PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam Pasal
3 merupakan penjabaran dari UUD 1945 tentang pendidikan yang menyebutkan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dalam kaitannya dengan pembentukan warga negara Indonesia yang demokratis dan
bertanggung jawab, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki peranan
yang penting dan juga strategis, yaitu dalam membentuk sikap peserta didik dalam
berperilaku sehari-hari, sehingga diharapkan setiap individu mampu menjadi pribadi yang
lebih baik. Melalui mata pelajaran PKn ini, peserta didik sebagai warga negara dapat
mengkaji PKn dalam forum yang dinamis dan interaktif. Jika memperhatikan dari tujuan
pendidikan nasional di atas, maka pembangunan dalam dunia pendidikan perlu diusahakan
peningkatannya.
PKn menuntut peserta didik untuk menunjukkan sikap yang baik, kreatif, dan
bertanggungjawab. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran
PKn belum tercapai sebagaimana yang diharapkan. Seringkali guru menemukan peserta
didik tidak berani bertanya atau mengemukakan pendapat. Dalam bekerja kelompok banyak
dari anggota kelompokyang hanya mencantumkan nama saja tanpa ikut berpartisipasi dalam
kelompoknya. Tanggungjawab peserta didik yang rendah, baik terhadap diri sendiri
Proses pembelajaraan, metode, strategi atau kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru sepatutnya adalah sesuatu yang benar-benar tepat dan bermakna, untuk
memperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan tahap perkembangan anak, maka strategi
yang guru gunakan dalam menyampaikan sesuatu, baik yang berupa penanaman sikap,
mental, perilaku, kepribadian maupun kecerdasan harus tepat sasaran. Yang sangat
dikhawatirkan dan harus dihindari adalah jangan sampai masa-masa keemasan anak tersebut
malah terbalik, justru menjadi masa-masa penumpulan otak anak hanya karena strategi,
teknik, metode atau model pembelajaran yang guru sampaikan tidak tepat dan tidak sesuai
dengan masa perkembangan anak.
Semangat ataumotivasi anak untuk dapat mengatasi tantangan yang dihadapi adalah
modal dasar yang sangat penting dalam mempelajari sesuatu materi pelajaran yang diterima.
Untuk itu guru harus mampu menumbuhkan semangat atau motivasi anak-anak dengan
menciptakan sesuatu yang baru dalam kegiatan pembelajaran. Semangat yang tinggi dapat
meningkatkan hasil belajar yang tinggi pula, demikian pula semangat yang rendah akan
menyebabkan hasil belajar yang rendah pula.
Hasil belajar peserta didik yang meningkat dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa
faktor penyebab yang datang dari luar adalah (1) metode pembelajaran: pemilihan metode
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi peserta didik saat menerima pelajaran
akan memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik (2)
sumber buku materi bagaimana sumber buku materi digunakan pada kegiatan pembelajaran,
sudah tepatkah pemakaian dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat membantu
memudahkan peserta didik dalam memahami materi (3) media pembelajaran: Dengan media
tentunya akan memberikan penguatan imajinasi peserta didik dalam memahami konsep
konsep materi yang diterima. (4) desain pembelajaran.
Salah satu masalah yang sering dijumpai dalam dunia pendidikan kita adalah tentang
hasil belajar peserta didik. Masalah ini sepertinya menjadi momok yang cukup menakutkan
bagi pelaku-pelaku pendidikan kita. Baik itu pemerintah, satuan pendidikan, termasuk guru
dan peserta didik juga terkait dalam hal tersebut, namun yang paling berhubungan dengan
masalah itu adalah guru dan peserta didiknya.
Kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan pada peserta didik kelas IV SD 5 Bae
mengenai materi pelajaran PKn ternyata belum memperoleh hasil yang cukup memuaskan.
Pada saat dilakukan penelitian, ternyata motivasi belajar peserta didik rendah hanya
mencapai 53,99% sedangkan untuk persentase ketuntasan belajar hanya mencapai 26,09%.
Berpijak dari pendapat di atas, untuk menciptakan interaksi pribadi antar peserta
didik dan interaksi antar guru denganpeserta didik, maka suasana kelas perlu direncanakan
sedemikian rupa sehingga peserta didik mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu
sama lainnya. Guru perlu menciptakan suasana belajar yang memungkinkan peserta didik
dapat bekerjasama secara gotong royong. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
meningkatkan aktivitas kerja sama antar peserta didik serta hasil belajar peserta didik adalah
metode cooperative learning. Dengan menggunakan metode cooperative learning dapat
menyediakan lingkungan belajar yang kondusif untuk terjadinya interaksi belajar mengajar
yang lebih efektif, sehingga peserta didik dapat membangun sendiri pengetahuannya.
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu
secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok
kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran, selain itu juga dapat
digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran (Isjoni, 2010:15).
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada
anak didik untuk bekerjasama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas yang
terstruktur (Lie, 2010:12).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan
pada pengelompokanpeserta didik dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke
dalam kelompok kecil, dimana menurut Sartono (2003:32), “peserta didik diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam
kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat
teman, berdiskusi dengan teratur, peserta didik yang pandai membantu yang lebih lemah,
dan sebagainya”. Dalam pembelajaran Cooperative Learning ada berbagai jenis seperti
Jigsaw, STAD dan sebagainya. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang
baru menggunakan pendekatan kooperatif. Selain itu, STAD juga merupakan pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara peserta didik
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2010: 51).
Melihat latar belakang diatas maka akandilakukan penelitian yang dilaksanakan di
SD 5 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus, pemilihan model STAD sangat sesuai dengan
kondisi dan situasi peserta didik. Karena peneliti memiliki asumsi bahwa tidak ada model
pembelajaran yang terbaik namun yang ada adalah model pembelajaran yang sesuai dengan
penelitian tentang “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar melalui Implementasi Model STAD pada Mata Pelajaran PKn Kelas IV SD 5 Bae Kabupaten Kudus Tahun Ajaran