Infeksi

Cacing Tambang berdaearkan

tempat

buang

air

besar.

19

Frekuensi

Infeksi

Cacing Tambang berdasarkan kebiasaan

me

makai

alas

kaki

ketika

bermain..

19

Frekuensi

Infeksi

Cacing Tambang berdasarkan

usia

20

Frekuensi

Infeksi

Cacing Tambang berdasarkan

tingkat

pendidikan orang tua...

Frekuensi

Infeksi

Cacing Tambang berdasarkan pekerjaan

orang

tua...

22

Uji

statistik

berdasarkan jenis

kelamin..

23

Uji

statistik

berdasarkan

usia...

...

24

Uji

statistik

berdasarkan kebiasaan

memakai alas

kaki ketika

bermain..

24

Uji

statistik

berdasarkan pekerjaan orang tua...

.

25

Uji

statistik

berdaearkan

tingkat

pendidikan orang

tua

26

Uji

statistik

berdasarkan

tempat buang

air

besar.

27
(13)

DAFTAR

GAMBAR

Gambar'

L.

Siklus Hidup CacingTambang

l0

(14)

BAB

I

PENDAHULUAhI

l-t.

Latar Belakang

Target Departemen Kesehatan Republik Indonesia

di

tahun 2000

sehat untuk Gnrua, haruslah diseftai angka kesakitan

turun

menjadi 2OO perseribu penduduk

Ftahun

(Pidato Menteri Kesehatan pada pembukaan Konika

V,

1981,

di

Medan).

OHr sehb

itu

masih diperlukan pertelitian

dan

pengembangan dalam berbagai

rryt

penyakit, misalnya infeksi saluran pencernaan, termasuk di dalamnya infeksi

mirgusus

(Azwin

dkk., 1985).

hftfsi

cacing

usus

termasuk penyakit yang

ditularkan melalui tanah

(Soil

kumitted

Helminth

yaitu

cacing

gelang, eacing cambuk,

Strcngiloides

ufrrcazlis,

dan cacing tambang (

Azwin

dkk., 1 9S5).

Ehu

cacing tambang yang paling penting pada manusia adalah Ancylostoma

hdeflqle

dan Necator americanus

.

Lalu lintas modern memberikan kesempatan

I

g

luas bagi kedua cacing

tersebut untuk

menyebar ke

seluruh

penjuru

fuir

(

Elmer

dkk.,

1989).

Di

Indonesia

infeksi

cacing tambang

lebih

hyet

disebabkan

Necator

americanus

daripada

Ancylostoma

*tdeqab

( Rampengan dkk., 1995).

Program

pembrantasan

penyakit

cacing

di

tndonesia telah

dimulai

sejak

trn

1975 dan sejak Pelita IV (1984) prcgram pemberantasan penyakit cacing ini

Emesrk

pr,da Program Pemberantasan Penyakit

Diare (P2

Diare)(Emiliana ,

!Sgl),

tetapi angka prevalensi penyakit

ini

masih cukup tinggi. Tingginya angka

pnkrsi

ini

erat hubungannya dengan bebevpa faktor yaitu:

!-

hdonesia terletak

di

daeruh

beriklim tropik,

sehingga merupakan tempat yang
(15)

f-

f,cbiasaan

hidup

yarg

tidak

sehat,

seperti

kebiasaan

buang

air

besar di

crnbarang tempat dantanpa alas kaki.

g.

Tlrykat

sosial ekonomiyang masih rendah ( Rampengan dkk., 1995).

Cacing tambang melekat pada mukosa usus. Kehilangan damh

yang

terjadi rrbabkan cacing mengisap

danh

dan

perdarahan

yarg

berlanjut

pada tempat

dtatnya

cacing, sehingga dapat menyebabkan anemia. Biasanya 1 ekor Necator

-]i.?4tts

mengisap

darah

hospes

sebanyak Op26-O,2OO

cc

dalam 1

tmda

yang terjadi biasanya Anemia mikrositik hipoknrm ( Srisasi dkk., 1992).

EI'i lndonesia insiden cacingtambang cukup tinggi, menurut penelitian Sutanto

dnfr (1976) didapath,anTgoA dari

383

anak-anaksD di Sumatera Utara. Pada tahun

If,lg

sama

di

lakarta

Timur

dilaporkan

95,1oo/o

dari

2.508

murid

SD;

di

ilmnr./Sleman 23p8%;

di

Jawa BaratlSerpong 95,570,6.

Di

daenh

Kalimantan

flrportan

berkisar 56-65,80%.

Pada

tahun

1988

di

Indramayu

dilaporkan

fiq''62f,. Di

Sulawesi

Utara

1,28oA

(

Rampengan

dkk., 1995)

dan bd.b,rapa hasil

pnaruan hinnya,

seperti yang ditemukan oleh Rosdiana Safar (1992) pada murid

nidur

Ismail dkk.(1983) di Tarusan l(ab.Pesisir Selatan 3L,9% dan pada karyawan

rrte

heluarya PN.Batu Bara Sawahlunto (199O) dilaporkan yang terinfeksi berat

trJ4f,,

infeksi sedang 74,29% dan sangat ringan 78,5'l.06.

nada

blita,

prevalensi infeksi

cacing

tambang adalah rendah, sebagaimana

&nukakan

oleh Suwarni

dkk.(

1993) bahwa prevalensi infeksi cacing tambang

plc.nalensi

infeksi

cacing anak balita

relatif

lebih sedikit dibandingkan golongan

nnur

lain, hal

ini

mungkin karena anakbalita relatif lebih sedikit tercemar infeksi
(16)

hnelitian

terhadap

prevalensi

infeksi cacing

tambang

yang

berhubungan

&qgan

pekerjaan

telah dilakukan oleh Margono

dkk.(1975'),

dari

penelitian

@ernukan

U-87,3%

pada

buruh waduk irigasi

dan lapangan terbang, buruh hchrn karet 93,10,6( nasiai dkk, 1976) dan Adjung (1985) menemukan 79,8% pada

hruh

tambang batubara ( Emiliana, 1991).

Ma

krbagai

daerah

di

Indonesia,

umumnya

prevale4si

cacing

tambang

ffiisar

antara

30-50%

(

Srisasi

dkk.,

1996). Sedangkan

untuk

daerah Sumbar

ptralensi

cacingtambang berkisar antara 20-360/0

(

Emiliana, 1991). Prevalensi

5pg

lebih tinggi ditemukan

di

daemh perkebunan karet

di

Sukabumi, Jawa Bamt

t$,l%

dan

di

perkebunan kopi diJawa Timur 80,69% ( Srisasi dkk., 1992).

12- Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil-hasil penelitian

para

ahli

di

atas,

terlihat

masih tingginya

6runlensi infeksi cacing

tambang

di

Indonesia

serta

anak-anak

lebih

rentan

Eftadap

infeksi

cacing

dibandingkan dengan orang dewasa

(

Rampengan dkk.,

l!Xls),

maka penulis tertarik untuk meneliti frekuensi infeksi cacing tambangpada

t[r${

12 Sungai Sapih Kec. Kuranji Kodya Padangyang berusia antaru 6-13 tahun.

Dipilihnya

SDN

12

sebagai tempat penelitian, karena sebagian besar murid

fiDN

12

sanitasi

lingkungannya masih belum

memadai

dan

masih

banyak

prduduk

kelurahan tersebut menggunakan air sungai sebagai sarana MCK(Mandi

0rci

lQkus).

oleh

karena masih tergantung kepada sungai, kemungkian

anak-mnt

btrang

air

besar

di

tanah terbuka,

hal ini

merupakan sumber infeksi cacing
(17)

il"L

Batasan Masalah

tda

beberapa spesies cacing tambangyang penting. Spesies yang paling sering

nqEinfeksi manusia

dan cacing dewasanya

dapt

bertelur dalarn usus manusia

*frh

Neator

americanus dan Ancylostoma

dudenale. Oleh

karena

itu

yang

frrt

d

dalam penelitian

ini

adalah

Nrcatar

atn:ericanus

dan

Ancylostoma

Wnate*bagai

penyebab infeksi pada manusia.

L.t.'

Tuiuan Penelitian

I.lil.l.

Ttjuan

Umum

lbjuan

dari

penelitian

ini

adalah

untuk

mengetahui frckuensi

infeksi

cacing

hhry

pada murid-murid SDN 12

Sungai Sapih Kecamatan

Kuranji

Kodya

ffiry.

lL{I.

ltrjuan

Khusus

tffiik

mengetahui fiekuensi infeksi cacing tambang bedasarkan jenis kelamin,

d&

hcbiasaan memakai alas

kaki

ketika bermain

,

pekerjaan orang tua, tingkat

pdidftan

orang tua, tempat buang air besar.

t5-

Hanfaat Penelitian

llssil

dari

penelitian

ini

diharapkan dapat dimanfaatkan

untuk

menurunkan

frruensi

infeksi cacing tambang pada murid-murid SDN

12

Sungai

Sapih

rrnatan Kuranji Kodya Padang, sehingga dapat meningkatlan daya tahan tubuh

fu

temampuan belajar bagi

anak-anak

usia

sekolah sehingga 4apat tercipta
(18)

Lg

nebdologi

Penelitian

tnelitian

ini

menggunakan metoda pemeriksaan

tinja

untuk

mendapatkan

,nrhh

kasus. Populasi murid

di

SD tersebut diambil secara random sebanyak 170

arrl8"

Kemudian pada masing-masing

murid

yang

terpilih

sebagai sampel diberi

6d

plastik untuk meletakkan tinja dan selembar kertas kuesioner. Pot plastik yang

ffi

diisi dengan

tinja

dan lembaran kertas kuesioner yang telah

diisi

diserahkan

lhroknn

harinya. Masing-masing pot plastik diberi nomor sesuai dengan nomor

hlrs

tuesioner.

$danjutnya

sampel

dibawa ke Laboratorium ParasitolqSi Fakultas Kedokteran

rht

diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan cara langsung, yaitu

[Frrfla8n

eosin 2%. Pemeriksaan cukup dilakukan satu

kali

,

jika

hasilnya positif

[t

sdiaan yang

pertama dan

4

kali

jika

hasilnya negatif pada pemeriksaan

dlen

pertama.

Kemudian

hasilnya

dicatat

dan

dianalisa.

Pengolahan data

&tan

secara manual dantahilasi. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan
(19)

BAB

II

TINJAUAIV PUSTAI(A

I.t-

torfologi

Cacing Tambang

Cecing tambang dewasa adalah

nematoda kecil

seperti

silinder

yang

ffientuk

kumparan (fusiform) berwarna

putih

keabu-abu

an.

Cacing

pg

jantan

hanya

berukuran

panjang

rata-rata

5-11

mm dengan diameter

@Jf-O,45 mm. Cacing tambang mempunyai kutikula yang relatif tebal . Pada ujung

rior cacing jantan terdapat

bursa

caudalyang merupakanmembran yang

lhr

dan

jernih

dengan garis-garis seperti tulang iga, bursa

ini

digunakan untuk

lmsng

cacing betina selama kopulasi ( Rampengan dkk., I99S).

Cecing

dewasa Ancylostoma duodenale

lebih

besar

daripada Nrcator

G'*nnus.

Bentuk badan Necator americanus

yang

telah

mati

biasanya

l

ryerupai

huruf

S, sedangkan Ancylostoma

dudenale

menyerupai

huruf

C.

,W

anericanus mempunyai benda

kitin,

sedangkan Ancylostoma

dudenale

mrFrnyai

dua pasanggigi ( Srisasi dkk., 1992).

"Il:lur mempunyai

ujung-ujung yang

bulat

dan

selapis

kulit

hialin

tipis

IEt

transparan.

Telur dari

berbagai spesies cacing tambang

hampir

tifuk

dapat

flqdrfun.

Telur Necator arnericanus biasanya

lebih

panjang dibandingkan

telur

,@na

dudenale

(

George

,

1951).

Telur

Neator

americanus berukuran

pfrrnS

64-76

mikron dengan

diameter

36-40 miknrn

dan telurAncylostoma

ffita

le

paryangny a 56-60

mikron

dengan diameter

g}-

omikron. Telur-telur

ffi

diteluarkan perhari

berkisar 25.000-30.000

butir

(

Rampengan

dkk.,

1995,
(20)

Cacing tambang melekat pada mukosa usus

dengan

rcng8a mulutnya. Tempat

p1g

paling

disukai

adalahbagian atas usus halus, tetapi pada infeksi berat cacing

&pt

ditemukan sampai bagian kaudal ileum. Infeksi oleh Ancylostoma

dudenale

Hengsung

selama

6-8

tahun bahkan lebih,

sedangkan

Necator

americanus

u.tanyakan

menghilang dalam

waktu

2

tahun, tetapi

ada

yang

bertahan

4-5

uilmtn ( Rampengan dkk., 1995).

f-L

Siklus

Hidup Cacing Tambang

Manusia adalah hospes satu-satunya bagi cacing tambang (Rampengan dkk.,

0$e$.

