• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN. Kluster Penelitian PENELITIAN TERAPAN KAJIAN STRATEGIS NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN. Kluster Penelitian PENELITIAN TERAPAN KAJIAN STRATEGIS NASIONAL"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

Kluster Penelitian

PENELITIAN TERAPAN KAJIAN STRATEGIS NASIONAL

PENGEMBANGAN LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG LGBT

Oleh:

1. Dra. Nurfarida Deliani, M.Pd. (Ketua Tim) 2. Dr. Abdurrahman, MA. (Anggota)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG 2019

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Fenomena LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) saat ini telah berkembang di dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Indonesia dengan kebudayaan timurnya masih menganggap bahwa kaum LGBT merupakan orang-orang yang menyimpang, sehingga kaum LGBT ini masih ragu untuk membuka diri mereka kepada masyarakat. Sebagian besar kaum LGBT mempresentasikan dirinya sebagai masyarakat heteroseksual, hal ini dilakukan agar kaum LGBT dapat bergaul secara nyaman dalam melakukan berbagai aktifitas sosial bermasyarakat.

Presentasi diri sebagai heteroseksual membuat masyarakat tidak menyadari secara jelas bahwa keberadaan kaum LGBT yang sebenarnya dekat dengan lingkungan kita sehari-hari. Selain karena faktor budaya, faktor agama juga menjadi alasan bagi kelompok LGBT untuk menutup jati dirinya dalam bermasyarakat. Salah satu dari kaum LGBT yang sangat jarang diketahui keberadaannya adalah kaum lesbian dan gay . Lesbian dan gay merupakan individu-individu yang termasuk pada kategori homoseksual. Homoseksual merupakan hubungan intim yang dibina oleh individu sesama jenis kelamin dengan kondisi ada yang berperan sebagai laki-laki dan ada yang berperan sebagai perempuan (Sarwono, 2012).

Setiap individu memiliki berbagai jenis budaya, yang di dalamnya terdapat norma. Individu memiliki norma agar kehidupannya terarah. Namun lain hal dengan lesbian dan gay merupakan perilaku abnormal dan melanggar norma.

Suatu perilaku dikatakan abnormal jika menyimpang dari standar tingkah laku atau norma sosial yang berlaku (Nevid, Rathur & Greene, 2005).

Berdasarkan observasi awal yang telah peneliti lakukan terhadap beberapa siswa sangat sulit mengidentifikasi LGBT. Responden tersebut menyatakan bahwa seseorang laki-laki yang berpenampilan macho, maskulin, dan juga playboy, tidak bisa dijamin bahwa dia adalah heteroseksual sejati. Sebaliknya,

(3)

laki-laki yang memiliki sifat lemah lembut, gemulai, belum tentu merupakan seorang homoseksual. Hal ini membuktikan bahwa seorang yang memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis tidak bisa dilihat dari cara mereka berpenampilan dan juga tingkah laku mereka saja.

Salah satu cara meningkatkan pemahaman siswa dalam hal ini adalalah dengan memberikan layanan informasi tentang LGBT. Layanan informasi bertujuan agar peserta layanan informasi menguasai informasi tertentu yang berguna untuk keperluan hidupnya sehari-hari (dalam rangka effective daily living) dan perkembangan dirinya. Pemberian layanan informasi dilakukan melalui proses pembelajaran di lingkungan pendidikan. Berkaitan dengan pembelajaran, Sardiman (2012) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran ada tiga, yaitu (1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2) penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan sikap.

Secara khusus tujuan layanan informasi terkait dengan fungsi-fungsi konseling yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pengembangan dan pemeliharaan (Lestari, 2015) Pendapat yang sama juga dikemukakan Firman, Karneli, & Hariko (2016), bahwa layanan informasi bertujuan agar individu mengetahui dan menguasai informasi serta dimanfaatkan untuk keperluan hidup dan perkembangan dirinya. Selain itu, apabila merujuk kepada fungsi pemahaman, layanan informasi bertujuan agar individu memahami berbagai informasi dengan seluk-beluknya.

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, bawa minimnya pemahaman siswa tentang LGBT, sehingga menyebabkan dampak negatif, dari fenomena tersebut hal ini sangat menarik untuk diteliti, oleh karena itu diajukanlah penelitian dengan judul “Pengembangan Layanan Informasi Untuk Meningkatkan Pemahaman siswa tentang LGBT”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

(4)

1. Apakah rumuskan model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT layak secara isi untuk digunakan oleh konselor MAN?

2. Apakah rumusan model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT layak pakai untuk digunakan oleh konselor MAN?

3. Apakah layanan informasi efektif digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Merumuskan model model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT layak secara isi untuk digunakan oleh konselor MAN.

2. Mendeskripsikan tingkat keterpakaian model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT layak secara isi untuk digunakan oleh konselor MAN.

3. Menguji efektivitas model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT.

D. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari terlaksananya penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah khasanah pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling, khususnya di bidang pencegahan terhadap LGBT di usia siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap bimbingan dan konseling dan Menambah pengetahuan mengenai layanan informasi dan LGBT bagi pembaca.

(5)

BAB II

KAJIAN TEORITIS A. Perilaku Lesbian dan Gay

Pada perkembangan identitas seksual manusia terdapat tiga jenis orientasi seksual, yaitu (1) homoseksual, merupakan ketertarikan seksual terhadap sesama jenis, (2) heteroseksual, merupakan ketertarikan seksual terhadap lawan jenis dan (3) biseksual, merupakan ketertarikan seksual pada sesama jenis dan lawan jenis (Wedhanti & Fridari, 2014)

Konsep LGBT lahir ketika terjadi revolusi seksual tahun 1960 dan berkembang pada tahun 1990-an. Di Indonesia identitas seksual berupa homoseksual muncul pada awal abad 20 (Dede Oetomo dan Khanis Suvianita, 2013). LGBT merupakan suatu perilaku yang menyimpang dari hakikat manusia. Manusia diciptakan dengan berbagai macam bentuk dan budaya, yang di dalamnya terdapat norma. Setiap individu memiliki norma agar kehidupannya terarah. Namun lain hal dengan LGBT yang merupakan perilaku abnormal dan melanggar norma. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nevid, Rathur & Greene (2003), suatu perilaku dikatakan abnormal jika menyimpang dari standar tingkah laku atau norma sosial yang berlaku.

Davison, Neale & Kring (2004) juga mengemukakan perilaku yang abnormal ditandai dengan adanya pelanggaran norma sosial dan penyebab orang yang mengamatinya merasa terancam dan cemas. Keberadaan orang dalam kelompok LGBT membuat individu tertentu merasa khawatir dan berusaha menjauhi mereka. Roger mengemukakan pengalaman kehidupan yang tidak selaras dengan struktur self dapat membuat individu

(6)

mengembangkan diri ke arah yang menyimpang dari kenyataan atau realitas (Suryabrata, 2012). Dengan demikian, LBGT merupakan perilaku abnormal yang disebabkan oleh pengalaman yang menimbulkan disfungsi dan interpretasi yang salah.

1. Pengertian Lesbian dan Gay

Lesbian dan gay merupakan individu-individu yang termasuk pada kategori homoseksual. Homoseksual merupakan hubungan intim yang dibina oleh individu sesama jenis kelamin dengan kondisi ada yang berperan sebagai laki-laki dan ada yang berperan sebagai perempuan (Sarwono, 2012).

Setiap individu memiliki berbagai jenis budaya, yang di dalamnya terdapat norma. Individu memiliki norma agar kehidupannya terarah.

Namun lain hal dengan lesbian dan gay merupakan perilaku abnormal dan melanggar norma. Suatu perilaku dikatakan abnormal jika menyimpang dari standar tingkah laku atau norma sosial yang berlaku (Nevid, Rathur &

Greene, 2005).

b. Ciri-ciri Perilaku Lesbian dan Gay 1) Lesbian

Homoseksual di kalangan wanita disebut dengan lesbian.

