commit to user
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TGT
(Teams Games Tournament)
UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN
PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III
KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh
ERNY YUNIKA PUTRI K7107030
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT
(Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN
AJARAN 2010/2011
OLEH
ERNY YUNIKA PUTRI
NIM K7107030
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program S1 PGSD
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
v
ABSTRAK
Erny Yunika Putri, NIM K7107030. PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL
CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI
TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN
2010/2011. Skripsi, Surakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk: (1) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III, (2) Memaparkan cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan, (3) Memaparkan cara mengatasi kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.
Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas terdiri dari tiga siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, pencatatan arsip, dan tes. Teknik analisis data menggunakan model deskriptif komparatif dan analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III, yaitu ditandai dengan: Siswa kelas IV sebanyak 18 anak mengalami peningkatan hasil belajar yaitu sebelum tindakan 39%, siklus I (KKM 60) 50%, siklus II (KKM 65) 94%, dan siklus III (KKM 70) 100% siswa belajar tuntas., (2) Cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) merupakan perwujudan lima langkah penerapan pembelajaran tipe TGT (Teams Games Tournament) yaitu presentasi kelas, kerja tim/kelompok, permainan, turnamen, dan rekognisi tim/kelompok. (3) Cara mengatasi kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) ini adalah: (a) Pembentukan tim/kelompok belajar dilakukan oleh guru berdasarkan urutan nomor absen untuk mengatasi kebingungan siswa saat membentuk kelompok. (b) Pemilihan ketua tim/kelompok belajar oleh guru yang bertanggung jawab pada kegiatan kerja kelompok untuk mengatasi kurangnya kerja sama diantara anggota kelompok.
Berdasarkan simpulan yang dibuat, dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran Matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan kemampuan
commit to user
vi
ABSTRACT
Erny Yunika Putri, NIM K7107030. APPLICATION OF COOPERATIVE
LEARNING MODEL TYPE TGT (Teams Games Tournament) TO
INCREASE THE STUDENT’S ABILITY OF STORY FRACTION
PROBLEM SOLVING IN IV GRADE SD NEGERI TLOMPAKAN III SUB DISTRICT OF TUNTANG, 2010/2011. Minithesis, Surakarta, Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta, April 2011.
The aim of this classroom action research are (1) to increase the student’s ability of story fraction problem solving in IV Grade SD Negeri Tlompakan III, (2) describing about cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) to increase their ability in story fraction problem solving, (3) describing about strategies to counter the obstacles in cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) to increase the student’s ability in story fraction problem solving.
Subjects of this research are students of IV Grade SD Negeri Tlompakan III. Type of research is class action research includes three cyclic, every cyclic includes four stages: they are planning, acting, observing, and reflecting. Data collecting technique used in this research is observation, recording the documentation, and test. Analysis data used in this research is descriptive comparative and interactive analysis includes three components, they are data reduction, data display, and drawn the conclusion or verification.
Based on research results, it concluded that (1) cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) is able to increase student’s ability in story fraction problem solving in IV Grade SD Negeri Tlompakan III, it indicated with as much as 18 Fourth Grade students experience the increasing of their learning achievement, that is, before class action 39% Cyclic I (KKM 60) 50%, Cyclic II (KKM 65) 94%, and Cyclic III (KKM 70) 100% of students are mastered their learning, (2) the way of cooperative learning application type TGT (Teams Games Tournament) is a manifestation of five stages learning model application of TGT model, they are class presentation, team working, games, tournament, and team/group recognition, (3) strategies to counter the obstacles in cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) are (a) making the team/group learning by teacher based on presentation student number to avoids the student complication in making group, (b) choosing the chief of learning group/team by teacher who responsible in
teamwork activities to counter less teamwork between the members of group. Based on the conclusion it may be proposed about recommendation that
commit to user
vii
MOTTO
“Mengajari orang bagaimana belajar tumbuh secara mandiri mungkin merupakan pelayanan terbesar yang kita berikan bagi orang lain.”
(Oliver Wendell Holmes)
“Nilai seseorang itu ditentukan dari keberaniannya memikul tanggung jawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.”
(Kahlil Gibran)
“Menjalani kehidupan dengan ketulusan dan kerelaan hati, akan membuahkan hasil yang manis.”
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
~ Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian,
dukungan, dan doa restu ~
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas karunia-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan.
Skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011” ini diajukan
untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian tindakan kelas ini tidak akan
berhasil tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya
kepada semua pihak, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Furqon Hidayatullah, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. R. Indianto, M. Pd. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kartono, M. Pd. Selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dra. Siti Kamsiyati, M. Pd. Selaku Pembimbing I yang mengarahkan dan
membimbing dengan sabar hingga selesainya skripsi ini.
5. Drs. Hartono, M. Hum. Selaku Pembimbing II yang mengarahkan dan
membimbing dengan sabar hingga selesainya skripsi ini.
6. Tanjiatun, S. Pd. Selaku Kepala Sekolah SD Negeri Tlompakan III Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang.
7. Orangtua penulis yang telah memberikan doa restu dan dukungan.
8. Kakakku terkasih yang selalu meluangkan waktu untuk membantu penulis
commit to user
x
9. Teman-teman di PGSD sebagai teman seperjuangan dalam pembuatan skripsi
ini.
10.Semua pihak yang telah memberi bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan yang ada. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga
skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis khususnya dan para pembaca
umumnya.