Telur yang dikeluarkan bersama

tinja

dapat menjadi matang

di

tanah. Pada

hryfarn

yang menguntungkan dan suhu optimal

23-33"C,

dalam

waktu

l-Zhafi

drut

keluar lawa

raMitiformis. larva

rabditiformis (stadium I) secara

aktif

makan

mtln

organik dan bakteri dalam tanah dan mengalami penggantian

kulit

dua kali,

pg

peftama

pada

hari

ketiga

(stadium

II)

dan

sekali

lagi

pada

hari

kelima

@dium III)

( Srisasi dkk., 7992),tetapi padakeadaanyan9 tidak menguntungkan

ti

pada

suhu

45"C,

telur

cacing

tambang

mati

dalam beberapa

jam,

dngkan

pada suhu O"C telur

ini

mati dalam waktu 7

hafi.

lawa

stadium

lll

atau

larva

filariform

terbungkus dalam sarun8

dan

tidak

ilirtsSu

di

tanah

( Srisasi dkk.,

1992).

Iarva

ini

hidup

paling baik pada, tempat

pug

teduh sepe$i tanah pasir atau tanah yang lembab yang menyebabk

an

lawa-hmz

terlindung terhadap

pengeringan

atau

keadaan basah

yang

berlebihan

il|lrcld,

1g7g).

Dan

lawa

filariform

harus

menembus

kulit

manusia untuk

mleruskan

lingkaran hidupnya ( Srisasi dkk., 1992).
(21)

Infeksi tedadi

bilalawa filariform

menembus

kulit.

Hal

ini

terjadi bila berjalan

tanp

sepatu

atau

sandal

di

tanah

yang

berisi

lawa

cacing tambang

filariform(

Shulman

dkk.,

1994). Penelitian

terakhir

menunjukkan bahwa infeksi

Anqlostoma

dudenale

dapat

te$adi

pada

sayuran

dan

makanan

lain

yanS

tertontaminasi dengan tanah yanS menSandung

larva

(Srisasi

dkk.,

1992). lika

narva

filariform

Ancylostoma duodenale masuk melalui

mulut,

menurut Nagahana

dan

Yoshida

(1965) larva tersebut

dapat berkembang

menjadi cacing

dewasa

,Calam usus manu siatanpamelalui

siklus

paru (Lynne dkk., 1996).

Iarva

ini

dapat menyebabk an gejala- gejala beru pa ganggual gastrointestinal

(kpary,

1 985)

Tanah

yang

basah dan melekat mempermudah penulamn. Pada penambang Liasanya tempat infeksi adalah

diantarajari-jari

kaki

dan pada

petani

terinfeksi

dcrWt melalui tangan,terutama .sela-sela

jari.

IQdang-kadang infeksi dapat terjadi

nrelalui

mulut

dengan

prantaraan

air

minum

atau

makanan

yang

telah

re-rtontaminasi ( Rampengan dkk., 1995).

2-3.

Patogenesis dan Gejala

Klinik

lnfeksi

cacing

tambang teqiadi karena

larva filariform

menembus

kulit.

Sehingga

sering

menimbulkan

erupsi

papula dan pruritus

kulit

yang berat("gatal

!meh"). Selanjutnya larva

filariform

masuk sirkulasi vena dan dibawa ke anyaman

hrpiler

paru.Setelah

itu

larva masuk ke dalam cabang-cabang bnrnkus ,

naik

ke

tre.khea kemudian ke esofagus dantertelan ( Shulman dkk., 1994).

lawa

dapat tertelan dan langsung masuk ke usus halus, tetapi

lawa-lawa

lain

rcnembus

membran mukosa

mulut dan faring,

menyebabkan imigrasi

ke

paru.
(22)

gejala: batuk, sesak nafas,

mual,

muntah,

dan

hipereosinofilia. Pada

foto

toraks

terlihat adany a

infiltrasi-infiltrasi.

Pengalaman

di

klinis

menunjukkan bahwa

anemia

terjadi terutama

akibat kehilangan damh yang terus menerus.

Hb

dapat

turun

sampai 5

gr/dl

atau lebih rendah,

anemia yang terjadi

adalah anemia

kronik

yang

dapat menyebabkan

kompensasi

fisiologik pada

manusia

yaitu

adanya peningkatan kapasitas paru, peningkatan

toleransi

sel-sel

jaringan

terhadap anoksia, pembesaran jantung, penurunan tekanan sistolik dan penurunan

aliran

darah tepi. Pada gambaran foto abdomen

terlihat

adanya

hipermotilitas

usus,

dilatasi

jejunum

dan

kasarnya

lipatan-lipatan mukosa usus

(

Rarnpengan dkk., 1995).

Kekurangan darah

ini

biasanya

tidak

sampai menyebabkan kematian, tetapi

dapat menyebabkan daya tahan

tubuh

dan daya kerja

turun. Menurut

Noerhayati

(1990), sejumlah penderita penyakit cacing tambang yang dirawat

di

Yqgyakafta

mempunyai kadar hemoglobin yanS semakin rendah

jika

penyakit semakin berat.

Colongan ringan, sedang dan berat dan sangat berat mempunyai kadar

Hb

rata-rata

berturut-turut

'1.1,3 g%,8r8 g%,4,8 g% dan ZrG g7o ( Srisasi dkk., 1992).

Dari

hasil

suatu

penelitian

di

RS Dr.Soetomo, Surabaya, Kusumobnrto et

al

(

1975) dilaporkan bahwa

dari

26.81.5 penderita yang

dirawat,

terdapat 26,7

mil

penderita anemia defisiensi

ferum

dan dua

pertiga

dafipadanya disebabkan

oleh infeksi cacing tambang ( Depary, 1985).

Beratnya infeksi secara

klinik

sangat berhubungan dengan banyaknya cacing.

Jumlah telur yang

kurang

dari

5/mg

feses jarang bermanifestasi

klinik,

sedangkan

20/mg

feses sering berkaitan dengan

anemi

dan pada infeksi yang berat jumlah
(23)

cacirq dcwara hUrp

dalam unr hal.r

lclur keluar bocamr linia

lerb.otuk lawa lilarilorm sclehh I rninggu di lanrh

*rc

lac;a firardotm

[image:23.425.21.369.69.609.2]

menerntus kulil (faii)

Gambar 1 : Siklus Hidup CacingTambang

Sumber

: Srisasi

dkk.,

1992

larua rabdililotm

(24)

2.4.DtAGNOStS

Diagnosis

yang pasti

adalah dengan ditemukannya

telur dalam

tinja

segar

penderita ( Hunfer, 1995). Secara praktis

telw

Ancylostoma

dudenaletidak

dapt

dibedakan dengan

telw

Necator americanus.

Banyak cara pemeriksaan telur dalam tinja seperti pemeriksaan secara langsung dengan pengecatan sederhana

atau

pemeriksan

kuantitatif

menurut

modifilcasi

Kato. Selain

itu

dapat juga dilakukan dengan biakan

menurut

Harada

Mori.

