• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Keterampilan Sistem Kardio vaskular

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Modul Keterampilan Sistem Kardio vaskular"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR KETERAMPILAN KARDIOVASKULER II

OLEH : AYU ASHARI

130206117

Dosen Pembimbing :

Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya ucapkan ke hadirat Allah SWT yang selalu memberikan kesempatan dan kesehatan kepada saya sehingga pada akhirnya Modul dengan Judul Prosedur Keterampilan Kardiovaskuler II ini dapat tersusun.

Harapan saya sebagai penulis adalah modul ini dapat membatu saya maupun rekan sejawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan khususnya penguasaan dalam bidang Sistem Kardiovaskuler.

Ucapan terimakasih saya tujukan kepada:

1. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan kepada saya baik berupa moril maupun materil sehingga modul ini dapat tersusun.

2. Bapak Ns. Janno Sinaga S.Kep, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Kardiovaskuler sehingga modul ini dapat terselesaikan.

3. Teman-teman sejawat yang ikut membantu saya dalam menyelesaikan modul ini dengan baik.

Tak lupa pula saran, masukan, dan kritik sangat saya harapkan sebagai bagian dari penyempurnaan modul ini

Medan, Desember 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM KARDIOVASKULER 1 ... a. Prosedur Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler ... 1

b. Pemeriksaan Fisik... 2

1. Palpasi ... 3

2. Ispeksi... 5

3. Perkusi ... 6

4. Auskultasi ... 7

c. Pemeriksaan Diagnostik Laboratorium ... 9

1. Laboratorium ... 9

2. Radiologi ... 11

3. EKG ... 12

BAB II PEMERIKSAAN PITTING EDEMA... 14

a. Definisi ... 14

b. Tujuan ... 14

c. Langkah-langkah ... 15

d. Pada pasien apa dilakukan pitting edema ... 15

e. Untuk apa dilakukan pitting edema ... 15

BAB III CAPILLERY REFILL TIME... 17

a. Definisi ... 17

b. Cara Pelaksanaan ... 18

c. Pada Pasien apa dilakukan... 19

d. Untuk Apa dilakukan ... 20

BAB IV PEMERIKSAAN ALLEN TEST... 21

Pemeriksaan Allen Test ... 21

a. Tujuan ... 21

b. Indikasi ... 21

c. Persiapan Alat ... 23

d. Prosedur Pelaksanaan ... 23

(4)

BAB VI PEMERIKSAAN CENTRAL VENA PRESSURE... 29

Central Vena Pressure ... 30

a. Tujuan ... 30

b. Lokasi ... 30

c. Indikasi ... 30

d. Hal-hal yang perlu di perhatikan ... 30

e. Persiapan alat ... 31

f. Persiapan lingkungan ... 31

g. Prosedur pelaksanaan ... 31

BAB VII PEMERIKSAAN JUGULARIS VENA PRESSURE (JVP)... 34

Jugularis Vena Pressure ... 34

a. Definisi ... 34

b. Indikasi ... 34

c. Alat-alat... 35

d. Prosedur kerja ... 35

BAB VIII RESUSITASI JANTUNG PARU(RJP)... 36

Resusitasi Jantung Paru ... 36

a. Definisi ... 36

b. Prosedur pelaksanaan ... 36

c. Dilakukan pada ... 37

... d. Pada pasien apa dilakukan ... 38

e. RJP pada bayi ... 40

(5)

BAB I

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM KARDIOVASKULERPemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).

Urutan pemeriksaan berjalan secara logis dari kepala ke kaki, dan bila telah terlatih dapat dilakukan hanya dalam waktu sekitar 10 menit :

1. keadaan umum 2. tekanan darah 3. nadi

4. tangan

5. kepala dan leher 6. jantung

7. paru

8. abdomen dan 9. kaki serta tungkai.

Dalam pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasilpemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan fisik yang meliputi antara lain : batas jantung yang melebar, adanya berbagai variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).

A. Anamnese

Seringkali, pasien datang dengan keluhan berupa sesak nafas, nyeri dada, palpitasi, dan pusing atau sinkop. Yang perlu dilakukan saat anamnesis adalah menggali ciri-ciri dari gejala utama tersebut, seperti onset, progresifitas, maupun derajatnya.

Sesak nafas (dispnea)

(6)

dengan bantal tambahan)atau saat malam hari. Juga, ditentukan apakah terjadi mendadak atau bertahap. Apakah baru saja terjadi? Dispnea akibat edema pulmonal (gagal jantung) dapat menyebabkan keluhan terbangun dari tidur secara tiba-tiba waktunya dalam satu hari?),Exacerbating and relieving factor (faktor pencetus dan pereda: apakah mereda atau memburuk pada dengan bernafas atau perubahan postur?), Severity (keparahan): apakah mempengaruhi aktivitas harian atau tidur?. Kita bisa menyingkatnya menjadi SOCRATES.

Palpitasi

Palpitasi berarti terdapat kesadaran yang meningkat mengenai denyut jantung, dengan sensasi berlebihan.Dengan kata lain, secara subjektif pasien merasa berdebar-debar. Kita bisa meminta pasien untuk menentukan iramanya, apakah konstan atau intermitten. Denyut yang prematur atau ekstrasistol memberikan sensasi denyutan yang menghilang

Rasa pusing/ nyeri kepala

Rasa pusing/nyeri kepala, hipotensi postural, aritmia paroksismal dan penyakit serebrovaskular umum terjadi pada hipertensi dan gagal jantung.

Sinkop

Sinkop yang terjadi umumnya vasovagal yang dicetuskan terutama oleh ansietas. Sinkop kardiovaskular biasanya disebabkan oleh perubahan tiba-tiba irama jantung, misalnya blokade jantung, aritmia paroksismal (serangan stokes-adam).

Lain-lain

Kelelahan bisa terjadi pada gagal jantung, aritmia, dan obat-obatan (misalnya beta-blocker). Edema dan rasa tidak nyaman di abdomen bisa terjadi karena peningkatan CVP (tekanan vena sentral) maupun gagal jantung. Nyeri tungkai saat berjalan dapat disebabkan oleh klaudikasio dan penyakit vaskular.

(7)

otak (perfusi otak). Kesadaran klien perlu dinilai secara umum yaitu compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokomatous, atau koma.

Pemeriksaan Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Teknik penggukuran tekanan darah meliputi :

 Manset spignomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan pada arteri brakialis pada permukaan ventral siku agak bawah manset spigmomanometer.  Tekanan dalam spigmomanometer dinaikkan dengan memompa udara ke dalam

manset sampai denyut radial dan brachial menghilang. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial kemudian tekanan didalam spigmomanometer di turunkan secara perlahan.

 Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang tercantum pada skala spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.

 Suara denyutan nadi selanjutnya agak keras dan tetap terdengar sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama sekali. Suara denyutan

(8)

dan frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter atrium, kontraksi ventrikel premature dan berbagai derajat blok jantung.

