• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PRAKTEK TADLISH KUANTITAS JUAL BELI KELAPA SAWIT MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PRAKTEK TADLISH KUANTITAS JUAL BELI KELAPA SAWIT MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KELAPA SAWIT MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

(Studi Kasus di: Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, kabupaten pasaman Barat)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi S1 Ekonomi Isalam

SKRIPSI

Oleh : JEFRY SAPUTRA

NIM : 3217029

JURUSAN EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

2021

(2)

PERSETUJUAN PEMIMBING

Skripsi dengan judul“ANALISIS PRAKTEK TADLISH KUANTITAS JUALBELI KELAPA SAWIT MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM(Studi Kasus di: Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, kabupaten pasaman Barat)”. Disusun oleh saudara Jefry Saputra dengan NIM 3217029 telah memenuhi persyratan ilmiah dan disetujui untuk dilanjutkan kesidang munaqosah.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk digunakan sepenuhnya.

(3)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “ ANALISIS PRAKTEK TADLISH KUANTITAS

JUAL BELI KELAPA SAWIT MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (studi kasus di jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, K abupaten Pasaman Barat)”. Di susun oleh Jefry Saputra NIM 3217029. Skripsi Mahasiswa Prodi Ekonomi Isalam (IAIN) Bukittinggi.

Latar belakang mengangkat judul ini karena melihat masih ada nya kecurangan di dalam transaksi jual beli kelapa sawit dalam melakukan penakaran/penimbangan oleh pedagang (toke). Dan salah satu cara yang di lakukan oleh pedagang (toke) adalah dengan memainkan tibangan dengan cara menambah dan mengurangi timbangan terhadap hasil panen buah kelapa sawit petani tidak melakukan penimbangan dengan adil dan jujur saat menimbang kelapa sawit. Permasalahan yang penulis bahas dalam skirpsi ini adalah menganalisis praktek tadalish kuantitas jual beli kelapa sawit menurut perspektif ekonomi islam di jorong IV koto, kecamatan kinali, kabupaten pasaman barat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun informen dalam penelitian ini adalah pedagang (toke) dan petani kelapa sawit yang melakuan transaksi jual beli kelapa sawit. Sedangkan untuk teknik analisa data penulis menggunakan analisis kualitatif. Penelitian ini untuk mengetahui apa saja yang berkaitan analisis praktek tadlish kuantitas jualbeli kelapa sawit menurut perspektif ekonomi isalam.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan Penggunaan dan proses peninbangan dalam jual kelapa sawit, menggunakan penimbangan jembatan dengan cara menimbang kelapa sawit lansung dengan truknya sekaligus hasil timbangan di potong sebanyak 5-7% dan menggunakan penimbangan gantung yang melikiki kapasitas timbangan 110 Kg lalu di potong sebanyak 8 Kg ini di sebut juga potongan air dan keranjang sehingga mendapatkan berat bersih 102 kg berat bersihnya. bahwa ada terjadi prektek tadlis kuantitas dalam jual beli kelapa sawit. Penipuan terkait penekaran/penimbangan, yang mana pada kegitan penimbangan yang di lakukan pedagang yang menggunakan timbangan gantung mengurangi takaran/timbangn pada hasil panen kelapa sawit milik petani dan melebihikan timbangan kepada pedagang sehingga petani menjadi dirugikan, hal ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi islam dan tidak ada nilai ke adilan dan kejujuran dalam pelaksanan penimbangan kelapa sawit yang di lakukan pedagang sehingga ada yang dirugian.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya tanpa batas kepada penulis,shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan melalui pribadinya yang luhur danagung, serta meninggalkan dua pedoman hidup menujujalan yang diridhai oleh Allah SWT yaitu Al-quran dan Hadits. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul“Analisis Praktek Tadlish Kuantitas jual Beli Kelapa Sawit Menurut Perspektif Ekonomi Islam ( studi kasu di Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat)”

Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga atas bantuan dari berbaga ipihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Terutama dan istimewa di persembahkan kepada kedua orang tua ananda . Kepada ayahanda Ikwan Haris dan ibunda Marna Enis tercinta karena berkat doa beliau pagi dan petang membuat penulis tidak pernah patah semangat untuk melaksanakan berbagai aktifitas terutama skripsiini, semoga Allah SWT melindungi dan memberkati beliau. Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik

(5)

tanda adanya dukungan serta bantuan dari pihak lain.Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan rasa syukur kepada orang-orang yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini diantaranya:

1. Ibu Dr. RidhaAhida, M. Hum, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi besertajajaran.

2. Bapak Dr. IizIzmuddin, MA Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam besertajajaran.

3. Ibu Rini Elvira, SE, M.Si ketua Jurusan Ekonomi Islam beserta jajaran atas izin dan kesempatan, bimbingan dan arahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Derizal, S.E., M. Par. Dosen Penasehat Akademik yang selalu menasehati dan memberikan banyak motivasinya demi kelancaran proses belajar penulis.

5. Ibuk Sofia Ridha, M.Ag selaku pembimbing yang dengan sabar telah berkenan meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan , arahan, dan masukan hingga akhir penulisan ini.

6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

7. Bapak/Ibu pegawai perpustakaan yang telah melayani dan menyediakan fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Rekan rekan ekonomi islam khususnya ekonomi islam (EI) A angakatan 2017 terimakasih atas kebersamaan, kehebohan,

(6)

kekompakan, dukungan, semangat dan masukannya.

9. Kepada masyarakat Jorong IV Koto yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas semua dukungan dan kasih sayang yang begitu luar biasa.

Semoga Allah memberkan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya, dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kita semua dalam rangka menambah wawasan pengetahuan dan pemikirankita.

Atas bantuan yang telah diberikan, penulis ucap kanteri makasih.

Semoga mendapatkan ridho dan balasan dari Allah SWT dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Bukittinggi, Oktober 2021 Penulis

JefrySaputra NIM:3217.029

(7)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ... 10

A. Latar Belakang Masalah ... 10

B. Indentifikasi Masalah ... 17

C. Batasan Masalah... 17

D. Rumusan Masalah ... 17

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 18

F. Penjelasan Judul ... 19

BAB II LANDASAN TEORI... 20

A. Jual Beli Dalam Ekonomi Isalam ... 20

1. Penegrtian Jual Beli... 20

2. Dasar Hukum Jual Beli ... 24

3. Rukun Jual Beli ... 26

4. Syarat Jual Beli ... 29

5. Prinsip-prinsip jual beli ... 32

6. Jual beli yang di larang oleh islam ... 34

B. Prilaku Pedagang ... 36

1. Penegrtian Prilaku ... 36

2. Pengertian Pedagang ... 37

3. Prilaku Pedagang ... 38

C. Etika Bisnis Isalam... 43

(8)

1. Penegrtian Etika Bisnis Islam ... 43

2. Fungsi Etika Bisnis ... 45

3. Konsep Etika Bisnis ... 45

4. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam ... 47

D. Distorsi Pasar Menurut ekonomi Islam ... 48

1. Tadlish... 49

2. Distorsi Penawaran dan Distorsi Permintaan.Error! Bookmark not defined. 3. Taghrir... 57

4. Tas’ir ... 59

5. Maysir ... 60

E. Kajian Terdahulu ... 60

BAB III METODE PENELITIAN ... 62

A. Jenis Penelitian Jenis... 62

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 62

A. Sumber Data ... 62

1. Data Primer ... 62

2. Data Sekunder ... 63

B. Informan ... 63

C. Teknik Pengumpulan Data ... 64

1. Dokumentasi ... 64

(9)

2. Wawancara (interview) ... 64

D. Metode Analisa Data... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 67

A. Gambaran Umum Jorong IV koto, Kecamatan Kinali. ... 67

1. Sajarah Jorong IV Koto ... 67

2. Kondisi Geografis ... 68

3. Kondisi Topografis... 70

4. Kondisi Sosial ... 70

5. Kondisi ekonomi ... 71

B. Anaisis Penggunaan Dan Proses Penimbangan Yang Dilakukan Pada Jual Beli Kelapa Sawit. ... 72

C. Analisis Praktek Tadlish Kuantitas Pada Jual Beli Kelapa sawit ... 73

D. Analisis Penulis Terhadap Praktek Tadlish Kuantitas yang terjadi pada jual beli kelapa sawit menurut perspektif ekonomi islam. ... 80

Daftar Pustaka... 86

(10)

Daftar Tabel

Tabel 4. 1. Batas wilayah administrasi ... 69 Tabel 4. 2. Kerugian Petani Kelapa Sawit ... 78 Tabel 4. 3. Kerugian dilihat dari jumalah uang di dapat ... 79

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai khalifah di muka bumi diciptakan untuk hidup berdampingan dalam menjalankan kehidupan. Baik dari segi memenuhi kebutuhannya maupun dalam bentuk interaksi lain yang berhubungan dengan kehidupannya. Manusia sebagai khalifah di bumi diamanahkan untuk senantiasa memanfaatkan dan mengelola apa saja yang ada di bumi untuk memenuhi kelangsungan hidupnya, potensi alam yang melimpah menjadikan manusia terus berkembang dan berinovasi untuk terus mengolah dan menghasilkan berbagai macam produk untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik itu kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Pada hakikatnya manusia merupakan mahkluk sosial, ikatan manusia dengan mahkluk sosial ini dalam Islam dikenal dengan istilah muamalat.

Macam-macam wujud muamalat misalnya jual beli, gadai, utang piutang, sewa-menyewa, upah serta lain sebagainya.1 Dalam perihal jual beli, Islam juga sudah menetapkan aturan-aturan hukumnya semacam yang diajarkan oleh Nabi, baik mengenai rukun, syarat ataupun bentuk jual beli diperbolehkan maupun yang tidak diperbolehkan.

Berdasar firman Allah dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Mulk ayat 15 yang berbunyi:

ْيِف ا ْوُشْماَف الْ ْوُلَذ َض ْرَ ْلْا ُمُكَل َلَعَج ْيِذَّلا َوُه ُر ْوُشُّنلا ِهْيَلِا َو ٖۗ هِق ْز ِ ر ْنِم ا ْوُلُك َو اَهِبِكاَنَم

١٥

1 Bosori khabibs, muamalat II, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri, 2007), hlm. 1

(12)

Artinya:”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalan di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-nya dan hanya kepada-nya-lah kamu (kembali setelah) di bankitkan”

Kala ia memanfaatkan maupun menikmati sesuatu di dunia ini, secara tidak langsung ia juga telah beribadah dan memenuhi perintah Allah.

Pertumbuhan zaman yang semakin canggih dan maju, maka semakin semaraknya transaksi yang terjalin antara sesama manusia dan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari merupakan transaksi jual-beli.

Adakalanya transaksi yang dilakukan seseorang itu yang merugikan pihaklain, manusia dituntut untuk selalu berusaha dalambekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah SWT mensyariatkan jual beli sebagai suatu kemudahan untuk manusia dalam penuhi kebutuhannya yang berbeda, terkadang kebutuhan itu ada pada orang lain. Untuk penuhi kebutuhan itu seseorang tidak mungkin memberikannya tanpa terdapat imbalan. Salah satu fasilitas dalam memenuhi kebutuhan hidup ialah denganjalan melakukan jual beli.

Jual beli termasuk juga praktik penting yang kerap digunakan dalam masyarakat untuk penuhi kebutuhan masing-masing. Islam sudah mengatur secara rinci tentang ketentuan jual beli supaya bebas dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Dalam kegiatan jual-beli, pihak yang melaksanakan jual beli mesti bersikap jujur dan adil. Aspek yang berkaitan dengan penipuan dan ketidakjujuran merupakan perihal

(13)

yang bertentangan dengan aturan jual beli, sehingga penyebabnya salah seseorang pembeli maupun penjual akan mengalami kerugian.

Kepercayaan dan kejujuran salah satu modal dasar dalam transaksi jual beli. Untuk membangun kepercayaan itu seseorang pedagang harus mampu berbuat jujur dan adil, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Bukti kejujuran dan keadilan dalam jual beli yaitu adanya nilai timbangan dan ukuran yang tepat yang harus diutamakan. Dengan demikian, maka kepercayaan pembeli kepada penjual akan tercipta dengan sendirinya.2

Dalam transaksi jual beli, dianjurkan untuk menyempurnakan takaran maupun timbangan dan tidak dibenarkan mengurangi hak orang lain.

Berdasar kan firman Allah dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Isra’ ayat 35 yang berbunyi:

الًْيِوْأَت ُنَسْحَا َّو ٌرْيَخ َكِلٰذ ِٖۗمْيِقَتْسُمْلا ِساَطْسِقْلاِب ا ْوُن ِز َو ْمُتْلِك اَذِا َلْيَكْلا اوُف ْوَا َو ٣٥

Artinya:”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan menimbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibat nya.

Seseorang tidak dibenarkan menakar dengan dua takaran atau menimbang dengan dua timbangan. Membeda-bedakan antara timbangan

2 Farah Dihaba Fauziah, Karakter Kejujuran Dalam Perdagangan Dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional, (program Study Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan UM Surakarta, 2016), hlm 2

(14)

yang menguntungkan diri sendiri maupun orang yang disenanginya, dan timbangan untuk orang lain. Untuk diri sendiri dan pengikutnya dia penuhi timbanganya, sedangkan untuk orang lain timbangannya di kurangi.

Karena dengan menyerahkan atau menerima sesuatu yang takaranya atau timbanganya tidak sempurna, dikurangi atau di lebihkan dari pada semestinya, menyebabkan adanya pihak yang dirugikan disamping pihak yang memperoleh keuntungan yang bukan menjadi kaya, sikap yang demikian akan menghilangkan sumberke berkahan, karena merugikan atau menipu orang lain yang di dalamnya terjadi ekploitasi hak-hak yang tidak dibenarkan dalam Islam.3

Timbangan merupakan jenis alat pengukuran yang paling umum digunakan dalam jual beli. Kegunaanya untuk mengukur masa suatu benda dengan sama berat sehingga tidak berat sebelah. Beratnya suatu benda diukur dari besarnya nominal angka yang tertera pada timbangan. Jenis timbangan beragam, kegunaan sesuai dengan kebutuhan atau bentuk barang yang ingin ditimbang.