Lesbian mencintai atau merasakan rangsangan seksual dengan perempuan (Sugono, 2008). Salah satu masalah yang utama dialami lesbian adalah masalah penerimaan diri akan identitas seksual (Sunhiyah, 2014). Lesbian yang memiliki masalah penerimaan diri akan

(7)

orientasi seksualnya, mengalami tekanan dan rasa ketakutan yang kuat akan diketahui oleh orangtuanya.

siswa yang lesbian memiliki ciri-ciri psikologis, yaitu menolak untuk buang air kecil dengan cara duduk, yakin bahwa penis akan tumbuh, merasa tidak suka dengan payudara yang membesar dan menstruasi, merasa benci atau tidak suka terhadap pakaian perempuan yang konvensional (Davison, Neale & Kring, 2004). Wanita yang lesbian tidak menerima secara psikologis karakteristik perilaku atau keadaan fisik yang ada pada dirinya.

2) Gay

Gay merupakan laki-laki yang memiliki arah ketertarikan secara fisik dan psikologis kepada pria. Gay memiliki penampilan sedikit berbeda dari laki-laki sejati dan mempunyai tanda khusus atau cirri tertentu yang hanya bisa diketahui oleh kelompoknya atau orang-orang tertentu saja (Junaidi, 2012).

Beberapa ciri-ciri kaum gay untuk menunjukkan jati dirinya, di antaranya memakai anting di telinga kanan, sapu tangan di kantong belakang, rantai, menyukai pakaian ketat, warna busana sering mencolok, gaya bicara cenderung feminim, tubuh atau tangannya liuk melambai, perhiasan yang dikenakan cenderung ramai. Umumnya tertarik pada aktivitas yang biasa dilakukan wanita, gayanya kemayu, gerakannya gemulai, pakaiannya necis dan wangi (Junaidi, 2012).

(8)

Fauziah (2014) mengemukakan Komunitas gay mencari laki- laki sebagai pasangannya dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Berwajah feminim dan dinilai memiliki karakter yang tidak kasar b) Pria dengan wajah seperti perempuan untuk diposisikan sebagai

wanita saat berduaan

c) Laki-laki dari keluarga yang broken home atau lemah pengontrolannya

d) Laki-laki dengan gaya berjalan agak membungkuk (jangkung) e) Laki-laki lugu yang dapat dikendalikan dalam aktivitas seksual atau

pola hidup sehari-hari

c. Faktor Penyebab Perilaku Lesbian dan Gay

Penyimpangan perilaku seksual di Indonesia dipengaruhi oleh dinamika penduduk, perkembangan ekonomi, industrialisasi, dan apresiasi masyarakat melalui media (Burlian, 2016). Perilaku seksualitas semakin terbuka di tengah masyarakat akibat ekonomi liberal industrialisasi dan modernisasi. Perilaku seks yang semula bersifat privat dan sakral berubah menjadi perbincangan publik.

Terdapat beberapa faktor sosial yang menyebabkan individu melakukan penyimpangan, baik berasal dari diri individu maupun lingkungannya. Davison, Neale & Kring (2004) menjelaskan gangguan identitas gender disebabkan oleh perilaku lintas gender pada mula masa kanak-kanak, seperti berpakaian lawan jenis dan bermain dengan lawan

(9)

jenis saja. Perlakuan orang sekitar yang salah berdampak terhadap perkembangan kepribadian anak.

Faktor lingkungan yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan identitas gender atau identitas seksual, yaitu pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan atau sebaliknya, pada masa siswa atau dewasa mengalami kekecewaan atau trauma pergaulan seks dengan pasangan (Sari, 2016).

Roger mengemukakan pengalaman kehidupan yang tidak selaras dengan struktur self dapat membuat individu mengembangkan diri ke arah yang menyimpang dari keadaan yang seharusnya (Suryabrata, 2012).

Lesbian dan gay merupakan perilaku menyimpang yang disebabkan oleh pengalaman kehidupan yang menimbulkan disfungsi dan interpretasi yang salah. Hubungan ini berkemungkinan terjadi karena penerimaan diri yang salah atau sikap yang ditampilkan oleh individu menimbulkan ketertarikan mendalam bagi individu sesama jenisnya.

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang ditemukan oleh Fridel dan Zucker orangtua yang memperlakuan anak berbeda dari jenis kelaminnya memberikan kontribusi perkembangan identitas gender anak dan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap perlakuan orangtua semacam itu adalah daya tarik si anak (Davison, Neale & Kring 2004).

Dengan demikian salah satu penyebab individu menjadi lesbian dan gay,

(10)

yaitu perlakuan orang sekitar yang tidak sesuai dengan identitas gendernya secara fisik.

Miron dan Miron (2002) mengemukakan lesbian dan gay merupakan orang yang bermasalah dan tidak bahagia karena mereka menemukan orientasi seksual sendiri setelah mempelajari kata-kata negatif. Dengan demikian salah satu penyebab seseorang menjadi lesbian dan gay adalah pandangan negatif yang dimilikinya.

Freud menemukan beberapa faktor kenapa seseorang memilih untuk terlibat dalam aktivitas seksual komunitas lesbian dan gay sebagai berikut (Dawam, 2003).

1) Faktor Prinsip Hidup. Menurut Frued, setiap manusia memiliki dua prinsip, mati dan hidup (dead and life). Prinsip dead merupakan prinsip yang cenderung merusak dan agresif. Sedangkan prinsip life adalah prinsip manusia untuk mempertahankan diri dan mengembangkan kepribadiannya di dalam realitas kehidupan. Prinsip life cenderung terarah kepada pemuasan libido. Dalam hal ini libido adalah satu-satunya energi dasar kehidupan manusia dalam mencari kelezatan dan kesenangan hidup tanpa melihat norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2) Faktor Lingkungan. Berkenaan dengan hal ini, Freud memegang prinsip determinisme psikologis, yaitu setiap manusia telah menentukan sebelumnya untuk hidup di sebuah lingkungan tertentu. Dalam kaitannya dengan lesbian dan gay, faktor lingkungan menjadi alasan kenapa

(11)

seseorang menentukan pilihan untuk lerlibat dalam komunitas lesbian dan gay. Perlakuan kurang simpatik, kekerasan dari lawan jenis, pemondokan sesama jenis, dan perlakuan tidak senonoh lainnya merupakan indikator-indikator lingkungan yang menentukan seseorang untuk bergabung ke dalam komunitas LGBT.

3) Faktor Kebebasan Seksual (Free Sex) pada titik tertentu akan mendorong seseorang untuk mencari kepuasan seks dari gaya dan varian seks lainnya, atau terlibat dalam aktivitas seksual seperti yang dilakukan oleh komunitas LGBT.

4) Faktor Genetik Perkembangan biologi molekuler dan genetika memberi warna baru dalam memahami eksistensi manusia. Saat ini, semua yang menyangkut dengan kepribadian dan historisitas keturunan manusia bisa ditinjau dari aspek genetik, lebih spesifiknya DNA. Melalui DNA kita bisa memahami sifat-sifat seseorang. Sebut saja, berani, lembut, panakut, pemalu, terbuka, tertutup, emosional dan sebagainya. Melalui DNA juga kita bisa memahami kecenderungan seseorang untuk bersifat setengah laki-laki dan setengah perempuan yang berimplikasi kepada kesulitan seseorang untuk menentukan jenis kelaminnya. Dengan demikian, kita bisa memahami bahwa kecenderungan seseorang untuk masuk ke dalam komunitas LGBT bisa disebabkan oleh faktor genetik.

5) Faktor Hormon Dalam ilmu biologi disebutkan bahwa sifat maskulin dan feminin sangat ditentukan oleh hormon testosteron dan progesteron.

Kelebihan kadar hormon testosteron misalnya, menentukan seorang

(12)

lelaki untuk menyukai lawan jenis (wanita). Jika sebaliknya, ia akan menyukai sesama jenis (laki-laki). Begitu juga sebaliknya dengan perempuan.

6) Faktor Ketidakpuasan Seks Dengan Pasangan Ketidakharmonisan hubungan seksual suami istri menjadi salah satu faktor kenapa seseorang mengalihkan orientasi seksualnya seperti aktivitas seksual yang dilakukan oleh kaum LGBT.

d. Dampak Perilaku Lesbian dan Gay

Perilaku lesbian dan gay dipandang rendah oleh masyarakat. Pelaku lesbian dan gay mendapat cemooh, hinaan atau diasingkan dari lingkungan masyarakat. Mereka dianggap manusia yang tidak bermoral, meresahkan dan mencemarkan nama baik daerah asal atau tempat tinggal. Dipandang dari segi pendidikan, lesbian dan gay merupakan kegiatan yang demoralisasi (Burlian, 2016).

