• Tidak ada hasil yang ditemukan

HealthNews. Kisah inspiratif dan informative untuk para pasien MCI (P) 040/01/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HealthNews. Kisah inspiratif dan informative untuk para pasien MCI (P) 040/01/2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Maret/April 2013

Habis gelap

terbitlah terang

Maryam Ali bersama kakaknya Askar Ali.

“Beliau sangat detil. Dr Teo memberitahuku apa saja efek

sampingnya, beliau juga menceritakan padaku apa yang bisa

diharapkan… Beliau tidak menyembunyikan apapun dariku dan

aku merasa sangat nyaman.”

Penuturan Maryam tentang Dr Freddy Teo, Konsultan Senior (Hematologi) di PCC

Sang sarjana berhasil

memenangkan pertarungannya

melawan kanker kebal-kemoterapi

EDISI BULAN INI:

Kanker kulit: Fakta-faktanya

|

Meluangkan waktu untuk bertindak lebih

Lanjut ke halaman berikutnya

M

aryam Ali Masaad Husain adalah satu dari sekian banyak keajaiban hidup. Pada saat sarjana Bahrain University ini pertama kali datang ke Singapura pada Oktober tahun lalu, segalanya terlihat sangat suram. Gadis berusia 20 tahun ini mengidap salah satu jenis limfoma yang kebal terhadap kemoterapi biasa dan akhirnya Singapura menjadi harapan terakhirnya.

Pemerintah Bahrain mengirimn-ya ke Parkway Cancer Centre (PCC) sehingga Maryam dapat menjalani sebuah prosedur yang dikenal dengan Autologous Stem Cell Transplant, yaitu transplantasi sel induk yang mana sel in-duk tersebut diambil dari tubuh si pasien itu sendiri. Dengan didampingi oleh ibu dan kakaknya, dia berangkat menuju Singapura dengan cukup optimis. Namun ternyata, dokter mengatakan bahwa pengobatan yang diusulkan kemungki-nan tidak akan berhasil untuk penyakit yang dideritanya.

“Autologous Stem Cell Transplant hanya akan berhasil pada pasien dengan kondisi sensitif terhadap kemo,” jelas Dr Freddy Teo, Konsultan Senior (Hematologi) di PCC. “Pasien dengan penyakit yang kebal kemo biasanya tidak merespon pengobatan dengan baik dan pengobatan tersebut pun tidak dapat memberikan peluang kepada mereka untuk sembuh.”

Di PCC, dari observasi awal terlihat adanya kehadiran titik-titik baru dari penyakit tersebut. Hal ini mengindi-kasikan adanya penyakit yang telah resisten dan kemoterapi dosis tinggi sekalipun tidak dapat bermanfaat.

Namun, alih-alih menyerah, Dr Teo mengusulkan se-buah prosedur yang berbeda sebagai gantinya, yaitu sesuatu yang disebut sebagai program dosis tinggi tandem.

Sayangnya, pengobatan ini tergolong berisiko. Permasa-lahannya adalah adanya pasien berisiko besar terkena infeksi karena mereka diharuskan menjalani siklus kemoterapi dengan dosis tinggi secara terus-menerus. Disebabkan terus menurunnya daya tahan tubuh mereka, risiko berkembang-nya infeksi yang mengancam berkembang-nyawa mereka pun meningkat.

Mengalami sekarat dari jenis pengobatan ini adalah sebuah kenyataan dan risikonya bisa saja tinggi, tergantung pada usia dan kondisi umum kesehatan si pasien.

“Beruntungnya, dia masih muda dan sedang dalam keadaan fi t,” ujar Dr Teo. “Ini adalah sebuah poin plus yang memungkinkan kami untuk memberinya terapi yang berkelanjutan untuk mengatasi kanker yang kebal terhadap kemo.”