Surakarta, April 2011
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN PENGAJUAN ……… ii
HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii
HALAMAN PENGESAHAN ………. iv
HALAMAN ABSTRAK ………. v
HALAMAN MOTTO ………. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. vii
KATA PENGANTAR ……… viii
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ………... xiv
DAFTAR GAMBAR ……….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Perumusan Masalah ………. 4
C. Tujuan Penelitian ………. 5
D. Manfaat Penelitian ………... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ……….. 7
1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ……….. 7
a. Pengertian Model Pembelajaran ……….. 7
b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran ……….. 8
c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ……… 10
d. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif ………. 13
e. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ……… 14
commit to user
xii
g. Kelebihan dan Kelemahan TGT (Teams Games
Tournament) ……… 17
h. Jenis Skor dan Nilai pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)………... 17
2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan ... 18
a. Pengertian Matematika ………. 18
b. Pengertian Pembelajaran Matematika ……….. 20
c. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD ………. 21
d. Pengertian Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita …... 22
e. Tinjauan Mengenai Soal Cerita ……… 22
f. Pengertian Pecahan ……….. 24
g. Konsep Pecahan di SD ………. 26
h. Macam-Macam Pecahan ……….. 30
i. Materi Pembelajaran ……… 31
j. Langkah-Langkah Pembelajaran Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ………. 36
B. Penelitian yang Relevan ………... 42
C. Kerangka Berpikir ……… 43
D. Hipotesis Tindakan ……….. 45
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 46
B. Subjek Penelitian ……….. 46
C. Bentuk dan Strategi Penelitian ………. 46
D. Teknik Pengumpulan Data ………... 48
E. Validitas Data ………... 50
F. Teknik Analisis Data ……… 51
G. Indikator Kinerja ……….. 53
commit to user
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Deskripsi Tempat Penelitian ……….. 62
B. Deskripsi Data Awal ……… 63
C. Deskripsi Data Tindakan ……….. 66
D. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 85
E. Pembahasan Perumusan Masalah ……… 93
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ……….. 100
B. Implikasi ………... 102
C. Saran ……… 103
DAFTAR PUSTAKA ………. 105
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan ………...64
Tabel 2 Hasil Tes Awal ………...65
Tabel 3 Hasil Tes Siklus I ………... 73
Tabel 4 Hasil Tes Siklus II ………..80
Tabel 5 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus I ……… 87
Tabel 6 Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Sebelum dan Setelah Diberikan Tindakan Siklus I ……….. 87
Tabel 7 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus II ……….. 89
Tabel 8 Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa pada Tindakan Siklus I dan Siklus II ………... 89
Tabel 9 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus III ………. 91
Tabel 10 Perbandingan Hasil Tes Awal Sebelum Dilaksanakan Tindakan dan Tes Akhir Setelah Dilaksanakan Tindakan ……… 92
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur Kerangka Berpikir ……… 44
Gambar 2 Bagan Siklus PTK Suharsimi Arikunto ………... 47
Gambar 3 Model Analisis Interaktif ………. 51
Gambar 4 Grafik Data Nilai Sebelum Tindakan ………... 65
Gambar 5 Grafik Tes Siklus I ………... 73
Gambar 6 Grafik Tes Siklus II ……….. 80
Gambar 7 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus I ………... 87
Gambar 8 Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Sebelum dan Setelah Diberikan Tindakan Siklus I ………. 88
Gambar 9 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus II ……….. 89
Gambar 10 Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ………. 90
Gambar 11 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus III ………. 91
Gambar 12 Grafik Perbandingan Hasil Tes Awal Sebelum Dilaksanakan Tindakan dan Tes Akhir Setelah Dilaksanakan Tindakan ….. 92
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian ……… 108
Lampiran 2 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ………... 113
Lampiran 3 Indikator Pecahan ………. 114
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ……… 115
Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ……….. 122
Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ………. 129
Lampiran 7 Lembar Kerja Kelompok Siklus I ……… 133
Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa Siklus I ……… 136
Lampiran 9 Lembar Kerja Kelompok Siklus II ………... 139
Lampiran 10 Lembar Kerja Siswa Siklus II ………... 142
Lampiran 11 Lembar Kerja Kelompok Siklus III ……….. 145
Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa Siklus III ………. 148
Lampiran 13 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus I ………... 153
Lampiran 14 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus I ……….. 156
Lampiran 15 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus I ……… 159
Lampiran 16 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus II ………. 161
Lampiran 17 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus II ………. 164
Lampiran 18 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus II …………... 167
Lampiran 19 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus III ………. 169
Lampiran 20 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus III ……… 172
Lampiran 21 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus III ………….. 175
Lampiran 22 Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan ………. 177
Lampiran 23 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus I ……….. 178
Lampiran 24 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus II ………. 179
Lampiran 25 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus III ……… 180
Lampiran 26 Nilai Tes Sebelum Tindakan ……… 181
Lampiran 27 Tabel Data Nilai pada Siklus I ……….. 182
Lampiran 28 Tabel Data Nilai pada Siklus II ……… 183
commit to user
xvii
Lampiran 30 Lembar Kisi-Kisi Soal Siklus I ……… 185
Lampiran 31 Lembar Kisi-Kisi Soal Siklus II ……… 186
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan
suatu bangsa. Pendidikan membantu manusia dalam pengembangan potensi
dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, sebagaimana
tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yaitu:
Pendidikan membuat watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selaras dengan sistem pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.
20 Tahun 2003, pelaksanaan pendidikan tentunya perlu mendapat proporsi yang
cukup agar diperoleh out put yang unggul. Penanaman pendidikan ini tentunya
harus mengacu pada arah perbaikan, khhususnya adalah peningkatan kemampuan
akademis. Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan memaksimalkan
kegiatan pembelajaran di sekolah.
Kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berlangsung dengan baik apabila
ada komunikasi positif antara guru dengan siswa, guru dengan guru, dan antara
siswa dengan siswa. Oleh karena itu, komunikasi positif harus diciptakan agar
pesan yang ingin disampaikan, khususnya materi pembelajaran dapat diterima
dengan baik oleh siswa. Guru diharapkan mampu membimbing aktivitas dan
potensi siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran yang sesuai. Hal ini perlu dilaksanakan agar kualitas pembelajaran
pada mata pelajaran apapun menjadi optimal. Salah satu mata pelajaran yang
perlu mendapat perhatian lebih adalah Matematika.
Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar abstrak yang dapat
berupa fakta, konsep, operasi dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang
struktur-commit to user
struktur dalam Matematika yang ada dewasa ini, juga tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Terbukti dengan banyaknya
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan
Matematika. Pelajaran Matematika diberikan pada semua jenjang pendidikan
dimulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi.
Matematika sebagai ilmu dasar begitu cepat mengalami perkembangan,
hal itu terbukti dengan makin banyaknya kegiatan Matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Disamping itu juga sangat diperlukan siswa dalam mempelajari dan
memahami mata pelajaran lain. Akan tetapi pada kenyatannya banyak siswa
merasa takut, enggan dan kurang tertarik terhadap mata pelajaran Matematika.
Banyak siswa yang kurang tertantang untuk mempelajari dan menyelesaikan
soal-soal Matematika.
Soal yang paling rumit dalam Matematika adalah soal cerita dan biasanya
nilai siswa akan rendah pada soal dengan tipe seperti ini (soal cerita Matematika),
karena untuk dapat menyelesaikan soal cerita Matematika dengan benar seorang
siswa perlu memahami apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan. Memahami
apa yang diketahui berarti memahami informasi yang tersurat maupun yang
tersirat di dalamnya. Sedangkan memahami apa yang ditanyakan berarti mengerti
tentang istilah atau konsep-konsep yang berkaitan dengan yang ditanyakan.
Setelah itu dilanjutkan dengan langkah atau proses penyelesaian (www.
Pontianakpost. com, diakses 14 Januari 2011).
Faktor penyebab rendahnya nilai Matematika pokok bahasan soal cerita
pecahan adalah kurangnya variasi pembelajaran yang digunakan guru. Selama
pembelajaran Matematika berlangsung, guru hanya menggunakan metode
ceramah saja. Hal ini menyebabkan kejenuhan pada siswa dan tidak munculnya
keaktifan dari diri siswa. Oleh sebab itu perlu dipilih model pembelajaran yang
tepat. Untuk memilih suatu model pembelajaran perlu memperhatikan beberapa
hal seperti materi yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang
tersedia, kondisi siswa dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Apabila dalam pemilihan model pembelajaran kurang tepat dapat mempengaruhi
commit to user
mengalami proses belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat
diharapkan siswa mampu dengan mudah menerima informasi yang diberikan oleh
guru. Model-model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran antara lain
model konvensional, kuantum, kontekstual, kooperatif dan sebagainya.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti
terhadap guru kelas, diketahui bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III masih rendah. Nilai siswa kelas
IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang tahun ajaran 2010/2011 setelah
diadakan tes awal, diketahui bahwa dari 18 siswa yang terdiri dari 8 siswa
laki-laki dan 10 siswa perempuan diperoleh rata-rata kelas 55,6. Siswa yang mendapat
nilai di atas nilai ≥ 60 adalah 7 siswa dan 11 siswa memperoleh nilai ≤ 59.
Bertolak dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) di SD Negeri
Tlompakan III Kecamatan Tuntang, pada mata pelajaran Matematika KKM yang
harus dicapai siswa kelas IV adalah 60. Hasil yang diperoleh dari tes awal
tersebut, yang memperoleh nilai di atas KKM ada 7 siswa, sedangkan yang lain
masih di bawah KKM. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada materi
pecahan yaitu menyelesaikan soal cerita, hasil yang diperoleh memang masih
rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu alternatif
pemecahan agar dapat memberi perubahan yang lebih baik dalam menguasai
materi operasi pecahan.
Berkaitan dengan keadaan tersebut, akan digunakan suatu model
pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pecahan yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). TGT merupakan
suatu tipe pembelajaran yang menekankan siswa belajar dalam kelompok
heterogen yang beranggotakan 3 sampai 5 orang. Kelompok heterogen meliputi
tingkat kemampuan akademik, jenis kelamin, suku (ras), dan status sosial.
TGT adalah suatu tipe dalam model pembelajaran kooperatif. TGT
mendorong siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya, menerapkan dan
mempunyai keberanian untuk menyampaikan ide pengetahuannya, belajar
commit to user
kegiatan pembelajaran lebih singkat dan keaktifan siswa lebih optimal karena
dalam TGT proses pembelajarannya bervariasi yaitu ada tahap presentasi kelas,
diskusi tim, permainan (games), turnamen, dan rekognisi tim.
