• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA (1)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA Ny. K DENGAN

HIPERTENSI DI WISMA A BPSTW

YOGYAKARTA UNIT BUDHI LUHUR

DISUSUN OLEH :

CINDY PUSPITA SARI HAJI JAFAR 201510206061

PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA Ny. K DENGAN HIPERTENSI DI WISMA A BPSTW YOGYAKARTA

UNIT BUDHI LUHUR

Disusun Untuk Memenuhi Salah SatuTugas Praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Gerontik

Di Susun Oleh :

Cindy Puspita Sari Haji Jafar 201510206061

Telah disetujui dan disahkan oleh :

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya tugas asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hipertensi Pada Ny. K di Wisma AnggrekBalai Pelayanan Sosial Tresnawerdha Unit Budhi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta ” ini dapat selesai.

Adapun tujuan penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi tugas stase Gerontik dan syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir stase.

Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan keperawatan ini selanjutnya.

Semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, November 2016

Penulis

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BPSTW (Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha) merupakan unit atau lembaga teknis di bawah naungan Departemen Sosial yang mengelola pelayanan kepada Lansia. Terletak di daerah Yogyakarta, yang berjarak 12 km ke arah selatan dari Kota Yogyakarta. Dalam melayani para Lansia BPSTW diasuh oleh beberapa petugas dari pekerja Sosial, Psikolog, Perawat, ahli gizi, dan sebagainya, serta bekerja sama dengan Puskesmas maupun RS. BPSTW Budi Luhur merupakan panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi masyarakat, baik yang berada di dalam panti maupun di luar pantai.

Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga

(5)

Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis 3 dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit hipertensi. 2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami gangguan rasa nyaman (nyeri).

b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia hipertensi yang mengalami insomnia.

c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami risiko jatuh.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi seperti kualitas tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan terapi hipertensi non farmakologi agar tidak meningkaktan nyeri pada lansia.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada lansia terhadap tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi.

3. Bagi lansia

(6)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Lanjut Usia

1. Pengertian lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

2. Batasan lansia

Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia sebagai berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium

c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

(7)

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan kognitif dan perubahan spiritual.

a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integumen.

1) Keseluruhan

Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-lean body mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.

b. Sistem integumen

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun

1) Temperatur tubuh

(8)

2) Sistem muskular

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh. 3) Sistem kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya heart rate terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer, bertaTn. Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah tebal, fibrosis.

4) Sistem perkemiha

Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65 tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun, kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal menurun.

5) Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.

6) Sistem gastrointestinal

(9)

absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin menurun pada lambung.

7) Rangka tubuh

Osteoartritis, hilangnya bone substance. 8) Sistem penglihatan

Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya sensitivitas terhadap warna yaitu menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala dan depth perception).

9) Sistem pendengaran

Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel, bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi. 10) Sistem syaraf

Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas sel T, hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom. 11) Sistem endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin, parathormon.

12) Sistem reproduksi

(10)

70 tahun, asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat menopause.

13) Daya pengecap dan pembauan

Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan, sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam, setelah usia 50 tahun.

c. Perubahan kondisi mental

Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi. Faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:

1) Perubahan fisik, terutama organ perasa 2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan 4) Keturunan (hereditas) 5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan 8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

d. Perubahan psikososial

(11)

lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian pasangan hidup.

e. Perubahan kognitif

Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:

1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.

2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.

3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila tidak ada penyakit.

f.Perubahan spiritual

1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.

Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler: universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

(12)

2. Klasifikasi Hipertensi

WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:

Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH

Kategori Tekanan darah

Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99 Sub group (perbatasan) 150-159 90-94 Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109 Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110 Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90 Sub-group (perbatasan) 140-149 <90

Sumber: (Suparto, 2010) 3. Jenis Hipertensi

Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi yang tidak jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan.

b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit

sistemik lain

yaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,

pheochromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya (Herbert Benson, dkk, 2012).

4. Gejala Hipertensi

(13)

kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan N.M, 2010).

5. Patofisiologi Hipertensi

Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung.

6. Pathway Hipertensi

Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H., (2015)

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress, kurang olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

(14)

7. Komplikasi Hipertensi

a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah. b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak

menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.

c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.

d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

8. Cara Pencegahan Hipertensi a. Penurunan berat badan b. Mengurangi tingkat stress c. Olahraga

d. Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi keturunan(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

9. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.