HealthNews

Kisah inspiratif dan informative untuk para pasien

MCI (P) 040/01/2013

GRATIS

Kisah tentang

(2)

Kisah tentang Harapan

Lanjutan halaman muka

“Beruntungnya, dia masih muda dan tubuhnya

sedang fit. Ini adalah sebuah poin plus yang

memungkinkan kami untuk memberinya

terapi yang berkelanjutan untuk mencegah

timbulnya kanker yang kebal terhadap kemo.”

Dr Teo

Kanan: Dr Teo

menunjukkan sel induk

(

stem cell) yang telah

dikumpulkan untuk

kemudian dilakukan

transplantasi sumsum

tulang, dimana

sumsum yang sehat

akan dimasukkan ke

aliran darah pasien.

Maryam menjalani dua siklus kemoterapi dosis tinggi dan sumsum tulangnya telah ditanam kembali di tubuhnya Desember tahun lalu. Dia pun menjalani proses pemulihan dari terapi dan sejauh ini, hasil scan menunjukkan bahwa seluruh titik kankernya telah bersih.

“Kami masih harus menunggu tiga hingga lima tahun ke depan sebelum kami nyatakan bahwa dia telah sembuh namun peluangnya sepertinya sangat bagus, tutur Dr Teo.

Pergi ke Singapura dengan kemoterapi berisiko tinggi adalah pilihan terakhir yang akhirnya Maryam pilih. Gejala penyakitnya pertama kali dirasakan Maryam di kepalanya pada tahun 2009.

Rasa sakit itu berawal dari munculnya benjolan di lehernya yang disusul dengan demam dan batuk yang terus-menerus. Akhirnya, dari hasil biopsi terungkap bahwa Maryam mengidap limfoma. Pengobatan dimulai pada tahun 2011, dengan enam bulan kemoterapi dan diikuti satu bulan penyinaran atau radiasi.

Pada awalnya, respon pengobatan tersebut baik dengan menyusutnya tumor Maryam.

Namun, setahun kemudian, kankernya kambuh dan kali ini, dokter menemukan bahwa kankernya telah menjalar ke bagian dada dan paru-parunya.

Dia menjalani kemoterapi di Bahrain pada bulan Juli dan Agustus tahun lalu namun ternyata tidak berhasil. Inilah yang membuat para dokter disana merasa bahwa perlu dilakukan sebuah Autologous Stem Cell Transplant. Dikare-nakan prosedur medis ini tidak tersedia di negaranya, maka dia pun dikirim ke Singapura untuk pengobatan tersebut.

Di Singapura, meskipun mereka tidak dapat mengikuti rencana awal pengobatan, namun Maryam dan keluarganya

merasa yakin berobat kepada Dr Teo.

“Beliau sangat detil. Dr Teo memberitahuku apa saja efek sampingnya, beliau juga menceritakan padaku apa yang masih bisa diharapkan, bagaimana pengobatan ini dapat mempengaruhi kesuburanku. Beliau tidak menyembunyikan apapun dariku dan aku merasa sangat nyaman dengannya.”

Kakaknya, Askar Ali, sangat terkesan dengan Dr Teo. “Dia selalu tersenyum. Dia memperlakukan kita sama, dan dia juga memiliki perencanaan pengobatan yang baik serta sangat detil dan dia juga memberi kami harapan.”

Setelah pulih dari pengobatannya, dan di sela-sela rawat jalan, Maryam memutuskan untuk menghabiskan waktunya di Singapura.

“Kami jalan-jalan ke Botanic Gardens, Sentosa, Chi-natown dan Little India,” tuturnya. “Aku paling menyukai Botanic Gardens dan Sentosa.”

Ia juga bercerita bahwa dirinya merindukan Bahrain. “Saya lebih cocok cuaca di Bahrain. Saya kangen dengan hawa dinginnya dan ingin segera pulang.”

Saat ini Maryam menatap kembali masa depannya dan berharap bisa kembali ke universitas tahun ini. “Saya merasa lebih bahagia saat berada di kampus,” katanya.

