• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATA PENGANTAR"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LEVEL PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN UMUR PEMOTONGAN TERHADAP KANDUNGAN NDF DAN ADF RUMPUT

SIGNAL (Brachiaria decumbens)

SKRIPSI

Oleh

NURDIANTI I111 14 045

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

(2)

PENGARUH LEVEL PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN UMUR PEMOTONGAN TERHADAP KANDUNGAN NDF DAN ADF RUMPUT

SIGNAL (Brachiaria decumbens)

SKRIPSI

Oleh

NURDIANTI I111 14 045

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan taufik-Nya sehingga dapat menyusun Skripsi yang berjudul Pengaruh Level Pemberian Pupuk Organik Cair dan Umur Pemotongan Terhadap Kandungan NDF dan ADF Rumput Signal (Brachiaria decumbens). Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini utamanya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc sebagai pembimbing utama dan Dr. Ir.

Syamsuddin Nompo, MP sebagai pembimbing anggota yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Kedua orang tua ayahanda Budding dan Ibunda Norma, Kakak penulis Sahir, Adik Penulis Syahril, Ratna Sari, Ramdani dan Muhammad Arun Serta keluarga yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

3. Bapak dan Ibu sebagai pembahas seminar proposal dan hasil Dr.Ir. Anie Asriany, M.Si., Prof. Dr. Ir. Ismartoyo, M.Agr dan Prof. Dr. Ir. Muhammad Rusdy, M.Agr juga sebagai pembimbing seminar pustaka.yang telah banyak memberikan masukan, saran dan motivasi kepada penulis.

4. Terima Kasih kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa Bidik Misi (BM) sehingga penulis dapat menyelesaikan studi penulis.

(6)

5. Kepada kakanda Sema S.Pt yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan seminar pustaka, seminar proposal sampai dengan seminar hasil ini.

6. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan beserta jajarannya dan staf pegawai Fakultas Peternakan atas semua bantuan selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan.

7. Ibu dan Bapak Dosen Fakultas Peternakan tanpa terkecuali, terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.

8. Kepada tim penelitian saudari Jisnawati, Kak Heriyana Muheyyade yang telah banyak membantu mulai dari penelitian sampai selesai skripsi penulis.

9. Sahabat seperjuangan terkhusus “Sweet” Murni Tri Utami, Salmawati Nur, Riska, Dinar Yanti, Niar, Jisnawati, Sarianti Ratu Paliling, Harniati, Niluh Lokawati, Ulva Indah Lestari C, S.Pt. dan Hikmawati. Teman seperjuangan Erni Damayanti, teman- teman ANT_014, HIMAPROTEK_UH, teman KKN, sahabat di UNSRI Palembang yang telah memberi bantuan dan motivasi sehingga dapat terselesainya skripsi ini.

10. Tim Asisten Laboratorium Ilmu Tanaman Pakan, Tatalaksana Padang Penggembalaan Peternakan Rakyat dan tim PKL atas segala bantuan, dukungan dan Motivasinya.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya kemampuan oleh penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Makassar April 2018

(7)

ABSTRAK

Nurdianti (I111 14 045).

Pengaruh Level Pemberian Pupuk Organik Cair dan Umur Pemotongan Terhadap Kandungan NDF dan ADF Rumput Signal (Brachiaria decumbens). (Dibawah bimbingan Syamsuddin Hasan sebagai Pembimbing Utama dan Syamsuddin Nompo sebagai Pembimbing Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh level penggunaan pupuk organik cair dan umur pemotongan terhadap kandungan NDF dan ADF pada rumput signal. Rancangan yang digunakan adalah Rancang Acak Lengkap Pola Faktorial 3 x 3 dengan 3 ulangan yang terdiri dari faktor A tiga level pemupukan 0 ml/polybag, 40 ml/polybag dan 60 ml/polybag dan faktor B tiga umur pemotongan (umur 30, 50 dan 70 hari). Hasil penelitian ini memperlihatkan rata-rata kandungan NDF pada level pemupukan 0, 40 dan 60 ml/polybag yaitu 67,98%, 69,01% dan 57,54% sedangkan umur pemotongan 30, 50 dan 70 hari kandungan NDF yaitu 62,18%, 66,36% dan 68,78%. Rata-rata kandungan ADF pada level pemupukan 0, 40 dan 60 ml/polybag yaitu 42,67ml/polybag 41,53ml/polybag dan 42,23ml/polybag sedangkan umur pemotongan kandungan ADF yaitu 40,93%, 40,91% dan 44,59%. Disimpulkan bahwa Semakin lama umur pemotongan kandungan NDF dan ADF semakin tinggi, sebaliknya semakin cepat umur pemotongan kandungan NDF dan ADF semakin rendah.

Kandungan NDF terendah diperoleh pada level pemupukan 60 ml/polybag, sedangkan kandungan ADF terendah diperoleh pada level pemupukan 40 ml/polybag. Umur pemotongan yang baik untuk menurunkan kandungan NDF dan ADF terdapat pada 50 hari.

Kata Kunci : Rumput Signal, Pupuk Organik Cair, Umur Pemotongan, NDF, ADF

(8)

ABSTRACT

Nurdianti (I111 14 045). Effect of Liquid Organic Fertilization Level and Cutting Age on NDF and ADF Signal Grass (Brachiaria decumbens). (Under the guidance of Syamsuddin Hasan as First Advisor and Syamsuddin Nompo as Member Counselor.

This study aims to determine the extent of the influence of the level of use of liquid organic fertilizer and cutting age to the NDF and ADF content in the signal grass. The design used was Completely Randomized Design Factorial Pattern 3 x 3 with 3 replications consisting of factor A three levels of fertilization 0 ml/polybag, 40 ml/polybag and 60 ml/polybag and factor B three cutting age (age 30, 50 and 70 day).

The results of this study show the average NDF content at the fertilization level of 0, 40 and 60 ml/polybag of 67.98%, 69.01% and 57.54% while the cutting age of 30, 50 and 70 days NDF content is 62.18 %, 66.36% and 68.78%. The average content of ADF at fertilization level of 0, 40 and 60 ml/polybag is 42,67ml/polybag 41,53ml/polybag and 42,23ml/polybag while cutting age of ADF content is 40,93%, 40,91% and 44,59%. It was concluded that the longer the age of cutting of NDF and ADF content is higher, the faster the cutting life of NDF and ADF contents are lower. The lowest NDF content was obtained at the 60 ml/polybag fertilization level, while the lowest ADF content was obtained at the fertilization level of 40 ml/polybag. Good cutting age to decrease NDF and ADF contents is present in 50 days.

Keywords: Signal Grass, Liquid Organic Fertilizer, Cutting Age, NDF, ADF

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii vii DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan dan Kegunaan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sebagai Media Tumbuh Tanaman ... 4

Gambaran Rumput Signal (Brachiaria decumbens) ... 5

Gambaran Struktur Tanaman ... 7

Penggunaan Pupuk Organik Cair ... 11

a. Sumber Bahan Baku... 12

b. Pembuatan Pupuk Organik Jonga-Jonga... 13

(10)

Umur Pemotongan ... 15

Hipotesis... 17

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 18

Materi Penelitian ... 18

Metode Penelitian ... 18

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Parameter yang diamati... 21

Análisis Data ... 21

HASIL DAN PEMAHASAN Kandungan NDF ... 22

Kandungan ADF ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA... 28

LAMPIRAN ... 32 RIWAYAT HIDUP

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Taks

1. Kandungan Nutrisi dari Daun Jonga-Jonga ... 13

2. Lay Out Penelitian ... 20

3. Rata-Rata Kandungan NDF Rumput Signal ... 22

4. Rata-Rata Kandungan ADF Rumput Signal ... 24

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Taks

1. Rumput Signal... 6 2. Skema Pembagian Fraksi Serat Berdasarkan Analisis Van Soest ... 10

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Taks

1. Perhitungan Dosis Pupuk ... 32

2. Kandungan NDF ... 33

3. Kandungan ADF ... 37

4. Prosedur Kerja Analisin Kadar NDF dan ADF ... 41

5. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 43

(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Peningkatan produktivitas usaha ternak ruminansia dengan menekan tambahan biaya produksi yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan efesiensi penggunaan bahan pakan yang murah, mudah didapat, berkualitas serta tersedia secara berkesinambungan (Sutarno dan Sugiono, 2007). Salah satu alternatif yakni dengan menanam rumput unggul, yaitu jenis rumput signal. Rumput ini dapat tumbuh pada jenis tanah berstruktur sedang sampai berat dengan produksi biomassa kurang lebih 70- 90 ton/ha/tahun. Rumput ini jika tidak dilakukan dengan pemupukan suatu saat akan menurun produksinya jika lahan itu digunakan terus-menerus. Ada dua jenis pupuk yang digunakan sekarang ini pada tingkat petani yaitu a. pupuk anorganik (pupuk kimia) b. pupuk organik (padat atau cair) (Hasan, 2015).

Pemupukan adalah penambahan meteril kedalam tanah dengan maksud untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pemupukan organik merupakan penambahan bahan organik misalnya pupuk kandang, kompos, pupuk hijau dan humus, sedangkan pemupukan anorganik adalah penambahan pupuk yang dibuat pabrik dengan menggunakan bahan kimia dan unsur hara yang tinggi.

Penggunaan pupuk kimia yang terus menerus pada lahan tertentu sangat berbahaya karena dapat merusak tanah dimana tanah menjadi padat dan mikroba tanah akan mati (Goenadi, 2006), Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen (N) secara

(15)

pupuk organik cair sangat dianjurkan. Banyak jenis pupuk organik cair yang di kembangkan oleh beberapa peneliti dengan berbagai bahan baku yang berbeda-beda, tergantung bahan baku lokal yang tersedia ditempat masing-masing. Seperti pupuk organik cair dengan bahan baku jonga-jonga. Namun, level penggunaannya berbeda- beda pada jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman (Rusdy, dkk., 2015 ).

Menurut Sutarno dan Sugiyono (2007) faktor yang mempengaruhi kandungan gizi rumput adalah pemotongan dan dosis pemupukan. Pemotongan merupakan pengambilan bagian tanaman yang ada di atas permukaan tanah, baik oleh manusia atau renggutan hewan itu sendiri diwaktu ternak digembalakan. Pemotongan sangat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya, semakin sering dilakukan pemotongan pada interval yang pendek maka pertumbuhan kembali akan semakin lambat, ini disebabkan karena tanaman tidak ada kesempatan yang cukup untuk berasimilasi/berfotosintesis (Milthorpe dan Moorby, 1979; Jones, 1985).

Sistem analisis Van Soest menggolongkan zat pakan menjadi isi sel (cell content) dan dinding sel (cell wall). NDF (Neutral Detergent Fiber) mewakili kandungan dinding sel yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa, dan protein yang berkaitan dengan dinding sel. Bagian yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai NDS (Neutral Detergent Soluble) yang mewakil isi sel dan mengndung lipid, gula asam organik, non protein nitrogen, pektin, protein terlarut dan bahan yang larut dalam air.

ADF (Acid Detergent Fiber) mewakili selulosa dan lignin dalam dinding sel tanaman.

Analisis ADF dibutuhkan untuk evaluasi kualitas serat pakan ternak ruminansia dan herbivora lain (Suparjo, 2000). Penggunaan pupuk organik cair yang berbahan baku

(16)

jonga-jonga dengan pengaruh level pemupukan dan umur pemotongan berpengaruh terhadap kandungan NDF dan ADF pada rumput signal (Brachiaria decumbens).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh level penggunaan pupuk organik cair dan umur pemotongan terhadap kandungan NDF dan ADF pada rumput signal. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang peran penting pupuk organik cair dan umur pemotongan yang baik pada kandungan NDF dan ADF pada hijauan pakan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah sebagai Media Tumbuh Tanaman

Pada pengembangan hijauan pakan pada umumnya dilakukan pada tanah kelas III-VIII dimana tanah-tanah pada pengelompokkan ini pada umumnya miskin unsur hara (Hasan, 2015). Oleh karena itu diperlukan penyediaan nutrisi tanah melalui pemupukan, seperti pupuk kimia maupun pupuk organik. Fungsi tanah sesungguhnya adalah tempat tegak/tumbuhnya tanaman, tempat penyediaan unsur-unsur hara hijauan, gudang air bagi tanaman, tempat penyediaan udara bagi pernapasan akar tanaman.

Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pengembangan usaha pertanian dan peternakan yaitu kualitas tanah seperti tekstur dan struktur tanah (Hayati, 2012).

Tanaman akan tumbuh lebih baik pada struktur tanah yang gembur mempunyai ruang pori-pori yang berisi air dan udara sehingga dalam penyerapan unsur hara bagi tanaman dapat berjalan secara optimal. Lanjut dikemukakan Hakim dkk. (1986) bahwa pembentukan akar yang sempurna didukung oleh media tumbuh yang lebih baik, dimana media tumbuh tersebut mampu menyediakan sumber air, udara dan hara dalam keaadaan yang seimbang.

Berdasarkan laporan Oyo dkk. (1997) bahwa Rumput signal dapat dikembangkan pada semua jenis tanah, termasuk tanah-tanah yang miskin unsur hara.

Kemudian ditambahkan bahwa rumput ini tahan hidup dimusim kemarau (tahan kering), selain itu karena mempunyai perakaran yang sangat kuat dan cepat menutup tanah sehingga dapat mengurangi erosi. Rumput ini juga memiliki palatabilitas pada ternak ruminansia. Pengembangan budidaya rumput signal diperlukan pengolahan tanah

(18)

seperti pada rumput unggul lainnya. Kemudian tanah dapat dicangkul 1-2 kali tergantung keadaan tanah dengan kedalama 20-30 cm lalu diratakan.

Gambaran Rumput Signal (Brachiaria decumbens)

Di Indonesia, rumput bede atau yang lebih dikenal dengan rumput signal dapat dijumpai dimana yang termasuk jenis rumput yang unggul. Rumput signal berasal dari daerah Uganda, Afrika. Rumput ini termasuk rumput berumur panjang, dapat tumbuh dengan membentuk hamparan lebat dan penyebarannya sangat cepat melalui stolon.

Ciri-ciri rumput signal adalah berdaun kaku, pendek, berbulu halus, warna hijau gelap dan berstruktur agak kasar. Selain itu rumput ini jaga tahan terhadap penggembalaan berat, tahan injakan dan renggutan serta tahan kekeringan dan responsif terhadap pemupukan nitrogen dan juga cepat tumbuh dan berkembang sehingga mudah menutup tanah, tetapi tidak tahan terhadap genangan air. Rumput signal ini juga dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-1200 m (dataran rendah sampai dataran tinggi) dengan curah hujan 762-1500 mm/tahun, kemasaman tanah (pH) 6-7 (Oyo, dkk., 1997).

Menurut Shelton (2007) secara morfologi, rumput signal merupakan rumput yang tidak terlalu tinggi, tegak atau menjalar, membentuk rizoma dan berstolon dengan daun berbulu sedang dan berwarna hijau terang, lebar 7-20 m, dan panjang 5-25 cm.

Daun tumbuh dari stolon yang merambat yang berakar pada buku-bukunya, bunga rumput ini berbentuk mayang menjari. Habitat alami rumput signal berada di padang rumput tebuka dan ternaungi berada di garis lintang 27° LU – 27° LS . Selain itu rumput ini dapat bertahan di ketinggian 0 - 1200 m dengan kemasaman tanah (pH) 6-7.

(19)

Menurut Reksohadiprodjo (1985), sistematika rumput signal adalah sebagai berikut :

Phylum : Spermatophyta Sub phylum : Angiospermae Class : Monocotyledoneae

Ordo : Graminales

Family : Graminaea Genus : Brachiaria

Species : Brachiaria decumbens

Gambar 1. Rumput Signal Sumber : Oyo, dkk., 1997

Di Indonesia rumput bede banyak dijumpai di pinggir jalan, pinggir selokan, lapangan, pematang sawah dan di tempat-tempat lainnya yang berbatu.

Perkembangbiakan rumput bede di Indonesia sebenarnya sudah tersebar luas, namun pengembangan secara budidaya dan secara ekonomis masih sangat terbatas dibandingkan dengan pengembangan rumput raja (king grass) dan rumput gajah (elephant grass) yang sudah dikenal lebih dahulu oleh petani peternak. Jarak tanam yang sering digunakan untuk penaman rumput bede adalah 30x30 cm atau 40x40cm (Oyo, dkk., 1997).

(20)

Rumput signal tumbuh pada kisaran kesuburan tanah yang luas, termasuk tanah miskin hara, tanah dengan pH rendah dan memiliki kadar Al yang tinggi. Sistem perakaran rumput signal memiliki akar yang lebih halus dan dalam. Rumput signal dapat tumbuh baik pada iklim tropis yang lembab dengan curah hujan berkisar 1000- 3000 mm/thn. Rumput jenis ini semi toleran terhadap naungan dan cocok untuk tanaman penutup dengan lahan yang bukaannya relatif besar dan sangat toleran pada penggembalaan (Supardi, 2001).

Kandungan isi sel rumput signal mengalami penurunan dengan meningkatnya tingkat kedewasaan tanaman, sedangkan kandungan fraksi serat (NDF, ADF dan Lignin) meningkat dengan meningkatnya tingkat kedewasaan tanaman. Kualitas serat terbaik ditunjukkan oleh hijauan rumput bede yang dipotong pada umur 30 hari dan pemotongan rumput masih tetap dapat dilakukan sampai umur 40 hari. Keistimewaan rumput ini adalah tahan hidup di musim kemarau (tahan kering), selain itu karena mempunyai perakaran yang sangat kuat dan cepat menutup tanah sehingga dapat mengurangi erosi (Siregar, 1987).

Gambaran Struktur Tanaman

Menurut Nugroho dkk. (2006) bahwa hijauan pakan terdiri dari organ vegetatif (akar, batang dan daun) yang merupakan organ pokok tubuh tumbuhan dan organ produktif yang diikat pada tanaman, ada terdiri dari dinding sel dan inti sel. Dinding sel mengandung selulosa dan hemiselulosa yang diikat oleh lignin, begitu juga inti sel yang terdiri dari hemiselulosa dan selulosa yang diikat oleh lignin. Makin meningkat umur

(21)

Penurunan kadar NDF disebabkan karena meningkatnya lignin pada tanaman mengakibatkan menurunnya hemiselulosa. Hemiselulosa merupakan komponen dinding sel yang dapat dicerna oleh mikroba. Tingginya kadar lignin menyebabkan mikroba tidak mampu menguasai hemiselulosa dan selulosa secara sempurna. Sebaliknya semakin tinggi ADF kualitas atau daya cerna pada hijauan semakin rendah (Crapton dan Haris, 1969). Untuk itu di harapkan kedua fraksi tersebut hendaknya seminimal mungkin agar pakan yang diberikan kepada ternak ruminansia.

Menurut Hasan dkk. (2016) bahwa rumput signal yang ditanam pada lahan bekas tambang dengan masa panen 60 hari menghasilkan kandungan NDF 85% dan ADF 48%. Kandungan NDF dan ADF yang tinggi menandakan bahwa semakin lama umur panen kandungan NDF dan ADF semakin tinggi, dimana tanaman mengandung serat kasar yang lebih tinggi.

Acid Detergent Fiber (ADF) merupakan zat makanan yang tidak larut dalam detergent asam yang terdiri dari selulosa, lignin dan silika (Van Soest, 1982).

Komponen ADF yang mudah dicerna adalah selulosa, sedangkan lignin sulit dicerna karena memiliki ikatan rangkap,jika kandungan lignin dalam bahan pakan tinggi maka koefisien cerna pakan tersebut menjadi rendah (Sutardi, dkk., 1980).

Neutral Detergent Fiber (NDF) merupakan zat makanan yang tidak larut dalam detergent netral dan NDF bagian terbesar dari dinding sel tanaman. Bahan ini terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika serta protein fibrosa (Van Soest, 1982).

Degradasi NDF lebih tinggi dibanding degradasi ADF di dalam rumen, karena NDF mengandung fraksi yang mudah larut yaitu hemiselulosa (Church dan Pond, 1986).

(22)

Proses nitrasi adalah masuknya gugus nitro ke dalam zat-zat organik atau kimia lainnya dengan menggunakan campuran asam nitrat dan asam sulfat. Proses nitrasi dibedakan menjadi 2 macam proses, yaitu pembuatan senyawa nitro dan pembuatan ester nitrat dimana atom N berikatan dengan atom O. Kegunaan asam sulfat dalam proses tersebut sebagai zat penarik air (dalam reaksi nitrasi akan terbentuk air), sehingga reaksi dapat berlangsung sempurna. Proses nitrasi berlangsung selama 5 sampai dengan 35 menit untuk mencapai reaksi yang sempurna, dalam hal ini suhu dikendalikan menggunakan proses pendinginan untuk menjaga supaya tetap 30°C.

Perbandingan (dalam mol) antara asam sulfat, asam nitrat, dan air adalah 1 : 2 : 2, sedangkan untuk beratnya adalah 21,3% : 66,4% : 12,2 % (Ullman’s, 2006). Reaksi

yang terjadi adalah :

H2SO4

H2SO4 (C6H7O2 (OH)3)x + 3HONO2 (C6H7O2(ONO2)3)x + 3H2O + H2SO4……...…..(1)

Tahap Pengasaman yaitu Endapan yang terjadi diasamkan dengan asam sulfat.

(COO)2Ca + H2SO4 (COOH)2+ CaSO4Konversi yang diperoleh dari proses ini kurang dari 45% dengan kemurnian produk sebesar 60% (Panda, 2008).

Menurut Pearson dan Ison (1987) bahwa struktur tanaman itu terdiri dari dinding sel, inti sel dengan diikat oleh lignin atau silika. Pada umumnya jenis rumput-rumputan diikat oleh lignin dan didalamnya terdapat selulosa dan hemiselulosa. Hal ini dapat diketahui dengan metode penyabunan (Van Soest, 1976). Serat kasar adalah semua zat- zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 dan dalam NaOH. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang

(23)

berberat molekul tinggi dimana banyak unit Beta-glukosa berkaitan dengan 1,4 dan ikatan ini tidak bisa dipecahkan oleh enzim pencernaan manusia kecuali hewan ruminansia karena hewan tersebut mempunyai mikroorganisme yang dapat memecah ikatan tersebut (Van Soest, 1976).

Oven 105

Detergen Netral

Detergen Asam

H2SO472%

HBr 48%

Gambar 2. Skema Pembagian Fraksi Serat Berdasarkan Analisa Van Soest ( 1982) Secara umum kualitas hijauan dicerminkan dengan adanya nilai nutrisi yang dikandungnya, beberapa diantaranya adalah kandungan NDF dan ADF, hemiselulosa, selulosa dan lignin (fraksi serat). Pada tanaman muda umumnya kandungan lignin (fraksi serat) rendah. Umur tanaman ditentukan oleh umur pemotongan (Djuned, dkk., 2005).

Bahan Makanan

Air Bahan

Kering Isi Sel

(NDS)

Dinding Sel (NDF)

Nitrogen Dinding

Sel

Lignosellulosa (ADF)

Sellulosa Lignin

Tidak Larut dalam Pengabuan

Lignin Silika

(24)

Penggunaan Pupuk Organik Cair

Goenadi (2006) mengemukakan peran pupuk dalam budidaya tanaman/hijauan pakan tidak dapat diragukan lagi, minimal 30% dari hasil panen dan bahkan bisa mencapai separuhnya pada tanah-tanah berkesuburan marginal. Namun di dalam perjalannya pengolahan pupuk yang salah baik organik mapun anorganik, mengakibatkan rendahnya efesiensi pemanfaatan unsur hara, hilangnya keuntungan petani-peternak, potensi rusaknya lingkungan, dan pemanfaatan energi yang tidak efesiansi. Oleh karena itu diperlukan bagaimana manajemen penggunaan pupuk dalam budidaya tanaman.

Semakin pesatnya upaya peneliti dan petani dalam pengembangan teknologi penggunaan pupuk dewasa ini telah menghasilkan berbagai macam pupuk organik, apakah itu dalam bentuk padat ataupun cair (Sutanto, 2002). Sumber-sumber pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman dan limbah, seperti pupuk kandang (ternak besar dan kecil), hijauan tanaman rerumputan, semak, dan pohon, limbah pertanaman (jerami padi, batang jagung, sekam padi dan lain-lain) dan limbah agroindustri. Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan tanah yang kecukupan bahan organik mempunyai kempuan mengikat air lebih besar dari pada tanah yang kandungan bahan anorganiknya rendah.

Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar dipasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun dan tidak sedikit pula yang diaplikasikan langsung ke tanah. Pupuk organik cair mengandung C-Organik

(25)

diantaranya merangsang pertumbuhan dan kualitas kinerja akar secara sempurna

serta meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan tanaman secara total (Hamzah, 2014) dalam ((Suraeni, 2016).

a. Sumber Bahan Baku

Tumbuhan Kirinyu atau di Sulawesi Selatan dikenal juga dengan nama tumbuhan jonga-jonga. Tumbuhan jonga-jonga merupakan gulma yang awalnya diketahui berasal dari Amerika Selatan dan tengah, kemudian menyebar ke daerah tropis Asia, Afrika dan Pasifik. Gulma ini juga sangat merugikan karena dapat mengurangi kapasitas tampung pada padang penggembalaan, menyebabkan keracunan pada ternak, dan bahkan mengakibatkan kematian bagi ternak serta dapat menimbulkan bahaya kebakaran pada padang penggembalaan (Prawiradiputra, 2007).

Jonga-jonga dapat tumbuh pada ketinggian 1000-2800 m dpl, sedangkan di Indonesia banyak tumbuh di dataran rendah (0-500 m dpl) seperti di perkebunan- perkebunan dan padang penggembalaan (FAO, 2006). Adapun ciri-ciri dari tanaman jonga-jonga yaitu tepi daun bergerigi, menghadap kepangkal, letaknya juga berhadap- hadapan. Karangka bunga terletak diujung cabang (terminal), setiap kerangka terdiri atas 20-35 bunga. Warna bunga pada saat muda yaitu kebiru-biruan dan semakin tua menjadi coklat. Sedangkan pada batang muda agak lunak dan berwarna hijau kemudian semakin tua semakin berwarna coklat dan teksturnya keras (berkayu) (Prawiradiputra, 1985).

(26)

Kandungan nutrisi daun jonga-jonga dapat dilihat pada Tebel 1. berikut:

Tabel 1. Kandungan nutrisi dari daun jonga-jonga (%) Kandunga Nutrisi Persentase (%)

Bahan Kering 12,4

Protein Kasar 20-30

Kalsium (Ca) 0,14

Fosfor (P) 0,42

Nitrogen (N) 2,65

Energi 3.583,5 (Kkal/Kg)

Sumber: Marthen (2007)

b. Pembuatan Pupuk Organik Jonga-Jonga

Pupuk organik terbagi atas dua yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pada penggunaan pupuk organik cair mulai banyak dilakukan, karena memiliki beberapa kelebihan dibanding pupuk organik padat. Pupuk organik cair lebih mudah tersedia, tidak merusak tanah dan tanaman, serta mempunyai larutan pengikat sehingga jika diaplikasikan dapat langsung digunakan oleh tanaman, selain itu dapat diberikan melalui akar maupun daun tanaman karena unsur haranya sudah terurai sehingga mudah diserap oleh tanaman (Duaja, 2012).

Pemberian dosis pupuk organik cair berbahan baku jonga-jonga pada tanaman mempunyai peran penting dalam merangsang pertumbuhan jaringan tanaman, jumlah anakan dan lebar daun (Setyamdjaja, 1986). Pemanfaatan jonga-jonga sebagai sumber nutrisi masih jarang digunakan pada rumput signal. Namun, diketahui bahwa gulma ini mampu meningkatkan produksi dan kualitas rumput signal dengan penggunaan dosis 20, 40, dan 60 liter/ha (Fajri, 2016).

Pemanfaatan jonga-jonga sebagai pupuk cair pada rumput bebe mampu

(27)

Umur tanaman tersebut diperkirakan sekitar 4 bulan. Daun dan batangnya dipisahkan lalu dipotong-potong, kemudian dimasukkan kedalam ember sebanyak 10 kg dengan volume ember 15 liter. Tahap kedua yaitu ember yang kosong diisi dengan perbandingan banyaknya daun dan air dalam ember adalah 2 kg daun segar dan 1 liter air yang telah dihomogenkan dengan ragi tape 5 % dari total bahan yang akan digunakan. Ember selalu tertutup agar tidak ada usnur hara yang hilang akibat penguapan. Bagian atas tutup ember diberi lubang khusus untuk selang kecil, ujung selang dimasukkan kedalam botol yang telah berisi air guna untuk mengurangi gas yang berlebihan didalam ember. Tahap terakhir adalah proses filtrasi limbah yang ada dalam ember. Proses filtrasi dilakuakan 14 hari yang ditandai dengan tidak adanya lagi bau yang kurang baik dan kelihatan menyusut. Larutan dalam ember itulah yang disebut dengan pupuk organik cair dan siap untuk digunakan pada tanaman (Jusuf, 2006; Sema, 2015).

c. Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Jonga-Jonga

Jonga-jonga diketahui bahwa dapat merugikan bagi ternak karena dapat mengurangi kapasitas tampung padang penggembalaan karena sebagai tanaman pengganggu, dapat menyebabkan keracunan pada ternak, dan bahkan mengakibatkan kematian bagi ternak. Akan tetapi, jonga-jonga dapat dimanfaatkan untuk pengembalian unsur hara pada tanah dengan cara membuat pembuatan pupuk untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Adapun kelebihan dari pupuk cair jonga-jonga adalah memiliki nilai hara yang tinggi dengan komposisi 2.42 % N, 0.26 % P, 50,40 % C, dan 20.82 C/N (Vanderwoude, dkk., 2005).

(28)

Lahan yang terkuras unsur haranya harus dikembalikan menjadi lahan produktif untuk pengembangan hijauan pakan, dengan cara terbaik untuk mengembalikan kesuburan tanah adalah dengan cara pemupukan. Salah satu cara alternatif untuk mengembalikan kesuburan tanah untuk mengatasi tingginya harga pupuk kimia tanpa menurunkan produksi adalah memanfaatkan pupuk cair berbahan baku gulma Jonga- jonga sebagai sumber N bagi hara tanaman (Nompo, dkk., 2016).

Keunggulan dan manfaat pupuk organik cair adalah terbuat dari bahan-bahan organik yang ada di lingkungan, membangun kesuburan tanah, sangat ramah lingkungan, bebas bahan kimia, memperkuat pertumbuhan tanaman, mineral dan nutrisi tanaman tersedia dalam bentuk cair, mudah diserap akar, mamfaat kompos dalam bentuk cair dan biaya yang sangat murah serta efesien dalam penggunaan (Hardjowigeno, 2003) dalam (Suraeni, 2016).

Umur Pemotongan

Pemotongan merupakan pengambilan bagian tanaman yang ada di atas permukaan tanah, baik oleh manusia atau renggutan hewan itu sendiri di waktu ternak digembalakan (Susetyo, dkk., 1969). Pemotongan yang baik dengan mengadakan masa istirahat guna memberi kesempatan agar tanaman dapat tumbuh kembali. Pemotongan sebaikya dilakukan pada fase vegetatif karena cadangan makanan dalam akar cukup tersedia untuk pertumbuhan kembali (Haryadi, 1996).

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemotongan adalah umur tanaman, interval dan tinggi pemotongan. Perlakuan pemotongan tergantung dari kecepatan

(29)

kembali dari tanaman dan waktu pemotongan yang lama dapat menyebabkan peningkatan bobot batang tanaman (Setyati, 1979).

Pengaturan umur pemotongan dan tinggi pemangkasan sangat penting diperhatikan karena berhubungan dengan aspek fisiologi dan produksi yang dihasilkan serta kesanggupan untuk tumbuh kembali. Pemangkasan yang terlalu berat dengan tidak memperhatikan kondisi tanaman akan menghambat pertumbuhan tunas baru sehingga produksi yang dihasilkan dan perkembangan anakan menjadi berkurang. Sebaliknya pemangkasan yang terlalu ringan menyebabkan pertumbuhan tanaman didominasi oleh pucuk dan daun saja (Ella, 2002).

Pemotongan sangat besar manfaatnya terhadap produksi dan kualitas hijauan pakan. Interval pemotongan yang terlampau berat tanpa dibarengi dengan masa istihat yang memedai akan menghambat perkembangan tunas-tunas baru sehingga produksi dan populasi tanaman akan berkurang. Selanjutnya dikatakan bahwa hijauan pasture membutuhkan periode istirahat untuk tumbuh kembali yaitu 16-36 hari setelah dipotong tergantung musim (Reksohadprodjo, 1985).

Pada umumnya semakin tua hijauan waktu dipotong, maka kadar serat kasar akan meningkat dan kadar protein menurun karena terjadi proses lignifikasi, sebaiknya bertambahnya umur maka produksi hijauan meningkat dan pada akhirnya kerugian pada kadar protein (Crampton dan Harris, 1969). Semakin panjang umur pemotongan, makin rendah kadar protein kasarnya sedangkan sarat kasarnya makin meningkat. Oleh karena itu, maka jarak antara pemotongan pertama dan kedua perlu diatur sebaik mungkin (Webster dan Wilson, 1973).

(30)

Hipotesis

Diduga bahwa pemberian level pupuk organik cair dan umur pemotongan dapat mempengaruhi kandungan NDF dan ADF Rumput signal. Semakin tua umur pemotongan kandungan NDF dan ADF semakin meningkat.

(31)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari-Maret 2018 di Laboratorium Lapangan Ilmu Tanaman Pakan dan Pastura dan Laboratorium Kimia Pakan untuk analisis kandungan NDF dan ADF, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, parang, ayakan tanah/saringan, ember, polybag, gelas ukur, gunting rumput, timbangan, oven, alat destruksi, spatula, corong gelas, pipet tetes, labu destruksi dan alat pengujian NDF dan ADF.

Bahan yang digunakan adalah aquades, erlemenyer 250 ml, asam sulfat atau bahan-bahan kimia dengan metode Van Soesh ( 1982), air, pupuk organik cair, anakan rumput signal, pupuk organik cair berasal dari jonga-jonga.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 3 x 3 dengan 3 ulangan setiap perlakuan (Gomez and Gomez, 2015; Steel and Torrie, 1991).