Penyimpangan perilaku ini dapat menularkan penyakit kelamin dan kandungan yang berbahaya, merusak tatanan kehidupan keluarga yang sebagaimana mestinya, memberikan pengaruh demoralisasi pada lingkungan khususnya anak siswa, mengaburkan nilai-nilai moral, susila, hukum dan agama serta menyebabkan disfungsi seksual (Burlian, 2016).

e. Upaya Pencegahan Perilaku Lesbian dan Gay 1) Pencegahan

Lesbian dan gay harus dicegah sebelum menambah jumlah pelaku dan korban dari perlakuan seks yang menyimpang. Semakin

(13)

banyaknya pornografi penyebaran lesbian dan gay tersebut jika tidak dicegah akan menimbulkan efek penyebaran lesbian dan gay yang cepat. Untuk mencegah hal tersebut, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

a) Pencegahan oleh negara

Negara telah menetapkan pencegahan penyimpangan orientasi seksual dan menjelaskannya dalam Undang-undang No.

44 tahun 2008 tentang pornografi dan telah memasukkan istilah

“persenggamaan yang menyimpang” sebagai salah satu unsur pornografi, seperti persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian, dan homoseksual. Dalam pencegahan penyimpangan lesbian dan gay melalui praktik adopsi anak, negara juga telah mengantisipasi motif perbuatan tersebut melalui Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2007 tentang Adopsi yang secara tegas menetapkan bahwa orang tua yang mengadopsi tidak boleh pasangan homoseksual. Demikian pula adopsi oleh orang yang belum menikah tidak diperkenankan.

b) Pencegahan dengan pendidikan seks

Upaya pencegahan penularan perilaku lesbian dan gay, dapat dilakukan dengan menciptakan ketahanan keluarga, keharmonisan di tengah keluarga, pola asuh yang tepat, dan pemberian pendidikan yang baik menjadi penting (Yudiyanto, 2016). Pendidikan seks dalam mencegah lesbian dan gay terutama

(14)

sekali diberikan oleh orangtua.Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2012) bahwa pendidikan seks hendaknya diberikan dan dimulai dari lingkungan keluarga, karena pendidikan seks ini merupakan bagian dari pendidikan keluarga.Menurut Holmes &

Himle (2014) orangtua menjadi sumber pendidikan seks utama bagi siswa dan pendidikan seks disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Pendidikan seks untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab diri atas nilai seks biologis, gender dan orientasi gender menjadi penting untuk diberikan kepada anak dan siswa.

c) Pencegahan dengan meningkatkan nilai religiusitas siswa

Faktor agama berpengaruh juga untuk mempertahankan diri dari tindakan lesbian dan gay. Bondyopadhyay (2011) berpendapat bahwa faktor agama berperan kuat dalam menentukan situasi sosial dan politik seperti situasi lesbian dan gay di Asia Selatan karena seringkali norma berasal dari sumber religius yang mempengaruhi perilaku orang dalam hal intim seperti seksualitas.

Beberapa cara dalam mencegah lesbian dan gay mulai dari peran diri sendiri secara Islamiah hingga peran pemerintah. Sangat penting adanya kolaborasi yang aktif antara kesadaran diri, islamiah dan pemerintah serta beberapa kelompok atau individu yang sangat berperan.

2) Pengentasan Lesbian dan Gay a) Segi hukum

(15)

Negara mengatur masyarakatnya dengan konsekuensi hukum. Bondyopadhyay (2011) mengungkapkananalisis sistem hukum di negara-negara Asia Selatan terhadap masalah homoseksualitas danatau perlakuan terhadap lesbian dan gay termasuk dalam hukum pidana.

Perbuatan zina dilarang dengan hukuman tertentu dalam suatu negera. Secara teknis merupakan pelarangan melawan 'zina', yaitu segala bentuk perzinahan, atau hubungan seksual di luar perkawinan yang sah, telah meningkatkan cakupan hukuman yang dapat dijatuhkan untuk perilaku homoseksual dan lesbian secara maksimal hidup di penjara sampai mati.

b) Pengentasan oleh Agama

Semua agama melarang adanya lesbian dan gay termasuk Islam. Musti’ah (2016) menjelaskan bahwa Islam telah mengharamkan zina, gay, lesbian dan penyimpangan seks lainnya serta ada sanksi bagi pelakunya seperti dibunuh baik pelaku maupun obyek jika sudah baligh, dirajam bagi yang sudah menikah, dicambuk bagi yang belum menikah, diasingkan, penyuluhan atau terapi psikologis. Karena apabila tidak diberlakukan sanksi di dunia maka akan diberlakukan sanksi di akhirat (Yudiyanto, 2016). Sanksi dalam Islam terhadap pelaku lesbian dan gay untuk mencegah melakukan dosa dan mengobati para pelaku juga korban serta dapat menggugurkan sanksi akhirat.

(16)

c) Pengentasan oleh Psikolog

Psikolog mengadakan bantuan terapi pada korban dan pelaku lesbian dan gay. Perilaku lesbian dan gay dapat disembuhkan dengan terapi psikologis untuk mereka yang terpengaruh karena lingkungan dan terapi hormonal di rumah sakit untuk mereka yang mengalami karena faktor hormon (Harahap, 2016). Para psikolog berpendapat bahwa perilaku lesbian dan gay dapat dikurangi atau dihilangkan dengan terapi yang dilakukannya. Pengentasan dapat juga dilakukan dengan merekonstruksi identitas diri yang dihubungkan dengan konteks sosio-budaya (Sala & De la Mata Benítez, 2017).

B. Layanan Informasi

Informasi diperlukan bagi setiap individu, mengingat kegunaan informasi sebagai acuan untuk bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pertimbangan bagi arah perkembangan diri dan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kegunaan informasi tersebut terkait pula dengan adanya kesempatan di masyarakat, baik di masyarakat yang lebih luas maupun masyarakat global. Tanpa informasi yang cukup, individu tidak akan mampu mengisi kesempatan itu (Lestari, 2015).

Layanan informasi berusaha memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka perlukan. Dalam layanan ini, siswa sebagai penerima layanan disampaikan berbagai informasi, informasi itu

(17)

kemudian diolah dan digunakan untuk kepentingan hidup dan perkembangannya. Layanan informasi diselenggarakan oleh Guru BK/Konselor di sekolah dan diikuti oleh siswa.

a. Pengertian Layanan Informasi

Layanan informasi adalah salah satu jenis layanan dalam BK untuk membantu siswa menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir atau jabatan, dan pendidikan lanjutan secara terarah, objektif dan bijak (Prayitno & Amti, 2015).

Layanan informasi merupakan layanan Bimbingan dan Konseling (BK) yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pemahaman dan menerima gambaran tentang suatu keputusan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan (Prayitno, 2012) yang menyatakan bahwa layanan informasi bermaksud memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (Winkel &

Hastuti, 2010) yang menjelaskan layanan informasi diadakan untuk membekali siswa dengan pengetahuan tentang data dan fakta di bidang pendidikan, pekerjaan, perkembangan diri dan sosial, supaya mereka belajar tentang lingkungan dan lebih mampu mengatur dan merencanakan kehidupan sendiri.

(18)

Layanan informasi bermaksud memberikan pemahaman kepada individu-individu dan kelompok yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu rencana atas tujuan yang ingin dicapai (Ifdil, 2008). Sementara itu, Tohirin (2014) menjelaskan bahwa layanan informasi merupakan suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka perlukan. Layanan informasi juga bermakna sebagai usaha-usaha yang membekali siswa dengan pengetahuan serta pemahaman tentang lingkungan hidupnya dan tentang proses perkembangan anak muda.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa layanan informasi adalah salah satu jenis layanan dalam Bimbingan dan Konseling (BK) yang dapat digunakan untuk membekali siswa dengan pengetahuan serta pemahaman yang memadai tentang lingkungan dan proses perkembangan sesuai data dan fakta agar dapat membantu siswa dalam membuat keputusan secara terarah, objektif dan bijak dalam kehidupan sehari-hari.

b. Tujuan Layanan Informasi

Layanan informasi bertujuan agar peserta layanan informasi menguasai informasi tertentu yang berguna untuk keperluan hidupnya sehari-hari (dalam rangka effective daily living) dan perkembangan dirinya. Pemberian layanan informasi dilakukan melalui proses pembelajaran di lingkungan pendidikan. Berkaitan

(19)

dengan pembelajaran, Sardiman (2012) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran ada tiga, yaitu (1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2) penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan sikap.