Melakukan takaran, ukuran, dan timbangan secara benar dan tidak menguranginya. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Allah SWT mengancam dengan kecelakaan bagi orang yang curang dalam takaran dan timbangan, sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Mutaffifin ayat 1-3:

3 Hayatul Ichasan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penimbangan dalam jual beli kelapa sawit, (Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry Darusalam Banda Aceh,), hlm 2

(15)

ََۙنْيِفِ فَطُمْلِ ل ٌلْي َو ََۖن ْوُف ْوَتْسَي ِساَّنلا ىَلَع ا ْوُلاَتْكا اَذِا َنْيِذَّلا ١

َٖۗن ْو ُرِسْخُي ْمُه ْوُن َز َّو ْوَا ْمُه ْوُلاَك اَذِا َو ٢ ٣

Artinya:1. Kecelakaan besarlah bagi orong–orang yang curang 2. (yaitu) ornag-orang yang apabila menerima takaran dari orang mereka minta di penuhi.

3. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka kurangi.

Berdasar kan ayat diatas penulis padat memahami bahwa Allah SWT melarang semua kecurangan dalam melaksanan penimbangan dan penakaran kana mendapat hukuman yang berat bagi yang melakuan kecurang di dalam kegiatan timbang menimbang dan takakar menakar.

Maka barang siapa melakukan kecurangan dalam penimbangan dan penakaran untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatannya.

Mesekipun islam telah menjelaskan cara-cara bermuamala yang baik dan bener akan tetapi dalam preakteknya masih banyak terjadi kegiatan bermuamalah yang tidak seseuai dengan ketentuan yang ada disyari’at islam seperti terjadinaya penyimpangan berupa kecurangan serta kesalahan yang di lakukan oleh pedagang yang tidak sesuai dengan dengan prinsip ekonomi islam.

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu penopang perekonomian di Kabupaten Pasaman Barat. Di Jorong IV Koto, kecamatan kinali, Kbupaten Pasaman Barat sebagian besar sumber pengasilan dan pekerjaan penduduknya sebagai petani, khususnya sebagai

(16)

petani kelapa sawit, dan kelapa sawit merupakan sumber utama pendaptan masyarakat.

Pada transaksi jual beli kelapa sawit, petani kelapa sawit menjual hasil kebunnya ke pedanggang (toke) dengan mengikuti harga yang di tentukan oleh pasar. Penimabangan tidak dilakukan di kebun milik petani secara lansung, tetapi penimbangan dilakukan ditampat penampungan milik pedagang (toke) dengan sebelumnya dilakukan penjemputan terlebih dalu oleh pedagang (toke) lalu ditimbang di tempatnya.

Dalam penimbangn yang di lakukan oleh pedagang (toke), hasil penimbangn dilakukan pemotongan berat penimbangan, hasil timabangan di tentukan oleh pemotongan timbangan dari situ lah akan mengetahui berapa berat bersih dari kelapa sawit yang harus dibayar oleh pedagang (toke). Disi ada dua jenis penimbang yang berbeda, dengan jumlah kelapa sawit tidak melebihi 500 kg biasanya di gunakan timbangn gantung dengan berat 110 kg dan akan di potong berat keranjng 8 kg. jadi barat bersih dari teimbangan gantung akan mendapat kan brat bersih 102 kg setiap penimbangan. Bagi jumlah kelapa sawit dengan jumlah yang lebih banyak 1ton atau lebih biasa ya di lakukan penimbangan menggunakan timbangan jembatan, dan akan dilakukan pemotongan sebanyak 7%.

Missal nya kelapa sawit nya 1 ton dengan di lakukan pemotongan 7% mak berat bersih akandi dapat sebanyak 930 kg ini lah jumlah yang kan di bayar kan ke pada petani oleh pedagang (toke).4

4 Pedang (toke), Wawancara Pribadi, 15 Mai 2021

(17)

Dalam prakteknya penimbangan kelapa sawit di jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten pasaman Barat. Sering merasa timbangan yang di lakukan pedangan (toke) tidak pas berdasarkan keterangan dari beberapa petani kelapa sawit yang penulis wawancarai sebagai berikut”

“petani sering merasa ketika melakukan transaksi jual beli hasil kebunnya sering merasa hasil panen nya meleset atau jauh dari perkiraan seperti di perkitakan 1 ton lebih Ternyata hanya mendapatkan 950-900 kg saja karena melihat cara penimbang pedang (toke) Yg kururang baik apa bila kurang sedikit saj maka pedang menambahkan buah yang melebih kerurangan timbangan tampa menimbang terlebih dahulu5.”

Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan penilis di lakukan di lapangan maka penulis tertalik melakukan penelitian ini dengan judul:

ANALISIS PRAKTEK TADLISH KUANTITAS JUAL BELI KELAPA SAWIT MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Kasus Di Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat)”.

5 Petani(kelapa Sawit), Wawancara Pribadi, 24 Mai 2021

(18)

B. Indentifikasi Masalah

Uraian dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan diantara sebagai berikut:

1. Penggunaan dan preses penimbangan yang dilakukan pedangang (toke) tiadak pas dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam jual beli kelapa sawit.

2. Masih banyak pedagang (toke) melakukan praktek tadlis kuantitas dengan menipu timbang dan mengurangi berat dalam jual beli kelapa sawit.

3. Bahwa banyaknya petani kelapa sawit yang dirugikan pedagang (toke) saat melakuakn transaksi jual beli kelapa sawit.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang maslah diatas, agar penelitian ini lebih terarah, penelitian ini di fokuskan hanya pada”Analisis Praktek Tadalish Kuantitas Jual Beli Kelapa Sawit di Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dirumuskan masalah pada penlitian ini adalah:

1. Bagaimana pengunaan dan proses penimbangan yang dilakukan pada jual beli kelapa sawit?

(19)

2. Bagaimana praktek Tadlish kuantitas yang terjadi pada jual beli kelapa sawit di Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat?

3. Bagaimana persfektif ekonomi islam terhadap prektek tadlish kuantitas yang terjadi pada jual beli kelapa sawit di Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana pengunaan dan proses penimbangan yang dilakukan pada jual beli kelapa sawit di Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat.

b. Untuk mengetahui bagaimana praktek Tadlish kuantitas yang terjadi pada jual beli kelapa sawit di Jorong IV Koto, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat.

c. Untuk mengetahui bagaimana persfektif ekonomi islam terhadap praktek tadlish kuantitas yang terjadi pada jual beli kelapa sawit di Jorong IV, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat.

2. Kegunaan Penelitian a. Bagi Penulis

Penelitian ini berguna untuk persyaratan dalam meraih gelar sarjanan Ekonomi (SE). pada jurusan Ekonomi Isalam, Fakultas

(20)

Ekonomi Bisnis Isalam Institut Agama Islam Negri (IAIN) Bukittinggi.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan penjelasan praktek Tadlish kuantitas jual beli kelapa sawit.

c. Bagi Akademisi

sebagai sumbangan pemikiran dan tambahan penetahuan, rujukan,serta sebagai referensi bagi mahasiswa penelitian selanjutnya

F. Penjelasan Judul

Untuk mengrahkan dan memudahkan pembaca dalam memahami maksud dalam tulisan ini, maka peneliti perlu memberikan pengertian beberapa istilah yang terdapat dalam judul peneliti ini yaitu:

Analisis penyelidikan terhadap peristiwa (karangan, perbutan, dan sebagainya) utuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, dudukperkaranya dan sebagainya).6

Tadlish kuantitas melakukan penipuan dalam takaran suatu barang dengan cara melebihkan takaran.7

Jual beli saling tukar menukar harta dengan iajab qabul yang mengakibatkan pemindahan ke pemilikan.8

6 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pusataka, 1991), hlm. 37

7 Adiwarman A Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2012, hlm 152

8Harum, Fiqih Muamalah, (Surakarta: muhamadiyah University Press, 2017), hlm. 66

(21)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Jual Beli Dalam Ekonomi Isalam

1. Penegrtian Jual Beli

Jual beli merupakan akad yang umum dikeluarkan masyarakat, karena dalam setiap pemenuhan hidupnya masyarakat tidak bisa lepas untuk meninggalkan akad ini. Dengan memperhatikan kita dapat

(22)

mengambil pengertian bahwa jual beli itu suatu proses tukar menukar kebutuhan. Untuk memahami secara lebih jelas, kita harus memberi batasan. Sehingga jelas bagi kita apa itu jual beli, baik secara bahasa maupun secara istilah.