Dia telah berencana ingin menjadi guru setelah lulus nanti. Menikah, belum masuk daftar rencananya untuk saat ini, dan hal ini mengecewakan ibunya.

Menurut Dr Teo, kisah Maryam adalah sebuah contoh mengapa pasien dengan limfoma yang telah kebal sekalipun tidak seharusnya menyerah, meskipun beliau juga men-egaskan bahwa terapi yang dijalani gadis itu sulit dan sangat berisiko.

“Kami tidak mengatakan bahwa kami akan menerapkan pengobatan yang sama persis kepada setiap orang namun kami harus berpikir out-of-the-box dan inovatif,” jelas Dr Teo. “Kami harus menyesuaikan terapi kepada setiap pasien, terutama saat kami menghadapi jenis yang kebal.”

Tim Editorial

Fong Mue Chern Lim Woan Fei Vincent Tan Jimmy Yap Penerbit Preston Communications Percetakan Impress Printing Dilarang mengutip, memperbanyak, atau memperjualbalikan kembali sebagian atau seluruh isi majalah ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Informasi yang tersaji di majalah ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan saran dari praktisi kesehatan Anda.

Tersambunglah

bersama kami di

www.facebook.com/

parkwaycancercentre

(3)

Melawan Kanker

Apa itu kanker kulit dan seberapa

populerkah di Singapura?

Kanker kulit adalah pertumbuhan sel kulit yang tidak nor-mal. Kanker ini biasanya berkembang di bagian epidermis, yaitu lapisan paling luar kulit manusia.

Fakta ini menunjukkan berarti tumor yang muncul seringkali dapat dilihat secara kasat mata, yang mana memu-dahkan sebagian besar kanker kulit untuk bisa dideteksi sejak stadium awal.

Berdasarkan sebuah laporan sementara (2006-2010) dari Singapore Cancer Registry, ada 1247 kasus kanker kulit dan 1113 kasus masing-masing pada pria dan wanita terjadi setiap tahunnya di Singapura.

Kanker kulit menempati urutan ke delapan pada pria maupun wanita Singapura selama periode 2006-2010.

Apa saja jenis kanker kulit?

Basal cell carcinoma atau BCC adalah jenis kanker kulit yang paling umum.

Kanker jenis ini biasanya muncul di wajah. BCC menghancurkan jaringan kulit dan menyebabkan muncul-nya jaringan parut atau bekas luka dan hampir tidak pernah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Kanker ini tumbuh dengan lambat, sehingga seringkali penderita menunda pengobatan karena tidak menyadari bahwa yang terjadi pada mereka sebenarnya adalah kanker.

Squamous cell carcinoma atau SCC adalah jenis kanker kedua yang paling umum terjadi dan biasanya muncul pada kulit orang dewasa yang terpapar sinar matahari, seperti wajah, leher, bahu, punggung atau dada.

Tidak seperti BCC, SCC berisiko lebih besar untuk bermetastasis (menyebar ke organ tubuh lain).

Baik BCC maupun SCC keduanya dikelompokkan ke dalan kanker kulit non-melanoma.

Melanoma ganas adalah yang jenis kanker kulit paling umum namun juga yang paling serius. Hal ini berdasarkan fakta bahwa melanoma cenderung menyebar ke kelenjar getah bening dan organ lainnya melalui aliran darah. Mereka bisa jadi berkembang dari tahi lalat yang memang sudah ada di tubuh atau bahkan dari kulit yang nampaknya normal.

Picture ©iStockphoto.com/ Health_News

Lebih dari

sekadar

kulit luar

Kulit adalah organ terbesar tubuh. Lindungi

kulit kita dari sengatan sinar matahari dan

kamu akan tercegah dari kanker kulit, satu

dari kanker yang paling banyak

menyerang laki-laki maupun wanita di

Singapura

(4)

Apa saja gejalanya?

Gejala kanker kulit biasanya mudah disadari karena muncul di permukaan kulit. Gejala tersebut biasanya berupa benjolan yang muncul selama beberapa waktu namun perla-han tumbuh atau berubah menjadi bisul yang bernanah. Ini adalah penampakan yang umum terjadi pada karsinoma sel basal (BCC).

