• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA DISTRIBUSI KIJING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA DISTRIBUSI KIJING"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

i

PARPAREAN KECAMATAN PORSEA KABUPATEN TOBA SUMATERA UTARA

SKRIPSI

TRIA ELVADES NAINGGOLAN 170302056

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(2)

ii

PARPAREAN KECAMATAN PORSEA KABUPATEN TOBA SUMATERA UTARA

SKRIPSI

TRIA ELVADES NAINGGOLAN 170302056

Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(3)

iii

(4)

iv

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Tria Elvades Nainggolan NIM : 170302056

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pola Distribusi Kijing (Anodonta woodiana) Serta Kaitannya dengan Kualitas Perairan di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain dan telah disebutkan dalam teks serta dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, April 2022

Tria Elvades Nainggolan NIM. 170302056

(5)

i

Tria Elvades Nainggolan. Pola Distribusi Kijing (Anodonta woodiana) Serta Kaitannya dengan Kualitas Perairan di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan

Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Dibimbing oleh Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc

Pantai Pasir Putih Parparean salah satu perairan air tawar yang banyak ditemukan oleh kerang kijing (Anodonta woodiana), namun kondisi ekologi Pantai Pasir Putih Parparean secara terus menerus mengalami perubahan terutama dari berbagai aktivitas manusia seperti aktivitas penangkapan, rumah tangga dan wisata yang mengakibatkan adanya perubahan kualitas perairan dan terganggunya kelangsungan hidup kerang kijing yang ada di dalamnya sehingga berpengaruh pada jumlah populasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi kerang kijing (Anodonta woodiana) dan kaitannya dengan parameter kualitas perairan di Pantai Pasir Putih Parparean. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dari bulan Oktober hingga November 2021. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan rumus Indeks Morishita, kelimpahan populasi untuk mengetahui pola distribusi kerang berdasarkan hubungan kualitas perairan untuk mengetahui nilai parameter fisika kimia perairan. Hasil penelitian bahwa jumlah kelimpahan populasi pada stasiun I 3,07 ind/m², stasiun II 3,29 ind/m², stasiun III 3,66 ind/m² dan angka rataan Indeks Morisitha dari seluruh stasiun pengamatan lebih dari 1 (Id > 1) yang berarti bahwa pola sebaran cenderung mengelompok. Hubungan parameter fisika kimia perairan dengan kelimpahan kerang kijing memiliki hubungan positif dengan membentuk sudut <90o terhadap parameter suhu, ph, DO (Disolved oxyegen), nitrat dan fosfat, sedangkan parameter yang memiliki hubungan negatif adalah C-organik dengan membentuk sudut >90o.

Kata kunci : Anodonta woodiana, Kualitas Perairan, Pantai Pasir Putih Parparean, Pola Distribusi

(6)

ii

Tria Elvades Nainggolan. Distribution Pattern of the Kijing (Anodonta woodiana) and its Relationship with Water Quality at Parparean White

Sand Beach, Porsea District, Toba Regency, North Sumatra. Supervised by Rusdi Leidonald, SP, M.Sc

Parparean Pantai Pasir Putih is one of the freshwater waters that is mostly found by mussel shells (Anodonta woodiana), but the ecological conditions of Parparean Pantai Pasir Putih are constantly changing, especially from various human activities such as fishing, household and tourism activities which result in changes in quality. waters and the disruption of the survival of the mussel shells in it so that it affects the number of populations. This study aims to determine the distribution pattern of mussel shells (Anodonta woodiana) and its relation to water quality parameters at Parparean Pasir Pasir Putih. This research was conducted for 1 month from October to November 2021. The research data were analyzed using the Morishita Index formula, population abundance to determine the distribution pattern of shellfish based on the relationship of water quality to determine the value of the physical and chemical parameters of the waters. The results showed that the total population abundance at station I was 3.07 ind/m², station II was 3.29 ind/m², station III was 3.66 ind/m² and the average Morisitha Index of all observation stations was more than 1 (Id > 1) which means that the distribution pattern tends to cluster. The relationship between physical and chemical parameters of waters with the abundance of mussels has a positive relationship by forming an angle of <90o with respect to the parameters of temperature, pH, DO (Dissolved oxygen), nitrate and phosphate, while the parameter that has a negative relationship is C-organic with an angle of >90o.

Keywords : Anodonta woodiana, Distribution Pattern, Parparean Pantai Pasir Putih, Water Quality

(7)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Asahan pada tanggal 18 Februari 1998, anak dari pasangan Alm.

Bapak Timbul Nainggolan dan Ibu Nur Haidah Siagian. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 010143 Perkebunan Aek Tarum pada tahun 2004-2010. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMP Negeri 2 Bandar Pulau pada tahun 2010- 2013. Kemudian pada tahun 2013 penulis diterima di SMA Swasta Katolik Budi Murni 2 Medan dengan jurusan IPA dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2016. Pada tahun 2017 penulis melanjutkan pendidikan S-1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Ujian Mandiri Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMBPTN).

Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga menjadi Asisten Laboratorium Rancangan Percobaan pada tahun 2019. Pada tahun 2020, penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Benih Ikan Rambung Merah Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada tahun 2021.

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pola Distribusi Kijing (Anodonta woodiana) Serta Kaitannya dengan Kualitas Perairan di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dukungan moril maupun materil sehingga penelitian ini dapat selesai. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda (alm.) Timbul Nainggolan dan Ibunda Nur Haidah Siagian S.Pd, serta ke dua saudara saya tercinta Ns. Royandi Nainggolan.S,Kep dan Leo Anggara Nainggolan yang selalu memberikan doa, semangat, dan yang telah membesarkan serta mendidik penulis. Serta keluarga yang telah memberi dukungan kepada penulis.

2. Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc, Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing dan dosen penguji yang telah membimbing, memberi arahan, memberikan ilmu dan masukan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

3. Ibu Desrita, S. Pi., M. Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

(9)

v

4. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkungan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Tim penelitian yang juga sahabat yang penulis sayangi, Cindy Agustus Celestina Gultom, Maulida Aprilia Pulungan yang senantiasa membantu penulis mulai dari pelaksanaan hingga penulisan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat yang penulis sayangi, Adrina Cornelia Tarigan, Helmina Claudia Milala, Suci Azrina Hari Sikumbang, Enda Nisrina, Masni Sitorus dan Armando Simbolon yang telah membantu penulis sehingga penelitian dapat berjalan lancar dan penulis dapat menyelesaikan skripsi.

7. Kakak-kakak yang penulis cintai Findiani Dwi Astari S.Pi., M.Si, Evita Rehulina Ginting S.Pi dan Devi W Sihombing S.Pi yang telah

memberikan dukungan, motivasi, semangat, waktu dan tenaga dalam membantu penelitian penulis.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2017 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah memberi dukungan, semangat dan doa kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya dibidang kelautan dan perikanan.