2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.

3) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat di akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

(15)

b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

d. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan ginjal. e. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran

jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015). 10. Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu: a. Penanganan secara farmakologi

Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

b. Penanganan secara non-farmakologi

1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah, dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan meningkatkan keseimbangan dan koordinasisehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai pengobat nyeri secara non-farmakologi.

2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas). 3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.

4) Mengurangi asupan natrium.

5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015). C. Insomnia

1. Pengertian

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas.Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter, 2005).

Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali penyebabnya.Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk mengobatinya maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu (Aman, 2005).

(16)

Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :

a. Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus sekalipun.

b. Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic. c. Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada

mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih dari 3500 meter diatas permukaan air laut.

d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obatobat pengurus badan yang mengandung anfetamin atau yang sejenis.

e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma dan lain-lain (Joewana, 2006).

3. Tipe-tipe insomnia

Insomnia terdiri atas tiga tipe :

a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomniainisial dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.Berlangsung selama 1-3 jam dan kemudian karena kelelahan iabias tertidur juga. Tipe insomnia ini bisa diartikan ketidakmampuanseseorang untuk tidur.

b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuktidur dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidurkembali, kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia inidisebut jaga intermitent insomnia.

c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomniaterminal, dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukupnyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi (Erry 2000)

4. Dampak Insomnia

(17)

b. Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.

c. Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya.

d. Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.

e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.

Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena higharousal state yang terdapat pada insomnia. Selain itu, orang yangmenderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orangyang normal (Turana, 2007).

D. Resiko Jatuh

1.

Definisi

Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai / tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben, 1996 ).

2.

Prevalensi

Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan sekitar 30% lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.

(18)

( Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit.

Kane dkk ( 1994 ) mendapatkan dari survai masyarakat di AS lansia umur⅓

lebih dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah – rumah perawatan sekitar 50% penghuninya mengalami jatuh dengan akibat antara 10 – 25%nya memerlukan perawatan di rumah sakit.

3.

Morbiditas

Kecelakan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun 1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3 nya akibat jatuh. Kematian akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidak disadari oleh keluarga atau dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain misalnya serangan jantung mendadak. (Tinetty, 1992).

Fraktur kolum femoris merupakan merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS pertahun, sebagian besar wanita. Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami fraktur kolum femoris, 5% akan mengalami fraktur tulang lain seperti iga, humerus, pelvis dan lain-lain, 5% akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering merupakan komplikasi akibat jatuh.( Kane et al, 1994 ).

Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua dan osteoporosis. Wanita mempunyai risiko tinggi dibanding laki – laki untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.Risiko untuk terjadinya perlukaan akibat jatuh merupakan efek gabungan dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan terbantingnya (Reuben, 1996).

4.

Faktor Resiko

Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:

a. Sistem sensori

(19)

menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.

b. Sistem saraf pusat ( SSP )

SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).

c. Kognitif

Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan risiko jatuh.

d. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987; Brocklehurs, 1987 ).

e. Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar – benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:

1) Kekakuan jaringan penghubung 2) Berkurangnya massa otot 3) Perlambatan konduksi saraf 4) Penurunan visus / lapang pandang 5) Kerusakan proprioseptif

Yang kesemuanya menyebabkan:

(20)

2) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah

3) Perpanjangan waktu reaksi 4) Kerusakan persepsi dalam

5) Peningkatan postural sway ( goyangan badan )

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal.Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian tiba – tiba, sehingga memudahkan jatuh.

5.

Penyebab Jatuh Pada Lansia

Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara lain: ( Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987; Brocklehurs, 1987 ).

a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.

b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan – kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda – benda yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi orthostatic, hipovilemia / curah jantung rendah, disfungsi otonom, penurunan kembalinya darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi, hipotensi sesudah makan.

c. Obat – obatan

1) Diuretik / antihipertensi

2) Antidepresen trisiklik

3) Sedativa

4) Antipsikotik

5) Obat – obat hipoglikemia

(21)

d. Proses penyakit yang spesifik Penyakit – penyakit akut seperti :

1) Kardiovaskuler : – aritmia 2) stenosis aorta

3) sinkope sinus carotis 4) Neurologi : – TIA 5) Stroke

6) Serangan kejang 7) Parkinson

8) Kompresi saraf spinal karena spondilosis 9) Penyakit serebelum

10) Idiopatik ( tak jelas sebabnya)

11) Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba a) Drop attack ( serangan roboh )

b) Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba c) Terbakar matahari

6.

