• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI DERAJAT HIDROLISIS NUTRISI LIMBAH SAYUR MELALUI PROSES SILASE DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN UNTUK PAKAN UDANG VANNAMEI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI DERAJAT HIDROLISIS NUTRISI LIMBAH SAYUR MELALUI PROSES SILASE DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN UNTUK PAKAN UDANG VANNAMEI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

DERAJAT HIDROLISIS NUTRISI LIMBAH SAYUR MELALUI PROSES SILASE DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN UNTUK PAKAN

UDANG VANNAMEI

MOH ASMIL 10594 0826 13

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017

(2)

i

DERAJAT HIDROLISIS NUTRISI LIMBAH SAYUR MELALUI PROSES SILASE DENGAN PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN UNTUK PAKAN

UDANG VANNAMEI

SKRIPSI

MOH ASMIL 10594 0826 13

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memproleh Gelar Serjana Perikanan Pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Derajat Hidrolisis Nutrisi Limbah Sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambahan Cairan Rumen untuk Pakan Udang Vannamei

Nama Mahasiswa : Moh Asmil Stambuk : 10594 0826 13 Program Studi : Budidaya Perairan Fakultas : Pertanian

Makassar, 06 Mei 2017 Telah Diperiksa dan Disetujui

Komisi Pembimbing;

Pembimbing I, Pembimbing II,

Murni, S.Pi.,M.Si Asni Anwar, S.Pi.,Msi.

NIDN: 0903037306 NIDN: 0921067302

Diketahui;

Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Program Studi,

H.Burhanuddin, S.Pi.,MSi Murni, S.Pi.,M.Si

NIDN:092066901 NIDN: 0903037306

Tanggal Pengesahan :

(4)

iii

PENGESAHAN KOMISI PENGUJI

Judul : Derajat Hidrolisis Nutrisi Limbah Sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambahan Cairan Rumen untuk Pakan Udang Vannamei

Nama : Moh Asmil

Stambuk : 10594 0826 13

Jurusan : Perikanan

Program Studi : Budidaya Perairan Fakultas : Pertanian

Universitas : Muhammadiyah Makassar

SUSUNAN PENGUJI

No. Nama Tanda Tangan

1. Murni, S.Pi., M.Si ...

Pembimbing I

2. Asni Anwar, S.Pi., M.Si ...

Pembimbing II

3. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P ...

Penguji I

4. Dr. Abdul Haris Sambu, S.Pi., M.Si ...

Penguji II

(5)

iv

HALAMAN HAK CIPTA

@ Hak cipta milik Universitas Muhammadiyah Makassar, Tahun 2017. Hak cipta dilindungi undang-undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutip tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas Muhammadiyah Makassar

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah Makassar

(6)

v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Moh Asmil

NIM : 10594082613

Jurusan : Perikanan

Program Studi : Budidaya Perairan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari skripsi ini adalah hasil karya tulisan atau pemikiran orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 6 April 2017

Moh Asmil

NIM : 10594082613

(7)

vi ABSTRAK

MOH ASMIL, 10594 0826 13. Derajat Hidrolisis Nutrisi Limbah Sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambahan Cairan Rumen untuk Pakan Udang Vanamei. (dibimbing oleh Murni dan Asni Anwar)

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat derajat hidrolisis limbah sayur dalam bentuk silase dengan penambahan cairan rumen untuk pakan udang vanemei. Adapun motede dengan derajat hidrolisis yaitu menyederhanakan nutrien seperti karbohidrat yang disederhanakan dari polisakarida menjadi monokasarida. Reaksi hidrolisis protein bertujuan untuk mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino dan peptida melalui pemutusan ikatan peptida sehingga dapat lebih mudah untuk di manfaatkan oleh udang vanamei. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti mendorong untuk mencoba menggunakan limbah sayur yaitu sawi, kol,kangkung, dan wortel yang diperoleh dari pasar sungguminasa kab Gowa dengan panambahan cairan rumen dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)dengan cara filtrasi di bawah kondisi dingin untuk pakan udang vanmei.

Hasil penelitian menunjukkan Derajat Hidrolisis Nutrisi Limbah sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambahan Cairan Rumen untuk Pakan Udang Vanamei yaitu menunjukkan Rata – rata derajat hidrolisis protein optimal diperoleh pada perlakuan A3B3 (dosis cairan rumen 3 % dengan lama waktu fermentasi 8 hari) sebesar 23,96%. Dengan penambahan dosis cairan rumen dengan lama waktu fermentasi limbah sayur tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap derajat hidrolisis protein silase limbah sayur fermentasi, sedangkan dosis cairan rumen berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap derajat hidrolisis protein limbah sayur.

Kata Kunci : Derajat Hidrolisis, Limbah Sayur, Cairan Rumen

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah dengan penuh rasa suka cita disertai dengan ucapan tulus syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya.

Sehingga penulis bisa menuntaskan Skripsi penelitian yang berjudul “Derajat Hidrolisis Nutrisi Limbah Sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambahan Cairan Rumen untuk Pakan Udang Vannamei” dapat diselesaikan juga dengan waktu yang diharapkan. Banyak hambatan dan tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini kareana menyadari bahwah penulis mempunyai keterbatasan kemampuan sebagai makluk biasa.

Pada kesempatan yang berharga ini penulis sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung proses penulisan skripsi ini, khususnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE., MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ir.Burhanuddin. S.Pi., MP, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah menyediakan sarana dan prasarana perkuliahan.

3. Ibu Murni, S.Pi., M.Si, selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar sekaligus Pembimbing I dan Ibu Asni Anwar, S.Pi., M.Si, selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak dan Ibu Dosen Serta Staf Tata Usaha Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar

(9)

viii

5. Ibu saya Anita Halim dan ayah saya Abdul Hamid yang senantiasa selalu memberikan motivasi dan membantu penulis berupa materi dan non materi.

6. Teman-teman bdp 013 semua yang telah memberikan motivasi dan semangat buat penulis.

Dalam penulis Skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kesalahan, Namun apabila masih ada kesalahan dan kekurangan, penulis mohon maaf.

Akhirnya, penulis berharap Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat dan berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Makassar, 6 Mei 2017

Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ii

PENGESAHAN KOMISI PENGUJI iii

HALAMAN HAK CIPTA iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN v

ABSTRAK vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1. PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1.Fermentasi 3

2.2.Silase 4

2.3.Derajat Hidrolisis 7

2.4.Kebutuhan Nutrisi Udang 8

2.5.Limbah Sayur 10

2.6.Cairan Rumen 11

3. METODE PENELITIAN 14

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian 14

3.2.Alat dan Bahan 14

(11)

x

3.3.Persiapan Cairan Rumen 14

3.4.Limbah Sayur 14

3.5.Prosedur Kerja 15

3.6.Rancangan Percobaan 15

3.7.Peubah yang diamati 16

3.8.Analisis Data 16

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Derajat Hidrolisis Protein 17

4.2.Kandungan Nutrisi Limbah Sayur 19

4.3.Parameter Suhu dan Ph 22

5. KESIMPULAN DAN SARAN 24

5.1.Kesimpulan 24

5.2.Saran 2

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

BIOGRAFI PENULIS 32

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Derajat Hidrolisis Protein, Limbah Sayur Hasil Fermentasi 17 Cairan Rumen Selama Penelitian Pada Semua Perlakuan

2. Rataan Kandungan Nutrisi Silase Limbah Sayur Hasil Fermentasi 19 Cairan Rumen

3. Kisaran Suhu dan pH Pada Semua Perlakuan Selama Penelitian. 22

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Uraian Halaman

1. Grafik Derajat Hidrolisis Protein 28

2. Grafik Protein Kasar 28

3. Grafik Kadar Lemak Kasar 29

4. Grafik Serat Kasar 29

5. Grafik BETN 30

6. Grafik Kadar Abu 30

7. Dokumentasi Selama Penelitian 31

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan merupakan faktor penting dalam budidaya udang vannamei sebagai salah satu komoditas unggulan di sulawesi selatan. Harga pakan yang relatif tinggi akibat sumber protein dalam pakan yakni tepung ikan masih diimpor. Oleh karena itu perlu memformulasi pakan buatan udang vannamei dengan mengacu pada aspek ekonomis.

Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memformulasi pakan buatan yang bahan bakunya berasal dari limbah sayur dalam bentuk silase dengan penambahan cairan rumen. Limbah sayur merupakan salah satu alternatif bahan baku pakan sumber protein asal nabati yang tinggi dan jumlahnya melimpah, sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pakan yang ekonomis. Namun kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan limbah sayur adalah tingginya serat kasar dan kandungan protein yang berasal dari limbah sayur sulit dicerna oleh ikan karena dilapisi oleh lapisan selulosa, sehingga dibutuhkan enzim yang berasal dari cairan rumen sapi yang dapat menghidrolisis protein dan serat kasar yang berasal dari limbah sayur.

Penggunaan limbah sayur sebagai bahan pakan udang vannamei mempunyai permasalahan sendiri yaitu tingginya serat kasar. Salah satu teknologi yang bisa dilakukan untuk menurunkan serat kasar bahan baku pakan yaitu dengan penambahan ekstrak cairan rumen sapi asal RPH. Ekstrak cairan rumen sapi diketahui mengandung enzim pendegradasi serat (Williams dan Withers, 1992).

Selanjutnya (Martin et al. ,1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencernaan

(15)

2

karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amilase,xilanase,avicelase, α-D- glukosidase, α-L-arabinofuranosidase, β-Dglukosidase, dan β-D-xylosidase. Sealin itu, ekstrak cairan rumen mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amilase, protease, dan fitase mampu menghidrolisis bahan pakan local dan penambahan enzim cairan rumen sapi local dalam pakan meningkatkan kecernaan (Budiansyah, 2010). Keterbatasan udang dalam memanfaatkan serat berkaitan dengan ketersediaan enzim selulotik yang terbatas dalam saluran pencernaan udang, bahkan pada level tertentu dapat menghambat pertumbuhan udang.

Salah satu usaha untuk mengatasi kecernaan serat yang rendah adalah penggunaan enzim cairan rumen sapi untuk menghidrolisis serat tersebut.

Diharapkan dengan penggunaan enzim yang berasal dari isi rumen dapat menghidrolisis serat kasar yang berada dalam pakan yang menggunakan bahan nabati berserat tinggi sehingga dapat memacu kinerja pertumbuhan dari udang vannamei.

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat derajat hidrolisis limbah sayur dalam bentuk silase dengan penambahan cairan rumen untuk pakan udang vannamei. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada para pembudidaya tentang penggunaan cairan rumen yang efektif dalam bentuk silase sebagai upaya peningkatan kualitas nutrisi limbah sayur untuk pakan udang vannamei.

(16)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fermentasi

Fermentasi adalah peruraian senyawa organik menjadi senyawa sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi (Fardiaz, 1987).

Fermentasi merupakan proses pengolahan bahan organik menjadi bentuk lain yang lebih berguna dengan bantuan mikroorganisme secara terkontrol.

Mikroorganisme yang terlibat diantaranya adalah bakteri, protozoa, jamur atau kapang atau fungi, dan ragi atau yeast. Silase merupakan makanan ternak yang sengaja disimpan dan diawetkan dengan proses fermentasi dengan maksud untuk mendapatkan bahan pakan yang masih bermutu tinggi serta tahan lama agar dapat diberikan kepada ternak pada masa ke kurangan pakan ternak (Hanafi,2008).

Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976) dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno, et al.,1980).

Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi di mana medium yang digunakan tidak larut tapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair

Keuntungan menggunakan medium padat antara lain: (1). Tidak memerlukan tambahan lain kecuali air. (2). Persiapan inokulum lebih sederhana. (3). Dapat

(17)

4

menghasilkan produk dengan kecepatan tinggi. (4). Kontrol terhadap kontaminan lebih mudah. (5). Kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah. (6).

Produktivitas tinggi. (7). Aerasi optimum. (8). Tidak diperlukan kontrol pH maupun suhu yang teliti (Harjo et al.,1989).

2.2 Silase

Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan lain – lain dengan kandungan air pada tingkat tertentu (60 - 80%) yang disimpan dalam sebuah silo atau dalam suasana silo.

Ensilase adalah metode pengawetan hijauan berdasarkan pada proses fermentasi asam laktat yang terjadi secara alami dalam kondisi anaerobik. Selama berlangsungnya proses ensilase, beberapa bakteri mampu memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi berbagai macam gula sederhana. Sedangkan bakteri lain memecah gula sederhana tersebut menjadi produk akhir yang lebih kecil (asam asetat, laktat dan butirat). Produk akhir yang paling diharapkan dari proses ensilase adalah asam asetat dan asam laktat. Produksi asam selama 11 berlangsungnya proses fermentasi akan menurunkan pH pada material hijauan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan.