Secara khusus tujuan layanan informasi terkait dengan fungsi-fungsi konseling yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pengembangan dan pemeliharaan (Lestari, 2015) Pendapat yang sama juga dikemukakan Firman, Karneli, & Hariko (2016), bahwa layanan informasi bertujuan agar individu mengetahui dan menguasai informasi serta dimanfaatkan untuk keperluan hidup dan perkembangan dirinya. Selain itu, apabila merujuk kepada fungsi pemahaman, layanan informasi bertujuan agar individu memahami berbagai informasi dengan seluk- beluknya.

Dengan demikian, tujuan dari layanan informasi adalah membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai bidang kehidupan agar siswa mampu mengatur dan merencanakan kehidupannya sendiri.

c. Fungsi Layanan Informasi

Fungsi utama dari BK yang didukung oleh layanan informasi ialah fungsi pemahaman dan pencegahan. Maksud dari fungsi pemahaman yaitu fungsi BK yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan

(20)

kepentingan pengembangan siswa. Pemahaman yang sesuai dengan pengembangan siswa itu meliputi: (1) pemahaman tentang siswa terutama siswa itu sendiri, orangtua, guru dan Guru BK/Konselor, (2) pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga maupun sekolah) terutama oleh siswa sendiri, dan (3) pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan atau pekerjaan dan informasi budaya terutama yang dibutuhkan oleh siswa (Prayitno & Amti, 2015).

Penjelasan lebih lanjut, fungsi-fungsi layanan Bimbingan dan Konseling (BK) menurut Prayitno (2012) sebagai berikut.

1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi pelayanan BK untuk membantu siswa memahami diri, tuntutan studi, peminatan dan lingkungannya.

2) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi pelayanan BK untuk membantu siswa memelihara dan menumbuh kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya secara optimal sesuai dengan tuntutan karakter cerdas yang terpuji.

3) Fungsi pencegahan, yaitu fungsi pelayanan BK untuk membantu siswa mampu mencegah atau menghindari diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan diri dan

(21)

kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu pada umumnya dan kesuksesan studi serta peminatan pada khususnya.

4) Fungsi pengentasan, yaitu fungsi pelayanan BK untuk membantu siswa mengatasi kondisi kehidupan efektif sehari- hari yang terganggu atau masalah yang dialaminya.

5) Fungsi pembelaan, yaitu fungsi pelayanan BK untuk membantu siswa memperoleh pembelaan atas hal atau kepentingannya, baik berkenaan dengan hak-hak kehidupan pada umumnya, maupun haknya berkenaan dengan hak kependidikannya yang kurang atau tidak mendapatkan perhatian secara memadai.

d. Materi Layanan Informasi

Materi layanan yang merupakan isi dari informasi yang diberikan tergantung pada kebutuhan setiap peserta layanan. Akan tetapi, secara umum mengarah pada bidang pelayanan BK. Sukardi (2008) menjelaskan materi yang diberikan dalam layanan informasi tentang perkembangan potensi, kemampuan dan kondisi pribadi, seperti kecerdasan, bakat dan minat, sedangkan tentang potensi, kemampuan arah dan kondisi karir seperti hubungan antara minat, pekerjaan dan pendidikan.

Sementara itu, Prayitno (2012) menjelaskan bahwa materi yang diberikan pada siswa SMA sederajat adalah mengenal bakat, minat serta bentuk-bentuk pembinaan, pengembangan dan penyalurannya. Yusuf & Nurihsan (2008) menjelaskan penyajian

(22)

informasi dalam arti menyajikan keterangan (informasi) tentang berbagai aspek kehidupan yang diperlukan individu, seperti yang menyangkut aspek, (1) karakteristik dan tugas-tugas perkembangan pribadinya, (2) sekolah-sekolah lanjutan, (3) dunia kerja, (4) kiat- kiat belajar efektif, (5) bahaya merokok, minuman keras dan obat- obatan terlarang, dan (6) pentingnya menyesuaikan diri dengan norma agama atau nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

Winkel & Hastuti (2010) menjelaskan data dan fakta yang disajikan kepada siswa sebagai informasi ada tiga tipe, yaitu: (1) informasi tentang pendidikan sekolah yang mencakup semua data mengenai variasi program pendidikan sekolah, ketentuan kenaikan kelas dan kelulusan siswa, (2) informasi tentang dunia pekerjaan yang mencakup semua data mengenai jenis-jenis pekerjaan yang ada di masyarakat, dan (3) informasi tentang proses perkembangan manusia muda serta pemahaman terhadap sesama manusia mencakup semua data dan fakta mengenai tahap-tahap perkembangan.

Pendapat senada juga dikemukakan Tohirin (2011) bahwa isi layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah adalah sebagai berikut.

a) Informasi tentang perkembangan diri.

b) Informasi tentang hubungan antar pribadi, sosial, nilai-nilai dan moral.

(23)

c) Informasi tentang pendidikan, kegiatan belajar dan ilmu pengetahuan teknologi.

d) Informasi tentang dunia karir dan ekonomi.

e) Informasi tentang sosial, budaya, politik dan kewarganegaraan.

f) Informasi tentang kehidupan berkeluarga.

g) Informasi tentang agama dan kehidupan beragama serta seluk beluknya.

Selanjutnya, Prayitno (2012) menjelaskan jenis, luas dan keadaan informasi yang menjadi isi layanan informasi sangat bervariasi, tergantung pada kebutuhan para peserta layanan. Pada dasarnya informasi yang dimaksud mengacu kepada seluruh bidang pelayanan konseling, yaitu bidang pengembangan pribadi, sosial, kegiatan belajar, perencanaan karir, kehidupan berkeluarga dan beragama.

e. Komponen Layanan Informasi

Penyelenggaraan layanan informasi melibatkan tiga komponen (Prayitno, 2012), yaitu sebagai berikut.

1) Konselor

Konselor merupakan penyelenggara layanan informasi yang menguasai sepenuhnya informasi yang akan disampaikan sebagai isi layanan dengan mengenali terlebih dahulu kebutuhan dari siswa dengan menggunakan cara yang efektif pada proses pelaksanaannya.

2) Peserta Layanan Informasi

(24)

Peserta layanan informasi dapat berasal dari berbagai kalangan, siswa di sekolah, mahasiswa, anggota organisasi pemuda dan sosial politik, karyawan serta anggota masyarakat lainnya.

3) Materi Layanan Informasi

Materi layanan informasi sangat bervariasi tergantung pada kebutuhan peserta layanan yang telah diidentifikasi. Pada dasarnya, informasi yang diberikan mengacu pada seluruh bidang pelayanan konseling yaitu bidang pengembangan pribadi, sosial, kegiatan belajar dan karir dalam kehidupan sehari-hari.

f. Metode Layanan Informasi

Layanan informasi diberikan kepada siswa secara langsung dan terbuka oleh Guru BK/Konselor. Berbagai teknik dan media yang bervariasi dapat digunakan dalam format klasikal maupun kelompok. Sementara itu, format individual dapat diselenggarakan untuk siswa dengan informasi khusus dan biasanya terkait dengan layanan konseling lainnya (Azhar, Daharnis, & Sukmawati, 2013).

Adapun metode dan teknik yang digunakan dalam penyajian informasi melalui: (1) ceramah, tanya jawab dan diskusi, (2) media (dengan bantuan alat peraga, seperti: radio, televisi, rekaman, komputer, OHP, LCD, dan sebagainya), (3) acara khusus (misalnya:

hari anti narkoba, hari karir, dan sebagainya).

(25)

g. Kegiatan Pendukung Layanan Informasi

Pelaksanaan layanan informasi dibutuhkan beberapa kegiatan pendukung untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan layanan. Prayitno (2012) menjelaskan beberapa kegiatan pendukung layanan informasi adalah sebagai berikut.

1) Aplikasi Instrumen

Aplikasi instrumen merupakan kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik (siswa) dan lingkungannya, baik secara tes maupun non-tes.