Medan, April 2022

Penulis

(10)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP. ... iii

KATA PENGANTAR. ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR. ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN. ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Lokasi Penelitian ... 7

Kijing (Anodonta woodiana) ... 8

Habitat dan Penyebaran ... 11

Parameter Fisika Kimia Perairan ... 14

Parameter Fisika Suhu ... 14

Kecerahan ... 14

Kedalaman ... 15

Parameter Kimia ... 16

Derajat Keasaman (pH) ... 16

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ... 16

Nitrat ... 17

Fosfat ... 18

(11)

vii

Tipe Substrat ... 18

C-Organik ... 20

Metode Storet ... 19

Indeks Pencemaran (IP) ... 20

Metode CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment) 21 Analisis PCA (Principal Component Analysis) ... 22

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

Alat dan Bahan Penelitian ... 24

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan ... 24

Stasiun I ... 24

Stasiun II ... 25

Stasiun III ... 26

Prosedur Penelitian ... 26

Pengambilan Sampel Kijing ... 26

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Air ... 28

Pengambilan Sampel Substrat ... 28

Analisis Data... 29

Pola Pertumbuhan Kijing (Anodonta woodiana) ... 29

Pola Distribusi (Id) ... 30

Kelimpahan Populasi ... 31

Metode Storet ... 31

Metode Indeks Pencemaran (IP) ... 32

Metode CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment) 34 Analisis Tipe Substrat ... 36

Analisis Komponen Utama (PCA) ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan Panjang-Bobot Kerang Kijing (Anodonta woodiana) 40

Distribusi Kerang Kijing (Anodonta woodiana) ... 43

Kelimpahan Populasi Kerang Kijing (Anodonta woodiana) ... 43

(12)

viii

Parameter Fisika dan Kimia Pantai Parparean ... 44

Metode Storet ... 44

Metode Indeks Pencemaran (IP) ... 45

Metode CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment) 45 Tekstur Substrat dan C-organik Pantai Parparean ... 46

Hasil Analisis PCA (Principal Component Analysis) ... 46

Pembahasan Hubungan Panjang-Bobot Kerang Kijing (Anodonta woodiana) 47 Indeks Distribusi Kerang Kijing (Anodonta woodiana)... 49

Kelimpahan Populasi Kerang Kijing (Anodonta woodiana) ... 50

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Pantai Parparean ... 52

Suhu ... 51

Kecerahan ... 51

Kedalaman ... 52

Oksigen Terlarut (Dissolved oxygen) ... 52

Derajat keasaman (pH) ... 53

Nitrat (NO3) ... 53

Fosfat (PO4) ... 53

Metode Storet ... 54

Indeks Pencemaran (IP) ... 55

Metode CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment) 56 Tekstur Substrat dan C-organik di Pantai Parparean ... 57

Analisis PCA (Principal Component Analysis) ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 60

Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5

2. Kerang Kijing (Anadonta woodiana) ... 9

3. Cangkang Kijing (Anadonta woodiana) ... 9

4. Peta Lokasi Penelitian ... 23

5. Lokasi Stasiun 1 ... 25

6. Lokasi Stasiun 2 ... 25

7. Lokasi Stasiun 3 ... 26

8. Desain Sampling Penelitian ... 27

9. Segitiga USDA (LPT, 1979) ... 37

10. Simulasi Hasil Analisis PCA Dalam Bentuk Lingkaran Korelasi ... 38

11. Hubungan Panjang-Bobot Kijing pada Stasiun I ... 40

12. Hubungan Panjang-Bobot Kijing pada Stasiun II ... 41

13. Hubungan Panjang-Bobot Kijing pada Stasiun III ... 42

14. Hasil Analisis PCA ... 46

(14)

x

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air ... 28

2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ... 32

3. Penentuan Status Mutu Air dengan Indeks Pencemaran (IP) ... 33

4. Kategori Kualitas Air dengan Metode CCME WQI ... 36

5. Tingkat Hubungan Nilai Indeks Korelasi ... 39

6. Data Hubungan Panjang Bobot dengan Kelimpahan Kijing Tiap Stasiun 42 7. Indeks Distribusi Kerang Kijing Tiap Stasiun Penelitian ... 43

8. Kelimpahan Populasi Kerang Kijing Tiap Stasiun ... 43

9. Parameter Fisika dan Kimia Pantai Parparean ... 44

10. Kualitas Air Pantai Parparean dengan Metode Storet ... 44

11. Kualitas Air Pantai Parparean dengan Indeks Pencemaran ... 45

12. Kualitas Air Pantai Parparean dengan Metode CCME ... 45

13. Hasil Pengukuran Substrat dan C-organik ... 46 14. Nilai Korelasi Analisis Komponen Utama dengan Kelimpahan Kijing 47

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Alat ... 69

2. Bahan ... 71

3. Prosedur Penelitian ... 72

4. Data Kerang Kijing pada Setiap Stasiun ... 75

5. Perhitungan Pola Pertumbuhan ... 84

6. Analisis Nilai Kelimpahan Populasi Kerang Kijing ... 87

7. Perhitungan Data Distribusi Kerang Kijing ... 88

8. Perhitungan Metode Storet ... 92

9. Perhitungan Indeks Pencemaran ... 94

10. Perhitungan Metode CCME ... 95

11. Perhitungan Principal Componen Analysis (PCA) ... 96

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau Toba terletak di provinsi Sumatera Utara memiliki luas permukaan

sekitar 1.124 km2 (112.400 ha) dengan volume danau sekitar 256,2 km3

(256,2x109 m3) dan kedalaman maksimum 508 m menjadikan Danau Toba sebagai danau terbesar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Danau Toba terletak pada posisi geografi 2°41′N 98°53′E/2.68°N 98.88°E dengan ketinggian 995 m diatas permukaan laut. Dasar danau sebagian besar terdiri atas batu-batuan serta pasir dimana pada bagian tertentu terdapat endapan lumpur dan daerah sekitarnya dikelilingi oleh perbukitan (Garno et al., 2020).

Porsea merupakan salah satu wilayah yang memiliki tempat objek wisata yang memiliki aliran perairan Danau Toba adapun diantara objek wisata di wilayah ini yaitu Pantai Pasir Putih Parparean dan juga Pantai Pasifick. Kota Porsea termasuk salah satu tempat wisata yang berada di Kabupaten Toba yang letaknya di Desa Parparean II Kecamatan Porsea sebagai tempat objek wisata perairan Danau Toba. Adapun tempat wisata ini memiliki berbagai daya tarik bagi para wisatawan yang berada di kawasan Kabupaten Toba.

Perairan Pantai Pasir Putih merupakan kawasan perairan yang masih menjadi bagian wilayah perairan Danau Toba yang merupakan sumberdaya perairan yang diketahui mempunyai nilai sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta untuk menunjang berbagai jenis industri, seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Sigura-gura dan Asahan. Kondisi perairan Danau Toba pada beberapa tahun terakhir dilaporkan telah mengalami

(17)

gangguan hidrologis dan ekosistem yang serius. Volume air mengalami penyusutan terus menerus, terjadi pelumpuran dan pendangkalan yang melebihi normal serta pencemaran kualitas, baik di dalam danau maupun pada aliran sungai Asahan yang mengalirkan air dari danau tersebut ke laut.

Barus (2005) menyebutkan bahwa beranekaragamnnya aktivitas masyarakat di Danau Toba baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan kualitas lingkungan perairan Danau Toba. Kehidupan organisme akuatik dalam danau sangat ditentukan oleh kualitas perairan tempat hidupnya. Hal tersebut dapat berdampak terhadap kehidupan organisme dalam perairan dimana organisme memiliki faktor pembatas untuk menunjang kehidupan dan berpengaruh terhadap komunitas suatu organisme. Salah satu organisme yang dapat terpengaruh akibat perubahan kondisi kualitas perairan adalah unionidae.

Kijing taiwan (Anodonta woodiana) merupakan salah satu jenis kerang air tawar yang termasuk dalam kelas pelecypoda, family unionidae. Beberapa manfaat dari kijing taiwan antara lain merupakan salah satu sumber protein karena dagingnya dapat dengan kandungan protein 14,07 %. Adapun cangkangnya berguna untuk bahan baku industri kancing, sebagai bahan pakan ternak, serta biotanya dapat dibudidayakan sebagai penghasil mutiara. Secara ekologis kijing ini mampu menjernihkan air berkat efisiensinya yang tinggi dalam menyaring partikel-partikel tersuspensi, alga dan mampu mengakumulasi logam berat perairan ke dalam jaringan tubuh (Sahusilawane et al., 2015).