Faktor Lingkungan Yang Sering Dihubungkan Dengan Kecelakaan Pada Lansia a. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau

tergeletak di bawah

b. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok

c. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang d. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun

e. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser

f. Lantai yang licin atau basah

g. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)

h. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

7.

Faktor Situasional Yang Mungkin Mempresipitasi Jatuh

(22)

Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali ( 5% ), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang bergerak ) ketika tiba – tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.

b. Lingkungan

Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang

c. Penyakit Akut

Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba – tiba pada penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain – lain.

8.

Komplikasi

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane, 1994; Van – der – Cammen, 1991 )

a. Perlukaan ( injury )

1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.

2) Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.

3) Hematom subdural b. Perawatan rumah sakit

1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ) 2) Risiko penyakit – penyakit iatrogenic

(23)

1) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik

2) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan gerak

3) Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home ) 4) Kematian

9.

Pencegahan

Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan. Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van – der – Cammen, 1991; Reuben, 1996 )

a. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari / menyebabkan jatuh.

Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat bergeser sendiri ) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka.WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

Obat – obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh akibat minum obat tertentu.

(24)

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi.Penilaian postural sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia.Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus dilakukan dengan cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan. c. Mengatur / mengatasi fraktur situasional

(25)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien

a. Nama : Ny. K

b. Umur : 77 Tahun

c. Alamat : Sidohulur, Godean, Sleman,Yogyakarta

d. Pendidikan : SD

e. Tanggal masuk panti werdha : 04 Februari 2014

f. Jenis kelamin : Perempuan

g. Suku : Jawa

h. Agama : Islam

i. Status perkawinan : Janda

j. Tanggal pengkajian : Senin, 07 November 2016 2. Status kesehatan saat ini

a. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi. b. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin.

c. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali. d. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada saat siang

hari.

e. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.

f. Klien mengatakan senang berada di panti, nyaman dan berbaur dengan lansia yang lain, bisa mengikuti kegiatan yang ada di panti.

g. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada bagian tengkuknya.

h. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu aktivitasnya.

i. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan aktivitas (P)

j. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q) k. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R) l. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S) m. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

n.

Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.

(26)

a. Penyakit : Masa kanak-kanak Ny. K tidak pernah dirawat di rumah sakit dan jika sakit panas hanya di rawat jalan, dan pada masa tua pasien mengalami tekanan darah tinggi sejak usia 55 tahun, dan pernah mengalami tetanus pada usia 67 tahun.

b. Alergi : Ny. K mengatakan alergi dengan udang, jika makan udang seluruh badannya gatal-gatal seperti biduran.

c. Kebiasaan : Ny. K tidak merokok, tidak minum kopi, dan tidak minum alcohol.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Ny. K mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai sakit hipertensi atau darah tinggi dan strok yaitu adiknya yang bungsu.

5. Tinjauan sistem

a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).

b. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo matang. c. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata, warna hitam

keputihan.

d. Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva tidak Anemis.

e. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.

f. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang tanggal tersisa tinggal 4 buah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. g. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.

h. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan. i. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah j. Sistem kardiovaskuler : TD 150/80 mmHg

k. Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara bising usus, makan 3x sehari hanya bisa menghabiskan 1 porsi, BAB 1x sehari.

l. Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada inkontinensia urin.

6. Pengkajian Psikososial dan spritual a. Psikososial

Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan teman satu kamarnya dan penghuni wisma lain.

b. Masalah emosional

Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi tidak banyak pikiran. c. Spiritual

(27)

7. Pengkajian Fungsional Klien a. KATZ Indeks

Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan dari orang lain di antaranya yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks

No Kriteria Dengan

Bantuan Mandiri Keterangan

1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari

Jumlah: secukupnya

7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin

melakukan sesuatu misalnya mengambil minum atau ke kamar mandi.

8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus

pelan-pelan

9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi

10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x sehari

Konsistensi: padat

11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari

Warna: kuning

12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti

(28)

PSTW saat pagi hari

b. 65-125 : ketergantungan sebagian c. 60 : ketergantungan total

Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri

8. Pengkajian Status Mental Gerontik

a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ) Benar Salah No Pertanyaan

√ 01 Tanggal berapa hari ini?