Alasan pemilihan TGT adalah karena pelaksanaan TGT dibagi menjadi
lima tahap pembelajaran yaitu tahap presentasi kelas, diskusi tim, permainan
(games), turnamen, dan rekognisi tim. Dalam tiap tahapan kegiatan dilakukan
untuk saling bekerja sama dalam setiap tim. Selain itu pembelajaran akan lebih
bervariasi dan menyenangkan karena disertai dengan permainan-permainan
akademik. Dengan penerapan TGT, diharapkan siswa kelas IV SD Negeri
Tlompakan III dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan soal
cerita pecahan sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat
bagi siswa, guru, dan pihak sekolah dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis mengambil judul
penelitian: “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TGT (Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD
NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN
2010/2011”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)
dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada
siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran
2010/2011?
2. Bagaimana langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) dalam rangka meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan
commit to user
3. Bagaimana cara mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa
kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran
2010/2011?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada
siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran
2010/2011.
2. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) dalam rangka meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal
cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan
Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.
3. Mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan
kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD
Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT akan merangsang keaktifan dan
kreatifitas siswa, sehingga siswa akan mempunyai kesempatan dalam
meningkatkan kemampuan masing-masing.
b. Pembelajaran kooperatif tipe TGT mendorong siswa untuk aktif
commit to user
masalah yang dihadapi sehingga dapat mempermudah siswa dalam
mempelajari Matematika khususnya soal cerita pokok bahasan pecahan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, menambah pengalaman mengajar.
b. Bagi peneliti, bermanfaat untuk menemukan solusi dalam kemampuan
menyelesaikan soal cerita pokok bahasan pecahan pada mata pelajaran
Matematika siswa kelas IV SD.
c. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan.
d. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan kepala sekolah dalam usaha
perbaikan proses pembelajaran para guru dalam menggunakan sarana dan
prasarana sehingga hasil belajar siswa lebih baik dan mutu sekolah dapat
commit to user
7 BAB II
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Aunurrahman (2009:75), model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan
dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Atau dapat diartikan sebagai perangkat
rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan
pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di
tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Agus Suprijono (2009:46) mengemukakan bahwa “model pembelajaran
adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
di kelas maupun tutorial”.
Akhmad Sudrajat (2010) menjelaskan model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran.
(http:/akhmadsudrajat.wordpress.com/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ diakses 3 Januari 2011)
Arends dalam Trianto (2007:5) menyatakan “The term teaching model
refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management system”. Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Menurut Dahlan dalam Isjoni (2009:72) menguraikan bahwa “model
commit to user
menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk
kepada pengajar di kelas”.
Joice dan Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,
dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
(http:/zaifbio.wordpress.com/model-model-pembelajaran/ diakses 6 Januari 2011)
Adapun Soekamto dalam Trianto (2007:5) mengemukakan maksud dari
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah pola mengajar yang dilakukan oleh guru selama proses
pembelajaran di kelas.
b. Jenis- Jenis Model Pembelajaran
Banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli.
Pengembangan model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini
dikembangkan. Mengingat banyaknya model pembelajaran yang telah
dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat
rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing informatioan model),
model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model
perilaku (behavior model).
(http:/blog.bukukita.com/users/putrid/?1102 diakses 3 Januari 2011)
Model pembelajaran pemrosesan informasi terdiri dari model
pembelajaran yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon
terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh
langkah-langkah seperti mengorganisasi data, memformulasikan masalah,
membangun konsep, dan rencana pemecahan masalah, serta penggunaan simbol
commit to user
model ini, yaitu: Inductive Thinking (Classification-Oriented), Concept
Attainment, Scientific Inquiry, dan Inquiry Training.
Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu.
Pelaksanaannya lebih menekankan pada upaya membantu individu dalam
membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik serta lebih memperhatikan
kehidupan emosional siswa. Upaya pembelajaran lebih diarahkan pada menolong
siswa untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan
hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada kelompok
model pembelajaran ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem.
Model interaksi sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan
masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana
realita yang ada dipandang sebagai negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan
pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Yang tergolong
pada kelompok model pembelajaran ini diantaranya : Partner in learning,
Structured inquiry, Group Investigation, dan Role Playing.
Model pembelajaran perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu
kerangka teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan
tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat
terukur. Belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi
diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar
berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan perubahan
tersebut haruslah teramati. Termasuk dalam model perilaku ini adalah: Mastery
learning, Direct Instruction, Simulation, Social learning, dan Programmed
Schedule.
Stalling dalam Aunurrahman (2009:76) membagi model pembelajaran
menjadi lima kelompok, yaitu:
1)The Exploratory Model, model ini bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan independensi siswa.
2)The Group Process Model, model ini diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab, dan kemampuan bekerja sama antara siswa.
commit to user
4)The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan melalui modifikasi tingkah laku.
5)The Fundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melalui pengetahuan faktual.
Joyce dan Weil (1992) menjelaskan model pembelajaran menjadi empat
kelompok, yaitu: model interaksi sosial, model pemrosesan informasi, model
personal, dan model modifikasi tingkah laku.
(http:/zaifbio.wordpress.com/model-model-pembelajaran/ diakses 6 Januari 2011)
Lapp dkk dalam Aunurrahman (2009:76) berpendapat model
pembelajaran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1) The Classical Model, guru lebih menitikberatkan peranannya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajikannya.
2) The Tecnological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan sebagai transisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa.
3) The Personalized Model, proses pembelajaran dikembangkan dengan mmperhatikan minat, pengalaman, dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasi potensi-potensi individualitasnya.
4) The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran.
Abdul Azis Wahab (2007:56) mengemukakan jenis-jenis model
pembelajaran adalah a) interaksi sosial, b) pemrosesan informasi, c) personal, dan
d) modifikasi perilaku.
Berpijak dari uraian tersebut di atas, maka jenis-jenis model
pembelajaran adalah interaksi sosial, informasi, personal, dan perilaku.
c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Eggen and Kauchak dalam Trianto (2007:42) mengemukakan bahwa
“pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.
Robert E. Slavin (2009:8) mengemukakan bahwa dalam model
pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang
beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.
Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2009:58) mengatakan
commit to user
Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1) positive
interdependence (saling ketergantungan positif), (2) personal responsibility
(tanggung jawab perseorangan), (3) face to face promotive interaction (interaksi
promotif), (4) interpersonal skill (komunikasi antaranggota), dan (5) group
processing (pemrosesan kelompok).
Isjoni dan Mohd. Arif Ismail (2008:134) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai
satu kelompok atau satu tim.
David W. Johnson, Roger T. Johnson, dan Mary Beth Stanne (2000)
menyatakan bahwa “Cooperative learning is one of the most widespread and
fruitful areas of theory, research, and practice in education”. Yang berarti pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memiliki banyak
keberhasilan dalam riset maupun dalam pendidikan.
(http:/www.cooperation.org/pages/cl-methods.html diakses 3 Januari 2011)
Richard M. Felder dan Rebecca Brent (2007) berpendapat “Cooperative
learning is an approach to groupwork that minimizes the occurrence of those
unpleasant situations and maximizes the learning and satisfaction that result from
working on a high-performance team”. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu
pendekatan yang dibentuk kelompok kerja yang memperkecil kesalahan individu
dan memaksimalkan pelajaran serta kepuasan karena keaktivan kerja kelompok.
(http:/www4.ncsu.edu/unity/lockers/users/f/felder/public/papers/CLChapter.pdf
diakses 3 Januari 2011)
Agus Suprijono (2009:54) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuknya yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.
Anita Lie (2008:28) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah
“pembelajaran gotong royong”, yaitu sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam
commit to user
terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara
terarah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008:31) menyatakan bahwa
tidak semua kerja kelompok dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus
ditetapkan. Kelima unsur tersebut yaitu:
1) Saling ketergantungan positif
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan
mereka. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa
bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa
berhasil.
2) Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur Model Pembelajaran
Kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model pembelajaran kerja
kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
3) Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar
untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil
pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari
satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Jadi,
para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal
dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi
commit to user
4) Komunikasi antaranggota
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan
proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi
komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Proses ini sangat
bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5) Evaluasi proses kelompok
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif, waktu evaluasi tidak
perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan
selang beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran
kooperatif.
Berpijak dari berbagai pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berbasis
kelompok dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas dirinya sendiri
dan orang lain dalam memahami suatu materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
d. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2009:73) dalam pembelajaran kooperatif terdapat
beberapa variasi model yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Student Team
Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3) Teams Games Tournament, 4) Group
Investifation, 5) Rotating Trio Excghange, dan 6) Group Resume.
Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh
Arends (2001), yaitu: (1) Student Team Achievement Division (STAD), (2) Group
Investigation, (3) Jigsaw, dan (4) Structural Approach. Sedangkan dua
pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah adalah (1) Cooperatif
Integrated Reading and Compositio (CIRC) digunakan pada pembelajaran
membaca dan menulis pada tingkat 2-8 tahun (setingkat TK sampai SD), dan
Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan pada pembelajaran Matematika
commit to user
(http://ayobelajarfisika.blogdetik.com/metode-pembelajaran-kooperatif/ diakses 3
Januari 2011)
Robert E. Slavin (2009:10) menyebut beberapa tipe pembelajaran
kooperatif antara lain Student Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams
Games Tournaments, Cooperatif Integrated Reading and Compositio (CIRC), dan
Team Accelerated Instruction (TAI).
Bertolak dari berbagai pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa tipe-tipe model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah Student Team
Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournaments, Group
Investifation(GI), Rotating Trio Excghange, Group Resume, Cooperatif Integrated
Reading and Compositio (CIRC), dan Team Accelerated Instruction (TAI).
e. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Isjoni (2009:83) berpendapat bahwa “TGT adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok
belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan,
jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda”.
Robert E. Slavin (2009:163) menyatakan Teams Games Tournament
(TGT) artinya adalah bentuk pembelajaran yang terdapat dalam pembelajaran
kooperatif yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penelitian
pendidikan, termasuk juga dalam penyampaian materi di kelas. Dalam TGT
menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka
dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.
Fengfeng Ke dan Barbara Grabowski (2007) dalam British Journal of
Educational Technology: “TGT cooperation is more effective than interpersonal
competition in facilitating positive maths attitudes, but not in promotting maths
performance”. Pembelajaran kooperatif TGT sangat efektif untuk bersaing
antarindividu dan juga untuk memudahkan siswa berpikir positif dalam
matematika, tetapi tidak dapat memelihara pekerjaannya dalam pembelajaran
commit to user
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli di atas, model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah model pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok yang berbeda kemampuan
yang menggunakan sistem turnamen akademik yang diikuti oleh seluruh siswa
dan efektif untuk memudahkan siswa berpikir positif dalam matematika.
f. Langkah-Langkah Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
Langkah-langkah pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
menurut Robert E. Slavin (2009:143) meliputi 5 tahap yaitu: 1) Presentasi kelas,
2) Kerja tim atau kelompok, 3) Permainan atau games, 4) Turnamen, dan 5)
Rekognisi tim.
1) Presentasi Kelas
Tahap awal yang dilakukan dalam pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) yaitu presentasi kelas. Pada tahap ini guru memberikan
penjelasan kepada para siswa tentang materi yang akan dipelajari.
Kegiatan ini bisa divariasi oleh guru dengan mengadakan tanya jawab
dengan siswa atau menugaskan siswa untuk mengerjakan soal di papan
tulis.
2) Kerja Tim/Kelompok
Tahap berikutnya setelah presentasi kelas yaitu kerja tim/kelompok.
Pada tahap ini yang harus dilakukan pertama kali adalah pembentukan
tim/kelompok. Siswa satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang
berbeda jenis kelamin, ras/suku, agama, dan berbeda kemampuan. Tetapi
pada dasarnya semua siswa mempunyai kemampuan yang setara
sewaktu diadakan pembelajaran dengan menerapkan TGT (Teams
Games Tournament). Setelah tim/kelompok terbentuk, guru memberikan
tugas yang harus dikerjakan oleh semua anggota tim/kelompok. Hal
yang paling penting pada tahap ini adalah kerja sama oleh semua
anggota tim/kelompok. Jika ada anggota tim/kelompok yang belum
menguasai materi pembelajaran, tugas anggota yang lain adalah
membantu agar anggota yang belum bisa tersebut mampu menguasai
commit to user
3) Permainan
Tahap selanjutnya yaitu permainan. Sebelum dilakukan permainan harus
dibentuk kelompok bermain yang anggotanya berbeda dari
tim/kelompok saat kerja tim/kelompok. Permainan yang dilakukan
adalah permainan akademik yang menggunakan kartu soal yang
masing-masing kartu mempunyai skor yang berbeda tergantung pada tingkat
kesukaran soal yang tertera pada kartu soal.
Langkah-langkah permainan yang dilakukan yaitu:
a) Siswa menempatkan diri pada kelompok bermainnya.
b) Siswa menyiapkan alat tulis.
c) Salah satu siswa pada kelompok bermain mengacak kartu soal
yang sudah disediakan guru.
d) Tiap siswa dalam kelompok bermain dibagikan sebuah kartu
olaeh siswa yang telah mengacak kartu.
e) Siswa boleh menukar kartu soal yang didapatkan dengan siswa
lain dalam satu anggota. Pnukaran kartu soal berdasarkan
kesepakatan dari kedua belah pihak.
f) Siswa mulai menjawab/mengerjakan kartu soal yang telah
didapatkan.
g) Siswa boleh mengambil kartu soal yang berikutnya asal sudah
selesai menjawab kartu soal yang sebelumnya.
h) Kelompok bermain menyudahi permainan jika kartu soalnya
sudah habis.
i) Tiap siswa mempunyai skor bermain yang berbeda. Skor didapat
jika jawaban kartu soal benar.
j) Skor bermain digunakan untuk menentukan siswa yang akan
maju ke turnamen pada akhir unit.
4) Turnamen
Tahap selanjutnya yaitu turnamen. Turnamen dilakukan pada akhir unit
commit to user
siswa dari tim/kelompok kerja yang memperoleh skor bermain tertinggi.
Pada tahap ini akan terpilih satu kelompok terbaik.
5) Rekognisi Tim
Pada turnamen sudah terpilih satu tim/kelompok belajar yang terbaik.
Kelompok yang terbaik akan mendapatkan penghargaan dari guru
berupa pujian dan hadiah dari guru. Hal ini dilakukan untuk memacu
kelompok lain agar terus giat belajar.
g. Kelebihan dan Kelemahan TGT (Teams Games Tournament)
1) Kelebihan TGT (Teams Games Tournament)
Kelebihan TGT antara lain: (a) Mudah divariasikan dengan berbagai media
pembelajaran seperti komik, VCD, teka-teki silang, roda impian, kartu bridge,
scrabble, dan kartu soal. (b) Meningkatkan rasa percaya diri pada siswa. (c)
Meningkatkan kekompakan antaranggota kelompok. (d) Mengeratkan
hubungan antaranggota kelompok. (e) Waktu pembelajaran lebih singkat. (f)
Keterlibatan siswa lebih optimal.
2) Kelemahan TGT (Teams Games Tournament)
Kelemahan TGT (Teams Games Tournament) menurut Slavin (2009:7) yaitu:
(a) Memerlukan persiapan yang rumit dalam pelaksanaannya. (b) Bila terjadi
persaingan yang negative maka hasilnya akan buruk. (c) Bila ada siswa yang
malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok maka pembelajaran tidak
akan berjalan dengan semestinya. (d) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan
waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar akan dapat mengganggu
berjalannya proses pembelajaran.
h. Jenis Skor dan Nilai pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Jenis skor dan nilai yang ada pada pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) adalah:
1) Skor permainan
Skor permainan didapat dari tahap permainan yang dilakukan siswa.
Siswa yang mengerjakan kartu soal dengan benar, cepat, dan jumlahnya
commit to user
untuk menentukan siswa yang akan maju mewakili tim/kelompoknya
mengikuti turnamen.
2) Skor turnamen
Skor turnamen diperoleh siswa saat mengikuti turnamen. Skor yang
didapat merupakan hasil usaha dari individu siswa tetapi atas nama
kelompok. Skor turnamen digunakan untuk menetukan kelompok terbaik
dalam pembelajaran menggunakan TGT (Teams Games Tournament).