2) Himpunan data

Kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik (siswa) diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu dan bersifat rahasia.

3) Konferensi Kasus

Konferensi kasus yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik (siswa) dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik (siswa) melalui pertemuan yang bersifat terbatas dan tertutup.

4) Kunjungan Rumah

(26)

Kegiatan untuk memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik (siswa) melalui pertemuan dengan orangtua atau anggota keluarganya.

5) Tampilan Kepustakaan

Kegiatan yang menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik (siswa) dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar dan karir/jabatan.

6) Alih Tangan Kasus

Kegiatan yang dilaksanakan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangan ahli yang dimaksudkan.

Uraian di atas menjelaskan terdapat enam kegiatan pendukung dalam layanan informasi yaitu, aplikasi instrumen, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus, yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.

h. Pelaksanaan Layanan Informasi

Layanan informasi perlu direncanakan oleh Konselor dengan cermat, baik mengenai informasi yang menjadi isi layanan, metode maupun media yang digunakan (Ifdil, 2008). Kegiatan peserta selain mendengarkan dan menyimak, perlu mendapat pengarahan. Adapun tahap pelaksanaan layanan informasi, antara lain perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, tindak lanjut dan

(27)

pelaporan. Apabila dilihat dari rentangan proses dari awal sampai akhir konseling, menurut Tohirin (2014), pelaksanaan layanan informasi menempuh tahapan-tahapan sebagai berikut.

1) Perencanaan yang mencakup kegiatan identifikasi kebutuhan akan informasi bagi calon peserta layanan, menetapkan materi informasi sebagai isi layanan, menetapkan subjek sasaran layanan, menetapkan narasumber, menyiapkan prosedur, perangkat dan media layanan, serta menyiapkan kelengkapan administrasi.

2) Pelaksanaan yang mencakup kegiatan mengorganisasikan kegiatan layanan, mengaktifkan peserta layanan dan mengoptimalkan penggunaan metode dan media.

3) Evaluasi yang mencakup kegiatan menetapkan materi evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen evaluasi, mengaplikasikan instrumen evaluasi, dan mengolah hasil aplikasi instrumen. Menganalisis hasil evaluasi yang mencakup kegiatan menetapkan norma atau standar evaluasi, melakukan analisis dan menafsirkan hasil analisis.

4) Tindak lanjut yang mencakup kegiatan menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait, dan melaksanakan rencana tindak lanjut.

5) Pelaporan yang mencakup kegiatan menyusun laporan layanan informasi, menyampaikan laporan kepada pihak terkait (Kepala Sekolah), dan mendokumentasikan laporan.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan layanan informasi melalui beberapa tahap diantaranya, tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, tahap tindak lanjut, serta

(28)

tahap pelaporan. Kesemua tahap tersebut saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya.

BAB III

METODE PENELITIAN 1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini dengan menggunakan pendekatan R&D, yaitu sebuah proses penelitian untuk mengembangkan dan memvalidasi produk (Borg & Gall, 1989). Yusuf (2013) menjelaskan kegiatan penelitian pengembangan dilakukan dengan maksud (1) mengembangkan produk baru, dan (2) menemukan serta menciptakan ilmu pengetahuan baru tentang model, termasuk hal-hal yang ramai dibicarakan.

Peneliti ini menggunakan pola pengembangan ADDIE (Analyze, Design, Development, Implementation, and Evaluation) yang dikembangkan oleh Reiser & Mollenda (2003).Pemilihan pola ADDIE di atas, didasarkan pada pertimbangan bahwa pola tersebuit selain sesuai dengan tujuan penelitian, juga memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pola pengembangan lainnya. Kelebihan yang dimaksud adalah: a) diagram pengembangan yang mencerminkan keluwesan dan kedinamisan dalam memulai pengembangan, b) saling keterkaitan antara unsur atau langkah pengembangan, c) setiap unsur model diberikan peluang untuk dievaluasi dan direvisi sebelum melanjutkan proses pengembangan unsur berikutnya, d) lebih praktis dan sistematis, e) langkah kerja lebih operasional.

2. Prosedur Pengembangan Model

Prosedur pengembangan model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT, mengacu pada pola “ADDIE”, seperti yang dijelaskan dengan rinci sebagai berikut:

a. Prosedur Pertama: Analisa (Analyze)

(29)

Prosedur atau langkah pertama ini bertujuan menemukan permasalahan yang menunjukkan diperlukannya pengembangan model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT..

b. Prosedur Kedua: Mendesain Model (Design)

Tujuan langkah kedua ini, adalah menyusun pengembangan model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT ke dalam buku panduan dan pendamping menggunakan data awal penelitian.

c. Prosedur ketiga: Pengembangan Model (Development)

Langkah ketiga ini bertujuan untuk memvalidasi model yang dirumuskan dalam bentuk buku panduan dan pendamping layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT yang sudah didisain. Model dan petunjuk yang sudah didisain tersebut, divalidasi melalui instrument validasi oleh ahli/ pakar dan dihitung koefisiennya menggunakan Konkordansi Kendall’s W.

d. Prosedur Keempat: Implementasi Model (Implementation)

Tahap implementasi dilakukan dengan cara mempraktekkan model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT. Kemudian dihitung koefisien hasil pelaksanaan yang dilakukan oleh konselor menggunakan Konkordansi Kendall’s W.

e. Prosedur Kelima: Penilaian (Evaluation)

Tujuan langkah kelima ini adalah menilai kualitas model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT, sehingga dapat ditindaklanjuti perbaikannya sebagai produk akhir penelitian ini. Evaluasi dilakukan dengan cara mengukur keefektifan model layanan informasi dan focus group discussion (FGD) untuk penyempurnaan produk hasil penelitian. Evaluasi dilakukan dengan mengolah data angket (pretest-posttest) untuk

(30)

melihat perbedaan pemahaman siswa tentang LGBT sebelum dan sesudah siberikan perlakuaan layanan informasi.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa MAN se Sumatera Barat.

Kriteria yang menjadi subjek penelitian sebagai uji coba adalah :

a. Sekolah yang dipilih yaitu setiap sekolah madrasah yang mewakili kabupaten atau kota di Sumatera Barat.

b. Kategori pemilihan subjek dalam pelaksanaan layanan informasi yaitu berada pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Hal ini berdasarkan pertimbangan dinamika kelompok dan proses layanan yang lebih aktif.

4. Instrumen Pengumpul Data a. Instumen Analisis

Dalam tahap analisis digunakan instrument berupa angket pemahaman LGBT siswa dengan aspek tentang:

Angket disusun dalam bentuk tertutup, (pernyataan dan alternatif pilihan jawaban yang sudah disediakan) dengan berpedoman pada skala sikap model summated-rating scale (Likert, 1932) dengan pilihan jawaban: selalu, sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah. Pernyataan favorable jika dijawab selalu mengindikasi positif dengan skor 5, dan tidak pernah mengidikasi negatif dengan skor 1.Penskoran berlaku sebaliknya, jika pernyataan unfavorable dijawab selalu diberi skor 1, sementara tidak pernah diberi skor 5.

b. Langkah Desain No Aspek

1 Pengertian LGBT

2 Faktor yang mempengaruhi 3 Ciri-Ciri LGBT

4 Dampak LGBT

(31)

Pada langkah ini tidak digunakan instrumen khusus.Peneliti mengumpulkan data berupa tanggapan/komentar, serta masukan/saran pakar tentang model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT dalam bentuk buku modul.

c. Langkah Pengembangan

Pada langkah ini menggunakan lembar uji kelayakan ahli.