Di

runa

cam

ini

lebih

sensitif

dari cara IGto. Dengan biakan

tinja

dapat dibedakan

bwa

Necator americanus dengan

lawa

Ancylostoma duodenale

(

Srisasi dkk.,

r992).

2.5.

Pengobatan

Pada kasus-kasus tanpa gejala atau hanya anemia ringan, pengobatannya cukup

dengan anti cacingyang spesifik. Obat-obat yang dapat digunakan adalah:

l.

furantelpamoat.

Adalah obat

pilihan

utama dengan dosis tunggal 10

mglkg furat

badan.

Dapt

diberikan setiap saat tanpa dipengaruhi

oleh

makanan dan minuman. Pada infeksi Nrcator americanusyang sedang

danbrat

diperlukan pemberian 3

hari

berturut-turut.

Efek sampinS yang sering adalah keluhan saluran pencernaan, sakit kepala.

Menurut Rai.( 1980) angka penyembuhan 81,6 oA, jika digunakan dosis 1O

mglkg

berat badan ( Emiliana, 1991).

Efek

antelmintik

pyrantel pamoat adalah menimbulkan depolarisasi otot pada

otot cacing dan

meningkatkan

frekuensi impuls,

sehingga

cacing

mati

dalam

teadaan spastis dan ia

juga

berefek menghambat enzim kolinestirase

(

Sukarno

dkk., 1995).

(25)

2. Mebendazol.

Obat

ini

adalah antelmintik yang paling luas spektrumnya dan

memiliki

batas

keananan yanglebar. Merupakan bubuk yang berwarna

putih

kekuningan, tidak

larut

dalarn

air

dan

tidak bersifat

higroskopis sehingga

stabil

dalam keadaan

terbuka dan rasanya enak.

Mebendaz,al menyebabkan kerusakan

struktur

subseluler,

dan

menghambat

sekrtsi

asetilkolinesteruse cacing.

Obat

ini

juga

menghambat

ambilan

3lukosa

s@ara irreversibel, sehingga terjadi pengosongan (deplesi

)

Slikqgen

pda

caeing. Dan cacingakan mati secara perlahan-lahan. Obat ini juga menimbulkan sterilitas

pada

tclur

cacing tambang, sehingga gagal berkembang menjadi

larya (

Sukarno

dkk., 1995).

Mebendazol

merupakan

Drug

of

choice

untuk

Nuator

americanus

dan Ancylostonu duodenale. Dosis yang diberik,an adalah 10O mg, 2 tK

li

sehari selama

3

hari

tanpa pencahat. Dosis tidak dipengaruhi

umur

maupun

brat

hdan.

Obat

ini aman diberikan pada

pnderita

anemi dan malnutrisi.

Penelitian oleh Is Suhariah dkk. ( 1993) pada murid Madrasah Tsanawiyah Wda

Pondok Pesantren Ashaddiqqiyah Jakarta Bamt dengan menSgunakan Mebendazol

500

mg

dosis

tunggal

didapatkan angka penyembuhan 100%.

Dan

pada dosis

tersebut dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anakyang berumur 13-15 tiahun,

tanpaada efek samping.

3. Albendazole

Obat

ini

efektif

untuk

cacing

dewasa,

larva

dan telur

cacing

tambang.

Albendazole bekerja dengan

cara memblokir

pengambilan glukosa

oleh

larva

nuupull

cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurull dan pembentukan
(26)

ATP berkutang, akibatnya cacing akan mati. Obat

ini juga

berkhasiat membunuh lawa Necator am ericanus.

Dosis yang

diberikan

adalah

4oo

mg, dosis tunggal

untuk

or?ng dewasa dan

2oo mg

untuk

anak-anak Efek samping berupa

nyeri

perut, sakit kepala, kering

da,lam mulut.

4.Tiabendazole.

Merupakan obat

cacing dengan

spektrum luas dan efektif

untuk

furbagai

nematoda

pada

manusia termasuk

cacing

tambang

dan juga

dapat digunakan

untuk

cutaneus

larva

migrans.

cara

kerja obat

ini

belum jelas.

Dosis yang

dianjurkan 25 mg/kgberatbadan sehari tanpa pencahar.

S.Tetrakloretile.

Obat ini efektif untuk Necator anrcricanus dan kurang efektif untuk Ancylostoma

dudenale.

Tetrakloretil menyebabkan kelumpuhan pada cacing, sehingga

dawt

Erlepas

dari

tempat

menempelnya

di

mukosa

usus

dan

dikeluarkan

dengan

pncahat

dalam

keadaan

hidup

sebelum

sempat

melekat kembali pada usus

( Sukarno dkk., 1995). Dosis yang diberikan Q,72

mllkg

beratbadan dosis tunggal,

Etapi dengan ulangan 2

k^li

atau lebih dengan interval

4

hari untuk pembasmian

btal

( Rampengan dkk., 1995).

2-6.

Pencegahan

Pada umumnya

cara infeksi cacing

tambang

terjadi melalui larva filariform

menembus

kulit,

walaupun pernah dilaporkan bahwa infeksi dapat terjadi melalui brtelannya larva. Oleh karena

itu untuk

mencegah terjadinya infeksi, diusahakan
(27)

fka

bermain

di

halaman menggunakan alas

kaki

serta mencuci dengan bersih

hhan-bahan

makanan yang akan dimakan.

Selain

itu

diperlukan

usaha

untuk

mencegah perkembangan

telur

cacing tembang menjadi larva.

Hal

ini

dapat dilakukan dengan menghindari buang

air

besar

di

tanah terbuka. Karena

cacing

tambang memerlukan

tanah

bagi

perkembangan

telurnya.

Dan

usaha

untuk

memberikan penyuluhan

kepada

nasyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik d,an cara menghindari infeksi cacing ini.

(28)

BAB

III

PEII\KSAI{AAN

PENELITIAN

3.1.

Waktu dan Tempat penetitian

Penelitian dilakukan

dari

tanggal

4

November sampai

1g

November 1996 di

SDN

t

2

Sungai Sapih Kecamatan Kuranji Kodya padang.

52, Teknik Pengumpulan

Data

Penelitian

dilakukan pada murid-murid

sDN

IZ

Sungai

sapih

Kec.Kuranji

Kodya Padang dari kelas

l-vl.

Populasi

yang

ada diambil secara random sebanyak

170 orang. Kemudian pada masing-masing

murid

yang

terpilih

menjadi samper

diberi pot plastik untuk meletakkan tinja yang disertai dengan pemberian selembar

fuftar

kuesioner yang

berisi

antara

lain:

nama, umur,

jenis

kelamin, penghasilan

dang

tua perbulan, tingkat pendidikan orang

tua,

pekerjaan orang tua, kebiasaan

nremakaialas kaki ketika

bermain,

tempatbuangair besar.