Sebuah pertumbuhan baru, yang bisa jadi berpigmen atau non-pigmen, yang muncul pada kulit bisa jadi adalah gejala dari karsinoma sel skuamosa (SCC) atau melanoma. Perubahan dari bekas luka yang sudah ada atau borok akibat luka bakar atau berbagai kondisi kulit lainnya se-baiknya segera diperiksakan ke dokter, karena sebuah tahi lalat yang mengalami perubahan atau kondisi tertentu, sep-erti membesar, gatal, atau mengalami perdarahan. Gejala-gejala tersebut biasanya merupakan peringatan paling umum dari melanoma.

Bagaimana Penyembuhannya?

Pada kasus kanker kulit non-melanoma, memotong bagian kulit yang mengalami kanker dengan batas yang sig-nifi kan di sekitar area kanker melalui sebuah operasi hampir selalu dapat menyembuhkan kanker tersebut, terutama pada kanker stadium awal.

Pengangkatan kelenjar getah bening di sekitar tumor terkadang perlu dilakukan apabila kanker yang tumbuh sudah menjadi lebih ganas.

Kemoterapi cenderung memberi efek yang tidak terlalu bagus bagi melanoma namun baru-baru ini, dua obat temuan baru yaitu ipilimumab dan vemurafenib, telah menunjukkan hasil yang positif dalam mengatasi melanoma.

Bentuk lain pengobatan termasuk krioterapi (pem-bekuan dengan nitrogen cair), kuretase dan elektrosurgikal, terapi photodynamic dan terapi radiasi.

Apa penyebab kanker kulit dan

siapa saja yang berisiko terkena

penyakit ini?

■ Paparan sinar ultraviolet (UV) A and B dari sinar mata hari dalam waktu lama adalah penyebab utama kanker kulit. Sekitar 90 persen kanker kulit non-melanoma disebabkan oleh kerusakan akibat sinar matahari atau terlalu lama berjemur.

■ Kanker non-melanoma kebanyakan muncul di area yang paling banyak terkena sinar matahari langsung – kepala, wajah, leher, bahu, dada dan punggung Anda. Titik pal ing sering terserang kanker kulit adalah hidung. ■ Orang dengan kulit lebih terang umumnya lebih berisiko

terkena kanker kulit.

■ Mereka yang banyak atau sering terpapar sinar X yang kuat atau para penerima transplantasi organ juga ber isiko besar mengalami kanker kulit.

■ Orang dengan tahi lalat bawaan juga bisa dengan mudah menderita melanoma.

Kanker

kulit

berada di

urutan ke

delapan

kanker

yang paling

umum

diderita

baik pada

pria

maupun

wanita

Singapura.

(5)

P

egawai humas Ying Tran sangat mencintai pekerjaannya di Parkway Cancer Centre (PCC) hingga dia tidak ingin melepasnya. Meskipun pernah mengundurkan diri pada Agustus 2011 karena harus kembali ke Vietnam untuk menikah, namun dia ternyata sangat merindukan PCC dan memutuskan kembali kesana 14 bulan kemudian. Dengan sebuah perbedaan besar, sekarang dia telah memiliki seorang bayi perempuan yang lucu bersamanya.

Ms Tran berada di Singapura sejak Oktober dan dapat beradaptasi kembali dengan pekerjaannya dengan mudah. Dia memiliki seorang bibi yang tinggal bersamanya untuk memban-tu merawat anaknya. Sedangkan suaminya menetap di Vietnam,