Peneliti mengumpulkan serta masukan, saran dan penilaian dari tim ahli tentang tentang model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT dalam bentuk buku modul.

d. Langkah Implementasi

Pada langkah ini mengugunakan lembar uji keterpakaian oleh konselor sekolahi. Peneliti mengumpulkan masukan, saran dan penilaian dari konselor sekolahi tentang pelaksanaan model layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT dalam bentuk buku modul.

e. Langkah Penilaian/Evaluasi

Langkah ini digunakan angket pemahaman siswa terhadap LGBT untuk mengukur perbedaan sebelum dan sesudah diberikan layanan informasi. Instrumen yang digunakan berisi sejumlah pertanyaan dengan jawaban yang dikategorikan pada indikator 1-5 (Riduwan, 2009) sebagai berikut:

Tabel 2. Pedoman Skoring

Jawaban Responden Kategori Skor

Sangat Tidak Setuju STS 1

Tidak Setuju TS 2

Kurang Setuju KS 3

Setuju S 4

Sangat Setuju ST 5

1) Uji Validitas

(32)

Yusuf (2013) menjelaskan bahwa validitas isi merupakan keabsahan instrumen yang dikaitkan dengan domain yang ingin diukur, dengan melibatkan analisis rasional oleh pihak yang berkompeten terhadap instrumen tersebut. Angket yang sudah divalidasi oleh pakar selanjutnya diuji cobakan untuk melihat validitasnya. Validitas angket diketahui dengan melakukan seleksi butir (item) berdasarkan data empiris dengan prosedur komputasi koefisien korelasi antara distributor skor item dengan suatu kriteria yang relevan.Pengujian pembeda butir item dilakukan SPSS 20.00 dengan rumus korelasi Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson (dalam Arikunto, 2002).

Keterangan:

RXY : Koefisien korelasi tes yang disusun dengan kriterium

X : Skor masing-masing responden variabel X (tes yang disusun)

Y : Skor masing-masing responden variabel Y (tes kriterium) N : Jumlah responden

Hasil perhitungan korelasi tersebut didapat suatu koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item dan untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak. Uji signifikansi koefisien korelasi dengan kriteria menggunakan r kritis pada taraf signifikansi 0,05. Jadi item dikatakan valid jika signifikansi r ≤ 0,05.

2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berarti, melihat konsisten atau keterpecayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2004).Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

(33)

formula Alpha Cronbach, yang ada dalam program SPSS versi 20.

Adapun formula tersebut sebagai berikut:





 





 

t b k

r k 2

2

11 1

1 

Keterangan:

r11 = Koefisien reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan

σ2b = Jumlah varian butir

σ2t = Varian total (Usman, 2003:291).

Selanjutnya hasil perhitungan direflesikan pada indeks reliabilitas.Untuk melihat indeks reliabilitas digunakan pendapat George, D. & Mallery, P (2003)menjelaskan instrumen dapat dikatakan reliabel apabila memiliki rentang nilai koefesienreliabilitas 0.60 hingga 0.70.

5. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya diolah menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu dinarasikan dalam bentuk angka. Untuk itu digunakan formulasi statistik sederhana, yaitu melihat mean (rata-rata) dan presentasenya. Untuk melihat keselarasan uji kelayakan oleh ahli dan keterpakaian model layanan informasi digunakan uji koefisien Konkordansi Kendall’s W. Irianto (2012) mendeskripsikan tingkat kematangan arah pilihan karier mahasiswa dapat digunakan rujukan sebagai berikut:

Intervalk = Data terbesar – Data terkecil Jumlah kelompok

Penghitungan dalam menentukan rentangan skor atau interval skor dalam penelitian ini di peroleh data terbesar dan data terkecil, serta jumlah kelompok terdiri dari 5 alternatif jawaban. Sedangkan untuk menjawab hipotesis penelitian di guanakan teknik analsis statistic non parametric.

Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa data tidak berdistribusai normal.

Teknik analisis statistic non parametric yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini yaitu uji Wilcoxon Signed Ranks

(34)

Test dengan uraian sebagai berikut: untuk melihat perbedaan pemahaman siswa terhadap LGBT sebelum dan sesudah diberikan layanan informasi.

Agar mendapatkan hasil analisis yang tepat dan akurat serta menghindari resiko kesalahan perhitungan manual maka dalam pengujian hipotesis ini peneliti menggunakan bantuan program SPSS versi 20.00.

E. JADWAL PELAKSANAAN

Pelaksanaan pengembangan model inidilaksanakan sebanyak 5 tahap mengikuti pola ADDIE (Analysis, Design, Development, Implemention, and Evaluation) dan waktu pelaksanaan direncanakan dari bulan agustus sampai dengan september. Berikut ini rancangan jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian:

1. Bulan Agustus 2021 (Analysis) 1) Identifikasi permasalahan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT, 2) Penentuan materi dalam pengembangan model layanan informasi.

2. Bulan Agustus 2021 (Design) Proses pembuatan buku modul. Dasar pembuatan berdasarkan hasil analysis yang telah dilakukan sebelumnya.

3. Bulan Agustus 2021 (Development) Melaksanakan pengujian kelayakan oleh tim ahli terhadap modul yang telah disusun peneliti dalam bentuk Buku Modul.Uji kelayakan yang dinilai oleh ahli berkaitan dengan semua komponen dalam Buku Panduan dan Pendamping yang telah dirumuskan pada tahap Design.Ahli Penilai: 1) Ahli 1, 2) Ahli 2, 3) Ahli 3.

4. Bulan September 2021 (Implementation) Mengaplikasikan dan penilaian model yang telah disusun dalam bentuk Buku Modul oleh konselor sekolahi. Hal ini bertujuan untuk melihat menguji keterpakaian dan pengaplikasian model yang telah disusun peneliti dan dinilai oleh tim ahli sebelumnya.Konselor Pelaksana: 1) Konselor 1, 2) Konselor 2, 3) Konselor 3.

5. Bulan September 2021 (Evaluation) Melakukan uji efektivitas pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT sebelum dan sesudah (pretest-posttest) layanan informasi .Tahap Pelaksanaan Uji Efektivitas : a) Pretest, b)

(35)

Perlakuan 1, c) Perlakuan 2, d) Perlakuan 3, e) Posttest. Uji efektivitas ini dilakukan siswa MAN. Kemudian, melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan tim ahli dan konselor agar menghasilkan model akhir layanan informasi dalam bentuk Buku Modul yang layak, terpakai dan efektif digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahaya LGBT. Peserta FGD: a) Peneliti 1, b) Peneliti 2, c) Ahli 1, d) Ahli 2, e) Ahli 3, f) Ahli Konselor 1, g) Konselor 2, h) Konselor 3.

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data Pengembangan

Penyajian data pengembangan yang dipaparkan pada bagian ini berpedoman pada pola pengembangan Model ADDIE, yaitu (1) tahap analisis (analyze), (2) tahap desain produk (design), (3) tahap pengembangan produk (development), (4) tahap implementasi (implementation), (5) tahap evaluasi (evaluation).

1. Tahap Analisis (Analyze)

Pada tahap pertama ini, analisis dilakukan berdasarkan kajian pustaka dan mengidentifikasi permasalahan di lapangan tentang pemahaman siswa tentang LGBT.Kajian pustaka dilakukan bertujuan untuk mengkaji konsep tentang layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT, dilanjutkan dengan konsep tentang modul.Selain mengkaji konsep, juga dilakukan kajian terhadap hasil penelitian yang berkaitan dengan modul serta menambah pemahaman siswa tentang LGBT.

Tahap analisis ini, dilakukan kajian permasalahan di MAN yang berda di Sumatera Barat, dengan proses analisis kebutuhan kondisipemahaman siswa tentang LGBT. Analisis kebutuhan dilakukan dengan pengadministrasian kuisioner pemahaman LGBT kepada 80 orang siswa.

(37)

2. Tahap Desain (Design)

Tahap desain dilakukan dengan perencanaan dan perancangan. Hal ini sesuai dengan dasar teori dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya., pertimbangan tujuan awal penelitian yaitu menghasilkan produk berupa modul layanan informasi untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang LGBT serta dengan mempertimbangakan hasil need assessment maka komponen materi modul meliputi hal-hal berikut:

No Judul Materi

1 Lebian

2 Gay

3 Biseksual 4 Transgender

3. Tahap Pengembangan (Development)

Tahap pengembangan ini dilakukan melalui dua jenis kegiatan yaitu pengembangan produk penelitian dan revisi produk. Adapun uraiannya sebagai berikut.

a. Pengembangan Produk Penelitian (Modul)

Berdasarkan tahap desain yang telah dilakukan, maka dikembangkan produk penelitian berupa modul dengan memuat materi-

(38)

materi seperti yang telah dipaparkan pada tahap analisis dan desain.Peneliti mengembangkan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data dari modul yang dirancang. Instrumen yang digunakan bertujuan untuk mengetahui validasi modul dari para ahli.