Kuesioner diisi oleh oranS tua atau dibantu oleh guru. Masing-masing pot diberi

nomor sesuai dengan nomor pada kertas kuesioner. Pot plastik yang telah diisi tinja

diserahkan

keesokan

harinya

wda

peneliti. selanjutnya sampel dibawa

ke

laboraforiu m parasitologi FKUA u ntu k di periksa.

3.2.7.

Alat dan Bahan

Pemeriksaan

tinja

dilakukan dengan

cara

pewarnaan langsung,

yaitu

Wwarnaan eosin 2o/o.

(29)

Alatdan Bahan:

l.Y,aca benda

i^f'acatutup

3. Pot plastik

4. Kuesioner 5. Lidi bersih

6.

tarutan

eosin 2o/o

7. Mikroskop

3.2.2.

cara

kerja

larutan

eosin 20,6, dibuat dengan mencampurkan 1

gram

eosin dengan

so

ml

aquadest. Sampel

tinja

diambil seujung

lidi,

kemudian dioleskan

Wfu

kaca krcnda

yang telah ditetesi

1

tetes

larutan

eosin

2%

dan

dicampurkan dengan

rata,

kemudian

ditutup

dengan kaca penutup. Setelah

itu dilihat

di

mikrmkop

dengan

pembesaran 10x10.

Hasil dinyatakan positif bila ditemukan telur cacing tambang, sedangkan hasil

dinyatakan

negatif,

jika

tidak ditemukan

telur

cacing

tambang.

Telur

cacing tambang mempunyai ujung-ujung yang membulat

tumpul

dan selapis

kulit hialin

tipis

yang transparan.

Dan telur

cacing tambang harus dibedakan dengan

telur

Trichostrongilus

yang lebih

besar,

lebih

memaqjang,

dan lebih

banyak

mengandung blastomer ( Harold, 1979).

3.3.

Pengolahan dan Analisa

Data

Hasil

yang

didapat

dihitung

dengan cara tally yang

meliputi

frekuensi infeksi cacing tambang berdasarkan

jenis

kelamin,

umur, tingkat

pendidikan orang fua,
(30)

pekerjaan orang

tua,

kebiasaan memakai alas kaki ketika bermain, tempat buang

air

besar.

Hasil disajikan dalam bentuk tabel-tabel. Kemudian dilakukan

uji

statistik yaitu Chi-Square Test.
(31)

BAB

IV

HASIL PENELITIAhI

Dari penelitianyangtelah dilakukan didapatkan hasil pada tabeldi bawah

ini

: Tabel 1. Frekuensi

infeksi cacingtambangpadamirid sDN

tz

sungai sapih

TELUR CACING TAMBANG POSITIF NEGATIF TOTAL

N 11

r59

170

oh 6,47 93,53

100

Dari tabel

di atas

dapat

dilihat

frekuensi infeksi cacing tambang pada SDN 1Z Sungai Sapih Kec.Kuranji 6,470A. Sedangkan yang tidak terinfeksi adalah I 59 orang [image:31.444.13.404.129.262.2]

(93,53%).

Tabel 2. Frekuensi Infeksi cac_ing-Tambangpada

murid sDN

t2

sungai sapih berdasarkan jenis kelamin

JENIS KELAMIN JUMLAH TELUR CACING TAMBANG

+ %

PEREMPUAN 92 IO 1O,97

LAKI-LAKI 78 1 1,28

JUMLAH 170 11

Dari

tabel

di

atas

terlihat,

bahwa .perempuan

lebih

banyak terinfeksi cacing

tambang dibandingkan dengan

laki-laki, yaitu

dari

gz

orang

anak

perempuan

terinfeksi 10 orang (10,87%), sedangkan dari 78 orang anak

laki-laki

terinfeksi

l

omng (1,280 ). [image:31.444.19.410.406.552.2]
(32)
[image:32.455.26.439.82.251.2]

Tabel 3. Frekuensi Infeksi cacingTambang

padamurid sDN

l2

sungai sapih berdasarkan tempat buang

air

besar

TEMPAT BUANG AIR BESAR JUMLAH

TELUR CACING TAMBANG

+ %

JAMBAN qq 1 3r45

SUNGAI 132 10 7,58

SEMBAMNG TEMPAT

I

0 o

JUMLAH 170 11

Dari tabel 3 terlihat, bahwa dari sampel, didapatkan 732 orang buang

air

besar di zungai dan yang

terinfeksi 10 orang

(7,58%), sedangkan

dari

zg

orang

yang

buang

air

besar

di

jamban terinfeksi 1 orang

(sls%)

dan dafi 9 orang yang buang air besar di sembarang tempat terinfeksi O orang (O%).

Tabel 4. Frekuensi Infeksi.cacing Tambang pada

murid sDN

t2

sungai sapih

berdasarkan kebiasaan memakai alas kaki ketika bermain

MEMAKAI ALAS KAKI JUMLAH

TELUR CACING TAMBANG

+ %

TIDAK BIASA 49 4 8,16

BIASA 121 7 5,79

JUMLAH 170 11

Dari tabel

4

terlihat, bahwa dafi

49

orang yang tidak terbiasa memakai alas kaki ketika bermain terinfeksi

4

omng (8,'t60/o), sedangkan

darj

TZt

oreng yang biasa memakai alas kaki ketika bermain terinfeksi Z orang (S,Zg%). [image:32.455.12.426.421.582.2]
(33)
[image:33.438.18.410.89.289.2]

Tabel 5. Frekuensi Infeksi cacing.Tambangpada

murid sDN

tz

sungai sapih berdasarkan usia (tahun)

USIA JUMLAH

TELUR CACING TAMBANG

+ oa

t-I

19 2 10,53

8-9 52 6 1r,54

10-1 1 51 2 3,92

72-13

48 I 2,o8

JUMLAH

t70

11

Dari

tabel

5 terlihat,

bahwa

frekuensi infeksi cacing tambang

lebih tinggi

pada

interval usia 8-9 tahun yaitu

dari 52

orangyang berad

a

pada interval usia temebut

terinfeksi 6 orang (11,54Yo\. sedangkan usia 6-7 tahun yang berjumlah 1g orang, terinfeksi

2

orang (1O,53o/o),

usia

10-1I

yang

berjumlah

5l

orang, terinfeksi

2

orang

(3r92o/o').

Dan

48

orang yang berusia

lrz-ls

tahun terinfeksi

I

orang

(2,090,6).