Persebaran kerang A. woodiana di Pantai Parparean masih belum diketahui, padahal berdasarkan fungsi ekologi, bahwa kerang tersebut dapat dijadikan sebagai bioindikator suatu pencemaran lingkungan perairan, karena

(18)

mampu bertahan hidup dalam kondisi lingkungan perairan yang tercemar dan mampu menyerap polutan termasuk logam berat yang tersuspensi dalam perairan (Sunarto, 2011). Hal tersebut tidak berfungsi jika keberadaannya di alam semakin berkurang karena pemanfaatan yang berlebih, Oleh sebab itu, berkaitan dengan hal tesebut maka dibutuhkan pemahaman yang mendasar mengenai pola distribusi kerang A. woodiana. dan jumlah kelimpahannya agar pemanfaatannya juga memperhatikan keadaan populasi dari kerang tersebut (Yanuardi et al., 2015).

Berdasarkan informasi tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di perairan Pantai Pasir Putih Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Sumatera Utara untuk mengetahui besarnya potensi kerang kijing dan pentingnya peranan dalam mendukung proses ekologi dengan menganalisis pola distribusi kijing air tawar dan kaitannya dengan kualitas perairan. Adapun desa yang merupakan lokasi penelitian penulis adalah Desa Parparean II, Desa perbatasan antara Desa Parparean II dengan Desa Sigumpar. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis data yang meliputi pola pertumbuhan pola distribusi, dan kelimpahan kijing air tawar diperairan tersebut dan akan dilakukan pengukuran kualitas air dengan meliputi metode storet, indeks pencemaran, metode Canadian Ciuncil Minister of the Enviroment (CCME) dan analisis komponen Utama (AKU/PCA).

Rumusan Masalah

Adanya pemanfaatan terhadap perairan Pantai Pasir Putih Parparean di Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba dengan berbagai aktivitas dari sektor pertanian, aktivitas nelayan, pariwisata, dan aktivitas penduduk sekitar yang mengakibatkan adanya perubahan kualitas perairan maupun ekologi perairan

(19)

tersebut sehingga memiliki dampak terhadap komunitas biota salah satunya kijing.

Sementara itu belum diketahui informasi pola distribusi kijing serta kualitas perairannya di Pantai Pasir Putih Parparean tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengamatan di lapangan. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola distribusi kijing (Anodonta woodiana) di perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara?

2. Bagaimana hubungan kelimpahan kijing (Anodonta woodiana) dengan kualitas perairan di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara?

Kerangka Pemikiran

Pantai Pasir Putih adalah salah satu destinasi wisata pantai yang dimanfaatkan menjadi destinasi wisatawan. Pemanfaatan Pantai Pasir Putih Parparean meliputi berbagai aktivitas dari sektor pertanian, aktivitas nelayan, daerah wisata dan aktivitas penduduk sekitar pantai yang secara terus menerus kemungkinan menyebabkan perubahan kualitas perairan. Terjadinya perubahan kualitas air di Pantai Pasir Putih Parparean disebabkan oleh bungan limbah penduduk, sampah wisatawan dan aktivitas nelayan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap habitat dan penyebaran biota salah satunya kijing, Sehingga penting untuk pelestarian dan pengelolaan dengan melihat pola distibusi serta kaitannya dengan kualitas perairan di Pantai Pasir Putih Parparean, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Adapun bagan kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

(20)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Aktivitas masyarakat yang berlangsung di Pantai Pasir Putih Parparean

Kondisi perairan Pantai Pasir Putih Parparean

Aktivitas wisata

Parameter fisika perairan :

- Suhu - Kecerahan - Kedalaman

Aktivitas penangkapan

Parameter kimia perairan :

- pH - DO - Nitrat - Fosfat

Keberadaan kijing di Pantai Pasir Putih Parparean :

- Pola distribusi - Kelimpahan - Pola pertumbuhan Analisis pengaruh tingkat

status mutu perairan : - Metode storet - Indeks pencemaran - Metode CCME

Aktivitas rumah tangga

Analisis substrat perairan :

- Tipe substrat

- Kandungan c-organik

Hubungan kualitas perairan dengan kelimpahan kijing di perairan Pantai Pasir Putih Parparean

(21)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pola distribusi kerang kijing (Anodonta woodiana) di Perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

2. Mengetahui hubungan kelimpahan kerang kijing (Anodonta woodiana) dengan kualitas perairan di Pantai Pasir Putih Parparean, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah agar sebagai informasi ilmiah mengenai pola distibusi kerang kijing dan kualitas perairan serta sebagai refrensi bagi para peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Lokasi

Kabupaten Toba Samosir secara geografis terletak diantara 2º24’-2º37’ LU dan 99º03’-99º16’ BT. Sektor pertanian menjadi prioritas utama dalam pilar pembangunan di Kabupaten Toba, Sumatera Utara, karena memiliki peranan cukup besar dan hampir 90 persen masyarakat daerah tersebut berprofesi sebagai petani. Melihat potensi daerah dan peluang usaha maka diperlukan sarana dan strategi untuk melakukan distribusi hasil daerah baik itu berupa pertanian dan

lainnya dengan teknologi pemasaran khususnya berbasis e-commerce (Putra et al., 2020).

Kabupaten Toba adalah salah satu dari beberapa daerah yang menjadi destinasi wisata di provinsi Sumatra Utara yang memiliki banyak objek wisata yang perlu dikembangkan guna menjadikan sebagai peluang untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Setiap daerah memiliki potensi wisata yang berbeda-beda tergantung bagaimana pemerintah, pihak swasta dan masyarakat mengelola potensi tersebut menjadi objek wisata yang menarik jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung sangat berdampak pada pengembangan pariwisata dan pendapatan asli daerah baik wisatawan domestik maupun mancanegara (Sihombing et al., 2021).

Sebagai salah satu isu penting yang dihadapi kabupaten Porsea, provinsi Sumatera Utara khususnya dalam hal upaya pengelolaan limbah pulp PT.Toba Pulp Lestari,Tbk yang memiliki dampak pencemaran lingkungan terhadap potensi alam daerah setempat. PT. Toba Pulp Lestari menjadi sorotan utama pemerintah, dikarenakan meningkatnya keluhan masyarakat akan aroma busuk dari limbah,

(23)

punahnya kebun hutan benzoin dan yang paling utama adalah rusaknya ekosistem

perairan danau Toba serta tercemarnya sungai Deli Asahan (Aritonang et al., 2016).

Adapun kondisi pada kecamatan Porsea bahwa dengan berdirinya pabrik PT.Inti Indorayon Utama, banyak kontroversi yang ditimbulkan dan semuanya merungikan masyarakat begitu juga dengan negara. Indorayon yang berproduksi dalam bidang pulp dan rayon ini dianggap menjadi ancaman bagi masyarakat.

Indorayon juga dianggap tidak aman dalam proses produksinya karena memakai bahan kimia yang sangat berbahaya jika tercemar ke lingkungan. Apalagi posisi Indorayon dibangun berada di hilir sungai Asahan yang menjadi salah satu aliran untuk kehidupan pertanian rakyat dan beberapa usaha lain (Manurung, 2004).

Adapun diantara objek wisata yang ada di desa Parparean meliputi objek wisata alam yang berpotensi menjadi andalan adalah objek wisata pantai Pasir Putih Parparean yang mana termasuk kedalam kawasan wisata terpadu Porsea.

Pantai Pasir Putih Parparean merupakan kawasan wisata yang terletak di Kecamatan Porsea yang berbatasan langsung dengan Laguboti dan Danau Toba.