Menurut Weinberg and Muck (1996); dalam Merry dkk.(1997), proses ensilasi dalam silo/fermentor kedap udara terbagi dalam 4 tahap, yaitu :

Tahap I - Fase aerobik.

Tahap ini pada umumnya hanya memerlukan waktu beberapa jam saja, fase aerobik terjadi karena keberadaan oksigen di sela - sela partikel tanaman. Jumlah

(18)

5

oksigen yang ada akan berkurang seiring dengan terjadinya proses respirasi pada material tanaman serta pertumbuhan mikroorganisme aerobik dan fakultatif aerobik, seperti khamir dan enterobakteria. Selanjutnya, enzim pada tanaman seperti protease dan carbohydrase akan teraktivasi, sehingga kondisi pH pada tumpukan hijauan segar tetap dalam batas normal (pH 6.5 - 6,0).

Tahap II – Fase fermentasi.

Tahap ini dimulai ketika kondisi pada tumpukan silase menjadi anaerobik, kondisi tersebut akan berlanjut hingga beberapa minggu, tergantung pada jenis dan kandungan hijauan yang digunakan serta kondisi proses ensilase. Jika proses fermentasi berlangsung dengan sempurna, bakteri asam laktat (BAL) akan berkembang dan menjadi dominan, pH pada material silase akan turun hingga 3,8 - 5,0 karena adanya produksi asam laktat dan asam - asam lainnya.

Tahap III – Fase stabil.

Tahap ini akan berlangsung selama oksigen dari luar tidak masuk ke dalam silo/fermentor. Sebagian besar jumlah mikroorganisme yang berkembang pada fase fermentasi akan berkurang secara perlahan. Beberapa jenis mikroorganisme toleran asam dapat bertahandalam kondisi stasioner ( inactive) pada fase ini, mikroorganisme lainnya seperti clostridia dan bacilli bertahan dengan menghasilkan spora.

Hanya beberapa jenis mikroorganisme penghasil enzim protease dan carbohydrase toleran asam serta beberapa mikroorganisme khusus, seperti Lactobacillus buchneri yang dapat tetap aktif pada level rendah.

Tahap IV – Fase pemanenan (feed-out/aerobic spoilage).

(19)

6

Fase ini dimulai segera setelah silo/fermentor dibuka dan silase terekspose udara luar. Hal tersebut tidak terhindarkan, bahkan dapat dimulai terlalu awal jika penutup silase rusak sehingga terjadi kebocoran. Jika fase ini berlangsung terlalu lama, maka silase akan mengalami deteriorasi atau penurunan kualitas silase akibat terjadinya degradasi asam organik yang ada oleh khamir dan bakteri asam asetat.

Proses tersebut akan menaikkan pH pada tumpukan silase dan selanjutya akan berlangsung tahap spoilage ke - 2 yang mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu, dan peningkatan aktifitas mikroorganisme kontaminan, seperti bacilli, moulds dan enterobacteria (Honig dan Woolford, 1980).

Pada proses pembuatan silase, untuk menghindari terjadinya kegagalan, maka perlu dilakukan pengontrolan dan optimalisasi pada setiap tahapan ensilase.

Pada tahap I, dibutuhkan teknik filling material hijauan yang baik kedalam silo, sehingga dapat meminimalisir jumlah oksigen yang ada di antara partikel tanaman.

Teknik pemanenan tanaman yang dikombinasikan dengan teknik filling yang baik diharapkan dapat meminimalisir hilangnya karbohidat terlarut (water soluble carbohydrates) akibat respirasi aerobik ketika hijauan berada di luar maupun di dalam silo, sehingga terdapat lebih banyak gula sederhana yang tersisa untuk proses fermentasi asam laktat pada tahap II.

Proses ensilase tidak dapat dikontrol secara aktif ketika telah masuk pada tahap II dan III. Pada tahap IV, diperlukan silo/fermentor yang benar - benar kedap udara untuk meminimalisir kontaminasi aerobik selama penyimpanan. Segera setelah silo/fermentor dibuka, silase harus diberikan kepada ternak hingga habis.

(20)

7 2.3. Derajat Hidrolisis

Protein merupakan molekul yang esensial dalam penyusunan struktur maupun proses fungsional tubuh pada seluruh makhluk hidup. Protein terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida sehingga membentuk beragam struktur yang kompleks. Reaksi hidrolisis protein bertujuan untuk mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino dan peptida melalui pemutusan ikatan peptida, sehingga dapat lebih mudah untuk dimanfaatkan oleh tubuh. Hidrolisis protein dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu hidrolisis asam, basa dan enzimatis. Setiap protein akan menghasilkan campuran atau proporsi asam amino yang khas setelah reaksi hidrolisis (Vaclavik dan Christian 2008).

Hidrolisis protein menggunakan enzim proteolitik merupakan cara yang lebih efisien dan aman karena dapat menghasilkan hidrolisat protein yang terhindar dari kerusakan asam amino tertentu akibat penggunaan asam kuat, basa kuat, maupun suhu tinggi pada reaksi hidrolisis asam maupun basa. Reaksi hidrolisis protein menggunakan enzim akan memutus ikatan peptida yang ditargetkan secara spesifik (BD Biosciences 2009 dalam Widadi, 2011). Hidrolisis protein enzimatis menggunakan enzim protease. Hidrolisat protein yang dihasilkan umumnya mengandung peptida dengan bobot molekul rendah yang terdiri atas dua hingga empat asam amino. Faktor yang mempengaruhi kecepatan hidrolisis secara enzimatis adalah suhu, waktu, pH, inhibitor, serta konsentrasi enzim dan substrat.

Apabila proses hidrolisis berjalan sempurna, maka akan dihasilkan hidrolisat protein yang terdiri dari 18-20 macam asam amino (Damodaran 1996).

(21)

8 2.4.Kebutuhan Nutrisi Udang

Kebutuhan karbohidrat udang Vannamei stadia juvenile 38% dengan pemberian pakan 4 kali sehari terhadap kandungan glikogen dan komposisi proksimat tubuh udang vanamei yang dipelihara dalam wadah terkontrol (Zainuddin, et. al. 2014). Kebutuhan protein udang dapat diturunkan apabila kebutuhan energi dapat dipenuhi dari sumber lain non-protein, seperti karbohidrat.