(34)
[image:34.443.13.427.80.482.2]

Tabel 6. Frekuensi Infeksi cacing Tambang

padamudd sDN

1z sungai Sapih

berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

TINGKAT PENDIDIKAN

ORANG TUA

JUMLAH

TELUR CACING TAMBANG

+ oa

SD 112 8 7,14

SMTP 37 3 8,11

SMTA 27 0 0

PERGURUAN TINGGI 0 o o

JUMLAH 170

1l

Dari

tabel

6

terlihat bahwa frekuensi infeksi cacing

tambang

pada

tingkat

pendidikan orang tua Sekolah Dasar, yaitu 8 orang yang terinfeksi

dari

1lZ

orang

(7,14o/o\.Dari

37

orang yang

tingkat

pendidikan

orang

tuanya SMTP

terinfeksi

3

orang

(8,11%) dan

dari

27

orang yang

tingkat

pendidikan

orang

tuanya SMTA

terinfeksi

0

orang

(0%).

sedangkan

yang tingkat

pendidikan

orant

tuanya

Perguruan Tinggi adalah O orang(O%).

(35)

Tabel 7. Frekuensi Infeksi

cacing

Tambangpada murid

sDN

12 Sungai sapih

.

berdasarkan pekerjaan omng

tua

PEKERJAAN ORANG TUA JUMLAH

TELUR CACING TAMBANG

+ o/o

PF|ANI '147 7 4,76

PEGAWAI NEGERI 2 0 0

NELAYAN o 0 o

PEDAGANG I1 o o

DLL* 10 4 40

JUMTAH 170

l1

*buruh,

swastarrcpir"A,BRl

Dari tabel 7

di

atas terlihat bahwa infeksi cacing

tambang

pada orangtua dengan

pekerjaan petani yaitu sebanyak T

orang dafi

t4z

sampel (4,26%). Dan

z

orang yang pekerjaan oranS tuanya pegawai negeri terinfeksi O orang (O%). Dan

dari

1l

orang yang pekedaan orang

tuanya

pedagang terinfeksi

0

orang

(0%).

Dari

Io

orang yang pekerjaan orang tuanya

dll

( buruh,

swasta, sopir, ABzu) terinfeksi 4 orang @OoA). [image:35.451.18.427.80.308.2]
(36)

BAB

V

PEMBAIIASAhI

Berdasarkan hasil penelitian

dari

l7o

orang

murid sDN

Iz

sungai Sapih,

1I

orang diantaranya mengalami infeksi cacing tambang ( 6r47o/o).Ternyata dari hasil

,penelitian didapatkan frekuensi

infeksi

cacing tambang

lebih rendah

dafipada

hipotesa yang diajukan (2O%). Hal

ini

mungkin disebabkan telah meningkatnya

pemahaman masyarakat tentang kesehatan. Dan frekuensi

ini juga lebih

rendah

dibandingkan

dengan prevalensi

cacing

tambang

di

Sumbar

,

yaitu

zo-s6% [image:36.454.22.428.345.499.2]

sebagaimanayangyang dikemukakan oleh Emiliana T (1991).

Tabel 8.

Uji

statistik berdasarkan jenis kelamin

TELUR CACING TAMBANG

JENIS KELAMIN

TOTAL

LAKI-LAKI PEREMPUAN

POSITIF 1 10 11

NEGATIF 77 82 159

JUMLAH 78 92 170

Xz = 6142 p)O,OS

Dari

tabel

di

atas

(lihat

tabel

2)

yang didasarkan pada perbedaan

jenis

kelamin,

setelah dilakukan

uji

statistik secara Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%

didapatkan

ptfudaan

yang bermakna antara infeksi cacing tambang dengan jenis

kelamin. Hasil

ini

sama dengan hasil penelitian Rosdiana

(

Iggl).Joesoef (19gO) di

NTT mendapatkan bahwa persentase

infeksi cacing

tambang

lebih

tinggi wda

percmpuan dibandingkan dengan

laki-laki

. Sampai saat

ini

belum ada penelitian
(37)

yang mengungkapkan mengapa frekuensi infeksi cacing tambang lebih

tinggi

pada [image:37.466.25.447.76.271.2]

perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Tabel 9.

Uji

statistik berdasarkan usia ( tahun)

TELUR CACING TAMBANG

USIA CTAHUN)

TOTAL

6-7 8-9 10-1 I 12-13

POSTTIF 2 6 ? 1 11

'

NEGATIF

t7

46 49 47 159

JUMr-A.H 19 52 51 48 170

Xz=4r79 P<O,O5

Dari tabel

di

atas yang didasarkan pada hubungan infeksi cacing tambangdengan

usia anak, setelah dilakukan

uji

statistik ternyata didapatkan perbedaan yang tidak bermakna. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosdiana

(lggz),

bahwa

tidak

ada

hubungan

antara

infeksi cacing

tambang dengan usia

yang

dikenai.

Berdasarkan persentase didapatkanjumlah infeksi yang semakin meningkat sampai

usia 9 tahun. Hal

ini

didukung oleh suatu penelitian yang menyatakan bahwa 90%

anak-anak terinfeksi

cacing

tambang pada

usia

9

tahun

(

Richard

dan

Victor,

1992).

Tabel 10.

Uji

statistik berdasarkan kebiasaan memakai alas kaki ketika bermain

TELUR CACING TAMBANG

MEMAKAI ALAS KAKI

TOTAL

TIDAK BIASA BIASA

POSITIF 4 7 11

NEGATIF 45 714 159

JUMLAH 49 '12'l 170

Xz=O,33

24

[image:37.466.25.448.526.680.2]
(38)

Dati tah,l

di

atas setelah dilakukan

uji

statistik dengan derajat kepercayaan 95%

ternyata didapatkan perbedaanyang tidak

b,rmakaa

antaru infeksi cacing tambang

dengan kebiasaan memakai alas kaki ketika bermain. Hal

ini

mungkin

saja terjadi, karena

di

dalam kuesioner hanya dinyatakan kebiasaan memakai alas

kaki

ketika

bermain

saja. Sedangkan sebagian besar

orang

tua

subjek penelitian

bekeqja

sebagai petani, sehingga tidak

tertutup

kemungkinan anak-anak terinfeksi cacing

tambang ketika membantu orang tuanya ke sawah atau ke kebun.

Tabel 1 1.