Kerang Kijing (Anodonta woodiana)

Bivalvia adalah biota yang biasa hidup di atas dan di dalam substrat dasar perairan (biota bentik) yang relatif lama, sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator untuk menduga kualitas perairan dan merupakan salah satu komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Bivalvia merupakan salah satu kelas dari filum Moluska Banyak anggota kelas Bivalvia, hidup di berbagai perairan salah satunya Anadonta woodiana (Fajrina et al., 2020).

(24)

Klasifikasi spesies kerang kijing menurut Yanuardi (2015) adalah : Kingdom : Animalia

Filum : Moluska Kelas : Bivalvia

Ordo : Eulamellibranchia Famili : Unionidae

Genus : Anodonta

Spesies : Anodonta woodiana

Gambar 2. Kerang kijing (Anodonta woodiana)

Gambar 3. Cangkang kerang kijing (Anodonta woodiana)

(25)

Unionidae adalah famili kerang air tawar, moluska bivalva akuatik yang dikenal sebagai remis sungai atau secara sederhana unionid. Kerang air tawar menempati kisaran habitat yang luas tetapi paling banyak tinggal di perairan tenang. Uninonidae meliang ke dalam substrat, dengan bagian posteriornya terekspos ke atas. Mereka memompa air melalui lubang masuk air untuk memperoleh oksigen dan makanan. Kerang Unionidae memiliki potensi ekonomis yang penting bagi manusia. Kerang ini dapat dijadikan komoditi budidaya perikanan darat karena pertumbuhannya cepat dan dagingnya dapat dimakan memiliki kandungan protein 7,37 gram per 100 gram daging cangkangnya berguna untuk bahan baku industri kancing dan pakan ternak, serta hewannya dapat dibudidayakan sebagai penghasil mutiara (Rahayu et al., 2015).

Kerang kijing (Anodonta woodiana) adalah salah satu keystone species dalam ekosistem perairan tawar baik sebagai komponen utama dalam siklus rantai makanan dan jaring-jaring makanan maupun sebagai bioindikator pemantauan kualitas perairan. Nilai ekologi tersebut secara langsung memastikan bahwa organisme akuatik lainnya sangat bergantung pada eksistensi kerang kijing di ekosistem perairan tawar. Kerang kijing termasuk dalam golongan biota perairan tawar yang hidupnya bersifat menetap walaupun kualitas perairan selalu mengalami fluktuasi, sehingga memungkinkan kerang kijing untuk merekam kualitas lingkungan disekitarnya (Purnama et al., 2019).

Kijing taiwan juga merupakan kijing air tawar yang hidup di kolam, danau, sungai atau perairan tawar lainnya. Perairan yang sangat disukainya adalah perairan dengan dasar lumpur berpasir dan tidak terlalu dalam. Kerang umumnya membenamkan dirinya di dalam sedimen berpasir atau pasir berlumpur dan

(26)

beberapa jenis menempel pada benda-benda keras dengan menggunakan byssus (Padwa et al., 2015).

Kerang air tawar mempunyai dua tahap dalam siklus hidup, yaitu fase parasit (periode singkat) dan fase yang panjang pada habitat alaminya (substrat di dasar perairan). Sebagai hewan yang memiliki dua tahap dalam siklus hidupnya, maka larva maupun anakan kerang harus beradaptasi dengan lingkungan atau habitat tempat kerangnya hidup baik yang bersifat sementara maupun menetap.

Dengan siklus hidup demikian, tentunya banyak fase kritis yang harus dilalui.

Fase kritis ini dimulai semenjak larvanya hidup sebagai parasit pada ikan inang sampai proses metamorfosanya lengkap dan mengakhiri fase parasit sampai anakan kijing melepaskan diri dari ikan inang serta memulai kehidupannya sebagai hewan makrobentos (Sahusilawane et al., 2015).

Kerang kijing memiliki bentuk tubuh yang simetri bilateral, oval memanjang atau berbentuk lidah, tidak beruas-ruas, tubuh lunak dan ditutupi mantel yang menghasilkan zat kapur, bentuk kepala jelas dengan organ pernapasan adalah paru-paru atau ingsang. Bagian samping lebih pipih, bagian depan membulat, meruncing atau bersiku di bagian belakang. Kijing memiliki warna cangkang cokelat kekuningan atau cokelat kehijauan, tipis dan transparan.

Kijing memiliki cangkang yang sangat keras dan dihubungkan dengan hinge ligament yang bersambungan dengan periostrakum cangkang. Bagian dalam cangkang terdapat dua buah mantel. Bagian ujung mantel terdapat dua buah sifon yang berbeda fungsinya. Sifon ventral berfungsi sebagai alat pemasukan air (makanan), dan sifon dorsal digunakan sebagai alat pembuangan sisa-sisa metabolisme (Nurjanah et al., 2020).

(27)

Habitat dan Penyebaran Kerang Kijing (Anodonta woodiana)

Kijing air tawar (Anodonta woodiana) merupakan salah satu golongan moluska yang hidup di air tawar dari keluarga Unionidae. Menurut Prihartini (1999), kerang kijing merupakan jenis kerang kerangan dari keluarga unionidae yang merupakan jenis kerang air tawar yang tersebar di wilayah Indonesia seperti pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Lombok, Sulawesi namun tidak ditemukan pada daerah sunda kecil dan Maluku. Adapun menurut Sulistiawan (2007) kijing merupakan kelompok benthos yang cukup dominan di perairan tawar dapat menjernihkan air, dapat menyaring partikel-partikel tersuspensi dan bersifat filter feeder yaitu mampu menyaring volume air sebanyak 300ml/jam (Putri, 2019).

Habitat hidup kerang kijing yaitu dasar perairan berupa lumpur dengan pasir yang membentuk lapisan tanah yang tidak padat. Kijing hidup pada suhu air berkisar antara 11-29ºC dengan derajat keasaman (pH) antara 4,8-9,8. Kijing juga menyukai perairan yang dalam dengan kecerahan yang tinggi, mengandung bahan organik total yang tinggi dan substrat liat atau berlumpur. Pola distribusinya memencar dengan populasi berkelompok pada habitatnya. Kerang air tawar umumnya berdiam di dasar perairan dengan membuat lubang menggunakan kakinya yang besar dan berpindah mencari tempat yang cocok dan umumnya banyak ditemukan di perairan tenang misalnya danau (Nurjanah et al., 2020).

Adapun jenis kijing (A. woodiana) atau dalam bahasa lokal Suku Tolaki atau masyarakat pribumi adalah “kalambodo”. Kerang kalambodo (A. woodiana) umumnya terdapat pada sungai atau rawa dengan kedalaman ± 15 - 150 cm pada substrat dominan liat atau lumpur (93,94%) dengan sedikit tekstur pasir (1,02%).

Eksistensi kerang kalambodo (A. woodiana) di alam menjadi penentu kelangsungan hidup organisme lainnya. Sebaliknya, ketiadaan kerang kalambodo

(28)

di alam akan memberikan dampak terhadap ketidakstabilan ekosistem perairan.

(Purnama et al., 2019).

Keberadaan kerang kijing ini di lingkungannya yang baru secara perlahan akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem tersebut. Antara lain dengan mengubah komposisi jenis fauna bentik, sebagai kompetitor baru akan berebut sumber pakan sehingga dapat menurunkan populasi fauna aslinya atau bahkan mempunahkannya secara lokal. Kijing ini diketahui memiliki tingkat adaptasi

yang baik, sehingga mampu tumbuh pesat di lingkungan yang baru (Mujiono, 2011).