namun sebagai seorang pilot, sang suami tetap bisa bertemu dengan Tran secara rutin. Hubungan Ms Tran dengan PCC kembali terjalin, bukan di tahun 2008 saat dirinya pertama kali bergabung, namun lebih awal dari itu yaitu di tahun 2005. Saat itu, dia hanyalah seorang pelajar dari Vietnam yang mendamp-ingi ayahnya berobat ke PCC di Singapura. Meski sang ayah mening-gal setahun kemudian, namun Ms Tran tetap tinggal di Singapura untuk melanjutkan studinya. Saat itu dirinya masih berduka. “Saya merasa sangat sedih setelah kepergian ayah dan di dalam hati, saya bertekad ingin melaku-kan sesuatu untuk membantu sesama,” kisahnya. Kemudian kesempatan itu pun datang yaitu saat seorang temannya yang bekerja sebagai seorang penerjemah di Mount Elizabeth Hospi-tal memintanya untuk membantu seorang pasien yang saat itu membutuhkan jasa seorang penerjemah.

“Perlahan-lahan, saya makin mencintai pekerjaan ini karena dengannya saya bisa membantu orang-orang dari Vietnam yang datang kesini namun tidak mampu berbicara bahasa ini (Singapura-pen),” katanya mengingat-ingat.

Akhirnya, dia memutuskan bahwa dia ingin berbuat sesuatu lebih dari sekadar seorang penerjemah. Ditambah lagi, secara khusus dia juga ingin fokus membantu para pasien kanker. “Saya ingin membantu para pasien kanker karena teringat dengan ayah. Saya pernah bertemu dengan seorang pasien yang penyakitnya persis seperti yang ayah alami dulu. Mereka sangat bimbang, lemah, dan mereka begitu mengingatkan saya kepada ayah saya.”

Kemudian dia menghadap kepada Dr Ang Peng Tiam, Direktur Medis PCC dan mengutarakan keinginannya untuk bekerja bersama para pasien kanker di PCC dan pada 2008, ia mulai bekerja penuh waktu sebagai pegawai bagian hubungan masyarakat atau humas.

Sebenarnya, wanita kelahiran Hanoi 28 tahun silam ini merasa lebih nyaman berada di lingkungan orang-orang sen-egaranya. Namun, berkat kemampuannya berbahasa Inggris

Melayani Anda

dan Mandarin, dia mampu berhadapan dengan berbagai macam pasien. Akan tetapi bagaimanapun dia mengakui bahwa pasien dari Vietnam tetap memiliki tempat yang spesial di hatinya.

“Kebanyakan pasien yang datang ke PCC mampu berba-hasa Inggris atau Mandarin sehingga saat mereka datang ke Singapura, mereka tidak terlalu membutuhkan bantuan saya. Na-mun, pasien dari Vietnam biasanya tidak berbahasa Inggris jadi mau tidak mau saya harus terlibat,” ujarnya. Ms Tran biasanya membantu mereka mendapatkan SIM card untuk ponsel mereka, memberitahu lokasi restoran Vietnam di Singapura dan bahkan memberikan berbagai tips untuk jalan-jalan. Dan karena Tran berbahasa Vietnam, seringkali pada akhirnya dia harus bersama mereka di hampir setiap konsultasi karena para pasien terse-but harus bisa memahami apa yang disampaikan oleh dokter. Alhasil, sebagian besar pasien dari Vietnam dan pendamping mereka pun akhirnya berteman baik dengan Tran.

Selain bisa membantu pasien, satu manfaat lain yang tak terduga dari bekerja di PCC adalah bahwa di pekerjaannyalah dia bertemu dengan pria yang kemudian menjadi suaminya sekarang.

Mereka berdua pertama kali bertemu di tahun 2008 ketika Mr Quang Tuyen membawa ayahnya untuk bertemu dengan Dr Ang. Pada saat itu tidak ada perasaan apa-apa di antara mereka. Tidak seperti halnya kebanyakan pasien Vietnam, Mr Quang bisa berbahasa Inggris sehingga tidak membutuhkan jasa penerjemah. “Kami hanya saling sapa saja waktu itu,” katanya mengenang kisah tersebut.