3) Nilai kelompok
Nilai kelompok diambil dari Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang
diberikan guru untuk dikerjakan secara kelompok. Pengambilan nilai
kelompok dilakukan pada saat kerja tim/kelompok. Nilai kelompok yang
diperoleh akan membantu siswa dalam perolehan nilai akhir karena nilai
akhir diambil dari rata-rata nilai kelompok dan nilai individu.
4) Nilai individu
Nilai individu didapat dari Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikerjakan
siswa setelah tahap permainan atau setelah turnamen. Nilai individu
merupakan nilai yang mengukur kemampuan tiap individu dalam
penguasaan materi pembelajaran yang dipelajari.
5) Nilai akhir
Nilai akhir merupakan nilai dari hasil rata-rata nilai kelompok dan nilai
individu.
2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan
a. Pengertian Matematika
Mata pelajaran Matematika adalah kumpulan bahan kajian dan pelajaran
tentang bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan
satu sama lain, sehingga dapat meningkatkan ketajaman penalaran siswa untuk
menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan
commit to user
mengembangkan sikap logis, kritis, cermat, disiplin, dan menghargai kegunaan
Matematika. Di bawah ini dikemukakan pendapat tentang Matematika.
Istilah Matematika seperti yang dikutip Andi Hakim Nasution dalam
Karso (1998:1.33) berasal dari bahasa Yunani methein atau manthenein yang
artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat hubungannya dengan kata
Sanskerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi.
Ruseefendi dalam Karso (1998:1.33) menyatakan bahwa Matematika itu
terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi,
aksioma-aksioma dan dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara
umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
Taylor dan Francis Group (2008) dalam International Journal of
Education in Science and Technology: Mathematics is pervanding every study
and technique in our modern world. Bringing ever more sharpy into focus the
responsibilities laid upon those whose task it is to teach it. Most prominent among
these is the difficulty of presenting an interdisciplinary approach so that one
professional group may benefit from the experience of others. Matematika
mencakup setiap pelajaran dan teknik di dunia modern ini. Matematika
memfokuskan pada teknik pengerjaan tugas-tugasnya. Hal yang sangat mencolok
yaitu mengenai kesulitan dalam mengaplikasi pendekatan interdisciplinary
(antarcabang ilmu pengetahuan, oleh karena itu para pakar bisa memperoleh
pengetahuan dari cabang ilmu lain.
(www.tandf.co.uk/../0020739x.asp diakses 6 Januari 2011)
Menurut Kline dalam Karso (1998:1.34) menyatakan bahwa Matematika
itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat disempurnakan karena dirinya
sendiri, tetapi keberadaannya itu terutama untuk membantu manusia dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial ekonomi dan alam.
Johnson dan Myklebust yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252)
menyatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbolis dan praktis untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
commit to user
Menurut Lerner dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252) Matematika
disamping sebagai bahan simbolis juga merupakan bahasa universal yang
memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kualitas.
Sutawijaya sebagaimana dikutip Nyimas Aisyah dkk (2007:11),
menyatakan bahwa Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang
disusun menggunakan lambang dan penalaran deduktif.
Sedangkan menurut Gail A. William (1983:3) menyatakan Matematics is
beautiful and useful creation of the human mind and spirit. Matematika adalah
sebuah kreasi yang indah dan berguna dalam pikiran dan jiwa manusia.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2007
menyatakan bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika
adalah ilmu deduktif dan universal yang mengkaji benda abstrak, disusun dengan
menggunakan bahasa simbol untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan
keruangan yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memajukan daya
pikir manusia serta berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Pengertian Pembelajaran Matematika
Menurut Nyimas Aisyah (2007:1.4), pembelajaran Matematika adalah
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar
matematika di sekolah.
Menurut Bruner dalam Nyimas Aisyah (2007:21.5), pembelajaran
Matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.
Depdikbud dalam http://pembelajaran matematika.htm diakses 6 Januari
commit to user
1) memiliki obyek yang abstrak, 2) memiliki pola pikir yang deduktif dan
konsisten, 3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan
suasana yang memungkinkan siswa mempelajari hubungan antara konsep-konsep
dan struktur-struktur Matematika yang bersifat deduktif, konsisten, dan tidak
dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
c. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan mata pelajaran Matematika di SD menurut KTSP (2007:42)
adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep,
dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran dalam pola dan sifat, melakukan manipulasi
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan Matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Tujuan umum dan khusus yang ada dalam KTSP SD/MI merupakan
pelajaran Matematika di sekolah yang memberikan gambaran belajar tidak hanya
di bidang kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan afektif.
Pembelajaran Matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan
commit to user
berarti hakikat Matematika merupakan unsur utama dalam pembelajaran
Matematika. Oleh karenanya hasil-hasil pembelajaran Matematika menampakkan
kemampuan menggunakan Matematika sebagai bahasa dan alat dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Hasil lain
yang tidak dapat diabaikan adalah terbentuknya kepribadian yang baik dan kokoh.
d. Pengertian Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Robbins (1996:50) menyatakan kemampuan (ability) merujuk ke suatu
kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
(http://www.scribd.com/doc/Proposal-Penelitian-Pengaruh-Kemampuan-Dan-
Motivasi-Kerja-Kepala-Sekolah-Terhadap-Kualitas-Penerapan-Manajemen-Berbasis-Sekolah diakses 14 Januari 2011)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:801), menyelesaikan
adalah (1) menyudahkan (menyiapkan) pekerjaan dsb, menyempurnakan (kalimat
dsb); (2) menjadikan berakhir; menamatkan. Jadi menyelesaikan merupakan suatu
tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyudahi atau mengakhiri suatu
pekerjaan yang telah dimulainya.