Faktor yang mempengaruhi keberadaan kijing adalah faktor internal dan eksternal, faktor internal adalah yang berhubungan dengan sifat genetik atau fisiologi sedangkan faktor eksternal adalah yang berhubungan dengan lingkungan yaitu kualitas perairan dan ketersediaan makanan.Sehingga faktor lingkungan perairan dan ketersediaan makanan akan mempengaruhi kepadatan dan distribusi kijing. Menurut Nurjannah (2012) pola hidup kijing ini bersifat pasif dan dapat mengakumulasi benda asing dalam perairan seperti berbagai logam berat Hg, Pb dan Cd. Oleh karena itu kijing dapat digunakan sebagai filter sebagai indikator pencemaran suatu perairan (Putri, 2019).

Pola penyebaran mengelompok menandakan bahwa hewan tersebut hanya dapat hidup pada habitat tertentu saja dengan kondisi lingkungan yang cocok.

Tipe distribusi mengelompok disebabkan karena keadaan lingkungan tersebut sesuai untuk kehidupan organisme tersebut. Tipe distribusi yang mengelompok sangat ditentukan oleh kelimpahan rata-rata yang tertangkap pada saat

(29)

pengambilan sampel. Pengelompokkan yang terjadi sebagai respon terhadap kondisi lingkungan (fisika, kimia, air dan sedimen) (Rajab et al., 2016).

Menurut Rizal et al (2013) organisme yang pola penyebaranya seragam disebabkan oleh kondisi lingkungandi suatu areal hampir sama dan diduga karena adanya kompetisi antar individu yang sangat hebat dalam pembagian ruang makanan. Berbeda dengan pola sebaran mengelompok, yaitu pola penyebaran mengelompok menandakan bahwa hewan tersebut hanya dapat hidup pada habitat tertentu saja dengan kondisi lingkungan yang cocok. Sedangkan penyebaran secara acak jarang terjadi di alam dan dapat terjadi apabila lingkungan sangat seragam dan tidak ada kecenderungan untuk mengelompok.

Pengetahuan mengenai penyebaran sangat penting untuk mengetahui tingkat pengelompokkan individu yang dapat memberikan dampak terhadap populasi dari pada rata-rata per unit area. Adapun pola distribusi secara acak, yaitu jarang terdapat di alam, penyebaran ini biasanya terjadi apabila faktor

lingkungan sangat beragam untuk seluruh daerah populasi itu berada (Nopriyeni, 2017).

Parameter Fisika Kimia Perairan Parameter Fisika

Suhu

Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun.

Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik. Menurut Suwignyo et al., (1981) dalam Palinussa (2010) pada kisaran suhu air 2030ºC merupakan suhu air yang sesuai bagi

(30)

kehidupan plankton yang juga sebagai pakan kerang A. woodiana (Oli dan Paramata, 2019).

Stratifikasi suhu di suatu perairan berperan penting dalam proses ekologis badan air. Profil suhu secara vertikal di danau diperlukan untuk menentukan kandungan panas di perairan, lapisan termoklin dan percampuran massa air di perairan (Sinaga et al., 2016).

Suhu memberikan pengaruh terhadap aktivitas metabolisme, perkembangan organisme, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Peningkatan suhu perairan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menurun, sehingga organisme air kesulitan untuk berespirasi. Setiap organisme memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap suhu (Maretta et al., 2019).

Kecerahan

Kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagai cahaya matahari tersebut akan di absorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami

perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Hasan, 2017).

Pengukuran kecerahan air secara tidak langsung mempunyai pengaruh besar bagi organisme air, yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang akan menjadi sumber makanan. Kekeruhan menunjukkan tingkat kejernihan suatu perairan semakin kecil tingkat kecerahan suatu perairan

(31)

maka akan semakin sulit cahaya matahari masuk ke dalam perairan dasar (Astari et al., 2018).

Kedalaman

Kedalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan suatu organisme, perairan yang dangkal akan memberikan keuntungan bagi kerang A. woodiana karena perairan tersebut merupakan perairan yang subur cahaya matahari menembus sampai ke kolom air. Menurut Vakily (1989) dalam Bahtiar (2005) bertambahnya kedalaman maka ketersediaan makanan menjadi faktor pembatas bagi fitoplankton yang menjadi makanan kerang muda (spat) sehingga kerang banyak tumbuh dekat permukaan air dan kerang A. woodiana

menyukai perairan yang dangkal dengan kedalaman kurang dari 2 m (Yanuardi et al., 2015).

Kedalaman juga berpengaruh terhadap intensitas cahaya matahari ke dalam perairan. Hal ini mempengaruhi laju fotosintesis oleh fitoplankton dan kandungan bahan organik yang menjadi sumber makanan bagi gastropoda air tawar. Kedalaman suatu perairan akan memengaruhi jumlah jenis gastropoda air tawar. Umumnya, semakin dalam suatu perairan menyebabkan semakin sedikit gastropoda yang hidup di dalamnya (Susilowati et al., 2017).

Parameter Kimia Perairan Derajat Keasaman (pH)

Menurut Simanjuntak (2009) menyatakan pada umumnya nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4-9. Namun bagi biota air mempunyai kisaran pH sendiri yang baik untuk kehidupannya. Seperti halnya bivalvia, nilai pH pada data

(32)

didapat sangat mendukung kehidupan biota laut termasuk bivalvia. Menurut Pennak (1978) dalam Wijayanti (2007), bahwa pH yang mendukung kehidupan Mollusca berkisar antara 5,7 – 8,4, dan untuk bivalvia/Pelecypoda hidup pada batas kisaran pH 5,8 - 8,3 (Hartono et al., 2016).

Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu, oksigen terlarut, dan kandungan garam-garam ionik di dalam perairan.

Kebanyakan perairan alami mempunyai nilai pH berkisar antara 6-9 dan sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 dan ada juga biota yang bisa bertahan hidup pada pH lebih atau kurang dari itu. Setiap spesies memiliki kisaran konsentrasi yang berbeda terhadap pH.

Dimana kenaikan pH diatas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Harahap, 2019).

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) atau sering juga disebut dengan oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme (Aruan et al., 2017).

Menurut Nugroho et al., (2014) secara umum organisme perairan membutuhkan oksigen terlarut pada konsentrasi antara 5 sampai dengan 8 mg/l.

Oksigen terlarut diperlukan untuk respirasi, proses pembakaran makanan,

(33)

pertumbuhan, reproduksi dan lain lain. Menurut Hastuti et al., (2012) menyatakan bahwa Anodonta woodiana memerlukan oksigen terlarut 3,8-12, mg/l, tetapi mampu bertahan dengan kadar oksigen sedikit dalam jangka waktu pendek.

Anodonta woodiana dapat mengatur tingkat metabolisme oksigen dengan baik sehingga masih dapat hidup pada keadaan dimana kandungan oksigen dalam air sangat sedikit (Astari et al., 2018).

Nitrat

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami.Nitrat merupakan salah satu nutrient senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersedian nutrien (Hamuna et al., 2018).

Berkaitan dengan nitrat di perairan bahwa sumber nitrat di danau berasal dari proses nitrifikasi yang terjadi di dalam danau. Kedua, nitrat berasal dari udara yang masuk ke dalam danau. Selanjutnya sumber ketiga nitrat adalah presipitasi yang menghasilkan NH4+ dan nitrogen organik terlarut yang pada akhirnya membentuk nitrat di perairan. Di samping itu limbah organik juga bisa menjadi salah satu sumber nitrat yang masuk ke danau (Yaqin et al., 2018).

Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan Oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/liter, perairan Mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1-5 mg/liter, dan perairan Eutrofik

memiliki kadar nitrat berkisar antara 5-50 mg/liter (Wantasen dan Luntungan, 2016).

(34)

Fosfat

Bentuk fosfat dalam perairan adalah ortofosfat. Pada umumnya, fosfat yang terdapat dalam suatu perairan dapat berasal dari kotoran manusia atau hewan, sabun, industri pulp dan kertas, detergen. Pada dasarnya makhluk hidup yang tumbuh di perairan memerlukan fosfat pada kondisi jumlah tertentu. Sebaliknya, kandungan fosfat yang berlebihan akan membahayakan kehidupan makhluk hidup tersebut (Ngibad, 2019).

Menurut KepMen LH No. 51 Tahun 2004 nilai baku mutu fosfat adalah 0.015 mg/l. Fosfat dalam suatu perairan bersumber dari diantaranya limbah industri, domestik dan pertanian, serta hancuran bahan organik. Tingginya kadar fosfat di dasar perairan karena dasar perairan umumnya kaya akan zat hara, baik yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati (Patty, 2015).

Tipe Substrat

Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi makrozoobenthos. Jika substrat mengalami perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan pula.

Pengamatan terhadap kondisi fisik (tipe substrat) dan kimiawi (bahan organik) sedimen dalam hubungannya terhadap struktur komunitas makrozoobenthos sangat penting untuk dilakukan, karena sedimen merupakan habitat bagi makrozoobenthos tersebut (Fadly, 2017).

Menurut Yanuardi et al., (2015) kerang Anodonta woodiana biasanya hidup pada area substrat lumpur yang didominasi pasir berlumpur, kondisi ini sesuai dengan namanya (mudflat mussel). Kerang Unionidae dari subfamili

(35)

Anodontidae menyukai substrat pasir atau campuran pasir dengan material lain.

Adanya pasir akan meningkatkan pertukaran massa air dan tersedianya oksigen sehingga baik bagi pertumbuhan dan kehidupan Anodonta woodiana. Menurut Suwignyo et al (2005) menyatakan bahwa kijing menyukai lingkungan yang didominasi oleh pasir berlumpur dan habitat paling baik bagi pertumbuhannya,

karena mengandung persentase pasir dan lumpur yang seimbang (44,67% dan 48%).

C-organik

Karbon organik (C-organik) merupakan salah satu komponen penting sebagai penyusun kimiawi sedimen. Meskipun komponen organik dapat terdekomposisi dan dikembalikan sebagian ke komponen anorganik, sebagiannya lagi masih terpreservasi dan menjadi komponen penting sebagai bagian dari penyusunan partikel sedimen di perairan (Yolanda et al., 2019).

Ketersediaan bahan organik dapat memberikan variasi yang besar terhadap kelimpahan organisme yang ada. Oleh sebab itu keberadaan makrozoobenthos dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat pemasukan bahan organik di perairan. Perairan yang masih baik dapat menunjang keragaman jenis makrozoobenthos yang hidup pada perairan tersebut. Sebaliknya perairan yang kurang baik keragaman makrozoobenthosnya akan menurun atau sedikit jumlahnya (Kolif et al., 2017).

Menurut Djaenuddin et al., (1994) kriteria tinggi rendahnya kandungan, organik substrat tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut :

<1% = sangat rendah 1%-2% = rendah

(36)

2.01%-3% = sedang 3.01-5% = tinggi

>5% = sangat tinggi

Metode Storet

Metode storet merupakan salah satu metode yang biasa digunakan untuk menentukan status mutu air. Penentuan status mutu dilakukan dengan cara membandingkan data kualitas air dengan baku mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan peruntukannya. Metode storet mempunyai kelebihan dapat menyimpulkan status mutu air pada rentang waktu tertentu, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam. Metode ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air (Khairil, 2014).

Dengan metode storet parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air dapat diketahui. Penilaian tingkat kualitas air dengan metode storet tidak bergantung pada jumlah dan jenis parameter yang harus digunakan. Selama parameter kualitas air yang diteliti dapat dibandingkan dengan

baku mutu yang ada, maka indeks tingkat kualitasnya dapat ditentukan (Kadim et al., 2017).

Metode Indeks Pencemaran (IP)

Metode indeks pencemaran (IP) adalah metode yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks pencemaran dapat memberi masukan kepada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan, serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan akibat kehadiran senyawa pencemar. Indeks pencemaran mencakup berbagai kelompok

(37)

parameter kualitas yang independen dan bermakna (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003).

Sebagai metode berbasis indeks, metode indeks pencemaran dibangun berdasarkan dua indeks kualitas. Yang pertama adalah indeks rata-rata (IR) yang menunjukkan tingkat pencemaran rata-rata dari seluruh parameter dalam satu kali pengamatan. Yang kedua adalah indeks maksimum (IM) yang menunjukkan satu jenis parameter dominan yang menyebabkan penurunan kualitas air pada satu kali pengamatan (Marganingrum et al., 2013).

Metode Canadian Council Minister of the Enviroment (CCME)

Metode CCME adalah metode yang jenis parameter, baku mutu dan jangka waktu yang digunakan pada indek ini sangat bervariasi tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal setiap wilayah. Penentuannya digunakan pada indek ini tidak ditentukan dan sangat bervariasi dari antar daerah tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal pada masing-masing daerah. Metode ini berguna dalam mengevaluasi perubahan kualitas air pada lokasi tertentu dari waktu ke waktu dan untuk membandingkan indeks secara keseluruhan antar lokasi yang menggunakan variabel dan baku mutu yang sama (Lumb et al., 2011).

Indeks CCME dihitung/disimpulkan dari serangkaian data hasil beberapa pengambilan spesimen kualitas air, dan menerapkan obyektivitas suatu resiko lingkungan yaitu, akibat sejumlah parameter (F1) dan sejumlah kejadian yang tidak memenuhi baku mutu (F2) serta selisih/simpangan konsentrasi masing- masing parameter terhadap baku mutunya (F3). Metode CCME cukup sensitif merespon dinamika status mutu air menurut pertimbangan jumlah dan jenis parameter pemantauan kualitas air, di setiap lokasi (spasial) pemantauan pada

(38)

setiap deret waktu pengambilan spesimen kualitas airnya (temporal) (Saraswati et al., 2014).

Analisis Principal Component Analysis (PCA)

Analsis PCA adalah suatu teknik seleksi data multivariable yang mengubah atau mentransformasi suatu matriks data original menjadi suatu kumpulan kombinasi homogen yang lebih sedikit namun menyerap sejumlah besar varian dari data awal. Tujuan utamanya ialah mendefinisikan sebanyak mungkin jumlah keragaman data original dengan seminim mungkin principal component (Nasution, 2019).

Keuntungan menggunakan PCA diantaranya dapat menghilangkan korelasi secara bersih (korelasi = 0) sehingga masalah multikolinearitas dapat benar-benar teratasi secara bersih, dapat digunakan untuk segala kondisi data/penelitian, dapat dipergunakan tanpa mengurangi jumlah variabel asal, walaupun metode Reresi dengan PCA ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi akan tetapi kesimpulan yang akan diberikan lebih akurat dibandingkan dengan penggunaan metode lain (Soemartini, 2008).

Regresi komponen utama adalah suatu analisis regresi yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang tak saling berkorelasi. Metode regresi komponen utama bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali (Wangge, 2021).

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober November 2021 dengan 3 kali pengambilan dalam selang waktu 2 minggu sekali di perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Metode yang digunakan untuk menentukan stasiun penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu penentuan stasiun pengamatan dilakukan dengan memperhatikan kondisi di lokasi penelitian (Putri et al., 2019). Jumlah pengambilan sampel ada III stasiun yang berada di sekitar perairan pantai tersebut dengan jumlah titik pengambilan 27 titik, masing-masing stasiun memiliki 9 titik. Gambar peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3 berikut :

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

(40)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah kotak plot 1x1 m, global positioning system (GPS) untuk menentukan koordinat pengambilan sampel, meteran untuk mengukur panjang plot, jangka sorong untuk mengukur panjang dan lebar sampel, timbangan analitik untuk menghitung berat sampel, secchi disk untuk mengukur kecerahan perairan, DO meter untuk mengukur DO perairan, thermometer untuk mengukur suhu perairan, pH meter untuk mengukur pH perairan, sekop untuk pengambilan sampel kerang kijing di dalam substrat, ayakan pasir untuk membersihkan sampel dari substrat dan sampah, kantong plastik untuk menyimpan sampel substrat, toolbox untuk menyimpan alat dan bahan, botol sampel untuk menyimpan air untuk dianalisis, aquades untuk membersihkan alat, kamera untuk dokumentasi penelitian laptop untuk analisis data, milimeter blok, kertas label dan alat tulis untuk mencatat hasil perhitungan. Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kerang kijing untuk bahan utama penelitian, sampel substrat untuk menguji jenis tekstur dan bahan organik serta sampel air untuk menguji kadar nitrat dan fosfat. Gambar bahan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Deskripsi Area Stasiun I

Secara geografis stasiun ini berada pada titik Stasiun I 2º25’50.29’’ LU dan 99º8’56.20’’ BT. Stasiun ini merupakan tempat wisata terdapat bangunan PLTA untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Toba. Lokasi ini berada di Desa Parparean II Porsea dan disebut

(41)

sebagai Pantai Pasir Putih Parparean. Tampilan kondisi perairan Pantai Pasir Putih pada stasiun I dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Lokasi Stasiun I

Stasiun II

Stasiun ini memiliki kondisi perairan yang sangat tenang, tidak ada aktivitas manusia dan terdapat banyak tumbuhan eceng gondok disekitar pinggiran stasiun tersebut. Stasiun ini berjarak kurang lebih 500 m dari stasiun I yang berada pada titik koordinatI 2º24’48.25’’ LU dan 99º8’53.40’’ BT. Tampilan kondisi perairan Pantai Pasir Putih pada stasiun II dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 6. Lokasi stasiun II

(42)

Stasiun III

Secara geografis stasiun ini berada pada titik Stasiun I 2º23’40.61’’ LU dan 99º8’44.22’’ BT. Lokasi ini berjarak kurang lebih 500 m dari stasiun II dan ditemukan usaha keramba jaring milik masyarakat desa Sigumpar. Di sekitaran danau ini ada juga tempat persinggahan masyarakat yang datang ke lokasi tersebut untuk mencari ikan. Pada stasiun ini ditemukan tumbuhan air yaitu eceng gondok yang digunakan nelayan ke dalam jaring untuk menjerat ikan masuk ke dalam jaring tersebut. Tampilan mengenai kondisi perairan pada stasiun III dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 7. Lokasi Stasiun III

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Kerang Kijing (Anadonta woodiana)

Pengambilan sampel kijing dilakukan dengan metode transek garis. Transek ditarik adalah garis lurus yang ditarik dari pinggir pantai menuju tengah pantai.

Pada setiap stasiun diletakkan 3 garis transek, masing-masing garis transek diletakkan 3 kuadran sehingga total titik pengambilan berjumlah 9 titik plot

(43)

dengan ukuran 1 x 1 m2 dengan jarak antar kuadran adalah 5 m. Total pengambilan sampel dari semua stasiun adalah 27 titik plot pengambilan (Septiana, 2017). Skema pengambilan sampel disajikan pada gambar berikut :

Tengah Pantai

5m

kuadran 1 x 1m

5 m

Transek Transek Transek Stasiun I Stasiun II Stasiun III Pinggir Pantai

Gambar 8. Desain Sampling Penelitian

Sampel kerang kijing diambil dari substrat menggunakan sekop pada kuadran pengambilan. Kemudian substrat pengambilan disaring untuk mempermudah penyortiran kerang kijing dari sampah dan substrat. Kerang kijing yang disortir kemudian dikumpulkan dan dibersihkan lalu dimasukkan kedalam kantong plastik serta diberikan kertas label dan disimpan kedalam toolbox untuk dilakukan proses perhitungan.

Sampel kerang kijing dibawa ke Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, diletakkan di atas nampan untuk dilakukan analisis data perhitungan. Kemudian untuk mengumpulkan data panjang cangkang kerang A. woodiana dengan mengukur panjang kerang dari ujung posterior ke

(44)

ujung anterior cangkang dengan menggunakan jangka sorong (caliper) dengan ketelitian 0,05 mm (Bailey dan Green, 1988 dalam Putra, 2008).

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Air

Pengukuran parameter fisika dan kimia air dilakukan pada ketiga stasiun dilakukan sebelum pengambilan sampel kerang. Parameter fisika kimia dianalisis secara In situ dan Ex situ. Paramter fisika kimia air yang diukur secara In situ meliputi suhu, kecerahan, kedalaman, pH, DO (Disolved oxygen) dilakukan langsung di lapangan. Parameter fisika kimia yang dianalisis secara Ex situ yaitu berupa analisis nitrat dan fosfat dianalisis di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyaktit (BTKLPP) Kelas I Medan.

Pengambilan Sampel Substrat

Pengambilan sampel substrat dilakukan pada saat surut di setiap stasiun yang telah ditentukan. Sampel substrat diambil satu kali menggunakan sekop lalu disimpan kedalam toolbox untuk dianalisis. Untuk data tipe substrat dan bahan C- organik dilakukan dengan mengambil sampel sedimen dari dasar perairan untuk kemudian dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Tabel 1. Pengukuran parameter fisika kimia air

Parameter Alat Ukur Metode Pengukuran

Fisika Suhu Kedalaman Kecerahan Kimia

Oksigen Terlarut pH

Nitrat Fosfat

Termometer Tongkat Berskala Secchi disk DO meter pH meter Spektofometri Spektofometri

In situ In situ In situ In situ In situ

Lab BTKLPP Lab BTKLPP

(45)

Analisis Data

Pola Pertumbuhan Kerang Kijing (Anodonta woodiana)

Data yang digunakan pada analisis sebaran frekuensi panjang adalah data dari hasil pengukuran panjang total dan berat total dari kerang kijing yang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

Hubungan panjang dengan bobot mengikuti hukum kubik, bahwa bobot kerang sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie, 2003), yaitu:

W = aLb Keterangan :

W = bobot kerang (g)

L = panjang cangkang kerang (mm)

a = intercept (perpotongan antara garis regresi dengan sumbu y) b = koefisien regresi (sudut kemiringan garis)

Untuk mengetahui nilai b = 3 atau b ≠ 3, maka dilakukan pengujian nilai b dengan menggunakan uji-t yang bertujuan untuk mengetahui apakah pola hubungan panjang bobot bersifat isometrik atau alometrik.

t

hitung = 3 – b Sb Keterangan :

Sb = simpangan baku dari nilai b.

Kriteria dari pengujian ini adalah:

Jika thitung < t(0,05), maka b = 3 atau isometrik.

Jika thitung > t(0,05), maka b ≠ 3 atau alometrik.

Jika b < 3, maka pertumbuhan relatif menunjukkan alometrik minor atau negatif.

(46)

Jika b > 3, maka pertumbuhan relatif menunjukkan alometrik mayor atau positif.

Jika nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan relatif yang bersifat isometrik yakni pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang. Persamaan hubungan panjang berat kemudian ditransformasi kedalam persamaan logaritma.