Udang memerlukan karbohidrat, selain sebagai pembakar dalam proses metabolisme juga diperlukan dalam sintesis kitin pada kulit keras. Lebih lanjut dijelaskan oleh (Kureshy and Davis 2002) bahwa kebutuhan protein udang dapat didefinisikan sebagai jumlah protein yang dibutuhkan atau jumlah biomassa perhari yang disesuaikan kecernaan pakan. Beberapa faktor biotik yang dapat mempengaruhi kebutuhan protein organisme budidaya yaitu spesies, keadaan fisiologis, ukuran, dan karakteristik pakan (kualitas protein dan ratio energi protein), sedangkan faktor abiotik adalah suhu dan salinitas.

Protein merupakan komponen pakan yang dibutuhkan sebagai sumber energi maupun dalam pembentuk jaringan tubuh. Apabila kebutuhan energi dari sumber karbohidrat dan lemak tidak mencukupi, konsumsi protein berlebih dari yang dibutuhkan, ataupun kualitas protein rendah, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi dan terbatas untuk pertumbuhan (Phillips Jr 1969). Pascual et al. (2004) mengevaluasi pengaruh pakan dengan kadar protein 5%, 15%, dan

40% terhadap pertumbuhan, efisiensi asimilasi, dan kapasitas imun udang. Laju pertumbuhan tertinggi juvenil dicapai dengan pemberian pakan berkadar protein 40%, sedangkan terendah dengan pakan berkadar protein 5%.

(22)

9

Pentingnya penggunaan karbohidrat dalam pakan dikarenakan beberapa hal: (a) sebagai sumber energi yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan protein, maka karbohidrat dapat menekan ongkos produksi dan yang pada akhirnya dapat menurunkan total harga pakan (Cruz-Suarez et al.,1994), (b) pada tingkat tertentu, karbohidrat mampu men-substitusi energi yang berasal dari protein pakan (sparingprotein pakan) dan karena itu efisiensi pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan dapat ditingkatkan (Rosas et al., 2000), (c) sebagai binder, karbohidrat (terutama yang berasal dari bahan pakan tertentu) mampu meningkatkan kualitas fisik pakan dan menurunkan prosentase debu pakan, (d) sebagai komponen tanpa nitrogen, maka penggunaan karbohidrat dalam jumlah tertentu dalam pakan dapat menurunkan sejumlah limbah ber-nitrogen sehingga meminimalkan dampak negatif dari pakan terhadap lingkungan (Kaushik and Cowey, 1991).

Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting meskipun kandungan karbohidrat dalam pakan berada dalam jumlah yang relatif rendah. Karbohidrat dalam pakan dapat berupa serat kasar serta bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

BETN mengandung banyak gula dan pati yang bersifat mudah dicerna sedangkan serat kasar kaya akan lignin dan selulase yang sukar dicerna. Energi dari karbohidrat sama efektifnya dengan energi dari lemak (NRC 1993). Pemberian tingkat energi optimum dalam pakan sangat penting karena kelebihan dan kekurangan energi dapat menurunkan pertumbuhan ikan (Lovell 1988).

Hasil penelitian Zainuddin et al, (2014) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dengan kadar karbohidrat 37% dan frekuensi pemberian pakan 4 kali

(23)

10

merupakan kombinasi perlakuan terbaik terhadap laju pertumbuhan dan kecernaan karbohidrat udang Juvenil Liptopeneus vannamei, sedangkan rasio konversi pakan juvenile udang vannamei diperoleh kombinasi terbaik pada kadar karbohidrat 50%

dengan frekuensi pemberian pakan 6 kali per hari.

2.5. Limbah Sayur

Salah satu alternatif bahan pakan sumber protein asal nabati yang dapat memberikan peluang baik yaitu dengan menggunakan limbah sayuran. Walaupun ketersediaannya cukup melimpah bahkan merupakan sampah penyebab polusi lingkungan, limbah sayuran belum dimanfaatkan untuk penunjang budidaya ikan, hal ini dikarenakan limbah sayuran sangat mudah busuk. Padahal walaupun limbah sayuran merupakan sampah, namun karena termasuk sampah organik maka didalamnya masih mengandung zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan. Di beberapa daerah di Pulau Jawa limbah sayuran sering merupakan masalah lingkungan khususnya di daerah padat penduduk seperti Jawa Barat (Susangka, dkk. 2006).

Ternak FAPET UNPAD (2005), limbah sayuran mengandung kadar Air 80%;

PK 1- 15%; Penggunaan tepung limbah sayuran yang sesuai dalam ransum ikan nila tidak akan mengganggu pertumbuhan, bahkan diharapkan dapat meningkatkan performan. Agar dapat digunakan sebagai bahan pakan penyusun pelet ikan, limbah sayuran yang telah diolah tersebut kemudian dijemur dengan sinar matahari selama 2-3 hari lalu digiling sehingga menjadi tepung.

Income over feed and fish cost berpengaruh besar dalam menentukan

keuntungan dan kerugian dari suatu budidaya perikanan. Semakin efisien ransum

(24)

11

yang diubah menjadi daging, maka semakin baik pula nilai income over feed cost.

Hal tersebut turut ditentukan pula oleh harga bahan pakan di pasaran. Di pasaran, limbah sayuran tidak memiliki nilai jual sehingga diperkirakan pelet yang mengandung limbah sayuran bisa menghasilkan income over feed and fish cost yang lebih baik (Susangka, 2006).

Limbah sayuran memiliki nilai gizi rendah yang ditunjukkan dengan kandungan serat kasar tinggi, dengan kadar air yang tinggi pula walaupun (dalam basis kering) kandungan protein kasarnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 15- 24 persen. Secara fisik, limbah sayuran mudah busuk karena berkadar air tinggi, namun secara kimiawi mengandung protein, serta vitamin dan mineral relatif tinggi dan dibutuhkan oleh ikan, Tekstur limbah sayuran dengan dinding selnya banyak mengandung serat kasar dengan ikatan ligno-selulosa, dapat mempengaruhi pemanfaatan protein dari material tersebut. Oleh karenanya, pengolahan fisik atau mekanis diperlukan untuk merenggangkan ikatan ligno- selulosa. Pemasakan dalam pengolahan pangan dikenal dengan istilah blansing dan merupakan langkah pengawetan serta perenggangan ikatan fisik dinding sel tanaman. Pemasakan merupakan salah satu proses pengolahan panas yang sederhana dan mudah, dan dapat dilakukan dengan media air panas atau disebut perebusan maupun dengan uap panas atau disebut pengukusan.