Namun, saat kondisi ayah Mr Quang memburuk di tahun 2010, Ms Tran pun turun tangan. Pada saat itu Mr Quang dan ayahnya kembali ke Vietnam dan pilot tersebut meminta ban-tuan Ms Tran untuk meminta saran kepada Dr Ang. Ms Tran pun bertindak sebagai perantara mereka dan pada saat itulah cinta mereka mulai bersemi.

Ms Tran keluar dari PCC tahun 2011 untuk menikah di Ho Chi Minh City. Keluarnya dia dari pekerjaan tersebut sebenarn-ya berat baginsebenarn-ya. “Sasebenarn-ya mencintai pekerjaan ini tapi sasebenarn-ya merasa untuk saat ini memiliki anak jauh lebih penting,” ujarnya. Permasalahan menjadi rumit karena Ms Tran memiliki kondisi medis dimana pembuahan sulit terjadi di rahimnya. Selain itu, dokter juga mengatakan bahwa kalaupun dirinya hamil, maka kemungkinan keguguran sangat besar atau bayi akan terlahir prematur.

Namun, bagaimanapun Ms Tran berusaha keras untuk membuktikan bahwa teori tersebut tidak tepat. Dan ternyata diapun bisa hamil segera setelah menikah dan lahirlah seorang bayi perempuan mungil yang sehat dan terlahir pada waktunya. Mengingat kondisi medisnya yang demikian, dia merasa bahwa bayi yang diberinya nama Euro itu, adalah sebuah berkat dan Ms Tran menganggap bahwa dia perlu untuk memberikan balasan kepada semesta.

Karena pengalamannya inilah dia ingin kembali ke peker-jaannya, dan suaminya sepakat bahwa itu adalah sebuah ide bagus. “Saya bilang kepada Dr Ang bahwa saya ingin kembali. Saya rindu semuanya di Singapura, dan juga PCC. Harus saya akui bahwa saya sudah terlanjur cinta kepada pekerjaan ini.”

Apa yang membantunya mengambil keputusan tersebut adalah, bahwa meski dia telah kembali ke Vietnam, dia ternyata merindukan saat-saat membantu para pasien saat di PCC. Berkat hubungan baiknya dengan para pasien tersebut jugalah, sampai-sampai mereka tetap mencari Ms Tran kapan saja mereka butuh bantuan meski di luar hubungan kerja antara penerjemah dan pasien. Dia akan membantu mereka untuk membuat perjanjian dan bahkan mengomunikasikannya dengan Dr Ang dengan mengatasnamakan para pasien tersebut.

Bagi seorang ibu, Ms Tran merupakan penghubung uta-manya ke Singapura. Ibu tersebut memiliki seorang anak yang sedang berobat kanker darah. Kondisi anak itu sebenarnya cukup kuat untuk pulang ke Vietnam namun dia harus menjalani pemeriksaan darah tiap bulan. Dengan patuhnya ibunya pun mengirimkan hasil tes darah ke Singapura dan Ms Tran akan mengirimkan pesan singkat kepada Dr Ang dan bertanya apakah dibutuhkan tindakan lebih lanjut atau tidak.

Jadi, kembali ke PCC sebenarnya bukanlah suatu hal yang sulit bagi Ms Tran, karena sesungguhnya dia tidak pernah benar-benar meninggalkannya.

Dia membuat

pasien merasa

nyaman

Pegawai

humas

Ying Tran

terinspirasi

oleh

pengalamannya

sendiri untuk

menolong

sesama.

(6)

Dokter Menulis

Picture ©iStockphoto.com/ Health_News

H

ari itu menjadi Senin yang kelam bagi keluarga Madam Ng. Dia bangun dengan napas terengah-engah dan keluarganya menyerukan untuk segera memanggil ambulans untuk membawa Madam Ng kepada saya, karena saya telah merawat dirinya untuk penyakit kanker paru-paru.

Namun waktu kedatangan ambulans tersebut diperkirakan sekitar satu jam.

Mereka akhirnya memutuskan menelepon 995 untuk minta dikirimkan ambulans milik pertahanan sipil, yang mana menu-rut peraturan setempat, ambulans dari departemen tersebut tidak boleh membawa pasien ke rumah sakit swasta. Si pasien akhirnya mendarat di sebuah rumah sakit pemerintah dimana dia segera ditangani oleh seorang

dokter UGD.

Pada pukul 9 pagi, saya menerima telepon dari dokter tersebut, yang memberitahu saya bahwa Madam Ng sudah sangat kesakitan.

Detak jantung per menitnya mencapai 160 kali per menit sedangkan tekanan darahnya rendah. Sebuah hasil X-Ray/Ront-gen di bagian dada terlihat bahwa jantungnya telah membesar.

Dari USG darurat di jantung jelas bahwa ada kumpulan cairan di sekelilingnya, menenggelam-kannya dan akibatnya mengham-bat jantung dari bekerja secara normal.

Jantung manusia, yang tersu-sun dari otot-otot, berada di dalam sebuah kantung yang disebut perikardium. Biasanya di antara kantung dan jantung ini hanya terdapat cairan yang jumlahnya sedikit sekali. Jika

cairan tersebut berkembang maka jantungpun tidak dapat bekerja secara normal.

Kondisi yang disebut dengan cardiac tamponade ini adalah sebuah kondisi darurat medis.

“Keluarganya menginginkan saya untuk berkonsultasi dengan Anda lebih dulu sebelum dilakukan proses penyedotan cairan,” kisahnya.

Saya pribadi sepakat bahwa sudah selayaknya dia menyetujui langkah ini, sebagaimana diketahui bahwa penye-dotan cairan di jantung tersebut akan sangat membantu dirinya.

Beberapa saat setelahnya di pagi itu juga, saya mendapat telepon dari seorang dokter lain, yaitu dokter yang merawat Madam Ng di ICU.

“Pasien Anda masih dalam kondisi kritis. Dia telah diperiksa oleh ahli bedah kardiotoraks yang menyarankan untuk dilakukan percardiac window,” jelas dokter tersebut. Pericardiac window adalah sebuah prosedur medis dimana diciptakan sebuah ‘jendela’ yang memungkinkan cairan untuk dikeluarkan dari jantung menuju ke rongga dada, yang mana hal tersebut tidak terlalu berbahaya bagi pasien.

Saya pun menjadi sedikit dilema. Bukankah pada si pasien baru saja dipasangkan pericardial tap di ruang UGD? Mengapa masih ada cairan di jantungnya? Dan ternyata saya pun meng-etahui, tap memang telah terpasang akan tetapi hanya 55 ml cairan saja yang berhasil disedot.

Dalam kasus kali ini tampaknya saya tidak terlalu dapat berbuat banyak, sehingga saya sarankan pasien untuk dirujuk ke ahli radiologi intervensi, agar cairan perikardialnya bisa lebih banyak dikeluarkan dan supaya proses tersebut bisa dilakukan langsung di bawah pencitraan CT scan. Mengingat kondisi pasien yang sangat kritis, maka prosedur ini dinilai lebih kecil risikonya.

Dan menurut saya sudah selayaknya saran saya tersebut dicatat dengan baik oleh dokter tersebut.

Pada pukul 8 malam keluarganya menelepon saya dengan putus asa dan frustasi. Sambil menangis di telepon anaknya berkata, “Ibuku sesak napas, sepertinya dia akan meninggal!”

Saat itu saya benar-benar tidak dapat berbuat apapun selain menawarkan keluarganya agar dia dibawa kembali untuk kemudian ditangani di bawah pengawasan saya.

Saya pun segera menghubungi teman saya, Winston, untuk segera mengatur jadwal transfer pasien. Saya ceritakan kondisi pasien kepadanya; bahwa Madam Ng sangat kritis dan harus segera dibawa ke ruang CT scan begitu tiba di rumah sakit.