Dalam buku Fiqh Sunnah karangan Sayyid Sabiq dijelaskan bahwa pengertian jual beli adalah pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keikhlasan antara keduanya atau dengan pengertian lain, jual beli yaitu memindahkan hak milik dengan hak milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi.9

sebagian ulama menjelaskan jual beli sebagai suatu bentuk tukar menukar harta meskipun harta tersebut masih berada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang bersifat (mubah) boleh.10

Di dalam hukum islam, jual beli termasuk ke dalam lapangan hukum perjanjian atau perikatan, atau ‘aqd dalam bahasa Arab. Jual beli adalah kegiatan tukar menukar antara barang dengan uang, antara benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan.11

Jual Beli (ba’i) secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti. Adapun ba;i menurut istilah Syaikh Al Qalyubi dalam Hasyiyah nya bahwa jual beli merupakan akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada

9Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hal.121

10Syeh Abdurrahman as-Sa’di, Fiqih Jual Beli: Panduan Praktis Bisnis Syariah, (Jakarta:

Senayan Publishing, 2008), hal. 143

11Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 68

(23)

kepemilikan terhadap satu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan untuk bertaqarraub kepada Allah. Dengan kata lain ‘’saling mengganti’’. Maka tidak termasuk di dalamnya hibah, karena dalam hibah tidak saling mengganti, tapi memberi. Ada juga yang mendefinisikan jual beli adalah pemilikan terhadap harta atau manfaat untuk selamanyadengan bayaran harta.12

Dalam kitab Fiqh Muamalah karangan Dimyaudin Djuwaini dijelaskan jual beli berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta menggunakan cara tertentu. Disini harta diartikan sebagai sesuatu yang memiliki manfaat serta ada kecenderungan manusia untuk menggunakannya. Dan cara tertentu yang dimaksud adalah sighat atau ungkapan ijab dan qabul.13

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:

a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

b. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan Syara.

c. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara’.

12 Juanda, Fiqh Muamalah: Prinsip-prinsip Praktis Bermuamalah Secara Syar’i, (Jawa Tengah: DESA PUSTAKA INDONESIA, 2019), hal.75

13Dimyaudin Djwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Pustaka Belajar, 2008), hal.69

(24)

d. Tukar menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan).

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang suka menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyar atan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukun- rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.14

Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.Jual beli dalam arti umum ialah suatu peikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.

14 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ..., hal. 67-68

(25)

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah menukar barang dengan barang atau menukar barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak kepemilikan dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.15

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat manusia dan mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur’an, sutar Al-baqoroh ayat 275 yang berbunyi:

ُم ْوُقَي اَمَك َّلِْا َن ْوُم ْوُقَي َلْ اوٰب ِ رلا َن ْوُلُكْأَي َنْيِذَّلَا َّلا

ْيِذ َي ا ُهُطَّبَخَت ٰذ ِٖۗ سَمْلا َنِم ُنٰطْيَّشل

ا ْْٓوُلاَق ْمُهَّنَاِب َكِل

َّرَح َو َعْيَبْلا ُ هاللّٰ َّلَحَا َو ۘاوٰب ِ رلا ُلْثِم ُعْيَبْلا اَمَّنِا ا َم

وٰب ِ رل ْنَمَف ٖۗا َءۤاَج هِ ب َّر ْنِ م ٌةَظِع ْوَم ٗه اَم ٗهَلَف ى ٰهَتْناَف

ُب ٰحْصَا َكِٕى ٰۤلوُاَف َداَع ْنَمَو ٖۗ ِ هاللّٰ ىَلِا ْٓٗهُرْمَاَو َٖۗفَلَس ا

َّنل ُه ۚ ِرا ٰخ اَهْيِف ْم َن ْوُدِل

٢٧٥

Artinya : "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan

15 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ..., hal 69-70

(26)

syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ayat ini juga dapat dipahami bahwa dalam melakukan jual beli haruslah mematuhi peraturanperaturan yang telah ditetapkan dalam Islam. Jual beli merupakan suatu tindakan atau transaksi yang telah disyariatkan, dalam artian telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam yang berkenaan dengan hukum taklif, hukumnya boleh. Kebolehan dalam jual beli yaitu untuk menghindari manusia kesulitan dalam bermu’amalah dengan hartanya.

Riba adalah suatu kegiatan pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari sebuah akad.Orang-orang yang bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi maupun mengambil tidak dapat berdiri yaitu dalam melakukan aktivitasnya melainkan seperti berdirinya seperti orang yang kemasuan syaitan sehingga tidak tentu

(27)

arah. Orang yang melakukan praktek riba hidupnya akan gelisah, tidak tentram, selalu bingung dan berada dalam ketidakpastian, hal ini disebabkan karena fikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. Maka dari itu Allah SWT melarang penggunaan riba pada kehidupan kita.

Abdu al-Rahman dalam karyanya menyatakan bahwa hukum jual beli bersifat kondisional, yakni bisa al-ibahah (boleh), wajib, haram dan mandub (sunah). Al-ibahah merupakan hukum dasar jual beli yakni jual beli hukumnya netral, karenanya bisa jatuh ke makruh, sunah, wajib, dan bisa juga haram tergantung latar belakangnya.

Seseorang melakukan transaksi dengan tidak bermaksud apa-apa, hanya sekedar iseng hal itu di hukumi al-ibahah. Sementara argument Abdu al-Rahman tentang wajib jual beli, jika penjual atau pembeli di dasarkan untuk kelangsungan hidupnya. Misalnya seseorang harus menjual atau membeli makanan untuk memenuhi kelangsungan hidup.

Adapun jual beli menjadi sunah jika seseorang bersumpah untuk menjual sesuatu barang, dan tidak membuat bahaya terhadap dirinya.

Jual beli itu bisa jadi makruh, jika yang diperjualbelikan barangnya makruh. Adapun jual beli menjadi haram, ketika barang yang diperjualbelikannya haram.16

3. Rukun Jual Beli

Agar jual beli dikatakan sah oleh syara’, maka jual beli harus memenuhi beberapa rukun. Dalam menentukan rukun jual beli terdapat

16 Apipudin, Konsep Jual Beli dalam Islam: Jurnal Islaminomic (Vol.5.No. 2, Agustus 2016), hlm. 83

(28)

beberapa perbedaan pendapat ulama. Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli hanya satu, yaitu sighat akad. Akad tardiri dari dua, yaitu ijab dan qabul. Ijab adalah ungkapan membeli dari pembeli, sedangkan qabul adalah ungkapan menjual dari penjual. Menurut mereka yang menjadi rukun jual beli hanyalah kerelaan (ridha/tara’dhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk di indera sehingga tidak kelihatan. Maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual, menurut mereka, boleh tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.