√ 02 Hari apa sekarang?

√ 03 Apa nama tempat ini?

√ 04 Dimana alamat anda?

√ 05 Berapa umur anda? √ 06 Kapan anda lahir?

√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang? √ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?

√ 09 Siapa nama ibu anda?

Jumla h

Jumla h

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil:

a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat

Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga disimpulkan Ny. K memiliki fungsi intelektual utuh.

b. MMSE (Mini Mental Status Exam)

(29)

o Kognitif Maksimal Klien

1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar

a. Tahun : 2016 b. Musim : Hujan c. Tanggal: 07 d. Hari : Senin e. Bulan : November Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?

a. Negara : Indonesia b. Provinsi: DIY c. Kota : Yogyakarta

d. Di : PSTW Budi Luhur e. Wisma : Anggrek

2 Registras i

3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1 detik dan mengatakan asing-masing obyek.

a. Meja, Kursi, Bunga. kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat: (93, 86, 79, 72, 65)

*Klien dapat menghitung pertanyaan semuanya.

4. Menging

at 3

3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point masing-masing obyek.

*Klien mampu mengulang obyek yang disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan tanyakan nama pada klien

a. Missal jam tangan b. Missal pensil

Minta klien untuk mengulangi kata berikut: “tidak ada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar nilai satu poin

a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada, tetapi

Minta klien untuk menuruti perintah berikut terdiri dari 3 langkah.

“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh dilantai”

a. Ambil kertas ditangan anda b. Lipat dua

c. Taruh dilantai

(30)

( bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 point) menaruh di bawah sesuai perintah. klien dapat menulis satu kalimat.

Total Nilai

29

Interpretasi hasil : 29 (>23)

Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental baik

9. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)

PERTANYAAN JAWABAN

YA/ TIDAK

SKOR Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda? Ya 0 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan atau minat

atau kesenangan anda?

Ya 1

Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak 0

Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0

Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya 0 Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada

anda? Tidak 0

Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup anda? Ya 0

Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0

Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi

keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru? Ya 1

Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan

daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang? Tidak 0 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini

menyenangkan?

Ya 0

Apakah anda merasa berharga? Ya 1

Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0

Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Tidak 0 Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaanya daripada

anda?

Tidak 0

(31)

Penilaian:

Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut : a. Tidak 10 atau lebih : depresi

Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3 sehingga disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.

10. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus Persepsi

Sangat lembab Kadang lembab Jarang Lembab Aktifitas Di tempat tidur Dikursi Kadang jalan Jalan Keluar Mobilisasi Imobil penuh Sangat terbatas Kadang terbatas Tidak Terbatas Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Adekuat Sempurna Gerakan/

cubitan

Masalah Masalah Resiko Tidak Ada Masalah

Sempurna

Total skor = 22 Keterangan :

Paisien dengan total nilai :

a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus b. 15/16 risiko rendah

c. 13/14 risiko sedang d. <13 risiko tinggi

(32)

11. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg

a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh dengan Postural Hypotensi

Reach Test (FR test) Hasil

Mengukur tekanan darah lanisa dalam tiga posisi yaitu:

a. Tidur b. Duduk c. Berdiri

Catatan jarak antar posisi pengukuran kurang lebih 5 – 10 menit.

Diperoleh hasil pengukuran dalam tiga posisi pada Ny. K sebagai berikut: a. Tidur : 130/70 mmHg

b. Duduk : 140/90 mmHg c. Berdiri : 140/90 mmHg

KESIMPULAN

Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg maka dapat dikatakan bahwa Tn. S memiliki resiko jatuh mengingat usia Ny. K juga sudah semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia tua serta penyakit yang di derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)

Reach Test (FR test) Hasil

1. Minta lansia untuk menempel ditembok

2. Minta lansia untuk

mencondongkan badannya ke depan tanpa melangkahkan kakiknya.

(33)

KESIMPULAN

Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi, maka dapat dikatakan bahwa Ny. K memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)

(34)

B. ANALISA DATA hipertensi atau tekanan darah tinggi.

2. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin.

3. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali. 4. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang,

karena tidak bisa tidur pada saat siang hari. 5. Klien mengatakan mengalami susah tidur,

gelisah, tetapi tidak banyak pikiran. Do :

1. Klien tampak tidak tidur di waktu siang hari. 2. TD 150/80 mmHg

Ansietas Insomnia

Ds :

1. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada bagian tengkuknya. 2. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan

terkadang mengganggu aktivitasnya.

3. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan aktivitas (P)

4. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q) 5. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R) 6. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S) 7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

Do :

1. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.

Do:

1. Klien tampak gemetar saat memegang gelas berisi susu yang mau dipindahkan ke kamar. 2. Hasil postural hypotensi lebih dari 20 mmHg

pada tekanan diastolik. 3. Hasil reach test <6 inchi

(35)

4. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat satu kaki klien hanya melakukan sebentar dan kembali duduk.

(36)

C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit

2. Insomnia berhubungan dengan ansietas

3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan

D. NURSING CARE PLAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri kronis

berhubungan dengan proses penyakit

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x 12 jam nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :

Pain level

1. Nyeri berkurang dari 5

menjadi 2 dengan menggunakan

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak

nyamanan. 3. Monitor TTV

4. Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi dengan tarik nafas dalam dan senam ergonimis)

2 Insomnia berhubungan dengan ansietas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x12 jam, diharapkan masalah insomnia Ny. K dapat teratasi dengan kriteria hasil:

1. Klien tampak bergairah saat mengikuti kegiatan pagi di panti

2. Mata klien tidak nampak merah (mengantuk)

3. Ny.K tidak terbangun pada malam hari 4. Melaporkan secara verbal bahwa insomnia

(37)

3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x12 jam Ny. K tidak mengalami jatuh, dengan kriteria:

1. Mampu mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan cedera lingkungan yang ada disekitar wisma yang dapat menyebabkan resiko jatuh

2. Anjurkan untuk memakai alat bantu jalan (jika membutuhkan)

3. Ajarkan gerakan latihan keseimbangan

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

12.30 1. Mengkaji nyeri klien

2. Melatih relaksasi napas dalam 3. Mengukur TTV

S:

P: klien mengatakan masih nyeri Q: nyeri terasa mencengkram R: nyeri di tengkuk

S: skala 5 T: hilang timbul

O: TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, , RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri kronis belum teratasi

(38)

1. Kaji nyeri klien

2. Evaluasi senam ergonomis

(Cindy PS. H.J) Rabu, 09

November 2016

16.00 1. Mengkaji nyeri klien 2. Evaluasi senam ergonomis 3. Mengukur TTTV

S:

P: klien mengatakan nyeri mulai berkurang

Q: nyeri terasa mencengkram R: nyeri di tengkuk

S: skala 4 T: hilang timbul

O: TD: 140/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, , RR: 20x/menit.

A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian

P:

1. Kaji nyeri klien

2. Motivasi klien untuk melakukan senam ergonomis

(Cindy PS. H.J) Kamis, 10

November 2016

12.30 1. Mengkaji nyeri klien 2. Evaluasi senam ergonomis

S:

(39)

3. Mengukur TTTV berkurang

Q: nyeri terasa mencengkram R: nyeri di tengkuk

S: skala 2 T: hilang timbul

O: TD: 140/80 mmHg, Nadi: 80x/menit, , RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian

P:

1. Kaji nyeri klien

2. Motivasi klien untuk selalu melakukan senam ergonomis

(Cindy PS. H.J)

2 Insomnia berhubungan dengan ansietas

Selasa, 08 November 2016

13.00 1. Mengukur tekanan darah 2. Mengajarkan klien tentang

relaksasi otot progresif: a. Relaksasi otot tangan

S:

Klien mengatakan senang diajarkan senam relaksasi otot progresif.

(40)

b. Relaksasi otot muka c. Relaksasi otot perut d. Relaksasi otot kaki

Klien nampak mempraktikan relaksasi otot progresif sesuai intruksi meskipun ada beberapa gerakan yang kurang tepat.

TD : 140/90 mmHg A:

Masalah keperawatan insomnia teratasi sebagian.

P:

Motivasi klien untuk melakukan relaksasi otot progresif setiap sebelum.bangun tidur.

(Cindy PS. H.J)

Rabu, 09 November 2016

16.30 1. Mengukur tekanan darah 2. Mengevaluasi tentang relaksasi

otot progresif

S:

1. Klien mengatakan masih ada beberapa gerakan yang belum di kuasai.

2. Klien mengatakan dapat tidur pada siang hari 15 menit tetapi tidur pada malam hari masih terbangun.

O:

Klien mampu melakukan gerakan senam relaksasi progresif tetapi masih sering lupa.