Dimana :

Faktor pertama (A) yaitu perlakuan level pupuk A1= Rumput Signal Tanpa Pupuk/ Kontrol

A2= Rumput Signal + Level Pupuk Organik Cair 40 ml/polybag A3= Rumput Signal + Level Pupuk Organik Cair 60 ml/polybag

(32)

Faktor kedua (B) yaitu umur pemotongan B1= Umur Pemotongan 30 hari B2= Umur pemotongan 50 hari B3= Umur pemotongan 70 hari

Total unit eksprimen adalah sebanyak 27 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan tanah dilakukan dengan tiga titik kemudian diayak dan dibersihkan dari batu-batuan, ranting dan akar kayu lalu dihomogenkan. Tanah tersebut bertekstur lempeng liat berpasir (Tanah litosol) dengan pH 6,28 dan kandungan N 0,18%. Lalu tanah tersebut dimasukkan dalam polybag masing-masing sebanyak 10 kg dengan ukuran 30 x 40 cm dengan diameter 15 cm.

Rumput yang digunakan adalah rumput signal dengan menggunakan sobekan rumpun dengan tinggi tanaman rata-rata 25 cm, lalu ditanam dalam polybag sebanyak 2 anakan. Setelah tumbuh dengan baik maka akan dikeluarkan 1 anakan sehingga yang tersisa dalam polybag hanya1 tanaman yang tersisa sebagai tanaman percobaan. Jarak polybag satu dengan polybag lainnya adalah 40 cm. Kandungan air masing-masing polybag dipertahankan dengan PF tanah rata-rata 4,0 dengan melakukan penyiraman secara teratur. Pemotongan penyeragaman dilakukan pada interval 2 minggu setelah penanaman. Pemberian pupuk organik cair diberikan masing-masing perlakuan dengan level 0, 40, 60 ml/polybag.

(33)

yang sudah dipotong dimasukan kedalam tempat sampel dan ditimbang berat segarnya, setelah itu diovenkan dengan suhu 70o C selama 3 hari untuk mengetahui berat keringnya selanjutnya sampel yang sudah dioven dianalisis dengan menggunakan metode Van Soest (1982) dengan tujuan mengetahui kandungan NDF dan ADF bahan sampel rumput signal sebagai parameter penelitian.

Denah penempatan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Lay Out Penelitian

A2B13 A3B33 A3B21

A3B22 A1B23 A3B23

A1B31 A1B21 A2B11

A3B31 A2B22 A2B12

A2B21 A3B11 A3B32

A2B32 A3B13 A2B22

Keterangan :

A1= Rumput Signal Tanpa Pupuk/ Kontrol

A2= Rumput Signal + Level Pupuk Organik Cair 40 ml/polybag A3= Rumput Signal + Level Pupuk Organik Cair 60 ml/polybag B1= Umur Pemotongan 30 hari

B2= Umur Pemotongan 50 hari B3= Umur Pemotongan 70 hari

A3B12 A1B32 A1B11

A1B33 A2B23 A2B33

A1B12 A2B31 A1B13

(34)

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu kandungan NDF dan ADF rumput signal. Analisis kandungan NDF dan ADF dilakukan dengan metode Van Soest (1976).

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 3 x 3 dengan 3 ulangan (Gasper, 1991). Adapun model matematika rancangan ini adalah sebagai berikut:

Yijk = + αi+ βj + αβij+ ɛijk

Keterangan:

Yijk = Hasil Nilai pengamatan

= Nilai rata-rata

αi = Pengaruh faktor level pupuk ke i ( i = 1,2…r) βj = Pengaruh faktor umur pemotongan t ke j (j=1,2,...r)

αβj = Pengaruh interaksi level ke i dengan umur pemotongan ke j ɛijk = Galat percobaan

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan NDF

Rata-rata kandungan NDF Rumput Signal yang diberi pupuk cair dan umur pemotongan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Kandungan NDF Rumput Signal (%) Level

Pemupukan/Polybag Umur Pemotongan Rata-rata

B1 B2 B3

A1 62,02 65,29 66,62 67,98b

A2 62,20 66.37 68,46 69,01b

A3 62,33 67,43 71,27 57,54a

Rata-rata 62,18a 66,36b 68,78c 64,66

Keterangan: Superskripabc yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)

A1 = Rumput Signal Tanpa Pupuk (kontrol)

A2 = Rumput Signal + Level Pupuk Organik Cair 40 ml/polybag A3 = Rumput Signal + Level Pupuk Organik Cair 60 ml/polybag B1 = Umur Pemotongan 30 hari

B2 = Umur Pemotongan 50 hari B3 = Umur Pemotongan 70 hari

Berdasarkan hasil analisis ragam (lampiran 2) menunjukkan bahwa perlakuan level pemupukan dan umur pemotongan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan NDF dan terdapat interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara pemotongan dengan level pemupukan terhadap kandungan NDF rumput signal.

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan B3 kandungan NDF lebih tinggi dibandingkan perlakuan B2 dan B1. Tingginya kandungan NDF pada perlakuan B3 disebabkan tingginya lignifikasi seiring bertambahnya umur tanaman. Semakin tua umur tanaman maka kandungan NDF semakin tinggi, sebaliknya kandungan NDF rendah pada umur tanaman masih muda. Peningkatan umur meningkatkan proporsi

(36)

dalam Djunet dkk. (2005) menjelaskan bahwa kualitas hijauan dicerminkan dengan adanya nilai nutrisi yang dikandungnya. Pada umur muda, tanaman memiliki kandungan lignin yang rendah sedangkan pada umur tua kandungan ligninnya yang tinggi. Selain itu dengan peningkatan kedewasaan tanaman maka akan terjadi pula peningkatan konsentrasi seratnya.

Peningkatan kandungan NDF dalam rumput signal disebabkan pula karena tingginya kandungan hemiselulosa sesuai dengan umur pemotongannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Van Soest (1970) bahwa hemiselulosa merupakan komponen serat yang lebih muda dicerna dibandingkan selulosa. Oleh karena itu semakin tua umur tanaman fraksi seratnya makin tinggi, dimana fraksi serat itu terdiri dari hemiselulosa dan lignin, kedua dari bagian ini merupakan bagian dari NDF.

Mansyur dkk. (2005) dalam Aulia (2017) menambahkan adanya kecenderungan perubahan produksi segar dan kering seiring dengan lama umur pemotongan dikarenakan proporsi bahan kering yang dikandung oleh suatu tanaman berubah seiring dengan umur tanaman. Semakin tua tanaman maka akan lebih sedikit kandungan airnya dan proporsi dinding selnya lebih tinggi dibandingkan dengan isi sel. Bila kandungan dinding sel suatu tanaman semakin tinggi, maka tanaman tersebut akan lebih banyak mengandung bahan kering.

Secara statistik pemberian dosis pupuk memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan NDF rumput signal. Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa kandungan NDF pada perlakuan A3 lebih rendah dibandingkan perlakuan A2 dan A1.

(37)

(1997) menyatakan bahwa nilai NDF dapat digunakan sebagai penduga kecernaan bahan pakan. NDF merupakan isi dinding sel yang dapat digunakan untuk mengukur ketersedian isi serat. Semakin rendah nilai NDF maka semakin muda dicerna suatu bahan pakan. Lanjut dikemukakan oleh Rahmi dan Jumiati (2007) dalam Suleiman (2016) bahwa pemilihan dosis pupuk yang tepat akan berdampak pada produksi dan kualitas tanaman. Kelebihan dan kekurangan dosis pupuk menyebabkan gejala-gejala pada tanaman terutama gejala kelayuan pada daun (terdapat bercak-bercak putih pada daun).

Kandungan ADF

Rata-rata kandungan ADF Rumput Signal yang diberi pupuk cair dan umur pemotongan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Kandungan ADF Rumput Signal (%) Level

Pupuk/Polybag Umur Pemotongan Rata-rata

B1 B2 B3

A1 40,47 41,57 42,15 41,39

A2 41,06 40,09 43,45 41,53

A3 41,28 41,06 44,34 42,23

Rata-rata 40,93a 40,91a 43,31b 41,71

Keterangan: Superskripab yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)

A1 = Rumput Signal (kontrol)

A2 = Rumput Signal + Level pupuk organik cair 40 ml/polybag A3 = Rumput Signal + Level pupuk organik cair 60 ml/polybag B1 = Umur Pemotongan 30 hari

B2 = Umur Pemotongan 50 hari B3 = Umur Pemotongan 70 hari

Berdasarkan hasil analisis ragam (lampiran 3) bahwa umur pemotongan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan ADF rumput signal Sedangkan

(38)

pengaruh faktor pemupukan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan ADF rumput signal.