Akan tetapi, Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual itu ada empat, yaitu:

a. Ada orang yang berakad atau al-Muta’aqidain (penjual dan pembeli).

b. Ada sighat akad (lafal ijab dan qabul).

c. Ada barang yang diperjual belikan.

d. Ada nilai tukar pengganti barang.17

Akad secara bahasa artinya ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan, maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulakan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya

17 Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), Cetakan ke-1, hal. 114-115

(29)

bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.18 Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul sesuai dengan ketentuan syara’ yang menimbulkan pengaruh terhadap objek akad. Menurut ulama Hanafiyah keempat rukun diatas termasuk kedalam syarat jual beli bukan rukun jual beli.19

Menurut Kompilsi Hukum Ekonomi Syari’ah ada tiga rukun jual beli, yaitu:

a. Pihak –pihak

Pihak-pihak yang terkait dalam pderjanjian jual beli terdiri atas penjual, pembeli dan pihak lain yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

b. Objek

Objek jual beli terdiri atas benda yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun tidak brgerak dan yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar.

c. Kesempata

Kesepakatan dapat dilakukan denagn tulisan, lisan dan isyarat dan memiliki makna hukum yang sama. Kesepakatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masing- masing pihak, baik kebutuhan hidup maupun pengembangan usaha.20

18Gemala Dewi, Dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), cetakan ke-3, hal. 45.

19 Nasrun Haroen, ..., hal. 115

20 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masayarakat Madani, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), cetakan ke-1, hal. 30-31

(30)

4. Syarat Jual Beli

Suatu jual beli tidak sah apabila tidak terpenuhi dalam suatu akad. Secara umun ada tujuh syarat jual beli, yaitu:

a. Saling rela antara kedua belah pihak yang yang melakukan jula beli. Kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi syarat mutlak keabsahannya, berdasarkan firman Allah Swt.

dalam Q.S. an-Nisa’: 29.

b. Para pihak yang melakukan akad adalah orang yang dibolehkan untuk melakukan akad, yaitu orang yang telah balig, berakal, dan menegrti.

c. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua belah pihak.

d. Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan oleh agama e. Objek transaksi adalah barang dapat diserahterimakan.

f. Objek jual beli diketahui oleh kedua belahg pihak saat akad.

g. Harga harus jelas saat transaksi.21

Selain rukun, jual beli juga harus memenuhi beberapa syarat agar jual beli tersebut sah menurut Syara’. Diantara syarat jual beli yaitu:

1. Syarat-syarat orang berakad

Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan jual beli sesuai dengan rukun jual beli harus memenuhi syarat:

21 Mardani, Ayat-ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), cetakan ke-1, hal. 101

(31)

a) Berakal

Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.

Adapun anak kecil yang sudah mumayiz, menurut ualam Hanafiah, apabila akad yang dilakukanya membawa keberuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan sedekah, maka akadnya sah. Sebalik nya apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjam hartanya kepada orang lain, mewakafkan atau mengibahkanya, maka tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan. Apabila transaksi yang dilaksanakan anak yang talah mumayiz mengandung manfaat dan mudarat sekaligus, seperti jual beli, sewa menyewa dan peserikatan dagang, maka transaksi ini hukumnya sah jika walinya mengizinkan. Dalam kaitan ini wali anak yang telah mumayiz ini benar-benar mempertimbangkan kemaslahatan anak kecil itu.

Jumhur ulama berpendirian bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus telah baligh dan berakal. Apabila orang yang berakad itu masih mumayiz, maka jual belinya tidak sah, sekalipun mendapat izin dari walinya.

b) Yang melakukan akad itu oeng yang berbeda

(32)

Artinya seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sakaligus pembeli. Missal Ahmad menjual sekaligus membeli barang sendiri, maka jual belinya tidak sah.

a. Syarat barang yang di perjual belikan.

a) Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk di belikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.

b) Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam artian menyia-nyaikan (memboroskan) harta yang terlarang dalam kitab suci.

c) Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang sedang dijaminkan, sebab semua itu mengandung tipu daya (kecohan).

d) Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli; zat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara keduanya tidak akan terjadi kecoh-mengecoh.

b. Syarat-syarat ijab Kabul.

1) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan dia saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaaliknya.

2) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul.

(33)

3) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam bendabenda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam, sebagian besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan ‘abid yang beragam Islam, sedangkan Allah Swt. melarang orangorang mukmin memberi jalan kepada kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin, Allah Swt.

5. Prinsip-prinsip jual beli

Ada beberapa prinsip dasar yang dianjurkan Islam dalam mendukung aktivitas perdagangan:

a. Kejuju (honesty)

Kejujuran adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang pedagang dalam melakukan aktivitas perdagangan.

Tidak boleh berbohong, tidak boleh menipu, tidak boleh berkhianat, tidak ingkar janji dan hal-hal sejenis denganya.

b. Kepercayaan (trust)

Kepercayaan antara pelaku perdagangan, yakni penjual dan pembeli sangatlah penting, sebab tanpa adanya kepercayaan dari kedua belah pihak, maka akan sangat sulit terjadi kesepakatan perdagangan pada mereka.

c. Prinsip saling ridha (rela) antara pihak yang terkait (penjual dan pembeli)

(34)

Perdagangan yang dianjurkan dalam Islam adalah perdagangan yang membawa, menguntungkan dan membawa berkah bagi kedua belah pihak. Keduanya harus saling rela tanpa adanya paksaan, tidak ada satu pihak yang merasa terzalimi.22

d. Tidak mendurhakai allah

Manusia di wajibkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi dalam bekerja, manusia tidak boleh melalaikan kewajiban-kewajiban beribadah kepada Allah.

e. Prinsip keadilan.

Banyak penjelasan-penjelasan dalam Al-Qur’an yang menekankan pentingnya menegakkan prinsip keadilan, terutama dalam hal ekonomi. Dengan menegakkan prinsip keadilan ini, maka akan berpengaruh pada lingkungannya.

f. Prinsip suka sama suka (‘an taradhin)

Prinsip ini menunjukkan bahwa segala bentuk aktifitas perdagangan dan jual beli tidak boleh dilakukan dengan paksaan, penipuan, kecurangan, intimidasi, dan praktik-praktik lain yang dapat menghilangkan kebebasan, kebenaran dan kejujuran dalam transaksi ekonomi.

g. Takaran dan timbangan yang benar

Dalam perdagangan nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan standar benar-benar harus diutaman.

22 Abdul Ghofur, Pengantar Ekonomi Syariah: Konsep Dasar, Paradigma, Pengembangan, (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm. 110

(35)

h. Iktikad baik

Islam tidak hanya menekankan agar memberikan timbangan dan ukuran yang penuh, tapi juga dalam menunjukkan iktikad baik dalam transaksi bisnis karena hal ini dianggap sebagai hakikat bisnis. Mengenai masalah ini terdapat perintah dalam al-Qur’an untuk memberinkan hubungan baik dalam usaha, semua perjanjian harus dinyatakan secara tertulis karena yang demikian itu dapat menguatkan persaksian serta mencegah timbulnya keragu-raguan23.

6. Jual beli yang di larang oleh islam

a. Jual beli Muzabahah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi kering.

b. Jual beli Munabadzah: Jual beli tanpa kesepakatan antara penjual dan atau pembeli.

c. Jual beli Muhaqallah, Baqalah berarti tanah, sawah dan kebun, maksud muhaqallah disini ialah menjual tanaman-tanaman yang masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.24

23 Enang Hidayat, fiqih jual beli (bandung: PT Rmaja Rosdakarya,2005),hal.76-180

24 Abdul Ghofur, Pengantar Ekonomi Syariah: Konsep Dasar, Paradigma, Pengembangan, (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm.111

(36)

d. Habal al-Habalabah: Jual beli janin didalam perut. Seseorang membeli seekor unta betina dengan janji ia akan membayar harganya jika ternyata unta itu melahirkan seekor unta betina.

e. Mulamasah: Jual beli dengan sentuhan. Seseorang membeli baju hanya dengan menyentuhnya tanpa membuka, melihat ataupun memeriksanya.

f. Mu’awamah: Jual beli buah ketika masih di pohon selama setahun, dua tahun atau lebih baik buah itu ada maupun tidak.

g. Tsunayyah: Jual beli dengan pengecualian, kecuali jika yang dikecualikan diketahui yakni jelas ukuran, jenis dan segala sesuatunya.

h. Talqi Jalab: Pembelian barang dagangan sebelum barang dagangan itu sampai ketempat tujuan. Ini merupakan parktik yang umum dilakukan di Madinah, yakni ketika petani membawa gandum ke kota, maka sebelum sampai kota mereka akan ditemui oleh para pedagang yang kemudian membeli barang tersebut, untuk mereka juga di kota nanti dengan harga tinggi.

i. Jual beli gharar (ketidakjelasan): Segala jenis jual beli dengan menipu pihak lain.

j. Jual beli barang-barang haram dan najis, seorang muslim tidak boleh menjual barang haram, barang najis dan barang yang menjurus kepada haram.

k. Jual beli Al-Hadir-Libad: Beberapa orang bekerja sebagai agen (pedagang perantara) bagi penjual gandum dan semua gandum

(37)

dijual melalui mereka. Mereka mendapat laba dari pembeli maupun penjual dan seringkali memangkas laba penggarap dan pembeli.

l. Sharf: Penukaran emas dan perak dengan emas dan perak.

Penukaran ini terlarang, kecuali tunai dan langsung jika tidak, maka itu adalah riba.

m. Jual beli barang tanpa pengiriman dan harga tunai, yakni menjual dengan janji mengirim asal pembeli mau menerima harga yang penjual kehendaki.

B. Prilaku Pedagang

1. Penegrtian Prilaku

Menurut Purwanto yang di kutip oleh Zakiyah dan Bintang Wirawan, perilaku adalah segala tindakan atau perbuatan manusia yang kelihatan atau tidak kelihatan yang didasari dan tidak didasari termasuk didalamnya cara berbicara, cara melakukan sesuatu dan bereaksi terhadap segala sesuatu yang datangnya dari luar maupun dari dalam dirinya.25

Dalam kehidupan perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh- tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.Yang dimaksud dengan

25 Zakiyah dan Bintang Wirawan, Pemahaman Nilai-Nilai Syariah Terhadap Perilaku Berdagang ... hal 331

(38)

perilaku manusia manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berbicara, tertawa, bekerja, dan sebagainya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan dengan perilaku adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati dari pihak luar.26

2. Pengertian Pedagang

Pedagang adalah orang yang melakukan perdagangan, memperjualbelikan barang yang tidak di produksi sendiri u ntuk memperoleh keuntungan. Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan sebagai pekerjaan sehari-hari. Perbuatan perdagangan pada umumnya adalah kegiatan pembelian barang untuk dijual lagi. Pedagang di bagi menjadi tiga yaitu :

a. Pedagang Besar/ Distributor/Agen Tunggal

Pedagang Besar/Distributor adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberi hak dan wewenang wilayah/daerah tertentu.

b. Pedagang Menengah/Agen/Grosir

Pedagang Menengah adalah yang membeli atau mendapatkan barang dagangannya dari distributor/agen runggal, yang

26 M. Moefad, Perilaku Individu dalam Masyarakat Kajian Komunikasi Social, (Jombang: EL-DEHA Press Fakultas Dakwah IKAHA, 2007), hal 17

(39)

biasanya akan diberi daerah kekuasaan penjualan/perdagangan tertentu yang lebih kecil dari daerah kekuasaan distributor.

c. Pedagang Eceran/Pengecer

Pedagang Eceran adalah pedagang yang menjual barang, yang dijualnya langsung ketangan konsumen akhir atau konsumen dengan satuan eceran.

3. Prilaku Pedagang

Manusia merupakan makhluk yang begitu terikat pada moral-moral yang berlaku didalam masyarakat, termasuk moral ekonomi. Semua perilaku individu, termasuk perilaku ekonomi, harus menunjuk kepada norma-norma moral yang terdapat pada masyarakat.27

Perilaku di pengaruhi oleh sikap. Sikap sendiri dibentuk oleh sistem nilai dan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Maka kegiatan apapun yang dilakukan manusia hampir selalu dilatarbelakangi oleh pengetahuan pikiran dan kepercayaan. Perilaku ekonomi yang bersifat subyektif tidak hanya dapat dilihat pada perilaku pedagang sama halnya dengan perilaku konsumen, prilaku pedagang tidak semeta-meta di pengaruhi oleh pengetahuan yang bersifat rasional tetapi juga oleh sistem nilai yang diyakini. Pedagang juga harus mendasarinya perilaku ekonominya dengan seperangkat etika yang diyakini. Karena itu perilaku ekonomi dalam berdagang tidak semata-mata memeprtimbangkan faktor benar dan tidak benar menurut ilimu ekonomi dan hukum atau berdasarkan

27 C.S.T. Kensil dan Christine S.T. Kensil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 15

(40)

pengalaman tetapi juga mempertimbangkan faktor baik dan tidak baik menurut etika.28

Prinsip ekonomi Islam bertujuan untuk mengembangkan kebajikan semua pihak sebagaimana yang dinyatakan oleh konsep falah yang terdapat dalam Al-Quran. Prinsip ini menghubungkan prinsip ekonomi dengan nilai moral secara langsung. Untuk mencapai falah, aktivitas ekonomi harus mengandung dasar-dasar moral.

Dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan ekonomi, nilai etika sepatutnya dijadikan sebagai norma, dan selanjutnya yang berkaitan dengan ekonomi haruslah dianggap sebagai hubungan moral dan etika ekonomi Islam secar tegas telah memisahkan antara nilai-nilai dan perilaku dalam perdagangan. Diantara norma-norma atau nilai-nilai syariah di dalam berdagang adalah sebagai berikut :

a. Menegakkan Larangan Memperdagangkan Barang-Barang Yang diharamkan.

Perilaku yang muncul dari memahami nilai ini adalah larangan mengedarkan barang-barang haram, baik dengan cara membeli, menjual, memindahkan, atau cara apa saja untuk mempermudah peredarannya.

b. Bersikap Benar, Amanah, dan Jujur.

Perilaku yang dimaksud dengan benar adalah ruh keimanan, ciri utama orang mukmin, bahkan ciri para nabi.

Tanpa kebenaran, agama tidak akan tegak dan tidak akan

28 Damsar, Sosiologi Ekonomi ... hal 42

(41)

stabil. Sebaliknya, bohong dan dusta adalah bagian dari pada sikap munafik. Bencana terbesar di dalam pasar saat ini adalah meluasnya tindakan dusta dan bathil, misalnya, berbohong dalam melakukan menetapkan harga dan takaran timbangan.

Amanah adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi hakna dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga dari suatu barang dan penakaran timbangan terhadap suatu barang. Jujur, selain benar dan memegang amanah, seseorang pedagang harus berlaku jujur, dilandasi keinginan agar orang lain mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan sebagaimana ia menginginkannya dengan cara menjelaskan cacat barang dagangan yang ia ketahui yang tidak terlihat oleh pembeli.29 c. Menegakkan Keadilan dan Mengharamkan Bunga.

Perilaku dari nilai ini diantaranya adalah tidak melakukan bai’y gharar (jual beli yang mengandung ketidakjelasan), tidak bertransaksi dengan riba, menyempurnakan timbangan dan takaran, tidak melakukan penimbunan barang dengan tujuan mempermainkan harga, bersegera dalam membayar hutang kalau sudah tiba waktunya, melakukan pencatatan terhadap semua transaksi usaha, dan membayar gaji karyawan tepat waktu.

29 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam ... hal 160

(42)

d. Menerapkan Kasih Sayang dan Mengharamkan Monopoli.

Kasih sayang dijadikan Allah lambang dari risalah Rasulullah. Islam ingin menegakkan dibawah naungan norma pasar. Kemanusiaan yang besar menghormati yang kecil, yang kuat membantu yang lemah, yang bodoh belajar dari yang pintar, dan manusia menantang kedzaliman. Oleh sebab itu, Islam mengharamkan monopoli, satu unsur yang berlaku dalam paham kapitalis disamping riba. Yang dimaksud dengan monopoli ialah menahan barang dari perputaran di pasar sehingga harga naik. Diantara perilaku yang berhubungan dengan nilai ini adalah tidak menggusur pedagang lain, tidak monopoli, dan tidak menjelekkan bisnis orang lain.30

e. Menegakkan Toleransi dan Persaudaraan

Salah satu moral yang terpuji ialah toleran dan menjauhkan faktor eksploitasi. Tindakan eksploitasi banayk mewarnai dunia perdagangan yang berada dibawah naungan Kapitalis. Salah satu etika yang harus dijaga adalah menjaga hak-hak orang lain demi terpeliharanya persaudaraan. Jika individu dalam sistem kapitalis tidak mengindahkan hal-hal yang berkaitan dengan etika seperti tidak mengindahkan perasaan orang lain, tidak mengenal akhlak dalam bidang ekonomi, dan hanya mengejar keuntungan, maka sebaliknya, Islam sangat memperhatikannya. Islam menganjurkan kepada

30 Yusuf Qardhawi , Norma dan Etika Ekonomi Islam ... hal 166

(43)

pedagang agar mereka bersedekah semampunya untuk membersihkan pergaulan mereka dan tipu daya, sumpah palsu dan kebohongan.

f. Berpegang Pada Prinsip Bahwa Perdagangan Adalah Bekal Menuju Akhirat.

Bekal pedagang menuju akhirat, salah satu moral yang juga tidak boleh dilupakan, meskipun seorang muslim telah meraih keuntungan jutaan rupiah lewat perdagangan dan transaksi, ia tidak lupa kepada allah SWT. Ia tidak lupa menegakkan syariat agama, terutana shalat yang merupakan hubungan abadi antara manusia dengan Allah SWT.

Berperilaku yang berhubungan dengan nilai ini diantaranya adalah tidak bertransaksi pada waktu shalat jum’at, tidak meninggalkan shalat, tidak melalaikan diri dari ibadah, niat yang lurus, selalu ingat kepada Allah SWT dalam berdagang, mengukur waktu berdagang dan puas dengan keuntungan yang diperoleh, menghindari syubhat, dan membayarkan zakat.

Prinsip-prinsip etika bisnis Islami yang harus dimiliki pedagang sebagai berikut :

1) Prinsip Kejujuran

Terdapat dua lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnia tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-

(44)

syarat perjanjian dan kontrak, Kedua, kejujuran dalam penawaran barang adengan mutu harga yang sebanding.

Ketiga, jujur dalam hubungan kerja.31 2) Prinsip keadialan.

Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai denga aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional objektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.

3) Prinsip otonom.

Adalah sikap dan kemampuan manusia untu mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

4) Prinsip Saling Menguntungkan.

Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.

C. Etika Bisnis Isalam

1. Penegrtian Etika Bisnis Islam

Etika berasal dari bahasa latin ethos yang berarti kebiasaan, sinonimnya adalah moral yang juga berasal dari bahasa latin mores yang berarti kebiasaan. Dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti. Baik etika maupun

31 Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis Islam, ( jakarta : PT Raja Grafindo, 2011), hal 19

(45)

moral bisa diartikan sebagai kebiasaan atau adat istiadat (custom atau mores), yang menunjukkan kepada prilaku manusia itu sendiri, tindakan atau sikap yang dianggap benar atau tidak.32

Islam menempatkan nilai etika di tempat yang paling tinggi.

Pada dasarnya, Islam diturunkan sebagai kode perilaku moral dan etika bagi kehidupan manusia. Terminologi paling dekat dengan pengertian etika dalam Islam adalah akhlak. Dalam Islam etika sebagai cerminan kepercayaan Islam (iman). Jadi, Islam menjadi sumber nilai dan etika dalam aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk dalam dunia bisnis.33

Adapun bisnis merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan dalam produksi, menyalurkan barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia baik dengan cara berdagang maupun bentuk lain dan tidak hanya mengejar laba. Bisnis dalam Islam merupakan unsur terpenting dalam perdagangan sejarah setelah mencatat bahwa penyebaran agama Islam diantaranya melalui perdagangan (bisnis).

Dalam buku etika bisnis karangan Prof. Dr. H. Muhammad Djakfar menyebutkan bahwa etika bisnis Islam adalah norma-norma etika yang berbasiskan Al-Quran dan Hadis yang harus dijadikan acuan oleh siapapun dalam aktivitas bisnisnya.34

32 Idri, Hadis Ekonomi : Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015), hlm. 323

33 Sri Nawatmi, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jurnal: Fokus Ekonomi, Vol. 9, No.1, April 2010), hlm. 54

34 Erly Juliyani, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jurnal: Ummul Qura, Vol.

7, No. 1, Maret 2016), hlm. 65

(46)

Etika bisnis Islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.

2. Fungsi Etika Bisnis

a. Etika bisnis berupaya mencari cara untuk menyelaraskan dan menyerasikan berbagai kepentingan dalam dunia bisnis.

b. Senantiasa melakukan perubahan kesadaran bagi masyarakat tentang bisnis, terutama bisnis Islami. Caranya biasanya dengan memberikan sautu pemahaman serta cara pandang baru tentang bisnis dengan menggunakan landasan nilai-nilai moralitas dan spirualitas, yang kemudian terangkum dalam suatu bentuk bernama etika bisnis.

c. Memberikan solusi terhadap berbagai persoalan bisni modern yang kian jauh dari nilai-nilai etika. Dalam arti bahwa bisnis yang beretika harus benar-benar merujuk pada sumber utamanya yaitu Al-Quran dan Sunnah.35

3. Konsep Etika Bisnis

Terintegrasinya etika Islam dalam bisnis telah menciptakan suatu paradigma bisnis dalam sistem etika bisnis Islam. Paradigma bisnis adalah gugusan pikiran atau cara pandang tertentu yang dijadika sebagai aktivitas maupun entitas.

a. Kesatuan (Tauhid/Utility)

35 Erly Juliyani, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jurnal: Ummul Qura, Vol.

7, No. 1, Maret 2016), hlm. 66

(47)

Konsep ini dimaksudkan bahwa sumber utama etika Islam adalah kepercayaan total dan murni terhadap kesatuan (keesaan) tuhan.

b. Keseimbangan (keadilan/Equilibrium)

Prinsip keseimbangan bermakna terciptanya suatu situasi dimana tidak ada satu pihakpun yang merasa dirugikan atau kondisi saling ridho (an taradhin’). Perilaku keseimbangan dan keadilan dalam bisnis secara tegas dijelaskan dalam konteks perbendaharaan bisnis agar pengusaha muslim menyempurnakan takaran bila menakar dan menimbang dengan neraca yang benar, karena hal itu merupakan perilaku yang terbaik dan membawa akibat yang baik pula.36

c. Pertanggung Jawaban (Responsibility)

Islam sangat menekankan pada konsep tanggung jawab, walaupun tidaklah berarti mengabaikan kebebasan individu. Ini berarti bahwa yang dikehendaki ajaran Islam adalah kehendak yang bertanggung jawab.

d. Kehendak bebas

Berdasarkan prinsip ini, para pelaku bisnis mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian, termasuk menepati atau mengingkari janji. Seorang muslim yang percaya pada kehendak Allah, akan memuliakan semua janji yang dibuatnya.

e. Kebenaran (Kebajikan dan Kejujuran)

36 Erly Juliyani, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jurnal: Ummul Qura, Vol.

7, No. 1, Maret 2016), hlm. 67

(48)

Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku benar, yang meliputi proses akad (transaksi), proses mencari atau memperoleh komoditas, proses pengembangan maupun dalam proses upaya meraih dan menetapkan keuntungan. Kebajikan dalam bisnis adalah sikap kesukarelaan dan keramahtamahan. Kejujuran adalah sikap jujur dalam semua proses bisnis yang dilakukan tanpa adanya penipuan sedikitpun.

4. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam

Dalam Islam, manusia sebagai individu dalam kelompok mempunyai kebebasan dalam melakukan kegiatan bisnis. Dalam menjalankannyapun harus sesaui dengan kaidah-kaidah Islam, manusia mempunyai tanggung jawab moral kepada tuhan dan pelaku bisnis lainnya. Dalam melakukan kegiatan bisnis hendaklah mengacu pada ajaran dalam Al-Quran dan Hadis agar terhindar dari kegiatan bisnis yang tidak sehat.37

1. Prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam Islam kejujuran merupakan sayarat fundamental dalam kegiatan bisnis.

2. Menepati janji. Allah SWT menganjurkan kita selalu menepati janji dalam jual beli dan aktifitas lainnya.

37 Annisa Mardatillah, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jurnal: JIS, Vol. 6, No. 1, April 2013), hlm. 94

(49)

3. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan timbangan yang benar harus benar-benar diutamakan.

4. Menggunakan persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan perniagaan (bisnis) harus tercipta ijab qabul diantara penjual dan pembeli.

5. Bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Pelaku yang memakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan.

6. Penetuan harga oleh pengusaha berdasarkan mekanisme pasar yang normal.

Dalam konsep etika bisnis Islam seorang pedagang/pengusaha tidak boleh menetapkan harga sesuka hatinya baik bagi petani yang memiliki hutang maupun tidak karna akan membuat salah satu pihak merasa dirugikan, dan hal ini tentunya akan bertentangan dengan etika bisnis dalam Islam. Disini manusia mempunyai tanggung jawab moral kepada tuhan dan pelaku bisnis lainnya. Kegiatan bisnis seorang pedagang/pengusaha harus dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam kaidah-kaidah Islam dan mengamalkan aturan tersebut agar tercapainya kemaslahatan bagi seluruh umat dan terhindar dari kegiatan bisnis yang tidak sehat.

D. Distorsi Pasar Menurut ekonomi Islam

Dalam perekonomian keseimbangan atau Equilibrium menggambarkan suatu situasi dimana kekuatan yang ada dalam pasar, permintaan dan penawaran berada dalam keadaan seimbang sehingga setiap variabel yang

(50)

terbentuk di pasar, harga dan kuantitas yang diminta akan sama dengan yang ditawarkan sehingga terjadilah transaksi. Namun situasi yang ideal tersebut tidak selalu tercapai karena sering kali terjadi gangguan atau interpensi pada mekanisme pasar yang ideal. Gangguan ini disebut sebagai distorsi pasar. Distorsi pasar merupakan bentuk penyimpangan yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan, ketidakadilan dan ketidaksempurnaan pasar. Distorsi pasar merupakan hal yang dilarang dalam islam dan yang harus dihindari dalam aktivitas perdagangan di pasar.

Dalam ekonomi Islam bentuk distorsi pasar terbagi dari sebagai berikut :

1. Tadlish

Tadlis merupakan transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh satu pihak (Penipuan). Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (pedagang dan pembeli) mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang dicurigai atau ditipu. Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama tentang barang yang akan diperjualbelikan.

Apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi seperti yang dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadinya kecurangan/penipuan.38

38Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2012) hal 226

Referensi

Dokumen terkait

Matakuliah ini terdiri dari 2 sks yang memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang sosiologi pendidikan diantaranya konsep dasar, pendekatan dan teori-teori

Ketika penurunan nilai wajar atas aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual telah diakui secara langsung dalam pendapatan komprehensif lainnya

Koefisien keragaman harga antar wilayah untuk kedelai lokal pada bulan September 2017 sebesar 18,5%, yang berarti disparitas harga kedelai lokal antar wilayah masih relatif

Tema superordinat yang ditemukan mencakup (1) Persepsi keluarga terhadap kanker sebagai penyakit yang mengancam kehidupan, (2) Pengalaman keluarga merawat penderita kanker,

Dalam perhitungan tersebut tidak nampak jual beli riil, melainkan terlihat pinjam meminjam uang atau jual beli uang dengan tambahan (riba). Praktek pembiayaan murobahah

Perilaku ekonomi syariah adalah perbuatan atau tindakan dalam melakukan aktivitas ekonomi dalam transaksi jual-beli. Menurut islam, anugerah allah adalah milik semua

Beberapa masalah yang sering terjadi dalam proses produksi pressure tank PH 100 diantaranya yaitu kebocoran pada produk, produk burry (hasil pemotongan yang tidak rapi),

Hal yang menyebkan seorang karyawan melakukan resain pada kantor PDAM Bondowoso yakni karyawan tidak nyaman terhadap lingkungan kerjanya yang tidak kondusif, karyawan