(41)

A:

Masalah keperawatan insomnia teratasi sebagian

P:

Motivasi klien untuk melakukan relaksasi otot progresif setiap hari

(Cindy PS. H.J)

Kamis, 10 November 2016

13.00 1. Mengukur tekanan darah 2. Mengevaluasi tentang relaksasi

otot progresif

S:

1. Klien mengatakan sudah mempraktekkan setelah bangun tidur. 2. Klien mengatakan masih terbangun

di malam hari karena pipis

O:

Klien mampu mempraktekkan kembali senam seralksasi otot progresif, meskipun tidak berurutan.

TD : 140/70 mmHg

A:

Masalah keperawatan insomnia teratasi sebagian

P:

(42)

relaksasi otot progresif setiap hari

(Cindy PS. H.J) 3 Risiko jatuh Selasa, 08

Agustus 2016

13.00 1. Mengajarkan klien tentang

latihan keseimbangan. S: 1. Klien mengatakan senang diajarkan tentang latihan keseimbangan.

2. Klien mengatakan akan melakukan latihan keseimbangan setiap hari.

O:

Klien tampak mampu mempraktekkan latihan keseimbangan.

A:

Masalah keperawatan resiko jatuh teratasi sebagian.

P:

Evaluasi latihan keseimbangan.

(43)

Rabu, 9 Agustus 2016

13.00 1. Mengevaluasi latihan

keseimbangan. S: Klien mengatakan masih ingat sebagian gerakan latihan keseimbangan.

O:

Klien mampu mempraktekkan latihan keseimbangan, meskipun gerakan yang lainnya masih lupa.

A:

Masalah keperawatan resiko jatuh teratasi sebagian.

P:

Motivasi klien untuk latihan keseimbangan.

(44)

Kamis, 10 Agustus 2016

13.00 1. Mengevaluasi latihan

keseimbangan. S: Klien mengatakan belum perlu menggunakan alat bantu untuk berjalan. O:

Klien masih mampu berjalan tanpa menggunakan alat bantu.

A:

Masalah keperawatan resiko jatuh teratasi sebagian.

P:

Motivasi klien untuk latihan keseimbangan.

(45)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien Ny. K dengan insonsomnia dan risiko jatuh di Wisma A BPSTW Yogyakarta Unit Budhi Luhur selama 3 x 12 jam didapatkan hasil :

1. Nyeri kronis pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan nyeri sudah berkurang dengan skala 2.

2. Insomnia pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan masih terbangun di malam hari karena pipis.

3. Resiko jatuh pada Ny. K di wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan belum perlu menggunakan alat bantu untuk berjalan.

B. Saran

a. Bagi petugas kesehatan

1) Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus memperhatikan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien khususnya lansia yang mengalami hipertensi untuk menerapkan terapi relakasi otot progresif untuk dilakukan sehari-hari.

2) Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat mengurangi resiko jatuh

b. Bagi lansia

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang Anggrek II RSUD dr. Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes Kusuma Husada.

Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.

Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab. go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.

Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.

Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi Action.

Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical Hypertension. 10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.

Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.Jakarta : EGC

Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene diakses dalam http://hidayat2.wordpress.com diakses tanggal 18 Juli 2013

PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa

KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah

Gambar

Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang : Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan lansia. Perubahan yang terjadi pada lansia adalah masalah

Peningkatan resiko jatuh pada lansia mendorong dilakukannya penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui hubungan resiko jatuh dengan kejadian jatuh pada klien lansia yang

Kesehatan saat ini tidak terlalu baik (tangan kanan klien tidak dapat digerakan, pada kaki kanan klien terjadi deformitas tulang, dan pada kaki kiri klien terdapat luka

Pada saat di lakukan pengkajian tanggal 02 juli 2013 Ny E mengatakan sering mengeluh pusing, pusing dirasakan setiap hari saat bangun tidur, pusing di rasakan seperti

Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak

Frekuensi dan waktu : 3-4 x sehari Kebiasaan BAK pada malam hari : Tidak ada Keluhan yang berhubungan dengan BAK: Tidak ada

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PERSARAFAN.. DI SUSUN

Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan