• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

4 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Abortus

a. Definisi Abortus

Abortus merupakan keadaan berhentinya suatu kehamilan dengan janin yang belum sanggup hidup di luar uterus. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan yang mencapai lebih dari 20 minggu (Sastrawinata, et al., 2005).

Definisi lain abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan sebab apapun, di mana janin belum dapat hidup di luar kandungan. Batasan kehamilan ini ditentukan oleh umur kehamilan dan berat badan. Dengan kata lain istilah abortus menunjukkan terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan kurang dari 500 gram (Handono, 2009).

b. Klasifikasi Abortus

Klasifikasi abortus menurut kejadiannya

1) Abortus Spontan : Abortus yang terjadi dengan sendirinya, semata- mata disebabkan oleh faktor alamiah dan tanpa intervensi medis maupun mekanis.

(2)

2) Abortus Provocatus : Abortus yang terjadi secara disengaja (digugurkan). Abortus provocatus terdiri dari:

a) Abortus Provokatus Terapetikus : Terjadi dengan alasan kehamilan membahayakan ibunya atau janin cacat dan dilakukan oleh tenaga medis.

b) Abortus Provokatus Criminalis : Terjadi tanpa indikasi medis atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.

Klasifikasi abortus menurut derajatnya

1) Abortus imminens: terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

2) Abortus insipiens: terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus dan dalam proses pengeluaran.

3) Abortus incompletus: pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus, perdarahan yang banyak.

4) Abortus completus: pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

(3)

5) Missed abortion: Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari 4 minggu atau lebih.

Biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.

6) Abortus habitualis: adalah abortus spontan 3 kali atau lebih.

(Hadijanto, 2010)

c. Etiologi Abortus

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya abortus. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:

1) Faktor janin: Biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama dan merupakan penyebab paling umum dari abortus.

Kelainan yang sering terjadi adalah gangguan pada pembentukan zigot, embrio, dan plasenta.

2) Faktor maternal:

a) Infeksi: sering terjadi pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus dapat berupa virus (rubella, CMV, HSV, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, ensefalomielitis),

bakteri (misalnya Salmonella thypi), dan parasit (Toxoplasma gondii, Plasmodium).

b) Penyakit vaskuler, misalnya hipertensi vaskular.

(4)

c) Kelainan endokrin: disebabkan produksi hormon progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.

d) Faktor imunologis

e) Trauma: kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan.

f) Kelainan uterus

g) Faktor psikosomatik: pengaruh faktor ini masih dipertanyakan.

3) Faktor eksternal: meliputi radiasi, obat-obatan, dan bahan kimia yang dapat membahayakan janin sehingga terjadi abortus.

(Sastrawinata, et al., 2005)

d. Faktor Risiko Abortus 1) Usia

Usia ibu saat hamil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan kehamilan sampai persalinan. Usia terbaik dan paling aman bagi ibu untuk melahirkan adalah usia 20 sampai 35 tahun (Husnah, 2010). Menurut Cunningham et al (2005) frekuensi abortus bertambah dari 12 % pada wanita usia 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita yang berusia di atas 40 tahun.

2) Paritas

Semakin banyak paritas seorang ibu maka semakin tinggi pula risiko terjadinya abortus. Paritas 2 dan 3 merupakan paritas yang

(5)

aman, paritas 4 dan selebihnya mempunyai angka kematian yang lebih tinggi (Husnah, 2010). Sejalan dengan pendapat Cunningham et al (2005) bahwa risiko abortus spontan meningkat seiring bertambahnya paritas seorang ibu.

3) Anemia dalam kehamilan

Seorang ibu yang sedang mengalami anemia mengakibatkan transportasi oksigen ke seluruh tubuh berkurang terutama ke alat reproduksi yaitu uterus. Dengan menurunnya transportasi oksigen ke uterus maka mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ke janin.

4) Hipertensi

Hipertensi berhubungan dengan abortus spontan. Ibu yang hipertensi memilki risiko terjadi abortus spontan sebesar 3,609 kali lipat dibanding ibu yang tidak hipertensi (Winkjosastro, 2006).

Hasil ini didukung dengan teori yang menyebutkan bahwa hipertensi mengakibatkan kurang baiknya prognosis pada janin yang disebabkan sirkulasi utero plasenta kurang baik, sehingga janin bertumbuh kurang wajar, dilahirkan kurang matur atau mati dalam kandungan (Winkjosastro, 2006).

5) Tembakau

Merokok telah diketahui sebagai salah satu faktor penyebab abortus spontan (Rasch, 2003; Wisborg et al., 2003). Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar

(6)

dua kali lipat dibandingkan wanita yang tidak mengkonsumsi rokok (Cunningham et al., 2005).

6) Alkohol

Abortus spontan dan anomali janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan (Cunningham et al., 2005). konsumsi alkohol dalam jumlah besar per-minggunya dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus spontan (Rasch, 2003).

7) Kafein

Mengkonsumsi kafein sebanyak 375 mg atau lebih per-harinya dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus (Rasch, 2003). Akan tetapi mengkonsumsi kafein dalam jumlah sedang (201 – 374 mg per-hari) tampaknya masih belum terbukti dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus.

e. Patofisiologi

Perubahan patologi diawali dari perdarahan pada desidua basalis dan terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi.

Selanjutnya jaringan nekrotik tersebut akan terlepas dari dinding rahim dan diinterpretasikan sebagai benda asing di dalam rongga rahim. Hal ini akan mengakibatkan kotraksi rahim dan benda asing tersebut keluar dari ronnga rahim (Sastrawinata et al., 2005)

(7)

f. Diagnosis

Apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah terlambat haid dan sering terdapat pula rasa mules, maka dapat dicurigai adanya abortus. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditemukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik (pregnosticon, gravindex) (Sastrawinata et al., 2005).

Selain itu abortus dapat didiagnosis apabila mempunyai satu atau lebih tanda, di antaranya sebagai berikut: perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi, serviks yang berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya (Saifuddin, 2002).

g. Penatalaksanaan

Menurut Sastrawinata et al. (2005), penatalaksanaan abortus dibedakan berdasar pada klasifikasinya.

1) Abortus iminens

a) Bed rest selama 3x24 jam dan pemberian preparat progesteron bila kadarnya < 5-10 nanogram (Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin).

b) Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 minggu, bila hasil tidak baik, evakuasi.

2) Abortus insipiens a) Evakuasi.

(8)

b) Uterotonik pasca evakuasi.

c) Antibiotik selama 3 hari.

3) Abortus completus

a) Kuret tidak pelu dilakukan apabila telur lahir dengan lengkap.

b) Apabila 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus incompletus atau endometritis pasca abortus harus

dipikirkan.

4) Abortus incompletus

a) Perbaiki keadaan umum: bila syok, segera atasi; bila Hb < 8 gr%, segera transfusi.

b) Evakuasi: digital, kuret.

c) Uterotonik.

d) Antibiotik selama 3 hari.

5) Abortus febrilis

a) Perbaiki keadaan umum (seperti: infus, transfusi, dan atasi syok septik bila ada).

b) Posisi Fowler.

c) Antibiotik yang adekuat (untuk bakteri aerob dan anaerob) d) Uterotonik

e) Pemberian antibiotik selama 24 jam intravena, dilanjutkan dengan evakuasi digital atau kuret.

6) Missed abortion

a) Perbaikan keadaan umum.

(9)

b) Darah segar.

c) Fibrinogen.

d) Evakuasi dengan kuret; bila umur kehamilan >12 minggu didahului dengan pemasangan dilator (laminaria shift).

7) Abortus habitualis

Pengelolaan bergantung kepada etiologinya. Pada kelainan anatomi, mungkin dapat dilakukan operasi Shirodkar atau McDonald.

h. Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah:

1) Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa- sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.

2) Perforasi

Perforasi uterus pada saat curetage dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang biasa menimbulkan persoalan gawat karena perlakuan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus.

3) Infeksi

Biasanya pada abortus criminalis infeksi kandung sampai sepsis dan infeksi tulang yang dapat menimbulkan kemandulan.

(10)

4) Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik)

(Sastrawinata et al., 2005)

2. Hemoglobin

a. Definisi Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk Oxyhemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Pearce, 2009).

Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 sub unit. Setiap sub unit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul Hemoglobin (Shinta, 2005).

b. Kadar Hemoglobin

Kadar Hemoglobin ialah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran- butiran darah merah. Jumlah Hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut

“100 persen” (Pearce, 2009). Batas normal nilai Hemoglobin untuk

(11)

commit to user

seseorang sukar ditentukan karena kadar Hemoglobin bervariasi di antara setiap suku bangsa. Namun WHO telah menetapkan batas kadar Hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin (Arisman, 2008).