2.6. Cairan Rumen

Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat dalam rumen belum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen setelah hewan dipotong. Kandungan nutrisinya cukup tinggi, hal ini disebabkan

(25)

12

belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang berasal dari bahan bakunya.

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih, dan untuk domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama selulase dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen (liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif mendegradasi

struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan.

Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas tinggi.

Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri dan protozoa, temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80% Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa asam nukleat.

Berdasarkan analisa berbagai rumen kadar berbagai asam amino dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.

(26)

13

Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan bahan pencampur pakan berbagai ternak.

(27)

14

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2016 sampai Januari 2017.

Lokasi penelitian masing-masing di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar untuk proses silase dan di Laboratorium Pertenakan Universitas Hasanuddin untuk Analisis Kimia.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah sayur, ekstrak cairan rumen sapi, molase, kantong plastik sebagai tempat media, kain katun sebagai penyaring cairan rumen yang kasar, thermometer, kertas lakmus, dan sentrifugasi.

3.3. Persiapan Cairan Rumen

Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Sungguminasa Gowa. Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000g selama 10 menit pada suhu 4 0C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba. Supernatan kemudian diambil sebagai sumber enzim kasar (Lee et al. 2000).

3.4. Limbah Sayur

Limbah sayur yang digunakan pada penelitian ini adalah sawi, kol, kangkung, dan wortel yang diperoleh dari pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa masing- masing 25%. Proses pembuatan silase diawali dengan menggiling limbah sayur

(28)

15

kemudian dicampur cairan rumen dan molase dengan dosis sesuai perlakuan, Selanjutnya proses silase dengan cara anaerob.

3.5. Prosedur Kerja

Penelitian inidiawali dengan menggiling limbah sayur yang diperoleh dari pedagang di pasar menggunakan penggilingan daging, dan selanjutnya dilakukan pembuatan silase dengan menambahkan cairan rumen dengan dosis sesuai perlakuan, dan disimpan selama waktu proses silase sesuai perlakuan. Semua bahan disemprot dengan larutan cairan rumen secara merata, selanjutnya dimasukkan dalam wadah plastik klip. Setelah proses pembuatan silase selesai, selanjutnya dilakukan analisis kimia.

3.6. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan pola faktorial dengan rancangan dasar acak lengkap. Faktor pertama adalah dosis cairan rumen yang ditambahkan dalam proses pembuatan silase limbah sayur. Adapun perlakuan dapat dilihat sebagai berikut:

A1 = Penambahan dosis cairan rumen sapi 1%

A2 = Penambahan dosis cairan rumen sapi 2%

A3 = Penambahan dosis cairan rumen sapi 3%

Faktor kedua adalah lama waktu pembuatan silase limbah sayur dengan perlakuan sebagai berikut:

Perlakuan A = Lama waktu silase Limbah Sayur 4 Hari Perlakuan B = Lama waktu silase Limbah Sayur 6 Hari

Perlakuan C = Lama waktu silase Limbah Sayur 8 Hari

(29)

16

Perlakuan D = Lama waktu silase Limbah Sayur 10 Hari 3.7. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Derajat hidrolisis protein pakan dihitung dengan rumus seperti tertera dalam Aslamyah (2006):

Po - Pt

DHP = X 100

Po

Keterangan :

DHP = Derajat hidrolisis protein

Po = Kadar protein pakan sebelum hidrolisis

Pt = Kadar protein pakan setelah hidrolisis dalam jangk waktu t Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitiaan ini akan dianalisa menggunakan analisis ragam, sesuai dengan desain rancangan acak lengkap (RAL). Apabila perlakuan menunjukan berpengaruh nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nilai Terkecil (BNT).

(30)

17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Derajat Hidrolisis Protein

Rataan derajat hidrolisis protein silase limbah sayur hasil fermentasi cairan rumen dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1 : Rataan Derajat Hidrolisis Protein, Silase limbah sayur hasil fermentasi cairan rumen selama penelitian pada semua perlakuan.

Pengukuran Dosis rumen

Lama waktu fermentasi

B1(4 hari) B2(6 hari) B3(8 hari) B4(10 hari) Derajat

hidrolisis protein (%)

A1(1%) 13,58 18,35 22,78 18,17

A2(2%) 10,35 19,93 17,23 10,92

A3(3%) 20,07 18,94 23,96 22,38

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata derajat hidrolisis protein yang optimal diperoleh pada perlakuan A3B3 (dosis cairan rumen 3% dengan lama waktu fermentasi 8 hari) sebesar 23,96% dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara penambahan dosis cairan rumen dengan lama waktu fermentasi limbah sayur tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap derajat hidrolisis protein silase limbah sayur fermentasi, demikian halnya dengan lama waktu fermentasi tidak berpengaruh signifikan terhadap derajat hidrolisis protein limbah sayur, sedangkan dosis cairan rumen berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap derajat hidrolisis protein limbah sayur . Derajat hidrolisis protein yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Ashar (2017), yang memperoleh derajat hidrolisis 27,51% pada perlakuan A2B1 (dosis cairan rumen 2% dengan lama waktu fermentasi limbah sayur 4 hari). Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan

(31)

18

berbeda yaitu pada penelitian ini sistem fermentasi yang digunakan adalah anaerob (tanpa menggunakan oksigen), sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan metode fermentasi aerob fakultatif ( menggunakan oksigen), dan dilakukan pengeringan terhadap limbah sayur hasil fermentasi menggunakan frees dray (beku kering) sebelum di analisis kandungan nutrisinya.

Tingginya derajat hidrolisis protein pada perlakuan A3B3 dibandingkan dengan perlakuan lainnya disebabkan karena perlakuan A3B3 merupakan dosis cairan rumen dan lama waktu fermentasi yang mampu menghidrolisis limbah sayur dengan menyederhanakan senyawa kompleks menjadi lebih sederhana dengan adanya mikroba dalam cairan rumen yang menghasilkan enzim, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh udang vannamei. Hal ini sejalan dengan Palupi, et.al (2011), menyatakan bahwa dalam proses fermentasi, mikroba menghasilkan enzim yang mendegradasi senyawa-senyawa kompleks menjadi lebih sederhana. Lebih lanjut dijelaskan bahwa cairan rumen mengandung enzim selulase, amylase, protease, xilanase, mannanase, dan fitase (Lee et al. 2002); Martin et al. (1999) menjelaskan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amilase, xilanase, avicelase, α-Dglukosidase, α-L-arabinofuranosidase, β- D-glukosidase, dan β-D-xylosidase; Budiansyah (2010), menyatakan bahwa cairan rumen mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amilase, protease, dan fitase mampu menghidrolisis bahan pakan local dan penambahan enzim cairan rumen sapi lokal dalam pakan meningkatkan kecernaan ayam broiler.

(32)

19 4.2.Kandungan Nutrisi Silase Limbah Sayur

Rataan derajat hidrolisis protein silase limbah sayur hasil fermentasi cairan rumen dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2 : Rataan Kandungan Nutrisi Silase limbah sayur hasil fermentasi cairan rumen selama penelitian pada semua perlakuan

Pengukuran Dosis rumen

Lama waktu fermentasi Silase

B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari) Protein

Kasar

A1 (1%) 19,56 18,48 17,48 18,52

A2 (2%) 20,29 18,13 18,93 20,16

A3 (3%) 18,09 18,35 17,21 17,57

Kadar Lemak kasar

A1 (1%) 4,57 3,93 4,57 5,46

A2 (2%) 4,18 4,42 4,57 5,44

A3 (3%) 2,95 4,89 4,04 4,89

Serat Kasar

A1 (1%) 14,07 17,22 17,59 19,19

A2 (2%) 14,59 17,95 17,22 16,78

A3 (3%) 11,32 16,92 15,13 20,29

BETN

A1 (1%) 34,89 35,79 33,34 29,17

A2 (2%) 30,48 33,21 36,19 30,60

A3 (3%) 38,85 35,93 37,65 34,97

Kadar Abu

A1 (1%) 18,98 15,29 18,53 19,75

A2 (2%) 19,47 16,38 20,29 17,48

A3 (3%) 20,94 16,75 17,19 16,31

Berdasarkan Tabel 2 hasil rata-rata kandungan kadar protein limbah sayur yang difermentasi cairan rumen dan lama waktu fermentasi tertinggi diperoleh pada perlakuan A2B1 (dosis cairan rumen 2% dengan lama waktu fermentasi 4 hari) sebesar 20,29%, kadar lemak A1B4 (dosis cairan rumen 1% dengan lama waktu fermentasi 10 hari), kemudian kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan A3B1 (dosis cairan rumen 3% dengan lama waktu fermentasi 4 hari) sebesar 11,32%, kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen tertinggi diperoleh pada perlakuan A3B14 (dosis cairan rumen32% dengan lama waktu fermentasi 4 hari) dan kadar

(33)

20

abu tertinggi diperoleh pada perlakuan A3B1 (dosis cairan rumen 3% dengan lama waktu fermentasi 4 hari) sebesar 20,94%.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi limbah sayur berpengaruh signifikan (P>0,05) terhadap kadar protein kasar limbah sayur, sedangkan dosis cairan rumen tidak signifikan (P<0,05) terhadap kadar protein kasar limbah sayur hasil fermentasi, demikian halnya dengan interaksi antara dosis cairan rumen dan lama waktu fermentasi tidak signifikan (P<0,05) terhadap kadar protein kasar limbah sayur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein kasar fermentasi limbah sayur menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis cairan rumen yang digunakan dalam proses fermentasi limbah sayur, maka terjadi penurunan kadar protein kasar fermentasi limbah sayur, namun tidak demikian halnya dengan lama waktu fermentasi. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan persentasi mikroba pada proses fermentasi, sehingga kebutuhan nutrisi untuk mikroba tidak sesuai dengan sumber nutrisi yang tersedia menyebabkan terjadinya persaingan antar mikroba.

Hasil penelitian Murni and Darmawati (2016) menunjukkan bahwa pemanfaatan cairan rumen sapi dalam proses fermentasi limbah sayur mampu peningkatan kandungan nutrisi limbah sayur hasil fermentasi dengan penambahan cairan rumen 10 ml/kg limbah sayur sampai 15 ml/kg limbah sayur dan selanjutnya meningkatkan aktivitas enzim amylase (0,250 u/ml/menit), protease (0,49 u/ml/menit), dan sellulase (0,124 u/ml/menit). Murni et. al, (2016) menunjukkan bahwa penambahan cairan rumen dalam proses fermentasi limbah sayur dengan lama waktu yang berbeda tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan

(34)

21

kualitas nutrisi limbah sayur hasil fermentasi, namun penambahan cairan rumen 15 ml/kg limbah sayur dengan lama waktu fermentasi 5 hari kandungan nutrisi masih lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Nalar (2014), menyatakan bahwa, persentase bakteri selulolitik yang tinggi dan tidak diimbangi dengan kandungan nutrisi yang sesuai dapat menyebabkan aktivitas bakteri selulolitik untuk tumbuh selama proses fermentasi menjadi terhambat. Tanpa kandungan nutrisi yang lengkap perombakan protein tidak dapat berjalan optimal karena bakteri selulolitik tidak dapat hidup dan berkembang dengan baik. Lebih lanjut dijelaskan Palupi, et.al (2011), bahwa dalam proses fermentasi, mikroba menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa- senyawa kompleks menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga mensintesis protein yang merupakan protein enrichment yaitu pengkayaan bahan protein.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan dosis cairan rumen, lama waktu fermentasi limbah sayur dan interaksi antara keduanya berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap kadar serat kasar limbah sayur hasil fermentasi sebagai bahan baku pakan uang vannamei . Hasil uji lanjut menunjukkan adanya pengaruh antar perlakuan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis cairan rumen maka semakin rendah kadar serat kasar limbah sayur hasil fermentasi.

Terjadinya penurunan serat kasar diduga karena mikroorganisme yang terdapat dalam cairan rumen mampu mendegradasi kandungan serat pada limbah sayur.

Menurut Hernawati et al. (2010), bahwa terjadinya penurunan kadar serat pakan hasil inkubasi disebabkan oleh adanya bakteri selulolitik, sehingga dalam

(35)

22

melakukan aktivitas mendegradasi selulosa dalam bahan pakan lebih optimal atau dengan kata lain bakteri selulolitik mampu menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan dosis cairan rumen, lama waktu fermentasi limbah sayur dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap Bahan Ekstrak Tanpa Nitogen limbah sayur hasil fermentasi sebagai bahan baku pakan uang vannamei. Namun secara umum peningkatan dosis cairan rumen dan lama waktu fermentasi 4 hari lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan dosis cairan rumen, lama waktu fermentasi limbah sayur dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap kadar abu limbah sayur hasil fermentasi sebagai bahan baku pakan uang vannamei. Secara umum peningkatan dosis cairan rumen dan lama waktu fermentasi tidak terjadi peningkatan antar perlakuan.

4.3 Parameter pH dan Suhu

Parameter suhu dan pH mempunyai peranan penting dalam proses fermentasi.

Hasil pengukuran beberapa parameter suhu dan pH dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kisaran Suhu dan pH Pada Semua Perlakuan Selama Penelitian.

Pengukuran Dosis rumen

Lama waktu fermentasi

B1 B2 B3 B4

pH

A1 3 – 7 3 – 6 3 – 7 3 – 7 A2 3 – 7 3 – 7 3 – 6 3 – 6 A3 3 – 6 3 – 7 3 – 7 3 – 7 Suhu (0C)

A1 28 – 30 28 – 31 28 – 30 28 – 30 A2 28 – 31 28 – 30 28 – 31 28 – 30 A3 28 – 30 28 - 31 28 – 31 28 – 30 Sumber : Data Hasil Olahan, 2016

(36)

23

Berdasarkan Tabel 3 Kisaran parameter suhu dan pH yang diperoleh semua perlakuan selama penelitian masing–masing adalah pH 3–7, dan suhu 28–310C.

Kisaran ini masih layak dalam proses fermentasi. Mikroba rumen dapat bekerja dengan optimal untuk merombak asam amino menjadi amonia pada kondisi pH 6- 7. Sekitar 82% mikroba rumen merombak asam–asam amino menjadi amonia yang selanjutnya digunakan untuk menyusun protein tubuhnya.

(37)

24

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa derajat hirolisis protein silase limbah sayur hasil fermentasi cairan rumen tertinggi pada perlakuan A3B3 (dosis 3% cairan rumen dan lama waktu fermentasi 8 hari).

Kisaran parameter suhu dan pH yang diperoleh semua perlakuan selama penelitian berkisar antara pH 3–7, dan suhu 28–310C.

5.2. Saran

Pemanfaatan limbah sayur yang difermentasi dengan cairan rumen sebagai pakan udang vannamei disarankan untuk dosis cairan rumen 3% dan lama waktu fermentasi 8 hari. Perlu dilakukan penelitian dengan dosis cairan rumen dengan range yang lebih tinggi agar nampak signifikan pada perlakuan.

(38)

25

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak .Jakarta.

Boisen S. and B.O. Eggum. 1991. Critical evaluation of in vitro methods for estimating digestibility in simple-stomach animal. Nutr. Res. Rev. 4:141- 162.

Budiansyah, A., Resmi, Nahrowi, Wiryawan, K,G. Suhartono, M.T dan Widyastuti, Y. 2011. Hidrolisis Zat Makanan Pakan oleh Enzim Cairan Rumen Sapi Asal Rumah Potong. Jurnal Agrinak Vol.01 No. 1September 2011.

Damodoran, Aswath. 2002 . Investment Valuation : Tools and Technques for determining the value of any asset

Fardiaz, S., 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan.

Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Hardjo, S., Indrasti N. S. dan Tajudin B., 1989. Biokonveksi Pemanfatan Limbah Limbah Industri Pertanian. Pusat antar Universtias Pangan dan Gizi. IPB.

Hernawati, Tatik, Mirni Lamid, Herry Agoes Hermadi, Sunaryo Hadi Warsito.

2010. Bakteri selulotik untuk meningkatkan kualitas pakan komplit berbasis limbah pertanian. Veterinaria Medika, Vol.3 No. 3 November 2010. Surabaya. 205-208.

Honig, H., and M K.Woolford 1980. Changes in silage on exposure to air. p. 76- 87. In: C. Thomas (ed.) Forage Conservation in the 80s. Occasional Symposium No. 11. British Grassland Society, Hurley, Berkshire, UK.

Kureshy. N and D.A. Davis 2002. Protein requirement for maintenence and maximum weight gain for the pacific white shirimp, Litopenaeus vannamei Aquaculture

Lee S.S., J.K. Ha and K.J. Cheng. 2000. Relativecontributions of bacteria.

protozoa and fungitoin vitrodegradation of orchard grass cellwalls and their interactions. Appl. Environ.Microbiol. 6(9): 3807 - 3813.

Lee S.S, C.H. Kim, J.K. Ha, Y.H. Moon, N.J. Choi, andK.J. Cheng. 2002. Distribution and activities ofhydrolytic enzyme s in the rumencompartements of hereford bulls fed alfalfabased diet.Asian-Aust. J. Anim. Sci.15(12):1725 – 1731.

Merry, R.J., K.F. Lowes, and A.L. Winters. 1997: Current and future approaches to biocontrol in silages. Forage conservation: 8th International Scientific

(39)

26

Symposium, Pohořelice: Research Institute of Animal Nutrition. Czech Republic, pp. 17-27.

Nalar, H.P, Herliani, Irawan, B., Rahmatullah, S.N., Askalani, Kurniawan, N. M.A., 2014. Pemanfaatan Cairan Rumen dalam Proses Fermentasi Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Nutrisi Dedak Padi Untuk Pakan Ternak.

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”. Banjar Baru 6- 7 Agustus 2014.

Palupi, Rizky dan A.Imsya. 2011. Pemanfaatan kapang Trichoderma viridae dalam proses fermentasi untuk meningkatkan kualitas dan daya cerna protein limbah udang sebagai pakan ternak unggas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011. Bogor. 672-677.

Rasyid, S.B, A.M. Liwa, L.A. Rotib, Z. Zakaria dan W.M. Waskito, 1981.

Pemanfaatan Isi Rumen Sapi Sebagai Subtitusi Sebagain Ransum Basal Terhadap Performan Ayam Broiler. Laporan Penelitian, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. 10–24.

Saono, S., 1976. Metabolisme dari Fermentasi. Ceramah Ilmiah Proceeding Lokakarya Bahan Pangan Berprotein Tinggi. LKN-LIPI, Bandung. Hal 5- 7.

Susangka, I., Haetami, I., Andriani, Y. 2006. Evaluasi Nilai Gizi Limbah Sayuran produk Cara Pengolahan Berbeda dan Pengaruhnya terhadap pertumbuhan Ikan Nila. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Vaclavik, V. A. Dan Charistian, E.W. 2008. Essentials of food science third edition.

Springer science Businees media

Weinberg, Z.G. dan R.E. Muck, 1996. New trends and opportunities in the development and use of inoculants for silage. Fems Microbiol. Rev. 19:

53-68

Winarno, F.G., 1980. Microbial Convertion of Lignocellulose into Feed Straw and Other Fibrous of Products as Feed Elsevier, Amsterdam, Oxford, New York.

Williams and Withers. 1992. Instroduction of xylanderding enzymes in butyrivibrio fibrisosolvens. Curr . Mikrobiol

(40)

27

LAMPIRAN

(41)

27 Lampiran 1. Grafik derajat hidrolisis protein

Lampiran 2. Grafik protein kasar

13.58

10.35

20.07

18.35 19.93

18.94 22.78

17.23

23.96

18.17

10.92

22.38

0 5 10 15 20 25 30

A1 (Dosis rumen 1%) A2 (Dosis rumen 2%) A3 (Dosis rumen 3%)

Derajat Hidrolisis Protein

B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)

19.56

20.29

18.09 18.48

18.13 18.35

17.48

18.93

17.21 18.52

20.16

17.57

15.5 16 16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5 20 20.5 21

A1 (dosis rumen 1 %) A2 (dosis rumen 2 %) A3 (dosis rumen 3 %)

Protein Kasar

B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)

(42)

28 Lampiran 3. Grafik kadar lemak kasar

Lampiran 4. Grafik serat kasar

4.57

4.18

2.95 3.93

4.42

4.57 4.57 4.89

4.04

5.46 5.44

4.89

0 1 2 3 4 5 6

A1 (dosis rumen 1%) A2 (dosis rumen 2%) A3 (dosis rumen 3%)

KADAR LEMAK KASAR

B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)

14.07 14.59

11.32

17.22 17.95

16.92

17.59 17.22

15.13 19.19

16.78

20.29

0 5 10 15 20 25

A1 (dosis rumen 1%) A2 (dosis rumen 2%) A3 (dosis rumen 3%)

SERAT KASAR

B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)

(43)

29 Lampiran 5. Grafik BETN

Lampiran 6. Grafik kadar abu

34.89

30.48

38.85 35.79

33.21 35.93

33.34 36.19 37.65

29.17 30.6

34.97

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

A1 (dosis rumen 1%) A2 (dosis rumen 2%) A3 (dosis rumen 3%)

BETN

B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)

18.98 19.47 20.94

15.29 16.38 16.75

18.53

20.29

17.19 19.75

17.48

16.31

0 5 10 15 20 25

A1 (dosis rumen 1%) A2 (dosis rumen 2%) A3 (dosis rumen 3%)

KADAR ABU

B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)

(44)

30 Lampiran 7. Dokumentasi

(45)

31

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dilahirkan di Malaysia pada hari Sabtu Tanggal 25 November 1995. Penulis merupakan anak sulung dari 4 bersaudara, dari Ayahanda Abdul Hamid dan Ibunda Anita Halim. Penulis memulai Pendidikan formal SDN No 128 Pepuro Kecamatan Wotu Kabupaten Luwu Timur pada tahun 2001 dan tamat pada tahun 2007. Tingkat pendidikan selanjutnya di tempuh pada SMP Negri 1 Burau Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur pada tahun 2007 tamat pada tahun 2010,selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negri 1 Wotu Kecamatan Wotu Kabupaten Luwu Timur pada tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013. Selanjutnya pada tahun 2013 melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi sehingga pada bulan Agustus tahun 2013 di terimah menjadi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Pertanian dengan memilih Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Prikanan Sebagai Bidang keilmuan yang akan di geluti di masa depan. Selama mengikuti perkuliahan penulis perna melaksanakan magang budidaya di PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA ( benur kita ) di Kabupaten Barru.

Akhirnya setelah melakukan penelitian pada bulan November sampai Januari 2017, dengan judul “Derajat Hidrolisis Nutrisi Limbah Sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambahan Cairan Rumen untuk Pakan Udang Vanamei” maka penulis berhasil mempertahankan karya ilmia tersebut sekaligus menyelesaikan studi di perguruan tinggi tersebut dan berhak atas gelar Sarjana

(46)

32

Perikanan (S.Pi) pada tahun 2017 dengan IPK 3,61 dengan masa studi 3 tahun 8 bulan.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu permasalahan yang ada pada karyawan merupakan adanya keinginan bahwa karir mereka agar selalu lancar atau adanya harapan karyawan untuk segera

Perlu dilakukan penelitian dengan cara pemberian irigasi intermite (berselang) untuk melihat efektifitas pemanfaatan padatan digestat sebagai bahan yang dapat digunakan

Varietas Simalungun berasal dari persilangan antara tetua dura deli dengan tetua pisifera keturunan SP 540 T direkombinasikan dengan tetua yangambi (orijin Zaire) dan Marihat

Hasil penelitian menunjukkan penambahan konsentrasi asap cair pada pakan suplemen dan waktu maturasi mampu meningkatkan skor keempukan, flavor, residu pengunyahan,

Kondensor merupakan salah satu peralatan penting dalam sebuah proses di power plant khususnya pada sistem PLTU Bukit Asam yang fungsinya adalah untuk mengkondensasikan uap

dalam studi atau dari atasan (tersedia dalam formulir pendaftaran) 4 Pernyataan Penugasan/Izin atasan tempat bekerja (untuk calon dengan?. biaya sendiri atau sponsor lain,

Pelaksanaan konstruksi dengan menggunakan beton pracetak sebagian dan pracetak penuh mempunyai kelebihan dalam percepatan waktu pelaksanaan, biaya lebih murah dan

Tahap perencanaan guru mempersiapkan materi pembelajaran atau sumber belajar yang akan digunakan yaitu pada pertemuan pertama dengan kompetensi dasar menerapkan