Uji

statistik berdasarkan pekerjaan orang tua

TELUR CACING TAMBANG

PEKERJAAN ORANG TUA

TOTAL

FT PN NL PD DLL*

POSITIF 7 o 0 o 4 I1

NEGATIF 140 2 o

I1

6 159

JUMLAH 747 2 o 11 10 170

*buruhrswasta,sopir ABRI Kelerang,an: Pf=Pelani

PN=I'egawai Negeri NL=Nelayan pD=pedagang

X2=2O,OG p)O,O5

Dari tabel 1 1 setelah dilakukan

uji

statistik Chi-Square dengan derajatkepercayaan

95Yo didapatkan adanya prbedaan yang bermakna antara infeksi cacing tambang dengan pekerjaan

orang tua.

Umumnya pekerj aan orang

tua

subjek penelitian

adalah petani. Jadi besar kemungkinan subjek terinfeksi

cacing

tambang ketika

membantu orang tuanya ke sawah atau ke kebun.

[image:38.471.21.459.255.486.2]
(39)

TELUR CACING TAMBANG

TINGKAT PENDIDIKAN ORANG

TUA

TOTAL

SD SMTP SMTA PT

POSITIF 8 3 o 0 11

NEGATIF 104 34 21 0 159

JUMLAH 112 37 21 o 170

Tabel

12.uji

statistik berdasarkan Tingkat pendidikan

orangtua

Xz=l17 p30,05

Keterangan: PT=Pergu ruan f inggi

Dari tabel 12 setelah dilakukan

uji

statistik ternyata didapatkan perbedaan yang

tidak

bermakna antara frekuensi

infeksi cacing

tambang dengan

tingkat pendidikan orang tua.

Jadi

dalam penelitian

ini

didapatkan

tidak

ada hubungan antata infeksi cacing tambang dengan tingkat pendidikan orang tua, sebagaimana yang dikemukakan oleh Djohar

(1985).

Pada kenyataannya, frekuensi terjadinya suatu penyakit pada anak berbanding

terbalik

dengan

tingkat

pendidikan orang

tua, tetapi pengetahuan tentang kesehatan tidaklah harus selalu didapatkanmelalui

jenjang pendidikan. Hendles

(1937)

dalam salah satu catatannya mengemukakan

hubungan

antara

infeksi

parasit usus, sanitasi,

pendidikan

dan keadaan

sosio-ekonomi adalah sebagai

lingkaran

setan.

Agar tidak berlanjut,

maka sekurang-kurangnya salah

satu mata rantai lingkaran

tersebut

harus diputus

(

Depary,

1985).

[image:39.465.21.435.53.255.2]
(40)

Tabel 13.

Uji

statistik berdasarkan Tempat buang

air

besar

TELUR CACING TAMBANG

TEMPAT BUANG AIRBESAR

TOTAL

JAMBAN SUNGAI SEMBARANG

TEMPAT

POSITIF I 10 o 11

NEGATIF 28 722

I

159

JUMLAH 29 132 9 170

X2=1,32 p30,05

Dari

uji

statistik yang didasarkan pada hubungan antara frekuensi infeksi cacing

tambang dengan tempat buang

air

besar, ternyata didapatkan perbedaan yang tidak bermakna. Jadi tidak ada hubungan antara tempat buang

air

besar dengan

infeksi

cacing

tambang.

Hal

ini

sesuai dengan

hasil

penelitian Eddy

dkk.(Iggg)

pada mufid SD di desa Telaga Bati. Jadi anak-anak terinfeksi cacing tambang bukan didasarkan pada tempat buang air besarnya. [image:40.463.28.445.67.240.2]
(41)

BAB

VI

I(ESIMPUIJ\N

DAhI SARAI{

6.1.

Kesimpulan

Dari hasil

penelitian pada

murid SDN 12

Sungai Sapih Kotamadya Padang

dapat disimpulkan :

1. Frekuensi infeksi cacing tambang pada SDN 12 Sungai Sapih Kec.Kuranji Kodya

Padangadalah 6,470/o.

2.

Infeksi pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak

laki-laki,

setelah

dilakukan

uji

statistik

didapatkan perbedaan

yanS bermakna

pada

hubungan frekuensi infeksi cacing tambangdengan jenis kelamin.

3.

Adanya perbedaan yang bermakna dalam hubungan frekuensi infeksi cacing

tambang dengan pekerjaan orang tua.

4.

Tingkat pendidikan orang tua dan sanitasi lingkungan masih kurang.

6.2.

Saran

Frekuensi infeksi cacing tambang pada SDN 12 Sungai Sapih adalah 617%. Tetapi walaupun demikian anak-anak yang telah terinfeksi

ini

sebaiknya diobati.

Karena mereka adalah sumber penularan bagi lingkungan sekitarnya.

Perlu

diadakan penyuluhan

tentang

kesehatan,

terutama

mengenai

pencegahan

terhadap

infeksi

Soil

Transmitted

Helminth, khususnya

cacing

tambang.

(42)

DAI|TAR PUSTfi.KA

Annes

A. dkk.(1994)."

Investasi Cacing Usus Pada Anak Balita

di

Desa Binaan

unqn-d_ Kam_pus Limau

Manis

Kelurahan Kapalo Koto Kec.pauh Kodya padang,,,

Majalah Kedokteran Andalas vol 18 No.1&2.

A.B.Wardoyo (1986)." Infeksi Cacing Usus Pada Anak SD

di

Desa Matahoi,Uatolari, Timor Timur", Medika No.6, hal 503.

Azwin L. dkk. (1985)." Gambaran Cacing Usus Pada Anak SD

di

Kotamadya Tebing

Tinggi Deli", Medika No.6, hal 528.

A.A.Depary.(l985)."

Soil Transmitted Helminthiasis, Penularan, Patogenesis dan

Masalah Pemberantasannya", Medika No.IO, hal 1000,10O2.

Djohar

I,

Rosdiana S, S.Djohar, Surya

M.N. (1989)."

parasit-parasit Usus pada

Penduduk

di

Tatusan

Kabupaten

Pesisir Selatan

Sumbar",

I^aboratorium

Parasitologi FK Unand.

Djohar

-1.

(1985)."

Prevalensi Protozoa Intestinal Pada

Anak SD

di

Kotamadya

Padang", Laborutorium Parasitologi FK Unand.

Djohar

I.(1990)."

Prevalensi dan Beratnya Infeksi Cacing Tambang Pada lQryawan dan Keluarga PN.Batubara

Unit

Produksi Sawahlunto Sumbar",

Labtatorium

FK

Unand.

Elmer R.N., Glenn A.N.

(1989)."

Parasitologi, Biologi parasit Hewan", Edisi Kelima,

Penerbit: Gajah Mada University Pr€ss, Yogyakarta.

Ernest C.F, Paul F.r.

(1964)."

Clinical Parasitology", Edisi Ketujuh, Penerbit :Ir..a &

Flebiger Philadelphia, USA.

