• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Masalah Pengangguran di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makalah Masalah Pengangguran di Indonesia"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Masalah Pengangguran di Indonesia

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas semester ganjil

Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi

Oleh

Nama : Verdico Arief

NPM : 170110070078

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan makalah yang berjudul “Masalah Pengangguran di Indonesia” ini, bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan dampak dari pengangguran terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari Bapak dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, serta berbagai bantuan dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.

Jatinangor, Januari 2008

(3)

DAFTAR ISI

D. Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja...16

E. Pengangguran Mengakibatkan Kemiskinan ...17

F. Dampak Pengangguran di Indonesia Terhadap Pertumbuhan Asean...21

G. Realisasi Industri Untuk Menyerap Tenaga Kerja dan Mengurangi Pengangguran... 25

H. Data Pengangguran di Indonesia...32

1. Angka Pengangguran Terbuka di Indonesia...32

2. Angka Pengangguran Menurut Umur...33

3. Angka Pengangguran Menurut Perkotaan atau Pedesaan...33

4. Tabel Tingkat Pengangguran di Indonesia...35

5. Peringkat Negara Berdasarkan Tingkat Pengangguran...37

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan...44

B. Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia ...44

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran.di.Indonesia.bertambah.

(5)

pada 2002: usia kerja (148,730 juta), angkatan kerja (100,779 juta), penduduk yang kerja (91,647 juta), penganggur terbuka (9,132 juta), setengah penganggur terpaksa (28,869 juta), setengah penganggur sukarela tidak diketahui jumlah pastinya. Hingga tahun 2002 saja telah banyak pengangguran, apalagi di tahun 2003 hingga 2007 pasti jumlah penggangguran semakin bertambah dan mengakibatkan kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut

1. Apa pengertian definisi pengangguran

2. Apa yang menjadi masalah pengangguran di indonesia

3. Bagaimana keadaan pengangguran di Indonesia

4. Bagaimana keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja

5. Pengangguran mengakibatkan kemiskinan

6. Apa dampak pengangguran di indonesia terhadap pertumbuhan asean

7. Apa janji realisasi Industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi

pengangguran

(6)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis membuat makalah yang berjudul ”Masalah Pengangguran di Indonesia” adalah sebagai berikut:

1. Mengetahu Definisi Pengangguran

2. Mengetahui apa yang menjadi masalah pengangguran di Indonesia. 3. Mengetahui keadaan pengangguran d Indonesia

4. Mengetahui keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja 5. Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari pengangguran.

6. Mengetahui dampak pengangguran di Indonesia terhadap pertumbuhan asean 7. Merealisasikan Industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi

pengangguran

8. Mengetahui data – data tentang pengangguran.

D. Metode Pengumpulan Data

(7)

E. Sistematika Penulisan

Makalah ”Masalah Pengangguran di Indonesia ini disusun dengan urutan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bagian ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan

Pada bab ini ditemukan pembahasan yang terdiri dari definisi pengangguran, apa masalah pengangguran di indonesia , bagaimana keadaan pengangguran di indonesia, bagaimana keadaan angkatan kerja dan keadaan kesempatan kerja, kenapa pengangguran mengakibatkan kemiskinan , apa dampak pengangguran di indonesia terhadap pertumbuhan asean, apa realisasi industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran, serta penyajian data pengangguran di indonesia.

Bab III Penutup

Bab terakhir ini memuat kesimpulan dan solusi terhadap masalah pengangguran di Indonesia.

Daftar Pustaka

(8)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pengangguran

Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:

Definisi pengangguran menurut Sadono Sukirno

Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya

Definisi pengangguran menurut Payman J. Simanjuntak

Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.

Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga

(9)

Pengangguran adalah orang yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang meskipun dapat dan mampu melakukan kerja.

Definisi pengangguran menurut Menakertrans

Pengangguran adalah ornag yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

B. Masalah Pengangguran di Indonesia

Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

(10)

Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.

Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

(11)

keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.

Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.

Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.

(12)

penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.

Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.

Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP yang diadakan di Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perwakilan pengusaha, perwakilan perguruan tinggi, menandatangani deklarasi tersebut, merekaadalah Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P. Sitanggang, UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian kecil dari para tokoh yang memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus segera ditanggulangi oleh segenap komponen bangsa.

(13)

Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja.

Kesadaran dan dukungan sebagaimana diwujudkan dalam kesepakatan GNPP tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari segenap komponen bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya penanggulangan pengangguran. Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan kebijakan dan program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya.

Sementara itu dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Februari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi keadaan pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai. Dalam konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan.

(14)

Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa …”. Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : ” tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” dan pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan bahwa:” Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hal ini berarti, bahwa secara konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif dan remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan, serta mendorong segera dapat dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran.

(15)

memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan suatu Konsepsi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang didukung oleh seluruh komponen masyarakat”, tutur Menteri Jacob Nuwa Wea.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi 6 persen, yang berlangsung selama enam bulan sejak triwulan IV tahun 2004 hingga triwulan I tahun 2005, sebagai pertumbuhan tidak berkualitas karena tak mampu menekan pengangguran yang malah naik 10,3 persen.

Pertumbuhan ekonomi itu dinilai semu karena kesejahteraan masyarakat tidak semakin membaik. Hal itu tercermin dari munculnya kasus busung lapar di beberapa lokasi.

Direktur Utama Indef M Fadhil Hasan mengungkapkan hal tersebut saat memublikasikan Kajian Tengah Tahun 2005 di Jakarta, Rabu (3/8). ”Ini merupakan anomali dalam perekonomian Indonesia,” ungkap Fadhil menjelaskan.

(16)

”Selain itu, pertumbuhan ini tidak terjadi pada sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, seperti pertanian, industri manufaktur, dan sektor bangunan. Indeks Tendensi Bisnis menurun ke level pesimistis dari 113,5 di triwulan IV 2004 menjadi 98,93 pada triwulan I 2005,” kata Fadhil.

Sementara itu, Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2005 memperkirakan defisit APBN-P 2005 membengkak menjadi satu persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau Rp 26,2 triliun. Itu berarti Rp 5,85 triliun lebih tinggi dari target APBN-P 2005 sebesar Rp 20,33 triliun atau 0,8 persen terhadap PDB.

Defisit itu terjadi karena selisih antara realisasi keuangan pemerintah Semester I dan perkiraan Semester II 2005. Pemerintah memperkirakan pendapatan negara dan hibah akan mencapai Rp 516,03 triliun atau lima persen lebih tinggi dari target APBN-P 2005 senilai Rp 491,59 triliun. Sementara belanja negara diperkirakan Rp 542,2 triliun atau 5,9 persen di atas target yang ditetapkan APBN-P 2005.

C. Keadaan Pengangguran di Indonesia

(17)

Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll.

Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.

(18)

"Angka ini berbeda dengan yang dikeluarkan pemerintah yang menyatakan pengangguran pada 2005 sekitar 9,9juta orang," kata Koordinator P2E LIPI, Wijaya Adi, kepada wartawan di Jakarta kemarin.Menurut Wijaya, tingginya angka pengangguran terkait dengan fenomena yang muncul pada masa krisis, yaitupertumbuhan ekonomi ditopang oleh pertumbuhan konsumsi. Padahal konsumsi tidak memberikan pengaruh kepada penyerapan tenaga kerja. Bila sebelum krisis kenaikan pertumbuhan ekonomi 1 persen mampu menyerap 400 ribu tenaga kerja, sekarang hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja.

Padahal dalam setahun, menurut dia, tambahan angkatan kerja mencapai 2,5 juta orang atau 12,5 juta orang selama lima tahun. Dengan target pertumbuhan ekonomi 2005 sebesar 5,5 persen, tenaga kerja yang dapat diserap hanya 1,375 juta orang. "Tambahan pengangguran pada 2005 akan berkisar pada angka 1,125 juta orang," ujarnya. "Ditambah stok penganggur pada tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan jumlah penganggur pada 2005 akan berkisar 11,833 juta orang."

(19)

diperkirakan 30 persen atau lebih, meningkat drastis dari tingkat 6,8 persen di provinsi-provinsi tersebut sebelum tertimpa bencana (Koran Tempo, 24/1). Wijaya membenarkan bila memperhitungkan eks TKI dan pascatsunami, angka pengangguran bisa lebih besar lagi. "Perkiraan saya ada tambahan pengangguran sekitar 500 ribu orang," tuturnya.

Di sisi lain, ia menjelaskan, masalah ketenagakerjaan menjadi semakin pelik karena setiap tahun upah buruh diwajibkan naik. Padahal penentuan upah buruh tidak dikaitkan secara langsung dengan produktivitas tenaga kerja. Dalam batas tertentu, kata dia, hal itu akan menyebabkan biaya produksi meningkat dan pada gilirannya akan mempengaruhi daya saing. Padahal di berbagai negara pesaing Indonesia, seperti Vietnam, upah buruh relatif lebih rendah dengan produktivitas tenaga kerja lebih tinggi atau sama. Menurut dia, jika persoalan ini tidak diselesaikan, konflik antara pengusaha dan tenaga kerja akan tetap berlanjut."Dalam jangka panjang hal ini akan merugikan," katanya, "sebab salah satu pertimbangan hengkangnya investor ke luar negeri berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan.

D. Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja

(20)

angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa angkatan kerja.di.Indonesia.kualitasnya.masih.rendah.

Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus informal. Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan rendah.

Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan memberikan imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga kerja rendah.

E. Pengangguran Mengakibatkan Kemiskinan

(21)

predikat negeri miskin seakan sulit lepas dari bangsa yang potensi kandungan kekayaan alamnya terkenal melimpah. Cerita pilu kemiskinan seakan kian lengkap dengan terjadinya berbagai musibah alam dan bencana buatan: gempa bumi, tsunami, lumpur panas Lapindo, dan kebakaran hutan yang diikuti kabut asap. Kantung-kantung kemiskinan di negeri ini kian hari kian menyebar bak virus ganas, mulai dari lapis masyarakat pedesaan, kaum urban perkotaan, penganggur, hingga ke kampung-kampung nelayan.

Lepas dari perdebatan indikator yang digunakan, data kemiskinan di negeri ini terus menunjukkan trend memburuk. Jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 17 persen dari populasi penduduk yang kini telah mencapai angka 220 juta jiwa. Menurut data resmi Susenas (BPS, 2006), jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa (15,97 persen) menjadi 29,05 juta jiwa (17,75 persen). Sementara jumlah penganggur menurut data Sakernas (BPS, 2006) juga terus meningkat dari 10,9 juta jiwa (10,3 persen) pada Februari 2005 menjadi 11,1 juta jiwa (10,4 persen) pada Februari 2006.

(22)

keberpihakan ideologis pemerintah tak jelas, hasil pembangunan ala Orde Baru itu tak bisa sepenuhnya bisa dirasakan rakyat lapis bawah. Yang terjadi, seluruh angka-angka keberhasilan pembangunan yang digarap secara intens selama 30 tahun itu, rontok tersapu krisis ekonomi dan gejolak politik tahun 1998.

Meski pemerintahan terus berganti, kemiskinan tetap saja menjadi virus endemis yang terus mendera rakyat. Secara empirik, data pemerintah menunjukkan, 70 persen rakyat kita menggantungkan sumber penghidupannya dari sektor ekonomi mikro berbasis sumber daya alam terbarukan. Di sektor pertanian, petani kita telah sejak lama mengembangkan tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, dan peternakan. Di sektor kelautan dan perikanan, nelayan kita sanggup mengembangkan perikanan budi daya, perikanan tangkap, industri bioteknologi kelautan, dan non-conventional ocean resources. Sementara di sektor kehutanan, masyarakat kita mampu mengoptimalkan pengelolaan hutan alam, hutan tanaman industri, dan agroforestry.

(23)

Pada level global, Indonesia juga telah masuk dalam kategori negara yang paling gagal dalam pencapaian target-target Millenium Development Goals (MDGs), sebuah komitmen global yang ikut ditandatangani pemerintah Indonesia guna mengatasi masalah kemiskinan akut. Padahal, kucuran dana yang datang dari World Bank, IMF, ADB, CGI, dan donor bilateral (baik dalam bentuk hibah maupun utang) yang mengatasnamakan penanggulangan kemiskinan mencapi angka puluhan milyar dolar. Di sini, komitmen melawan kemiskinan menjadi patut dipertanyakan.

Contoh nyata melawan kemiskinan sebenarnya telah terbentang di depan mata. Pada aras global, gerakan masyarakat sipil anti globalisasi-neoliberal (sejak Seattle, Cancun, Hongkong, hingga Singapura) terus menyerukan ”Global Call to Action Against Poverty”. Mereka dengan gamblang menunjukkan berbagai metode dan aksi-aksi politik nyata guna melawan sumber-sumber kemiskinan. Juga Ikhtiar seorang Muhammad Yunus, pemenang nobel perdamaian 2006, yang mendesain model ”Bank Grameen” (dan fungsi intermediasi)-nya sebagai solusi efektif memerangi kemiskinan di Bangladesh, sejatinya bisa menjadi sumber inspirasi mutakhir bagi kita dalam melawan kemiskinan.

(24)

perintah konstitusi, maka kemiskinan bangsa—yang di masa kolonial pernah disebut ”nation van Koelis”—mungkin akan menjadi simbol abadi negeri ini.

F. Dampak Pengangguran Di Indonesia Terhadap Pertumbuhan Asean

(25)

konteks ASEAN, meluasnya situasi seperti itu jelas sangat mengkhawatirkan dan sungguh memerlukan kewaspadaan.

Dari sudut pandang tersebut Kepala Negara mengajak para menteri tenaga kerja ASEAN untuk menyimak lebih dekat persoalan ketenagakerjaan di kawasan ASEAN. Presiden memahami pemulihan ekonomi yang besar peranannya dalam penciptaan lapangan kerja akan sangat berkaitan dengan kebijakan di banyak aspek, seperti fiskal, investasi, pembiayaan dan perbankan, hukum dan keamanan. Sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu, kata Megawati, para pendahulu ASEAN telah bekerja keras membangun dasar-dasar kerjasama dan solidaritas bangsa-bangsa di kawasan ini, dengan keyakinan bahwa hanya dengan stabilitas politik dan keamanan di kawasan masing- masing dapat membangun kehidupan yang sejahtera dan maju.

(26)

antara hak dan kewajiban tenaga kerja dan pemberi kerja.

Presiden juga memberikan gambaran tentang ragam dan tingkat kesulitan yang harus diatasi hampir oleh setiap negara anggota ASEAN dalam lima tahun terakhir ini. Menurut Presiden, ada yang telah selesai menormalisasi keadaan dan mulai bangkit lagi, ada yang sudah pada tahap akhir pemulihan, tetapi ada juga yang masih harus bergulat dengan banyak persoalan baik yang lama ataupun yang belakangan timbul sebagai dampak dari persoalan itu sendiri. "Akhir-akhir ini jerih payah tadi malah mulai tampak memudar atau malah tertimbun oleh kesulitan baru yang bersumber dari ancaman terorisme ataupun wabah penyakit,” kata Megawati. Pertemuan Menaker ke-17 tersebut akan berlangsung hingga 9 Mei 2003.Indonesia sebelumnya pernah menjadi tuan rumah untuk pertemuan serupa yang pertama dan yang ketujuh. Sedangkan pertemuan ke-16 tahun 2002 berlangsung di Laos, dan pertemuan ke 18 tahun 2004 direncanakan berlangsung di Brunei, tetapi belum diputuskan.

Pengangguran di Indonesia sudah menjadi ancaman di ASEAN mengingat kontribusi Indonesia pada angka pengangguran di kawasan Asia Tenggara itu sudah mencapai 60 persen.

(27)

Menurut dia, tidak menariknya Indonesia sebagai tempat investasi karena dipicu banyak hal mulai dari infrastruktur yang tidak memadai hingga birokrasi perizinan.yang.masih.berbelit.

"Bagaimana investor baru mau masuk atau pengusaha mengembangkan investasinya kalau listrik dan gas sulit didapat seperti saat ini," katanya di sela-sela.rapat.tahunan.Apindo.Sumut.

Dia tidak merinci data pengangguran di Asean, tapi di Indonesia disebutkan sekitar 40 jutaan bahkan lebih karena tahun ini jumlahnya semakin bertambah menyusul banyaknya industri yang melakukan PHK menyusul kesulitan.gas.dan.listrik.

"Pemerintah diharapkan melakukan tindakan nyata untuk mengtasi angka pengangguran itu karena pengangguran itu berdampak luas seperti kepada tingginya.tingkatan.kriminilitas,"katanya.

(28)

G. Realisasi Industri Untuk Menyerap Tenaga Kerja dan Mengurangi Pengangguran

Masa jaya Nusantara di bawah pemerintahan Sriwijaya dan Majapahit mencatat perekonomian dan industri yang berpusat pada kekayaan alam, yakni pertanian dan laut. Selepas lima abad, muncullah Republik Indonesia dengan mimpi besar membangun industri maju, tetapi melupakan kemakmuran petani dan nelayan. Perbagai peninggalan candi sebagai bukti kejayaan bangsa berikut reliefnya, seperti simbol Yoni-Lingga, adalah pertanda kemajuan dan kemakmuran masyarakat yang berbasis agraria. Demikian pula gambaran "Kapal Borobudur" yang menggambarkan keakraban masyarakat Indonesia masa lampau dengan lautan luas.

Sesungguhnya, kembali pada jati diri lewat pengembangan industri berbasis lokal, yakni pertanian dan kelautan, adalah jawaban mutlak untuk menyerap tenaga kerja yang melimpah sekaligus menyelamatkan perekonomian nasional.

(29)

berkembang, tetapi terkait atau berangkat dari pengembangan kedua sektor tersebut. Pengamat ekonomi, Faisal Basri, menegaskan, dengan mencermati sejarah masa silam tersebut, tentudeportasi massal ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Malaysia tidak perlu terjadi. "Keberadaan TKI adalah ekses dari kegagalan kebijakan lompatan industri. Tanpa memiliki basis industri intensitas rendah yang kuat, kita langsung memaksakan diri bermain di sektor intensitas teknologi tinggi, seperti pembuatan pesawat. Alhasil, semuanya gagal dan telanjur menciptakan angkatan kerja yang meninggalkan kehidupan agraria dan nelayan, tetapi tidak terserap dalam pasar kerja di perkotaan. Mereka ini adalah korban kebijakan pembangunan yang kini dikenal sebagai TKI," Faisal menjelaskan.

Dunia industri Indonesia dewasa ini menjadi potret kegagalan industrialisasi, seperti terjadi di China pada dekade 1960-an akibat kebijakan lompatan jauh ke depan ala Mao Ze Dong. Alih-alih mengikuti proses alamiah perkembangan industri dari skala teknologi rendah, teknologi menengah, hingga teknologi tinggi, Indonesia memaksakan diri "melompat" dari industri teknologi rendah ke teknologi tinggi semasa BJ Habibie menjadi Menteri Riset dan Teknologi.

(30)

lebih asyik membuat industri pesawat terbang yang bahkan tidak dilakukan oleh Jepang. Hal serupa dialami Korea Selatan pada periode 1970-an akibat blunder kebijakan industrialisasi oleh Park Chung-Hee dalam periode tersebut. Menurut Faisal Basri, hanya industri baja saja yang dapat dikatakan berhasil ketika itu.

Namun, pemimpin Korea Selatan cepat menyadari kesalahan dan cepat kembali mengikuti logika sehat dalam mengembangkan industri dengan kembali ke titik awal, yakni mengukuhkan sektor pertanian- kelautan sebelummenapaki industri teknologi menengah dan teknologi tinggi.

Mereka berangkat dari pemikiran logis, yakni mengembangkan sektor padat karya, menghasilkan devisa, dan mendorong industri berbasis sumber daya alam (resource-based industry). Kebijakan tersebut sangat berdasar karena sektor pertanian dan perikanan serta budi daya laut bersifat padat karya (labour intensive). Perlahan tetapi pasti, Korea Selatan berkembang menjadi raksasa ekonomi. Skema tersebut mampu menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa untuk membayar utang luar negeri, kemudian mengembangkan industri ke skala intensitas menengah hingga teknologi tinggi.

(31)

sebetulnya potensial untuk industri adalah Korea Utara, sedangkan wilayah Korea Selatan adalah sentra pertanian.

Namun, di Indonesia terjadi paradoks. Di saat terjadi fenomena teori modernisasi berupa peralihan dari pertanian ke sektor industri dan jasa, justru terjadi gerakan kembali ke desa akibat menyusutnya lapangan kerja di perkotaan. Akan tetapi, tenaga kerja ini juga tidak terserap akibat rendahnya produktivitas industri pertanian. Akibatnya, tenaga kerja tersebut berakhir sebagai buruh migran di negeri jiran.

Salah satu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit membenarkan perlunya menata industri pertanian. Akan tetapi, dia menekankan, industri manufaktur harus tetap mendapat perhatian. Pasalnya, sektor industri yang masih tersisa ini juga harus diselamatkan karena semakin terpuruk akibat persaingan dan terlebih lagi tekanan produk perundang-undangan pemerintah di tingkat pusat serta daerah.

(32)

Peraturan yang justru semakin memberatkan pengusaha dan buruh itu misalnya aturan mengenai pesangon yang terlalu besar dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Seharusnya, lanjut Anton Supit, terjadi perpindahan pekerja informal ke sektor formal dalam kondisi normal. Apalagi jumlah tenaga kerja informal di Indonesia menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mencapai 68-70 persen dari angkatan kerja. Kondisi ini pada akhirnya mendorong pengusaha menghindari memiliki karyawan tetap. Mereka cenderung menggunakan sistem kontrak yang memang tidak memberi jaminan kelangsungan kerja bagi buruh. Faisal Basri membenarkan pendapat tersebut. Menurut dia, beratnya komponen pajak dan peraturan ketenagakerjaan semakin menghambat sisa-sisa industri manufaktur di Indonesia. Sebagai contoh, untuk memecat tenaga kerja akan memunculkan biaya yang sangat tinggi bagi pengusaha. Kebijakan perpajakan juga turut menyudutkan dunia usaha, misalnya pajak yang harus ditanggung pabrik olahan mete jauh lebih besar dibandingkan eksportir mete mentah.

(33)

tersebut lebih efektif untuk mengatasi persoalan labour regulation cost sehingga dunia usaha dapat diselamatkan.

Di lain pihak, kebijakan industri juga terus diarahkan untuk menyerap angkatan kerja secara maksimal. Sasaran utamanya yakni menekan penganggur hingga 5,1 persen dari total angkatan kerja pada tahun 2009. Akan tetapi, Faisal Basri bersikap pesimistis karena menilai pemerintah tidak serius dalam menangani industri pertanian dan kelautan, seperti terlihat dalam Infrastructure Summit awal tahun ini. Pembahasan tentang infrastruktur yang dilakukan ternyata tidak menyentuh langsung atau menunjang sektor pertanian dan kelautan. Yang menjadi perhatian adalah pembangkit listrik, jalan tol, dan pelbagai proyek mercusuar lain. Proyek yang diusulkan ternyata tidak kompatibel dengan sumber persoalan, yakni membangun sektor pertanian dan kelautan. Usulan proyek yang ada justru mendukung proyek dan pabrik besar tanpa menyentuh jejaring infrastruktur pertanian serta kelautan.

(34)

Padahal, jika para politisi jeli, lahan untuk mencari dukungan suara terbesar ada di sektor pertanian dan kelautan. Namun, ketidakpekaan para elite atas pembangunan dunia pertanian atau kelautan terlihat jelas dari pos jabatan menteri di sektor pertanian, ketenagakerjaan ataupun usaha kecil dan menengah yang tidak dipegang oleh partai berkuasa. Posisi tersebut dianggap pos "kering" dibandingkan dengan, misalnya, jabatan menteri keuangan.

Sebagai contoh, semasa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, hanya pos menteri tenaga kerja yang diisi oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Saat ini, tidak ada posisi menteri dari tiga sektor tersebut yang dijabat oleh kader Partai Demokrat! Pengalaman sejarah kejayaan Sriwijaya dan Majapahit tampaknya menjadi jawaban persoalan penyerapantenaga kerja dan TKI. Bukankah istilah gemah ripah loh jinawi sempat dialami waktu itu ketika pertanian dan laut menjadi sumber hidup negeri ini.

(35)

H. Data Pengangguran di Indonesia

1. Angka Pengangguran Terbuka di Indonesia

(36)

2. Angka Pengangguran Menurut Umur

Pengangguran di Indonesia sudah mencapai 11 juta (usia 15 tahun keatas) dan 8.5 juta-nya penduduk usia 15-29 tahun. Seperti pada Histogram 1 di atas, menunjukan angka pengangguran terbuka (%) menurut umur (15 tahun ke atas, 15-29 tahun dan 30-49 tahun). Terlihat jelas bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia remaja 15 sampai 29 tahun (23%). Di usia tersebut banyak sekali lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan, dari yang baru lulus SMP, SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang tidak sekolah. Sangat masuk akal jika hal ini terjadi. Sedangkan untuk usia 30-49 tahun, jumlah penganggurannya tidak terlalu tinggi (hanya 4%). Angka pengangguran terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 10.4%. Jika kita lihat, ternyata kaum perempuan-lah yang banyak sebagai penganggur terbuka, sekitar 27.6% (usia 15-29th) atau 13.7% (usia di atas 15 tahun). Hal-hal yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya diskriminasi gender, jenis pekerjaan yang tersedia kebanyakan untuk laki-laki. Hal-hal tersebut masih perlu dianalisa lebih lanjut.

3. Angka Pengangguran Menurut Perkotaan atau Pedesaan

(37)

berbondong-bondong ke perkotaan yang berakibat angka pengangguran terbuka di kota lebih besar (13.3%) dibandingkan pedesaan (8.4%).

(38)

bisa memperdayakan perempuan yang ingin bekerja dan penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan.

Catatan: Sumber data berasal dari data mentah SAKERNAS BPS Februari 2006 dan diolah kembali sesuai kebutuhan tulisan ini.