Kekuatan nadi

Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah arterial yang mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan nadi tetap sama pada setiap denyut jantung.

 tidak ada, tidak dapat dipalpasi

 1+ nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang  2+ mudah dipalpasi, nadi normal

 3+ nadi penuh, meningkat

 4+ kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang

Tangan

Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :

Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi. Normal terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin, atau pada penurunan aliran darah patologis, misalnya, syok jantung.

Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.

Waktu pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill Time), merupakan dasar memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji pengisian kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian lepaskan dengan cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir seketika dengan kembalinya warna pada jari. Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang melambat, seperti terjadi pada gagal jantung.

Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom. Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi.

Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.  Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.

Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kaki menunjukkan desaturasi hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung congenital.

Pemeriksaan Vena Jugularis

Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati denyutan vena jugularis di leher. Ini merupakan cara memperkirakan tekanan vena sentral, yang mencerminkan tekanan akhir diastolic atrium kanan atau ventrikel kanan (tekanan sesaat sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena jugularis diinspeksi untuk mengukur tekanan vena yang dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk menerima darah dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel kanan untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner

(9)

1. Minta klien berbaring telentang dengan kepala di tinggikan 30 sampai 45 derajat

4. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien kembali ke posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai meningkat diatas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm disaat klien mencapai sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut Louis dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang dapat dilihat.

5. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan ujung area pulsasi si vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.

6. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.

Pemeriksaan JantungInspeksi

 Toraks/dada

Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure Cardiac” terdapat penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung .

Adanya Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis, kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna, hipertrofi atau dilatasi ventrikel. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.

 Ictus Cordis

Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi yang disebut ictus cordis pada intercostal V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

(10)

 Impuls apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normlanya terasa sebagai denyutan ringan, dengan diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula digunakan untuk mengetahui ukuran dan kualitasnya. Bila impuls apical lebar dan kuat, dinamakan sembulan (heave) atau daya angkat ventrikel kiri. Dinamakan demikian karena seolah “mengangkat” tangan dari dinding dada selama palpasi.

 PMI abnormal. Bila PMI terletak dibawah ruang interkostal V atau disebelah lateral garis medioklavikularis, penyebabnya adalah pembesaran ventrikel kiri karena gagal jantung kiri. Secara normal, PMI hanya teraba pada satu ruang interkostal. Bila PMI dapat teraba pada dua daerah yang terpisah dan gerakan denyutannya paradoksal (tidak bersamaan), harus dicurigai adanya aneurisma ventrikel.

 Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung (murmur) yang kuat pada waktu auskultasi sehingga dapat di palpasi. Thrill juga dapat dipalpasi diatas pembuluh darah bila ada obstruksi aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada penyempitan (stenosis) katup aorta. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.

Perkusi

 Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.

 Untuk menentukan batas kiri jantung lakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Batas jantung kiri memanjang dari garis medioklavikularis di ruang interkostal III sampai V. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relative kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.

 Batas kanan terletak di bawah batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi. Pembesaran jantung baik ke kiri maupun ke kanan biasanya akan terlihat. Pada beberapa orang yang dadanya sangat tebal atau obes atau menderita emfisema, jantung terletak jauh dibawah permukaan dada sehingga bahkan batas kiri pun tidak jelas kecuali bila membesar.

(11)

Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung dan gesekan pericard.

 Bunyi Jantung

Untuk mendengar bunyi jantung, perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung, tentukan bunyi jantung S1 dan S2, intensitas bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya bunyi jantung S3 dan bunyi jantung S4, irama dan frekuensi bunyi jantung, dan bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung

Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :

- Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral

- Intercostal II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.

- Intercostal III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta

- Intercostal IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.

 Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.

2. Menentukan bunyi jantung I dan II

Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :

- Bunyi jantung I (S1), ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel. Bunyi jantung I di dengar bertepatan denganterabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.

- Bunyi jantung II (S2), ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole ventrikel.

(12)

 Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan adanya cairan dalam rongga pericard.

 Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I.

4. Perhatikan pula kualitas bunyi jantung

 Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan normal. Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).

5. Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV

 Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung. Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.

 Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik gallop.

6. Irama dan frekuensi bunyi jantung

 Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhythmia cordis.

 Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.

 Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal.

(13)

Temuan yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi :

1. Takipnea: Napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada pasien yang mengalami gagal jantung atau kesakitan, atau yang sangat cemas.

2. Respirasi chyne-stokes: Pasien yang menderita gagal ventrikel kiri berat dapat memperlihatkan pernapasan chyne-stokes, yang ditandai dengan napas cepat berseling dengan periode apnea.

3. Hemoptitis :Sputum yang berbusa merah muda menunjukkan adanya edema pulmo aku 4. Batuk: Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil sering dijumpai pada

pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.

5. Krekels: Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan tirah baring, belatan karena nyeri iskemia, atau efek obat penghilang nyeri dan penenang sering mengakibatkan krekels.

6. Mengi: Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan interstitial paru dapat mengakibatkan mengi.

Abdomen

Pada pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan

Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan, dan halus. Refluks hepatojuguler dapat diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan ketidakmampuan sisi kanan jantung menanggapi kenaikan volume.

Distensi kandung kemih. Haluaran urin merupakan indikator fungsi jantung yang penting. Maka penurunan haluaran urin merupakan temuan signifikan yang harus diselidiki untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urin (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil.

Kaki dan Tungkai

Kebanyakan pasien yang menderita penyakit jantung mengalami juga penyakit vaskuler perifer, atau edema perifer akibat gagal ventrikel kanan. Maka pada semua pasien jantung penting dikaji sirkulasi sirkulasi arteri perifer dan aliran balik vena.

C. Pemerksaan Diagnostik Laboratorium (1) Laboratorium

Tes laboratorium dilakukan untuk alasan berikut:

1. Membantu diagnosa infark miokard akut (angina pektoris, yaitu nyeri dada akibat kekurangan suplai darah kejantung,tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan darah maupun urin.

2. Mengukur abnormalitas kimia darah yang dapat mempengaruhi prognisis pasien jantung. 3. Mengkaji drajat proses radang.

(14)

5. Menentukan nilai dasar sebelum intervensi teraupetik. 6. Mengkaji kadar serum obat.

7. Mengkaji efek pengobatan (mis, efek diuretika pada kadar kalium serum).

8. Skrining terhadap setiap abnormalitas. Karena terdapat berbagai metode pengukuran yang berbeda, maka nilai normal dapat berbeda antara satu tes laboratorium dengan tes lainnya.

Enzim Jantung

Analis enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostik, yang meliputi riwayat, gejala dan ekokardiogram, untuk mendiagnosa infark miokard. Enzim dilepaskan dari dari sel bila selmengalami cedera dan membrannya pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu yang rusak. Namun berbagai isoenzim hanya dihasilkan oleh sel miokardium dan dilepaskan bila sel mengalami kerusakan akibat hipoksia lama dan mengakibatkan infark. Isoenzim bocor kerongga interstisial miokardium dan kemudian diangkat ke peredaran darah umum oleh sistem limfa dan peredaran koronaria, mengakibatkan meningkatkan kadar dalam darah.

Karena enzim yang berbeda dilepaskan kedalam darah pada periode yang berbeda setelah infark miokard, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri dada atau gejala lainnya. Kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang dianalisa untuk mendiagnosa infark jantung akut, dan merupakan enzimpertama yang meningkat. Laktat dehidrogenase (LDH) dan isoenzimnya juga perlu diperiksa pada pasien yang datang terlambat berobat, karena kadarnya baru meningkat dan mencapai puncaknyapada 2 sampai 3 hari, jauh lebih lambat dibanding CK.

Kimia Darah

Profil lemak, kolesterol total, trigliserida dan lipoprotein diukur untuk mengevaluasi resiko aterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang positif, atau untuk mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterol serum total yang meningkat diatas 200mg/ml merupakan prediktor peningkatan resiko penyakit jantung koroner (CAD). Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam darah, dapat dianalisa melalui elektroforesis. Lipoprotein densitas tinggi (HDL), yang membawa kolesterol dari sel perifer dan mengangkutnya ke hepar, bersifat protektif. Sebaliknya, lipoprotein densitas rendah (LDL) mengangkut kolesterol ke sel perifer. Penurunan kadar lipoprotein densitas tinggi dan peningkatan lipoprotein densitas rendah akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik. Meskipun nilai kolesterol total relatif stabil sampai 24 jam, namun pengukuran profil lemak total harus dilakukan setelah puasa 24 jam. Stres berkepanjangan dapat meningkatkan kolesterol total.

(15)

Kalium seru di pengaruhi oleh fungsi ginjal dan dapat menurun akibat bahan diuretika yang sering dipergunakan untuk merawat gagal jantung kongestif. Penurunan kadar kalium mengakibatkan iritabilitas jantung dan membuat dan membuat pasien yang mendapat preparat digitalis cenderung mengalami toksisitas digitalis dan peningkatan kadar kalium mengakibatkan depresi miokardium dan iritabilitas ventrikel. Hipokalemia dapat mengakibatkan fibrasi ventrikel dan henti jantung.

Nitrogen urea darah adalah produk akhir metabolisme protein dan diekskresikan oleh ginjal. Pada pasien jantung, peningkatan BUN dapat mencerminkan penurunan perfusi ginjal (akibat penurunan curah jantung) atau kekurangan volume cairan intravaskuler (akibat terapi diuretika).

Glukosa. Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien jantung juga menderita diabetes melitus. Glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan stres akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebabkan konversi glikogen hepar menjadi glukosa.

(2) Radiologi

Angiografi

jantung biasanya dilakukan barsama angiografi, suatu tekhnik memasukkan media kontras kedalam sistem pembuluh darah untukmenggambarkan jantung dan pembuluh darah.Bila hanya satu kamar jantung atau pembuluh darah tertentu yang dipelajari,maka prosedur ini dinamakan angiografi selektif.Angiografi menggunakan sineangiogram,satu seri film atau gambar hidup pada layar fluoroskopi yang diperkuat yang mencatat perjalanan media kontras melalui berbagai tempat pembuluh darah.Pencatatan informasi tersebut memberi perbandingan berbagai informasi dari waktu kewaktu.

Empat tempat yang paling sering digunakan untuk angiografi selektif ialah aorta,arteri koroneria,dan sisi kanan serta kiri jantung.

Aortagrafi

Aortogram adalah yang menggambarkan lumen aorta dan arteri utama yang muncul darinya.Pada aortagrafi thorak media kontras digunakan untuk mempelajari arkus oarta dan cabang-cabang besarnya.Biasanya digunakan pendekatan translumbal atau retrogad brakhial atau femoral.

Arteriografi koroner

Kateter radiopak dimasukan ke arteri brakhial kanan atau kiri atau arteri femoralis dan didorong ke aorta asendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi.Arteriografi koroner digunakan untuk mengevaluasi derajat aterosklerosis dan untuk menentukan cara penagananya.Juga digunakan untuk mempelajari adanya kecurigaan anomali kongenital arteri koronaria.

(16)

Elektrokardiogram (EKG) mencerminkan aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai sudut pada permukaan kulit.

EKG dicatat sebagai garis-garis pada selembar kertas atau gambaran visual di layar osiloskop. Untuk mempermudah interpretasi EKG, maka data mengenai umur pasien, jenis kelamin, tekann darah tinggi, berat badan, gajala dan pengobatan (terutama digitalis dan bahan antidirismia) harus ditulis pada surat permintaan EKG. Eektrokardiografi terutama sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi yang berbeda dibanding fungsi normal,seperti gangguan kecepatan dan irama, gangguan hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung, adanya infark miokard, dan ketidakseimbangan elektrolit.

EKG dapat memberikan informasi penting mengenai aktivitas listrik miokardium, jika dianalisa secara akurat. Gelombang EKG dicatat diatas kertas grafik. Waktu atau frekuensi diukur pada sumbu horizontal grafik, dan amplitudo atau voltase diukur pada sumbu vertikal. Gelombang EKG menggambarkan fungsi sistem hantaran jantung, yang normalnya memulai dan menghantarkan aktivitas listrik.

EKG tersusun dari berbagai gelombang meliputi gelombang P, kompleks QRS, gelombang T, segmen ST, interval PR, dan mungkin gelombang U

Gelombang P menggambarkan depolarisasi otot atrium, normalnya setinggi 2,5 atau kurang dan durasinya 0,11 detik atau kurang.

Defeksi negatif setelah gelombang P adalah gelombang Q, yang normalnya berdurasi kurang dari 0,03 detik dan amplitudonya kurang dari 25% gelombang R, defeksi pertama setelah gelombang P adalah gelombang R sedangkan gelombang S adalah defeksi negatif pertama setelah gelombang R

Kompleks QRS (dimulai oleh gelombang Q, atau gelombang R bila tak ada gelombang Q, diakhiri oleh gelombang S) menggambarkan depolarisasi otot ventrikel. Kompleks QRS normalnya berdurasi 0,04 sampai 0,10 detik. Jika gelombangnya secara ventrikel kurang dari 5mm, maka ditulis dengan huruf kecil (q,r,s) bila gelombangnya secara ventrikel lebih besar dari 5mm, ditulis dengan huruf besar (Q,R,S). Tidak semua kompleks QRS memiliki ketiga gelombang tadi.

Gelombang T menggambarkan repolarisasi otot ventrikel. Gelombang ini mengikuti kompleks QRSdan biasanya mempunyai defleksi yang sama dengan kompleks QRS.

Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serat purkinje tetapi kadang-kadang ditemukan pada pasien dengan hipokalemia (kadar kalium rendah). Gelombang U terjadi setelah gelombang T dan kurang lebih ukurannya sama dengan gelombang P. Gelombang ini sering disalah artikan sebagai gelombang P ekstra.

Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel awal, berlangsung dari akhir gelombang S sampai permulaan gelombang T. Normalnya isoelektrik (tanpa variasi potensial listrik), dan dianalisa untuk mencari tanda penurunan suplai oksigen ke jantung (iskemia).

Interval PR diukur mulai dari permukaan gelombang P sampai permukaan gelombang Q atau R dan menggambarkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan perlambatan impuls di nodus AV sebelum depolarisasi ventrikel. Pada orang dewasa, interval PR normalnya berdurasi antara 0,12 sampai 0,20 detik.

(17)

interval RR (diukur dari permulaan satu gelombang R sampai awal gelombang R berikutnya), dan biasanya durasinya 0,32 sampai 0,40 detik apabila frekuensi jantungnya 65 sampai 95 denyut per menit.

Gambar. Mesin EKG

Gambar. EKG normal

Gambar. Kertas EKG

(18)

PEMERIKSAAN PITTING EDEMA

A. Definisi

Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema (Brunner and Suddarth, 2002).

Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. (Syarifuddin, 2001).

 Penyebab edema primer:

Berkurangnya protein plasma

Peningkatan tekanan hidrostatik

Obstruksi limpa  Penyebab edema sekunder:

peningkatan tekanan koloid osmotic dalam jaringan

retensi natrium dan air

 Lokasi pemeriksaan/daerah terjadinya edema

daerah sakum

diatas tibia

pergelangan kaki

B. Tujuan

Mengetahui ada tidaknya gangguan mengenai kadar protein (albumin) dalam darah

Mengetahui fungsi pompa jantung

Mengetahui ada tidaknya sumbatan pembuluh darah, atau pembuluh limfe, penyakit liver dan ginjal kronis

Mengetahui keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa seseorang.

(19)

A. Langkah-langkah 1. Ucapkan salam.

2. Inspeksi daerah edema ( simetris, apakah ada tanda tanda peradangan.

3. Lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan amati waktu kembalinya.

B. Penilaian

o Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik o Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik o Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik

o Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik

D.Pada Pasien Apakah Dilakukan Pitting Edema 1. Pasien gagal jantung

2. Pasien Gagal Ginjal

E.Untuk Mengetahui Apa Dilakukan Pitting Edema

Pertanyaan penting yang harus ditanyakan pertama kali adalah apakah edema terlokalisir atau generalisata. Hidrotoraks dan asites merupakan bentuk edema terlokalisir. Keduanya dapat merupakan konsekuensi dari obstruksi vena atau limfatik lokal, seperti pada penyakit inflamasi atau neoplasma.

(20)

dengan kehilangan protein, atau sindroma nefrotik. Apabila tidak terdapat hipoalbuminemia, harus ditentukan apakah ada bukti gagal jantung kongestif sebagai pencetus edema generalisata. Akhirnya, harus ditentukan apakah pasien mengeluarkan urine dalam jumlah adekuat, atau apakah terdapat oliguria yang signifikan, atau bahkan anuria.

BAB III

(21)

A. Definisi

Capillary Refill Test adalah tes cepat yang dilakukan untuk menilai kecukupansirkula si seorang individu dengan curah jantung yang buruk. Kulit ditekan dengankuat oleh ujung jari sampai menjadi pucat, waktu yang dibutuhkan hingga kulittersebutkembalinormal warnanya menunjukkan waktu pengisian kapiler.Pengisian kapiler normal memakan waktu sekitar 2 detik

Capillary Refill adalah pengukuran pengisian darah pada kapiler yang kosong. Hal ini dapat diukur dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung.

Mencegah refluks vena, menekan lembut jari atau jari kaki sampai ternyata putih dan mencatat waktu yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan

dilepaskan. Waktu isi ulang yang normal adalah kurang dari 2 detik. Pada bayibaru lahir, pengisian kapiler dapat diukur dengan menekan sternum selama lima detikdenganjari atau ibu jari, dan mencatat waktu yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali sekali tekanan dilepaskan. Batas normal atas untuk pengisian kapiler pada bayibarulahiradalah 3 detik. Capillary Refill Time (CRT)adalah indikasi umum dari dehidrasi danpenurunan perfusi perifer. pada umumnya tes ini dapat sangat bervariasi

antara pasien beberapa pasien, oelh karenanya tidak

boleh diandalkansebagaiukurandiagnostikuniversal. Meskipun demikian,pemeriksaan ini sangat berguna sebagai bukti pendukung untuk tanda positif penurunan perfusi ke ekstremitas

Tes CRT (juga kadang disebut sebagai CFTdalam Pediatrik) sering disebut sebagai tes kuku pucat.Sumber : Perubahan sirkulasi kapiler dapat dievaluasi dengan memeriksa kulit dan selaput lendir (panas, warna, kelembaban, petechie). Perubahan tekanan (hidrstatis, onkotis dan osmotis) dapat mengakibatkan perubahan turgor jaringan disekitarnya dan dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya penurunan elastisitas kulit. Selain itu dapat pula mengakibatkan terjadinya odema kulit dan timbunan cairan dalam rongga-rongga tubuh. Untuk mengevaluasi waktu pengisian kembali kapiler dapat dilakukan dengan membalik bibir atas dan menekan selaput lendirnya dengan jari.Secara fisiologis, dalam waktu kurang dari 3 detik darah akan kembali mengisi kapiler dan Universitas Gadjah Mada 5

(22)

Penilaian :

1 - 2 detik adalah normal

2 - 4 detik adalah sedang sampai miskin Lebih dari 4 detik darurat

Kurang dari 1 detik darurat

B.Cara pelaksanaan Capillery Refill Time

 Cara Mempersiapkan Test

 Hapus cat kuku berwarna sebelum tes ini.

 Tekanan diterapkan pada kuku sampai berubah putih. Hal ini menunjukkan bahwa darah telah dipaksa dari jaringan. Hal ini disebut blanching. Setelah jaringan telah pucat, tekanan akan dihapus.

(23)

 Bagaimana Test Akan Rasakan

Akan ada tekanan kecil untuk tempat tidur kuku Anda. Hal ini seharusnya tidak menyebabkan ketidaknyamanan.

C. Pada pasien apa dilakukan 1. Pasien dehidrasi

2. Pasien penurunan perfusi jaringan

D. Untuk mengetahui apa dilakukan Capillery Refill Time

 Jaringan membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup. Oksigen dibawa ke berbagai bagian tubuh oleh darah (vaskular) sistem.

 Tes ini mengukur seberapa baik sistem vaskular bekerja di tangan dan kaki bagian tubuh Anda yang paling jauh dari jantung.

 Hasil yang normal

Jika ada aliran darah yang baik untuk kuku, warna merah muda harus kembali dalam waktu kurang dari 2 detik setelah tekanan dihilangkan.

 Apa Artinya Hasil Abnormal

Kali pucat yang lebih besar dari 2 detik dapat menunjukkan:

 dehidrasi

 syok

 Penyakit pembuluh darah perifer (PVD)

 Hipotermia

 Pengisian kapiler,

(24)

D. Pada pasien apa dilakukan 1. Pasien dehidrasi

2. Pasien penurunan perfusi jaringan

Capillary nail refill test

Tes pucat kuku, juga disebut tes pengisian kapiler kuku, dilakukan pada kuku sebagai indikator perfusi jaringan (jumlah aliran darah ke jaringan) dan dehidrasi.

BAB IV

(25)

Pemeriksaan allen test adalah tes yang digunakan dalam pengobatan sebelum pengumpulan gas darah arteri untuk menentukan potensi normal dari arteri ulnaris

Proses Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.

1. Tujuan

 Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa

 Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler  Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

2. Indikasi

 Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik  Pasien deangan edema pulmo

 Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)  Infark miokard

 Pneumonia  Klien syok

 Post pembedahan coronary arteri baypass  Resusitasi cardiac arrest

 Klien dengan perubahan status respiratori  Anestesi yang terlalu lama

3. Persiapan alat

 Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa

(26)

 Yodium-povidin

 Penutup jarum (gabus atau karet)  Kasa steril

 Obat anestesi lokal jika dibutuhkan  Wadah berisi es

 Kertas label untuk nama  Thermometer

 Bengkok

4. Prosedur Pelaksanaan Allen Test

1. Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD 2. Cek alat yang akan digunakan

3. Cuci tangan

4. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan nama klien 5. Perkenalkan nama perawat

6. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien

7. Jelaskan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan pada klien 8. Beri kesempatan klien untuk bertanya

9. Tanyakan keluhan pasien saat ini 10. Jaga privasi klien

11. Dekatkan alat-alat kesisi tempat tidur klien 12. Posisikan klien dengan nyaman

13. Pakai handscoon 14. Palpasi arteri radialis 15. Lakukan allen test

16. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk

17. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah

18. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol

19. Berikan anestesi lokal jika perlu

20. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit

21. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain

22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)

23. Ambil darah 1 sampai 2 ml

(27)

25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet 26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin

27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah 28. Ukur suhu dan pernafasan klien

29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen

30. Kirim segera darah ke laboratorium

31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)

32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan 33. Cuci tangan

34. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD 35. Berikan reinforcement positif pada klien 36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya 37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam

BAB V

ELEKTROKARDIOGRAFI

(28)

EKG dicatat sebagai garis-garis pada selembar kertas atau gambaran visual di layar osiloskop. Untuk mempermudah interpretasi EKG, maka data mengenai umur pasien, jenis kelamin, tekann darah tinggi, berat badan, gajala dan pengobatan (terutama digitalis dan bahan antidirismia) harus ditulis pada surat permintaan EKG. Eektrokardiografi terutama sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi yang berbeda dibanding fungsi normal,seperti gangguan kecepatan dan irama, gangguan hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung, adanya infark miokard, dan ketidakseimbangan elektrolit.

EKG dapat memberikan informasi penting mengenai aktivitas listrik miokardium, jika dianalisa secara akurat. Gelombang EKG dicatat diatas kertas grafik. Waktu atau frekuensi diukur pada sumbu horizontal grafik, dan amplitudo atau voltase diukur pada sumbu vertikal. Gelombang EKG menggambarkan fungsi sistem hantaran jantung, yang normalnya memulai dan menghantarkan aktivitas listrik.

Gambar. Mesin EKG

EKG tersusun dari berbagai gelombang meliputi gelombang P, kompleks QRS, gelombang T, segmen ST, interval PR, dan mungkin gelombang U

Gelombang P menggambarkan depolarisasi otot atrium, normalnya setinggi 2,5 atau kurang dan durasinya 0,11 detik atau kurang.

Defeksi negatif setelah gelombang P adalah gelombang Q, yang normalnya berdurasi kurang dari 0,03 detik dan amplitudonya kurang dari 25% gelombang R, defeksi pertama setelah gelombang P adalah gelombang R sedangkan gelombang S adalah defeksi negatif pertama setelah gelombang R

Kompleks QRS (dimulai oleh gelombang Q, atau gelombang R bila tak ada gelombang Q, diakhiri oleh gelombang S) menggambarkan depolarisasi otot ventrikel. Kompleks QRS normalnya berdurasi 0,04 sampai 0,10 detik. Jika gelombangnya secara ventrikel kurang dari 5mm, maka ditulis dengan huruf kecil (q,r,s) bila gelombangnya secara ventrikel lebih besar dari 5mm, ditulis dengan huruf besar (Q,R,S). Tidak semua kompleks QRS memiliki ketiga gelombang tadi.

Gelombang T menggambarkan repolarisasi otot ventrikel. Gelombang ini mengikuti kompleks QRSdan biasanya mempunyai defleksi yang sama dengan kompleks QRS.

(29)

Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel awal, berlangsung dari akhir gelombang S sampai permulaan gelombang T. Normalnya isoelektrik (tanpa variasi potensial listrik), dan dianalisa untuk mencari tanda penurunan suplai oksigen ke jantung (iskemia).

Interval PR diukur mulai dari permukaan gelombang P sampai permukaan gelombang Q atau R dan menggambarkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan perlambatan impuls di nodus AV sebelum depolarisasi ventrikel. Pada orang dewasa, interval PR normalnya berdurasi antara 0,12 sampai 0,20 detik.

Interval QT, yang menggambarkan waktu total repolarisasi dan depolarisai ventrikel, diukur dari awal gelombang Q, atau R. Jika tidak ada gelombang Q, diakhiri dengan gelombang T. Iterval QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung, biasanya kurang dari interval RR (diukur dari permulaan satu gelombang R sampai awal gelombang R berikutnya), dan biasanya durasinya 0,32 sampai 0,40 detik apabila frekuensi jantungnya 65 sampai 95 denyut per menit.

A. Pada pasien apa dilakukan EKG:

1. Gangguan Aritmia or dysritmia (aritmia = dysritmia) 2. Jantung ischemia

3. Myocardiac Infarction

4. Hypertrophy Otot jantung ( untuk otot ventrikel), Dilatasi otot jantung (untuk otot atrium)

5. Gangguan keseimbangan elektrolit 6. Efek obat-obatan

7. Fungsi pacu jantung 8. Dan lain-lain

B. Tujuan

Pemeriksaan EKG bertujuan untuk menilai kerja jantung, apakah normal atau tidak normal. Beberapa hal yang dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan EKG adalah:

(30)

 Ritme denyut jantung

 Kekuatan dan “timing” sinyal listrik saat melewati masing-masing bagian jantung

Langkah-langkah Pemasangan EKG Deskripsi

Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) merupakan proses pemeriksaan pada jantung dengan menggunakan alat yang bernama elektrokardiograf, yang bertujuan untuk memperoleh hasil rekaman yang berupa grafik, dimana grafik tersebut menggambarkan aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu.

Pemasangan EKG

Pembagian lead pada EKG terbagi menjadi 3 kelompok yang terdiri atas 12 lead: 1. Bipolar lead/standar I,II,III

(31)

: Tangan kanan positif, tangan kiri negatif. Lead II : Beda potensial kaki kiri dan tangan kanan.

: Kaki kiri positif, tangan kanan negatif. Lead III : Beda potensial kaki kiri dan tangan kiri.

: kaki kiri positif, tangan kiri negatif.

2. Unipolar ekstremitas aVL, aVR, aVE

aVR : Positif pada tangan kanan, berarti negatif pada tangan kiri dankaki kiri. aVL : Positif pada tangan kiri, berarti negatif pada tangan dan kaki kiri. aVF : Positif pada kaki kiri, berarti negatif pada tangan kanan dan kiri. 3. Unipolar prekordial V1,V2,V3,V4,V5,V6.

VI: ICS 4 garis sternal kanan. V2: ICS 4 garis sternal kiri. V3: antara V2 dan V4 V4: ICS 5 midklavikula kiri V5: sejajar V4 aksila interior kiri V6: sejajar V4 pada mid-aksila kiri

Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Pemeriksaan

1. Voltase harus benar (1 mV). Kalibrasi dapat dilakukan ½ mV bila gambar terlalu besar, atau 2 mV bila gambar terlalu kecil dengan ditambah keterangan voltase yang digunakan pada kertas hasil EKG.

2. Kertas EKG dilipat atau digulung sesuai dengan modelnya. 3. Elektroda dibersihkan setelah tindakan.

C. Persiapan Alat

1. Mesin EKG yang dilengkapi:

3 set kabel (kabel listrik, ground, kabel pasien)

(32)

6 buah elektroda prekardial dengan balon pengisap 2. Gel elektroda

3. Kasa lembap 4. Tisu

D. Prosedur Pelaksanaan 1. Cuci tangan.

2. Siapkan mesin pencatat EKG dengan meletakkannya disisi tempat tidur, kemudian mesin hubungkan dengan sumber listrik, ground dan power di ON-kan.

3. Bagian elektroda ekstremitas dipasang diolesi gel atau kasa lembap antara elektroda dan kulit pasien, kemudian hubungkan sadapan ekstremitas pada lempeng elektroda yang sesuai pada setiap kabel dengan memperhatikan tanda dan warna kabel (merah= tangan kanan, kuning =tangan kiri, hitam= kaki kanan, hijau= kaki kiri).

4. Bagian dada yang akan dipasangi elektroda diolesi gel elektroda dan tentukan llokasi pemasangan, kemudian hubungkan sadapan pada bagian dada yang lokasinya telah ditentukan. Pasang kabel sesuai tanda atau warnanya V1-V6 (dengan cara menekan bagian balon dan tempelkan pada kulit pasien).

5. Mulailah pelaksanaan perekaman (mulai lead I,II,III,AVL,AVR,AVF,V1-V6). 6. Setelah perekaman selesai, lepas semua kabel.

7. Bersihkan gel dari kulit pasien dengan menggunakan tisu. 8. Bersihkan elektroda dari gel yang masih menempel 9. Cuci tangan.

BAB VI

PEMERIKSAAN CENTRAL VENA PRESSURE

(33)

memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh, dan kemampuan jantung untuk memompa darah. Pengkajian secara non-invasif dapat dilakukan melalui melalui pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan tekanan vena jugularis (jugular vena pressure). Sementara itu, pemantauan hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter kedalam pembuluh darah atau rongga tubuh, salah satunya melalui tekanan vena sentral (central vena pressure, CVP).

CVP adalah tekana di dalam atrium kanan dan venaa-vena besar di toraks. Merupakan gambara tekanan pengisian ventrikel kanan dan menunjukkan kemampuan sisi kanan jantung dalam mengatur beban cairan. CVP berperan sebagai pemandu pemberian cairan pada pasien serius dan sebagai pengukur volume efektif darah yang beredar. Meskipun CVP merupakan satu dari pengukuran yang diperoleh melalui kateter pada arteri pulmonalis, namun kadang-kadang kateter dapat dimasukkan pada pasien di unit umum untuk mengukur CVP saja.

CVP adalah pengukuran yang bersifat dinamis atau selalu berubah. Setiap perubahan CVP yang berhubungan dengan status klinis pasien lebih ditujukan untuk mengetahui kecukupan volume darah vena dan perubahan fungsi kardiovaskuler dan bukan hanya sekali pengukuran CVP saja. CVP mencerminkan fungsi ventrikel kanan. Kebanyakan gagal ventrikel kanan adalah akibat dari kegagalan ventrikel kiri. Oleh karena itu, peningkatan CVP dapat merupakan 2tanda akhir dari gagal ventrikular. Penurunan CVP menunjukkan bahwa pasien mengalami hipovolemia, dan dibuktikan bila pada pemberian cairan intra vena cepat menaikkan CVP. Peningkatan CVP dapat disebabkan oleh hipervolemia atau kontraktilitas jantung yang buruk.

Tempat pemasangan CVP dipersiapkan dengan pencukuran dan dibersihkan dengan larutan antiseptik, anastesia lokal digunakan. Kateter dimasukkan melalui vena jugularis eksterna, antekubital, atau femoral ke vena cava tepat diatas atau didalam atrium kanan. Bila kateter sudah dimasukkan, oleskan salep antiseptik dan tutup dengan kasa steril kering. Balutan, cairan intravena, manometer, dan pipa diganti sesuai kebijaksanaan dan protokol rumah sakit. Interval penggantian komponen yang umum dalah sebagai berikut: larutan intravena tiap 24 jam, pipa infus setiap 24-48 jam, balutan pada tempat masuk kateter tiap 24-72 jam.

CVP diukur berdasarkan tingginya kolam air pada manometer. Saat mengukur CVP, titik nol manometer harus sejajar dengan titik acuan standar, disebut aksis flebostatik. Bila posisinya telah ditemukan, tandailah dengan tinta pada kulit dada. Bila digunakan aksis flebostatik, CVP dapat diukur dengan tepat dengan pasien dalam posisi telentang dan kepala ditinggikan sampai 45 derajat. CVP normal dalah 4 sampai 10 cm H2O. Komplikasi paling sering pada pemantauan CVP adalah infeksi dan embolisme udara.