Keterangan :

log W = logaritma bobot tubuh (g) log a = logaritma konstanta a

log L = logaritma panjang cangkang (mm)

Pola Distribusi (Id)

Pola distribusi kijing (Anodonta woodiana) ditentukan dengan menggunakan indeks penyebaran Morisitha menurut Michael (1995) berdasarkan rumus :

Id = n [(∑ X

2-N

ni=1 )

N (N-1) ] Keterangan :

Id : Indeks sebaran/dispersi Morishita n : Jumlah pengulangan

N : jumlah individu total sampel dalam pengambilan x = jumlah individu pada setiap pengulangan pengambilan

Angka indeks Morishita yang diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut:

Id<1 : pola penyebaran cenderung seragam dan teratur Log W = log a + b log L

(47)

Id= 1 : pola penyebaran cenderung acak

Id>1 : pola penyebaran cenderung berkelompok atau teragregasi

Kelimpahan Populasi

Kelimpahan populasi menunjukkan rataan jumlah individu kerang Anodonta woodiana per satuan luas dan volume. Menurut Odum (1993) kelimpahan kerang Anodonta woodina dapat dihitung dengan rumus :

K

=

NA

Keterangan :

K : Kelimpahan kerang (ind/m2)

N : Jumlah individu yang ditemukan (Ind) A : Luas area plot (m2)

Metode Storet

Metode Storet merupakan salah satu metode yang biasa digunakan untuk menentukan status mutu air. Penentuan status mutu dilakukan dengan cara membandingkan data kualitas air dengan baku mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan peruntukannya. Metode ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Cara menentukan status mutu air digunakan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasi mutu air dalam empat kelas, yaitu :

a. Kelas A : baik sekali : skor = 0 memenuhi baku mutu b. Kelas B : baik : skor = -1 s/d -10 cemar ringan c. Kelas C : sedang : skor = -11 s/d - 30 cemar sedang

(48)

d. Kelas D : buruk : skor ≥ -31 cemar berat

Adapun langkah-langkah penentuan status mutu air dengan metode Storet sebagai berikut (Lampiran I Kepmen LH No. 115 Tahun 2003) :

1. Melakukan pengumpulan data kualitas dan debit air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

2. Bandingkan data hasil pengukuran dari setiap parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran >

baku mutu), maka diberi skor sesuai dengan tabel dibawah ini:

Tabel 2. Penetuan status mutu air dengan metode Storet

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat menggunakan sistem nilai (Desmawati, 2014).

Metode Indeks Pencemaran

Indeks Pencemaran (IP) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil

Jumlah contoh (1) Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

< 10

≥10

Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata

-1 -1 -3 -2 -2 -6

-2 -2 -6 -4 -4 -12

-3 -3 -9 -6 -6 -18

(49)

keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa Pencemaran. IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independent dan bermakna (Arnop et al., 2019). Kategori kelas Indeks Pencemaran (IP) adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Penetuan status mutu air metode indeks pencemaran (IP)

No Skor IP Deskripsi

1 2 3 4

0 – 1,0 1,1 – 5,0 5,1 – 10

>10

Memenuhi baku mutu Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat

Secara umum persamaan yang digunakan untuk menentukan Indeks Pencemaran adalah sebagai berikut :

𝐼𝑃𝑗=√(

Ci

Lij M)2+ (Lij RCi )2 2

Keterangan :

Lij : Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Peruntukan Air (j),

Ci : Konsentrasi parameter kualitas air (i) PIj : Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) (Ci/Lij)R : Nilai Ci/Lij rata-rata

(Ci/Lij)M : Nilai Ci/Lij maksimum

(50)

Metode Canadian Council Minister of the Enviroment (CCME)

CCME WQI merupakan suatu alat yang disederhanakan bagi masyarakat umum untuk memperoleh data kualitas air yang kompleks. Indeks kualitas air ini diformulasikan oleh British Columbia Ministry of Environment, Lands and Parks yang kemudian dikembangkan oleh Alberta Environment (CCME, 2001).

Selanjutnya, dilakukan evaluasi tingkat pencemaran berdasarkan Indeks CCME. Indeks CCME ini dipilih karena dalam penghitungan menggunakan obyektivitas statistika resiko lingkungan, yaitu banyaknya parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu (F1), dan banyaknya hasil uji yang tidak sesuai dengan baku mutu (F2) serta besaran/selisih hasil pengujian pada suatu parameter terhadap baku mutunya (F3). Berdasarkan Lumb et al., (2011) CCME WQI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Indeks CWQI menghasilkan angka antara 0 (terjelek) hingga 100 (terbaik) yang terbagi dalam 5 kelas yaitu :

1. F1 (scope) merupakan persentase variabel-variabel yang tidak memenuhi baku mutu, setidaknya untuk satu kali periode waktu (variabel gagal) relatif terhadap jumlah variabel yang diukur:

F1= [Jumlah parameter air yang tidak sesuai baku mutu air

Total jumlah parameter kualitas air ] x 100 2. F2 ( frequency) merupakan persentase uji setiap parameter yang tidak

memenuhi baku mutu (uji gagal).

F2= [Jumlah hasil uji yang tidak sesuai baku mutu air

Total jumlah hasil uji kualitas air ] x 100

3. F3 (amplitude) merupakan jumlah dimana nilai uji gagal tidak memenuhi baku mutu. F3 dihitung dengan tiga langkah yaitu:

(51)

a) Jumlah waktu dimana konsentrasi masing-masing lebih besar atau kurang dari baku mutu minimum baku mutu. Ini disebut “excursion”.

Jika nilai uji lebih dari baku mutu:

Penyimpangan i= [ Nilai hasil uji Nilai baku mutu] -1 Jika nilai uji kurang dari baku mutu :

Penyimpangan i= [Nilai baku mutu Nilai hasil uji ] -1

b). Uji excursion dari baku mutu dan membagi total nilai uji (baik yang terpenuhi dan yang tidak terpenuhi). Variabel ini disebut sebagai jumlah normalisasi excursion atau nse dihitung sebagai berikut:

nse= ∑ni=1Penyimpangan i Total jumlah pengujian

c). F3 kemudian dihitung dengan fungsi asimtotik dengan skala jumlah dari

F3= [ nse

0,01 nse+0,01]

d). nse dengan kisaran harga antara 0 hingga 100. Apabila nilai faktor- faktor telah diperoleh maka nilai CCME WQI dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

CCME=100- [√F12+F22+F32 1.732 ] Keterangan :

F1 : banyaknya jumlah parameter yang melebihi baku mutu

F2 : banyaknya hasil nilai uji pada parameter yang melebihi baku mutu F3 : besaran/selisih hasil uji pada suatu parameter dengan baku mutunya 1,732 : nilai normalitas antara 0 sampai 100

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Kerang kijing (Anodonta woodiana)
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 5. Lokasi Stasiun I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mendapatkan model terbaik dari tiap fase yang terjadi pada pelayanan perpanjangan STNK, dan untuk mendapatkan ukuran waktu pelayanan

Kasus JAI ini menunjukkan praktik-praktik minoritisasi—proses- proses menjadikan satu kelompok menjadi terpinggirkan, minoritas merupakan korban—yang dilakukan melalui dua

Berdasarkan nilai hitung untuk koefisien korelasi keberagamaan (X) dengan kompetensi kepemimpinan (Y) adalah sebesar 0.280 &gt; r tabel 0,2638, maka dapat

Oleh karena itu, mengenali dan memahami sifat anak merupakan bekal yang sangat berharga bagi pendidik agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan

Prosedur penelitian yang akan diterapkan dalam menentukan solusi persamaan panas dengan menggunakan metode Dekomposisi Adomian Laplace adalah sebagai berikut :.. •

Seperti yang telah disimpulkan bahwa interval Sembilan tahun memiliki MAPE terkecil, maka dari itu interval ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan proyeksi

[r]

Berarti supervisi akademik oleh kepala sekolah yang terjadwal dilakukan dapat meningkatkan kepuasan kerja guru,(4) Komitmen guru secara langsung berpengaruh signifikan