Hasil analisis ragam bahwa tidak ada interaksi antara pemupukan dan umur pemotongan terhadap kandungan ADF rumput signal. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa umur pemotongan pada perlakuan B3 berbeda sangat nyata (P<0,01) tehadap kandungan ADF dengan perlakuan B2 dan B1. Perbedaan ini dipengaruhi oleh umur pemotongan, semakin tinggi umur pemotongan maka kandungan ADF yang dihasilkan semakin tinggi dan semakin rendah umur pemotongan maka semakin rendah pula kandungan ADF. Hal ini sesuai pendapat Givens dkk. (2000) bahwa semakin tinggi umur tanaman maka komponen dinding sel suatu hijauan akan semakin tinggi. Lebih lanjut dikemukakan oleh Djunet dkk. (2005) selain pada umur pemotongan 4 dan 5 minggu ternyata kualitas belum memberikan perubahan karena kandungan ADF tidak berbeda nyata.

Menurut Rusdy (2016) bahwa semakin lama umur pemotongan maka kandungan ADF semakin tinggi begitupun sebaliknya semakin singkat umur pemotongan maka kandungan ADF yang dihasilkan rendah. Tanaman yang dipotong pada umur 4 dan 8 minggu menghasilkan kandungan ADF 30,6% dan 40,2%. Pada umur 60 dan 120 hari menghasilkan kandungan ADF lebih tinggi yaitu 40,1% dan 44,1%. Ini menandakan bahwa tanaman yang berumur muda kandungan ADFnya rendah sedangkan umur tua kandungan ADF meningkat.

Meskipun pada Tabel 4 tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan tetapi

(39)

Buckhman dan Brady (1982) menyatakan pemberian unsur hara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan bahan kering menjadi rendah sehingga tanaman mengandung kadar air yang tinggi yang menyebabkan tanaman lembek dan mudah terserang penyakit. Kandungan ADF adalah suatu pertimbangan dan estimasi daya cerna suatu hijuan pakan ternak.

Semakin muda umur tanaman kandungan NDF dan ADF rendah tetapi produksi hijauannya tergolong rendah, akan tetapi semakin tua umur tanaman kandungan NDF dan ADF meningkat terhadap proporsi batang, daun dan akar juga meningkat karena tanaman semakin tua dan di disebabkan oleh pupuk. Pemberian pupuk organik cair tidak menurunkan kandungan NDF dan ADF karna pada pemberian pupuk organik cair belum maksimal diberikan sehingga tidak terlalu memberikan efek terhadap daun dan batang sehingga tidak dapat menurunkan kandungan ADF dan NDF. Sarief (1986) menyatakan menurunnya kandungan N akan mengakibatkan turunnya kadar protein serta perbandingan protoplasma dengan dinding sel akan meningkat dan menyebabkan menebalnya dinding sel sehingga daun menjadi keras dan berserat. Menurut Syam (2015) turunnya kandungan ADF disebabkan karna semakin tingginya pemupukan dan pemberian unsur hara, sehingga membantu sistem perakaran dan penyerapan air yang baik pada tanaman dengan demikian proses lignifikasi menjadi terhambat.

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Semakin lama umur pemotongan kandungan NDF dan ADF semakin tinggi, sebaliknya semakin cepat umur pemotongan kandungan NDF dan ADF semakin rendah.

2. Kandungan NDF terendah diperoleh pada level pemupukan 60 ml/polybag, sedangkan kandungan ADF terendah diperoleh pada level pemupukan 40 ml/polybag.

3. Umur pemotongan sampai 50 hari kandungan NDF dan ADF rendah Saran

1. Sebaiknya tanaman dipotong pada umur 50 hari dan dosis pemupukan perlu diperhatikan sehingga memberikan kualitas hijauan yang baik.

2. Sebaiknya untuk menurunkan kandungan NDF dan ADF menggunakan pupuk organik cair dengan pemberian level 60 ml.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Aulia,F., Erwanto., Wijaya, A.K. 2017. Pengaruh umur pemotongan terhadap kadar air, abu, dan lemak kasar Indigofera zollingeriana. Jurnal Riset dan Inovasi Peternaka. 1 (3):1-4

Bell, B. 1997. Forage and Feed Analysis. Agriculture and Rural Representative.

Ontario. Ministry of Agriculture Food and Rural Affairs.

www.ag.Info.Omafra.com

Buckhman.H.O dan Brady H C.1982. Ilmu Tanah. Bharat, Jakarta.

Church, D. C. and W.G. Pond. 1986.Digestive AnimalPhysiologi and Nutrition. 2nd.

Prentice Hell a Devision of Simon and Schuster Englewood Clief, New York.

Crampton, E. W. Dan L. E. Haris, 1969. Applied Animal Nutrition E, d. 1st The Engsminger Publishing Company, California, U. S. A.

Djunet, W., Mansyur., Wijayanti, H.B. 2005. Pengaruh umur pemotongan terhadap kandungan fraksi serat hijauan murbei (Morus indicus L.Var. Kanva-2), Bandung. 859-864

Duaja, W. 2012. Pengaruh pupuk urea, pupuk organik padat dan cair kotoran ayam terhadap sifat tanah, pertumbuhan dan hasil selada keriting di tanah inceptisol.

1(4): 236-246

Ella, A. 2002. Produktivitas dan Nilai Nutrisi Beberapa Renis Rumput dan Leguminosa Pakan yang Ditanam pada Lahan Kering Iklim Basah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Makassar.

Fajri, J. 2016. Pemanfaatan pupuk cair terhadap pertumbuhan produksi dan klorofil rumput gajah mini pada lahan kering kritis. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Universitas Hasanuddin. Makassar.

FAO. 2006. Alien Invasive Species: Impacts on Forests and Forestry-A Review.

http://www.fao.org//docrep/008/j6854e/j6854e00.htm.Diakses(25Februari2018).

Givens. D.I., E. Owen., R.F.E. Axford and H.M. Omed. 2000. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI Publishing, Wallingford, UK. pp. 281−295.

Goenadi. D. H. 2006. Pupuk dan Teknologi Pemupukan Berbasis Hayati, Jakarta.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez, 2015. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian.

(42)

Hakim, N., M. Y.Nyakpa, A. M. Lubis, S.G Nugroho, M. R. Soul, M.A. Diha, GoBan Hong & H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Haryadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. PT Gramedia, Jakarta.

Hasan, S. 2015. Hijauan Pakan Tropik. Bogor. Penerbit IPB Press, Bogor.

_______. 2016. Evaluation of tropical grasses on mine revegetation for herbage supply to Bali cattle in Sorowako, South Sulawesi, Indonesia. Jurnal of Biological Sciences. 16 (2): 102-106

Hayati, S., Sabaruddin., dan Rahmawati. 2012. Pengaruh jumlah mata tunas dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan setek tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) Jurnal Agrista. 16 (3): 129-134

Jones, J. B. 2008. Tomato plant culture in the field. Green House and Home Gaurden, CRC Press: Tylor and Frances Group.

Jusuf, L. 2006. Potensi daun Chromolaena odorata sebagai bahan pupuk organik cair.

Jurnal Agrisistem. 2 (1)

Marthen. 2007. Ki Rinyuh (Chromolaena odorata (L) R.M. King dan H. Robinson):

Gulma padang rumput yang merugikan. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia (Wartazoa). 17 (1)

Milthorpe F.L and J. Moorby. 1979. An Introduction to Crop Physiology. Cambridge University Press.

Nugroho, L. H., Purnomo., dan I. Sumardi. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nompo, S., B. Nohong., S. Syawal., S. Hasan., Sema dan J. Fajri. 2016. Meningkatnya pertumbuhan rumput benggala (Panicum maximum) melalaui pemberian pupuk cair dengan dosis berbeda pada lahan kering kritis, Makassar. 1-5

Oyo, T. Hidayat, Ida Heliati dan Ihat Solihat. 1997. Teknik budidaya rumput Brachiaria decumbens (rumput bede). Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Panda, H. 2008. The Complete Book of Biological Waste Treatment and Their Utilization. Niir Project Consultancy service: Delhi. Pp. 70-89.

(43)

Prawiradiputra, B.R. 1985. Bahan komposisi vegetasi padang rumput alam akibat pengendalian kirinyu (Chromolaena odorata (L) R.M. King and H. Robinson) di Jonggol, Jawa Barat. Tesis, Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian, Bogor.

_______________. 2007. Kirinyu (Chromolaena odorata (L) R.M. King dan H.

Robinson): Gulma padang rumput yang merugikan. Bulletin Ilmu Peternakan Indonesia (Wartazoa). 17 (1): 46-52

Reksohadprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE.

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rusdy, M., M. Riadi, A.M. Sari, dan A. Normal. 2015. Comparative allelophatic effect of Imperata cylindrica and Chromolaena odorata on germination and seedling growth of Centrosema pubescens. J. Scientific and Research Publications. 5 (4):

1-5.