(34)

1. Tujuan

1. Sebagai pedoman untuk penggantian cairan pada pasien dengan kondisi penyakit serius

2. Memperkirakan kekurangan volume darah

3. Menentukan tekanan dalam atrium kanan dan vena sentral 4. Mengevaluasi kegagalan sirkulasi.

5. Mengetahui adanya gangguan pada jantung (khususnya jantung kanan) 2. Lokasi Vena untuk Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral

1. Vena subclavia

2. Vena jugularis eksterna/interna 3. Vena basilica media

3. Indikasi

1. Pasien dengan trauma berat sehingga terjadi perdarahan banyak, syok 2. Pasien dengan operasi besar (open heart, trepanasi)

3. Pasien dengan kelainan ginjal (gagal ginjal akut, oliguria dengan penyebab yang tidak jelas).

4. Pasien dengan gagal jantung

5. Pasien dengan transfusi besar (transfusi masif) 6. Pasien dengan terapi cairan hipertonis

Nilai Normal Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral Dalam mmHg: 3-8 mmHg

3-11 mmHg

Dalam cmH2O: 4-11 cmH2O 4-15cmH2O

4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Memperhatikan kesterilan lokasi insisi

5. Persiapan Alat

1. Skala pengukur (manometer)

(35)

3. Waterpass

4. Set infus dan cairan yang akan dipakai (NaCl 0,9%) 5. Stopcock atau keran 3-4 cabang (three way)

6. Standar infus 7. Plester

8. Baki beralas (untuk menempatkan semua alat) 6. Persiapan Pasien dan Lingkungan

1. Informed conset (perkenalan nama, jelaskan tujuan pelaksanaan, kemungkinan yang terjadi saat tindakan, dan waktu pelaksanaan)

2. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan 3. Berikan privasi pada pasien

7. Prosedur Pelaksanaan 1. Cuci tangan

2. Dengan menggunakan waterpass, tentukan titik nol sesuai dengan tinggi atrium kanan atau sejajar dengan ICS 2-3 mid-aksila.

3. Hubungkan set infus dengan manometer CVP

4. Hubungkan cairan infus dengan selang penghubung (manometer line) dan stopcock three way.

5. Tempetkan skala pengukuran (manometer) sejajar tegak lurus dengan titik nol yang telah ditentukan.

6. Stopcock atau keran infus yang ke arah pembuluh darah (jantung) ditutup, kemudian cairan dialirkan ke dalam manometer dengan perlahan sampai batas 20-25 cmH2O 7. Setelah manometer terisi cairan, tetesan infus distop dan putar stopcock sehingga

cairan dari manometer mengalir ke arah pembuluh (jantung).

8. Amati fluktuasi cairan yang terdapat pada manometer dan catat angka dimana cairan bergerak stabil (sampai cairan tidak turun lagi). Angka yang ditunjukkan pada permukaan air adalah nilai CVP.

9. Putar stopcock ke arah semula agar cairan mengalir dari botol infus ke arah pembuluh darah (jantung). Atur tetesan infus seperti semula.

10. Rapikan peralatan 11. Cuci tangan

CARA MENILAI CVP DAN MEMASANG MANOMETER 1. Cara menentukan titik nol

Penderita tidur terlentang mendatar

Dengan menggunakan slang air tang berisi air ± setengahnya -> membentuk lingkaran dengan batas air yang terpisah

Titik nol penderita dihubungkan dengan batas air pada sisi slang yang satu. Sisi yang lain ditempatkan pada manometer.

Titik nol manometer dapat ditentukan

(36)

2. Penilaian CVP

Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock -> amati infus lancar atau tidak Penderita terlentang

Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi -> jaga jangan sampai cairan keluar

Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan manometer akan masuk ke tubuh penderita

Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai irama nafas, turun (inspirasi), naik (ekspirasi)

Undulasi berhenti -> disitu batas terahir -> nilai CVP Nilai pada angka 7 -> nilai CVP 7 cmH2O

Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP

NILAI CVP

Nilai rendah : < 4 cmH2O Nilai normal : 4 – 10 cmH2O Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O Nilai tinggi : > 15 cmH2O

PENILAIAN CVP DAN ARTI KLINISNYA

CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya adalah sebagai berikut :

1. CVP rendah (< 4 cmH2O)

Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.

Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock hipovolemik Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah -> shock septik

2. CVP normal (4 – 14 cmH2O)

Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan dipantau pengaruhnya dalam sirkulasi. Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif -> shock hipovolemik

Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif -> septik shock, cardiogenik shock

3. CVP tinggi (> 15 cmH2O)

Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak) Terapi : obat kardiotonika (dopamin)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENILAIAN CVP 1. Volume darah :

Volume darah total

Volume darah yang terdapat di dalam vena Kecepatan pemberian tranfusi/ cairan

2. Kegagalan jantung dan insufisiensi jantung

(37)

5. Peningkatan tekanan intraperitoneal dan tekanan intrathoracal, misal : Post operasi illeus

Hematothoraks Pneumothoraks

Penggunaan ventilator mekanik Emphysema mediastinum 6. Emboli paru – paru 7. Hipertensi arteri pulmonal 8. Vena cava superior sindrom

9. Penyakit paru – paru obstruksi menahun 10. Pericarditis constrictiva

11. Artevac ; tersumbatnya kateter, ujung kateter berada di dalam v.jugularis inferior

BAB VII

(38)

(JVP) A. DEFINISI

Jugular venous pressure(JVP) atau tekanan vena jugularis adalah tekanan sistem vena yang dapat diamati secara tidak langsung. Pengukuran tekanan vena jugularis merupakan tindakan mengukur besarnya jarak pertemuan dua sudut antara pulsasi vena jugularis dan sudut sternum tepatnya di Angle of Louis yang berguna untuk mengetahui tentang fungsi jantung klien.

Pengukuran system sirkulasi vena sendiri dapat dilakukan denganmetode non-invasif dengan menggunakan vena jugularis (externa dexter) sebagai pengganti sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira- kira berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua linea midaxillaris. Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia baru terlihatmpada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus sternocleidomastoideus. VP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.

B. INDIKASI

Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan ketika terdapat tanda permasalahan atau kegagalan jantung pada seorang klien, seperti hipertrofi ventrikel kanan, stenosis katup trikuspid, stenosis pulmonal, hipertensi pulmonal, inkompetensi katup trikuspid, tamponade jantung, perikarditis, dan masalah jantung lain (Gray, 2002).

 Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat penting diketahui.

 Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau jika vena perifer tidak adekuat

 Pasien dengan distensi unilateral  Pasien dengan trauma mayor

(39)

 Pasien yang diberi cairan IV secara cepat;

C. ALAT-ALAT

1. Penggaris sentimeter 2 buah 2. Bantal 1 buah

3. Senter 4. Bed pasien

D. PROSEDUR/LANGKAH KERJA

a. Minta klien berbaring telentang dengan kepala ditinggikan 30 – 45 derajat (posisi semi Fowler).

b. Gunakan bantal untuk meluruskan kepala. Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan bahwa vena tidak teregang.

c. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Ketika posisi klien telentang, tinggi pulsasi mulai meningkat di atas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm di saat klien mencapai sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut Angle of Louis dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang dapat terlihat.

d. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan ujung area pulsasi di vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternum.

e. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.

BAB VIII

(40)

A. Definisi

Resusitasi Jantung Paru merupakan tindakan opijitan jantung paru yang dilakukan pada pasien dengan henti jantung atau tidak terabanya nadi karotis. Pijat jantung luar menghasilkan sirkulasi artifisial dengan cara memeras jantung. Kontradiksi RJP adalah adalah pasien dengan fraktur iga dan pneumotoraks.

 Urutan Tindakan dari RJP

B. Prosedur Pelaksanaan

1. Posisikan pasien telentang diatas alas yang rata dan keras. 2. Tentukan titik pijatan (tepat di pertengahan sternum).

3. Berlutut disalah satu sisi pasien. Kedua posisi lutut rapat, menempel bahu pasien, dan lengan tegak lurus.

4. Pijat dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum. 5. Lakukan pijatan sedalam 4-5 cm

6. Lengkapi setiap siklus dengan perbandingan 2 kali napas berbanding 30 pijatan. 7. Hentikan RJP jika terdapat tanda pasti kematian.

Tentukan kesadaran

Periksa sirkulasi (10 detik)

Nadi karotis tidak teraba

Lakukan RJP (30 pijitan)

Buka jalan nafas

Berikan bantuan pernafasan 2 kali( rasio 30 pijitan: 2 bantuan pernafasan

(41)

RJP untuk orang dewasa

RJP dengan satu penolong pada orang dewasa.

Lakukan penekanan dada dengan perbandingan 2 x tiupan diikuti 30 x penekanan dada.

Buka jalan nafas, kemudian berikan 2 tiupan yang masing2 waktunya 1,5 sampai 2 detik. Pastikan kita menarik nafas yang dalam sebelum memberikan tiupan nafas. Lanjutkan sampai 4 kali putaran dari 15 tekanan dan 2 ventilasi.

(42)

Penderita harus lurus dan terlentang, pada permukaan yang datar & padat. Jika memakai baju buka bajunya sehingga kita dapat melihat tulang dadanya.Penolong pertama berlutut pada ujung kepala penderita. Penolong kedua berlutut pada sisi kanan dada penderita.

Lalu lakukan penekanan dada :

Lokasi penekanan pada area, dua jari di atas proxesus xifoideus.

Penekanandilakukan dengan menggunakan pangkal telapak tangan. Dengan posisi satu tangan diatas tangan yang lain

Cara melakukan penekanan dada :

a. Tekanan pada tulang dada dilakukan sedemikian rupa sehingga masuk 3-4 cm (pada orang dewasa).

b. Jaga lengan penolong agar tetap lurus, sehingga yang menekan adalah bahu (atau lebih tepat tubuh bagian atas) dan bukan tangan atau siku.

c. Pastikan tekanan lurus ke bawah pada tulang dada karena jika tidak, tubuh dapat tergelincir dan tekanan untuk mendorong akan hilang.

d. Gunakan berat badan saat kita berikan tekanan.

e. Dorongan yang terlalu besar akan mematahkan tulang dada

f. Waktu untuk menekan dan waktu untuk melepas harus sama waktunya. g. Jangan melepaskan tangan dari atas dada penderita.

h. Ingat bahwa tekanan yang efektif dilakukan hanya akan mencapai 25%-30% dari sirkulasi darah normal.

Hitungan saat melakukan penekanan sebanyak 15 kali dengan tidak terlalu cepat, karena satu kali penekanan harus menggunakan waktu kurang dari detik. Setelah penekanan seperti diatas lakukan 2 kali tiupan masing-masing selama 1,5 sampai 2 detik.

Pemantauan

Pemantauan merupakan tanggungjawab penolong yang melakukan tiupan (ventilasi). Setelah satu menit melakukan RJP, periksa nadi penderita. Periksa 3 sampai 5 detik pada arteri karotis.

(43)

b. Bila nadi teraba,pernapasan tidak ada berikan pernapasan buatan.

c. Bila nadi teraba dan penderita bernapas adekuat, hentikan RJP, pantau pernapasan dan nadi penderita.

Ringkasan RJP pada orang dewasa:

Dalamnya kompresi 3-5 m, laju penekanan dada 80-100 kali per menit. Lama ventilasi : 1,5-2 detik

Lokasi mencari nadi : arteri karotis RJP sendiri : 30 penekanan– 2 tiupan RJP berdua : 30 penekanan-2 tiupan

Tanda-tanda keberhasilan RJP:

Dada harus naik dan turun dengan setiap tiupan (ventilasi).

Pupil bereaksi atau tampak berubah normal (pupil harus mengecil saat diberikan cahaya). Denyut jantung kembali terdengar

Reflek pernapasan spontan dapat terlihat

Kulit penderita pucat berkurang atau kembali normal. Penderita dapat menggerakkan tangan atau kakinya Penderita berusaha untuk menelan

Penderita menggeliat atau memberontak

Resusitasi dilakukan pada :

a. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik” b. Serangan Adams-Stokes

c. Hipoksia akut

d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan e. Sengatan listrik

f. Refleks vagal

g. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.

3. Penyebab

1. Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah :

2. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.

3. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru. 4. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.

5. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat.

6. Gagal ginjal, karena hyperkalemia

(44)

darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik.

Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak irreversibel.Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab yang memungkinkan untuk hidup normal.

Resusitasi Jantung Paru Pada Bayi

A. Definisi

Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).

Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah “menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.

Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (Airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan (bantuan hidup lanjut).

(45)

listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal.

B. Tujuan

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).

Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan intensif pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.

Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi

Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain (Yu dan Monintja, 1997).Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).

Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera. Makin lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat pula timbulnya usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang keberhasilan tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada pentingnya kemampuan tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.

Gambar

Gambar. Mesin EKG

Referensi

Dokumen terkait

Vaksin memberi tubuh semacam “bocoran” karakteristik bakteri, virus, atau racun tertentu sehingga memungkinkan tubuh untuk belajar bagaimana cara mempertahankan diri. Jika tubuh

2+N%$N 2+-/K/$N 9 P$ dan Penedia telah *ersepakat untuk )enandatangaan Kontrak ini pada tanggal terse*ut diatas dan )elaksanakan Kontrak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan

profesional, fasilitator berbasis masyarakat tidak dapat menggantikan karyawan penuh waktu yang didedikasikan untuk memastikan bahwa prinsip- prinsip CDD dalam UU Desa diikuti

Pada sistem tangki tekan mengunakan tekanan dari pompa yang dipasang pada tangki penampung bawah yang kemudian dialirkan menuju ke dalam suatu bejana (tangki) tertutup

Berdasarkan analisis ABC dari 60 jenis obat rutin yang dipakai di Instalasi Farmasi yang termasuk golongan obat A sebanayak 6 item dengan nilai investasi sebesar Rp.. Golngan Obat

Makalah ini akan menjabarkan secara jelas konsep interaksi tersebut dalam bentuk suatu model kuantitatif dan memberikan hasil penerapan model pada rencana pengembangan sistem

Apabila lari wanita dari rumah suaminya tidak diterima solatnya sehingga kembali ia dan menghulurkan tangannya kepada suaminya (meminta ampun). Mana-mana perempuan yang

Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) Hasil produk pengembangan media buku cerita bergambar sebagai media belajar Bahasa Jawa kelas 1 Tema 7 (Benda, Hewan,