Emiliana

T. (1991)."

Penelitian Soil Transmitted Helminth

di

Indonesia", Cermin Dunia Kedokteran No.72,

hal12.

Eddy H, Ida Bagus P.W., Ida Bagus N.B, Ketut

N (1988)."

Prevalensi Infeksi Cacing Usus Yang Ditularkan Melalui

thnah

Pada

Murid

SD

di

Desa Telaga Bali",

Mediki

No.8.

George

c.s.(

1951)." Disease

of

the Tropics". Penerbit : Appleton century crzfts. Harold

w.B.(

1979)." Dasar Parasitologi

Klinik",

Penerbit :

pr

Gramedia,Jakarta.

Hunter,

Swartzwelder

(1995)."

Tropical Medicine,

Diagnostik

Parasitolqgi

Kedokteran", Penerbit: EGC, Jakarta.

Lynne S.G, David A.B.(1996)." Diagnostik Parasitolqgi Kedokteran",Penerbit : Buku Kedokteran EGC, Jakafta, hal 1 52,1 53.

(43)

Richard E.B.,Victor C.V.(1992)." Ilmu Kesehatan Anak',, bagian II, Edisi 12,Cetakan

I, Penerbit: Buku Kedokteran EGC,Jakarta.

!ukar.n9

s,_s.ardjono

o.s.

(1995)."

Farmakologi

dan

Terapi,,,

Edisi

keempat,

Penerbit: Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Rosdiana S.

(1992)."

Prevalensi Cacing Tambang Pada

Murid

SD

pasir

lendang

Kodya Padang", Laboratorium Parasitologi FK Unand.

Rosdiana S.

(1992)."

Prevalensi Soil Transmitted Helminth pada

Murid

SD pasir Jambak Kodya Padang", Laboratorium Parusitologi FK Unand.

Stanford T._f.,

John

P.P,

Herbert M.S.(1994)."

Dasar

Biolqgi

&

Klinis

penyakit Infeksi", Edisi Keempat, Cetakan

I,

penerbit

:

Gadjah Mada University rress, hal 341.

Srisasi

G.(1992)."

Parasitologi Kedokterun",

Edisi kedua, Balai penerbit

FKUI, Jakarta.

Suwarni, Eko R, Harijani

A.M.(l99O)."

Parasit Usus Pada Balita penderita Diare

di

Kabupaten Pandeglang

dan lhbupaten Kuningan",

cermin Dunja

Kedokteran

No.86, 1993,

hal24.

suwarni,

Purnomo,

Herry

D.1., Harajani

A.M.(1ggo)."

penelitian parasit usus di

Sungai Ciliwung ", Cermin Dunia Kedokteran No.7Z, hal 5,13.

T.u.I"*ryn_gan,

I.R.Laurentz.(

1995)."

penyakit Infeksi

Tropik

pada

Anak", Cetakan kedua, Penerbit: Buku Kedokteran EGC,Jakarta.
(44)

KUESIONER

Nomor

botol

:

1.

Nama

:

2.

Kelas

'.

3.

Tanggal

lahir

:

4.

Jenis

kelamin

:

5.

Anak ke... ..dari.. ... bersaudara

6.

Alamat

:

7.

Pekerjaan orang tua

a.

Petani

c. Nelayan

b.

Pegawai

Negeri

d. Pedagang

c. Dll,

sebutkan... ... 8. Penghasilan orang tua sebulan

a.

<

Rp.100.000,-

b. >

Rp.100.000,-9.

Pendidikan orang tua terakhir

a.

SD

b.

SMTP

c.

SMTA

d, Perguruan tinggr

10. Tempat buang air besar

a. Jambang

keluarga

c. di

pekarangan

e. sembarang tempat

b.

Sungai

d. pinggir

pantai

f.

Dll,

sebutkan... 11. Kebiasaan waktu bermain

a. memakai

terompah

c. tanpa alas kaki

b. pakai sepatu

12. Kebiasaan memakan sayuran mentatr/sayuran yang belum dimasak

a.

sering

b.

jarang

c. jarang sekali

13. Kebiasaan menggunting lcuku

a. satu kali

seminggu

c. satu

kali

sebulan

b.

satu kali dua

minggu

d.

Dll,

sebutkan...

14. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan

(45)

RIWAYAT HIDUP

A.

ldentitas

Nama

: LYDIA

ASWATI

TempaU tanggal

lahir

: Padang/ 19

Juli

1974

Agama

:

lslam

Penulis

adalah

anak

kedua

dari

empat

bersaudara,

dari

pasangan

M.Gaus, S.H. ( ayahanda) dan Biwitri Bachtiar, S.H. (ibunda).

B. Pendidikan

r

SD Santa

Agnes

Padang, tamat

tahun

1986.

r

SMPN

2

Padang, tamat

tahun

1989.

r

SMAN

2

Padang, tamat

tahun

1992.

r

Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas,

masuk

tahun

1992

dan

masih

Gambar

Gambar 1 : Siklus Hidup CacingTambang
Tabel 1. Frekuensi infeksi cacingtambangpadamirid sDN tz sungai sapih
Tabel 3. Frekuensi Infeksi cacingTambang padamurid sDN l2 sungai sapihberdasarkan tempat buang air besar
Tabel 5. Frekuensi Infeksi cacing.Tambangpada murid sDN tz sungai sapihberdasarkan usia (tahun)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Tenaga Listrik, sebagai bidang yang berkembang dan banyak menerapkan metode komputasi, tentunya menjadi bidang yang cukup terbuka terhadap suatu metoda

Dimensi Kognitif dan Dimensi Kognitif dan Bentuk Pengetahuan Bentuk Pengetahuan semua KD-3 dalam semua KD-3 dalam Mata Pelajaran Mata Pelajaran     Ketercapaian  

“ Bagaimana dengan tindakan melaporkan pada shelter/pihak yang berwajib?” “ Sampai detik ini aku gak ada niat melaporkan semasa itu dalam koridor kewajaran kak.”.. Saat itu

Berdasarkan perhitungan nilai biomassa dan estimasi karbon tersimpan vegetasi mangrove di lokasi penelitian (Tabel 3), nilai setiap spesies mangrove memiliki

Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap peningkatan alokasi anggaran belanja

Namun dalam pembahasannya, pada dasarnya semua buku menjelaskan hanya sebatas gambaran umum saja tentang pengkodifikasian hadis, belum ada buku yang secara khusus

Beberapa komponen mungkin dapat ditentukan harganya secara sederhana, karena perangcang tidak memahami kemampuan dasar biaya, dan batasan-batasan proses produksi. Untuk

Pengembangan pemasaran jasa bimbingan belajar menggunakan analisa SWOT, adalah suatu cara yang berguna dalam menguji kondisi lingkungan tentang program baru yang