_________. 2016. Elephant grass as forage for ruminant animals. Livestock Research For Rural Development. Fundacion CIPAV, Cali Kolombia. 28 (4)

Sarief, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana, Bandung.

Sema. 2015. Pemberian pupuk hijau cair terhadap produksi rumput Brachiaria brizantha pada lahan marginal. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Sestyamadjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bharta Karya Aksara, Jakarta.

Shelton. M, 2007. Brachiaria decumbens. http://www.fao.org/AG/AGP/agpc/doc/ Gbase / data / pdf.000188/ html. Diakses( 26 Februari 2018)

Siregar, M.E. 1987. Produktivitas dan Kemampuan Menahan Erosi Species Rumput dan Leguminosa Terpilih Sebagai Pakan Ternak yang Ditanam Pada Tampingan Teras Bangku di DAS Citanduy, Ciamis.

Sulaiman. 2016. Produksi benih kedelai pada berbagai dosis kompos dan konsentrasi pupuk organic cair terintegrasi dengan ternak sapi. Tesis. Program Studi Sistem-Sistem Pertanian. Makassar.

Suparjo. 2000. Analisis secara kimiawi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Jambi.

Steel, R.G.D. dan J. Torrie. 1991. Prinsif dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. Gramedia, Jakarta.

Supardi, D. 2001. Pengaruh pemberian cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dan pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi rumput Brachiaria decumbens stapf.

(44)

Susetyo, S., I. Hismono dan B. Soewandi. 1969. Hijauan Makanan Ternak, Jakarta.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

Sutardi, T., S. H Pratiwi, A, Adnan dan Nuraini, S. 1980. Peningkatan Pemanfaatan Jerami Padi melalui Hidrolisa Basa, Suplementasi Urea dan Belarang. Bull.

Makanan Ternak. Bogor.

Sutarno dan Sugiyono. 2007. Kadar protein kasar dan serat kasar rumput meksiko (Euchlaena mexicana) pada berbagai tinggi pemotongan dan dosis pupuk nitrogen. Jurnal Pastura. 11 (3): 12-21

Syam, N. 2015. Pengaruh pemberian pupuk hijau cair kihujan (Samanea saman) dan azolla (Azolla pinnata) terhadap kandungan NDF dan ADF pada rumput signal (Brachiaria decumbens). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Ullmann’s., 2006. Chemical Properties Handbook, Encyclopedia of Industrial Chemistry, McGraw Hill Companies, New York.

Van Soest P. J. 1976. New Chemical Methods for Analysis of Forages for The Purpose of Predicting Nutritive Value.Pref IX International Grassland Cong.

____________.1982. Nutritional Ecology of the Ruminant. Commstock Publishing Associates. Adevision of Cornell University Press. Ithacaand London.

Vanderwoude, C. S., J.C. Davis and B. Funkhouser. 2005. Plan for National Delimiting Survey for Siam weed. Natural Resources and Mines Land Protection Services.

Queensland Government

Webster, C. C. and P. N. Wilson. 1973. Productiven Potential of an annual Intercropping Sheme in The Amazone. Field Crop. (19): 253-263.

(45)

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Pupuk

Kandungan Nitrogen Pupuk :

Pupuk Urea = 46% N

Pupuk Daun Jonga-Jonga = 2,65% N Penggunaan Urea 150 Kg/Ha

Pupuk Urea

X 150 =326,08 Kg N/Ha

326,08 N Kg/Ha = 0,0265 N Kg Jonga-Jonga/Ha

= 12.304,90 Kg N Jonga-Jonga/Ha Berat Tanah = 10 Kg/Polybag

Berat Tanah = 2 X 106Kg/Ha

Dosis Pupuk Jonga-Jonga ml/Polybag

=

= =

X = = 0,060 kg/polybag

X = 60 ml/polybag

X = 40 ml/polybag setara dengan penggunaan pupuk urea 100 kg

(46)

Lampiran 2. Kandungan NDF

Between-Subjects Factors

Value Label N

Dosis Pupuk 1.00 A1 (Kontrol) 9

2.00 A2 (40 ml) 9

3.00 A3 (60 ml) 9

Umur Pemotongan 1.00 B1 ( Umur 30 hari) 9

2.00 B2 (Umur 50 hari) 9

3.00 B3 (Umur 70 hari) 9

Descriptive Statistics Dependent Variable:NDF

Dosis Pupuk Umur Pemotongan Mean

Std.

Deviation N

A1 (Kontrol) B1 ( Umur 30 hari) 62.0200 1.82847 3

B2 (Umur 50 hari) 65.2933 .57501 3

B3 (Umur 70 hari) 66.6267 1.49246 3

Total 67.9800 3.31505 9

A2 (40 ml) B1 ( Umur 30 hari) 62.2000 1.67654 3

B2 (Umur 50 hari) 66.3767 .62939 3

B3 (Umur 70 hari) 68.4633 .60053 3

Total 69.0133 2.72404 9

A3 (60 ml) B1 ( Umur 30 hari) 62.3367 2.39588 3

B2 (Umur 50 hari) 67.4367 .56889 3

B3 (Umur 70 hari) 71.2700 1.54619 3

Total 66.9922 18.63940 9

Total B1 ( Umur 30 hari) 62.1822 19.96144 9

B2 (Umur 50 hari) 66.3689 1.06018 9

B3 (Umur 70 hari) 68.7867 2.31216 9

Total 64.6693 11.96558 27

(47)

Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:NDF

F df1 df2 Sig.

2.140 8 18 .086

Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.

a. Design: Intercept + Dosis_Pupuk + Umur_Pemotongan + Dosis_Pupuk * Umur_Pemotongan

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:NDF

Source

Type III Sum

of Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 3686.704a 8 460.838 231.402 .000

Intercept 112917.054 1 112917.054 56699.500 .000

Dosis_Pupuk 795.854 2 397.927 199.813 .000

Umur_Pemotongan 483.117 2 241.559 121.295 .000

Dosis_Pupuk * Umur_Pemotongan

2407.733 4 601.933 302.251 .000

Error 35.847 18 1.992

Total 116639.605 27

Corrected Total 3722.551 26

a. R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .986)

Estimated Marginal Means

1. Dosis Pupuk Dependent Variable:NDF

Dosis Pupuk Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

A1 (Kontrol) 67.980 .470 66.992 68.968

A2 (40 ml) 69.013 .470 68.025 70.002

A3 (60 ml) 57.014 .470 66.9922 58.003

(48)

2. Umur Pemotongan Dependent Variable:NDF

Umur

Pemotongan Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound B1 ( Umur 30 hari) 62.1822 .470 61.7122 63.1822 B2 (Umur 50 hari) 66.3689 .470 65.8989 67.3689 B3 (Umur 70 hari) 68.7857 .470 68.3157 69.7857

3. Dosis Pupuk * Umur Pemotongan Dependent Variable:NDF

Dosis Pupuk Umur Pemotongan Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound A1 (Kontrol) B1 ( Umur 30 hari) 62.022 .815 70.308 73.732

B2 (Umur 50 hari) 65.293 .815 63.582 67.005 B3 (Umur 70 hari) 66.627 .815 64.915 68.338 A2 (40 ml) B1 ( Umur 30 hari) 62.200 .815 70.488 73.912 B2 (Umur 50 hari) 66.377 .815 64.665 68.088 B3 (Umur 70 hari) 68.463 .815 66.752 70.175 A3 (60 ml) B1 ( Umur 30 hari) 62.337 .815 30.625 34.048 B2 (Umur 50 hari) 67.437 .815 65.725 69.148 B3 (Umur 70 hari) 71.270 .815 69.558 72.982 Homogeneous Subset

NDF Dosis Pupuk N

Subset

1 2

Duncana,b A3 (60 ml) 9 66.9922

A1 (Kontrol) 9 67.9800

A2 (40 ml) 9 69.0133

(49)

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.992.

Homogeneous Subset

NDF Umur Pemotongan N

Subset

1 2 3

Duncana,b B1 ( Umur 30 hari) 9 62.1822

B2 (Umur 50 hari) 9 66.3689

B3 (Umur 70 hari) 9 68.7867

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.992.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.

b. Alpha = .05.

(50)

Lampiran 3. Kandungan ADF

Between-Subjects Factors

Value Label N

Dosis Pupuk 1.00 A1 (Kontrol) 9

2.00 A2 (40 ml) 9

3.00 A3 (60 ml) 9

Umur Pemotongan 1.00 B1 ( Umur 30 hari) 9

2.00 B2 (Umur 50 hari) 9

3.00 B3 (Umur 70 hari) 9

Descriptive Statistics Dependent Variable:ADF

Dosis Pupuk Umur Pemotongan Mean Std. Deviation N

A1 (Kontrol) B1 ( Umur 30 hari) 40.4700 .69282 3

B2 (Umur 50 hari) 41.5733 1.02510 3

B3 (Umur 70 hari) 42.1598 2.18275 3

Total 41.3967 2.81928 9

A2 (40 ml) B1 ( Umur 30 hari) 41.0633 .67471 3

B2 (Umur 50 hari) 40.0900 .59758 3

B3 (Umur 70 hari) 43.4500 2.87066 3

Total 41.5344 2.12248 9

A3 (60 ml) B1 ( Umur 30 hari) 41.2833 .39577 3

B2 (Umur 50 hari) 41.0667 1.01007 3

B3 (Umur 70 hari) 44.3467 3.89325 3

Total 42.2322 2.57046 9

Total B1 ( Umur 30 hari) 40.9389 .63695 9

B2 (Umur 50 hari) 40.9100 1.01656 9

B3 (Umur 70 hari) 43.3159 2.87658 9

Total 41.7114 2.46849 27

(51)

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable:ADF

F df1 df2 Sig.

4.530 8 18 .004

Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.

a. Design: Intercept + Dosis_Pupuk + Umur_Pemotongan + Dosis_Pupuk * Umur_Pemotongan

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:ADF

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 95.065a 8 11.883 3.376 .015

Intercept 47962.064 1 47962.064 13624.482 .000

Dosis_Pupuk 5.946 2 2.973 .845 .446

Umur_Pemotongan 80.719 2 40.360 11.465 .001

Dosis_Pupuk * Umur_Pemotongan

8.399 4 2.100 .596 .670

Error 63.365 18 3.520

Total 48120.494 27

Corrected Total 158.430 26

a. R Squared = .600 (Adjusted R Squared = .422)

Estimated Marginal Mean

1. Dosis Pupuk Dependent Variable:ADF

Dosis Pupuk Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

A1 (Kontrol) 41.3967 .625 41.360 43.988

A2 (40 ml) 41.5344 .625 40.220 42.848

A3 (60 ml) 42.2322 .625 40.918 43.546

(52)

2. Umur Pemotongan Dependent Variable:ADF

Umur

Pemotongan Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

B1 ( Umur 30 hari) 40.939 .625 39.625 42.253

B2 (Umur 50 hari) 40.910 .625 39.596 42.224

B3 (Umur 70 hari) 43.315 .625 43.278 45.906

3. Dosis Pupuk * Umur Pemotongan Dependent Variable:ADF

Dosis Pupuk Umur Pemotongan Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound A1 (Kontrol) B1 ( Umur 30 hari) 40.470 1.083 38.194 42.746

B2 (Umur 50 hari) 41.573 1.083 39.298 43.849

B3 (Umur 70 hari) 42.150 1.083 43.704 48.256

A2 (40 ml) B1 ( Umur 30 hari) 41.063 1.083 38.788 43.339

B2 (Umur 50 hari) 40.090 1.083 37.814 42.366

B3 (Umur 70 hari) 43.450 1.083 41.174 45.726

A3 (60 ml) B1 ( Umur 30 hari) 41.283 1.083 39.008 43.559

B2 (Umur 50 hari) 41.067 1.083 38.791 43.342

B3 (Umur 70 hari) 44.347 1.083 42.071 46.622

Homogeneous Subsets ADF Dosis Pupuk N

Subset 1 Duncana,b A2 (40 ml) 9 41.5344

A3 (60 ml) 9 42.2322

A1 (Kontrol) 9 43.3967

Sig. .238

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(53)

ADF Dosis Pupuk N

Subset 1 Duncana,b A2 (40 ml) 9 41.5344

A3 (60 ml) 9 42.2322

A1 (Kontrol) 9 43.3967

Sig. .238

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 3.520.

Homogeneous Subsets

ADF Umur Pemotongan N

Subset

1 2

Duncana,b B2 (Umur 50 hari) 9 40.9100 B1 ( Umur 30 hari) 9 40.9389

B3 (Umur 70 hari) 9 43.3159

Sig. .974 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 3.520.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.

b. Alpha = .05.

(54)

Lampiran 4. Prosedur Kerja Analisis Kadar NDF dan ADF

Prosedur kerja analisis kadar NDF dan ADF rumput signal menurut Van Soest (1976) :

1. Timbang 0,25 gram (a gram)

2. Masukkan ke dalam tabung reaksi 50 ml

3. Tambahkan 30 ml larutan NDF, kemudian tutup rapat tabung tersebut 4. Rebus dalam air mendidih selama 1 jam

5. Saring kedalam sintered glass No .1 yang diketahui beratnya (b gram) sambil diisap dengan pompa vacum.

6. Cuci dengan air panas lebih kurang 100 ml (secukupnya) air mendidih dan 20 ml alkohol

7. Ovenkan pada suhu 135oC selama 2 jam

8. Dinginkan dalam eksikator selama setengah jam kemudian timbang (c gram) Kadar NDF (%) = c-b x 100 %

A Dimana:

a = berat sampel bahan kering b = berat sintered glass kosong

c = berat sintered glass + residu penyaring setelah diovenkan ADF

1. Timbang sampel kurang lebih 0,3 gram kemudian masukkan kedalam tabung

(55)

3. Rebus dalam air mendidih selama 1 jam

4. Saring dengan sintered glass No.1 yang telah diketahui beratnya (b gram) sambil diisap dengan pompa vacuum.

5. Cuci dengan kurang lebih 100 ml (secukupnya) air mendidih dan 20 ml alkohol 6. Ovenkan 135oC selama 2 jam atau dibiarkan bermalam

7. Dinginkan dalam eksikator lebih kurang setengah jam kemudian timbang (c gram)

Kadar ADF dihitung menggunakan rumus:

Kadar NDF (%) = c-b x 100 % A

Dimana:

a = berat sample bahan kering b = berat sintered glass kosong

c = berat sintered glass + residu penyaring setelah diovenkan

(56)

Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Pengambilan Daun Jonga-Jonga (Choromolaena odorata)

Proses Pembatan Pupuk Organik Cair

(57)

Penambahan Ragi Tape Penambahan Selang Pembuangan

Pengambilan Tanah Pengayakan Tanah

(58)

Pemisahan tanah dari akar dan batuan Pengisian Tanah Kedalam Polybag

Proses Penanaman Proses Pembuatan Kode Sampel

(59)

Pemasangan Sampel Pemberian Pupuk Organik Cair

Penyiraman air

Pertumbuhan Rumput Signal

(60)

Pengovenan Sampel Penimbangan sampel

Proses Pemanasan Proses Tanur

(61)

RIWAYAT HIDUP

Nurdianti (I111 14 045) Lahir di Kamali (Pinrang) pada Tanggal 15 Oktober 1996. Penulis adalah anak kedua dari Enam bersaudara. Anak dari pasangan Budding dan Norma. Mengenyam pendidikan tingkat dasar pada SD Negeri 186 Tal.Riawa (2008), kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan pertama pada SMP Negeri 2 Duampanua (2011) melanjutkan pendidikan menengah SMA Negeri 1 Lembang/SMA Negeri 8 Pinrang (2014), setelah menyelesaikan pendidikan SMA penulis melanjutkan pendidikan pada salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin melalui jalur SNMPTN pada tahun 2014 dengan program Strata Satu (S1) (2014-sekarang).

Selama kuliah pernah menjadi pengurus di lembaga kemahasiswaan HIMAPROTEK_UH tahun 2016-2017.

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip kerja dari relai tersebut ialah mendeteksi adanya arus lebih yang melebihi nilai setting yang telah ditentukan, baik yang disebabkan oleh adanya gangguan

Adapun judul dari proposal ini adalah “   Aplikasi Pupuk SP-36 dan Kotoran Ayam Terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada

konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas panas

Variable LEARNABILITY berjumlah 64 orang atau 61% yang memilih sangat setuju, 22 orang atau 28% yang memilih setuju, dan 9 orang atau 11% yang memilih cukup

Suatu penelitian selama dua tahun pada suatu perusahaan milik pemerintah US oleh Zamanou dan Gleser (1994) meneliti progam intervensi komunikasi dalam proses

Yang berada di lingkaran I sampai dengan V adalah kerjasama yang sudah dirintis dan program sudah tersusun, sedang yang berada diluar lingkaran I – V, tapi berada dalam lingkaran

dimaksudkan agar kaum perempuan yang terjerumus ke dalam tindakan tersebut tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Salah satu program pemberdayaan perempuan yang

6. Jika 27 gram Al direaksikan dengan 24 gram S, maka berdasarkan hukum Proust, pernyataan berikut yang benar adalah.. Jika dalam senyawa kalsium oksida terdapat 4 gram Ca