Winston bisa jadi adalah dokter tersibuk di seantero ru-mah sakit. Dia adalah seorang ahli anestesi senior, sangat dihormati di kalangan orang-orang medis. Selain “memberi-kan gas (obat bius-pen)” saat operasi, dia juga bertanggung jawab di ruang ICU. Dia juga memiliki sebuah jasa evakuasi udara yang mengangkut pasien dari dan ke Singapura serta wilayah di sekitarnya.

Sementara itu, saya juga mengingatkan Peter, ahli radiologi intervensi, untuk stand-by sekitar jam 10 malam. Ambulans tiba di depan pintu resepsionis pada pukul 21.50 dan setelah itu Madam Ng segera dibawa menuju meja CT scan.

Dengan bantuan pedoman pada alat CT scan, sebuah kateter untuk menyedot cairan akhirnya dapat terpasang den-gan aman di rongga perikardial pasien. Dalam semenit, 400 ml cairan mengalir ke kantung penampung. Beberapa jam kemudian cairan pun semakin banyak terkumpul.

Saat saya menuju ICU jam 22.15, Madam Ng sedang bersandar di tempat tidur. Dengan wajah berseri, dia berbisik. “Saya lapar!”, katanya. “Dimana saya bisa mendapatkan makanan?”

Saya tersenyum kembali kepadanya.

Keluarganya merasa lega, walaupun dalam hati masih menyimpan rasa marah. Bagaimana mungkin sebuah prosedur yang sebenarnya bisa selesai dalam waktu kurang dari satu jam bisa molor sampai seharian? Bagaimana bisa seorang pasien dibiarkan sesak napas hingga seharian, dan bahkan bisa saja kolaps sampai gagal jantung?

Tidak ada jawaban mudah untuk hal ini. Dokter yang sempat berbicara dengan saya via telepon sebelumnya adalah seorang yang terlatih, terkualifi kasi; secara medis mereka tidak dapat disalahkan.

Akan tetapi pasien tersebut dan keluarganya menginginkan jawaban yang lebih.

Mereka berharap dokter bisa mengembalikan kesehatan 100 persen kepada ibu mereka, untuk memastikan bahwa dok-ter merawatnya sebagaimana yang mereka inginkan yaitu ibu atau bibi mereka dapat kembali seperti sedia kala.

Hal tersebut bisa saja kita katakan tidak realistis, akan tetapi jika kita menjadi anak laki-lakinya, suaminya, atau ayah-nya, pastilah kita pun menginginkan hal yang sama.

Dr Ang Peng Tiam

Meluangkan

waktu

untuk

bertindak

lebih

Kenapa

sebuah

prosedur

ditunda?

Terkadang,

hal ini sulit

dijelaskan

Referensi

Dokumen terkait

- Jika LQ lebih dari satu (LQ > 1), ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama

(5) Tata cara penagihan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah tata cara dalam melakukan penagihan retribusi terutang kepada wajib retribusi

Hasil refleksi dari observasi pada tahap pra siklus, menjadi acuan dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode discovery learning untuk meningkatkan apresasi, keaktifan siswa

Dalam menunjang penelitian ini penulis juga menggunakan pendekatan Etnografis yang merupakan salah satu metode penelitian kualitatif di mana untuk memahami realitas

Dengan adanya program dan kegiatan yang dilaksanakan mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 , Pemerintah telah mengupayakan pengoptimalan pelaksanaan program dan kegiatan,

Uluslar arası halkla ilişkiler kuram ve kurallarına ve halkla ilişkiler etiğine uygun olarak halkla ilişkilerin örgüt yapısını analiz edebileceksiniz. ¾ Çeşitli

Kondisi berbagai daerah tangkapan aliran (DTA) erat sekali hubungannya dengan besaran debit aliran yang dihasilkan, diantaranya pengaruh bentuk DTA, kemiringan

tempat kerja yang aman, bersih dan sehat Sebagian besar Rumah Sakit kurang menggalang kemitraan untuk meningkatkan upaya pelayanan yang bersifat Preventif dan Promotif Isu