Soal cerita adalah persoalan dalam Matematika yang biasanya
diwujudkan dalam kalimat dimana di dalam kalimat tersebut tersembunyi suatu
persoalan atau permasalahan.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan suatu kapasitas yang
dimiliki seseorang untuk menyudahi atau mengakhiri persoalan dalam
Matematika yang tersembunyi di dalam suatu kalimat dengan segala pengetahuan
dan pengalaman yang dimilikinya terdahulu atau sebelumnya.
e. Tinjauan Mengenai Soal Cerita
Soal cerita merupakan salah satu bentuk dari soal tes uraian dimana tes
uraian ini akan berfungsi untuk mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa.
Permasalahan Matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya
dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal).
Menurut Abidia dalam Marsudi Raharjo (2009:2), soal cerita adalah soal
yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat
commit to user
yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin
besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita
yang disajikan. Sementara itu, menurut Haji dalam Marsudi Raharjo (2009:2),
soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang
Matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan. Dalam hal
ini, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan
dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah soal Matematika yang berbentuk cerita yang terkait
dengan pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran Matematika.
Dalam soal cerita, siswa dituntut kemampuannya untuk mengorganisir
jawaban yang meliputi beberapa langkah yang harus dilakukan sehingga soal
cerita dapat digunakan sebagai indikator ketidakmampuan/kesulitan yang dialami
siswa dalam menyelesaikan seperangkat tes soal cerita.
Haji dalam Marsudi Raharjo (2009:2) mengungkapkan bahwa untuk
menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemampuan awal, yaitu
kemampuan untuk:
a. menentukan hal yang diketahui dalam soal,
b. menentukan hal yang ditanyakan,
c. membuat model matematikanya,
d. melakukan perhitungan,
e. menginterpretasikan jawaban model permasalahan semula.
Hal ini sejalan dengan langkah menyelesaikan soal cerita sebagaimana
yang dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar dalam
Marsudi Raharjo (2009:2), yaitu:
a. membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada
dalam soal,
b. menuliskan kalimat matematika,
c. menyelesaikan kalimat matematika, dan
d. menggunakan penyelesaian untuk menjawab pertanyaan.
Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam
commit to user
sehingga dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Hudoyo
dan Surawidjaja dalam Marsudi Raharjo (2009:3) memberikan petunjuk:
a. baca dan bacalah ulang masalah tersebut; pahami kata demi kata, kalimat dmi
kalimat,
b. identifikasikan apa yang diketahui dari masalah tersebut,
c. identifikasikan apa yang dicari,
d. abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan, dan
e. jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi
berbeda dengan masalah yang dihadapi.
Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Soedjadi dalam
Marsudi Raharjo (2009:3), bahwa untuk menyelesaikan soal Matematika
umumnya dan terutama soal cerita dapat ditempuh langkah-langkah:
a. membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat,
b. memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang
diminta/ditanyakan dalam soal, operasi apa yang diperlukan,
c. membuat model matematika dari soal,
d. menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga mendapat
jawaban dari model tersebut, dan
e. menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk bisa menyelesaikan
soal cerita dengan benar, siswa harus mampu memahami soal, membedakan apa
yang diketahui dan ditanyakan, membuat model matematikanya, menyelesaikan
model matematika tersebut, dan menuliskan jawaban akhir sesuai permintaan soal.
f. Pengertian Pecahan
Cholis Sa’dijah (2003:73) mengemukakan bahwa pecahan merupakan
bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan b,
ditulis
b a
dengan syarat b ≠ 0. Dengan demikian secara simbolik pecahan dapat
dinyatakan sebagai salah satu: (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal, (3) pecahan
commit to user
Menurut Muchtar A. Karim (1998:6.4) pecahan adalah perbandingan
bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda atau himpunan bagian
yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula.
Maksud dari “perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu
benda” adalah apabila suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama,
maka setiap perbandingan itu dengan kseluruhan bendanya menciptakan lambang
dasar suatu pecahan. Sedangkan maksud dari “himpunan bagian yang sama
terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula” yaitu suatu
himpunan dibagi atas himpunan bagian yang sama, maka perbandingan setiap
himpunan bagian yang sama itu terhadap keseluruhan himpunan semula akan
menciptakan lambang dasar suatu pecahan.
Menurut Heruman (2008:43), pecahan diartikan sebagai bagian dari
sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian
yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang
dinamakan dengan pembilang. Adapun yang utuh adalah bagian yang dianggap
sebagai satuan dan dinamakan penyebut.
Pecahan (Roy Hollands dalam www.wikipedia.org.wiki/pecahan.com
diakses 3 Januari 2011) terdiri dari pembilang dan penyebut. Pecahan adalah suatu
bentuk bilangan, dengan a, b bilangan bulat dan b tidak sama dengan 0. a disebut
pembilang dan b disebut penyebut.
Soewito, dkk (1993:152) menyatakan pecahan adalah bilangan yang
lambangnya terdiri dari pasangan berurutan bilangan bulat a dan b (dengan b≠0)
yang merupakan penyelesaian persamaan bx = a, ditulis
b a
atau a : b.
Menurut Kamus Matematika, pecahan adalah 1) hasil dari pembagian; 2)
suatu perbandingan. Suatu pecahan dapat ditulis dengan
b a
dimana a dan b adalah
yang dibandingkan dengan 1.
Pecahan yang dipelajari anak Sekolah Dasar merupakan bagian dari
bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk
b a