4. Tabel Tingkat Pengangguran di Indonesia

Tabel 1. Pengangguran menurut umur di Indonesia

Golongan Umur Laki-Laki (ribuan) Perempuan (ribuan) Jumlah (ribuan)

15 - 24 2,712 2,071 4,783

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)

Tabel 2. Penganggur terbuka menurut kategori pengangguran

Kategori Pengangguran Laki-Laki (ribuan) Perempuan (ribuan) Jumlah (ribuan)

(39)

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)

Tabel 3. Pengangguran di Indonesia secara makro menurut pendidikan

Pendidikan Laki-Laki (ribuan) Perempuan (ribuan) Jumlah (ribuan)

< SD 9,847 10,240 20,087

SMTP 2,809 1,951 4,761

SMTA 1,687 1,016 2,703

Diploma/Akademi 197 217 413

Universitas 272 232 504

Jumlah 14,812 13,655 28,467

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)

Tabel 4. Total penganguran di Indonesia

Tahun Penduduk Penganggur

1999 179 juta jiwa 5,37 juta

2005 223 juta jiwa 11,15 juta

2020 (perkiraaan) 254 juta jiwa 20,3 juta

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)

(40)

Ranking

3 Norfolk Island (Australia) 0.00

4 Guernsey (United Kingdom) 0.90 March 2006 est.

5 Azerbaijan 1.20 perkiraan 2006 .

12 Gibraltar (Britania Raya) 2.00 perkiraan 2001 .

13 Kiribati 2.00 perkiraan 1992.

19 Jersey (United Kingdom) 2.20 perkiraan 2006.

(41)

21 United Arab Emirates 2.40 2001

33 South Korea 3.30 perkiraan December 2006 .

34 Mongolia 3.30 2005

55 Saint Kitts and Nevis 4.50 1997

56 United States 4.80 perkiraan 2006.

57 Australia 4.90 perkiraan 2006.

58 Austria 4.90 perkiraan 2006.

59 Hong Kong (China) 4.90 perkiraan 2006.

60 Namibia 5.30 perkiraan 2006.

(42)

62 Netherlands 5.50 perkiraan 2006.

63 Cyprus 5.60

64 Sweden 5.60 perkiraan 2006.

65 Nigeria 5.80 perkiraan 2006.

66 El Salvador 6.00 perkiraan 2006.

67 Montserrat (United Kingdom) 6.00 perkiraan 1998.

68 Romania 6.10 perkiraan 2006.

77 Aruba (Netherlands) 6.90 perkiraan 2005 .

78 Finland 7.00 perkiraan 2006.

79 Trinidad and Tobago 7.00 perkiraan 2006.

80 Germany 7.10 perkiraan 2006.

95 Anguilla (United Kingdom) 8.00 2002

96 Central African Republic 8.00 perkiraan 2001 .

97 Belgium 8.10 perkiraan 2006.

98 Spain 8.10 perkiraan Oktober 2006.

99 Czech Republic 8.40 perkiraan 2006 .

— European Union 8.50 perkiraan 2006 .

100 France 8.70 perkiraan December 2006 .

101 Panama 8.80 perkiraan 2006.

(43)

103 Greece 9.20 perkiraan 2006 . 104 Greenland (Denmark) 9.30 perkiraan 2005 .

105 Belize 9.40 2006

113 Argentina 10.20 perkiraan kuarter ke 3, 2006

114 Turkey 10.20 perkiraan 2006.

123 Antigua and Barbuda 11.00 perkiraan 2001 .

124 Colombia 11.10 perkiraan 2006.

125 Jamaica 11.30 perkiraan 2006 .

126 Guam (United States) 11.40 perkiraan 2002 . 127 French Polynesia (France) 11.70 2005

128 Niue (New Zealand) 12.00 2001

129 Tajikistan 12.00 perkiraan 2004.

130 Puerto Rico (United States) 12.00 2002

131 Grenada 12.50 2000

132 Syria 12.50 perkiraan 2005 .

133 Indonesia 12.50 perkiraan 2006 .

134 Georgia 12.60 perkiraan 2004.

135 Côte d'Ivoire 13.00 1998

136 Saudi Arabia 13.00 perkiraan 2004 .

137 Tonga 13.00 perkiraan Tahun anggaran 03/04 .

138 Cook Islands (New Zealand) 13.10 2005

139 Albania 13.80 perkiraan September 2006 .

140 Tunisia 13.90 perkiraan 2006 .

141 Saint Helena (United Kingdom) 14.00 perkiraan 1998.

(44)

143 Poland 14.90 perkiraan November 2006.

144 Bahrain 15.00 perkiraan 2005 .

145 Oman 15.00 perkiraan 2004 .

146 Iran 15.00 perkiraan 2007 .

147 Saint Vincent and the Grenadines 15.00 perkiraan 2001. 148 Wallis and Futuna (France) 15.20 2003

149 Jordan 15.40 perkiraan 2006 .

150 Algeria 15.70 perkiraan 2006.

151 Dominican Republic 16.00 perkiraan 2006. 152 Netherlands Antilles (Netherlands) 17.00 perkiraan 2002. 153 New Caledonia (France) 17.10 2004

154 Croatia 17.20 perkiraan 2006 .

175 American Samoa (United States) 29.80 2005

176 Cameroon 30.00 perkiraan 2001.

177 Equatorial Guinea 30.00 perkiraan 1998 .

(45)

184 Swaziland 40.00 perkiraan 2006.

185 Kenya 40.00 perkiraan 2001.

186 Nepal 42.00 perkiraan 2004 .

187 Lesotho 45.00 2002

188 Bosnia and Herzegovina 45.50 perkiraan 31 December 2004

(46)

BAB III

PENUTUP

A. Kesmipulan

(47)

kualitas sumber daya kita agar tidak menjadi seornag pengangguran dan menjadi beban pemerintah.

B. Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia

Sekitar 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Sepuluh juta penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk Malaysia.

Penganggur itu berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar biasa. Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus disubsidi setiap harinya.

Bekerja berarti memiliki produksi. Seberapa pun produksi yang dihasilkan tetap lebih baik dibandingkan jika tidak memiliki produksi sama sekali. Karena itu, apa pun alasan dan bagaimanapun kondisi Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan berbagai upaya.

(48)

disiplin ilmu terkait. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara konsepsional, komprehensif, integral baik terhadap persoalan hulu maupun muara.

Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh sebagai berikut. Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.

Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.

(49)

sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas.

Kepribadian yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke depan, berani mengambil tantangan serta mempunyai mindset

yang benar. Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa-masa mendatang.

Perlu diyakini oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita untuk berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati, profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu

Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).

(50)

Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan lembaga itu dapat disusun dengan baik.

Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Kelima, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang.

(51)

Keenam, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.

Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.

Bagi pemerintah Daerah yang memiliki lahan cukup, gedung, perbankan, keuangan dan aset lainnya yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri (BUMD-PJTKI). Tentunya badan itu diperlengkapi dengan lembaga pelatihan (Training Center) yang kompeten untuk jenis-jenis keterampilan tertentu yang sangat banyak peluang di negara lain. Di samping itu, perlu dibuat peraturan tersendiri tentang pengiriman TKI ke luar negeri seperti di Filipina.

(52)

menentukan kualitas pendidikan. Karena itu, Sisdiknas perlu reorientasi supaya dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

Kesembilan, upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah jumlah penganggur.

Pihak-pihak yang terlibat sangat banyak dan kompleks sehingga hal itu perlu dicegah dengan berbagai cara terutama penyempurnaan berbagai kebijakan.

Kesepuluh, segera mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan remuneratif.

(53)

ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.andisite.com, 2007

http://www.datastatistik-indonesia.com, 2007

http://www.dephan.go.id, 2007

http://www.google.co.id, 2007

http://id.wikipedia.co.id, 2007

http://www.instruments.worldpress.com, 2007

http://www.suarapembaruan.com, 2007

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia yaitu mengenai bagaimana pengupayaan agar semua warga Negara dapat menikmati kesempatan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan mengenai hubungan antara pendidikan, pengangguran, dan kemiskinan terhadap ketimpangan pendapatan di

Ketidak sesuaian antara perusahaan dan tenaga kerja dalam mendapatkan pekerja dan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian juga merupakan permasalahan dalam menciptakan pengangguran

Program pengentasan kemiskinan dan pengangguran sebaiknya tidak dikerjakan oleh pemerintah sendiri, namun golongan yang mampu juga secara sukarela diharapkan dapat

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL A. Gambaran Umum Penelitian ... Perkembangan Pengangguran Terdidik di wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN tahun 2010-2013 ... Pertumbun Kesempatan Kerja di

perbedaan di antara tingkat kemakmuran yang dinikmati masyarakat dan tingkat kemakmuran yang mungkin dinikmati mereka. Akibat buruk dari pengangguran yang baru dijelaskan ini

Petani-petani di Indonesia banyak yang termasuk sebagai setengah pengangguran kentara karena petani yang hanya memiliki lahan yang sempit biasanya bekerja kurang

Berdasarkan pendekatan analisis deskriptif terhadap karakteristik pengangguran, selama periode penelitian, pengangguran di Indonesia cenderung terus meningkat atau dengan kata