• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010 2011"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TGT

(Teams Games Tournament)

UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III

KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh

ERNY YUNIKA PUTRI K7107030

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

(Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN

AJARAN 2010/2011

OLEH

ERNY YUNIKA PUTRI

NIM K7107030

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program S1 PGSD

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Erny Yunika Putri, NIM K7107030. PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL

CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI

TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN

2010/2011. Skripsi, Surakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk: (1) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III, (2) Memaparkan cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan, (3) Memaparkan cara mengatasi kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.

Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas terdiri dari tiga siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, pencatatan arsip, dan tes. Teknik analisis data menggunakan model deskriptif komparatif dan analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III, yaitu ditandai dengan: Siswa kelas IV sebanyak 18 anak mengalami peningkatan hasil belajar yaitu sebelum tindakan 39%, siklus I (KKM 60) 50%, siklus II (KKM 65) 94%, dan siklus III (KKM 70) 100% siswa belajar tuntas., (2) Cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) merupakan perwujudan lima langkah penerapan pembelajaran tipe TGT (Teams Games Tournament) yaitu presentasi kelas, kerja tim/kelompok, permainan, turnamen, dan rekognisi tim/kelompok. (3) Cara mengatasi kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) ini adalah: (a) Pembentukan tim/kelompok belajar dilakukan oleh guru berdasarkan urutan nomor absen untuk mengatasi kebingungan siswa saat membentuk kelompok. (b) Pemilihan ketua tim/kelompok belajar oleh guru yang bertanggung jawab pada kegiatan kerja kelompok untuk mengatasi kurangnya kerja sama diantara anggota kelompok.

Berdasarkan simpulan yang dibuat, dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran Matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe

TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan kemampuan

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Erny Yunika Putri, NIM K7107030. APPLICATION OF COOPERATIVE

LEARNING MODEL TYPE TGT (Teams Games Tournament) TO

INCREASE THE STUDENT’S ABILITY OF STORY FRACTION

PROBLEM SOLVING IN IV GRADE SD NEGERI TLOMPAKAN III SUB DISTRICT OF TUNTANG, 2010/2011. Minithesis, Surakarta, Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta, April 2011.

The aim of this classroom action research are (1) to increase the student’s ability of story fraction problem solving in IV Grade SD Negeri Tlompakan III, (2) describing about cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) to increase their ability in story fraction problem solving, (3) describing about strategies to counter the obstacles in cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) to increase the student’s ability in story fraction problem solving.

Subjects of this research are students of IV Grade SD Negeri Tlompakan III. Type of research is class action research includes three cyclic, every cyclic includes four stages: they are planning, acting, observing, and reflecting. Data collecting technique used in this research is observation, recording the documentation, and test. Analysis data used in this research is descriptive comparative and interactive analysis includes three components, they are data reduction, data display, and drawn the conclusion or verification.

Based on research results, it concluded that (1) cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) is able to increase student’s ability in story fraction problem solving in IV Grade SD Negeri Tlompakan III, it indicated with as much as 18 Fourth Grade students experience the increasing of their learning achievement, that is, before class action 39% Cyclic I (KKM 60) 50%, Cyclic II (KKM 65) 94%, and Cyclic III (KKM 70) 100% of students are mastered their learning, (2) the way of cooperative learning application type TGT (Teams Games Tournament) is a manifestation of five stages learning model application of TGT model, they are class presentation, team working, games, tournament, and team/group recognition, (3) strategies to counter the obstacles in cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) are (a) making the team/group learning by teacher based on presentation student number to avoids the student complication in making group, (b) choosing the chief of learning group/team by teacher who responsible in

teamwork activities to counter less teamwork between the members of group. Based on the conclusion it may be proposed about recommendation that

(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Mengajari orang bagaimana belajar tumbuh secara mandiri mungkin merupakan pelayanan terbesar yang kita berikan bagi orang lain.”

(Oliver Wendell Holmes)

“Nilai seseorang itu ditentukan dari keberaniannya memikul tanggung jawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.”

(Kahlil Gibran)

“Menjalani kehidupan dengan ketulusan dan kerelaan hati, akan membuahkan hasil yang manis.”

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

~ Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian,

dukungan, dan doa restu ~

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena atas karunia-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan.

Skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011” ini diajukan

untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tindakan kelas ini tidak akan

berhasil tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah

berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan

hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya

kepada semua pihak, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Furqon Hidayatullah, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. R. Indianto, M. Pd. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M. Pd. Selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dra. Siti Kamsiyati, M. Pd. Selaku Pembimbing I yang mengarahkan dan

membimbing dengan sabar hingga selesainya skripsi ini.

5. Drs. Hartono, M. Hum. Selaku Pembimbing II yang mengarahkan dan

membimbing dengan sabar hingga selesainya skripsi ini.

6. Tanjiatun, S. Pd. Selaku Kepala Sekolah SD Negeri Tlompakan III Kecamatan

Tuntang Kabupaten Semarang.

7. Orangtua penulis yang telah memberikan doa restu dan dukungan.

8. Kakakku terkasih yang selalu meluangkan waktu untuk membantu penulis

(10)

commit to user

x

9. Teman-teman di PGSD sebagai teman seperjuangan dalam pembuatan skripsi

ini.

10.Semua pihak yang telah memberi bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak

kekurangan karena keterbatasan pengetahuan yang ada. Oleh karena itu, saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga

skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis khususnya dan para pembaca

umumnya.

Surakarta, April 2011

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PENGAJUAN ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iv

HALAMAN ABSTRAK ………. v

HALAMAN MOTTO ………. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. vii

KATA PENGANTAR ……… viii

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ………... xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Perumusan Masalah ………. 4

C. Tujuan Penelitian ………. 5

D. Manfaat Penelitian ………... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ……….. 7

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ……….. 7

a. Pengertian Model Pembelajaran ……….. 7

b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran ……….. 8

c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ……… 10

d. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif ………. 13

e. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ……… 14

(12)

commit to user

xii

g. Kelebihan dan Kelemahan TGT (Teams Games

Tournament) ……… 17

h. Jenis Skor dan Nilai pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)………... 17

2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan ... 18

a. Pengertian Matematika ………. 18

b. Pengertian Pembelajaran Matematika ……….. 20

c. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD ………. 21

d. Pengertian Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita …... 22

e. Tinjauan Mengenai Soal Cerita ……… 22

f. Pengertian Pecahan ……….. 24

g. Konsep Pecahan di SD ………. 26

h. Macam-Macam Pecahan ……….. 30

i. Materi Pembelajaran ……… 31

j. Langkah-Langkah Pembelajaran Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ………. 36

B. Penelitian yang Relevan ………... 42

C. Kerangka Berpikir ……… 43

D. Hipotesis Tindakan ……….. 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 46

B. Subjek Penelitian ……….. 46

C. Bentuk dan Strategi Penelitian ………. 46

D. Teknik Pengumpulan Data ………... 48

E. Validitas Data ………... 50

F. Teknik Analisis Data ……… 51

G. Indikator Kinerja ……….. 53

(13)

commit to user

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Deskripsi Tempat Penelitian ……….. 62

B. Deskripsi Data Awal ……… 63

C. Deskripsi Data Tindakan ……….. 66

D. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 85

E. Pembahasan Perumusan Masalah ……… 93

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ……….. 100

B. Implikasi ………... 102

C. Saran ……… 103

DAFTAR PUSTAKA ………. 105

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan ………...64

Tabel 2 Hasil Tes Awal ………...65

Tabel 3 Hasil Tes Siklus I ………... 73

Tabel 4 Hasil Tes Siklus II ………..80

Tabel 5 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus I ……… 87

Tabel 6 Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Sebelum dan Setelah Diberikan Tindakan Siklus I ……….. 87

Tabel 7 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus II ……….. 89

Tabel 8 Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa pada Tindakan Siklus I dan Siklus II ………... 89

Tabel 9 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus III ………. 91

Tabel 10 Perbandingan Hasil Tes Awal Sebelum Dilaksanakan Tindakan dan Tes Akhir Setelah Dilaksanakan Tindakan ……… 92

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Kerangka Berpikir ……… 44

Gambar 2 Bagan Siklus PTK Suharsimi Arikunto ………... 47

Gambar 3 Model Analisis Interaktif ………. 51

Gambar 4 Grafik Data Nilai Sebelum Tindakan ………... 65

Gambar 5 Grafik Tes Siklus I ………... 73

Gambar 6 Grafik Tes Siklus II ……….. 80

Gambar 7 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus I ………... 87

Gambar 8 Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Sebelum dan Setelah Diberikan Tindakan Siklus I ………. 88

Gambar 9 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus II ……….. 89

Gambar 10 Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ………. 90

Gambar 11 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus III ………. 91

Gambar 12 Grafik Perbandingan Hasil Tes Awal Sebelum Dilaksanakan Tindakan dan Tes Akhir Setelah Dilaksanakan Tindakan ….. 92

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian ……… 108

Lampiran 2 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ………... 113

Lampiran 3 Indikator Pecahan ………. 114

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ……… 115

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ……….. 122

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ………. 129

Lampiran 7 Lembar Kerja Kelompok Siklus I ……… 133

Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa Siklus I ……… 136

Lampiran 9 Lembar Kerja Kelompok Siklus II ………... 139

Lampiran 10 Lembar Kerja Siswa Siklus II ………... 142

Lampiran 11 Lembar Kerja Kelompok Siklus III ……….. 145

Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa Siklus III ………. 148

Lampiran 13 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus I ………... 153

Lampiran 14 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus I ……….. 156

Lampiran 15 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus I ……… 159

Lampiran 16 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus II ………. 161

Lampiran 17 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus II ………. 164

Lampiran 18 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus II …………... 167

Lampiran 19 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus III ………. 169

Lampiran 20 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus III ……… 172

Lampiran 21 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus III ………….. 175

Lampiran 22 Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan ………. 177

Lampiran 23 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus I ……….. 178

Lampiran 24 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus II ………. 179

Lampiran 25 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus III ……… 180

Lampiran 26 Nilai Tes Sebelum Tindakan ……… 181

Lampiran 27 Tabel Data Nilai pada Siklus I ……….. 182

Lampiran 28 Tabel Data Nilai pada Siklus II ……… 183

(17)

commit to user

xvii

Lampiran 30 Lembar Kisi-Kisi Soal Siklus I ……… 185

Lampiran 31 Lembar Kisi-Kisi Soal Siklus II ……… 186

(18)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan

suatu bangsa. Pendidikan membantu manusia dalam pengembangan potensi

dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, sebagaimana

tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

yaitu:

Pendidikan membuat watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selaras dengan sistem pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.

20 Tahun 2003, pelaksanaan pendidikan tentunya perlu mendapat proporsi yang

cukup agar diperoleh out put yang unggul. Penanaman pendidikan ini tentunya

harus mengacu pada arah perbaikan, khhususnya adalah peningkatan kemampuan

akademis. Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan memaksimalkan

kegiatan pembelajaran di sekolah.

Kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berlangsung dengan baik apabila

ada komunikasi positif antara guru dengan siswa, guru dengan guru, dan antara

siswa dengan siswa. Oleh karena itu, komunikasi positif harus diciptakan agar

pesan yang ingin disampaikan, khususnya materi pembelajaran dapat diterima

dengan baik oleh siswa. Guru diharapkan mampu membimbing aktivitas dan

potensi siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran yang sesuai. Hal ini perlu dilaksanakan agar kualitas pembelajaran

pada mata pelajaran apapun menjadi optimal. Salah satu mata pelajaran yang

perlu mendapat perhatian lebih adalah Matematika.

Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar abstrak yang dapat

berupa fakta, konsep, operasi dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang

(19)

struktur-commit to user

struktur dalam Matematika yang ada dewasa ini, juga tidak dapat dipisahkan dari

perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Terbukti dengan banyaknya

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan

Matematika. Pelajaran Matematika diberikan pada semua jenjang pendidikan

dimulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi.

Matematika sebagai ilmu dasar begitu cepat mengalami perkembangan,

hal itu terbukti dengan makin banyaknya kegiatan Matematika dalam kehidupan

sehari-hari. Disamping itu juga sangat diperlukan siswa dalam mempelajari dan

memahami mata pelajaran lain. Akan tetapi pada kenyatannya banyak siswa

merasa takut, enggan dan kurang tertarik terhadap mata pelajaran Matematika.

Banyak siswa yang kurang tertantang untuk mempelajari dan menyelesaikan

soal-soal Matematika.

Soal yang paling rumit dalam Matematika adalah soal cerita dan biasanya

nilai siswa akan rendah pada soal dengan tipe seperti ini (soal cerita Matematika),

karena untuk dapat menyelesaikan soal cerita Matematika dengan benar seorang

siswa perlu memahami apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan. Memahami

apa yang diketahui berarti memahami informasi yang tersurat maupun yang

tersirat di dalamnya. Sedangkan memahami apa yang ditanyakan berarti mengerti

tentang istilah atau konsep-konsep yang berkaitan dengan yang ditanyakan.

Setelah itu dilanjutkan dengan langkah atau proses penyelesaian (www.

Pontianakpost. com, diakses 14 Januari 2011).

Faktor penyebab rendahnya nilai Matematika pokok bahasan soal cerita

pecahan adalah kurangnya variasi pembelajaran yang digunakan guru. Selama

pembelajaran Matematika berlangsung, guru hanya menggunakan metode

ceramah saja. Hal ini menyebabkan kejenuhan pada siswa dan tidak munculnya

keaktifan dari diri siswa. Oleh sebab itu perlu dipilih model pembelajaran yang

tepat. Untuk memilih suatu model pembelajaran perlu memperhatikan beberapa

hal seperti materi yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang

tersedia, kondisi siswa dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

Apabila dalam pemilihan model pembelajaran kurang tepat dapat mempengaruhi

(20)

commit to user

mengalami proses belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat

diharapkan siswa mampu dengan mudah menerima informasi yang diberikan oleh

guru. Model-model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran antara lain

model konvensional, kuantum, kontekstual, kooperatif dan sebagainya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti

terhadap guru kelas, diketahui bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita

pecahan siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III masih rendah. Nilai siswa kelas

IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang tahun ajaran 2010/2011 setelah

diadakan tes awal, diketahui bahwa dari 18 siswa yang terdiri dari 8 siswa

laki-laki dan 10 siswa perempuan diperoleh rata-rata kelas 55,6. Siswa yang mendapat

nilai di atas nilai ≥ 60 adalah 7 siswa dan 11 siswa memperoleh nilai ≤ 59.

Bertolak dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) di SD Negeri

Tlompakan III Kecamatan Tuntang, pada mata pelajaran Matematika KKM yang

harus dicapai siswa kelas IV adalah 60. Hasil yang diperoleh dari tes awal

tersebut, yang memperoleh nilai di atas KKM ada 7 siswa, sedangkan yang lain

masih di bawah KKM. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada materi

pecahan yaitu menyelesaikan soal cerita, hasil yang diperoleh memang masih

rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu alternatif

pemecahan agar dapat memberi perubahan yang lebih baik dalam menguasai

materi operasi pecahan.

Berkaitan dengan keadaan tersebut, akan digunakan suatu model

pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita pecahan yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). TGT merupakan

suatu tipe pembelajaran yang menekankan siswa belajar dalam kelompok

heterogen yang beranggotakan 3 sampai 5 orang. Kelompok heterogen meliputi

tingkat kemampuan akademik, jenis kelamin, suku (ras), dan status sosial.

TGT adalah suatu tipe dalam model pembelajaran kooperatif. TGT

mendorong siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya, menerapkan dan

mempunyai keberanian untuk menyampaikan ide pengetahuannya, belajar

(21)

commit to user

kegiatan pembelajaran lebih singkat dan keaktifan siswa lebih optimal karena

dalam TGT proses pembelajarannya bervariasi yaitu ada tahap presentasi kelas,

diskusi tim, permainan (games), turnamen, dan rekognisi tim.

Alasan pemilihan TGT adalah karena pelaksanaan TGT dibagi menjadi

lima tahap pembelajaran yaitu tahap presentasi kelas, diskusi tim, permainan

(games), turnamen, dan rekognisi tim. Dalam tiap tahapan kegiatan dilakukan

untuk saling bekerja sama dalam setiap tim. Selain itu pembelajaran akan lebih

bervariasi dan menyenangkan karena disertai dengan permainan-permainan

akademik. Dengan penerapan TGT, diharapkan siswa kelas IV SD Negeri

Tlompakan III dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan soal

cerita pecahan sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat

bagi siswa, guru, dan pihak sekolah dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis mengambil judul

penelitian: “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TGT (Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD

NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN

2010/2011”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)

dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada

siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran

2010/2011?

2. Bagaimana langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

(Teams Games Tournament) dalam rangka meningkatkan kemampuan

menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan

(22)

commit to user

3. Bagaimana cara mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk

meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa

kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran

2010/2011?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada

siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran

2010/2011.

2. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games

Tournament) dalam rangka meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal

cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan

Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.

3. Mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan

kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD

Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT akan merangsang keaktifan dan

kreatifitas siswa, sehingga siswa akan mempunyai kesempatan dalam

meningkatkan kemampuan masing-masing.

b. Pembelajaran kooperatif tipe TGT mendorong siswa untuk aktif

(23)

commit to user

masalah yang dihadapi sehingga dapat mempermudah siswa dalam

mempelajari Matematika khususnya soal cerita pokok bahasan pecahan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, menambah pengalaman mengajar.

b. Bagi peneliti, bermanfaat untuk menemukan solusi dalam kemampuan

menyelesaikan soal cerita pokok bahasan pecahan pada mata pelajaran

Matematika siswa kelas IV SD.

c. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita

pecahan.

d. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan kepala sekolah dalam usaha

perbaikan proses pembelajaran para guru dalam menggunakan sarana dan

prasarana sehingga hasil belajar siswa lebih baik dan mutu sekolah dapat

(24)

commit to user

7 BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

a. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Aunurrahman (2009:75), model pembelajaran adalah kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan

dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Atau dapat diartikan sebagai perangkat

rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan

pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di

tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Agus Suprijono (2009:46) mengemukakan bahwa “model pembelajaran

adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran

di kelas maupun tutorial”.

Akhmad Sudrajat (2010) menjelaskan model pembelajaran pada dasarnya

merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang

disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran

merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan

teknik pembelajaran.

(http:/akhmadsudrajat.wordpress.com/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ diakses 3 Januari 2011)

Arends dalam Trianto (2007:5) menyatakan “The term teaching model

refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,

environment, and management system”. Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,

lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.

Menurut Dahlan dalam Isjoni (2009:72) menguraikan bahwa “model

(25)

commit to user

menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk

kepada pengajar di kelas”.

Joice dan Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah

suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum

(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,

dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

(http:/zaifbio.wordpress.com/model-model-pembelajaran/ diakses 6 Januari 2011)

Adapun Soekamto dalam Trianto (2007:5) mengemukakan maksud dari

model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah pola mengajar yang dilakukan oleh guru selama proses

pembelajaran di kelas.

b. Jenis- Jenis Model Pembelajaran

Banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli.

Pengembangan model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini

dikembangkan. Mengingat banyaknya model pembelajaran yang telah

dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat

rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing informatioan model),

model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model

perilaku (behavior model).

(http:/blog.bukukita.com/users/putrid/?1102 diakses 3 Januari 2011)

Model pembelajaran pemrosesan informasi terdiri dari model

pembelajaran yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon

terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh

langkah-langkah seperti mengorganisasi data, memformulasikan masalah,

membangun konsep, dan rencana pemecahan masalah, serta penggunaan simbol

(26)

commit to user

model ini, yaitu: Inductive Thinking (Classification-Oriented), Concept

Attainment, Scientific Inquiry, dan Inquiry Training.

Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu.

Pelaksanaannya lebih menekankan pada upaya membantu individu dalam

membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik serta lebih memperhatikan

kehidupan emosional siswa. Upaya pembelajaran lebih diarahkan pada menolong

siswa untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan

hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada kelompok

model pembelajaran ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem.

Model interaksi sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan

masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana

realita yang ada dipandang sebagai negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan

pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Yang tergolong

pada kelompok model pembelajaran ini diantaranya : Partner in learning,

Structured inquiry, Group Investigation, dan Role Playing.

Model pembelajaran perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu

kerangka teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan

tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat

terukur. Belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi

diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar

berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan perubahan

tersebut haruslah teramati. Termasuk dalam model perilaku ini adalah: Mastery

learning, Direct Instruction, Simulation, Social learning, dan Programmed

Schedule.

Stalling dalam Aunurrahman (2009:76) membagi model pembelajaran

menjadi lima kelompok, yaitu:

1)The Exploratory Model, model ini bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan independensi siswa.

2)The Group Process Model, model ini diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab, dan kemampuan bekerja sama antara siswa.

(27)

commit to user

4)The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan melalui modifikasi tingkah laku.

5)The Fundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melalui pengetahuan faktual.

Joyce dan Weil (1992) menjelaskan model pembelajaran menjadi empat

kelompok, yaitu: model interaksi sosial, model pemrosesan informasi, model

personal, dan model modifikasi tingkah laku.

(http:/zaifbio.wordpress.com/model-model-pembelajaran/ diakses 6 Januari 2011)

Lapp dkk dalam Aunurrahman (2009:76) berpendapat model

pembelajaran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

1) The Classical Model, guru lebih menitikberatkan peranannya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajikannya.

2) The Tecnological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan sebagai transisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa.

3) The Personalized Model, proses pembelajaran dikembangkan dengan mmperhatikan minat, pengalaman, dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasi potensi-potensi individualitasnya.

4) The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran.

Abdul Azis Wahab (2007:56) mengemukakan jenis-jenis model

pembelajaran adalah a) interaksi sosial, b) pemrosesan informasi, c) personal, dan

d) modifikasi perilaku.

Berpijak dari uraian tersebut di atas, maka jenis-jenis model

pembelajaran adalah interaksi sosial, informasi, personal, dan perilaku.

c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Eggen and Kauchak dalam Trianto (2007:42) mengemukakan bahwa

“pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.

Robert E. Slavin (2009:8) mengemukakan bahwa dalam model

pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang

beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2009:58) mengatakan

(28)

commit to user

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran

kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1) positive

interdependence (saling ketergantungan positif), (2) personal responsibility

(tanggung jawab perseorangan), (3) face to face promotive interaction (interaksi

promotif), (4) interpersonal skill (komunikasi antaranggota), dan (5) group

processing (pemrosesan kelompok).

Isjoni dan Mohd. Arif Ismail (2008:134) menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan

sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai

satu kelompok atau satu tim.

David W. Johnson, Roger T. Johnson, dan Mary Beth Stanne (2000)

menyatakan bahwa “Cooperative learning is one of the most widespread and

fruitful areas of theory, research, and practice in education”. Yang berarti pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memiliki banyak

keberhasilan dalam riset maupun dalam pendidikan.

(http:/www.cooperation.org/pages/cl-methods.html diakses 3 Januari 2011)

Richard M. Felder dan Rebecca Brent (2007) berpendapat “Cooperative

learning is an approach to groupwork that minimizes the occurrence of those

unpleasant situations and maximizes the learning and satisfaction that result from

working on a high-performance team”. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu

pendekatan yang dibentuk kelompok kerja yang memperkecil kesalahan individu

dan memaksimalkan pelajaran serta kepuasan karena keaktivan kerja kelompok.

(http:/www4.ncsu.edu/unity/lockers/users/f/felder/public/papers/CLChapter.pdf

diakses 3 Januari 2011)

Agus Suprijono (2009:54) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif

adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk

bentuk-bentuknya yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.

Anita Lie (2008:28) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah

“pembelajaran gotong royong”, yaitu sistem pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam

(29)

commit to user

terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara

terarah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008:31) menyatakan bahwa

tidak semua kerja kelompok dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai

hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus

ditetapkan. Kelima unsur tersebut yaitu:

1) Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun

tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan

mereka. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa

bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa

berhasil.

2) Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika

tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur Model Pembelajaran

Kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk

melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model pembelajaran kerja

kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar

untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil

pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari

satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,

memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Jadi,

para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal

dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi

(30)

commit to user

4) Komunikasi antaranggota

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan

proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi

komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Proses ini sangat

bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar

dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5) Evaluasi proses kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif, waktu evaluasi tidak

perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan

selang beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran

kooperatif.

Berpijak dari berbagai pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berbasis

kelompok dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas dirinya sendiri

dan orang lain dalam memahami suatu materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

d. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2009:73) dalam pembelajaran kooperatif terdapat

beberapa variasi model yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Student Team

Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3) Teams Games Tournament, 4) Group

Investifation, 5) Rotating Trio Excghange, dan 6) Group Resume.

Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh

Arends (2001), yaitu: (1) Student Team Achievement Division (STAD), (2) Group

Investigation, (3) Jigsaw, dan (4) Structural Approach. Sedangkan dua

pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah adalah (1) Cooperatif

Integrated Reading and Compositio (CIRC) digunakan pada pembelajaran

membaca dan menulis pada tingkat 2-8 tahun (setingkat TK sampai SD), dan

Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan pada pembelajaran Matematika

(31)

commit to user

(http://ayobelajarfisika.blogdetik.com/metode-pembelajaran-kooperatif/ diakses 3

Januari 2011)

Robert E. Slavin (2009:10) menyebut beberapa tipe pembelajaran

kooperatif antara lain Student Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams

Games Tournaments, Cooperatif Integrated Reading and Compositio (CIRC), dan

Team Accelerated Instruction (TAI).

Bertolak dari berbagai pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa tipe-tipe model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah Student Team

Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournaments, Group

Investifation(GI), Rotating Trio Excghange, Group Resume, Cooperatif Integrated

Reading and Compositio (CIRC), dan Team Accelerated Instruction (TAI).

e. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Isjoni (2009:83) berpendapat bahwa “TGT adalah suatu tipe

pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok

belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan,

jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda”.

Robert E. Slavin (2009:163) menyatakan Teams Games Tournament

(TGT) artinya adalah bentuk pembelajaran yang terdapat dalam pembelajaran

kooperatif yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penelitian

pendidikan, termasuk juga dalam penyampaian materi di kelas. Dalam TGT

menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor

kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka

dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.

Fengfeng Ke dan Barbara Grabowski (2007) dalam British Journal of

Educational Technology: “TGT cooperation is more effective than interpersonal

competition in facilitating positive maths attitudes, but not in promotting maths

performance”. Pembelajaran kooperatif TGT sangat efektif untuk bersaing

antarindividu dan juga untuk memudahkan siswa berpikir positif dalam

matematika, tetapi tidak dapat memelihara pekerjaannya dalam pembelajaran

(32)

commit to user

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli di atas, model pembelajaran

kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah model pembelajaran

kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok yang berbeda kemampuan

yang menggunakan sistem turnamen akademik yang diikuti oleh seluruh siswa

dan efektif untuk memudahkan siswa berpikir positif dalam matematika.

f. Langkah-Langkah Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)

Langkah-langkah pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)

menurut Robert E. Slavin (2009:143) meliputi 5 tahap yaitu: 1) Presentasi kelas,

2) Kerja tim atau kelompok, 3) Permainan atau games, 4) Turnamen, dan 5)

Rekognisi tim.

1) Presentasi Kelas

Tahap awal yang dilakukan dalam pembelajaran TGT (Teams Games

Tournament) yaitu presentasi kelas. Pada tahap ini guru memberikan

penjelasan kepada para siswa tentang materi yang akan dipelajari.

Kegiatan ini bisa divariasi oleh guru dengan mengadakan tanya jawab

dengan siswa atau menugaskan siswa untuk mengerjakan soal di papan

tulis.

2) Kerja Tim/Kelompok

Tahap berikutnya setelah presentasi kelas yaitu kerja tim/kelompok.

Pada tahap ini yang harus dilakukan pertama kali adalah pembentukan

tim/kelompok. Siswa satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang

berbeda jenis kelamin, ras/suku, agama, dan berbeda kemampuan. Tetapi

pada dasarnya semua siswa mempunyai kemampuan yang setara

sewaktu diadakan pembelajaran dengan menerapkan TGT (Teams

Games Tournament). Setelah tim/kelompok terbentuk, guru memberikan

tugas yang harus dikerjakan oleh semua anggota tim/kelompok. Hal

yang paling penting pada tahap ini adalah kerja sama oleh semua

anggota tim/kelompok. Jika ada anggota tim/kelompok yang belum

menguasai materi pembelajaran, tugas anggota yang lain adalah

membantu agar anggota yang belum bisa tersebut mampu menguasai

(33)

commit to user

3) Permainan

Tahap selanjutnya yaitu permainan. Sebelum dilakukan permainan harus

dibentuk kelompok bermain yang anggotanya berbeda dari

tim/kelompok saat kerja tim/kelompok. Permainan yang dilakukan

adalah permainan akademik yang menggunakan kartu soal yang

masing-masing kartu mempunyai skor yang berbeda tergantung pada tingkat

kesukaran soal yang tertera pada kartu soal.

Langkah-langkah permainan yang dilakukan yaitu:

a) Siswa menempatkan diri pada kelompok bermainnya.

b) Siswa menyiapkan alat tulis.

c) Salah satu siswa pada kelompok bermain mengacak kartu soal

yang sudah disediakan guru.

d) Tiap siswa dalam kelompok bermain dibagikan sebuah kartu

olaeh siswa yang telah mengacak kartu.

e) Siswa boleh menukar kartu soal yang didapatkan dengan siswa

lain dalam satu anggota. Pnukaran kartu soal berdasarkan

kesepakatan dari kedua belah pihak.

f) Siswa mulai menjawab/mengerjakan kartu soal yang telah

didapatkan.

g) Siswa boleh mengambil kartu soal yang berikutnya asal sudah

selesai menjawab kartu soal yang sebelumnya.

h) Kelompok bermain menyudahi permainan jika kartu soalnya

sudah habis.

i) Tiap siswa mempunyai skor bermain yang berbeda. Skor didapat

jika jawaban kartu soal benar.

j) Skor bermain digunakan untuk menentukan siswa yang akan

maju ke turnamen pada akhir unit.

4) Turnamen

Tahap selanjutnya yaitu turnamen. Turnamen dilakukan pada akhir unit

(34)

commit to user

siswa dari tim/kelompok kerja yang memperoleh skor bermain tertinggi.

Pada tahap ini akan terpilih satu kelompok terbaik.

5) Rekognisi Tim

Pada turnamen sudah terpilih satu tim/kelompok belajar yang terbaik.

Kelompok yang terbaik akan mendapatkan penghargaan dari guru

berupa pujian dan hadiah dari guru. Hal ini dilakukan untuk memacu

kelompok lain agar terus giat belajar.

g. Kelebihan dan Kelemahan TGT (Teams Games Tournament)

1) Kelebihan TGT (Teams Games Tournament)

Kelebihan TGT antara lain: (a) Mudah divariasikan dengan berbagai media

pembelajaran seperti komik, VCD, teka-teki silang, roda impian, kartu bridge,

scrabble, dan kartu soal. (b) Meningkatkan rasa percaya diri pada siswa. (c)

Meningkatkan kekompakan antaranggota kelompok. (d) Mengeratkan

hubungan antaranggota kelompok. (e) Waktu pembelajaran lebih singkat. (f)

Keterlibatan siswa lebih optimal.

2) Kelemahan TGT (Teams Games Tournament)

Kelemahan TGT (Teams Games Tournament) menurut Slavin (2009:7) yaitu:

(a) Memerlukan persiapan yang rumit dalam pelaksanaannya. (b) Bila terjadi

persaingan yang negative maka hasilnya akan buruk. (c) Bila ada siswa yang

malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok maka pembelajaran tidak

akan berjalan dengan semestinya. (d) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan

waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar akan dapat mengganggu

berjalannya proses pembelajaran.

h. Jenis Skor dan Nilai pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Jenis skor dan nilai yang ada pada pembelajaran kooperatif tipe TGT

(Teams Games Tournament) adalah:

1) Skor permainan

Skor permainan didapat dari tahap permainan yang dilakukan siswa.

Siswa yang mengerjakan kartu soal dengan benar, cepat, dan jumlahnya

(35)

commit to user

untuk menentukan siswa yang akan maju mewakili tim/kelompoknya

mengikuti turnamen.

2) Skor turnamen

Skor turnamen diperoleh siswa saat mengikuti turnamen. Skor yang

didapat merupakan hasil usaha dari individu siswa tetapi atas nama

kelompok. Skor turnamen digunakan untuk menetukan kelompok terbaik

dalam pembelajaran menggunakan TGT (Teams Games Tournament).

3) Nilai kelompok

Nilai kelompok diambil dari Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang

diberikan guru untuk dikerjakan secara kelompok. Pengambilan nilai

kelompok dilakukan pada saat kerja tim/kelompok. Nilai kelompok yang

diperoleh akan membantu siswa dalam perolehan nilai akhir karena nilai

akhir diambil dari rata-rata nilai kelompok dan nilai individu.

4) Nilai individu

Nilai individu didapat dari Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikerjakan

siswa setelah tahap permainan atau setelah turnamen. Nilai individu

merupakan nilai yang mengukur kemampuan tiap individu dalam

penguasaan materi pembelajaran yang dipelajari.

5) Nilai akhir

Nilai akhir merupakan nilai dari hasil rata-rata nilai kelompok dan nilai

individu.

2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan

a. Pengertian Matematika

Mata pelajaran Matematika adalah kumpulan bahan kajian dan pelajaran

tentang bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan

satu sama lain, sehingga dapat meningkatkan ketajaman penalaran siswa untuk

menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan

(36)

commit to user

mengembangkan sikap logis, kritis, cermat, disiplin, dan menghargai kegunaan

Matematika. Di bawah ini dikemukakan pendapat tentang Matematika.

Istilah Matematika seperti yang dikutip Andi Hakim Nasution dalam

Karso (1998:1.33) berasal dari bahasa Yunani methein atau manthenein yang

artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat hubungannya dengan kata

Sanskerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi.

Ruseefendi dalam Karso (1998:1.33) menyatakan bahwa Matematika itu

terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi,

aksioma-aksioma dan dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara

umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

Taylor dan Francis Group (2008) dalam International Journal of

Education in Science and Technology: Mathematics is pervanding every study

and technique in our modern world. Bringing ever more sharpy into focus the

responsibilities laid upon those whose task it is to teach it. Most prominent among

these is the difficulty of presenting an interdisciplinary approach so that one

professional group may benefit from the experience of others. Matematika

mencakup setiap pelajaran dan teknik di dunia modern ini. Matematika

memfokuskan pada teknik pengerjaan tugas-tugasnya. Hal yang sangat mencolok

yaitu mengenai kesulitan dalam mengaplikasi pendekatan interdisciplinary

(antarcabang ilmu pengetahuan, oleh karena itu para pakar bisa memperoleh

pengetahuan dari cabang ilmu lain.

(www.tandf.co.uk/../0020739x.asp diakses 6 Januari 2011)

Menurut Kline dalam Karso (1998:1.34) menyatakan bahwa Matematika

itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat disempurnakan karena dirinya

sendiri, tetapi keberadaannya itu terutama untuk membantu manusia dalam

memahami dan menguasai permasalahan sosial ekonomi dan alam.

Johnson dan Myklebust yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252)

menyatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbolis dan praktis untuk

mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan

(37)

commit to user

Menurut Lerner dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252) Matematika

disamping sebagai bahan simbolis juga merupakan bahasa universal yang

memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide

mengenai elemen dan kualitas.

Sutawijaya sebagaimana dikutip Nyimas Aisyah dkk (2007:11),

menyatakan bahwa Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang

disusun menggunakan lambang dan penalaran deduktif.

Sedangkan menurut Gail A. William (1983:3) menyatakan Matematics is

beautiful and useful creation of the human mind and spirit. Matematika adalah

sebuah kreasi yang indah dan berguna dalam pikiran dan jiwa manusia.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2007

menyatakan bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika

adalah ilmu deduktif dan universal yang mengkaji benda abstrak, disusun dengan

menggunakan bahasa simbol untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan

keruangan yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memajukan daya

pikir manusia serta berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari.

b. Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Nyimas Aisyah (2007:1.4), pembelajaran Matematika adalah

proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana

lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar

matematika di sekolah.

Menurut Bruner dalam Nyimas Aisyah (2007:21.5), pembelajaran

Matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur

matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan

konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.

Depdikbud dalam http://pembelajaran matematika.htm diakses 6 Januari

(38)

commit to user

1) memiliki obyek yang abstrak, 2) memiliki pola pikir yang deduktif dan

konsisten, 3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

Matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan

suasana yang memungkinkan siswa mempelajari hubungan antara konsep-konsep

dan struktur-struktur Matematika yang bersifat deduktif, konsisten, dan tidak

dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

c. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Tujuan mata pelajaran Matematika di SD menurut KTSP (2007:42)

adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep,

dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran dalam pola dan sifat, melakukan manipulasi

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan Matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Tujuan umum dan khusus yang ada dalam KTSP SD/MI merupakan

pelajaran Matematika di sekolah yang memberikan gambaran belajar tidak hanya

di bidang kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan afektif.

Pembelajaran Matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan

(39)

commit to user

berarti hakikat Matematika merupakan unsur utama dalam pembelajaran

Matematika. Oleh karenanya hasil-hasil pembelajaran Matematika menampakkan

kemampuan menggunakan Matematika sebagai bahasa dan alat dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Hasil lain

yang tidak dapat diabaikan adalah terbentuknya kepribadian yang baik dan kokoh.

d. Pengertian Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

Robbins (1996:50) menyatakan kemampuan (ability) merujuk ke suatu

kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

(http://www.scribd.com/doc/Proposal-Penelitian-Pengaruh-Kemampuan-Dan-

Motivasi-Kerja-Kepala-Sekolah-Terhadap-Kualitas-Penerapan-Manajemen-Berbasis-Sekolah diakses 14 Januari 2011)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:801), menyelesaikan

adalah (1) menyudahkan (menyiapkan) pekerjaan dsb, menyempurnakan (kalimat

dsb); (2) menjadikan berakhir; menamatkan. Jadi menyelesaikan merupakan suatu

tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyudahi atau mengakhiri suatu

pekerjaan yang telah dimulainya.

Soal cerita adalah persoalan dalam Matematika yang biasanya

diwujudkan dalam kalimat dimana di dalam kalimat tersebut tersembunyi suatu

persoalan atau permasalahan.

Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan suatu kapasitas yang

dimiliki seseorang untuk menyudahi atau mengakhiri persoalan dalam

Matematika yang tersembunyi di dalam suatu kalimat dengan segala pengetahuan

dan pengalaman yang dimilikinya terdahulu atau sebelumnya.

e. Tinjauan Mengenai Soal Cerita

Soal cerita merupakan salah satu bentuk dari soal tes uraian dimana tes

uraian ini akan berfungsi untuk mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa.

Permasalahan Matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya

dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal).

Menurut Abidia dalam Marsudi Raharjo (2009:2), soal cerita adalah soal

yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat

(40)

commit to user

yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin

besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita

yang disajikan. Sementara itu, menurut Haji dalam Marsudi Raharjo (2009:2),

soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang

Matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan. Dalam hal

ini, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan

dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah soal Matematika yang berbentuk cerita yang terkait

dengan pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran Matematika.

Dalam soal cerita, siswa dituntut kemampuannya untuk mengorganisir

jawaban yang meliputi beberapa langkah yang harus dilakukan sehingga soal

cerita dapat digunakan sebagai indikator ketidakmampuan/kesulitan yang dialami

siswa dalam menyelesaikan seperangkat tes soal cerita.

Haji dalam Marsudi Raharjo (2009:2) mengungkapkan bahwa untuk

menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemampuan awal, yaitu

kemampuan untuk:

a. menentukan hal yang diketahui dalam soal,

b. menentukan hal yang ditanyakan,

c. membuat model matematikanya,

d. melakukan perhitungan,

e. menginterpretasikan jawaban model permasalahan semula.

Hal ini sejalan dengan langkah menyelesaikan soal cerita sebagaimana

yang dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar dalam

Marsudi Raharjo (2009:2), yaitu:

a. membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada

dalam soal,

b. menuliskan kalimat matematika,

c. menyelesaikan kalimat matematika, dan

d. menggunakan penyelesaian untuk menjawab pertanyaan.

Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam

(41)

commit to user

sehingga dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Hudoyo

dan Surawidjaja dalam Marsudi Raharjo (2009:3) memberikan petunjuk:

a. baca dan bacalah ulang masalah tersebut; pahami kata demi kata, kalimat dmi

kalimat,

b. identifikasikan apa yang diketahui dari masalah tersebut,

c. identifikasikan apa yang dicari,

d. abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan, dan

e. jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi

berbeda dengan masalah yang dihadapi.

Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Soedjadi dalam

Marsudi Raharjo (2009:3), bahwa untuk menyelesaikan soal Matematika

umumnya dan terutama soal cerita dapat ditempuh langkah-langkah:

a. membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat,

b. memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang

diminta/ditanyakan dalam soal, operasi apa yang diperlukan,

c. membuat model matematika dari soal,

d. menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga mendapat

jawaban dari model tersebut, dan

e. menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk bisa menyelesaikan

soal cerita dengan benar, siswa harus mampu memahami soal, membedakan apa

yang diketahui dan ditanyakan, membuat model matematikanya, menyelesaikan

model matematika tersebut, dan menuliskan jawaban akhir sesuai permintaan soal.

f. Pengertian Pecahan

Cholis Sa’dijah (2003:73) mengemukakan bahwa pecahan merupakan

bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan b,

ditulis

b a

dengan syarat b ≠ 0. Dengan demikian secara simbolik pecahan dapat

dinyatakan sebagai salah satu: (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal, (3) pecahan

(42)

commit to user

Menurut Muchtar A. Karim (1998:6.4) pecahan adalah perbandingan

bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda atau himpunan bagian

yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula.

Maksud dari “perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu

benda” adalah apabila suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama,

maka setiap perbandingan itu dengan kseluruhan bendanya menciptakan lambang

dasar suatu pecahan. Sedangkan maksud dari “himpunan bagian yang sama

terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula” yaitu suatu

himpunan dibagi atas himpunan bagian yang sama, maka perbandingan setiap

himpunan bagian yang sama itu terhadap keseluruhan himpunan semula akan

menciptakan lambang dasar suatu pecahan.

Menurut Heruman (2008:43), pecahan diartikan sebagai bagian dari

sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian

yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang

dinamakan dengan pembilang. Adapun yang utuh adalah bagian yang dianggap

sebagai satuan dan dinamakan penyebut.

Pecahan (Roy Hollands dalam www.wikipedia.org.wiki/pecahan.com

diakses 3 Januari 2011) terdiri dari pembilang dan penyebut. Pecahan adalah suatu

bentuk bilangan, dengan a, b bilangan bulat dan b tidak sama dengan 0. a disebut

pembilang dan b disebut penyebut.

Soewito, dkk (1993:152) menyatakan pecahan adalah bilangan yang

lambangnya terdiri dari pasangan berurutan bilangan bulat a dan b (dengan b≠0)

yang merupakan penyelesaian persamaan bx = a, ditulis

b a

atau a : b.

Menurut Kamus Matematika, pecahan adalah 1) hasil dari pembagian; 2)

suatu perbandingan. Suatu pecahan dapat ditulis dengan

b a

dimana a dan b adalah

yang dibandingkan dengan 1.

Pecahan yang dipelajari anak Sekolah Dasar merupakan bagian dari

bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk

b a

Gambar

Tabel 1   Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan ……………...64
Gambar A adalah
gambar di bawah ini.
Gambar 2: Bagan siklus penelitian tindakan kelas (Suharsimi Arikunto,
+7

Referensi

Dokumen terkait

“ UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT ( TEAMS GAMES TOURNAMENT) PADA SISWA KELAS VIIIB SMP ISLAM

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournamen (TGT) terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X SMA

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa SD antara yang Memperoleh Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)dan Pembelajaran Biasa(Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan respons siswa dalam pembelajaran biologi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games

Simpulan penelitian ini adalah kemampuan penerapan konsep bangun ruang siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)

Simpulan penelitian ini adalah kemampuan penerapan konsep bangun ruang siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap kemampuan mengekplanasi

Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti dapat dibuktikan kebenarannya, dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)