Tabel 2.1. Batas Kadar Hemoglobin

Kelompok Umur Batas Kadar Hb (gr/dl)

Anak 6 bulan - 6 tahun 11,0

Anak 6 tahun - 14 tahun 12,0

Pria dewasa 13,0

Ibu hamil 11,0

Wanita dewasa 12,0

Sumber: WHO dalam Arisman, 2008

c. Anemia

Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar Hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2008).

Anemia adalah berkurangnya kadar eritrosit (sel darah merah) dan Hemoglobin dalam setiap milimeter kubik darah dalam tubuh manusia.

Hampir semua gangguan pada sistem peredaran darah disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh, penurunan kerja fisik, penurunan daya tahan tubuh. Penyebab anemia bermacam- macam di antaranya adalah anemia defisiensi zat besi (Murgiyanta, 2006).

(12)

3. Hubungan Kejadian Abortus Spontan dengan Kadar Hemoglobin Anemia selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya berat bayi lahir rendah, prematuritas, cacat mental maupun motorik neonatus, bahkan kematian perinatal (Ebrahim S.H. et al., 2010). Ibu hamil yang menderita anemia selama kehamilan akan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami abortus dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia.

WHO memperkirakan bahwa 35 - 75% ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia di masa kehamilannya (Saifuddin, 2008).

Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan (Nurhaeni, 2008). Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama kehamilan ialah 800 mg besi, di antaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2 - 3 mg besi/hari (Syaifuddin, 2008).

Perlu diingat ada beberapa kondisi yang menyebabkan defisiensi kalori- besi, misalnya infeksi kronik, penyakit hati dan thalasemia.

Anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan. Hal ini dikarenakan jumlah zat besi sebagai penyusun penting Hemoglobin mengalami penurunan jumlah di hepar.

(13)

Pada masa kehamilan, suplai oksigen dan nutrisi pada ibu meningkat karena harus mensuplai janinnya. Apabila asupan zat besi tidak mencukupi atau ditambah, maka akan mengakibatkan anemia gizi besi, di mana tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk Hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru (Price, 2006).

Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia pada ibu hamil juga mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi, kalsifikasi, dan infark, sehingga terjadi gangguan fungsinya (Wiknjosastro, 2006). Hal ini akan mengakibatkan gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin. selain itu ibu lebih rentan terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur (Saifuddin, 2006).

(14)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Keterangan: Diteliti Tidak diteliti

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran.

Kadar Hemoglobin

Kontraksi Uterus Gangguan Transportasi Oksigen

dan Nutrisi

Sirkulasi Nutrisi Janin

Abortus Kematian Janin

Normal Rendah

Konsepsi Terlepas

Asupan Zat Besi

Usia

Paritas

Hipertensi

Tembakau

Alkohol

(15)

C. Hipotesis

Hipotesis kerja penelitian ini adalah:

Terdapat hubungan antara kejadian abortus spontan dengan kadar Hemoglobin.

Referensi

Dokumen terkait

Membaca pustaka dan membuat makalah (Kelompok 2) Membuat resume (1-2 halaman) (T) 3 KD 5 Mendeskripsikan hubungan faktor lingkungan terhadap kinerja hewan (lingkungan

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk diketahuinya besar perbedaan perubahan antara kelompok intervensi dan control sebelum dan sesudah pemberian makanan

DARAH KAPILER pada orang dewasa pakailah ujung jari atau anak daun telinga, pada bayi atau. anak kecil boleh juga tumit atau ibu

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah dan inayah-Nya jualah, penulis dapat

Pengamanan aset atas pengelolaan barang milik daerah pada Kabupaten Gorontalo sudah baik terutama pada indikator yang mempunyai pengaruh, memberikan alasan logis

Nomor peserta ujian seleksi tertulis sama dengan Nomor Urut yang tertera pada daftar nama pelamar lulus seleksi administrasi... BUDI SANTOSO GAGAKSIPAT RT 1 RW 3 NGEMPLAK

Karena itu, marka 9 SSR tersebut membuktikan dapat menelusuri penurunan alel dari kedua tetua pada progeni F1 yang berimplikasi pada percepatan seleksi progeni

Kemampuan Melaka menjadi sebuah pelabuhan yang penting di dunia pada zaman ini berdasarkan kepada beberapa faktor iaitu kedudukan yang strategik, perairan