Instrumen validasi para ahli digunakan untuk menilai kelayakan modul dari segi isi dan tampilan modul. Berikut ini ditampilkan pada Tabel 9 tentang hasil validasi ahli berkenaan dengan penilaian isi modul, yaitu sebagai berikut.

Tabel . Data Hasil Validasi Ahli tentang Materi Modul No. Aspek

Skor Ahli Skor ahli

Skor ideal

% Kategori A B C

1. Kerangka acuan modul

(4) 16 18 18 52 60 86,67 L

2. Petunjuk penggunaan

modul (6) 24 25 26 75 90 83,33 L

3. Isi modul (8) 32 33 33 98 120 81,67 L 4. Topik yang disajikan

dalam modul (5) 20 21 22 62 75 82,66 L 6. Rencana layanan (3) 13 11 13 37 45 82,22 L Total Keseluruhan 105 108 112 325 390 83,33 L Keterangan: L (Layak)

Berdasarkan Tabel . dapat diketahui bahwa secara keseluruhan penilaian dari para ahli terhadap isi modul dalam kategori Layak dengan persentase 83,33% Artinya, para ahli memberikan penilaian yang positif terhadap materi pada modul yang dirancang.

Selanjutnya, untuk mengetahui hasil penilaian berkenaan dengan produk penelitian yang dikembangkan, maka dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah terdapat keselarasan penilaian antar masing-masing validator berkenaan dengan isi modul. Analisis yang peneliti gunakan

(39)

adalah Uji Signifikansi Konkordansi Kendall. Berikut hasil pengolahan data dengan memanfaatkan program SPSS version 20 pada Tabel berikut ini.

Tabel Hasil Perhitungan Uji Koefisien Konkordansi Kendall terhadap Ahli dari Aspek Isi Modul

N Kendall’s Wa

Chi Square hitung

Chi Square tabel

df Asymp.

Sig.

3 0,503 39,236 38,89 26 0,046

Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh nilai chisquare hitung adalah sebesar 39,236 dan nilai chisquare tabel sebesar 38,89. Hal ini berarti bahwa nilai chisquare hitung lebih besar dari chisquare tabel.

Selain dengan membandingkan nilai chisquare, terjadi keselarasan antara para ahli dapat diketahui berdasarkan pada probabilitas, yaitu probabilitas berada di bawah taraf signifikansi 0,05 (0,046< 0,05). Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa terdapat keselarasan penilaian dari ahli terhadap produk penelitian.

Selain itu, para ahli juga memvalidasi modul untuk menilai kelayakan modul dari segi tampilan modul. Berikut ini ditampilkan tabel hasil validasi ahli berkenaan dengan penilaian terhadap modul tentang tampilan, yaitu pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Data Hasil Validasi Ahli tentang Tampilan Modul No. Aspek

Skor Ahli Skor ahli

Skor ideal

% Kategori A B C

1. Desain cover (4) 16 17 16 49 60 81,7 SL 2. Jenis dan ukuran huruf

pada materi (3) 14 13 12 39 45 86,7 SL 3. Warna yang digunakan

pada materi (3) 15 13 13 41 45 91,1 SL

(40)

4.

Tanda baca yang digunakan pada materi (3)

20 16 16 52 60 86,7 SL

5.

Gambar yang

digunakan pada materi (3)

15 13 13 41 45 91,1 SL 6. Ruang atau spasi

kosong pada materi (4) 18 20 18 56 60 93,3 SL 7. Konsistensi (3) 18 20 18 56 60 93,3 SL 8. Kualitas modul (2) 15 15 13 43 45 95,6 SL Total Keseluruhan 131 127 119 377 420 89,8 SL Keterangan: Sangat Layak (SL)

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan penilaian dari para ahli terhadap tampilan modul dalam kategori sangat baik dengan persentase 89,9%. Artinya, para ahli memberikan penilaian positif terhadap tampilan modul yang dirancang.

Peneliti mempertimbangkan berbagai saran yang diberikan sebagai revisi modul yang telah dinilai.

Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat keselarasan penilaian antar para ahli, maka dilakukan uji statistik.Analisis yang peneliti gunakan adalah Uji Signifikansi Konkordansi Kendall. Berikut hasil pengolahan data dengan memanfaatkan program SPSS version 17 pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel Hasil Perhitungan Uji Koefisien Konkordansi Kendall terhadap Ahli dari Aspek Tampilan Modul

N Kendall’s Wa Chi Square Hitung

Chi Square Tabel

AsympSig .

Df

3 0,527 42,684 40, 11 0,028 27

Berdasarkan Tabel diperoleh nilai chisquare hitung yaitu sebesar 42,, 684 lebih besar dari nilai chisquare tabel sebesar 40, 11 Di samping

(41)

itu, skor Asymp. Sig. diperoleh sebesar 0,028 lebih kecil dari taraf signifikan yang telah ditetapkan yaitu 0,05. Dengan demikian, dapat dimaknai rincian hasil analisis data menunjukkan bahwa ada keselaras- an/kecocokan penilaian dari ahli terhadap produk penelitian dari aspek tampilan modul.

Peneliti mempertimbangkan berbagai saran yang diberikan sebagai acuan merevisi modul yang telah dinilai, sehingga dapat diim- plementasikan oleh konselor sekolahi.

b. Revisi Produk

Berdasarkan hasil analisis pada tahap validasi ahli, maka dilakukan revisi produk. Kegiatan revisi produk bertujuan melakukan perbaikan untuk penyempurnaan modul yang telah disusun berdasarkan masukan dari para ahli. Adapun masukan para ahli berkenaan tentang materi modul, sebagai berikut.

1) Menyesuaikan penggunaan bahasa yang ada dalam modul dengan sasaran modul.

Adapun masukan para ahli berkenaan tentang tampilan modul yaitu sebagai berikut.

1) Gambar yang sifatnya non-abstrak diganti menjadi gambar abstrak atau tidak dalam bentuk photo.

2) Cek lagi kesalahan-kesalahan dalam pengetikan serta kejelasan tanda baca.

(42)

4. Tahap Implementasi (Implementation)

Berdasarkan hasil implementasi produk yang dilakukan pakar, maka berikut dikemukakan temuan dari hasil implementasi modul. Data yang disajikan dalam penelitian ini yaitu data yang berkenaan dengan respon pembina terhadap tingkat keterpakaian modul. Berikut deskripsi data hasil penilaian pembina terhadap keterpakaian modul yang terlihat pada Tabel berikut.

Tabel 13. Data Hasil Uji Keterpakaian Modul

No. Aspek

Skor Ahli

Skor Ideal

Skor Ahli

% Kategori

A B C

1. Perencanaan (4) 20 18 18 60 56

93,33

SB

2. Pelaksanaan (7) 32 35 32 105 99

94,28

B

3. Evaluasi (4) 18 20 20 60 56 93,33

SB

Total Keseluruhan 70 73 70 225 211

93, 77 SB Keterangan: Sangat Baik

Berdasarkan Tabel terlihat bahwa penilaian pembina terhadap keterpakaian modul berada pada kategori baik dengan persentase sebesar 93,77%.

Hasil tersebut dapat dimaknai bahwa pakar memberikan penilaian positif terhadap modul sebagai media yang dapat dipakai , dilihat dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya.

Selanjutnya, hasil penilaian tersebut dilakukan uji statistik untuk mengetahui keselarasan penilaian antar siswa berkenaan dengan keterpakaian

(43)

modul. Analisis yang peneliti gunakan adalah uji Koefisien Konkordansi Kendall’s dengan memanfaatkan program SPSS versi 20. Berikut hasil pengolahan data pada Tabel berikut.

Tabel 14. Hasil Perhitungan Uji Koefisien Konkordansi Kendall Terhadap siswa

N Kendall’s Wa Chi Square Hitung

Chi Square

Tabel AsympSig. Df

6 0,586 24.62 17,61

0,038 14

Berdasarkan perhitungan pada Tabel di atas, diperoleh nilai chi-square hitung sebesar 24.62 dan nilai chi-square 17,61 (24.62<1761). Kemudian nilai Asymp Sign. 0,38. Hal ini berarti nilai keselarasan penilaian yang diberikan antar

pembina dapat diketahui berdasarkan skor Asymp. Sig. diperoleh sebesar 0,038 lebih kecil dari taraf signifikan yang telah ditetapkan yaitu 0,05. Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa ada keselarasan penilaian antar pakar terhadap produk yang dikembangkan.

5. Tahap Efektifitas

Sesuai dengan perolehan data pretest pemahaman tentang LGBT siswa di sekolah A dan B, maka dipilih 20 siswa untuk masing-masing sekolah yang memiliki pemahaman LGBT pada kategori tinggi, sedang dan rendah sesuai pengadministrasian angket pretest. Adapun siswa yang ditentukan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebagai berikut.

(44)

Tabel . Skor Pretest pemahaman LGBT Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Eksperimen (Sekolah A)

Kelompok Kontrol (Sekolah B)

Kode Siswa Skor Kategori Kode Siswa Skor Kategori

1 98 Rendah 1 90 Rendah

2 100 Rendah 2 98 Rendah

3 120 Sedang 3 128 Sedang

4 115 Sedang 4 121 Sedang

5 120 Sedang 5 121 Sedang

6 130 Sedang 6 121 Sedang

7 117 Sedang 7 130 Sedang

8 147 Tinggi 8 140 Tinggi

9 160 Tinggi 9 159 Tinggi

10 157 Tinggi 10 158 Tinggi

11 79 Rendah 11 70 Rendah

12 100 Rendah 12 99 Rendah

13 128 Sedang 13 126 Sedang

14 121 Sedang 14 120 Sedang

15 121 Sedang 15 120 Sedang

16 121 Sedang 16 122 Sedang

17 130 Sedang 17 129 Sedang

18 134 Sedang 18 132 Sedang

19 142 Tinggi 19 143 Tinggi

20 140 Tinggi 20 141 Tinggi

Rata-Rata

135 Sedang

Rata-

Rata 132 Sedang

Berdasarkan skor pretest dari pengadministrasian angket yang sudah diisi oleh siswa maka dipilih berdasarkan kesesuaian skor dan rata-rata yang setara. Kesetaraan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ini diterapkan agar memenuhi syarat pelaksanaan treatmen terhadap kelompok di atas yaitu secara rata-rata berada pada kategori sedang.

1. Hasil Posttest

Posttest diberikan kepada semua siswa sekolah A dan B untuk mengukur kondisi pemahaman tentang LGBT setelah diberikan treatmen

(45)

sebanyak 3 kali secara berkala. Pemberian treatmen kepada kelompok eksperimen berupa layanan informasi tentang LGBT dan kelompok kontrol tanpa layanan informasi.

Tabel . Skor Posttest pemahaman LGBT Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Eksperimen (Sekolah A)

Kelompok Kontrol (Sekolah B)

Kode Siswa Skor Kategori Kode Siswa Skor Kategori

1 146 Tinggi 1 92 Rendah

2 120 Sedang 2 99 Rendah

3 120 Sedang 3 128 Sedang

4 115 Sedang 4 122 Sedang

5 120 Sedang 5 124 Sedang

6 130 Sedang 6 121 Sedang

7 117 Sedang 7 130 Sedang

8 147 Tinggi 8 140 Tinggi

9 160 Tinggi 9 159 Tinggi

10 157 Tinggi 10 158 Tinggi

11 120 Sedang 11 78 Rendah

12 120 Sedang 12 99 Rendah

13 128 Sedang 13 126 Sedang

14 147 Tinggi 14 120 Sedang

15 160 Tinggi 15 120 Sedang

16 157 Tinggi 16 122 Sedang

17 130 Sedang 17 129 Sedang

18 134 Sedang 18 132 Sedang

19 142 Tinggi 19 144 Tinggi

20 140 Tinggi 20 142 Tinggi

Rata-Rata

152 Tinggi

Rata-

Rata 138 Sedang

Hasil pengolahan data posttest pada tabel di atas menyatakan perbedaan skor pemahaman tentang LGBT antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perbedaan skor ini dapat dibuktikan dengan membandingkan rata-rata skor pemahaman tentang LGBT kelompok

(46)

eksperimen yaitu 152 dengan kategori tinggi. Kemudian skor pemahaman tentang LGBT kelompok kontrol secara rata-rata yaitu 138 dengan kategori sedang.

6. Tahap Evaluasi (Evaluation)

Pada tahap ini produk yang telah melewati proses uji kelayakan kepada ahli, uji keterpakaian kepada pakar serta uji efektivitas penggunaan modul dalam menambah wawasan tentang LGBT siswa akan dievaluasi. Tahapan evaluasi bertujuan menilai secara keseluruhan aspek keterpakaian produk

yang dikembangkan. Setelah dilakukan revisi produk penelitian selanjutnya dievaluasi kembali apakah produk yang dikembangkan telah sesuai dengan rencana pengembangan dan analisis kebutuhan yang dilakukan pada tahap awal.

Berdasarkan hasil evaluasi yang peneliti lakukan, revisi produk penelitian pada dasarnya telah memenuhi berbagai tuntutan perencanaan pengembangan dan analisis kebutuhan yang dilakukan terhadap produk yang dikembangkan, sehingga peneliti berkesimpulan bahwa produk telah teruji secara empiris dan siap untuk digunakan.

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab V ini dipaparkan hal-hal yang berkenaan dengan kesimpulan, implikasi dan saran penelitian, kesimpulan ini dikemukakan secara sistematis dan sesuai dengan pertanyaan atau tujuan penelitian, implikasi penelitian dikemukakan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam meghadapi problema siswa berkenaan dengan pemahaman tentang LGBT, sedangkan saran diberikan untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengembangan dan pembahasan pada Bab IV, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Modul Layanan Informasi untuk Meniingkatkan Pemahaman Siswa tentang LGBT dinilai layak untuk digunakan siswa dan Konselor dalam memberikan pembinaan kepada siswa untuk menambah pemahaman siswa tentang LGBT.

2. Tingkat keterpakaian Modul Layanan Informasi untuk Meniingkatkan Pemahaman Siswa tentang LGBT dinilai cukup tinggi untuk dapat digunakan sebagai media dalam pembinaan siswa.

Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa rumusan Modul Layanan Informasi untuk Meniingkatkan Pemahaman Siswa tentang LGBT yang dihasilkan dinyatakan layak dan dapat dimanfaatkan oleh siswa dan Konselor untuk membantu siswa tercegah dari perilaku LGBT.

(48)

B. Saran

Beberapa hal yang perlu disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk pemanfaatan modul ini.

1. Bagi para siswa diharapkan dapat tercegah dari LGBT pada diri sendiri dengan berpikir rasional dan menanamkan nilai-nilai moral seperti hidup yang berdasarkan norma.

2. Bagi para orang tua diharapkan memberikan pola asuh hidup taat beragama kepada siswa dari awal supaya tidak terjerumus kedalam perilaku LGBT yang hanya akan merugikan diri sendiri.

Gambar

Tabel 2. Pedoman Skoring
Tabel . Data Hasil Validasi Ahli tentang Materi Modul  No. Aspek  Skor Ahli    Skor  ahli    Skor ideal  %  Kategori A B C
Tabel 11. Data Hasil Validasi Ahli tentang Tampilan Modul  No. Aspek  Skor Ahli    Skor  ahli    Skor ideal  %  Kategori A B C  1
Gambar  yang
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

Maka pelu dilakukan penelitian mengenai : keanekaragaman jenis, serta kelimpahan teripang dan kondisi lingkungan pendukung kehidupan teripang di pesisir desa

3.4.2 Informasi Peta yang Menampilkan Produk, Karakteristik Produk dan Assessor Matriks cross-product (S [t] pada persamaan (4)), eigenvectors pertama yang dinormalisasi

Mulia, 2012), 29.. Hal ini terjadi karena salah dalam pola asuh sejak kecil, atau karena pergaulan yang salah. Untuk jenis yang pertama ini, penanganannya bukan dengan cara

(9) Dalam hal surat izin Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas hilang atau rusak, atau perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (8)

Menimbang : bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 tahun 2017 tentang

 Pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Kabupaten Banjarnegara sesuai dengan Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor: 700/1290

Hasil yang optimal tersebut dipergunakan sebagai bahan baku untuk proses deproteinasi menggunakan basa kuat (NaOH 2N) dengan variabel waktu proses 6, 12, 18, 24 jam sehingga